Andrian Rivanda I Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea
Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea Andrian Rivanda Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Pencemaran udara yang berasaldari bahan toksik menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia. Karbon monoksida (CO) merupakan salah satu bahan toksik yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia. Afinitas hemoglobin untuk mengikat karbon monoksida 200-250 kali besarnya daripada afinitas hemoglobin untuk mengikat oksigen.Karbon monoksida (CO) mudah bereaksi dengan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin (COHb). Hal ini jelas akan mengganggu pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan. Akibatnya, jaringan tubuh akan mati karena tidak mendapat oksigen untuk melakukan proses bio-oksidasi. Efek yang ditimbulkan dari paparan CO dengan konsentrasi dan durasi paparan yang melebihi konsentrasi normal dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan yaitu gangguan pada sistem kardiologi, hematologi, neurologi dan respirologi. Pada sistem respirasi, cedera inhalasi menggambarkan kerusakan yang disebabkan oleh terinhalasinya bahan iritan berupa iritan termal ataupun kimia. Trakea ataubatang tenggorok merupakan tabung yang terdiri dari cincin tulang rawan, terletak di daerah leher, yang menghubungkan phaynx dengan bronkus.Mukosadalamnya dilapisi lendir yang sel-selnya berambut getar. Sel goblet dan silia merupakan salah satu barier pertahanan di traktus respiratorius dari berbagai macam stimulus seperti alergen, bakteri, termasuk bahan iritan seperti CO. Paparan gas CO mengakibatkan ketidakseimbangan antara jumlah oksidan atau radikal bebas dengan jumlah antibodi yang tersedia di dalam tubuh. Keadaan ketidakseimbangan ini dinamakan stres oksidatif yang memproduksi 8-isoprostane sebagai sinyal untuk pengeluaran mediator sel radang yaitu interleukin 8 (IL–8).Sehingga terjadi proses inflamasi yang menyebabkan perubahan pada histologi trakea. Perubahaniniditandaidenganinfiltrasi sel radang pada mukosa dan submukosa trakea, hilangnya silia pada epitel trakea, terdapat kerusakan deskuamasi pada epitel trakea dan peningkatan jumlah sel goblet. Kata kunci : histopatologi, karbon monoksida, konduksi , trakea
The Effect of Carbon Monoxide Exposures on Tracheal Conduction Capacity Abstract Air polution from the toxic materials become the health problems over the world. Carbon monoxide (CO) is one of the toxic material which is very dangerous if inhaled by human. Hemoglobin affinity with carbon monoxide is 200-250 times higher than hemoglobin affinity to bond with the oxygen. Carbon monoxide is simple to react with hemoglobin to form carboxyhemoglobin. This reaction clearly intrudes oxygen transportation from lung to the tissue. Thus, body tissue will be dead due to oxygen depletion for the process of bio-oxydation. The effect comes from CO exposures with excess concentration and duration from the normal baseline make any health disturbances on the cardiology, hematology, neurology and respiratory system. In respiratory system, inhalation injury describes as damage resulted by irritants inhalation such as thermal or chemical irritants. Trachea (throat stem) is a tube consists cartilaginous rings located in around neck that connects pharynx with bronchus.Mucoseis by mucus ciliated cells. Goblet and ciliated cells are the defense barrier mechanisms in respiratory tractus toward any kinds of stimulus such as allergen, bacteria, including irritant agents like carbon monoxide. Carbon monoxide exposures cause imbalance between the amounts of oxidant or free radicals with antibody available in the body system.This imbalance condition called oxidative stress will produces 8isoprostane as signal for releasing interleukin8 (IL-8) as mediator for inflammatory