PENGARUH PEMANASAN DAN PERUBAHAN BENTUK PADA KEKUATAN TARIK POLYVINYL CHLORIDE (PVC) Oleh Instansi e-mail
: Ir. Muhammad Khotibul Umam Hs, MT : Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY :
[email protected] [email protected]
A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan bahan polimer seperti polyvinyl chloride (PVC) sebagai bahan alternatif selain logam, saat ini banyak dilakukan. Sekalipun penggunaan polimer sebagai bahan pengganti logam tidak menimbulkan masalah yang berarti, tetapi perbedaan sifat kedua bahan itu banyak menimbulkan fenomena yang mendorong para peneliti untuk mempelajarinya. Dari beberapa sifat yang ada, perubahan sifat akibat perubahan temperatur adalah salah satu sifat yang menarik untuk diamati. Secara umum, polimer mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur bila dibandingkan dengan bahan logam. Kepekaan terhadap perubahan temperatur ini disebabkan oleh rendahnya temperatur transisi gelas (glass transistion temperature) polimer, yang pada umumnya hanya berada di bawah 100 oC. Temperatur transisi gelas ini merupakan temperatur perubahan struktur polimer yang menyebabkan terjadinya perubahan sifat yang sangat besar (Kumar, 1998). Sebagai contoh, di bawah temperatur transisi gelas suatu polimer dapat bersifat keras dan rapuh, tetapi di atas temperatur tersebut polimer tersebut berubah menjadi lunak dan ulet. Perubahan sifat akibat perubahan temperatur ini dapat digambarkan pada Gambar 1. Kepekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur itu juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengubah bentuk polimer sesuai dengan yang dikehendaki tanpa mengubah sifat mekanisnya secara signifikan. Sekalipun demikian, secara teori-
1
log modulus
Rubbery plateau
Semicrystaline Cross-linked Amorphous
Tg
Tm Temperature
Gambar 1. Pengaruh temperatur pada modulus elastisitas polimer tis proses pemanasan dan perubahan bentuk itu akan berpengaruh pada sifat mekanisnya. Sekecil apapun pengaruh tersebut akan menimbulkan perbedaan kinerja alat yang menggunakan bahan polimer itu. Oleh karenanya, pengetahuan akan besarnya pengaruh pemanasan dan perubahan bentuk pada polimer ini menjadi penting untuk diketahui, agar dalam merancang alat yang menggunakan bahan polimer ini dapat dicapai kinerja alat yang optimal. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang ada, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh pemanasan dan perubahan bentuk pada kekuatan tarik PVC. b. Berapa besar kekuatan tarik PVC sebelum dipanaskan, dan setelah dipanaskan yang disertai dengan adanya perubahan bentuk. C. Batasan Masalah a. Material uji adalah material yang ada di pasaran, dalam hal ini digunakan pipa PVC bermerk WAVIN dengan nomor seri AW 3” 541A. b. Pengujian dilakukan pada kondisi ruang, dan pengaruh perubahan temperatur serta kelembaban udara diabaikan. c. Bahan uji dianggap homogen dan isotropik.
