PENGARUH PELAKSANAAN AGROPOLITAN TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI DI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG
Oleh : Nur Fajri Rahmawati A14304071
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN NUR FAJRI RAHMAWATI. Pengaruh Pelaksanaan Konsep Agropolitan dan Strategi Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Magelang. Dibimbing oleh NINDYANTORO. Ketimpangan pembangunan antara desa sebagai produsen pertanian dengan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi telah mendorong aliran sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara tidak seimbang. Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan adalah konsep agropolitan. Agropolitan menjadi relevan diterapkan di Indonesia karena pada umumnya sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Berdasarkan pada kondisi geografi, aktivitas penduduk dan lingkungan, Kabupaten Magelang menetapkan sektor pertanian, sektor industri berbasis pertanian dan sektor pariwisata sebagai tiga sektor unggulan yang disinergikan. Kolaborasi ketiga sektor tersebut mengilhami gerakan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang. Pelaksanaan agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dilaksanakan tahun 2003 yang terbagi menjadi empat fase. Fase pertama yaitu kawasan agropolitan Merapi-Merbabu tahun 2003-2023, fase kedua adalah kawasan agropolitan Borobudur tahun 2008-2028, fase ketiga kawasan agropolitan Sumbing tahun 2011-2031 dan fase keempat merupakan gabungan semua kawasan yang dimulai tahun 2014. Ruang lingkup penelitian ini adalah pelaksanaan agropolitan MerapiMerbabu tahun 2003-2008 dan agropolitan Borobudur. Pertama, penelitian ini mendeskripsikan pelaksanaan konsep agropolitan Merapi-Merbabu sampai tahun 2008. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan analisis deskriptif. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada responden yang menangani agropolitan, petani, pengrajin agoindustri dan pedagang pada masing-masing kawasan agropolitan. Data sekunder diperoleh dari Bappeda, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, BPS dan UPT Pertanian masing-masing kecamatan kawasan agropolitan. Kedua, penelitian ini menganalisis ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan setelah pelaksanaan agropolitan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Kabupaten Magelang. Metode analisis menggunakan metode skalogram yang kemudian diolah dengan piranti lunak microsoft exell 2003. Ketiga, penelitian ini menganalisis pengaruh pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan metode analisis kuantitatif, menggunakan alat analisis shift share kemudian diolah dengan microsoft exell 2003. Data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten Magelang. Keempat, penelitian ini menganalisis strategi prioritas pengembangan agropolitan untuk kawasan agropolitan Borobudur. Data yang digunakan adalah data primer melalui wawancara dan pembagian kuisioner kepada sembilan responden. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif dengan alat analisis Analitic Hierarchy Process (AHP) kemudian diolah dengan expert choice 2000.
3
Pelaksanaan agropolitan di Kawasan Merapi-Merbabu masih banyak menemui kendala terutama yang berkaitan dengan pengadaan modal, pengadaan teknologi dan sumberdaya pelaku atau petani yang kurang berkembang. Setelah pelaksanaan agropolitan, kawasan yang memiliki peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk sektor pertanian adalah Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Pakis, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Ngablak. Setelah pelaksanaan agropolitan, ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan mengalami peningkatan terutama peningkatan pada fasilitas industri dan pengangkutan. Strategi prioritas pengembangan agropolitan Borobudur yang dipilih oleh responden adalah pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis dan agrowisata.
4
PENGARUH PELAKSANAAN AGROPOLITAN TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI DI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG
Oleh : Nur Fajri Rahmawati A14304071
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008
5
Judul
: Pengaruh
Pelaksanaan
Agropolitan
Terhadap
Perkembangan Ekonomi di Tujuh Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang Nama
: Nur Fajri Rahmawati
NRP
: A14304071
Program Studi : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Nindyantoro, MSP NIP. 131 879 329 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
6
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2008
Penulis
7
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs. Sugiyanto dan Dra. Nunuk Nur Zaerina. Penulis lahir di Kabupaten Rembang pada tanggal 31 Juli tahun 1986. Penulis memulai pendidikan di TK Pertiwi Tamanagung Kabupaten Magelang pada tahun 1990 dan lulus pada tahun1992. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri Gunungpring I Muntilan Kabupaten Magelang pada tahun 1992 dan lulus pada tahun1998. Penulis memulai jenjang pendidikan yang selanjutnya di SLTP Negeri I Mungkid Kabupaten Magelang pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya, penulis masuk di SMA Negeri I Muntilan Kabupaten Magelang pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian melalui jalur USMI pada tahun 2004. Selama mengenyam pendidikan di IPB, penulis mengikuti organisasi IAAS (International Association of Agriculture Student), IKMM (Ikatan Keluarga Mahasiswa Magelang) dan Koperasi Mahasiswa (KOPMA).
8
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ” Pengaruh Pelaksanaan Agropolitan Terhadap Perkembangan Ekonomi di Tujuh Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang”. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai syarat kelulusan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Bagi penulis, kesempurnaan skripsi ini adalah kesediaan pembaca yang budiman untuk memberikan saran ataupun masukan. Meskipun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam pelaksanaan penelitian selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Mei 2008
Penulis
9
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menghaturkan terimakasih yang tak terbatas besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan segala karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sebagai manusia biasa yang tidak pernah bisa melakukan sesuatu tanpa dukungan orang lain, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan segalanya kepada penulis sehingga penulis bisa menjadi seperti saat ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami banyak hambatan, tetapi hambatan demi hambatan mampu penulis lewati berkat kasih sayang dan cinta dari kedua orang tua penulis. 2. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu dan perhatiannya kepada penulis sehingga perbaikan demi perbaikan dapat penulis buat untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. A. Faroby Falatehan, SP.MEc dan Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen. 4. Pihak-pihak yang bersangkutan langsung dalam pengambilan data primer maupun sekunder. 5. Bapak Ir. Haryadi dan Ibu Sri Wahyuningsih di Ciamis, terimakasih atas semua kebaikan dan ketulusan dari Bapak dan Ibu dalam memberikan dukungan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian. 6. Indra Harimurti, SP; kedua adik-adik penulis (Lukman dan Nisa); dan temanteman yang selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian.
10
DAFTAR ISI DAFTAR ISI. ...........................................................................................................i DAFTAR TABEL...................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vi BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.......................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah...............................................................................4 1.3. Tujuan Penelitian...................................................................................6 1.4. Kegunaan Penelitian..............................................................................6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................7 2.1. Pengertian Agropolitan..........................................................................7 2.2. Pengertian Kawasan Agropolitan..........................................................8 2.3. Konsep Pengembangan Agropolitan...................................................10 2.4. Studi Terdahulu...................................................................................11 2.4.1. Studi Mengenai Agropolitan .....................................................12 2.4.2. Studi Mengenai Pertumbuhan Ekonomi ...................................13 2.4.3. Studi Mengenai Strategi Pengembangan Wilayah ...................14 BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................15 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ..............................................................15 3.1.1. Terbentuknya Konsep Agropolitan ...........................................15 3.1.1.1. Permasalahan Perdesaan ..............................................15 3.1.1.2. Permasalahan Perkotaan ..............................................16 3.1.2. Agropolitan Sebagai Strategi Pengembangan Wilayah ............17 3.1.3. Sistem dalam Agropolitan.........................................................18 3.1.2.1. Sistem Agribisnis........................................................18 3.1.2.2. Sistem Agroindustri ....................................................19 3.1.2.3. Sistem Agrowisata ......................................................20 3.1.4. Strategi Pembangunan Agropolitan ..........................................21 3.1.4. Pertumbuhan Ekonomi..............................................................21 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................22 BAB 1V. METODOLOGI PENELITIAN.............................................................27 4.1. Lokasi Penelitian.................................................................................27 4.2. Jenis dan Sumber Data........................................................................27 4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data ............................28 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...............................................30 4.4.1. Shift Share.................................................................................31 4.4.2. Skalogram ……………………………………………………..34 4.4.3. Analitic Hierarchy Process (AHP) ………………………….35 BAB V. GAMBARAN UMUM ............................................................................47 5.1. Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu ..............47 5.1.1. Keadaan Wilayah dan Geografis...............................................48 5.1.2. Kependudukan dan Tenaga Kerja .............................................48 5.1.3. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Agribisnis..................50 5.1.4. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Industri ....................51 5.1.5. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Pariwisata..................51
11
5.2. Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Borobudur ........................52 5.2.1. Keadaan Wilayah dan Geografis...............................................52 5.2.2. Kependudukan dan Tenaga Kerja .............................................52 5.2.3. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Agribisnis..................52 5.2.4. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Industri ......................53 5.2.5. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Pariwisata..................53 BAB VI. PELAKSANAAN KONSEP AGROPOLITAN ....................................54 MERAPI-MERBABU DI KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2003 SAMPAI TAHUN 2008 6.1. Kawasan Agropolitan Pakis...............................................................54 6.1.1. Sistem Agribisnis .....................................................................54 6.1.2. Sistem Agroindustri ..................................................................56 6.2. Kawasan Agropolitan Candimulyo....................................................57 6.2.1. Sistem Agribisnis ....................................................................57 6.2.2. Sistem Agroindustri.................................................................60 6.3. Kawasan Agropolitan Sawangan .......................................................60 6.3.1. Sistem Agribisnis .....................................................................60 6.3.2. Sistem Agroindustri ..................................................................63 6.3.3. Sistem Agrowisata ....................................................................64 6.4. Kawasan Agropolitan Ngablak ..........................................................65 6.4.1. Sistem Agribisnis ....................................................................65 6.4.2. Sistem Agroindustri.................................................................65 6.4.3. Sistem Agrowisata...................................................................66 6.5. Kawasan Agropolitan Tegalrejo ........................................................68 6.5.1. Sistem Agribisnis ....................................................................68 6.5.2. Sistem Agroindustri.................................................................69 6.6. Kawasan Agropolitan Dukun.............................................................70 6.6.1. Sistem Agribisnis ....................................................................70 6.6.2. Sistem Agroindustri.................................................................72 6.6.3. Sistem Agrowisata...................................................................73 6.7. Kawasan Agropolitan Grabak............................................................73 6.7.1. Sistem Agribisnis .....................................................................73 6.7.2. Sistem Agroindustri ..................................................................74 6.7.3. Sistem Agrowisata ....................................................................75 BAB VII. ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN KONSEP ......................76 AGROPOLITAN MERAPI-MERBABU TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN MAGELANG 7.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002)...............................76 7.1.1. National Share ..........................................................................76 7.1.2. Proportional Shift ..................................................................78 7.1.3. Differential Shift.......................................................................80
12
7.1.4. Shift Share Analysis..................................................................82 7.2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Agropolitan .................................84 Merapi-Merbabu pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) 7.1.1. National Share ..........................................................................84 7.1.2. Proportional Shift ..................................................................86 7.1.3. Differential Shift.......................................................................88 7.1.4. Shift Share Analysis..................................................................90 BAB VIII. KETERSEDIAAN FASILITAS PUBLIK SETELAH ……………….92 PELAKSANAAN AGROPOLITAN DI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN BAB IX. STRATEGI PRIORITAS PENGEMBANGAN......................................97 AGROPOLITAN DI KAWASAN AGROPOLITAN BOROBUDUR 9.1. Pengolahan Horisontal .....................................................................97 9.1.1. Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan ......................97 Kawasan Borobudur 9.1.2. Substrategi Prioritas Pengembangan Agropolitan ...................99 Kawasan Borobudur 9.2. Pengolahan Vertikal.........................................................................104 BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................107 9.1. Kesimpulan ......................................................................................107 9.2. Saran ................................................................................................108 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………109 LAMPIRAN …………………………………………………………………….112
13
DAFTAR TABEL Tabel
Judul
Halaman
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga ..............................2 Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2001-2006 Tabel 2. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Agropolitan................12 Tabel 3. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Wilayah ................................................................13 Tabel 4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Strategi Pengembangan Wilayah...........................................................................14 Tabel 5. Daftar Responden Analisis AHP..............................................................28 Tabel 6. Tujuan Penulisan, Informasi yang Dibutuhkan, Jenis Data dan Alat Analisis Penelitian ...................................................30 Tabel 7. Nilai Skala Banding Berpasangan............................................................37 Tabel 8. Nilai Random Indeks ................................................................................39 Tabel 9. Luasan dan Prosentase Wilayah Kawasan Agropolitan ..........................47 Merapi- Merbabu Kabupaten Magelang Tabel 10. Kondisi Wilayah dan Geografis Kawasan Agropolitan ........................49 Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang Tabel 11. Struktur Pekerjaan Penduduk Kawasan Agropolitan ............................50 Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang Tahun 2003 Tabel 12. Nilai National Share Per Kecamatan Kabupaten Magelang ................77 Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Tabel 13. Nilai Proportional Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang ............79 Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Tabel 14. Nilai Differential Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang ..............81 Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Tabel 15. Nilai Shift Share Analysis Per Kecamatan Kabupaten Magelang..........83 Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Tabel 16. Nilai National Share Per Kecamatan Kabupaten Magelang..................85 pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah Tabel 17. Nilai Proportional Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang pada ....87 Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah
14
Tabel 18. Nilai Differential Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang pada ......89 Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah Tabel 19. Nilai Shift Share Analysis Per Kecamatan Kabupaten ………………..91 Magelang pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah Tabel 20. Penyebaran Fasilitas Pelayanan Publik Periode Sebelum......................95 Agropolitan (Tahun 2000) Tabel 20. Penyebaran Fasilitas Pelayanan Publik pada Saat .................................96 Agropolitan (Tahun 2006) DAFTAR GAMBAR Gambar
Judul
Halaman
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ................................................26 Gambar 2. Hirarki Pemilihan Strategi Pengembangan Agropolitan ......................46 di Kawasan Agropolitan Gambar 3.Nilai Bobot Strategi Pengembangan Agropolitan ................................99 di Kabupaten Magel Gambar 4.Nilai Bobot Substrategi pada Strategi ................................................100 Pengembangan Sumberdaya Pelaku Agribisnis-Agrowisata Gambar 5.Nilai Bobot Prioritas Substrategi pada Strategi .................................101 Pembangunan Prasarana Fisik Pendukung Agribisnis-Agrowisata Gambar 6.Nilai Bobot Prioritas Substrategi pada Strategi .................................102 Pengembangan Agribisnis Gambar 7. Hasil Pengolahan Horisontal Pendapat Gabungan .........................103 Gambar 8.Substrategi Prioritas Pengolahan Vertikal .........................................105 Pengembangan Konsep Agropolitan Kawasan Borobudur Gambar 9. Hasil Pengolahan Vertikal Pendapat Gabungan ..............................106
15
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Judul
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian........................................................................113 Lampiran 2. Hasil Pengolahan Horisontal Pendapat Gabungan .........................117 Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan Kawasan Borobudur Lampiran 3. Hasil Pengolahan Vertikal Pendapat Gabungan..............................118 Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan Kawasan Borobudur Lampiran 4. Lampiran Gambar............................................................................119
16
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat secara keseluruhan harus disertai dengan pembangunan yang merata dalam segala bidang serta menyeluruh kepada semua golongan masyarakat. Konsep pembangunan yang diterapkan mulai tahun 1970-an adalah pembangunan yang bersifat growth pole. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006), konsep pertumbuhan growth pole yang diperkirakan akan terjadi penetesan (tricle down effect) dari kutub pusat pertumbuhan ke wilayah hinterland-nya, ternyata neteffect-nya menimbulkan pengurasan besar (masive backwash effect) atau telah terjadi transfer neto sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara besar besaran. Ketimpangan pembangunan antara wilayah perdesaan sebagai produsen pertanian dengan kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi mendorong aliran sumberdaya dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara tidak seimbang. Hal ini menyebabkan kondisi yang saling memperlemah antara perdesaan dan perkotaan. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor pertanian mengalami penurunan produktivitas, sedangkan wilayah perkotaan
17
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi menerima beban berlebih sehingga memunculkan
ketidaknyamanan
seperti
konflik,
kriminal,
penyakit
dan
memburuknya sanitasi lingkungan. Angka urbanisasi yang terjadi di Indonesia mencapai jumlah semakin besar setiap tahunnya. Menurut Sitram (2000), urbanisasi yang terjadi di Jakarta setiap tahunnya mengalirkan 200 ribu sampai 250 ribu jiwa dari berbagai wilayah, belum lagi ditambah dengan aliran penglaju harian yang mencapai 4 094 359 jiwa. Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan Koyano (2001) sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 1980 penduduk Jakarta bertambah 3,9 persen per tahun atau sekitar dua juta jiwa per tahun. Setelah Indonesia mengalami krisis perekonomian pada tahun 1998, secara bertahap Indonesia telah berhasil mengembalikan kondisi perekonomian dari pertumbuhan negatif ke pertumbuhan positif. Berdasarkan data pada Tabel 1, sektor pertanian menyumbang PDB Indonesia secara stabil, serta laju pertumbuhannya cenderung menunjukkan angka yang cukup besar. Sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor yang terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional (BPS, 2003). Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2001-2006 (Miliar Rupiah) Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1.Pertanian,Peternakan,Ke hutanan dan Perikanan 2.Pertambangan dan Penggalian
233.327,9
238.876,8
240.387,3
247.163,6
253.726,0
261.296,8
162.007,8
161.023,8
167.603,8
160.100,5
165.0854
168.729,9
3.Industri Pengolahan
406.319,6
453.746,6
441.754,9
469.952,4
491.421,8
514.192,2
4.Listrik, Gas dan Air Bersih
10.854,8
10.392,0
10.349,8
10.897,6
11.584,1
12.263,6
5.Bangunan
89.298,9
101.573,5
89.621,8
96.334,4
103.483,7
112.762,2
267.656,1
314.646,7
256.516,6
271.142,2
293.877,2
311.903,5
77.187,6
97.970,3
85.458,4
96.896,7
109.467,1
124.399,6
6.Perdagangan,Hotel dan Restoran 7.Pengangkutan dan Komunikasi
18
8.Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
135.369,8
154.442,2
140.374,4
151.123,3
161.384,3
170.495,6
9. Jasa-jasa
142.258,0
145.602,8
145.104,9
152.906,1
160.626,5
170.612,1
Sumber : Badan Pusat Statistik 2004, 2006 Friedman dan Douglass (1975) menyarankan suatu bentuk pendekatan agropolitan sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50 ribu sampai 150 ribu jiwa. Salah satu ide pendekatan pengembangan perdesaan yang dikemukakan adalah mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa tersebut. Keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisa diminimalkan, sehingga terbentuk kemandirian desa dalam pertumbuhan ekonominya. Agropolitan menjadi relevan diterapkan di Indonesia karena potensi wilayah Indonesia yang dominan pada sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam merupakan mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat perdesaan. Perencanaan dan pengambilan keputusan bersifat desentralisasi sehingga masyarakat perdesaan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap perkembangan dan pembangunan daerahnya sendiri. Penerapan konsep tersebut diharapkan dapat menghindari adanya pengurasan sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia dari desa ke kota (backwash effect dan urban bias). Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten tersebut terletak pada posisi strategis, potensial dan menguntungkan karena terletak pada jalur persimpangan dari berbagai arah, yaitu terletak pada jalur yang strategis antara Yogyakarta dan Semarang. Topografinya berupa dataran tinggi sehingga cocok untuk pertanian dan perkebunan. Sesuai dengan kondisi Kabupaten Magelang yang merupakan
19
wilayah agraris, maka pertumbuhan ekonomi Magelang sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian. Berdasarkan pada kondisi geografi, aktivitas penduduk dan lingkungan, Kabupaten Magelang menetapkan sektor pertanian, sektor industri berbasis pertanian dan sektor pariwisata sebagai tiga sektor unggulan yang disinergikan. Sinergi ketiga sektor tersebut melahirkan kegiatan ekonomi berbasis pertanian menuju agribisnis yang maju, agrowisata yang menarik dan industri yang melibatkan banyak pelaku. Kolaborasi ketiga sektor tersebut mengilhami gerakan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang. 1.2. Perumusan Masalah Kabupaten Magelang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan agropolitan. Menurut Supardiman (2007), agropolitan di Jawa Tengah dimulai tahun 2003 di Kabupaten Semarang dan Pemalang dengan penghasilan bawang, sayur mayur dan hortikultura lainnya. Setelah itu, agropolitan dikembangkan di empat kabupaten lainnya yaitu Magelang, Batang dan Purbalingga dan akan menyusul kabupaten lainnya yaitu Karanganyer, Sukoharjo, Boyolali dan Brebes. Penerapan agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dilaksanakan tahun 2003. Pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang dibagi kedalam empat fase. Fase pertama yaitu kawasan agropolitan Merapi-Merbabu tahun 20032023, fase kedua adalah kawasan agropolitan Borobudur tahun 2008-2028, fase ketiga kawasan agropolitan Sumbing tahun 2011-2031 dan fase keempat merupakan gabungan semua kawasan yang dimulai tahun 2014. Tujuan pelaksanaan agropolitan di Kabupaten Magelang seperti yang disebutkan di masterplan agropolitan Kabupaten Magelang adalah untuk
20
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah; mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi; dan peningkatan kemandirian kawasan sehingga tidak bergantung pada wilayah pusat pertumbuhan. Peningkatan kemandirian kawasan dapat diwujudkan dengan peningkatan jumlah fasilitas publik sehingga masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut secara optimal sehingga mengurangi ketergantungannya dengan wilayah pusat pertumbuhan. Menurut Kepala Bidang Usahatani Dinas Pertanian Kabupaten Magelang (Soekam, Desember 2007), selama tiga tahun berjalan, gerakan pengembangan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu telah menunjukkan kinerja yang baik. Namun, hal tersebut hanyalah tahap inisiasi dari sebuah wujud berjalannya sistem agribisnis. Untuk mewujudkan masyarakat tani kawasan yang benar-benar mampu melakukan agribisnis, dalam kawasan yang agropolis dibutuhkan waktu sekitar 15 tahun, oleh karena itu gerakan agropolitan harus diteruskan. Setelah gerakan agropolitan Merapi-Merbabu diterapkan di Kabupaten Magelang mulai tahun 2003 sampai tahun 2007, dan mulai penyusunan rencana pengembangan agropolitan kawasan Borobudur pada tahun 2008, maka perlu strategi yang tepat untuk pengembangan agropolitan kawasan Borobudur. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu di Kabupaten Magelang sampai tahun 2008?
21
2. Bagaimana pengaruh pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu terhadap pertumbuhan
ekonomi
di
tujuh
kawasan
agropolitan
Kabupaten
Magelang? 3. Bagaimana ketersediaan fasilitas-fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan Merapi-Merbabu setelah pelaksanaan agropolitan? 4. Bagaimana strategi prioritas pengembangan agropolitan untuk kawasan agropolitan Borobudur? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakan penelitian adalah : 1. Mendeskripsikan pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu di Kabupaten Magelang sampai tahun 2008. 2. Menganalisis pengaruh pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu terhadap pertumbuhan ekonomi di tujuh kawasan agropolitan Kabupaten Magelang. 3. Menganalisis ketersediaan fasilitas-fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan Merapi-Merbabu setelah pelaksanaan agropolitan? 4. Menganalisis strategi prioritas pengembangan agropolitan untuk kawasan agropolitan Borobudur. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian dapat digunakan sebagai: 1. Bahan pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dalam pengambilan keputusan, khususnya mengenai kebijakan pengembangan agropolitan.
22
2. Informasi bagi pemerintah daerah maupun masyarakat Kabupaten Magelang mengenai strategi prioritas pengembangan agropolitan yang tepat untuk diterapkan di kawasan Borobudur. 3. Informasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang mengenai berhasil atau tidaknya agropolitan yang telah dikembangkan di Kabupaten Magelang. 4. Sebagai bahan studi untuk pemerintah mengenai permasalahan yang dihadapi oleh petani sehingga menumbuhkan pemikiran baru dari pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Agropolitan Berdasarkan Departemen Pertanian (2002), agropolitan berasal dari kata agro yang berarti pertanian dan politan yang berarti kota. Agropolitan menurut konsep dari Departemen Pertanian adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu perkembangan sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Menurut kamus istilah penataan ruang dan pengembangan wilayah (2007), pendekatan agropolitan atau ancangan kota tani adalah konsep yg diperkenalkan oleh John Friedman; mengenalkan elemen-elemen kehidupan perkotaan pada daerah pertanian untuk merubah suasana desa menjadi suasana kota-desa (suasana perkotaan di tengah-tengah daerah pertanian); kepadatan efektif penduduk adalah 200 jiwa per km2 dan mempunyai cukup kewenangan otonomi dan kemampuan sumber daya ekonomi
23
sendiri untuk menyelenggarakan pembangunan kotanya. Untuk menghadapi arus urbanisasi yang begitu cepat khususnya di wilayah Asia, salah satu strategi pembangunan perkotaan yang patut diperhatikan ialah menggunakan ancangan kota tani bagi daerah-daerah perdesaan yang terpilih (secara selektif). Menurut Rustiadi dan Pranoto (2007), agropolitan adalah : (1) suatu model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi (peng-kotaan dalam arti positif); (2) bisa menanggulangi dampak negatif pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tidak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran massif sumberdaya alam, pemiskinan desa, dan lain-lain. 2.2. Pengertian Kawasan Agropolitan Kawasan agropolitan menurut Rustiadi dan Pranoto (2007) merupakan kawasan perdesaan yang secara fungsional merupakan kawasan dengan kegiatan utama adalah sektor pertanian. Departemen Pertanian (2002), kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan. Kawasan agropolitan terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Berdasarkan www.baritokuala.go.id (2003), kawasan agropolitan adalah kawasan terpilih dari kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian (agropolis) yang merupakan pusat pelayanan agribisnis yang melayani, mendorong dan memacu pembangunan pertanian kawasan dan wilayah-wilayah sekitarnya. Lokasi
24
kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis terpilih (sentra produksi pertanian) yang memiliki komoditi unggulan (spesifik lokasi) yang merupakan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat. Terdapat empat prinsip yang diterapkan pada kawasan agropolitan, yaitu : 1.