cells. Thus, inflammatory process that occured causes changes in trachea histology structure, infiltration of inflammatory cells on mucous and submucous layers of trachea, depletion of trachea ciliated cells, desquamation damage on trachea epithelial cells and increasing the amount of goblet cells. Key words : carbon monoxide, conductivity, histopathology, trachea Korespondensi : Andrian Rivanda, alamatJl. Alamdamai no. 18 wayhalimpermai. Bandar lampung, HP08538454885, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Pencemaran udara yang berasal dari bahan toksik merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Berdasarkan dataWorld Health Organization (WHO) pada tahun 2004, lebih dari 700 kematian terjadi pada anakhingga remaja yang diakibatkan pajanan bahan toksik.1 Di Amerika Serikat kasus keracunan akibat pencemaran udara mencapai
5000-6000kasus pertahun yang mengakibatkan kematian.2 Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi, kurang lebih 70% terjadi gangguan kesehatan di daerah dengan pencemaran udara yang tinggi seperti Jakarta, Medan, Batam dan Solo.3 Asap kendaraan bermotor memiliki peranan penting sebagai sumber polusi udara Majority | Volume 4 | Nomor 8| November 2015| 153
Andrian Rivanda I Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea
terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%.4 Sedangkan sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan atau ladang dan lain-lain. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor yang bertambah banyak tiap tahunnya. Sebagian besar kendaraan bermotor tersebut menghasilkan emisi gas buang yang buruk, dikarenakan perawatanmesin yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik. 5 Beberapa macam polutan yang dihasilkan dari emisi gas buang yang buruk antara lain gas Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Nitrogen Oksida (NO), Sulfur Oksida (SO2) dan Timbal (Pb) yang sering disebut sebagai polutan primer. Salah satu polutan udara yang berbahaya dan yang sangat dominan jumlahnya adalah gas CO yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar dan udara motor bensin yang tidak sempurna.6, 7 Karbonmonoksida (CO) merupakan salah satu bahan toksik yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia.Gas CO ini tidak hanya dihasilkan oleh kendaran bermotor saja tetapi juga dihasilkan dari asap rokok, asap pabrik, alat pemanas, dan peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan karbon.4, 8, 9
Gas CO yang keluar dari knalpot akan berada di udara ambient, jika terhirup oleh manusia maka molekul tersebut akan masuk kedalam saluran pernapasan terus masuk ke dalam paru-paru dan kemudian akan menempel pada haemoglobin darah membentuk karboksi hemoglobin (COHb).9,10 Semakin tinggi konsentrasi CO yang terhirup oleh manusia maka semakin fatal resiko yang diterima oleh manusia tersebut, bahkan dapat menyebabkan kematian.11,12 Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan CO dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sistem pernapasan atas dan juga bawah. Penelitian yang dilakukan oleh Lasamana (2010) menyatakan bahwa polisi lalu lintas yang terpapar monoksida memilikinilai arus puncak ekspirasi (APE) lebih rendah dan beresiko tinggi terhadap penyakit obstruksi saluran napas bagian bawah dibanding polisi yang tidak terpapar karbon monoksida. 13 Pada penelitian Setiawan (2011) membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara lama paparan Majority | Volume 4 | Nomor 8| November 2015| 154