2
d. Pengaruh laju pembebanan dan perbedaan ketebalan benda uji pada uji tarik diabaikan. D. Tujuan Penelitian a. Mengetahui pengaruh pemanasan dan perubahan bentuk pada kekuatan tarik PVC. b. Mengetahui besar kekuatan tarik PVC sebelum dipanaskan, dan setelah dipanaskan yang disertai dengan adanya perubahan bentuk. E. Manfaat Penelitian a. Mengetahui besarnya kekuatan tarik PVC yang berada di pasaran. b. Sebagai bahan pertimbangan pada perancangan alat yang menggunakan bahan PVC. F. Landasan Teori Polimer merupakan salah satu bahan buatan yang bila ditinjau dari proses pembuatannya, dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu thermoplastics dan thermosetting plastics (Smith, 1998). Thermoplastics adalah bahan polimer yang pembuatan dan pembentukannya memerlukan panas, dan setelah temperaturnya berada di bawah temperatur transisi gelasnya, bahan akan terbentuk sesuai dengan bentuk cetakannya. Sifat utama bahan ini adalah sifatnya yang relatif tetap (tanpa mengalami perubahan yang berarti), sekalipun dilakukan perubahan bentuk yang berulang-ulang. Salah satu bahan polimer dari jenis ini adalah polyvinyl chloride (PVC). PVC merupakan polimer bertipe thermoplastics yang mempunyai bentuk monomer
H H C C H Cl n
. Bentuk ini mempunyai titik leleh (melting point) sekitar 204 oC,
dan temperatur transisi gelas antara 70 – 100 oC. Berat jenisnya antara 1.49 – 1.58 g/cm3, dan kekuatan tarik antara 51.75 – 62.1 MPa, dengan temperatur kerja maksimum tanpa pembebanan sebesar 110 oC. Sifat lainnya yang penting, yang sangat berbeda dengan bahan lain terutama logam, adalah sifat polimer yang tergantung pada waktu. Bahan yang bersifat
3
demikian disebut anelasticity material (Dieter, 1981). Karakter tersebut dapat dijelaskan melalui gambar berikut:
Elastic strain e
e2
e1
e1
t = to
t = t1 Time, t
Gambar 2. Sifat anelastic dan elastis setelah efek Bila pada material anelastis dikenakan kakas yang menyebabkan terjadinya regangan elastis e1, maka sesuai dengan bertambahnya waktu, besarnya regangan akan bertambah sebesar e2. Regangan yang timbul saat jeda ini besarnya e2 – e1. Bila secara tiba-tiba beban yang ada dihilangkan pada saat t = t1, maka besarnya regangan yang ada akan berkurang sebesar regangan elastisnya, yaitu e1, dan selanjutnya akan menuju nol sejalan dengan pertambahan waktu. Karakter demikian disebut elastis setelah efek (elastic after-effect). Dengan adanya sifat ini, faktor ketidak-pastian di dalam perancangan dan penelitian pada saat dilakukan menjadi cukup besar, dan harus menjadi perhatian bagi perancang maupun peneliti. G. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, bahan dasar pipa PVC berdiameter 3 inchi dipotongpotong dengan ukuran sedikit lebih besar dari ukuran spesimen yang dikehendaki. Selanjutnya dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu: 1. Kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan panas, sehingga merupakan bentuk asli dari bahan uji. 2. Kelompok yang mendapatkan perlakuan panas pada suhu di bawah temperatur transisi gelas. Untuk proses ini, spesimen direndam dalam air mendidih selama lebih kurang 3 menit. Selanjutnya, spesimen dipres dalam
4
kondisi panas untuk menghasilkan bentuk yang lurus. Dalam proses pengepresan ini dijaga agar ketebalan spesimen tidak berubah (berkurang). Proses diakhiri dengan membiarkan spesimen tetap berada dalam alat pres, sampai mencapai temperatur kamar. Tahapan selanjutnya adalah membuat spesimen uji tarik dari kedua kelompok di atas dengan standar ASTM D638M. Pembuatan bentuk sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, dan pengujian spesimen untuk kedua kelompok tersebut dilakukan pada temperatur kamar. Kelompok I mempunyai bentuk dan ukuran sebagaimana gambar
2.
15
m
m
berikut: 150.0mm.
20 mm
12.5 mm
50.0mm.
R 15 mm
Gambar 3. Bentuk dan ukuran spesimen pada kelompok I Untuk mendapatkan ukuran dan bentuk spesimen di atas, pada kelompok I dilakukan penyayatan dan pemotongan sesuai gambar berikut: ukuran awal panjang x tebal yang dikehendaki
R
Gambar 4. Proses penyayatan dan pemotongan pada kelompok I
5
Sedangkan untuk kelompok II, bentuk dan ukurannya tergambar pada Gambar
3.