Prinsip
kerakyatan,
pembangunan
diutamakan
bagi
sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat banyak, bukan kesejahteraan orang per orang atau kelompok, berdasarkan prinsip keadilan. 2. Prinsip swadaya, bimbingan dan dukungan kemudahan (fasilitas) yang diberikan haruslah mampu menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian, bukan menumbuhkan ketergantungan. 3. Prinsip kemitraan, memperlakukan pelaku agribisnis sebagai mitra kerja pembangunan yang berperan serta dalam seluruh proses pengambilan keputusan akan menjadikan mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. 4. Prinsip bertahap dan berkelanjutan, pembangunan dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta memperhatikan kelestarian lingkungan. Menurut Rivai seperti yang dikutip oleh Rahmawati (2005), suatu kawasan agropolitan yang sudah berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan pertanian (agribisnis). 2. Kegiatan di kawasan tersebut sebagian besar didominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk di dalamnya usaha industri (pengolahan)
25
pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan. 3. Hubungan antara kota dan daerah-daerah hinterland di sekitar kawasan agropolitan bersifat interpendensi atau timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan hasil dan penampungan (pemasaran) hasil produksi/produk pertanian. 4. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana kawasan agropolitan yang tidak jauh berbeda dengan di kota. 2.3. Konsep Pengembangan Agropolitan Pengembangan kawasan agropolitan menurut Departemen Pertanian (2002), adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian di kawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan menyinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan Friedman dan Mc. Douglas (1974) sebagai suatu siasat untuk percepatan pembangunan perdesaan. Yang terkait dengan pengembangan agropolitan adalah pembangunan dalam arti luas, seperti redistribusi tanah, kesesuaian lahan, mendesain tata guna lahan dan pembangunan sarana
dan
prasarana.
Dalam
www.baritokuala.go.id
(2003),
gerakan
26
pengembangan kawasan agropolitan merupakan gerakan membangun ekonomi berbasis pertanian di kawasan agribisnis (kawasan sentra produksi pertanian) terpilih yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan menyinergikan dan mengelola berbagai potensi untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan dan difasilitasi oleh pemerintah terutama pemerintah daerah. Salah satu persyaratan pokok dalam mengembangkan suatu kawasan agropolitan adalah komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dan salah satu
wujudnya
dengan
memiliki
masterplan
agropolitan
atau
rencana
pengembangan kawasan. Masterplan dapat disusun untuk kurun waktu tertentu, biasanya lima sampai sepuluh tahun tergantung dari kepentingan dan kondisi masing-masing daerah. Masterplan harus merupakan bagian dari pembangunan wilayah di kabupaten dan penyusunannya harus melibatkan masyarakat, praktisi dan pakar setempat. 2.4. Studi Terdahulu Penelitian mengenai strategi pengembangan agropolitan dan pengaruh kondisi tertentu terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah telah banyak dilakukan. Penelitian tentang pengembangan agropolitan juga pernah dilakukan di Kabupaten Magelang. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa penelitian terdahulu yang disajikan pada Tabel 2, 3 dan 4. Namun pada penelitian ini terdapat beberapa perbedaan dan persamaan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini strategi pengembangan agropolitan yang dianalisis adalah untuk strategi pengembangan kawasan agropolitan di wilayah baru yang akan
27
dimulai. Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak melakukan analisis strategi pengembangan suatu kebijakan untuk kebijakan yang sudah terlaksana atau sudah berjalan. Perbedaan selanjutnya adalah pada penelitian ini, kawasan yang menjadi lokasi penelitian adalah semua kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang. Penelitian sebelumnya lebih banyak difokuskan pada beberapa kawasan saja dalam satu Kabupaten atau Kotamadya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu penggunaan alat analisis untuk menguji pendapat responden dan tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah. Berdasarkan perbedaan dan persamaan inilah, penelitian ini dilakukan untuk mencari strategi pengembangan agropolitan yang tepat supaya terwujud kawasan agropolitan yang maju untuk kawasan baru yang akan dimulai (kawasan agropolitan Borobudur). Melalui identifikasi kelebihan dan kekurangan penerapan agropolitan pada kawasan yang sudah diterapkan agropolitan (kawasan agropolitan Merapi-Merbabu) sehingga secara keseluruhan dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Magelang. 2.4.1. Studi Mengenai Agropolitan Tabel 2 menunjukkan bahwa pada penelitian-penelitian sebelumnya, perkembangan agropolitan di masing-masing wilayah berbeda-beda sesuai dengan kondisi fisik dan lingkungan wilayah. Tabel 2. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Agropolitan No
1
Nama
Tempat Penelitian
Setiawati (2004)
Kecamatan Seluas Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat
Analisis
Regresi logistik
Ringkasan Hasil Penelitian Prasyarat untuk mewujudkan agropolitan terdiri dari prasyarat ekonomi yaitu perbaikan struktur komunitas lokal yang terdiri dari modal finansial dan prasyarat ekologis yaitu partisipasi masyarakat dalam perbaikan lingkungan.
28
2
Rahmawati (2005)
Kecamatan Pakis, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Jawa Tengah
Deskriptif
Fungsi sistem agroindustri di Kecamatan Grabak, sistem agrowisata di Kecamatan Sawangan dan sistem agribisnis di Kecamatan Pakis belum berjalan baik. Namun pemerintah terus melakukan pembangunan untuk mengembangkan agropolitan pada kawasan-kawasan tersebut.
2.4.2. Studi Mengenai Pertumbuhan Ekonomi Tabel 3 menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah yang diakibatkan oleh suatu aktivitas tertentu dan pengaruh suatu sektor tertentu terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Tabel 3. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pertumbuhan Ekonomi di Beberapa Wilayah No
1
2
3
Nama
Hermawati (2007)
Mahardini (2006)
Wahyuni (2007)
Tempat Penelitian Propinsi Sumatera Selatan
Propinsi Jawa Barat
Kota Tangerang
Analisis
shift share
shift share
shift share
4
Farida (2006)
Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah
LQ
5
Oktaviani (2007)
Kabupaten Kuningan
shift share
Ringkasan Hasil Penelitian Rata-rata pertumbuhan total PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Propinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan pada periode setelah pemekaran wilayah. Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat mengalami peningkatan setelah pemekaran wilayah. Kontribusi PDRB per sektor tertinggi setelah pemekaran wilayah dimiliki sektor utilitas. Pada masa otonomi daerah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang. Sektor perikanan dan kelautan merupakan sektor basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kendal sehingga mampu menciptakan kesempatan kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam maupun luar wilayah. Sektor industri pengolahan; sektor pengangkutan dan komunikasi dan
29
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mempunyai potensi untuk dikembangkan karena masing-masing sektor mempunyai laju pertumbuhan yang cepat (progresif) dan daya saing yang tinggi.
2.4.3. Studi Penyebaran Fasilitas Publik Penelitian mengenai penyebaran fasilitas publik telah dilakukan oleh Cipta (2007) di Kabupaten Cilacap. Metode analisis yang digunakan adalah model analisis skalogram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki fasilitas paling lengkap adalah Kecamatan Cilacap Selatan diikuti oleh Kecamatan Kesugihan, Kecamatan Majenang, Kecamatan Kroya dan Kecamatan Cilacap Tengah. 2.4.4. Studi Mengenai Strategi Pengembangan Wilayah Tabel 4 menunjukkan berbagai strategi pengembangan wilayah yang berbeda-beda di masing-masing wilayah serta prioritas strategi yang sesuai untuk pengembangan wilayah tersebut. Tabel 4. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Strategi Pengembangan Wilayah No
1
2
Nama
Tempat Penelitian
Rahmawati (2005)
Kecamatan Pakis, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
Surbakti (2005)
Kecamatan Sumur Taman Nasional Ujung Kulon
Analisis
AHP
AHP
Ringkasa hasil Penelitian Strategi utama pengembangan agropolitan wilayah Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang adalah penguatan daya saing produk (0.750) dengan penggunaan teknologi tepat guna (0.345), investasi yang kondusif (0.345), kelengkapan sarana dan prasarana (0.251), menjadi tuan rumah yang baik (0.078) serta melayani dan memberikan kenyamanan tinggal (0.078) Pendapat stakeholder mengenai pengelolaan dan pengembangan di desadesa pesisir Kecamatan Sumur Taman Nasional Ujung Kulon, aspek yang menjadi prioritas utama adalah aspek ekonomi (0.636), sedangkan prioritas pemanfaatan pembangunan wilayah stakeholders memprioritaskan untuk
30
perikanan (0.306), pariwisata (0.236), industri (0.198), pemukiman (0.120) dan perhubungan (0.014)
3
Setyawan (2007)
Kabupaten Pati
AHP
Stakeholders Kabupaten Pati memiliih sektor perikanan sebagai sektor prioritas pertama (0.2977) dalam pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir yang dititik beratkan pada aspek ekonomi (0.3984)melalui program utamanya yaitu optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam (0.1275)
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Terbentuknya Konsep Agropolitan 3.1.1.1. Permasalahan Perdesaan Secara formal, desa didefinisikan dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang mendefinisikan kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Menurut Rustiadi dan Pranoto (2007), ada beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perdesaan menyejajarkan posisinya dengan perkotaan antara lain akibat : (1) kualitas sumberdaya manusia, dan (2) kualitas dan
31
ketersediaan infrastruktur. Kondisi riil di lapangan memperlihatkan secara jelas perbedaan desa dengan kota. Desa lebih dikenal sebagai wilayah yang masih memiliki sumberdaya dan potensi alam yang besar tetapi sumberdaya manusia yang relatif masih terbelakang. Perkotaan cenderung bersifat kaya teknologi, tersedia bermacam-macam fasilitas dan kegiatan ekonomi dengan sumberdaya manusia yang lebih maju daripada keadaan di perdesaan. Kondisi tersebut menyebabkan ketimpangan yang semakin lama semakin besar seiring dengan pertumbuhan penduduk. Lipton dalam Rustiadi dan Pranoto (2007) menyatakan bahwa meskipun secara historis negara-negara di Asia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi sebagian (proportion) dari masyarakat perdesaan masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan yang jumlahnya tidak banyak berkurang. Kemudian secara umum dapat disimpulkan bahwa di dalam perekonomian telah terjadi misalokasi sumberdaya antara kawasan perkotaan dan wilayah perdesaan yang disebut sebagai urban biased. Walaupun jumlah penduduk perdesaan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perkotaan, tetapi bentuk permukiman penduduk lebih tersebar, lebih miskin, tidak berpikiran inovatif dan kurang terorganisasi dengan baik dibanding dengan penduduk kota. Akibatnya terjadi bias dalam alokasi sumberdaya yang tercermin dalam kepincangan antara wilayah perdesaan dengan perkotaan yang secara ekonomi tidak efisien. 3.1.1.2. Permasalahan Perkotaan Dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa perkotaan atau kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
32
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Tenaga kerja dari perdesaan, karena tidak mampu mengelola potensi desa yang dimilikinya akan bermigrasi ke kota. Keadaan tersebut juga memperburuk keadaan perekonomian di kota. Tenaga kerja dari desa tidak memiliki keterampilan setara dengan tenaga kerja
perkotaan,
cenderung
memilih
menjadi
pekerja
serabutan
serta
menimbulkan peningkatan kriminalitas, sanitasi buruk, dan masalah kesehatan manusia. Selain itu, migrasi besar-besaran penduduk desa menuju perkotaan menyebabkan terkurasnya sumberdaya manusia berkualitas dari desa menuju perkotaan. Kondisi tersebut terjadi karena sumberdaya manusia berkualitas tidak dapat mengekspresikan kemampuan yang dimiliki terkait dengan terbatasnya sarana dan prasarana di perdesaan. Menurut Rahardjo (1985) berdasarkan penelitian PBB, faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan penduduk desa ke perkotaan adalah tingkat pendapatan
perorangan
meningkat,
pertambahan
pendapatan
cenderung
dibelanjakan terutama untuk barang-barang bukan pertanian, produksi dan konsumsi lebih berdayaguna di perkotaan. Karseno dan Reksohadiprodjo (1981) menyebutkan berbagai masalah kota yang muncul akibat penduduk yang terlalu padat antara lain berakibat negatif pada lingkungan hidup, penduduk yang tidak berkesempatan kerja yang akhirnya meningkatkan kemiskinan, kejahatan, dan sebagainya. 3.1.2. Agropolitan Sebagai Strategi Pengembangan Wilayah Menurut Rustiadi (2006), pengembangan wilayah merupakan proses “memanusiakan manusia”. Pengembangan wilayah memiliki makna yang hampir
33
sama dengan pembangunan wilayah atau upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap masyarakat. Pengembangan wilayah lebih ditekankan pada pemberdayaan, kedaerahan atau kewilayahan dan lokalitas. Pengertian lain dari pengembangan wilayah merupakan suatu kegiatan yang tidak dimulai dari awal tetapi meningkatkan kuantitas atau kualitas dari sesuatu yang sudah ada. Soenarno (2007) menyatakan bahwa pengembangan agropolitan menjadi sangat penting dilakukan dalam konteks pengembangan wilayah karena (1) kawasan dan sektor yang ditetapkan untuk pengembangan agropolitan merupakan keunikan lokal masing-masing kawasan, (2) pengembangan kawasan agropolitan meningkatkan pemerataan, (3) keberlanjutan pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti karena sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya, (4) penetapan sistem pusat agropolitan terkait dengan sistem nasional, propinsi dan kabupaten. 3.1.3. Sistem dalam Agropolitan 3.1.3.1. Sistem Agribisnis Menurut Soekartawi (2003) konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Konsep agribisnis menurut Arsyat (1985) adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.
34
Secara tradisional, pertanian di Indonesia hanya dianggap sebagai kegiatan bercocok tanam saja. Kegiatan pertanian lebih berorientasi kepada peningkatan produksi komoditi primer dan kurang memberi kesempatan untuk memikirkan perkembangan produk hilir. Dari sisi kebijakan, pembangunan pertanian cenderung terlepas dari pembangunan sektor lain, kebijakan di bidang pertanian tidak selalu diikuti oleh kebijakan pendukung lain secara sinergis. Akhir dasawarsa 1950-an muncul konsep agribisnis yang mencoba melihat pertanian sebagai sebuah sistem yang lebih kompleks. David dan Goldberg dalam Jiaravanon (2007) mendefinisikan agribisnis sebagai kesatuan kegiatan yang meliputi industri dan distribusi sarana produksi pertanian, kegiatan budidaya tanaman dan ternak, dan penanganan pasca panen (penyimpanan, pemrosesan dan pemasaran komoditi). Dalam masterplan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang (2002) disebutkan bahwa sistem agribisnis merupakan suatu sistem kegiatan usaha dibidang pertanian yang bernuansa dagang (business), yang pelakunya paling tidak terdiri dari (1) sub sistem penyediaan prasarana, sarana dan teknologi usahatani, (2) subsistem produksi usahatani, (3) subsistem pengolahan hasil (agroindustri), (4) subsistem pasar dan (5) subsistem penunjang. Kelima subsistem tersebut tidak dapat saling mengganti tetapi saling tergantung satu sama lain. 3.1.3.2. Sistem Agroindustri Dalam masterplan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang (2002) disebutkan bahwa sistem agroindustri pada dasarnya merupakan perpaduan antara dua hal yaitu pertanian dan industri. Keterkaitan antara kedua
35
hal tersebut yang kemudian menjadi sistem pertanian dengan basis industri yang selanjutnya dinamakan agroindustri. Industri yang dikembangkan adalah industri yang terkait dengan pertanian terutama pada sisi penanganan pasca panen. Sajise dalam Soekartawi (2000), menerangkan bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ke tahapan pembangunan industri. Selain itu, ahli yang lain Soeharjo, Soekartawi dan Badan Agribisnis Departemen Pertanian dalam Soekartawi 2000 menyebutkan bahwa agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana dan pembinaan. 3.1.3.3. Sistem Agrowisata Dalam pasal 1 ayat 5 Surat Keputusan Bersama Menparpostel dan Menteri Pertanian No. KM. 47PW.004/MPPT/1989 dan No. 204/KPTS/HK050/4/1989 seperti dikutip oleh Rahmawati (2005), tentang koordinasi pengembangan agrowisata mendefinisikan agrowisata sebagai suatu bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang agro. Pengembangan agrowisata di setiap lokasi merupakan pengembangan yang terpadu antara pengembangan masyarakat desa, alam terbuka yang khas, permukiman desa, budaya dan kegiatan pertanian serta sarana pendukung wisata seperti transportasi, akomodasi dan komunikasi. Dalam hubungannya dengan pembangunan wilayah kegiatan pariwisata seringkali menyebabkan kebocoran
36
wilayah yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan sektor lain dalam mendukung kebutuhan sektor pariwisata. Untuk itu, usaha yang dilakukan dalam pembangunan wilayah adalah memadukan hubungan sektor pariwisata, sektor pertanian, sektor transportasi dan sektor industri. Sektor pertanian harus mampu berkembang baik sebagai penyedia bahan pangan maupun sebagai alternatif obyek wisata yang bernuansa alam dan sosial budaya yang unik. Dalam hal ini maka sektor pertanian diharapkan dapat menyediakan produk-produk yang berkualitas untuk memenuhi keperluan para wisatawan. 3.1.4. Strategi Pembangunan Agropolitan Dalam karyanya, Rustiadi dan Hadi (2007) menyebutkan pada prinsipnya strategi pembangunan agropolitan adalah mendorong kegiatan sektor pertanian dan sektor komplemennya di wilayah perdesaan melalui pembangunan agropolitan (kota kecil di lingkungan pertanian) atau mikropolitan (kota menengah-kecil) atau merupakan pembangunan pusat-pusat pelayanan pada kotakota kecil yang diberikan beberapa perlengkapan infrastruktur fasilitas publik perkotaan. Fasilitas publik tersebut antara lain seperti air bersih, tenaga listrik, pusat pasar, pusat hiburan (amenities), lembaga perbankan dan keuangan, sekolah menengah sampai cabang universitas bersama pusat pendidikan dan latihan serta terdapat bangunan-bangunan lain, ruang terbuka dan taman, saluran pembuangan (sewerage) fasilitas tersebut diperlukan guna mendorong dan mendukung dalam mencapai keberhasilan strategi pembangunan pertanian dan ekonomi perdesaan yang dapat menyumbang kepada peningkatan kinerja sistem perekonomian nasional. 3.1.5. Pertumbuhan Ekonomi
37
Menurut Ohkawa (1983), suatu fase pertumbuhan adalah suatu segmen waktu tertentu yang lain dari yang lain dalam pertumbuhan jangka panjang, yang ciri-ciri uniknya dapat ditunjukkan dengan indikator-indikator tertentu. Definisi pertumbuhan ekonomi (economic growth) suatu negara menurut Prof. Simon Kuznets dalam Solihin (2005) adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya.
Kenaikan
kapasitas
itu
sendiri
ditentukan
atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Menurut Solihin (2005), terdapat tiga faktor utama pertumbuhan ekonomi, yaitu : 1. akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia; 2. pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja; serta 3. kemajuan teknologi. Berdasarkan informasi yang didapat dari id.wikipedia.org, keberhasilan pertumbuhan ekonomi lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan. 3.3. Kerangka Pemikiran Operasional Pengembangan
agropolitan
muncul
dari
permasalahan
adanya
ketimpangan pembangunan wilayah antara perdesaan sebagai pusat kegiatan pertanian yang tertinggal dengan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi. Ketidakseimbangan proses interaksi antara perdesaan dengan kota menyebabkan keadaan yang saling memperlemah antara kedua wilayah tersebut. Wilayah perdesaan dengan kegiatan utama sektor pertanian mengalami permasalahan produktivitas yang stagnan, rendah dan nilai tukar produk menurun akibat
38
beberapa permasalahan, disisi lain wilayah perkotaan sebagai tujuan pasar dan pusat pertumbuhan menerima beban berlebih (over urbanization) sehingga memunculkan
ketidaknyamanan
akibat
permasalahan-permasalahan
sosial
(konflik, kriminal, dan penyakit) dan lingkungan (pencemaran dan buruknya sanitasi lingkungan permukiman). Munculnya permasalahan antara wilayah perdesaan dengan perkotaan tersebut pada intinya adalah tingginya tekanan pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan berkurangnya pendapatan tenaga kerja relatif terhadap modal dan lahan. Dua sektor yang dianggap mampu menampung perluasan lapangan kerja tersebut adalah sektor pertanian dan industri-industri kecil dan menengah serta pengelolaan sektor jasa lingkungan di wilayah perdesaan. Wilayah perdesaan masih mempunyai banyak potensi yang perlu dikembangkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pembangunan tersebut. Salah satu ide pendekatan pengembangan perdesaan adalah mewujudkan kemandirian pembangunan perdesaan yang didasarkan pada potensi wilayah desa itu sendiri, dimana keterkaitan dengan perekonomian kota harus bisa diminimalkan (Rustiadi dan Pranoto, 2007). Konsep agropolitan merupakan salah satu konsep pembangunan wilayah yang dikembangkan oleh John Friedman dan Mike Douglass tahun 1975 yang menyarankan suatu bentuk pendekatan sebagai aktivitas pembangunan yang terkonsentrasi di wilayah perdesaan dengan jumlah penduduk antara 50 ribu sampai 150 ribu orang. Sesuai dengan kondisi geografi, aktifitas penduduk dan lingkungannya, Kabupaten Magelang menetapkan sektor pertanian, industri berbasis pertanian, dan pariwisata sebagai tiga sektor unggulan yang disinergikan. Sinergi ketiga
39
sektor tersebut kemudian melahirkan kegiatan ekonomi berbasis pertanian menuju agroindustri yang maju, agrowisata yang menarik dan industri wisata yang melibatkan banyak pelaku. Gabungan ketiga sektor tersebut menjadi dasar gerakan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang. Penerapan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dilaksanakan tahun 2003. Pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang dibagi kedalam empat fase. Fase pertama adalah kawasan agropolitan Merapi-Merbabu (tahun 2003-2023), fase kedua adalah kawasan agropolitan Borobudur (tahun 2008-2028), fase ketiga adalah kawasan agropolitan Sumbing (tahun 2011-2031) dan fase terakhir merupakan fase gabungan dari semua kawasan (tahun 2014). Tujuan pelaksanaan agropolitan seperti yang disebutkan dalam masterplan agropolitan Kabupaten Magelang adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah; mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi; peningkatan kemandirian kawasan sehingga tidak bergantung pada wilayah pusat pertumbuhan Setelah pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang dari tahun 2003 sampai tahun 2008, penelitian ini akan mendeskripsikan pelaksanaan konsep agropolitan di masing-masing wilayah agropolitan. Deskripsi tersebut didasarkan pada sektor agribisnis, sektor agroindustri dan sektor agrowisata pada masing-masing wilayah. Wilayah yang menjadi cakupan penelitian adalah pada tujuh kecamatan agropolitan yaitu Kecamatan Grabak, Pakis, Ngablak, Tegalrejo, Candimulyo, Sawangan dan Dukun.
40
Menurut Kepala Bidang Usahatani Dinas Pertanian Kabupaten Magelang ( Soekam, Desember 2007), selama tiga tahun berjalan, gerakan pengembangan kawasan agropolitan Merapi-Merbabu telah menunjukkan kinerja yang baik. Tetapi hal tersebut hanyalah tahap inisiasi dari sebuah wujud berjalannya sistem agribisnis. Untuk mewujudkan masyarakat tani kawasan yang benar-benar mampu melakukan agribisnis, dalam kawasan yang agropolis dibutuhkan waktu sekitar 15 tahun, untuk itu gerakan agropolitan harus diteruskan. Melihat keberhasilan pelaksanaan gerakan agropolitan Merapi-Merbabu, dalam penelitian ini akan menganalisis seberapa besar pengaruh pelaksanaan konsep agropolitan sampai tahun 2006 terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah di tujuh kawasan agropolitan Merapi-Merbabu. Analisis tersebut akan dilakukan dengan model pendekatan shift share. Variable yang digunakan dalam analisis shift share adalah PDRB semua kecamatan Kabupaten Magelang sebelum agropolitan dilaksanakan dan periode pada saat agropolitan dilaksanakan. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis penyebaran fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan Merapi-Merbabu setelah pelaksanaan agropolitan. Metode analisis yang digunakan adalah model analisis skalogram. Pada tahun 2008, pemerintah Kabupaten Magelang mulai menyusun masterplan pelaksanaan gerakan agropolitan fase 2 yaitu kawasan agropolitan Borobudur (tahun 2008-2028). Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis untuk menilai prioritas strategi pengembangan agropolitan di kawasan agropolitan Borobudur. Penilaian prioritas strategi untuk diterapkan di kawasan agropolitan Borobudur
melibatkan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Magelang
yang
41
berkompeten dalam masalah perencanaan konsep agropolitan. Analisis tersebut dilakukan dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP).