CO terhadap kapasitas vital paru (KVP) pada pekerja operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).14 Adapun penelitian yang diujikan terhadap hewan coba. Menurut Widodo (2007) terjadi hipertrofi dan hiperplasia sel epitel di sinus, bronkus dan bronkiolus dari tikus putih galur Sprague dawley setelah terpapar asap rokok kretek yang memiliki kadar tar, nikotin dan CO yang tinggi selama enam minggu.15 Pada penelitian Anindyajati (2007) disebutkan bahwa adanya peningkatan jumlah dari sel goblet pada trakea mencit yang diberi paparan asap pelelehan lilin batik.16 Penelitian lain yang dilakukan oleh AlSaggaf (2009), membuktikan bahwa hewan marmot yang dipapari CO dapat merubah gambaran histologi trakea.17 Penelitian Shraideh ZA (2011) juga mengungkapkan bahwa CO berdampak negatif terhadap silia trakea dengan mengurangi frekuensi gerakan silia.18 Kerusakan yang timbul akibat intoksikasi CO berhubungan erat dengan waktu lamanya paparan. Hipoksia jaringan dan seluler dapat bersifat ringan sampai berat.19,20Pada beberapa kasus, kadar COHb dalam darah tidak mempunyai korelasi dengan gejala dan tanda yang timbul. Lamanya waktu paparan menjadi faktor yang sangat penting, lamanya paparan terhadap gas CO selama satu jam dapat meningkatkanmorbiditas dan mortalitas 21 beberapa kali lipat. Isi Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, mudah terbakar, tidak mengiritasi namun sangat beracun. Dari sifat-sifat tersebut karbon monoksida dikenal sebagai “silent killer”.4,8,9 Untuk mengukur kadar CO tersebut, digunakan Gas Analyzer dengan satuan persen volume. Satuan konsentrasi CO di udara adalah ppmatau parts per million. Dimana 1 ppm setara dengan 10-4 %.19 Menurut WHO, paparan CO dengan konsentrasi 100 mg/m3 (87,3 ppm), 60 mg/m3 (52,38 ppm), 30 mg/m3 (26,19 ppm), 10 mg/m3 (8,73 ppm) memiliki durasi batas normal paparan secara berturut-turut hanya selama 15 menit, 10 menit, 1 jam dan 8 jam.20 Efek yang ditimbulkan dari paparan CO dengan konsentrasi dan durasi paparan yang melebihi konsentrasi normal dapat menyebabkan
Andrian Rivanda I Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea
gangguan pada kesehatan yaitu gangguan pada sistem kardiologi, hematologi, neurologi dan respirologi.4,19 Dalam tubuh manusia, afinitas hemoglobin untuk mengikat CO 200-250 kali besarnya daripada afinitas hemoglobin untuk mengikat oksigen.9,22 CO mudah bereaksi dengan hemoglobinmembentuk karboksihemoglobin (COHb).10,11 Selebihnya CO akanmengikatkan diri dengan mioglobin dan beberapa protein heme ekstravaskular lain, seperti cytochrome c oxidase, cytochrome P– 450, oxygenase triptofan dan dopamin hydroxylase.11 Akibatnya, pengangkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan terganggu sehingga jaringan tubuh mengalami hipoksia karena tidak mendapatkan oksigen untuk melakukan oksidasi.10,23 Konsentrasi CO yang tinggi di dalam darah dalam waktu hitungan menit dapat menyebabkan distres pernapasan dan kematian.24 Batas pemaparan CO yang diperbolehkan oleh Occupational Safety and Health Administration(OSHA) adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari kerja. Kadar yang dianggap langsung berbahaya terhadapkehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%). Paparan dari 1000 ppm (0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50% kejenuhan dari karboksihemoglobin (COHb) dan dapat berakibat fatal.8 Berikut adalah tabell mengenai efek pajanan gas CO:
800–1220
60–70
1950
80
Tidak sadar, kejang intermiten, gagal napas, kematian jika paparan terus menerus Fatal
Namun jika orang yang telah menghirup CO dipindahkan ke udara yang bersih dan berada dalam keadaan istirahat, maka kadar COHb semula akan berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan selanjutnya sisa COHb akan berkurang 8–10% setiap jamnya. Sehingga dalam 6–8 jam darah tidak lagi mengandung cohb. Selain itu eritrosit tidak mengalami kerusakan setelah Hb dilepaskan dari ikatan COHb.23 Trakea merupakan saluran pernapasan bagian bawah.26 Trakea terletak mulai dari ujung bawah laring setinggi vertebra servikalis VI dan berakhir pada angulus sterni setinggi vertebra torakalisV–VI dan disini bercabang menjadi dua menjadi bronchus principalis dexter.27 Disebelah lateraltrakea terdapat arteria carotis communisdan lobus-lobus glandulae thyroidea. Inferior dari isthmus glandulae thyroidea terdapat arcus venosus jugularis dan vena thyroidea inferior. Truncus brachiocephalicus berhubungan dengan sisi kanan trakea di laring.28