10
m
m
5 berikut. 150.0mm.
20 mm
30 mm
50.0mm.
R 60 mm
Gambar 5. Bentuk dan ukuran spesimen pada kelompok II Spesimen untuk masing-masing kelompok diambil 5 spesimen untuk dilakukan uji tarik. Dengan mengacu pada prosedur penelitian di atas, dapat dibuat diagram alir dan tabel eksperimen sebagaimana berikut: Tabel 1. Tabel hasil eksperimen No. SPESIMEN
KEKUATAN TARIK SPESIMEN TANPA PEMANASAN
DENGAN PEMANASAN
1 2 3 4 5
6
MULAI
PEMOTONGAN PIPA MENJADI UKURAN AWAL SPESIMEN
DENGAN PEMANASAN DAN PERUBAHAN BENTUK
TANPA PEMANASAN
PEMBUATAN SPESIMEN
UJI TARIK
HASIL & ANALISA
SELESAI
Gambar 6. Diagram alir penelitian H. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Dari hasil penelitian terhadap spesimen yang mendapat perlakuan panas dan yang tidak mendapat perlakuan panas, dapat dilihat pada dua tabel berikut: Tabel 2. Data pengamatan pada spesimen yang mendapat perlakuan panas Kode Spesimen:
Besaran
Satuan
Panjang awal (L) Lebar awal (W) Tebal (t) Pertambahan Panjang (L) max Beban Maximum (P) Lebar setelah uji tarik Tegangan Maximum Pertambahan Lebar (W) max Regangan Panjang max Regangan Lebar max Poisson's Ratio
mm mm mm
SP3 50.00 20.00 3.15
SP4 50.00 20.00 3.15
SP5 50.00 20.00 3.15
SP6 50.00 19.95 3.15
mm
52.32
46.42
31.73
36.16
3.25 12.65 0.0516 -7.35 104.64 -36.75 -0.3512
3.19 13.60 0.0506 -6.40 92.84 -32.00 -0.3447
3.25 14.00 0.0516 -6.00 63.46 -30.00 -0.4727
3.14 13.35 0.0500 -6.60 72.32 -33.08 -0.4574
kN mm 2 kN/mm mm % %
7
Tabel 3. Data pengamatan pada spesimen tanpa pemanasan Besaran
Satuan
Panjang awal (L) Lebar awal (W) Tebal (t) Pertambahan Panjang (L) max Beban Maximum (P) Lebar setelah uji tarik Tegangan Maximum Pertambahan Lebar (W) max Regangan Panjang max Regangan Lebar max Poisson's Ratio
mm mm mm
Kode Spesimen: ST1 51.00 12.50 2.20
ST2 51.00 12.50 2.20
ST3 51.00 12.50 2.20
ST5 51.00 12.50 2.20
mm
54.74
32.33
23.99
25.85
kN mm
1.40 7.85 0.0509 -4.65 107.33 -37.20 -0.3466
1.41 7.80 0.0513 -4.70 63.39 -37.60 -0.5931
1.41 9.25 0.0513 -3.25 47.04 -26.00 -0.5527
1.39 8.90 0.0505 -3.60 50.69 -28.80 -0.5682
kN/mm mm % %
2
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa tegangan tarik rerata dan simpangan baku pada spesimen uji tarik yang mendapat perlakuan panas adalah: uSP 0.05094 kN/mm2 = 50.94 MPa
sSP = 0.79148 Sedangkan tegangan tarik rerata dan simpangan baku pada spesimen uji tarik yang tidak mendapat perlakuan panas adalah: uST 0.05100 kN/mm2 = 51.00 MPa
sST = 0.34816 Jika diambil hipotesis Ho : Tegangan tarik spesimen yang mendapat perlakuan panas = yang tidak mendapat perlakuan panas, dan bila digunakan uji t untuk menghitung, maka didapatkan: thitung = 0.29999 sedangkan ttabel = 2.447 untuk daerah penerimaan 95%, yang berarti hipotesis Ho diterima. Dari Lampiran A1 dan A2, dibuat grafik regangan-tegangan seperti tertera pada Gambar 7 berikut. Dari gambar tersebut, jika tegangan luluh (y) bahan uji diambil dari regangan sebesar 0,2% yang kemudian ditarik garis sejajar terhadap garis elastisnya, maka tegangan luluh yang didapat hampir sama dengan tegangan tariknya,