26 Permasalahan perdesaan
Permasalahan perkotaan
Ketimpangan desa-kota Agropolitan sebagai strategi pengembangan wilayah
Pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor agribisnis
Fase 2 : Kawasan agropolitan Borobudur tahun 2008-2028
Fase 1 : Kawasan agropolitan MerapiMerbabu tahun 2003-2023 Deskripsi pelaksanaan agropolitan Kabupaten Magelang sampai tahun 2008
Pengaruh pelaksanaan konsep agropolitan terhadap pertumbuhan ekonomi
Sektor agroindustri
Ketersediaan fasilitas publik setelah pelaksanaan agropolitan
Analisis shift share
Keterangan : Ruang lingkup penelitian
Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Skalogram
Prioritas strategi pengembangan agropolitan kawasan agropolitan Borobudur Analitical Hierarchy Process
Sektor agrowisata
Fase 3 : Kawasan agropolitan Sumbing tahun 2011-2031
Fase 4 : Gabungan semua kawasan mulai tahun 2014
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Magelang. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Magelang merupakan salah satu wilayah agropolitan. Agropolitan di Kabupaten Magelang mulai dikembangkan pada tahun 2003, karena Kabupaten Magelang mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi wilayah agropolitan. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan informan kunci di lapangan melalui penyebaran kuisioner dan wawancara. Wawancara yang dilakukan mencakup respon responden mengenai gambaran pelaksanaan agropolitan di tujuh kawasan agropolitan Kabupaten Magelang. Respon yang dimaksud mencakup pada sektor agribisnis, agroindustri dan agrowisata. Strategi pemerintah daerah untuk mengembangkan agropolitan kawasan Borobudur diperoleh dengan data primer melalui kuisioner. Kuisioner yang digunakan adalah pertanyaan terstruktur yaitu pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada beberapa alternatif saja ataupun kepada satu jawaban saja. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat nasional dan daerah Kabupaten Magelang, Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Magelang, pustaka serta instansi terkait yang sesuai dengan penelitian.
44
4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data Teknik pemilihan responden dalam wawancara pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu di tujuh kawasan agropolitan dipilih secara puposive sampling atau pemilihan secara sengaja yang memposisikan responden sebagai aktor dalam pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu. Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau dianggap mengerti permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu. Selain itu, responden dalam analisis strategi prioritas pengembangan agropolitan kawasan Borobudur adalah restricted random sampling yang menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu dengan metode cluster sampling. Metode cluster sampling dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja yang memposisikan responden sebagai pihak perencana, leader dan kelompok kerja. Responden yang dipilih adalah orang yang berkompeten dalam pengembangan agropolitan di Kabupaten Magelang. Untuk keperluan analisis AHP digunakan 9 responden, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Daftar Responden Analisis AHP No 1 2
3
Instansi Tujuan Penelitian (Responden) Perencana Kabupaten Magelang • Badan Perencanaan Daerah Leader pelaksanaan agropolitan Kabupaten Magelang • Dinas Pertanian • Dinas Perindustrian dan Perdagangan • Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kelompok kerja pelaksanaan agropolitan Kabupaten Magelang • Dinas Pertanian • Dinas Perindustrian dan Perdagangan • Dinas Pariwisata dan Kebudayaan • Pemerintah Kecamatan Borobudur Total Responden
Jumlah (orang) 1 1 1 1 1 1 1 2 9
45
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif dari data yang diperoleh untuk mengetahui pelaksanaan agropolitan Merapi-Merbabu dalam sistem agribisnis, agroindustri dan agrowisata. Analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelaksanaan konsep agropolitan terhadap pertumbuhan ekonomi di tujuh kawasan agropolitan Kabupaten Magelang, mengetahui ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan setelah pelaksanaan agropolitan dan mengetahui prioritas strategi pengembangan agropolitan Borobudur. Analisis kuantitatif tersebut menggunakan metode analisis shift share dan skalogram yang kemudian diolah dengan software microsoft exell 2003, dan Analitic Hierarchy Process (AHP) kemudian diolah dengan bantuan perangkat lunak expert choice 2000. Penyajian secara ringkas mengenai matriks pengumpulan data penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
46
Tabel 6. Tujuan Penulisan, Informasi yang Dibutuhkan, Jenis Data dan Alat Analisis Penelitian. No 1
Informasi yang Dibutuhkan Mendeskripsikan • Pelaksanaan pelaksanaan konsep agropolitan agropolitan di pada tujuh wilayah Kabupaten Magelang agropolitan sampai tahun 2007 Kabupaten Magelang dalam sistem agribisnis, agroindustri dan agrowisata termasuk kendalakendala yang dihadapi pada pelaksanaan agropolitan pada kawasan-kawasan tersebut. • Produktivitas produk unggulan kawasan agropolitan. • Indikasi program pembangunan pemerintah pada kawasan agropolitan Tujuan Penelitian
Sumber Data Data primer : Wawancara kepada responden yang menangani agropolitan, petani, pengrajin agroindustri dan pedagang pada masing-masing kawasan.
Metode Analisis Analisis deskriptif
Data sekunder : Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pariwisata dan Kebudayan, BPS, UPT Pertanian masing-masing kecamatan.
2
Menganalisis pengaruh pelaksanaan agropolitan MerapiMerbabu terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Magelang
PDRB per kecamatan Kabupaten Magelang 19992006
Data sekunder : BPS Kabupaten Magelang, BPS Nasional
Analisis kuantitatif (shift share)
3
Menganalisis ketersediaan fasilitas publik setelah pelaksanaan agropolitan
Jumlah fasilitas publik per kecamatan di Kabupaten Magelang
Data sekunder : BPS Kabupaten Magelang, BPS Nasional
Analisis kuantitatif (skalogram)
4
Menganalisis strategi pengembangan agropolitan untuk kawasan agropolitan Borobudur
Prioritas strategi pengembangan agropolitan kawasan Borobudur
Data Primer : Wawancara dan pembagian kuisioner kepada 9 responden
Analisis kualitatif dan kuantitatif (AHP)
47
4.4.1. Shift Share Menurut Budiharsono (2005), analisis shift share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et all pada tahun 1960. Analisis shift share adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu. Melalui analisis shift share dapat diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah bertumbuh cepat atau lamban. Dalam penelitian ini, analisis shift share digunakan untuk membandingkan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi per kecamatan Kabupaten Magelang dalam dua periode yaitu periode sebelum agropolitan dilaksanakan (1999-2002) dan periode pada saat agropolitan dilaksanakan (2003-2006). Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah PDRB per kecamatan Kabupaten Magelang. Keungulan utama dari analisis shift share adalah dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya dengan menggunakan dua titik waktu data. Data-data yang digunakan juga mudah diperoleh dan relatif tersedia di setiap wilayah. Analisis shift share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk melihat : 1. Perkembangan
sektor
perekonomian
di
suatu
wilayah
terhadap
perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas. 2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya.
48
3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat dibandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah. 4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya. Terdapat tiga komponen utama dalam analisis shift share yaitu komponen national share, komponen proportional shift dan komponen differential shift. a. Komponen Pertumbuhan Nasional (National share) Komponen pertumbuhan nasional adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah.
⎛ X K( t1) ⎞ ⎜ − 1⎟ X ij ( t 0 ) ⎜X ⎟ ⎝ K( t 0 ) ⎠ b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional shift component) Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan price support) serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.
⎛ X i (t1) X K( t1) ⎜ − ⎜X X K( t 0 ) i ( t 0 ) ⎝
⎞ ⎟ X ij (t 0) ⎟ ⎠
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Differential shift component) Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan
49
dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.
⎛ X ij ( t1) X i ( t1) ⎜ − ⎜X X i (t 0) ij t ( 0 ) ⎝
⎞ ⎟ X ij ( t 0 ) ⎟ ⎠
Pertumbuhan perekonomian pada setiap sektor dapat diperinci atas pengaruh dari national share, proportional shift dan differential shift.
⎛ X K( t1) ⎞ ⎛ X ij (t1) X i (t1) ⎜ −1⎟ + ⎜ − ⎜X ⎟ ⎜X X i (t 0) K ( t 0 ) ij ( t 0 ) ⎝ ⎠ ⎝
⎞ ⎛ X ij (t1) X i (t1) ⎟+⎜ − ⎟ ⎜X X i (t 0) ij ( t 0 ) ⎠ ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
X ij (t 0 )
Keterangan : X K = Nilai total aktifitas dalam total wilayah X i = Nilai total aktifitas tertentu dalam total wilayah X ij = Nilai aktifitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 t0
= Titik tahun akhir = Titik tahun awal Kemampuan teknik analisis shift share dalam memberikan informasi
mengenai pertumbuhan di suatu wilayah tidak terlepas dari kelemahankelemahan. Kelemahan-kelemahan analisis shift share antara lain adalah : 1. Persamaan shift share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keperilakuan. Metode shift share tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif dibeberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode shift share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik.
50
2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah. 3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (proportional shift dan differential shift) berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan penawaran dan
permintaan, perubahan teknologi dan perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. 4. Teknik analisis shift share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Metode Back Casting
Metode back casting digunakan untuk merubah harga konstan PDRB berdasarkan laju pertumbuhan. Metode back casting akan merubah harga konstan PDRB dengan menggunakan laju pertumbuhan sektor. Metode ini hanya merubah harga pasar dari suatu komoditas tanpa merubah kuantitas komoditas. Metode ini dirumuskan sebagai berikut : PDRB T(f) = Keterangan : T(f) = Tahun dasar akhir T (p) = Tahun dasar awal
PDRB T+1(f) Laju T+1(p)+100
(100)
4.4.2. Skalogram
Metode skalogram dapat digunakan untuk menentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan. Tahapan metode skalogram untuk menyusun hirarki peringkat kecamatan-kecamatan dalam suatu kabupaten adalah sebagai berikut :
51
1. Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan peringkat jumlah penduduk 2. Kecamatan-kecamatan tersebut disusun urutannya berdasarkan jumlah jenis fasilitas tersebut. 3. Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah yang memiliki jenis fasilitas tersebut. 4. Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total unit fasilitas. 5. Peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah total fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut. Metode skalogram mempunyai beberapa kelebihan (Budiharsono, 2001), antara lain : 1. Memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan. 2. Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah. 3. Membandingkan permukiman-permukiman dan wilayah-wilayah berdasarkan ketersediaan fasilitas pelayanan. 4. Memperlihatkan hirarki pemukiman atau wilayah. 5. Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru dan memantaunya. 4.4.3. Analitic Hierarchy Process (AHP)
Proses Hirarki Analitik (Analitic Hierarchy Process) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling
52
disukai (Marimin, 2004). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir sehingga memungkinkan dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Analisis
ini
berguna
untuk
menentukan
pengambilan
keputusan
berdasarkan imaginasi, kompetensi dan pengalaman seseorang atau kelompok. Menurut Firdaus dan Afendi (2008) Analitic Hierarchy Process (AHP) adalah struktur teknik yang digunakan untuk memperkirakan keputusan yang kompleks. Metode analisis data yang digunakan adalah menggunakan Analitic Hierarchy Process (AHP) yaitu suatu pendekatan yang digunakan berdasarkan analisis
kebijakan yang bertujuan untuk memecahkan konflik yang terjadi sehingga mendapatkan lokasi yang tepat dan optimal bagi pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (suistinable). Menurut Saaty (1993) terdapat tiga prinsip yang digunakan dalam memecahkan permasalahan dengan analisis logika eksplisit, yaitu : 1. Prinsip menyusun hirarki Untuk memperoleh pengetahuan secara rinci, realitas yang kompleks disusun kedalam bagian yang menjadi elemen pokoknya dan kemudian bagian ini dimasukkan kedalam bagiannya lagi dan seterusnya secara hierarki. 2. Prinsip menetapkan prioritas Penetapan prioritas yang dimaksudkan adalah peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya. 3. Prinsip konsistensi logis
53
Konsistensi logis adalah menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Tahapan penyelesaian persoalan dengan prinsip kerja AHP menurut Marimin (2005) adalah sebagai berikut : 1. Perumusan masalah Untuk menyelesaikan masalah perlu dilakukan penentuan sasaran yang ingin dicapai, penentuan kriteria pemilihan dan penentuan alternatif pilihan. Informasi mengenai sasaran, kriteria dan alternatif tersebut kemudian disusun dalam bentuk diagram 2. Pembobotan kriteria Menggunakan prinsip kerja AHP, yaitu perbandingan berpasangan (pairwise comparisions), tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dapat dinyatakan dengan jelas. Tabel 7 merupakan nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan, menurut Saaty dalam Marimin (2005). Tabel 7. Nilai Skala Banding Berpasangan Nilai 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Keterangan Kriteria/ alternatif A sama pentingnya dengan kriteria/ alternatif B A sedikit lebih penting daripada B A jelas lebih penting daripada B A sangat jelas lebih penting daripada B A mutlak lebih penting daripada B Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Sumber : Saaty dalam Marimin (2005) Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A. 3. Penyelesaian dengan manipulasi matriks
54
Matriks yang dihasilkan diolah untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector). Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah : •
Kuadratkan matriks tersebut.
•
Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi.
•
Hentikan proses tersebut jika perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu.
4. Pembobotan alternatif. Menyusun matriks berpasangan untuk alternatif-alternatif bagi setiap kriteria. Langkah pembobotan alternatif sama dengan langkah pembobotan pada kriteria. Pengolahan horisontal Pengolahan horisontal dimaksudkan untuk menyusun prioritas elemen keputusan setiap tingkat hirarki keputusan. Tahapannya menurut Saaty dalam Marimin (2004) adalah sebagai berikut : a. Perkalian baris (z) dengan rumus : z1 =
π aij j =1
b. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen n
eVP1 =
π aij j =1
n
∑ i =1
n
π aij j =1
eVPi adalah elemen vektor prioritas ke-i c. Perhitungan nilai eigen maksimum VA
= aij x VP dengan VA = (Vai)
55
= VA/VB dengan VB = (Vbi) 1 n = ∑ aij VBi untuk i=1,2,...,n n i =1 =Vektor antara
VB λ maks VA=VB
d. Perhitungan indeks konsistensi (CI) : Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil, rumusnya sebagai berikut :
λ maks − n
CI =
n −1
Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR ≤ 0,1. Rumus CR adalah sebagai berikut : CR =
CI RI
Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oakridge
Laboratory yang berupa tabel berikut : Tabel 8. Nilai Random Indeks N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
RI
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
Sumber : Oakridge National dalam Marimin (2004) Pengolahan vertikal Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam hierarki terhadap sasaran utama. jika NPpq didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka : s
NPpq =
∑
NPHpq (t,q-1) x NPTt (q-1)
t =1
p t
= 1,2,...,r = 1,2,...,s
Dimana :
56
NPpq = nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama NPHpq = nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q NPTt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat q-1 6. Consistency Ratio (CR)
Consistency Ratio merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Seharusnya nilai CR tidak lebih dari 0,10 jika penilaian kriteria telah dilakukan dengan konsisten. 7. Penggabungan pendapat responden Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. n
π xi
XG
=
XG n Xi
= rata-rata geometrik = jumlah responden = penilaian oleh responden ke-i
n
i =1
Hasil penilaian gabungan tersebut kemudian diolah dengan prosedur yang telah diuraikan sebelumnya. Menurut Rachman (2007) beberapa keuntungan AHP antara lain : 1. AHP memberikan satu model yang mudah dimengerti, luwes untuk macammacam persoalan yang tidak terstruktur. 2. AHP mencerminkan cara berpikir alami untuk memilih elemen-elemen dari satu sistem ke dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
57
3. AHP memberikan suatu skala pengukuran dan memberikan metode untuk menetapkan prioritas. 4. AHP memberikan penilaian terhadap konsistensi logis dari pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam menentukan prioritas. 5. AHP menuntun ke suatu pandangan menyeluruh terhadap alternatif-alternatif yang muncul untuk persoalan yang dihadapi. 6. AHP memberikan satu sarana untuk penilaian yang tidak dipaksakan tetapi merupakan penilaian yang sesuai pandangannya masing-masing. 7. AHP memungkinkan setiap orang atau kelompok untuk mempertajam kemampuan logik dan intuisinya terhadap persoalan yang dipetakan melalui AHP. Proses Penyusunan Analitic Hierarchy Process(AHP)
Penggunaan level hirarki dalam penyusunan AHP ada tiga level, yaitu level yang menjelaskan tujuan penggunaan AHP, level kedua menjelaskan aspekaspek yang menjadi prioritas yang dipilih responden untuk mencapai tujuan, level ketiga merupakan substrategi atau strategi kegiatan yang dipilih responden untuk mencapai tujuan. Alasan pemilihan strategi dan substrategi dalam pengembangan agropolitan kawasan Borobudur adalah sebagai berikut. 1. Membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata. Kawasan agropolitan Borobudur merupakan kawasan dengan potensi paling banyak pada sektor agribisnis dan agrowisata. Dengan adanya pembangunan prasarana fisik pendukung kedua sektor tersebut diharapkan mampu mengefisienkan kegiatan ekonomi masyarakat terutama masyarakat wilayah Borobudur.
58
a. Subterminal agribisnis-agrowisata di kota tani utama Borobudur Dengan adanya sub terminal agribisnis-agrowisata di kota tani utama Borobudur akan mempermudah bagi petani dan pedagang untuk proses pemasaran produk-produk hasil panen maupun produk-produk industri kecil yang dihasilkan. b. Jalan poros desa pada kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasan agroindustri. Sebagian besar jalan poros desa di kawasan Borobudur masih berupa jalan tanah atau jalan berbatu. Dengan perbaikan jalan poros desa pada area-area tersebut akan memudahkan masyarakat dan petani untuk memasarkan ataupun dalam hal pengadaan sarana usahatani yang dibutuhkan. c. Jalan usahatani di sentra produksi Jalan usahatani di kawasan Borobudur masih berupa ’galengan’ atau jalan tanah. Pada musim hujan, jalan usahatani pada kawasan tersebut rusak oleh genangan air. Dengan adanya pembangunan jalan usahatani akan mempermudah petani untuk mengangkut dan memasarkan hasil panen serta mempermudah melakukan usahatani dengan teknologi modern seperti traktor. d. Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan) Distribusi air di kawasan agropolitan Borobudur belum merata, terutama pada musim kemarau. Dengan dibangunnya irigasi, distribusi air untuk semua lahan usahatani diharapkan bisa merata sehingga mencukupi kebutuhan air untuk usahatani. e. Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo dan Kali Tangsi
59
Pada keempat kali tersebut sudah ada wisata air arung jeram yang ramai dikunjungi oleh masyarakat lokal maupun luar daerah yang menggemari wisata olahraga. Dengan perbaikan dan penambahan sarana wisata di keempat obyek wisata tersebut diharapkan dapat menambah minat wisatawan untuk berkunjung pada area wisata tersebut. f. Sarana wisata kuliner ikan, kelinci, kambing, minuman dan sebagainya Kawasan agropolitan Borobudur mempunyai cukup banyak obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan. Sebagai pendukung, akan diadakan pengembangan wisata kuliner terutama untuk makanan khas Kabupaten Magelang dan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada. g. Pasar ikan Gapoktan di kota tani Kawasan Borobudur merupakan kawasan penghasil ikan di Kabupaten Magelang. Untuk memperlancar pemasaran dan meningkatkan harga jual dari petani, akan dibangun pasar ikan untuk gabungan kelompok tani di kota tani kawasan Borobudur. 2. Pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata Dalam pencapaian suatu tujuan kebijakan harus didukung dengan sumberdaya manusia pelaku yang terampil. Oleh karena itu, dalam pencapaian keberhasilan agropolitan di kawasan Borobudur harus dilakukan pengembangan sumberdaya manusia pelakunya. a. Pelatihan bisnis Kawasan Borobudur dengan potensi utama pada sektor agrowisata, agribisnis dan agroindustri perlu adanya keterampilan masyarakat dalam berbisnis. Dengan pelatihan dan peningkatan kemampuan bisnis, akan mendorong
60
masyarakat untuk menciptakan produk-produk baru dari hasil pertaniannya menjadi barang ekonomi yang bernilai lebih tinggi. Selain itu, dalam proses pemasarannya pun tidak bergantung pada tengkulak ataupun pedagang pengumpul. b. Pelatihan pemandu agrowisata Pada kawasan Borobudur hanya terdapat pemandu wisata untuk wisata budaya seperti Candi Borobudur dan Candi Mendut. Untuk obyek agrowisata, belum ada pemandu wisata secara formal. Pemandu wisata yang terdapat pada obyek-obyek wisata tersebut selama ini adalah masyarakat lokal yang mencari tambahan penghasilan lewat jasa tersebut. Untuk itu, perlu diadakan pemandu wisata yang handal supaya menambah minat wisatawan untuk berkunjung pada obyek-obyek wisata tersebut. 3. Pengembangan agribisnis Sistem
agribisnis
pada
kawasan
Borobudur
belum
mengalami
perkembangan dari tahun ke tahun. Usahatani yang dilakukan sebatas pada usahatani subsisten. Untuk itu, sistem usahatani di kawasan Borobudur perlu dikembangkan supaya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. a. Usahatani buah Usahatani buah di kawasan Borobudur sebagian besar untuk konsumsi keluarga atau dijual dengan cara ’tebasan’. Untuk itu, perlu ada pengembangan usahatani buah sehingga sistem agribisnis buah maju dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. b. Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias)
61
Perlu peningkatan usahatani ikan berupa pengadaan bibit ikan unggul dan perlakuan ikan yang benar sehingga dapat menghasilkan ikan dengan kualitas tinggi. c. Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung dan kelinci) Ternak yang banyak diusahakan oleh masyarakat Borobudur adalah ternak kambing, ayam kampung dan kelinci. Untuk meningkatkan nilai jual ternakternak tersebut, perlu dilakukan pengembangan usahatani ternak seperti perlakuan yang tepat, makanan ternak yang tepat, dan sebagainya. d. Agroindustri (pangan berupa makanan, minuman dan cenderamata berbahan baku produk pertanian) Industri yang terdapat di kawasan Borobudur sebagian besar merupakan industri kecil atau skala rumah tangga. Dengan pengembangan industri terutama industri agro diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. e. Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi dan wisata kuliner) Pengembangan industri wisata sangat perlu dilakukan melihat potensi wisata di kawasan Borobudur yang cukup besar. Pengembangan industri wisata tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah.