Tabel 1. Efek Pajanan Gas CO CO (ppm) 10 70
COHb (%) 2 10
120
20
220
30
350–520
40–50
Tanda dan gejala Tidak ada gejala Tidak ada efek yang berarti, kecuali sesak napas saat aktivitas kuat, tidak nyaman di dahi, pelebaran pembuluh darah kulit Sesak napas saat aktivitas sedang sakit kepala sesekali dengan denyutan di pelipis Sakit kepala, mudah marah, mudah lelah, keremangan penglihatan Sakit kepala, kebingungan, kolaps, pingsan
Gambar 1. Anatomi trakea27
Secara fungsional trakea termasuk sistem pernapasan bagian konduksi ataupenghantar gas.29 Akan tetapi fungsi trakea tidak hanya tempat penghantaran gas saja tetapi memiliki fungsi lainnya, seperti proteksi terhadap alergen, bakteri, dan bahan iritan.30,31 Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, adventisia dan tulang rawan hialin. Trakea dijaga tetap terbuka oleh cincin tulang
Majority | Volume 4 | Nomor 8| November 2015| 155
Andrian Rivanda I Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea
rawan hialin berbentuk-C. Tulang rawan hialin dikelilingi oleh jaringan ikat padat perikondrium, yang menyatu dengan submukosa disatu sisi dan adventisia di sisi yang lain.27,32 Banyak saraf, pembuluh darah, dan jaringan adipose terletak di adventisia. Celah diantara ujung posterior tulang rawan hialin terisi oleh otot polos trakealis. Otot trakealis terletak di jaringan ikat jauh di dalam membran elastika mukosa. Sebagian besar serat otot trakealis berinsersi di perikondrium yang melapisi tulang rawan hialin. Lamina propia di bawahnya mengandung serat jaringan ikat halus, jaringan limfoid difus, dan longitudinalis yang dibentuk oleh serat elastic. Membran elastika memisahkan dari submukosa, yang mengandung jaringan ikat longgar mirip dengan yang terdapat di lamina propia. Di sub mukosa ditemukan kelenjar trakealis seromukosa tubuleasinar yang duktus eksekretoriusnya berjalan menembus lamina propia ke dalam lumen trakea dan dapat terlihat di adventisia.18,27 Lapisan mukosa saluran trakea dilapisi lendir yang sel-selnya berambut getar.18,27 Sebagian besar sistem pernapasanbagian konduksi dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia yang dikenal sebagai epitel respiratorik. Epitel ini sedikitnya memiliki lima jenis sel, yang semuanya menyentuh membran basal yang tebal yaitu Sel silindris bersilia yaitu sel terbanyak dan setiap sel memiliki lebih kurang 300 silia pada permukaan apikalnya,kedua sel goblet yaitu sel yang juga banyak dijumpai yang terisi dibagian apikalnya dengan glandula glikoprotein musin, ketiga sel sikat tipe sel silindris yang lebih jarang tersebar dan lebih sulit ditemukan dengan permukaan apikal kecil yang memiliki banyak mikrovili pendek dan tumpul, keempat adalah sel granul berukuran kecil yang sulit ditemukan pada sediaan rutin, tetapi memiliki banyak granul padat berdiameter 100–300nm dan kelima sel basal, yaitu sel bulat kecil pada membran basal tetapi tidak meluas sampai permukaan lumen epitel.28 Jalur masuk utama karbon monoksida kedalam tubuh melalui saluran pernafasan. Dari rongga hidung hingga ke laring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng yang memberikan lebih banyak perlindungan terhadap erosi dan abrasi. Sedangkan untuk trakea dan bronkus primer dilapisi oleh epitel silindris bersilia untuk mengkondisikan udara yang masuk dan Majority | Volume 4 | Nomor 8| November 2015| 156