8
yaitu sekitar 50 MPa. Demikian juga bila tegangan luluh itu didasarkan pada offset regangan sebesar 0,1%, juga tidak menunjukkan harga yang berbeda, yaitu sekitar 50 MPa. Sedangkan modulus elastisitas dan poisson’s ratio bahan uji jika diambil dari harga rerata hasil pengujian, didapatkan harga: E = modulus elastisitas = 223.23 MPa. = poisson’s ratio = 0.4065 TENS ILE TES T RES ULT (w. Heat Treatment) 60
Stress (MPa)
50 SP3
40
SP4 SP5
30
SP6 20 10 0 0
20
40
60 Strain (%)
80
100
120
Gambar 7. Grafik regangan vs tegangan pada spesimen yang mendapat pemanasan TENS ILE TES T RES ULT (w/o Heat Treatment) 60
Stress (MPa)
50
40
ST1 ST2
30
ST3 ST5
20
10
0 0
20
40
60
80
100
120
Strain (%)
Gambar 8. Grafik regangan vs tegangan pada spesimen tanpa pemanasan
9
Bila dibandingkan dengan sifat-sifat mekanis bahan sebagaimana disebutkan dalam beberapa acuan, dari beberapa hasil perhitungan itu ada yang menunjukkan kewajaran (seperti tegangan tarik dan poisson’s ratio), tetapi ada pula yang berharga cukup timpang seperti modulus elastisitas yang berharga hanya sekitar 225 MPa, dibanding dengan sekitar 3 GPa sebagaimana banyak dimuat dalam beberapa sumber. Ketimpangan ini diakibatkan oleh pola perhitungan untuk mendapatkan harga modulus elastisitas itu yang hanya didasarkan pada perkiraan berapa besar regangan yang sesungguhnya terjadi saat tegangan tarik maksimalnya tercapai. Oleh karenanya, bila dikehendaki adanya pengamatan harga modulus elastisitas yang akurat, perlu dilakukan pengujian dengan alat ukur regangan yang lebih akurat, seperti strain gage.
I. Kesimpulan Dan Saran Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara kekuatan tarik PVC yang mendapat pemanasan, maupun yang tidak mendapatkan pemanasan. 2. Besarnya kekuatan tarik PVC (dalam hal ini adalah PVC dengan merek WAVIN) sebelum dan setelah dipanaskan mempunyai harga yang relatif sama, yaitu sebesar 51.00 MPa. Sedangkan hal yang perlu ditindak-lanjuti dari hasil penelitian ini adalah berapa kali pemanasan dan perubahan bentuk yang tidak mengakibatkan perubahan berarti pada kekuatan tarik bahan polimer ini, khususnya PVC, serta adanya upaya yang optimal untuk memanfaatkannya sebagai bahan teknik yang mudah diubah bentuknya, tanpa mengalami perubahan kekuatan tarik yang berarti.
10
J. Daftar Pustaka Dieter GE (1981), “Mechanical Metallurgy”, McGraw-Hill International Book Company. Deutschman AD, Michels WJ, Wilson EW (1975), “Machine Design Theory And Practice”, Collier MacMillan Publishers, London. Kumar A, Gupta RK (1998), “Fundamentals of Polymers”, McGraw-Hill International Book Company. Smith WF (1986), “Principles of Materials Science And Engineering”, McGraw-Hill Book Company. Young RJ, Lovell PA (1994), “Introduction To Polymers”, Chapman & Hall, London.
11