46
Pemilihan strategi pengembangan agropolitan di kawasan agropolitan Borobudur
Pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata
Membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Pengembangan agribisnis
J
Keterangan : A : Sub terminal agribisnis-agrowisata di Kota Tani Utama Borobudur B C D E F G H I J K L M N
: Jalan poros desa (kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasan agroindustri) : Jalan usahatani di sentra produksi : Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan) : Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo, Kali Tangsi : Sarana wisata kuliner (ikan, kelinci, kambing, minuman, dan sebagainya) : Pasar ikan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) di kota tani : Pelatihan bisnis : Pelatihan pemandu agrowisata : Usahatani buah (pepaya, kelengkeng, melon, rambutan, semangka) : Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias) : Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung, kelinci) : Agroindustri (pangan berupa makanan, minuman dan cenderamata berbahan baku produk pertanian) : Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner
Gambar 2. Hirarki Pemilihan Strategi Pengembangan Agropolitan di Kawasan Borobudur
K
L
M
N
BAB V. GAMBARAN UMUM
5.1. Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu
Wilayah agropolitan Merapi-Merbabu ditetapkan pada tujuh kecamatan di bagian timur Kabupaten Magelang. Kawasan tersebut adalah Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Pakis, Kecamatan Ngablak, Kecamatan Grabak, Kecamatan Candimulyo dan Kecamatan Tegalrejo. Penetapan kawasankawasan tersebut dikarenakan kawasan tersebut cukup luas dan mempunyai jumlah masyarakat tani yang cukup besar, mempunyai produk unggulan pertanian spesifik, memiliki potensi pengembangan agroindustri, wisata alam dan agrowisata yang besar, kecepatan perputaran uang di kawasan yang berpengaruh pada tingkat percepatan peningkatan pendapatan petani setempat serta lokasi terhadap akses pemasaran dan sarana publik. Desa yang termasuk kedalam kawasan agropolitan sebanyak 96 desa. Kecamatan Dukun terdiri dari 15 desa, Kecamatan Sawangan terdiri dari 16 desa, Kecamatan Pakis terdiri dari 20 desa, Kecamatan Candimulyo terdiri dari 4 desa, Kecamatan Tegalrejo terdiri dari 5 desa, Kecamatan Ngablak terdiri dari 15 desa, Kecamatan Grabak terdiri dari 21 desa. Luasan dan persentase wilayah agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luasan dan Prosentase Wilayah Kawasan Agropolitan MerapiMerbabu Kabupaten Magelang. No 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Dukun Sawangan Pakis Ngablak Grabak Candimulyo Tegalrejo Jumlah
Jumlah Desa 15 16 20 15 21 4 5 96
Luas Wilayah (Hektar) 5 340 7 237 6 956 4 380 6 173 1 471 945 32 502
Sumber : Bappeda Kabupaten Magelang, 2002
Prosentase Terhadap Luas Total (%) 16. 45 22.27 21.40 13.49 18.99 4.5 2.9 100
64
5.1.1. Keadaan Wilayah dan Geografis
Keadaan wilayah dan geografis pada tujuh kawasan agropolitan dapat dilihat dalam Tabel 10. Kawasan agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang mempunyai iklim yang bersifat tropis dengan temperatur antara 20 derajat sampai 26 derajat celcius. Suhu yang rendah tersebut dikarenakan letak kawasan agropolitan yang cukup tinggi dan dipengaruhi oleh iklim pegunungan Merapi dan Merbabu. Curah hujan pada wilayah tersebut terjadi pada Bulan Oktober sampai dengan April sedangkan musim kemarau terjadi pada Bulan Mei sampai dengan September. 5.1.2. Kependudukan dan Tenaga Kerja
Jumlah penduduk yang tinggal di kawasan agropolitan Merapi-Merbabu pada tahun 2006 adalah sebesar 374 689 jiwa atau 31.75 persen dari seluruh penduduk yang ada di Kabupaten Magelang. Mata pencaharian penduduk di kawasan agropolitan sangat bervariasi meliputi pertanian, pertambangan, industri, listrik, gas dan air bersih, konstruksi, perdagangan, komunikasi, keuangan, jasa dan lainnya. Sebagian besar penduduk pada kawasan agropolitan MerapiMerbabu bergerak di sektor pertanian. Kegiatan pertanian ini dibagi atas dua pertanian utama yaitu kegiatan pertanian tanaman pangan dan kegiatan peternakan. Jumlah penduduk kawasan agropolitan pada tahun 2006 untuk Kecamatan Dukun sebesar 41 113 jiwa, Kecamatan Sawangan sebesar 51 139 jiwa, Kecamatan Grabak sebesar 61 930, Kecamatan Ngablak sebesar 39 951 jiwa dan total Kecamatan Pakis, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Tegalrejo sebesar 96 399 jiwa. Struktur pekerjaan penduduk pada kawasan agropolitan Kabupaten Magelang dapat dilihat pada Tabel 11.
65
Tabel 10. Kondisi Wilayah dan Geografis Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang
No
Kawasan
Luas Wilayah Kawasan Agropolitan (Hektar)
Persentase Terhadap Luas Total (%)
Jarak dari Ibukota Kabupaten ke Kecamatan (Kilometer)
Ketinggian Daerah dari Permukaan Laut (Meter)
1
Dukun
5 340
16.45
21
578
2
Sawangan
7 237
22.27
15
575
3
Pakis
6 956
21.40
29
841
4
Ngablak
4 380
13.49
37
1 378
5
Grabak
6 173
18.99
33
680
6
Tegalrejo
5
4.5
22
478
7
Candimulyo
4
2.9
17
437
Sumber : BPS, Bappeda Kabupaten Magelang 2002, 2006
Jenis Tanah
Luas Penggunaan Tanah (Hektar) Tahun 2006 Tanah Sawah
Tanah Kering
Komplek regosol kelabuan, litosol, regosol coklat Komplek andosol kelabu tua, litosol, latosol coklat, andosol coklat Komplek andosol, andosol coklat
2 532
5 340
1 653
7 237
284
6 956
Komplek andosol kelabu tua, litosol, latosol coklat kemerahan, andosol coklat Latosol coklat, latosol coklat kemerahan, andosol coklat Aluvial coklat tua, latosol coklat
187
4 380
2 430
7 715
1 734
3 589
1 458
4 695
Aluvial kelabu, aluvial coklat tua, latosol coklat
66
Sebelum gerakan pengembangan kawasan agropolitan di kawasan agropolitan Merapi-Merbabu, pendapatan masyarakat tani masih tergolong rendah. Rendahnya pendapatan masyarakat tani disebabkan oleh lahan yang sempit per kelompok tani, sumberdaya manusia petani yang masih rendah dan usahatani yang masih individual. Organisasi petani masih bersifat sosial sehingga belum mampu berhadapan dengan pelaku usaha lain, terutama pasar. Tabel 11. Struktur Pekerjaan Penduduk Kawasan Agropolitan MerapiMerbabu Kabupaten Magelang Tahun 2002 No 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Dukun Sawangan Pakis Candimulyo Tegalrejo Grabak Ngablak
Pertanian (%) 55.63 79.10 82.30 44.46 39.22 92.98 93.07
Non Pertanian (%) 44.37 20.90 17.70 55.54 60.78 7.02 6.93
Peternakan (%) 33.54 53.71 51.64 9.63 68.04 11.11 55.54
Non Peternakan (%) 66.46 46.29 48.36 90.37 31.96 88.89 44.46
Sumber : Bappeda Kabupaten Magelang, 2002 5.1.3. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Agribisnis
Pada
kawasan
agropolitan
Kabupaten
Magelang,
tanaman
yang
diusahakan terdiri dari tanaman pangan, tanaman hortikultura dan tanaman buah. Sebagian besar kawasan agropolitan Kabupaten Magelang menghasilkan tanaman hortikultura dataran tinggi. Komoditas sayuran dataran tinggi yang dihasilkan terdiri dari beberapa jenis tanaman seperti cabai, tomat, kobis, kentang dan brokoli. Selain sayuran dataran tinggi, ternak yang diusahakan di kawasan agropolitan Magelang adalah ternak sapi potong dan sapi perah. Produk olahan hasil usahatani yang diusahakan seperti abon, permen susu, susu, saus tomat, sambal, slondok, puyur dan sebagainya.
67
5.1.4. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Industri
Kegiatan industri di kawasan agropolitan terfokus pada kegiatan agroindustri makanan dengan bahan dasar produk-produk pertanian. Diantaranya adalah terdapat suatu sentra industri pengolah hasil pertanian yaitu industri
slondok yang terdapat di Dusun Purwogondo Desa Sumur Arum Kecamatan Grabak dengan produksi 4 500 ton per tahun. Jangkauan pasar dari komoditas ini sudah mencapai beberapa daerah di Pulau Jawa. Selain itu, terdapat juga agroindustri pembuatan abon di Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Ngablak. Masih banyak lagi potensi agroindustri di kawasan agropolitan Kabupaten Magelang yang akan dijelaskan pada Bab VI. 5.1.5. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Pariwisata
Kawasan agropolitan Kabupaten Magelang sangat potensial untuk dikembangkan sektor agrowisata. Obyek wisata alam di kawasan agropolitan Merapi-Merbabu seperti Gardu Pandang dan air terjun Kedung Kayang di Kecamatan Sawangan, pos pengamatan Babadan di Kecamatan Dukun, Air terjun Seloprojo di Kecamatan Ngablak, pemandian air hangat Candi Umbul di Kecamatan Grabak, wisata taman sayur dan buah di Kecamatan Sawangan, Kecamatan Ngablak dan sebagainya. Sektor agrowisata tersebut memberikan
trickle down effect kepada masyarakat sekitar. Trickle down effect-nya adalah memberikan tambahan penghasilan karena daerah sekitar obyek wisata menjadi ramai dan sarana transportasi utama menjadi lancar. Hasil pertanian seperti stroberi, buncis, tomat dan wortel dijadikan oleh-oleh khas bagi para wisatawan yang berkunjung.
68
5.2. Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Borobudur
Pada tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Magelang mulai merencanakan pelaksanaan konsep agropolitan kawasan Borobudur. Kawasan agropolitan pada kawasan Borobudur direncanakan untuk dilaksanakan di tujuh kecamatan, 103 desa.
Rencana
kecamatan-kecamatan
yang
termasuk
kedalam
kawasan
agropolitan Borobudur adalah Kecamatan Borobudur sebagai kota tani utama, Kecamatan Salaman, Kecamatan Tempuran, Kecamatan Kajoran, Kecamatan Mertoyudan, Kecamatan Mungkid, dan Kecamatan Muntilan. 5.2.1. Keadaan Wilayah dan Geografis
Luas lahan total kawasan agropolitan pada kawasan agropolitan Borobudur diperkirakan seluas 12 644 hektar untuk lahan sawah dan 16 143 hektar untuk lahan kering atau tegalan. Kawasan agropolitan Borobudur merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 200-400 meter diatas permukaan laut. Iklim wilayah agropolitan Borobudur merupakan kawasan beriklim tropis. 5.2.2. Kependudukan dan Tenaga Kerja
Jumlah penduduk total di kawasan agropolitan Borobudur keseluruhan diperkirakan 456 060 jiwa. Penduduk dengan struktur mata pencaharian usahatani diperkirakan 57-80 persen dari penduduk total. Di kawasan tersebut terdapat 587 kelompok tani, 29 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), 2 kelompok wanita tani dan 4 kelompok pemuda tani yang tersebar di 103 desa. 5.2.3. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Agribisnis
Kawasan agropolitan Borobudur merupakan kawasan penghasil buah dan ternak. Buah yang mempunyai peluang untuk dikembangkan antara lain pepaya,
69
rambutan, melon, kelengkeng dan semangka. Ternak yang mempunyai potensi untuk dikembangkan seperti udang galah, ikan, kambing dan kelinci. 5.2.4. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Industri
Industri yang terdapat di kawasan agropolitan Borobudur adalah industri makanan, industri alat rumah tangga dan industri cendera mata. Industri-industri tersebut pada umumnya sudah berjalan dengan skala besar. Selain itu, di Kecamatan Borobudur terdapat investasi agroindustri berupa pengalengan buahbuahan baik buah dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Permintaan buah di Kabupaten Magelang selalu meningkat dari tahun ke tahun, sehingga memperbesar peluang pengembangan buah lokal di kawasan agropolitan Borobudur. 5.2.5. Potensi Sebagai Daerah Pengembangan Pariwisata
Kawasan agropolitan Borobudur sangat potensial untuk dikembangkan sektor kepariwisataan. Obyek wisata yang terdapat pada kawasan ini antara lain obyek wisata air, wisata alam, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner dan desa wisata. Meningkatnya jumlah wisatawan setiap tahun memperbesar peluang dikembangkannya sektor-sektor wisata di kawasan agropolitan Borobudur. Selain itu, di kawasan agropolitan Borobudur memiliki sarana dan prasarana dengan akses yang tinggi.
70
BAB VI. PELAKSANAAN AGROPOLITAN MERAPI-MERBABU DI KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2003 SAMPAI TAHUN 2008
6.1. Kawasan Agropolitan Pakis 6.1.1. Sistem Agribisnis A.
Subsistem Penyediaan Prasarana, Sarana dan Teknologi Usahatani
Pengadaan bibit dan pupuk diusahakan sendiri oleh petani. Sarana produksi pertanian yang digunakan oleh petani tergolong semi modern seperti mulsa plastik, traktor dan sistem penyemprotan sederhana. Pola penanaman yang digunakan petani pada umumnya adalah tumpang gilir. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di kawasan ini sudah menggunakan green house hasil kerjasama perusahaan swasta dan bantuan pemerintah sebanyak satu unit untuk penanaman tomat. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kandang diperoleh dari integrasi vertikal ternak dan tanaman yang diusahakan. Bantuan pemerintah dalam hal penyediaan pupuk, bibit dan obat-obatan diberikan secara tidak kontinyu, sedangkan teknologi baru yang disediakan atau dijual oleh organisasi non pemerintah biasanya merupakan biaya promosi produk tertentu. Kendala utama dalam penyediaan sarana, prasarana dan teknologi usahatani adalah ketidakmampuan modal petani dalam pembelian teknologi modern dan keterbatasan kemampuan petani dalam menciptakan bibit varietas baru. B.
Subsistem Produksi Usahatani
Komoditas pertanian utama yang diusahakan di kawasan agropolitan Pakis adalah tanaman hortikultura khususnya sayuran dataran tinggi dan ternak sapi potong. Komoditas unggulan kawasan agropolitan Pakis adalah cabai dan tomat dengan produktivitas rata-rata cabai pada tahun 2007 mencapai 9-10 ton per
71
hektar, sedangkan tomat 18-20 ton per hektar. Masalah utama yang sering dihadapi oleh petani adalah fluktuasi harga produk yang sangat tinggi. Ternak sapi diusahakan oleh hampir setiap rumah dan digunakan untuk kebutuhan pengolahan lahan usahatani. C.
Subsistem Pascapanen dan Pengolahan Hasil
Kegiatan pascapanen yang dilakukan masih sangat sederhana berupa kegiatan sortasi dan pencucian hasil panen dengan cara manual. Beberapa desa sudah memanfaatkan cold storage untuk menyimpan hasil pertanian sebelum dijual. Pengolahan hasil pertanian yang sudah dilakukan di kawasan agropolitan Pakis adalah usaha perbenihan kentang oleh Gapoktan yang dimulai tahun 2005. Pengolahan hasil lainnya adalah pembuatan keripik dengan bahan baku singkong dan cabai sebagai bahan pendukung. Kendala subsistem pascapanen dan pengolahan adalah pangsa pasar yang sulit ditembus oleh petani berskala kecil, sehingga petani berskala kecil menjual hasil usahataninya kepada tengkulak. D. Subsistem Pemasaran
Kawasan agropolitan Pakis mempunyai pasar tani sederhana untuk mengumpulkan hasil pertaniannya. Sebagian petani masih menjual ke pedagang pengumpul atau langsung dijual ke pasar induk. Sebagian besar petani terutama petani berskala besar, menjual hasil panennya di Sub Terminal Agribisnis (STA) Sewukan, Kecamatan Dukun. Usaha perbenihan kentang dipasarkan secara langsung ke Pulau Sumatera dengan sistem kontrak atau perjanjian. Usaha agroindustri keripik, dipasarkan secara langsung kepada pengusaha souvenir dan oleh-oleh; pasar tradisional serta toko makanan di Kabupaten Magelang. Kegiatan promosi, perjanjian atau kontrak dilakukan sendiri oleh petani ataupun Gapoktan.
72
E. Subsistem Penunjang
Kelembagaan petani yang sudah terbentuk adalah paguyuban petani yang beranggotakan petani di kawasan agropolitan Pakis, Ngablak dan Sawangan. Kelembagaan yang beranggotakan petani di kawasan agropolitan Pakis antara lain Paguyuban Petani Makmur, Paguyuban Lestari Makmur, Paguyuban Wates Bersatu dan sebagainya. Keberadaan kelembagaan tersebut sangat membantu masyarakat tani di kawasan ini terutama dalam hal kegiatan usahatani dan pemasaran. Lembaga keuangan di kawasan agropolitan Pakis jumlahnya terbatas dan pada umumnya petani tidak memanfaatkan lembaga keuangan yang ada dalam pengadaan modalnya. Hal ini dikarenakan prosedur peminjaman yang sulit dan tingginya bunga bank. 6.1.2.
Sistem Agroindustri
Di kawasan ini terdapat sejumlah industri pengolahan produk pertanian menjadi produk makanan, industri pembuatan bibit kentang dan industri perangkaian bunga potong. Produk makanan yang dihasilkan adalah keripik yang dibuat dengan bahan baku singkong dan bahan pendukung cabai serta abon yang dibuat dengan bahan baku daging sapi. Industri yang berjalan di kawasan ini masih berskala kecil atau home industry dengan tenaga kerja 5 sampai 10 orang. Teknologi yang digunakan dalam pengolahan bahan makanan tersebut masih sederhana. Proses pembuatan makanan secara manual, sedangkan proses pengepakan dengan plastik berlabel. Industri perangkaian bunga potong pada umumnya merupakan pekerjaan sampingan sebagian petani di kawasan ini. Proses pemasarannya dengan sistem pemesanan atau beberapa petani juga ada yang memasarkan dengan sistem
73
perjanjian atau kontrak. Selain industri makanan dan perangkaian bunga potong, juga terdapat industri perbenihan kentang yang dijalankan oleh Gapoktan. Teknologi yang digunakan adalah teknologi semi modern yaitu dengan plastik dan terdapat bangunan khusus perbenihan kentang. Pemasaran bibit kentang sudah cukup luas di kawasan Pakis dan sekitarnya, kawasan sekitar Kabupaten Magelang dan mulai tahun 2005 mampu menembus pasaran di Pulau Sumatera. Tenaga kerja yang dilibatkan dalam industri perbenihan kentang tersebut adalah pemuda atau usia produktif yang menganggur atau tidak memiliki pekerjaan tetap. Kendala dalam pengembangan agroindustri di kawasan agropolitan Pakis adalah teknologi industri yang masih tradisional serta pemasaran yang kadang sulit dijangkau oleh pengusaha skala kecil. 6.2. Kawasan Agropolitan Candimulyo 6.2.1. Sistem Agribisnis A. Subsistem Penyediaan Prasarana, Sarana dan Teknologi Usahatani
Bibit yang digunakan dalam usahatani pada awalnya didatangkan dari Desa Nglumut Kecamatan Srumbung, namun mulai tahun 1993 bibit diusahakan sendiri oleh petani. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dari usahatani ternak kerbau dan sapi. Prasarana yang telah dibangun pemerintah setelah adanya konsep agropolitan dirasa sangat menguntungkan petani seperti adanya jalan usahatani dan jalan poros desa. Sebelum agropolitan, jalan usahatani dan jalan poros desa di kawasan ini berupa jalan tanah dan liat yang sulit menyerap air pada saat musim penghujan. Setelah adanya jalan tersebut, proses pemanenan dan pemasaran produk menjadi lebih mudah. Teknologi agribisnis yang diberikan oleh pemerintah untuk kawasan ini adalah alat sortasi buah, alat pengolahan buah
74
atau vacum friying, pupuk dan bibit. Bantuan berupa bibit durian montong dan petruk diberikan pada tanggal 14 Januari tahun 2007 sebanyak 1500 batang. Sistem pendistribusian bantuan bibit durian tersebut diserahkan kepada kelompok tani, kemudian didistribusikan kepada petani di kawasan ini. B. Subsistem Produksi Usahatani
Komoditas utama yang diusahakan adalah duku, petai, cabai keriting, nangka, salak dan durian serta usahatani ternak kerbau dan sapi. Komoditas unggulan kawasan tersebut adalah komoditas salak dengan produksi sekitar 3 452 kuintal pada tahun 2007. Lahan usahatani salak rata-rata di kawasan ini mencapai 200-300 m² per kepala keluarga. Komoditas yang sedang digalakkan di kawasan ini adalah buah durian. Proses usahatani yang dilakukan masih tergolong sederhana. Petani menggunakan pupuk kandang dari hasil ternak yang diolah secara manual sebagai pupuk. Ternak sapi dan kerbau diusahakan oleh sebagian besar masyarakat dengan skala kecil. Rata-rata jumlah ternak per kepala keluarga sebanyak 2-5 ekor. Pola penanaman dan pemeliharaan tanaman salak dilakukan secara manual berdasar pengalaman petani. Kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan komoditas unggulan durian adalah sumberdaya manusia atau petani belum mampu mengatasi hama dan penyakit pada tanaman durian. C. Subsistem Pascapanen dan Pengolahan Hasil
Kegiatan pascapanen yang dilakukan adalah sortasi buah dan pembersihan buah secara manual oleh petani. Petani cenderung lebih memilih sortasi buah dengan cara manual daripada dengan alat sortasi buah karena sortasi manual lebih cepat dan sudah menjadi kebiasaan petani. Pengolahan hasil pemanenan buah
75
yang diusahakan oleh masyarakat adalah produk makanan berupa keripik salak dan keripik nangka. D. Subsistem Pemasaran
Pemasaran hasil usahatani buah salak dilakukan dengan sistem ekspedisi yaitu sistem perjanjian dengan perusahaan atau pedagang skala nasional, dijual kepada pengumpul dan dijual langsung ke pasar. Petani dengan skala usahatani salak yang besar menjual hasil usahanya dengan sistem kontrak. Sementara itu, petani dengan skala usaha kecil sampai menengah, menjual hasil panennya secara langsung kepada pengumpul atau langsung dijual ke pasaran. Sampai saat ini, belum ada lembaga atau organisasi yang mengatur penjualan salak di kawasan ini. Produk olahan berupa keripik nangka dan keripik salak dipasarkan langsung oleh rumah tangga ke pasar tradisional, toko-toko makanan atau instansi-instansi swasta maupun pemerintah. E. Subsistem Penunjang
Kelompok tani yang terdapat di kawasan ini adalah Kelompok Tani Ngudirejo yang terdiri dari petani salak di kawasan agropolitan Candimulyo. Kegiatan yang dilakukan kelompok tani tersebut adalah pelatihan dan percobaan teknik budidaya salak. Kelembagaan lain selain kelompok tani adalah lembaga keuangan perbankan dan koperasi. Namun, hanya beberapa orang saja yang memanfaatkan lembaga keuangan tersebut. Sebagian besar petani menggunakan modal sendiri untuk menjalankan usahanya. Kendala yang dihadapi pada subsistem ini adalah kesulitan masyarakat dalam proses peminjaman modal untuk pengembangan
usahanya
dikarenakan
sebagian
besar
masyarakat
mempunyai sejumlah agunan yang menjadi persyaratan perbankan.
tidak
76
6.2.2. Sistem Agroindustri
Kegiatan industri yang diusahakan oleh masyarakat adalah industri pengolahan produk makanan berupa keripik salak dan keripik nangka. Usaha agroindustri tersebut berskala rumah tangga, dengan tenaga kerja anggota keluarga masing-masing. Teknologi yang digunakan dalam pengolahan keripik tersebut adalah teknologi sederhana dan teknologi modern (menggunakan vacum
friying). Sebagian besar proses pengepakan dengan menggunakan plastik dan tidak berlabel, tetapi ada juga yang sudah melakukan pengepakan dengan plastik berlabel. Kendala yang sering dihadapi masyarakat adalah sebagian besar pengrajin produk keripik adalah pengrajin dengan skala usaha kecil sehingga mengalami kesulitan dalam penjualan. Harga yang ditawarkan oleh pengrajin pun masih tergolong rendah karena tidak ada sistem pengepakan yang modern. 6.3. Kawasan Agropolitan Sawangan 6.3.1. Sistem Agribisnis A. Subsistem Penyediaan Prasarana, Sarana dan Teknologi Usahatani
Benih yang digunakan dalam sistem budidaya diusahakan sendiri oleh petani dengan teknologi dan peralatan semi modern. Bantuan bibit dari pemerintah pada umumnya adalah bibit percobaan yang dicobakan di kawasan ini. Bantuan bibit percobaan yang sudah diterima petani antara lain bibit jagung yang diberikan tahun 2008, bibit kubis, bibit tomat dan bibit cabai. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kandang diperoleh dari integrasi vertikal antara ternak dan tanaman usahatani. Kendala pada subsistem ini adalah ketidakmampuan petani dalam pengadaan teknologi agribisnis yang modern dan keterbatasan modal petani dalam pembelian bibit sapi sehingga tidak
77
jarang petani menggunakan sistem gaduhan. Sitem gaduhan yang dimaksud adalah petani mendapat bantuan sapi perah dari pihak pemerintah atau swasta yang dipelihara dan diternakkan oleh petani. Kemudian petani mengembalikan sapi tersebut dalam bentuk sapi atau uang setelah sapi tersebut beranak. Kondisi kandang sapi perah yang kurang memenuhi persyaratan juga menjadi kendala dalam subsistem ini. B. Subsistem Produksi Usahatani
Komoditas pertanian yang diusahakan di kawasan ini adalah komoditas sayuran dataran tinggi dan ternak sapi perah. Komoditas unggulan kawasan agropolitan Sawangan adalah stroberi. Teknologi usahatani yang digunakan adalah teknologi semi modern seperti mulsa plastik dan green house. Kendala yang dihadapi pada subsistem usahatani adalah kerusakan tanaman yang tidak menentu sesuai pergantian musim, kelebihan air di musim penghujan dan kekurangan air di musim kemarau. Usaha untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah mengembangkan sistem pendistribusian air dengan teknologi sederhana dan pembangunan klinik agribisnis di setiap desa. Usahatani ternak sapi diusahakan oleh hampir setiap kepala keluarga. Sebagian besar petani memiliki sapi perah sendiri, tetapi ada juga beberapa petani yang memelihara sapi dengan sistem gaduhan. Produksi rata-rata susu sampai tahun 2007 kurang lebih 10 liter/hari/sapi. Bantuan sapi perah dari Pemerintah Daerah kabupaten Magelang sebesar 13-20 ekor per desa. Sistem distribusi sapi perah tersebut secara bergilir kepada semua petani.