keluar.28 Trakea merupakan bagian dari sistem konduksi pernapasan yang berfungsi menghantarkan gas. 30,31 Cedera inhalasi yang menggambarkan trauma pada sistem pernapasan dapat di akibatkan oleh panas atau terhirupnya bahankimia iritan. Secara anatomi, cedera inhalasi diklasifikasikan berdasarkan penyebab dan saluran napas yang mengalami kerusakan yaitu cedera termal yang terjadi pada saluran napas bagian atas, iritasi bahan kimia lokal yang terjadi di saluran napas bawah, dan keracunan sistemik yang di akibatkan inhalasi zat toksik yaitu CO. 12,33 Sel goblet dan silia merupakan salah satu barier pertahanan di traktus respiratorius. Berbagai macam stimulus seperti alergen, bakteri, termasuk bahan iritan seperti karbon monoksida menyebabkan perubahan epitel saluran nafas.34 Mukosa trakea sampai bronkus akan mengalami kerusakan dan penurunan fungsi silia akibat paparan CO.Ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas dengan jumlah antibodi inilah yang menyebabkan kerusakan tersebut. Keadaan ini biasa dikenal dengan stres oksidatif yang dapat memicu pengeluaran 8-isoprostane. Adanya 8isoprostane akan menimbulkan sinyal yang mengakibatkan pengeluaran mediator sel radang yaitu IL-8 sehingga terjadi proses inflamasi.35,36,37 Interleukin 8 (IL-8) merupakan neutrophil chemotactic factor yang menginduksi kemotaksis pada sel target terutama neutrofil. Selain pengeluaran dari IL-8, stres oksidatif juga memicu dari pengaktifan nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells (NF-κB).38NF-κByang mengontrol sejumlah gen penting dalam proses imunitas dan inflamasi diantaranya adalah Granulocytemacrophage colony-stimulating factor(GMCSF),interleukin 6(IL-6),interleukin 2(IL2)dan tumor necrosis factor alpha(TNF-α). TNF-α merupakan sitokin proinflamasi yang mempunyai efek yaitu agregasi dan aktivasi neutrofil. Selainitu TNF-αjuga dapat mengaktivasi endotel dengan cara meningkatkan pengeluaran molekul adhesi yang berguna pada saat sekuestrasi sel radang pada sel target.39Kemudian neutrofil akan mengalami migrasidari kapiler menuju jaringan sehingga neutrofil tersebut akan membentuk Transforming Growth Factor-α (TGF-α) lalu akan mengaktivasi Epidermal Growth Factor
Andrian Rivanda I Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea
Receptor (EGFR).38 Aktivasi EGFR akan mencegah apoptosis sel bersilia dan mengirim sinyal padainterleukin 13(IL-13) untuk mendiferensiasi sel-sel bersilia menjadi sel goblet.40 Selain bertambahnya jumlah sel goblet,kandungan radikal bebas dapat mempengaruhi tinggi dari silia pada epitel pernapasan.41 Proses inflamasi tersebut memicu pengeluaran faktor proinflamasi yaitu ciliogenesis yang berperandalam proses pembentukan dan regenerasi dari silia.42 Kerusakan pada epitel yang terus menerus diduga akan menonaktifkan 6 cilia-related genes. Gen tersebut adalah dynein, ezrin, dancenexin. Dynein berguna untuk pergerakan silia sedangkan ezrin dancenexin berguna padapertumbuhan badan basal dari silia yang pada akhirnya terjadi kehilangan silia pada lapisan mukosa trakea.41,42,43
A
menggambarkan kerusakan yang disebabkan oleh terinhalasinya bahan iritan berupa iritan termal ataupun kimia.12,23Trakea merupakan bagian dari sistem konduksi pernapasan yang berfungsi menghantarkan gas. 30,31 trakea terletak di daerah leher, yang menghubungkan faring dengan bronkus. Posisinya bersebelahan denganesofagus. Dinding dalamnya (mukosa) dilapisi lendir yang sel-selnya berambut getar.18,27 Sel goblet dan silia merupakan salah satu barier pertahanan di traktus respiratorius. Berbagai macam stimulus seperti alergen, bakteri, termasuk bahan iritan seperti karbon monoksida menyebabkan perubahan epitel saluran nafas.34 Perubahan epitel tersebut akibat proses inflamasi sehingga terjadipeningkatan sel goblet dan berkurangnya jumlah silia.35,40,43 Simpulan Terdapat pengaruh paparan CO terhadap perubahan histologi trakea, terjadi infiltrasi sel radang pada mukosa dan submukosa trakea, hilangnya silia pada epitel trakea, terdapat kerusakan deskuamasi pada epitel trakea dan peningkatan jumlah sel goblet.