78
C. Subsistem Pengolahan Hasil dan Pascapanen
Kegiatan pascapanen yang dilakukan adalah kegiatan sortasi dan pencucian hasil usahatani secara manual serta industri pengolahan hasil pertanian menjadi produk makanan. Produk makanan yang dihasilkan adalah saus dengan bahan baku tomat dan cabai, dodol stroberi serta susu sapi. D. Subsistem Pemasaran
Pemasaran produk usahatani dilakukan dengan memasarkan langsung ke STA Kecamatan Sawangan dan STA Sewukan Kecamatan Dukun serta dijual langsung ke supermarket. Penjualan ke tengkulak jarang dilakukan oleh petani di kawasan ini. Ekspansi pasar meliputi kawasan sekitar Kabupaten Magelang dan daerah sekitar Propinsi Jawa Tengah. Pemasaran produk makanan hasil pengolahan produk usahatani dipasarkan melalui distributor atau dipasarkan langsung ke pasar tradisional, toko-toko makanan atau dijajakan langsung oleh petani di kawasan agrowisata Gardu Pandang. Khusus pemasaran susu, sebagian besar petani memasarkan lewat Koperasi Unit Desa (KUD) sehingga berapapun jumlah produksi ada yang menampung karena KUD melayani penjualan susu setiap hari. E. Subsistem Penunjang
Lembaga keuangan telah ada dan berfungsi cukup baik meskipun dalam sisi jumlah belum memadai. Namun, petani jarang memanfaatkan fasilitas lembaga keuangan tersebut karena prosedur yang rumit serta bunga yang dirasa cukup tinggi. Lembaga keuangan yang sering digunakan oleh petani di kawasan ini yaitu KUD dan bantuan tanpa bunga oleh pemerintah. Kelompok tani ada di setiap dusun dan Gapoktan ada di setiap desa. Pelatihan mandiri oleh kelompok
79
tani dan Gapoktan sudah berjalan lancar. Selain itu, terdapat juga paguyuban peternak sapi perah yang sering mendapat bimbingan dari penyuluh dapangan. 6.3.2. Sistem Agroindustri
Agroindustri yang terdapat di kawasan ini adalah industri pengolahan produk pertanian menjadi produk makanan seperti dodol stroberi, saus dan susu sapi serta industri pembuatan pupuk kandang. Industri pembuatan dodol stroberi dan perah susu hampir tersebar di setiap desa, dengan skala kecil atau home
industry. Industri pembuatan saus tomat hanya ada di Desa Banyuroto dan diusahakan oleh kelompok usaha industri pembuatan saus yang terdiri dari para ibu rumah tangga yang sekaligus tergabung dalam PKK. Teknologi yang digunakan dalam pembuatan saus dengan alat modern, bantuan dari pemerintah daerah pada tahun 2006 dalam upaya pengembangan agropolitan. Bantuan tersebut diberikan kepada kelompok usaha industri pengolah tomat di Desa Banyuroto. Teknik pembuatan dodol stroberi dengan alat sederhana dan modern. Hampir setiap rumah mengusahakan dodol stroberi dengan teknologi tradisional. Teknik pembuatan dengan cara modern hanya dilakukan oleh kelompok usaha di Desa Banyuroto yang juga mendapat bantuan alat pengolah stroberi modern. Susu sapi yang diperjualkan sampai saat ini baru dalam tahap susu segar dan susu siap minum, belum ada pengolahan variasi produk susu. Proses pengepakan produk dodol stroberi menggunakan plastik mika tidak berlabel. Pengepakan saus menggunakan botol plastik dan sudah berlabel. Sementara itu, pengepakan susu hanya dengan plastik-plastik dan belum berlabel. Pemasaran produk-produk tersebut sebagian besar dipasarkan langsung oleh pengusaha di kawasan agrowisata Gardu Pandang yang berada di Desa Ketep
80
Kecamatan Sawangan, pasar-pasar tradisional dan toko-toko makanan. Ekspansi pemasaran dodol stroberi dan saus belum sampai keluar pulau ataupun ekspor. Khusus pemasaran susu sebagian besar dipasarkan di KUD yang ada di masingmasing desa. Industri pembuatan pupuk kandang sudah dilakukan dengan teknik modern oleh kelompok-kelompok tani. Alat-alat modern tersebut merupakan bantuan dari pemerintah daerah dan hanya berada di Desa Gantang. Sebelum diolah di Desa Gantang, pupuk-pupuk tanaman yang akan diolah dikumpulkan di bangunan pengumpul pupuk tanaman yang tersebar di tiga desa. Proses pengepakan pupuk dengan karung plastik dan sudah berlabel. Proses pemasaran sebagian besar dengan tujuan pasar lokal dan pasar luar daerah seperti Semarang dan Yogyakarta. Kendala pada sistem agroindustri adalah kesulitan penjualan bagi pengrajin produk makanan berskala kecil yang terbiasa memasarkan langsung produk-produk tersebut tanpa label. Padahal, dengan adanya label nilai jual produk bisa lebih tinggi. 6.3.3. Sistem Agrowisata
Keberadaan agrowisata Gardu Pandang dan Air Terjun Kedung Kayang di kawasan agropolitan Sawangan sangat menguntungkan masyarakat sekitar. Proses perijinan pendirian usaha hanya diperbolehkan untuk masyarakat sekitar obyek wisata sedangkan masyarakat luar tidak diijinkan untuk mengusahakannya. Ketika agropolitan dicanangkan, pemerintah memberikan bantuan bibit kopi dan jeruk kepada petani yang memiliki lahan di pinggir jalan menuju daerah obyek wisata dan
bantuan
tempat
berjualan.
Mulai
tahun
2007,
mengembangkan obyek wisata Kebun Stroberi Petik Sendiri.
masyarakat
mulai
81
6.4. Kawasan Agropolitan Ngablak 6.4.1. Sistem Agribisnis A. Subsistem Penyediaan Prasarana, Sarana dan Teknologi Usahatani
Pupuk dan benih diusahakan sendiri oleh petani, namun ada juga benih yang berasal dari bantuan pemerintah. Teknologi yang digunakan untuk usahatani di kawasan ini sebagian besar merupakan teknologi semi modern seperti mulsa plastik. Sembilan desa di kawasan ini telah menggunakan green house untuk usahataninya. Pembuatan green house mendapat bantuan pinjaman lunak dari perusahaan agribisnis yang ada di Kabupaten Magelang. Pinjaman tersebut mencapai nominal 20 juta rupiah untuk setiap desa. Bantuan pemerintah dalam pelaksanaan konsep agropolitan yang sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat adalah bantuan bibit dan peralatan pertanian, pembangunan jalan usahatani, pembangunan STA dan pembangunan jalan poros desa. Selain bantuan prasarana, bantuan yang sangat menolong petani yaitu bantuan berupa pinjaman tidak berbunga dari pemerintah. Kendala subsistem ini yaitu ketersediaan teknologi yang masih terbatas dikarenakan ketidakmampuan modal masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan teknologi. B. Subsistem Produksi Usahatani
Komoditas yang diusahakan adalah komoditas hortikultura dataran tinggi dan ternak sapi potong. Komoditas unggulan kawasan ini adalah komoditas sayuran buncis dengan produktivitas 15-20 ton per hektar, brokoli dengan produktivitas 12 ton per hektar dan kentang dengan produktivitas 20-45 ton per hektar. Sebagian besar kegiatan usahatani di kawasan ini dilakukan dengan teknologi semi modern. Usahatani ternak dilakukan oleh hampir setiap rumah
82
tangga di kawasan ini. Bantuan pemerintah dalam upaya pengembangan komoditas sapi potong tersebut adalah dengan memberikan bantuan sistem gaduhan 100 sapi untuk setiap desa dan bantuan perbaikan kandang ternak sapi. Distribusi bantuan sapi tersebut dilakukan dengan sistem bergilir antar petani. Sistem gaduhan juga diterapkan oleh perusahaan agribisnis swasta luar daerah, tetapi petani merasa dirugikan dengan sistem yang diterapkan oleh perusahaan swasta karena persentase bagi hasil yang diterima petani lebih kecil daripada persentase yang menjadi milik perusahaan. Kendala usahatani yang sering dihadapi petani adalah gangguan pada tanaman tergantung pada siklus musim dan fluktuasi harga yang tidak menentu. C. Subsistem Pascapanen dan Pengolahan Hasil
Kegiatan pascapanen yang dilakukan oleh petani adalah pensortiran dan pencucian produk pertanian dengan cara manual dan penyimpanan di cold
storage. Kegiatan pengolahan hasil pertanian yang sudah ada sampai saat ini hanya usaha pengolahan makanan abon. Rencana pengolahan makanan yang akan dikembangkan yaitu usaha pembuatan saus dari bahan baku tomat dan cabai. D. Subsistem Pemasaran
Pemasaran hasil produk pertanian dilakukan secara langsung oleh petani kepada tengkulak, perusahaan dan dipasarkan di STA Ngablak. Ekspansi pemasaran produk sudah mencakup pasaran luar daerah seperti Semarang, Salatiga, Kalimantan, Sumatera bahkan sampai ekspor ke luar negeri. Namun sebagian besar pemasaran produk dilakukan secara langsung di STA. Pemasaran produk olahan abon dilakukan secara langsung ke pasar tradisional, toko-toko
83
makanan dan restoran di sekitar kawasan tersebut. Selain itu, proses pemasaran abon juga dilakukan dengan sistem pemesanan. E. Subsistem Penunjang
Kelembagaan penunjang yang ada di kawasan agropolitan Ngablak adalah lembaga keuangan swasta maupun pemerintah dan organisasi kelompok tani. Petani jarang menggunakan fasilitas bank karena jumlah agunan yang dirasa cukup memberatkan petani. Organisasi kelompok tani ada di setiap dusun dan di setiap desa terdapat Gabungan Kelompok Tani. Paguyuban Petani MerapiMerbabu juga terdapat di kawasan agropolitan Ngablak. Kendala yang sering dihadapi masyarakat adalah kesulitan prosedur dan pengadaan agunan yang menjadi persyaratan lembaga keuangan perbankan. 6.4.2. Sistem Agroindustri
Industri yang terdapat di kawasan ini adalah industri skala kecil pembuatan abon dan industri pembuatan bibit oleh Paguyuban Petani MerapiMerbabu. Industri pengolahan makanan abon diusahakan oleh sebagian besar masyarakat dengan skala kecil atau rumah tangga. Teknik produksi pembuatan abon menggunakan peralatan dan proses yang sederhana. Teknik pengemasan menggunakan plastik berlabel dan ada juga yang belum berlabel. Pemasaran produk makanan abon dilakukan secara langsung oleh pengusaha ke pasar-pasar tradisional, toko-toko makanan, restoran ataupun dengan sistem pemesanan. Industri pembibitan dilakukan dengan teknik dan peralatan yang sederhana. Pemasaran bibit-bibit yang diusahakan mencakup daerah sekitar Kabupaten Magelang dan daerah luar pulau seperti Jambi. Teknik pengemasan bibit sudah dilakukan dengan teknik dan peralatan modern.
84
6.4.3. Sistem Agrowisata
Kawasan agropolitan Ngablak mempunyai potensi wisata alam Air Terjun Seloprojo dan beberapa obyek wisata kebun sayur dan kebun buah. Di sekitar obyek wisata telah terdapat vila-vila, restoran dan kolam renang yang diusahakan oleh masyarakat lokal maupun luar daerah. Prasarana fisik yang dibangun dan diperbaiki oleh pemerintah dalam upaya pengembangan konsep agropolitan di kawasan ini antara lain bangunan-bangunan penunjang obyek wisata seperti pool parkir, toilet, mushola, kantor dan lain sebagainya. 6.5. Kawasan Agropolitan Tegalrejo 6.5.1. Sistem Agribisnis A. Subsistem Penyediaan Prasarana, Sarana dan Teknologi Usahatani
Kawasan Tegalrejo difungsikan sebagai daerah penyangga agropolitan. Sektor yang diutamakan dalam pengembangan agropolitan pada kawasan ini adalah sektor industri. Prasarana utama yang difokuskan dalam pengembangan agropolitan pada kawasan ini adalah balai pelatihan agribisnis, laboratorium uji kelayakan makanan untuk masyarakat dan pusat informasi agroindustri. Prasarana tersebut juga dibangun sebagai penyangga kawasan agropolitan lainnya. Keunggulan kawasan agropolitan Tegalrejo adalah letaknya yang dekat dengan pusat perkotaan sehingga memudahkan proses pemasaran produk. B. Subsistem Produksi Usahatani
Komoditas yang diusahakan di kawasan agropolitan Tegalrejo adalah tanaman pangan, tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan. Komoditas unggulan kawasan agropolitan Tegalrejo adalah jagung dengan produktivitas 47.42 kuintal per hektar dan padi dengan produktivitas 54.69 kuintal per hektar.
85
Teknologi yang digunakan dalam usahatani pada kawasan ini adalah teknologi semi modern. Usahatani ternak yang diusahakan adalah ternak sapi potong yang terdapat di empat desa. C. Subsistem Pascapanen dan Pengolahan Hasil
Kegiatan pascapanen yang dilakukan adalah sortasi buah secara manual, penggilingan padi, pengolahan produk pertanian menjadi produk makanan seperti
pop corn, marning, getuk, keripik, pothil dan abon. D. Subsistem Pemasaran
Pemasaran produk-produk usahatani dilakukan secara langsung dengan tujuan pasaran lokal dan hanya di sekitar kawasan tersebut. Sementara itu, pemasaran produk makanan jadi mencapai ke beberapa daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Lampung dan sebagainya bahkan mencapai skala ekspor. Produk-produk makanan tersebut juga dijual di toko-toko sentra oleh-oleh dan makanan khas yang banyak terdapat di kawasan Tegalrejo. E. Subsistem Penunjang
Lembaga keuangan yang terdapat di kawasan agropolitan Tegalrejo sudah memadai dalam sisi jumlah dan fungsinya. Masyarakat pada kawasan agropolitan ini sering melakukan simpan pinjam kepada beberapa lembaga keuangan perbankan atau sejenisnya dalam upaya perluasan skala usahanya. Organisasi kelompok tani yang terdapat pada kawasan ini hanya berjumlah enam kelompok tani di dua desa. 6.5.2. Sistem Agroindustri
Industri yang terdapat pada kawasan ini adalah industri pengolahan produk pertanian menjadi makanan jadi seperti pop corn, marning, getuk, keripik, pothil
86
dan abon serta industri pembuatan kertas setengah jadi. Skala industri sudah mencapai skala sedang dan besar. Pada umumnya perusahaan tersebut merupakan perusahaan keluarga dengan tenaga kerja 20-50 orang. Proses pengepakan produk sudah dilakukan dengan cara modern dengan plastik, mika atau kertas berlabel. Pada kawasan ini terdapat dua industri besar dengan tenaga kerja kurang lebih 100 orang yaitu industri pembuat getuk Sumber Rejeki dan industri pembuat keripik Eko Waluyo. Pemasaran produk makanan jadi mencapai ke beberapa daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Lampung dan sebagainya bahkan mencapai skala ekspor. Produk-produk makanan tersebut juga dijual di toko-toko sentra oleh-oleh dan makanan khas yang banyak terdapat di kawasan agropolitan Tegalrejo. Sementara itu, pemasaran industri pembuatan kertas setengah jadi dipasok ke beberapa pabrik kertas di Pulau Jawa, tetapi sebagian besar pasokan ditujukan pada pabrik kertas di Kecamatan Mungkid. 6.6. Kawasan Agropolitan Dukun 6.6.1. Sistem Agribisnis A. Subsistem Penyediaan Prasarana, Sarana dan Teknologi Usahatani
Prasarana agribisnis yang sangat mendukung kegiatan agribisnis di kawasan agropolitan Dukun dan sekitarnya adalah STA Sewukan. Pada mulanya STA tersebut adalah pasar desa sebagai tempat jual beli hasil panen di kawasan ini dan sekitarnya. Setelah konsep agropolitan dilaksanakan di Kabupaten Magelang, pasar desa tersebut dirubah menjadi STA dengan bantuan pemerintah berupa beberapa bangunan, peralatan, saluran air dan area parkir. Bibit dan pupuk untuk usahatani diperoleh dengan membeli dari toko-toko pertanian di kawasan ini atau sekitarnya. Teknologi usahatani yang digunakan sudah cukup modern.
87
Rata-rata lahan pertanian per kepala keluarga sebesar 2000 m², dalam usahataninya sebagian besar petani mengunakan mulsa plastik dan traktor. B. Subsistem Produksi Usahatani
Komoditas yang diusahakan adalah komoditas sayuran dataran tinggi. Komoditas unggulan pada kawasan ini adalah tomat, kol dan cabai. Produktivitas komoditas tomat pada tahun 2006 sebesar 64.67 kuintal per hektar, kol sebesar 97.53 kuintal per hektar, cabai sebesar 48.56 kuintal per hektar. Pola tanam yang digunakan dalam sistem usahatani adalah sistem tumpang sari antara cabai, kol, caisin dan tomat. Ternak yang diusahakan adalah ternak sapi, kerbau dan kambing. Skala usaha ternak masih terbatas skala kecil pada beberapa petani saja. Kendala usahatani pada kawasan ini adalah harga produk pertanian yang sangat fluktuatif dan keterbatasan pengetahuan petani dalam pengaturan waktu tanam. C. Subsistem Pascapanen dan Pengolahan Hasil
Kegiatan pascapanen yang dilakukan adalah kegiatan pensortiran secara manual oleh petani. Industri pengolahan produk pertanian belum ada sampai saat ini. Pada tahun 2008, pemerintah mulai mengembangkan industri pembuatan saus. Usaha yang dilakukan pemerintah sampai saat ini adalah pelatihan pembuatan saus dengan bahan baku tomat dan cabai. Kendala dalam subsistem ini adalah keterampilan masyarakat yang sangat terbatas sehingga tidak dapat mengolah produk pertanian sehingga memperbesar nilai tambah produk pertanian. D. Subsistem Pemasaran
Pemasaran produk-produk pertanian hasil panen usahatani di kawasan ini mencapai daerah lokal dan sekitarnya serta luar pulau. Daerah yang menjadi pelanggan produk-produk usahatani kawasan ini seperti Batam, Jakarta,
88
Palangkaraya, Semarang, Purwokerto, Solo, Pati, Magetan, Tawangmangu dan sebagainya. Proses pemasaran ke beberapa daerah dilakukan lewat prasarana yang sudah ada yaitu STA Sewukan. E. Subsistem Penunjang
Lembaga keuangan yang ada di kawasan ini adalah lembaga perbankan seperti BMT, BKK, Danamon dan lembaga keuangan non perbankan seperti koperasi dan unit simpan pinjam lainnya. Biasanya masyarakat petani melakukan kegiatan simpan pinjam pada lembaga keuangan non bank seperti koperasi dan sejenisnya. Organisasi pertanian seperti kelompok tani sudah berjalan lancar di kawasan ini. Selain organisasi kelompok tani, pada kawasan agropolitan Dukun juga terdapat Asosiasi Tenaga Kerja Kuli dan Asosiasi Pedagang. 6.6.2. Sistem Agroindustri
Agroindutri yang terdapat di kawasan ini adalah industri pembuatan keranjang. Industri tersebut diusahakan oleh pemuda-pemuda usia produktif yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Produksi yang dihasilkan mencapai 1000-1500 keranjang per hari. Teknologi yang digunakan merupakan teknologi modern berupa mesin irat yang merupakan bantuan dari pemerintah dalam upaya pengembangan konsep agropolitan. Pemasaran keranjang mencakup beberapa daerah di sekitar kawasan dan sebagian besar habis terjual di STA Sewukan. Kendala dalam sistem agroindustri adalah keterampilan masyarakat yang sangat terbatas sehingga tidak dapat mengolah produk pertanian sehingga memperbesar nilai tambah produk pertanian.
89
6.6.3. Sistem Agrowisata
Obyek wisata yang terdapat di kawasan Dukun adalah pos pengamatan Babadan. Di dalam pos tersebut, wisatawan dapat melihat pemandangan Gunung Merapi dan Merbabu. Fasilitas pendukung yang telah dibangun oleh pemerintah adalah rest area dan tersebar di beberapa desa. 6.7. Kawasan Agropolitan Grabak 6.7.1. Sistem Agribisnis A. Subsistem Penyediaan Prasarana, Sarana dan Teknologi Usahatani
Pada kawasan ini, kegiatan pengembangan agropolitan dipusatkan pada bidang agroindustri. Prasarana fisik yang sangat dirasakan manfaatnya setelah konsep agropolitan diberlakukan adalah perbaikan jalan di jalan utama maupun jalan poros desa. Teknologi yang digunakan untuk usahatani maupun agroindustri masih sederhana, namun penanganan limbah sudah terpadu. B. Subsistem Produksi Usahatani
Komoditas yang diusahakan di kawasan agropolitan Grabak adalah tanaman hortikultura bunga dan buah, tanaman pangan seperti padi dan ubi jalar serta ternak sapi. Komoditas unggulan kawasan ini adalah tanaman hias sedap malam dengan produktivitas rata-rata pada tahun 2007 adalah 12-15 tangkai per meter persegi. Ternak sapi pada kawasan ini hanya diusahakan oleh beberapa petani dan tersebar di setiap desa. Kendala usahatani yang dihadapi adalah pergantian musim yang tiba-tiba sehingga sering menyebabkan gagal panen. C. Subsistem Pascapanen dan Pengolahan Hasil
Kegiatan pascapanen yang dilakukan pada kawasan ini adalah sortasi hasil panen secara manual dan pengolahan singkong menjadi makanan siap saji
90
slondok. Makanan siap saji slondok diusahakan di beberapa desa pada kawasan agropolitan Grabak dengan sentra produksinya terdapat di Desa Sumur Arum. D. Subsistem Pemasaran
Pemasaran komoditas tanaman hias bunga sedap malam dilakukan ke berbagai pasar bunga lokal dan luar daerah. Ekspansi pemasaran ke luar daerah seperti Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Bali dan sebagainya. Produk olahan
slondok dipasarkan ke berbagai pasar-pasar tradisional, toko-toko makanan, supermarket atau dipasarkan di luar daerah seperti Jakarta dan Bandung. E. Subsistem Penunjang
Lembaga penunjang keuangan pada kawasan ini sudah cukup memadai. Lembaga perbankan yang sudah berfungsi antara lain BRI, Bank Pasar, dan Bank Perkreditan Rakyat Agribisnis. Lembaga keuangan koperasi yang dibangun oleh pemerintah dalam upaya pengembangan agropolitan adalah Koperasi Pengrajin
Slondok. Selain itu, terdapat juga organisasi kelompok tani yang ada di setiap dusun. Kegiatan penyuluhan dan promosi juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan maupun Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Namun, kegiatan penyuluhan dan promosi tersebut belum merata ke semua masyarakat atau pengrajin. 6.7.2. Sistem Agroindustri
Agroindustri yang terdapat di kawasan ini adalah industri pembuatan
slondok dengan bahan dasar ubi jalar. Slondok yang dihasilkan bermacam-macam seperti slondok tawar, slondok pembumbu dan slondok pedas. Industri pembuatan makanan jadi slondok tersebut ada di setiap desa dengan sentra produksinya di Desa Sumur Arum. Hampir semua penduduk pada Desa Sumur Arum merupakan pengrajin industri slondok. Bahan baku pembuatan slondok tersebut merupakan
91
hasil panen sendiri dan juga mendatangkan dari luar daerah seperti Temanggung, Ambarawa dan Salatiga. Permodalan diupayakan dengan modal sendiri dan pinjaman dari bank ataupun lembaga-lembaga yang lain. Namun, belum semua masyarakat mendapatkan pinjaman. Teknologi yang digunakan sebagian besar pengrajin dengan teknologi sederhana. Bantuan pemerintah berupa alat-alat pengolah modern hanya terdapat di beberapa titik produksi saja terutama pada industri skala sedang. Pada tahun 2005, pemerintah membangun sistem instalasi pengolah limbah sehingga pengolahan limbah dapat lebih diatur dan tidak mengganggu kesehatan masyarakat sekitar. Pengemasan produk sudah menggunakan plastik berlabel dan memasarkan sendiri ke pasar-pasar, toko-toko maupun supermarket. Sistem pemasarannya bermacam-macam seperti didatangi tengkulak bagi yang sudah dikenal dan kualitasnya baik, dijual langsung ke pasaran luar daerah seperti Jakarta dan Bandung. 6.7.3. Sistem Agrowisata
Pada kawasan ini terdapat obyek wisata alam Pemandian Air Hangat Candi Umbul. Keberadaan obyek wisata tersebut menguntungkan masyarakat di sekitar obyek wisata. Sebagian besar masyarakat membangun warung-warung makan dan tempat peristirahatan di kawasan tersebut. Namun, bantuan pemerintah dalam pengembangan konsep agropolitan untuk kawasan wisata ini baru pada tahap perbaikan jalan dan prasarana pendukung. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan sistem agrowisata di kawasan ini adalah keberadaan kawasan yang belum dikenal masyarakat luas.
92
BAB VII. ANALISIS PENGARUH PELAKSANAAN AGROPOLITAN MERAPI-MERBABU TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN MAGELANG
Bab ini akan menganalisis pengaruh pelaksanaan konsep agropolitan Merapi Merbabu di Kabupaten Magelang terhadap pertumbuhan ekonomi tujuh kawasan agropolitan Kabupaten Magelang. Metode yang digunakan pada bab ini yaitu metode kuantitatif dengan analisis shift share yang terbagi menjadi tiga komponen yaitu komponen national share, komponen proportional shift dan komponen differential shift. 7.1.
Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Agropolitan Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002)
Merapi-Merbabu
7.1.1. National Share
Hasil perhitungan nilai national share yang diperoleh pada masa sebelum pelaksanaan agropolitan dapat dilihat pada Tabel 12. National share memperlihatkan pertumbuhan ekonomi pada kecamatan-kecamatan tersebut jika proporsi perubahannya sama dengan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten pada periode tersebut. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa pada masa sebelum pelaksanaan agropolitan, nilai national share semua kawasan positif. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi perubahan ekonomi dalam skala kabupaten, kawasan-kawasan tersebut juga mengalami perubahan ekonomi sesuai dengan skala perubahan yang terjadi di kabupaten. Kecamatan Dukun, Sawangan, Candimulyo, Tegalrejo, Pakis, Grabak, Ngablak nilai national share terbesar adalah pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan kebijakan ekonomi di kabupaten, sektor pertanian di kawasan tersebut mengalami perubahan yang cukup besar dibandingkan sektor lain di kawasan tersebut.
93
Tabel 12. Nilai National Share Per Kecamatan Kabupaten Magelang Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Kecamatan/Sektor Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Mungkid Muntilan Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabak Ngablak
Sektor 1 712.48 897.80 604.37 683.24 2,189.95 623.12 788.55 634.54 936.41 441.32 609.12 306.30 1,591.85 3,214.57 588.72 1,273.59 862.87 613.38 779.76 818.61 510.48
Sektor 2 11.70 168.22 25.81 78.30 521.53 13.53 156.08 36.24 6.05 0.00 0.00 17.06 5.38 4.03 28.96 109.35 75.81 1.14 1.19 11.20 46.07
Sektor 3 76.79 71.15 148.86 393.05 235.59 0.74 292.56 169.73 289.97 303.35 5,086.41 1,558.77 278.96 173.29 475.11 67.72 591.06 156.79 142.12 467.88 94.76
Sektor 4 10.35 6.23 3.19 4.75 4.36 4.64 21.23 14.59 5.38 6.61 54.72 40.24 4.10 4.10 6.61 4.06 41.00 6.14 4.43 10.65 3.65
Sektor 5 133.47 135.81 155.03 99.14 241.32 129.69 167.86 558.52 69.31 98.22 345.59 104.51 123.98 452.61 124.07 105.07 290.54 286.63 119.01 230.91 151.05
Sektor 6 261.61 609.22 161.29 570.28 625.13 149.38 676.86 348.31 289.98 157.15 1,515.31 413.77 347.53 370.06 229.81 273.73 679.59 162.19 197.21 352.10 244.62
Sektor 7 129.24 167.66 14.44 125.29 52.15 59.74 290.23 927.45 33.30 111.65 461.03 39.53 30.60 34.99 87.61 30.37 211.16 42.93 87.79 143.30 37.33
Sektor 8 83.29 78.18 60.41 64.88 59.53 61.36 95.99 134.04 77.03 64.50 127.41 62.95 112.49 66.72 104.62 58.28 104.86 57.69 68.30 110.65 82.34
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2001, 2006. Diolah. Keterangan : Sektor 1 : Pertanian Sektor 2 : Pertambangan dan penggalian Sektor 3 : Industri pengolahan Sektor 4 : Listrik, gas dan air minum
Sektor 5 : Bangunan / konstruksi Sektor 6 : Perdagangan, restoran dan hotel Sektor 7 : Pengangkutan dan komunikasi Sektor 8 : Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Sektor 9 : Jasa-jasa
Kawasan-kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor 9 471.59 445.30 180.79 263.27 304.39 184.28 257.51 685.63 223.34 127.93 932.74 183.27 177.65 126.57 118.60 477.90 660.71 264.64 336.94 611.86 621.23
94
7.1.2. Proportional Shift
Proportional shift dikenal sebagai komponen struktural atau industrial mix. Nilai proportional shift mengukur shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Nilai proportional
shift sebelum pelaksanaan agropolitan dapat dilihat pada Tabel 13. Pada tujuh kawasan agropolitan, sebelum pelaksanaan agropolitan nilai
proportional shift negatif ada pada sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa ketujuh kawasan tersebut berspesialisasi pada sektor yang pada skala kabupaten
memiliki
pertumbuhan
lambat.
Sektor
pertanian
merupakan
penyumbang PDRB terbesar di Kabupaten Magelang, tetapi memiliki pertumbuhan yang lambat. Hal ini disebabkan karena kenaikan PDRB pada sektor pertanian di Kabupaten Magelang setiap tahunnya relatif kecil. Sektor perekonomian lainnya mengalami pertumbuhan yang cepat di Kabupaten Magelang. Sektor perekonomian yang mengalami pertumbuhan paling cepat di kecamatan Dukun, Candimulyo, Sawangan, Pakis, Grabak dan Ngablak adalah sektor jasa-jasa. Sektor perekonomian dengan pertumbuhan paling cepat di Kecamatan Tegalrejo adalah sektor bangunan atau konstruksi.
95 Tabel 13. Nilai Proportional Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Kecamatan/Sektor Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Mungkid Muntilan Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabak Ngablak
Sektor 1 -1,424.96 -1,795.61 -1,208.73 -1,366.47 -4,379.91 -1,246.24 -1,577.10 -1,269.08 -1,872.82 -882.63 -1,218.24 -612.60 -3,183.69 -6,429.14 -1,177.45 -2,547.17 -1,725.74 -1,226.77 -1,559.51 -1,637.22 -1,020.96
Sektor 2 29.24 420.54 64.52 195.76 1,303.83 33.83 390.19 90.61 15.13 0.00 0.00 42.66 13.44 10.08 72.39 273.38 189.53 2.84 2.98 27.99 115.18
Sektor 3 115.18 106.72 223.29 589.58 353.39 1.11 438.84 254.59 434.95 455.02 7,629.62 2,338.16 418.44 259.93 712.67 101.59 886.60 235.19 213.18 701.82 142.14
Sektor 4 77.62 46.71 23.93 35.61 32.70 34.77 159.21 109.46 40.35 49.60 410.37 301.80 30.74 30.74 49.59 30.45 307.49 46.08 33.24 79.87 27.36
Sektor 5 734.07 746.97 852.66 545.27 1,327.26 713.31 923.22 3,071.87 381.18 540.20 1,900.73 574.80 681.86 2,489.37 682.41 577.91 1,597.99 1,576.48 654.54 1,270.01 830.77
Sektor 6 392.41 913.83 241.93 855.41 937.70 224.06 1,015.28 522.47 434.97 235.72 2,272.96 620.66 521.30 555.09 344.71 410.59 1,019.39 243.29 295.82 528.15 366.93
Sektor 7 258.49 335.32 28.87 250.58 104.29 119.48 580.47 1,854.90 66.60 223.31 922.05 79.07 61.20 69.98 175.22 60.75 422.33 85.87 175.59 286.61 74.67
Sektor 8 83.29 78.18 60.41 64.88 59.53 61.36 95.99 134.04 77.03 64.50 127.41 62.95 112.49 66.72 104.62 58.28 104.86 57.69 68.30 110.65 82.34
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2001, 2006. Diolah. Keterangan : Sektor 1 : Pertanian Sektor 2 : Pertambangan dan penggalian Sektor 3 : Industri pengolahan Sektor 4 : Listrik, gas dan air minum
Sektor 5 : Bangunan / konstruksi Sektor 6 : Perdagangan, restoran dan hotel Sektor 7 : Pengangkutan dan komunikasi Sektor 8 : Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Sektor 9 : Jasa-jasa
Kawasan-kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor 9 2,122.15 2,003.85 813.56 1,184.70 1,369.76 829.27 1,158.80 3,085.34 1,005.04 575.70 4,197.33 824.72 799.41 569.55 533.71 2,150.53 2,973.18 1,190.86 1,516.22 2,753.38 2,795.54
96
7.1.3. Differential Shift
Differential shift sering disebut sebagai komponen lokasional atau regional yang menunjukkan nilai sisa atau kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya
shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah-daerah yang bersangkutan daripada pertumbuhan ekonomi pada tingkat kabupaten. Besarnya shift regional
netto yang menyebabkan perbedaan nilai differential shift tersebut diakibatkan oleh faktor-faktor lokasional intern. Nilai differential shift sebelum pelaksanaan agropolitan dapat dilihat pada Tabel 14. Semua kawasan agropolitan mempunyai nilai differential shift positif pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian pada kawasankawasan tersebut mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan sektor pertanian pada skala kabupaten. Dapat disimpulkan bahwa tujuh kawasan agropolitan tersebut mempunyai keuntungan lokasional berupa sumberdaya pendukung pertanian yang melimpah dibandingkan kawasankawasan lain. Pada ketujuh kawasan agropolitan sebelum pelaksanaan agropolitan, yang mempunyai keunggulan komparatif paling besar adalah kecamatan Pakis kemudian diikuti oleh Kecamatan Ngablak, Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Grabak, Kecamatan Tegalrejo. Kawasan dengan keunggulan komparatif terendah pada ketujuh kawasan tersebut adalah Kecamatan Candimulyo.
97 Tabel 14. Nilai Differential Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Kecamatan/Sektor Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Mungkid Muntilan Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabak Ngablak
Sektor 1 3,707.25 8,471.21 64.64 3,168.14 21,458.90 4,529.37 5,540.62 5,542.39 4,453.82 432.10 2,880.91 2,918.50 -772.03 -80,268.00 1,545.67 -1,906.27 692.52 2,391.45 7,464.32 3,949.86 5,649.05
Sektor 2 55.65 93.98 151.04 2.90 -55.07 -6.16 49.70 -15.53 -2.94 0.00 0.00 -31.10 -2.11 0.62 -19.60 -182.29 42.33 -36.23 1.60 -0.60 -16.45
Sektor 3 -35.39 -32.81 -64.58 -158.36 -106.21 330.54 -104.10 -68.04 -131.76 -139.90 -984.88 -320.59 -128.65 -56.13 -206.88 -28.56 -154.29 -66.13 -65.56 -215.80 -21.98
Sektor 4 -5.30 2.41 3.02 5.22 6.22 6.62 3.93 -16.30 0.93 -9.80 -72.20 55.37 3.93 5.60 4.33 5.79 -3.42 0.12 4.12 -3.65 5.22
Sektor 5 3.07 34.76 28.02 16.21 126.90 4.22 6.08 102.86 0.57 23.11 -11.28 9.80 57.91 5.37 21.11 18.78 65.71 8.67 26.82 25.29 169.65
Sektor 6 -47.12 1,647.38 -638.90 337.42 1,121.66 -575.52 771.50 607.78 -335.17 -625.24 -148.80 224.04 148.88 -2,339.41 -638.33 -406.44 -231.96 -344.40 333.22 -268.86 930.92
Sektor 7 166.88 -25.94 23.80 86.22 133.63 97.58 15.44 -137.26 60.22 17.60 -40.29 21.08 51.93 -41.43 -7.32 -74.94 90.78 14.45 69.75 -132.78 54.52
Sektor 8 -5.11 -6.09 -68.32 26.28 19.56 22.23 -3.05 38.92 21.13 11.85 -23.41 23.39 828.22 -1.75 -11.17 2.07 -0.85 19.62 10.55 87.26 -843.73
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2001, 2006. Diolah. Keterangan : Sektor 1 : Pertanian Sektor 2 : Pertambangan dan penggalian Sektor 3 : Industri pengolahan Sektor 4 : Listrik, gas dan air minum
Sektor 5 : Bangunan / konstruksi Sektor 6 : Perdagangan, restoran dan hotel Sektor 7 : Pengangkutan dan komunikasi Sektor 8 : Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Sektor 9 : Jasa-jasa
Kawasan-kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor 9 -4.33 167.43 51.49 -77.43 118.88 16.35 -290.30 39.67 50.91 -128.65 563.36 91.62 -6.48 -19.96 -217.52 339.31 -514.91 126.42 144.53 383.45 392.59
98
7.1.4. Shift Share Analysis
Nilai shift share analysis merupakan pertambahan pertumbuhan perekonomian, dalam hal ini PDRB yang dapat diperinci atas pengaruh dari
national share, proportional shift dan differential shift. Nilai shift share analysis sebelum pelaksanaan agropolitan dapat dilihat pada Tabel 15. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa perubahan pertumbuhan ekonomi (PDRB) untuk sektor pertanian di enam kawasan agropolitan mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Pakis, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Ngablak mengalami pertambahan PDRB sektor pertanian pada periode tersebut. Pada Kecamatan Candimulyo, mengalami penurunan PDRB sektor pertanian pada periode tersebut. Dari nilai pertambahan PDRB yang positif pada enam kecamatan agropolitan, dapat diinterpretasikan bahwa enam kecamatan tersebut mengalami kenaikan PDRB pada sektor pertanian dan subsektornya. Namun, Kecamatan Candimulyo mengalami penurunan PDRB sektor pertanian pada periode tersebut.
99 Tabel 15. Nilai Shift Share Analysis Per Kecamatan Kabupaten Magelang Sebelum Pelaksanaan Agropolitan (1999-2002) Dalam Jutaan Rupiah Kecamatan/Sektor Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Mungkid Muntilan Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabak Ngablak
Sektor 1 2,994.77 7,573.41 -539.72 2,484.90 19,268.94 3,906.25 4,752.07 4,907.85 3,517.41 -9.22 2,271.79 2,612.20 -2,363.88 -83,482.57 956.95 -3,179.86 -170.35 1,778.06 6,684.56 3,131.24 5,138.57
Sektor 2 96.59 682.74 241.37 276.96 1,770.30 41.21 595.98 111.33 18.25 0.00 0.00 28.62 16.71 14.74 81.74 200.44 307.67 -32.26 5.78 38.60 144.81
Sektor 3 156.57 145.06 307.57 824.27 482.77 332.39 627.30 356.28 593.16 618.47 11,731.15 3,576.35 568.74 377.08 980.90 140.75 1,323.37 325.85 289.74 953.91 214.93
Sektor 4 82.67 55.35 30.14 45.58 43.28 46.03 184.37 107.75 46.67 46.41 392.89 397.41 38.77 40.44 60.54 40.30 345.07 52.35 41.79 86.87 36.22
Sektor 5 870.61 917.55 1,035.72 660.62 1,695.48 847.23 1,097.16 3,733.25 451.06 661.53 2,235.04 689.11 863.75 2,947.35 827.59 701.77 1,954.24 1,871.78 800.37 1,526.21 1,151.47
Sektor 6 606.89 3,170.42 -235.69 1,763.11 2,684.49 -202.08 2,463.64 1,478.56 389.78 -232.38 3,639.47 1,258.46 1,017.71 -1,414.27 -63.81 277.88 1,467.02 61.08 826.25 611.40 1,542.47
Sektor 7 554.61 477.04 67.11 462.09 290.07 276.80 886.14 2,645.09 160.13 352.55 1,342.79 139.68 143.74 63.53 255.51 16.18 724.27 143.25 333.13 297.12 166.52
Sektor 8 161.47 150.27 52.50 156.04 138.62 144.94 188.93 307.01 175.19 140.85 231.40 149.28 1,053.19 131.68 198.08 118.64 208.87 135.00 147.15 308.57 -679.05
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2001, 2006. Diolah. Keterangan : Sektor 1 : Pertanian Sektor 2 : Pertambangan dan penggalian Sektor 3 : Industri pengolahan Sektor 4 : Listrik, gas dan air minum
Sektor 5 : Bangunan / konstruksi Sektor 6 : Perdagangan, restoran dan hotel Sektor 7 : Pengangkutan dan komunikasi Sektor 8 : Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Sektor 9 : Jasa-jasa
Kawasan-kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor 9 2,589.40 2,616.58 1,045.84 1,370.54 1,793.03 1,029.90 1,126.01 3,810.64 1,279.29 574.99 5,693.43 1,099.61 970.58 676.16 434.80 2,967.73 3,118.98 1,581.91 1,997.69 3,748.69 3,809.36
100
7.2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) 7.2.1. National Share
Nilai national share pada masa pelaksanaan agropolitan periode 20032006 dapat dilihat pada Tabel 16. Pada masa pelaksanaan agropolitan, nilai
national share pada sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor jasajasa mengalami peningkatan. Pada ketujuh kawasan agropolitan, nilai national
share untuk sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama untuk sektor-sektor tersebut di Kabupaten Magelang. Pada ketujuh kawasan agropolitan, nilai national share untuk sektor pertanian terbesar adalah Kecamatan Ngablak. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi perubahan struktur perekonomian atau perubahan kebijakan ekonomi di Kabupaten Magelang menyebabkan perubahan yang besar untuk sektor pertanian di kawasan tersebut. Nilai national share sektor pertanian di tujuh kawasan yang terkecil adalah kawasan Candimulyo. Hal ini dikarenakan kawasan Candimulyo memiliki PDRB sektor pertanian terkecil dibandingkan wilayah agropolitan lainnya. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa jika terjadi perubahan struktur perekonomian di Kabupaten Magelang akan menyebabkan perubahan sektor tersebut dalam skala yang lebih kecil dibandingkan enam kawasan agropolitan lainnya.
101 Tabel 16. Nilai National Share Per Kecamatan Kabupaten Magelang pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah Kecamatan/Sektor Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Mungkid Muntilan Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabak Ngablak
Sektor 1 5,271.11 7,228.95 4,067.16 5,036.17 17,703.18 4,822.14 6,063.38 5,031.74 6,927.28 3,026.13 4,496.62 2,461.10 10,562.21 10,379.25 4,174.81 8,287.33 5,892.41 4,456.03 6,280.06 6,057.56 8,410.89
Sektor 2 93.81 1,250.21 210.93 576.20 3,827.42 98.66 1,154.66 264.34 44.10 0.00 0.00 121.06 39.24 29.44 210.51 778.81 563.48 3.28 8.99 82.85 336.46
Sektor 3 554.14 513.45 1,074.92 2,840.06 1,700.56 51.67 2,115.97 1,226.45 2,092.89 2,188.80 36,891.20 11,302.99 1,985.13 1,254.20 3,433.36 489.15 4,283.67 1,132.46 1,025.62 3,376.52 687.07
Sektor 4 82.72 50.55 26.15 39.02 36.02 38.31 171.69 115.40 43.54 51.85 430.36 331.68 33.59 33.83 53.89 33.54 330.09 49.59 36.31 85.34 30.14
Sektor 5 1,038.12 1,061.61 1,209.90 773.43 1,896.98 1,008.98 1,305.99 4,359.18 538.90 766.40 2,683.64 813.41 973.37 3,519.63 967.54 820.00 2,269.66 2,229.81 929.64 1,799.37 1,200.03
Sektor 6 1,899.55 4,670.70 1,084.46 4,200.27 4,706.37 1,007.36 5,034.46 2,619.81 2,066.95 1,056.49 11,010.60 3,043.61 2,555.57 2,362.77 1,583.98 1,935.79 4,916.04 1,132.83 1,481.87 2,527.28 1,911.31
Sektor 7 964.74 1,217.57 108.49 924.65 398.52 448.79 2,116.19 6,736.25 250.99 815.29 3,350.63 290.75 230.15 249.00 637.18 210.71 1,550.77 314.72 649.21 1,025.13 279.54
Sektor 8 594.09 557.45 421.85 467.03 427.86 441.29 685.10 962.83 553.09 462.18 906.40 452.70 919.15 476.21 745.83 416.52 748.72 414.75 489.25 802.42 469.91
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2001, 2006. Diolah. Keterangan : Sektor 1 : Pertanian Sektor 2 : Pertambangan dan penggalian Sektor 3 : Industri pengolahan Sektor 4 : Listrik, gas dan air minum
Sektor 5 : Bangunan / konstruksi Sektor 6 : Perdagangan, restoran dan hotel Sektor 7 : Pengangkutan dan komunikasi Sektor 8 : Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Sektor 9 : Jasa-jasa
Kawasan-kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor 9 3,603.19 3,426.24 1,388.70 2,004.92 2,342.56 1,410.42 1,926.55 5,244.30 1,713.79 958.13 7,195.68 1,411.28 1,356.50 964.21 874.74 3,699.74 4,976.81 2,039.98 2,595.10 4,729.75 4,802.69
102
7.2.2. Proportional Shift
Nilai proportional shift pada masa pelaksanaan agropolitan periode 20032006 dapat dilihat pada Tabel 17. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa petumbuhan sektor pertanian pada tujuh kawasan agropolitan masih memiliki laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan laju petumbuhan rata-rata perekonomian Kabupaten Magelang. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan ekonomi secara agregat di Kabupaten Magelang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian di Kabupaten Magelang. Nilai
proportional shift yang negatif lebih besar daripada sebelum pelaksanaan konsep agropolitan dikarenakan proporsi PDRB yang lebih besar dibandingkan sebelum pelaksanaan konsep agropolitan. Secara total, pada masa pelaksanaan agropolitan periode 2002-2006 yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi sektoril lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi total adalah sektor pertambangan dan penggalian; sektor jasa-jasa dan sektor keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan. Pertumbuhan ekonomi sektoril untuk sektor lainnya lebih kecil daripada laju pertumbuhan ekonomi total. Untuk itu, pada masa pelaksanaan agropolitan periode tersebut, nilai
proportional shift untuk sektor pertanian dan lainnya pada tujuh kawasan agropolitan mengalami penurunan dibandingkan pada masa sebelum pelaksanaan agropolitan. Meskipun sektor-sektor tersebut mengalami peningkatan jumlah PDRB, tetapi laju pertumbuhan ekonomi total di Kabupaten Magelang mengalami pertumbuhan yang lebih cepat.
103 Tabel 17. Nilai Proportional Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah Kecamatan/Sektor Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Mungkid Muntilan Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabak Ngablak
Sektor 1 -3,012.06 -4,130.83 -2,324.09 -2,877.81 -10,116.10 -2,755.51 -3,464.79 -2,875.28 -3,958.44 -1,729.22 -2,569.50 -1,406.34 -6,035.55 -5,931.00 -2,385.60 -4,735.62 -3,367.09 -2,546.30 -3,588.61 -3,461.46 -4,806.22
Sektor 2 46.90 625.11 105.46 288.10 1,913.71 49.33 577.33 132.17 22.05 0.00 0.00 60.53 19.62 14.72 105.26 389.40 281.74 1.64 4.49 41.42 168.23
Sektor 3 3.96 3.67 7.68 20.29 12.15 0.37 15.11 8.76 14.95 15.63 263.51 80.74 14.18 8.96 24.52 3.49 30.60 8.09 7.33 24.12 4.91
Sektor 4 41.36 25.28 13.08 19.51 18.01 19.15 85.85 57.70 21.77 25.92 215.18 165.84 16.80 16.91 26.94 16.77 165.04 24.80 18.15 42.67 15.07
Sektor 5 741.52 758.29 864.21 552.45 1,354.98 720.70 932.85 3,113.70 384.93 547.43 1,916.89 581.01 695.26 2,514.02 691.10 585.71 1,621.19 1,592.72 664.03 1,285.26 857.17
Sektor 6 135.68 333.62 77.46 300.02 336.17 71.95 359.60 187.13 147.64 75.46 786.47 217.40 182.54 168.77 113.14 138.27 351.15 80.92 105.85 180.52 136.52
Sektor 7 137.82 173.94 15.50 132.09 56.93 64.11 302.31 962.32 35.86 116.47 478.66 41.54 32.88 35.57 91.03 30.10 221.54 44.96 92.74 146.45 39.93
Sektor 8 212.18 199.09 150.66 166.80 152.81 157.60 244.68 343.87 197.53 165.07 323.71 161.68 328.27 170.07 266.37 148.76 267.40 148.12 174.73 286.58 167.82
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2001, 2006. Diolah. Keterangan : Sektor 1 : Pertanian Sektor 2 : Pertambangan dan penggalian Sektor 3 : Industri pengolahan Sektor 4 : Listrik, gas dan air minum
Sektor 5 : Bangunan / konstruksi Sektor 6 : Perdagangan, restoran dan hotel Sektor 7 : Pengangkutan dan komunikasi Sektor 8 : Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Sektor 9 : Jasa-jasa
Kawasan-kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor 9 3,860.56 3,670.98 1,487.89 2,148.13 2,509.88 1,511.16 2,064.16 5,618.90 1,836.20 1,026.56 7,709.66 1,512.08 1,453.40 1,033.08 937.22 3,964.01 5,332.30 2,185.69 2,780.46 5,067.59 5,145.74
104
7.2.3. Differential Shift
Nilai differential shift pada masa pelaksanaan agropolitan dapat dilihat pada Tabel 18. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa pada ketujuh kawasan agropolitan, daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan sektor pertanian di kawasan lain hanya dimiliki oleh empat kawasan yaitu Kecamatan Sawangan, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Grabak. Nilai differential shift sektor pertanian yang lebih kecil dibandingkan sebelum pelaksanaan agropolitan kecuali untuk kawasan Ngablak adalah karena pertambahan laju pertumbuhan sektor pertanian di setiap kawasan lebih kecil daripada pertambahan laju pertumbuhan aktivitas ekonomi pertanian di kawasankawasan lain. Hal ini dimungkinkan karena pertumbuhan sektor pertanian yang pesat pada kawasn-kawasan non agropolitan. Sama halnya dengan sektor industri pengolahan pada tujuh kawasan agropolitan, nilai differential shift tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelum pelaksanaan agropolitan. Meskipun pertumbuhan ekonomi untuk sektor tersebut meningkat, tetapi kawasan-kawasan lain memiliki pertambahan laju pertumbuhan ekonomi sektoril yang lebih besar dibandingkan ketujuh kawasan agropolitan. Hal tersebut mengakibatkan nilai differential shift yang
lebih
kecil
dibandingkan
sebelum
pelaksanaan
agropolitan.