B
Gambar 2. A.Silia Trakea Normal, B.SiliaTrakea Akibat Terpapar CO44
Ringkasan Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, mudah terbakar, tidak mengiritasi namun sangat beracun. Dari sifat-sifat tersebut CO dikenal sebagai “silent killer”. 4,8,9CO akan menjadi sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia. Dalam tubuh manusia, afinitas hemoglobin untuk mengikat CO 200-250 kali besarnya daripada afinitas hemoglobin untuk mengikat oksigen.9,22 CO mudah bereaksi dengan hemoglobin membentuk 10,11 karboksihemoglobin (COHb). Menurut WHO, paparan CO dengan konsentrasi 100 mg/m3 (87,3 ppm), 60 mg/m3 (52,38 ppm), 30 mg/m3 (26,19 ppm), 10 mg/m3 (8,73 ppm) memiliki durasi batas normal paparan secara berturut-turut hanya selama 15 menit, 10 menit, 1 jam dan 8 jam.20 Konsentrasi CO yang tinggi di dalam darah dalam waktu hitungan menit dapat menyebabkan distres pernapasan dan kematian.24 Cedera inhalasi
DaftarPustaka 1. World Health Organization. Carbon monoxide environmental health criteria 213. Edisi ke–2. Geneva: World Health Organization; 2004. 2. Peter FC, Scott Manaker MD, Holly Perry. Carbon monoxide poisoning. Wolters kluwer; 2014 3. Kementerian Lingkungan Hidup.Evaluasi kualitas udara perkotaan. Jakarta: Langit biru; 2013 4. Sentra Informasi Keracunan Nasional. Carbon Monoxide. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan; 2010. 5. Faisal F, Yunus F, Harahap F. Dampak asap kebakaran hutan pada pernafasan. Cermin Dunia Kedokteran. 2012; 38(1):31–5. 6. Akbar F. Analisis Penurunan Emisi Gas Karbon Monoksida (CO) dan Efisiensi BBM Pada Kendaraan Roda Empat Yang Menggunakan Alat Penghemat dan Pencampuran Bioetanol [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2013. 7. Kementerian Lingkungan Hidup. Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup; 2012. Majority | Volume 4 | Nomor 8| November 2015| 157
Andrian Rivanda I Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea
8. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Keracunan Yang Disebabkan Gas Karbon Monoksida. Jakarta; 2004. 9. Armin EMD, Joseph D, Zibrak MD. Carbon Monoxide Poisoning. Engl J Med..2000;340:1290. 10. Li An, Chang-Ting Liu, Min-Jun Yu. Oxygenase-1 System, Inflammation And Ventilator-Induced Lung Injury. European Journal of Pharmacology. 2011; 677 (2012): 1–4. 11. World Health Organization. Air quality guidelines. Edisi ke–2. Copenhagen: World Health Organization; 2000. 12. Dries DJ. Inhalation Injury: Epidemiology, Pathology, Treatment Strategies. Scandinavian Journal. 2013;12(3): 1–15. 13. Lasmana PD.Perbedaan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Polisi Satlantas Dengan Polisi Bagian AdministrasI [skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2010. 14. Setiawan I, Hariyono W. Hubungan Masa Kerja Dengan Kapasitas Vital Paru Operator Empat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kota Yogyakarta. Kesehatan Masyarakat. 2011;5(3): 162232 15. Widodo E. Priosoeryanto BP, Estuningsih S, Agungpriyono DR, Utji R. Effect of clove cigarette exposure on white rat: special emphasis on the histopathology of respiratory tract. Medical Jurnal Indonesia. 2007; 16(4):212–8. 16. Anindyajati EA. Pengaruh asap pelelehan lilin batik (malam) terhadap struktur histologis trakea dan alveoli pulmo, jumlah eritrosit serta kadar hemoglobin mencit (mus musculus l.) [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2007. 17. Al-Saggaf M. Effect of Car Fuel (Gasoline) Inhalation on Trachea of Guinea pig: Light and Scanning Microscopic Study under Laboratory Conditions. Journal of Animal and Veterinanry Advances. 2009;8(11): 2118–24. 18. Shraideh ZA, Najjar HN. Histological changes in tissues of trachea and lung alveoli of albino rats exposed to the smoke of two types of narghile tobacco products. Jordan Journal of Biologicall Sciences.2011; 4(4):219–24.