105 Tabel 18. Nilai Differential Shift Per Kecamatan Kabupaten Magelang pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah Kecamatan/Sektor Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Mungkid Muntilan Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabak Ngablak
Sektor 1 -1,794.82 -5,245.01 -1,059.55 762.69 -1,531.97 -451.90 2,997.81 1,200.31 380.82 1,102.60 1,625.83 -266.62 312.22 -2,072.54 3,013.83 -4,950.67 -3,725.80 -1,971.33 -2,105.82 3,096.75 7,962.81
Sektor 2 -34.56 161.07 -85.14 4.25 -134.57 -16.90 -259.94 19.65 -7.11 0.00 0.00 14.35 21.71 10.04 79.18 105.14 113.63 0.48 -0.37 26.21 172.75
Sektor 3 -554.14 14.50 26.29 57.80 45.62 1.47 30.35 24.64 57.14 61.80 -158.42 -33.99 284.84 13.09 96.97 11.18 13.21 25.90 28.94 95.34 18.02
Sektor 4 -39.64 -1.82 15.83 13.54 21.82 23.21 44.99 -99.95 -17.04 -13.06 -126.74 192.53 11.55 18.30 8.30 20.31 -64.19 -39.93 10.40 -33.35 18.28
Sektor 5 -639.78 437.62 136.96 29.88 2,446.33 -574.81 -719.43 552.26 -374.26 254.81 -2,447.17 -219.96 1,091.99 -2,372.58 34.84 87.04 674.88 -1,294.44 273.45 -358.09 2,839.02
Sektor 6 -553.73 -454.36 -473.29 902.34 -1,100.82 -454.81 1,537.64 432.27 -272.75 91.46 2,391.54 304.57 -654.82 -1,174.18 493.29 -1,507.98 34.32 -700.87 -873.30 553.75 1,098.82
Sektor 7 0.05 43.73 -2.53 -73.06 -42.01 -7.54 190.80 -809.29 -13.50 -268.06 -120.82 55.87 -5.81 56.55 -51.06 22.97 605.80 -61.27 -171.82 14.86 16.77
Sektor 8 -103.89 8.16 12.36 -108.55 -72.93 -97.43 19.23 71.00 -121.52 -90.39 -88.87 -6.62 135.82 -59.42 226.59 -44.19 98.89 -23.95 -2.78 256.54 11.13
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2001, 2006. Diolah. Keterangan : Sektor 1 : Pertanian Sektor 2 : Pertambangan dan penggalian Sektor 3 : Industri pengolahan Sektor 4 : Listrik, gas dan air minum
Sektor 5 : Bangunan / konstruksi Sektor 6 : Perdagangan, restoran dan hotel Sektor 7 : Pengangkutan dan komunikasi Sektor 8 : Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Sektor 9 : Jasa-jasa
Kawasan-kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor 9 -405.11 2,137.02 -157.42 788.96 -4.51 -246.58 796.35 2,023.74 53.35 50.14 -1,965.70 -97.20 64.04 -18.96 401.30 -926.42 123.64 -466.15 -388.61 109.23 -951.51
106
7.1.4. Shift Share Analysis
Nilai shift share analysis pada saat pelakanaan agropolitan dapat dilihat pada Tabel 19. Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa
setelah pelaksanaan
agropolitan, kawasan yang memiliki peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk sektor pertanian adalah Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Pakis, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Ngablak. Nilai shift share analysis untuk kawasan Candimulyo, Kawasan Ngablak dan kawasan Grabak mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga kawasan tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk sektor pertanian. Untuk kawasan agropolitan lainnya mengalami penurunan petumbuhan ekonomi khususnya sektor pertanian. Meskipun sektor pertanian masih merupakan penyumbang PDRB terbesar di masing-masing kawasan tetapi sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang menurun untuk keempat kawasan tersebut. Hal ini dimungkinkan Karena keterbatasan modal petani untuk memperluas usahatani dan keterbatasan kemampuan petani dalam mengatasi gangguan
tanaman
yang
diakibatkan
oleh
pergantian
musim.
107 Tabel 19. Nilai Shift Share Analysis Per Kecamatan Kabupaten Magelang pada Masa Pelaksanaan Agropolitan (2003-2006) Dalam Jutaan Rupiah Kecamatan/Sektor Salaman Borobudur Ngluwar Salam Srumbung Dukun Mungkid Muntilan Sawangan Candimulyo Mertoyudan Tempuran Kajoran Kaliangkrik Bandongan Windusari Secang Tegalrejo Pakis Grabak Ngablak
Sektor 1 464.23 -2,146.89 683.52 2,921.05 6,055.11 1,614.73 5,596.40 3,356.77 3,349.65 2,399.51 3,552.95 788.14 4,838.88 2,375.71 4,803.03 -1,398.96 -1,200.48 -61.60 585.63 5,692.85 11,567.47
Sektor 2 106.15 2,036.39 231.25 868.55 5,606.56 131.08 1,472.05 416.16 59.04 0.00 0.00 195.95 80.58 54.20 394.95 1,273.35 958.84 5.40 13.11 150.48 677.45
Sektor 3 3.96 531.62 1,108.89 2,918.15 1,758.33 53.51 2,161.43 1,259.85 2,164.98 2,266.23 36,996.29 11,349.74 2,284.15 1,276.25 3,554.85 503.82 4,327.48 1,166.45 1,061.89 3,495.98 710.00
Sektor 4 84.44 74.01 55.06 72.07 75.86 80.67 302.53 73.15 48.26 64.71 518.79 690.05 61.94 69.04 89.13 70.62 430.94 34.46 64.86 94.66 63.49
Sektor 5 1,139.86 2,257.52 2,211.07 1,355.76 5,698.29 1,154.87 1,519.42 8,025.14 549.56 1,568.63 2,153.36 1,174.46 2,760.62 3,661.07 1,693.48 1,492.75 4,565.73 2,528.09 1,867.12 2,726.54 4,896.22
Sektor 6 1,481.49 4,549.96 688.63 5,402.63 3,941.72 624.51 6,931.71 3,239.21 1,941.84 1,223.41 14,188.61 3,565.58 2,083.29 1,357.36 2,190.40 566.08 5,301.51 512.87 714.42 3,261.55 3,146.64
Sektor 7 1,102.61 1,435.24 121.46 983.68 413.44 505.37 2,609.30 6,889.28 273.34 663.70 3,708.47 388.16 257.22 341.12 677.14 263.78 2,378.11 298.41 570.13 1,186.43 336.25
Sektor 8 702.38 764.70 584.87 525.27 507.73 501.47 949.01 1,377.70 629.10 536.86 1,141.24 607.76 1,383.24 586.86 1,238.79 521.10 1,115.01 538.92 661.20 1,345.54 648.86
Sumber : BPS Kabupaten Magelang 2001, 2006. Diolah. Keterangan : Sektor 1 : Pertanian Sektor 2 : Pertambangan dan penggalian Sektor 3 : Industri pengolahan Sektor 4 : Listrik, gas dan air minum
Sektor 5 : Bangunan / konstruksi Sektor 6 : Perdagangan, restoran dan hotel Sektor 7 : Pengangkutan dan komunikasi Sektor 8 : Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Sektor 9 : Jasa-jasa
Kawasan-kawasan agropolitan di Kabupaten Magelang
Sektor 9 7,058.65 9,234.24 2,719.17 4,942.02 4,847.93 2,675.00 4,787.05 12,886.94 3,603.34 2,034.83 12,939.64 2,826.16 2,873.94 1,978.33 2,213.25 6,737.32 10,432.75 3,759.51 4,986.95 9,906.57 8,996.93
108
BAB VIII. KETERSEDIAAN FASILITAS PUBLIK SETELAH PELAKSANAAN AGROPOLITAN DI TUJUH KAWASAN AGROPOLITAN
Salah satu tujuan diberlakukannya agropolitan di Kabupaten Magelang adalah dalam rangka peningkatan kemandirian daerah sehingga dapat mengurangi keterkaitan negatif antara perdesaan dengan wilayah pusat pertumbuhan. Peningkatan kemandirian wilayah perdesaan tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan cara meningkatkan
fasilitas pelayanan publik di kawasan
perdesaan. Dalam menentukan hirarki ketersediaan fasilitas-fasilitas dapat dilihat dengan metode skalogram. Hasil analisis menunjukkan bahwa kecamatan dengan penduduk yang banyak mempunyai fasilitas pelayanan publik yang relatif lebih lengkap. Hasil analisis skalogram pada Tabel 20 dan Tabel 21 dapat dilihat bahwa pada saat sebelum pelaksanaan agropolitan kecamatan Dukun menduduki peringkat ke-16, Kecamatan Sawangan peringkat ke-14, Kecamatan Candimulyo peringkat ke-17, Kecamatan Tegalrejo peringkat ke-10, Kecamatan Pakis peringkat ke-18, Kecamatan Grabak peringkat ke-4 dan Kecamatan Ngablak peringkat ke-21. Pada tujuh kawasan agropolitan, fasilitas industri sedang dengan jumlah terbesar adalah di Kecamatan Tegalrejo. Hal ini dikarenakan Kecamatan Tegalrejo merupakan sentra industri olahan makanan. Berdasarkan Tabel 20 dan Tabel 21 diketahui bahwa sebagian besar prasarana publik yang ada adalah sarana kesehatan seperti Puskesmas dan dokter; prasarana pendidikan; dan prasarana ekonomi seperti pasar umum. Penyebaran fasilitas-fasilitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 20 dan Tabel 21. Tingkat penyebaran tertinggi adalah fasilitas pendidikan seperti SD, kemudian diikuti
109
fasilitas tenaga kesehatan seperti bidan atau perawat lainnya. Namun, sarana kesehatan seperti Rumah Sakit Uum (RSU) memiliki tingkat penyebaran yang sangat rendah. Keberadaan RSU hanya terdapat pada wilayah-wilayah pusat pertumbuhan. Pada masa dilaksanakannya agropolitan, tujuh kawasan agropolitan mengalami kenaikan peringkat. Kecamatan Dukun menduduki peringkat ke-15, Kecamatan Sawangan peringkat ke-13, Kecamatan Candimulyo peringkat ke-17, Kecamatan Tegalrejo peringkat ke-7, Kecamatan Pakis peringkat ke-14, Kecamatan Grabak peringkat ke-3 dan Kecamatan Ngablak peringkat ke 20. Kecamatan Candimulyo menduduki peringkat yang sama dengan sebelum pelaksanaan agropolitan. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilaksanakannya agropolitan ketersediaan fasilitas-fasilitas publik mengalami peningkatan. Ketersediaan prasarana seperti industri sedang dan inidustri besar juga meningkat pada saat pelaksanaan agropolitan. Pelaksanaan agropolitan telah memberikan indikasi positif terhadap ketersediaan prasarana publik terutama fasilitas industri di tujuh kawasan agropolitan. Agropolitan di Kabupaten Magelang dilandaskan pada tiga sektor unggulan, salah satunya adalah agroindustri. Dengan peningkatan fasilitas agroindustri diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas agroindustri di tujuh kawasan agropolitan dan mempercepat keberhasilan pelaksanaan agropolitan di Kabupaten Magelang. Kawasan agropolitan yang mempunyai fasilitas terbaik adalah Kecamatan Grabak dan Kecamatan Tegalrejo. Hal ini dikarenakan banyaknya jumlah industri yang ada pada kawasan tersebut. Selain itu, kedua kawasan tersebut berada di
110
daerah dekat dengan pusat pertumbuhan sehingga ketersediaan fasilitas publik relatif baik. Urutan ketersediaan fasilitas publik sebelum pelaksanaan agropolitan tidak banyak mengalami perubahan pada periode pelaksanaan agropolitan. Sebelum pelaksanaan agropolitan, urutan ketersediaan fasilitas pada tujuh kawasan adalah Grabak, Tegalrejo, Sawangan, Dukun, Candimulyo, Pakis dan Ngablak.
Setelah
pelaksanaan
agropolitan,
semua
kawasan
mengalami
peningkatan peringkat dengan urutan Grabak, Tegalrejo, Sawangan, Pakis, Dukun, Candimulyo dan Ngablak. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan agropolitan berpengaruh secara signifikan terhadap ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan. Peningkatan fasilitas yang terlihat jelas adalah peningkatan fasilitas industri dan pengangkutan seperti terminal. Peningkatan fasilitas industri sangat berpangaruh pada pelaksanaan agropolian karena agropolitan di Kabupaten Magelang didasarkan pada sistem agroindustri, agribisnis dan agrowisata. Peningkatan jumlah terminal di kawasan agropolitan juga akan mempermudah mobilitas sumberdaya pelaku ataupun barang pada kawasan agropolitan sehingga mendukung pelaksanaan agropolitan di kawasan-kawasan tersebut. .
111
Tabel 20. Penyebaran Fasilitas Pelayanan Publik Periode Sebelum Agropolitan (Tahun 2000) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jumlah PU IS IB Penduduk Salaman 61,799 2 6 1 Borobudur 51,610 2 20 1 Ngluwar 28,298 2 2 1 Salam 41,352 2 3 1 Srumbung 40,962 1 1 0 Dukun 40,461 1 4 0 Muntilan 71,146 2 11 3 Mungkid 63,461 1 6 1 Sawangan 50,196 1 4 0 Candimulyo 41,665 1 2 2 Mertoyudan 92,314 1 8 0 Tempuran 42,598 1 3 3 Kajoran 50,987 1 2 0 Kaliangkrik 51,254 1 5 0 Bandongan 51,535 1 3 0 Windusari 42,642 1 4 0 Secang 65,670 1 9 1 Tegalrejo 47,546 1 12 2 Pakis 51,549 1 9 0 Grabak 75,461 2 5 0 Ngablak 38,407 1 2 0 Jumlah Tipe Fasilitas 21 21 10 Jumlah Unit Fasilitas 27 121 16 Penyebaran (%) 100 100 48 Peringkat 10 5 14 Kecamatan
PK RSU Pustu RSS RAP Dokter BP TK SD SMP SMA SMK MD PP Terminal JTF JUF Peringkat 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 2 1 1 0 2 0 1 0 3 0 1 0 2 0 1 0 1 0 1 0 2 0 1 0 1 0 2 0 1 0 21 1 29 1 100 4.76 9 18
4 0 0 3 1 0 3 0 0 3 1 0 3 0 0 3 1 0 2 1 0 2 0 0 3 0 0 3 0 0 3 1 1 3 0 0 4 0 0 3 0 0 3 1 0 4 0 0 4 1 0 2 0 0 3 0 0 3 0 0 3 0 0 21 7 1 64 7 1 100 33.3 4.76 8 15 17
8 39 17 40 3 26 12 39 3 16 9 26 5 21 18 29 4 23 20 34 2 18 15 37 8 33 35 47 4 22 23 38 7 21 11 38 3 17 18 31 6 24 36 55 4 19 9 28 6 39 4 36 3 22 2 30 3 17 5 33 1 21 7 26 6 33 11 36 3 20 18 29 2 22 8 40 6 49 12 43 3 19 5 32 21 21 21 21 90 521 295 747 100 100 100 100 7 2 4 1
10 2 2 8 1 3 4 2 1 6 2 5 7 1 0 5 2 0 11 6 6 5 1 2 6 1 1 4 2 0 10 4 0 5 0 2 4 0 0 3 1 0 5 2 0 1 0 0 7 3 2 3 0 0 3 1 0 6 3 1 3 0 0 21 16 10 116 34 25 100 76.19 47.6 6 12 13
25 9 18 3 14 3 23 3 19 4 11 1 23 5 27 4 11 0 15 1 23 6 16 15 39 3 27 5 24 10 21 8 32 10 20 10 10 1 30 5 11 1 21 20 439 107 100 95 3 11
1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 5 5 23.81 16
15 16 14 15 12 13 17 14 12 13 14 13 11 12 13 11 16 12 12 14 11
Sumber :BPS Kabupaten Magelang, 2000. Diolah. Keterangan : PU : Pasar Umum IS : Industri Sedang IB : Industri Besar PK : Puskesmas
RSU Pustu RSS RAP
: Rumah Sakit Umum : Puskesma Pembantu : Rumah Sakit Swasta : Rumah Sakit ABRI atau Pegawai Negeri
BP MD PP JTF JUF
: Bidan atau Perawat lainnya : Madrasah : Pondok Pesantren : Jumlah Tipe Fasilitas : Jumlah Unit Fasilitas
168 142 87 123 118 101 197 137 106 100 181 109 140 103 108 95 159 121 101 168 81
3 6 20 9 11 16 1 7 14 17 2 12 8 15 13 19 5 10 18 4 21
112
Tabel 21. Penyebaran Fasilitas Pelayanan Publik pada Saat Agropolitan (Tahun 2006) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kecamatan
Jumlah PU IS IB PK RSU Pustu RSS RAP Dokter BP TK SD SMP SMA SMK MD PP Terminal JTF JUF Peringkat Penduduk
Salaman 67,678 Borobudur 55,163 Ngluwar 29,109 Salam 44,011 Srumbung 44,247 Dukun 42,598 Muntilan 72,420 Mungkid 66,210 Sawangan 55,167 Candimulyo 46,625 Mertoyudan 94,136 Tempuran 45,911 Kajoran 54,542 Kaliangkrik 55,131 Bandongan 55,266 Windusari 49,104 Secang 72,250 Tegalrejo 51,157 Pakis 54,844 Grabak 83,949 Ngablak 40,349 Jumlah Tipe Fasilitas Jumlah Unit Fasilitas Penyebaran (%) Peringkat
3
8
1
2
0
4
1
0
10
42
19
38
10
2
2
27
17
1
16
187
2
3
25
3
1
0
3
1
0
4
26
15
35
8
1
3
21
6
1
15
156
5
2
4
1
1
0
3
0
0
6
17
13
19
4
2
1
15
2
0
14
90
21
2
6
1
1
0
3
1
0
5
21
19
20
6
1
4
18
7
0
15
115
12
1
4
0
1
0
3
0
0
4
23
28
29
5
1
0
19
3
0
12
121
10
2
9
0
1
0
3
1
0
2
21
15
31
6
2
0
12
3
0
13
108
15
2
15
4
2
1
2
1
0
9
33
46
40
10
6
7
23
7
1
17
209
1
1
6
1
1
1
2
0
0
4
22
17
32
7
1
1
27
5
0
15
128
9
2
10
0
2
0
3
0
0
7
21
13
30
6
1
0
12
3
0
12
110
13 17
1
4
2
1
0
3
0
0
3
19
21
28
4
2
0
16
2
0
13
106
1
8
0
3
0
3
1
1
6
24
33
55
9
4
3
22
6
0
15
179
4
1
3
3
1
0
3
0
0
5
19
14
23
6
0
1
14
12
0
13
105
18
1
2
0
2
0
4
0
0
7
39
6
29
4
0
0
33
3
0
11
130
8
1
5
0
1
0
3
0
0
3
22
12
26
3
1
1
34
6
0
13
118
11
1
5
0
1
0
3
1
0
3
17
8
28
5
2
1
24
8
0
14
107
16
1
4
0
1
0
4
0
0
3
22
12
23
2
0
0
23
9
0
11
104
19
1
10
1
2
0
4
1
0
6
33
14
25
5
3
2
32
8
1
16
148
6
2
20
3
1
0
2
0
0
4
25
21
27
3
0
1
22
10
1
14
142
7
1
11
0
1
0
3
0
0
4
26
12
31
4
1
0
15
0
0
11
109
14
3
6
1
2
0
3
0
0
7
49
16
38
6
3
1
38
8
1
15
182
3
2
3
0
1
0
3
0
0
6
32
12
23
3
0
0
10
2
0
11
97
20
21
21 11
21
2
21
8
1
21
21
21
21
21
16
13
21
20
6
42
50 13
85
10
22
116
554
387
651
137
54
49
473
140
27
306
2757
100 100 52 100
10
100
38
5
100
100
100
100
100
76
62
100
95
29
17
8
16
18
7
2
4
1
6
12
13
3
11
15
9
5 14
10
Sumber :BPS Kabupaten Magelang, 2006. Diolah Keterangan : PU : Pasar Umum IS : Industri Sedang IB : Industri Besar PK : Puskesmas
RSU Pustu RSS RAP
: Rumah Sakit Umum : Puskesma Pembantu : Rumah Sakit Swasta : Rumah Sakit ABRI atau Pegawai Negeri
BP : Bidan atau Perawat lainnya MD : Madrasah PP : Pondok Pesantren JTF : Jumlah Tipe Fasilitas JUF : Jumlah Unit Fasilitas
113
BAB IX. STRATEGI PRIORITAS PENGEMBANGAN AGROPOLITAN DI KAWASAN AGROPOLITAN BOROBUDUR
Bab ini menjelaskan dua hal yang penting yaitu strategi dalam pengembangan agropolitan kawasan Borobudur dan substrategi atau strategi kegiatan dalam pencapaian tujuan kebijakan. Metode yang digunakan dalam bab ini yaitu kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan yaitu metode AHP. Metode ini diharapkan mampu menangkap persepsi atau pendapat dari responden mengenai strategi prioritas pengembangan agropolitan kawasan Borobudur. Hasil pendapat gabungan yang telah diolah memiliki nilai Inconsistency
Ratio (IR) sebesar 0.02. Nilai ini merupakan nilai gabungan dari 9 responden yang masing-masing mempunyai nilai Inconsistency Ratio (IR) kurang dari 0.1. Artinya, para responden termasuk konsisten dalam memberikan nilai pembobotan dengan tingkat penyimpangan kecil. 8.1. Pengolahan Horisontal 8.1.1. Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan Kawasan Borobudur
Strategi prioritas pengembangan agropolitan kawasan Borobudur yang menjadi fokus penelitian ada tiga, yaitu strategi pembangunan prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata, pengembangan sumberdaya pelaku agribisnisagrowisata dan pengembangan agribisnis. Alasan pemilihan strategi tersebut didasarkan atas kondisi aktual di wilayah lokasi penelitian dan keinginan untuk memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang mengenai strategi prioritas pengembangan agropolitan kawasan Borobudur.
114
Hasil pendapat gabungan yang telah dilakukan terhadap 9 responden menunjukkan bahwa strategi yang lebih diutamakan terhadap pengembangan agropolitan kawasan Borobudur adalah pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata dengan bobot 0.500. Berdasarkan hasil wawancara, sebagai awal dari berjalannya sebuah program yang terpenting adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia pelakunya. Hal ini disesuaikan juga dengan pengalaman pengembangan program agropolitan kawasan Merapi-Merbabu bahwa kendala yang sering dihadapi adalah pengembangan sumberdaya manusia pelakunya. Strategi kedua yang menjadi pilihan responden adalah strategi pembangunan
prasarana
fisik
pendukung
agribisnis-agrowisata
dan
pengembangan agribisnis dengan bobot yang sama yaitu sebesar 0.250. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan prasarana fisik pendukung agribisnisagrowisata sama pentingnya dengan pengembangan agribisnis yang harus dilakukan setelah pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis dan agrowisata. Setelah kemampuan sumberdaya manusia pelaku berkembang, pelaksanaan konsep agropolitan harus didukung dengan prasarana dan pengembangan agribisnis yang matang. Pengembangan agribisnis yang dimaksudkan adalah pengembangan produk-produk pilihan untuk diolah dan dikembangkan sesuai dengan subsistem-subsistem dalam agribisnis.
115
0.250
I II
0.500
1
0.250
III 0.000
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
Gambar 3. Nilai Bobot Strategi Pengembangan Agropolitan di Kabupaten Magelang Keterangan : I : Pembangunan prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata II : Pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata III : Pengembangan agribisnis
8.1.2. Substrategi Prioritas Pengembangan Agropolitan Kawasan Borobudur
Substrategi yang menjadi prioritas secara berurutan dalam strategi pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata adalah pelatihan bisnis dengan bobot 0.800 dan yang kedua pelatihan pemandu wisata dengan bobot 0.200. Pelatihan bisnis merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk mengembangkan agropolitan di Kabupaten Magelang yang berkaitan dengan pengembangan sumberdaya manusia pelaku. Dengan berkembangnya kemampuan masyarakat dalam usaha bisnis diharapkan dapat meningkatkan nilai jual serta kesejahteraan masyarakat. Pelatihan pemandu wisata juga penting dilakukan karena melihat potensi agrowisata maupun wisata budaya dan wisata olahraga di kawasan agropolitan Borobudur.