Majority | Volume 4 | Nomor 8| November 2015| 158
19. Anggraeni NIS. Pengaruh lama paparan asap knalpot dengan kadar CO 1800 ppmterhadap gambaran histopatologis jantung pada tikus wistar. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009. 20. World Health Organization. Carbon Monoxide Environmental Health Criteria, Geneva: World Health Organization; 2004. 21. Bruce EN. A Multicompanement Model of Cartoxyhemoglobin and Carboxymyoglobin Responses to Inhalation of Carbon Monoxide. 2005; 5(6): 1235–47. 22. Sumardjo DD. Pengantar Kimia: Buku Panduan Mahasiswa Kedokteran.Edisi ke1. Jakarta: EGC; 2009. 23. Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Toxicological Profile for Carbon Monoxide. Georgia: Agency for Toxic Substances and Disease Registry. 2012; 14(10): 284-312. 24. Selvia, Rahmawati I, Mulyanto J.. Hubungan Kadar HbCO dengan Kapasitas Vital Paru Pedagang di Terminal Bus Purwokerto. Mandala of Health. 2011; 5(2): 304–8. 25. Fierro MA, O'Rourke MK, Burgess JL. Adverse health effects of exposure to ambient carbon monoxide. Arizona: University of Arizona; 2001. 26. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: EGC; 2007. 27. Beate EM, Brand S, Schafer T. Trachea: anatomy and physiology. Department of Anatomy and Molecular Embryology, Institute of Anatomy, Ruhr University Bochum. 2014; 24 (1):1-5. 28. Mescher AL. Histologi Dasar Junquiera. Edisi ke-12. Jakarta: EGC; 2012. 29. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem.Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012. 30. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2008. 31. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC; 2004. 32. EroschenkoVP. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2007. 33. McCall JE, Cahill TJ: Respiratory care of the burn patient. J Burn CareRehabil. 2005; 26:200–6. 34. Arkeman HD. Efek Vitamin C Dan E Terhadap Sel Goblet Saluran Nafas Pada
Andrian Rivanda I Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea
35.
36.
37.
38.
39.
Tikus Akibat Pajanan Asap Rokok. Universa Medicina. 2006. 25(2):61–6. Danusantoso H. Peran Radikal Bebas Terhadap Beberapa Penyakit Paru. Fakultas Kedokteran Trisakti.2003; 22(1):31–6. Sutyarso, Susantiningsih T, Suharto YAP. The Effect Of Red Ginger Ethanol Extract (Zingiber Oficinale Roxb Var Rubrum) To Airway Goblet Cells Count And Siliary Lenght On Cigarete Smoke-Induced White Male Rats Sprague Dawley Strains. Juke Unila. 2004; 3(2):181–9. Scholz H, Yndestad A, Damas JK. 8IsoprostanIncreases Expression Of Interleukin-8 In Human Macrophages Through Activation Of Mitogen-Activated Protein Kinases. Cardiovascular. 2003; 59: 945–54. Macnee W, Rahman I. Is Oxidative Stress Central To The Pathogenesis Of Chronic ObstructivePulmonary Disease. Trends Mol Med. 2003; 7: 55–62. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2007.
40. Tyner JW, KimEY, Ide K. Blocking Airway Mucous Cell Metaplasia by Inhibiting EGFR Antiapoptosis and IL-13 Transdifferentiation Signals. The Journal of Clinical Investigation.2006;116(2): 309-21. 41. Leopold PL, Michael J, Lian XJ, Tilley AE, Harvey B, Crystal RG. Smoking IsAssociated with Shortened Airway Cilia.Plos one.2013; 4:12. 42. Grzela K, Wioletta Z, Eva J, Tomasz G.Chronic Inflammation In The Respiratory Tract AndCiliary Dyskinesia.Central European Journal Of Immunology. 2013; 38(1):122-8. 43. Wong JY, Rutman A, O'Callaghan C. Recovery Of The Ciliated Epithelium Following AcuteBronchiolitis In Infancy. 2005; 60: 582-7. 44. Ajie RB. Pengaruh Perbedaan Waktu Paparan Asap Pembakaran Bahan Organik Terhadap Gambaran Histopatologi Trakea Tikus Putih (Rattus Novergicus) Jantan Galur Sprague Dawley [skripsi]. Lampung: Universitas Lampung; 2015.
Majority | Volume 4 | Nomor 8| November 2015| 159
Andrian Rivanda I Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi Trakea
Majority | Volume 4 | Nomor 8| November 2015| 160