116
I
0.200 0.800
H
0.000
Gambar
4.
0.100
0.200
0.300
0.400
0.500
0.600
0.700
Nilai Bobot Substrategi pada Strategi Sumberdaya Pelaku Agribisnis-Agrowisata
0.800
Pengembangan
Keterangan : H : Pelatihan bisnis I : Pelatihan pemandu agrowisata
Dalam pembangunan prasarana fisik pendukung agribisnis agrowisata yang lebih penting dilakukan adalah pembangunan jalan poros desa dengan bobot 0.213. Pembangunan jalan poros desa sangat penting dilakukan guna memperlancar proses pemasaran dan pengadaan input produksi pertanian bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Substrategi kedua yang perlu dilakukan adalah pembangunan jalan usahatani di sentra produksi dengan bobot 0.191. Dengan pembangunan dan perbaikan jalan usahatani, akan mempermudah petani dalam pemasaran produk dan pengadaan sarana pertanian. Substrategi ketiga yang perlu dilakukan adalah pembangunan sub terminal agribisnis-agrowisata dengan bobot 0.167. Pembangunan sub terminal
agribisnis-agrowisata
diharapkan
dapat
memperluas
jangkauan
pemasaran bagi petani dan menghilangkan ketergantungan petani untuk menjual produknya kepada tengkulak. Substrategi keempat yang perlu dikembangkan adalah irigasi dengan bobot 0.162. Dengan dibangunnya irigasi diharapkan dapat mengatasi permasalahan distribusi air dan meningkatkan produktivitas pertanian. Substrategi yang kelima adalah pasar ikan Gapoktan di kota tani dengan bobot 0.140. Pasar ikan Gapoktan yang ada terbukti sangat membantu petani ikan dalam
117
penyediaan bibit dan penjualan hasil panen ikan. Penambahan pasar ikan Gapoktan diharapkan dapat meningkatkan nilai jual ikan dan menyediakan informasi mengenai perlakuan usahatani ikan serta pemasaran ikan. Substrategi yang keenam yaitu sarana wisata kulier ikan, kelinci, kambing, minuman dan sebagainya dengan bobot 0.76. Pengembangan sarana kuliner di kawasan agrowisata diharapkan dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung kembali dan merasa nyaman berkunjung pada obyek-obyek wisata tersebut. Substrategi yang terakhir adalah trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo dan Kali Tangsi dengan bobot 0.050. Peningkatan fasilitas wisata olahraga air tersebut diharapkan dapat memperbanyak jumlah pengunjung dan mendukung proses promosi kepariwisataan Kabupaten Magelang.
G F E D C B A
0.140 0.076 0.050 0.162 0.191 0.21 0.167
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Gambar 5. Nilai Bobot Prioritas Substrategi pada Strategi Pembangunan Prasarana Fisik Pendukung Agribisnis-Agrowisata Keterangan : A : Sub terminal agribisnis-agrowisata di kota tani utama Borobudur B : Jalan poros desa (kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasan agroindustri) C : Jalan usahatani di sentra produksi D : Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan) E : Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo, Kali Tangsi F : Sarana wisata kuliner (ikan, kelinci, kambing, minuman, dan sebagainya) G : Pasar ikan Gapoktan di kota tani
Strategi prioritas kedua lainnya adalah strategi pengembangan agribisnis. Substrategi prioritas utama pada strategi ini yang harus dikembangkan adalah pengembangan industri wisata di desa wisata dengan bobot 0.264. Dengan peningkatan industri wisata di desa wisata diharapkan dapat menambah
118
ketertarikan wisatawan terhadap obyek wisata yang ada pada kawasan tersebut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Substrategi prioritas yang kedua adalah usahatani ternak kecil dan agroindustri dengan bobot yang sama sebesar 0.197. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua substrategi tersebut sama pentingnya yang harus dilakukan secara bersamaan. Dengan peningkatan usahatani ternak dan agroindustri itu berarti memanfaatkan potensi lokal yang ada untuk peningkatan perekonomian wilayah. Substrategi ketiga yang harus dilakukan adalah usahatani buah dan usahatani ikan dengan bobot yang sama sebesar 0.171. Usahatani buah dan ikan yang memiliki potensi untuk berkembang tetapi belum ada perlakuan yang optimal sehingga usahatani buah dan ikan hanya sebatas skala kecil. Untuk itu perlu pengembangan usahatani tersebut sehingga bernilai jual yang lebih tinggi.
0.264
N M L K J
0.197 0.197 0.171 0.171 0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
Gambar 6. Nilai Bobot Prioritas Substrategi pada Strategi Pengembangan Agribisnis Keterangan : J : Usahatani buah (pepaya, kelengkeng, melon, rambutan, semangka) K : Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias) L : Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung, kelinci) M : Agroindustri (pangan berupa makanan, minuman dan cinderamata berbahan baku produk pertanian) N : Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner)
119
Pemilihan strategi pengembangan agropolitan di kawasan agropolitan Borobudur
Pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata 0,500
Membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata 0,250
Pengembangan agribisnis 0,250
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
0,167
0,213
0,191
0,162
0,050
0,076
0,140
0,800
0.200
0,171
0,171
0,197
0,197
0,264
Keterangan : A : Sub terminal agribisnis-agrowisata di Kota Tani Utama Borobudur B C D E F G H I J K L M N
: Jalan poros desa (kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasan agroindustri) : Jalan usahatani di sentra produksi : Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan) : Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo, Kali Tangsi : Sarana wisata kuliner (ikan, kelinci, kambing, minuman, dan sebagainya) : Pasar ikan Gapoktan di kota tani : Pelatihan bisnis : Pelatihan pemandu agrowisata : Usahatani buah (pepaya, kelengkeng, melon, rambutan, semangka) : Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias) : Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung, kelinci) : Agroindustri (pangan berupa makanan, minuman dan cinderamata berbahan baku produk pertanian) : Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner)
Gambar 7. Hasil Pengolahan Horisontal Pendapat Gabungan
120
8.2. Pengolahan Vertikal
Hasil pengolahan vertikal oleh responden menunjukkan hasil bahwa prioritas setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. Prioritas strategi pengembangan agropolitan Borobudur sama dengan pengolahan horisontal karena hirarki tersebut tepat berada di bawah level tujuan. Hasil pengolahan terhadap strategi prioritas pengembangan konsep agropolitan Borobudur menunjukkan bahwa substrategi yang paling utama harus dilakukan adalah pelatihan bisnis dengan bobot 0.182. Substrategi kedua yang harus dilakukan adalah pembangunan jalan poros desa dan pengembangan industri wisata di desa wisata dengan bobot yang sama sebesar 0.091. Substrategi prioritas yang keempat adalah pembangunan jalan usahatani di sentra produksi dengan bobot 0.082. Substrategi prioritas yang kelima adalah pembangunan sub terminal agribisnis dengan bobot 0.071. Substrategi prioritas keenam adalah irigasi dengan bobot 0.069. Substrategi prioritas yang ketujuh adalah usahatani ternak kecil dan agroindustri dengan bobot 0.068. Substrategi prioritas yang kedelapan adalah pasar ikan Gapoktan di kota tani dengan bobot 0.060. Substrategi prioritas yang kesembilan adalah usahatani buah dan usahatani ikan dengan bobot yang sama sebesar 0.059. Prioritas substrategi yang kesepuluh adalah pelatihan pemandu wisata dengan bobot 0.046. Prioritas substrategi yang kesebelas adalah sarana wisata kuliner dengan bobot 0.033. Substrategi prioritas yang terakhir adalah trek wisata air arung jeram dengan bobot 0.021.
121
Gambar 8. Substrategi Prioritas Pengolahan Vertikal Pengembangan Konsep Agropolitan Kawasan Borobudur 0.021
E F I K J G M 1 L D A C N B H 0.000
0.033 0.046 0.059 0.059 0.06 0.068 0.068 0.069 0.071 0.082 0.091 0.091 0.182 0.020
0.040
0.060
0.080
0.100
0.120
0.140
0.160
0.180
0.200
Keterangan : A : Sub terminal agribisnis-agrowisata di Kota Tani Utama Borobudur B : Jalan poros desa (kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasan agroindustri) C : Jalan usahatani di sentra produksi D : Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan) E : Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo, Kali Tangsi F : Sarana wisata kuliner (ikan, kelinci, kambing, minuman, dan sebagainya) G : Pasar ikan Gapoktan di kota tani H : Pelatihan bisnis I : Pelatihan pemandu agrowisata J : Usahatani buah (pepaya, kelengkeng, melon, rambutan, semangka) K : Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias) L : Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung, kelinci) M : Agroindustri (pangan berupa makanan, minuman dan cinderamata berbahan baku produk pertanian) N : Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner)
122
Pemilihan strategi pengembangan agropolitan di kawasan agropolitan Borobudur
1.00
Pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata 0,500
Membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata 0,250
Pengembangan agribisnis 0,250
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
0,071
0.091
0.082
0.096
0,021
0,033
0,060
0,182
0.046
0,059
0,059
0,068
0,068
0,091
Keterangan : A : Sub terminal agribisnis-agrowisata di Kota Tani Utama Borobudur B C D E F G H I J K L M N
: Jalan poros desa (kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasan agroindustri) : Jalan usahatani di sentra produksi : Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan) : Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo, Kali Tangsi : Sarana wisata kuliner (ikan, kelinci, kambing, minuman, dan sebagainya) : Pasar ikan Gapoktan di kota tani : Pelatihan bisnis : Pelatihan pemandu agrowisata : Usahatani buah (pepaya, kelengkeng, melon, rambutan, semangka) : Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias) : Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung, kelinci) : Agroindustri (pangan berupa makanan, minuman dan cinderamata berbahan baku produk pertanian) : Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner)
Rasio Inkonsistensi Keseluruhan = 0,02 Gambar 9. Hasil Pengolahan Vertikal Pendapat Gabungan
123
BAB 1X. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan
Sesuai dengan pelaksanaan konsep agropolitan di Kabupaten Magelang yang berdasarkan pada tiga sektor yaitu sektor agribisnis, agrowisata dan agroindustri harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan uraian dari pembahasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan agropolitan di Kawasan Merapi-Merbabu masih banyak menemui kendala terutama yang berkaitan dengan pengadaan modal, pengadaan teknologi dan sumberdaya pelaku atau petani yang kurang berkembang. 2. Setelah pelaksanaan agropolitan, kawasan yang memiliki peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk sektor pertanian adalah Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Pakis, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Ngablak. 3. Setelah pelaksanaan agropolitan, ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan mengalami peningkatan terutama peningkatan pada fasilitas industri dan pengangkutan. 4. Strategi prioritas pengembangan agropolitan Borobudur yang dipilih oleh responden agrowisata.
adalah
pengembangan
sumberdaya
pelaku
agribisnis
dan
124
9.2. Saran
Adapun saran yang dapat menjadi rekomendasi kebijakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pemerintah seharusnya meningkatkan pemerataan teknologi usahatani dan meningkatkan kualitas sumberdaya petani melalui pelatihan-pelatihan dan meningkatkan jumlah tenaga penyuluh pertanian. 2. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi terutama untuk sektor pertanian dan industri melalui program intensifikasi. Program intensifikasi dapat diwujudkan dengan sosialisasi pengelolaan usahatani dengan teknik-teknik yang lebih efisien serta bantuan pinjaman mandiri kepada kawasan agropolitan. 3. Peningkatan fasilitas publik pada tujuh kawasan agropolitan difokuskan pada fasilitas industri baik industri sedang maupun industri besar dan peningkatan fasilitas
pengangkutan
sehingga
mempermudah proses promosi
dan
pemasaran produk-produk agropolitan. 4. Dalam rangka pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis dan agrowisata di kawasan agropolitan Borobudur, langkah yang perlu dilakukan adalah penambahan jumlah lembaga pelatihan pemandu wisata dan sekolah kejuruan agribisnis di kawasan tersebut. Dengan langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sumberdaya pelaku agribisnis dan agrowisata di kawasan Borobudur.
125
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Daerah. 2002. Masterplan Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu Kabupaten Magelang. Kabupaten Magelang Badan Perencanaan Nasional 2004. ’Kondisi Ekonomi Makro tahun 2004.’ www.bappenas.go.id Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. 2002. Pendapatan Regional Bruto Per Kecamatan Kabupaten Magelang tahun 1999-2002. Kabupaten Magelang __________________________________. 2006. Pendapatan Regional Bruto Per Kecamatan Kabupaten Magelang tahun 2003-2006. Kabupaten Magelang ___________________________________. 2000. Kabupaten Magelang dalam Angka 2000. kabupaten Magelang. ___________________________________. 2006. Kabupaten Magelang dalam Angka 2006. kabupaten Magelang. Badan Pusat Statistik 2003. ’Pendapatan Nasional Indonesia 1999-2002’. Badan Pusat Statistik. Jakarta. __________________ 2003. ’Pentingnya Sektor Pertanian’. www.bps.go.id Budiharsono, Sugeng. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Cetakan Kedua, Pradnya Paramita. Jakarta. Departemen Pertanian 2002. ’Agropolitan’. www.agribisnis.deptan.go.id Direktorat Jendral Penataan Ruang 2007. ’ Kamus Istilah Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah.’ www.pu.go.id/ditjen_ruang Farida, N.A. 2006. Peranan Dampak Sektor Perikanan dan Kelautan Terhadap Pembangunan Wilayah Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah. Skripsi. Departemen Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Firdaus, Muhammad dan Farid M.A. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih untuk Manajemen dan Bisnis. IPB Press. Bogor. Hauser, philip M., Robert W. Gardner., Aprodicio A. Laquin & Salah El-Shakhs,. 1985. Penduduk dan Masa Depan Perkotaan : Studi Kasus di Beberapa Daerah Perkotaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hengky. 2006. Penerapan Konsep Ekowisata untuk Meningkatkan Daya Saing Pariwisata Pesisir di Kabupaten Pandeglang Banten. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
126
Hermawati, Ricca. 2007. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah : Analisis Kasus Propinsi Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. id.wikipedia.org. Agropolitan.2003 _____________. Pertumbuhan ekonomi. 2005 Jiaravanon, Sumet. 2007. Masa Depan Agribisnis Indonesia.Bogor. Koyano, Shogo. 2001. Pengkajian Tentang Urbanisasi di Asia Tenggara. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Mahardini, Anggi. 2006. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Periode Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasaguna. Jakarta. Ohkawa, Kazushi., Bruce F. Johnston & Hiromitsu Kaneda. 1983. Pertumbuhan Ekonomi dan Pertanian Pengalaman Jepang. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang 2006. ’Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2006’. Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang. Magelang. Rachman, Haitan. 2007. ‘Pendalaman Decision Making’ www.WordPress.com Rahmawati, D.R. 2005. Faktor Kesiapan Masyarakat Petani dan Strategi Pengembangan Agropolitan. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Reksohadiprodjo, Sukanto & A.R. Karseno. 1985. Ekonomi Perkotaan. Cetakan kedua. BPFE. Yogyakarta. Rostow, W.W. 1962. Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi. Widyatara. Jakarta.. Rustiadi, et al. 2005. Keterkaitan Desa Kota. Non Publikasi Rustiadi, Ernan.,Setia Hadi & Widhyanto M.A. 2006. Kawasan Agropolitan Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Crestpent Press. Bogor.
127
_____________ & sugimin Pranoto. 2007. Agropolitan : Membangun Ekonomi Perdesaan. Crestpent Press. Bogor. Saaty, Thomas.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Seri Manajemen No 134. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Sahara. Modul Kuliah Mata Kuliah Ekonomi Regional. Non Publikasi. Situs Resmi Pemerintah Daerah Baritokuala. ’Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan’ www.baritokuala.go.id/Info_Agropolitan Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Raja Grafindo Persada. Jakarta. _________, 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta Sunaryadi, Agus. 2005. ’Permukiman Transmigrasi’. Info Ketransmigrasian, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. vol.1, no.3 dalam www.nakertrans.go.id Suryanda, A. ’Analitic Hierarchy Process’ www.damandiri.or.id Wahyuni, Nitta. 2007. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi Tangerang Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2005). Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zulparina, Oktasepta. 2004. Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ogan Komering Ulu Sebelum Otonomi dan Pada Masa Otonomi Daerah. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
128
LAMPIRAN
129 Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PELAKSANAAN KONSEP AGROPOLITAN DI KABUPATEN MAGELANG
Terimakasih atas perhatian dan kerjasama anda menjadi salah satu responden untuk mengisi kuisioner ini. Kuisioner ini merupakan instrumen penelitian dalam rangka penulisan skripsi program sarjana yang dilakukan oleh : Nama : Nur Fajri Rahmawati NRP : A14304071 Program Studi : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas : Pertanian Universitas : Institut Pertanian Bogor Nama Responden
: .........................................................................................
Jabatan
: .........................................................................................
Instansi
: .........................................................................................
I. Petunjuk Pengisian Beri nilai Jika 1 Kriteria/ alternatif A sama pentingnya dengan kriteria/ alternatif B 3 A sedikit lebih penting daripada B 5 A jelas lebih penting daripada B 7 A sangat jelas lebih penting daripada B 9 A mutlak lebih penting daripada B 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Beri nilai 1/1 1/3 1/5 1/7 1/9 1/2,1/4,1/6,1/8
Jika B sama pentingnya dengan A B sedikit lebih penting daripada A B jelas lebih penting daripada A B sangat jelas lebih penting daripada A B mutlak lebih penting daripada A Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
130
II. Perumusan Masalah Pada tahun 2008, pemerintah Kabupaten Magelang mulai menyusun masterplan pelaksanaan gerakan agropolitan fase 2 yaitu Kawasan agropolitan Borobudur (tahun 2008-2028). Rencana strategi pengembangan agropolitan kawasan Borobudur sebagai berikut : 1. Membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata, melalui: a Sub terminal agribisnis-agrowisata di Kota Tani Utama Borobudur. b Jalan poros desa (kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasan agroindustri). c Jalan usahatani di sentra produksi. d Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan). e Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo, Kali Tangsi. f Sarana wisata kuliner (ikan, kelinci, kambing, minuman, dan sebagainya). g Pasar ikan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) di kota tani. 2. Pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata, melalui : a. Pelatihan bisnis. b. Pelatihan pemandu agrowisata. 3. Pengembangan agribisnis, melalui : a. Usahatani buah (pepaya, kelengkeng, melon, rambutan, semangka). b. Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias). c. Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung, kelinci). d. Agroindustri (pangan berupa makanan, miniman dan cenderamata berbahan baku produk pertanian). e. Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner). III. Instruksi Dalam memilih strategi pengembangan agropolitan di kawasan agropolitan Borobudur, secara garis besar terbagi dalam tiga strategi. Bandingkan beberapa pentingnya ketiga strategi tersebut diatas : A B membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata
membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata
......
pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata
......
pengembangan agribisnis
......
pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata
pengembangan agribisnis
......
......
......
......
......
......
131
Dalam setiap sub strategi, terdapat pula beberapa pilihan alternatif strategi yang perlu dikembangkan. Bandingkan beberapa pentingnya alternatif strategi terkait dengan masing-masing sub strategi berikut. Sub strategi I : membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata A B sub terminal agribisnisagrowisata di Kota Tani Utama Borobudur jalan poros desa jalan usahatani di sentra produksi
sub terminal agribisnisagrowisata di Kota Tani Utama Borobudur ......
......
jalan poros desa
jalan usahatani di sentra produksi
irigasi
trek wisata air arung jeram
sarana wisata kuliner
pasar ikan Gapoktan di kota tani
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
......
...... ......
...... irigasi
trek wisata air arung jeram
......
......
......
...... ......
......
......
...... ......
sarana wisata kuliner
......
......
......
......
...... pasar ikan Gapoktan di kota tani
......
......
......
......
......
......
132
Sub strategi II : pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata A
B
pelatihan bisnis
pelatihan pemandu agrowisata
…… pelatihan bisnis
…… ……
pelatihan pemandu agrowisata
……
Sub strategi III : pengembangan agribisnis A B
usahatani buah
usahatani ikan
usahatani ternak kecil
agroindustri
pengembangan industri wisata di desa wisata
......
......
......
......
......
......
......
...... usahatani buah
...... usahatani ikan
......
usahatani ternak kecil
......
......
......
agroindustri
......
......
......
pengembangan industri wisata di desa wisata
......
......
......
...... ...... ...... ...... ......
......
133
Lampiran 2
Hasil Pengolahan Horisontal Pendapat Gabungan Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan Kawasan Borobudur Tingkat 2 Strategi Membangun prasarana fisik pendukung agribisnis-agrowisata Pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis-agrowisata Pengembangan agribisnis
Bobot
CR
Prioritas
0.250 0.500 0.250
0.00 0.00 0.00
2 1 2
Bobot
CR
Prioritas
0.167
0.06
3
0.213
0.06
1
0.191 0.162
0.06 0.06
2 4
0.050
0.06
7
0.076
0.06
6
0.140
0.06
5
Bobot 0.800 0.200
CR 0.00 0.00
Prioritas 1 2
Bobot
CR
Prioritas
0.171
0.02
3
0.171 0.197
0.02 0.02
3 2
0.197
0.02
2
0.264
0.02
1
Tingkat 3 Strategi Sub terminal agribisnis-agrowisata di Kota Tani Utama Borobudur Jalan poros desa (kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasan agroindustri). Jalan usahatani di sentra produksi Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan) Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo, Kali Tangsi Sarana wisata kuliner (ikan, kelinci, kambing, minuman, dan sebagainya) Pasar ikan Gapoktan di kota tani
Tingkat 3 Strategi Pelatihan bisnis Pelatihan pemandu agrowisata
Tingkat 3 Strategi Usahatani buah (pepaya, kelengkeng, melon, rambutan, semangka) Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias) Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung, kelinci) Agroindustri (pangan berupa makanan, miniman dan cenderamata berbahan baku produk pertanian) Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner)
134
Lampiran 3
Hasil Pengolahan Vertikal Pendapat Gabungan Strategi Prioritas Pengembangan Agropolitan Kawasan Borobudur Strategi
Pelatihan bisnis Jalan poros desa (kawasan sentra produksi, kawasan agrowisata, kawasn agroindustri Pengembangan industri wisata di desa wisata (wisata alam, wisata air, wisata budaya, wisata religi, wisata kuliner) Jalan usahatani di sentra produksi Sub terminal agribisnis-agrowisata di kota tani utama Borobudur Irigasi (irigasi pompa, irigasi permukaan) Usahatani ternak kecil (kambing, ayam kampung, kelinci) Agroindustri (pangan berupa makanan, minuman dan cenderamata berbahan baku produk pertanian) Pasar ikan GAPOKTAN di ota tani Usahatani buah (pepaya, kelengkeng, melon, rambutan, semangka) Usahatani ikan (benih, ikan lauk, ikan hias) Pelatihan pemandu wisata Sarana wisata kuliner (ikan, kelinci, kambing, minuman dan sebagainya) Trek wisata air arung jeram di Kali Gending, Kali Elo, Kali Progo, Kali Tangsi
Bobot 0.182
CR 0.02
Prioritas 1
0.091
0.02
2
0.091
0.02
2
0.082
0.02
3
0.071
0.02
4
0.069
0.02
5
0.068
0.02
6
0.068
0.02
6
0.060
0.02
7
0.059
0.02
8
0.059 0.046
0.02 0.02
8 9
0.033
0.02
10
0.021
0.02
11
Lampiran 4
135119 Lampiran Gambar
Gapura Masuk Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Kabupaten Magelang
Sub Terminal Agribisnis Kawasan Agropolitan Ngablak
Bangunan Packing House di Kawasan Agropolitan Sawangan
Sub Terminal Agribisnis Kawasan Agropolitan Dukun
Kawasan Agrowisata Gardu Pandang Kecamatan Sawangan
Saluran Irigasi pada Kawasan Agropolitan Candimulyo
Suasana Jual Beli di STA Dukun
Peralatan Modern Bantuan Pemerintah Daerah untuk Agroindustri Dodol Stroberi
Usaha Pembuatan Saus Tomat
Agroindustri Slondok di Kecamatan Grabak
136 134
Kegiatan Agroindustri Cinderamata di Kecamatan Borobudur
Jalan Poros Desa yang Telah Dibangun Pemerintah
Jalan Usahatani yang Telah Dibangun Pemerintah
Petani Salak dengan Skala Kecil
Usahatani Salak di Kecamatan Candimulyo
Usahatani Cabai di Kecamatan Pakis
Green House d Kecamatan Pakis untuk Usahatani Tomat
Green House di Kecamatan Ngablak untuk Usahatani Tomat
137
Green House di Kecamatan Pakis
Ternak Sapi Perah di Kecamatan Sawangan
Ternak Kambing di Kecamatan Candimulyo
Pencucian Hasil Panen
Pengepakan Hasil Panen
Kegiatan Pengangkutan Hasil Panen
Produk Pertanian Siap Jual
Produk Pertanian Siap Jual
Produk Pertanian Siap Jual
Produk Pertanian Siap Jual
138 135