PENGARUH NISBAH REAKTAN LIGNIN-NaHSO3 DAN pH PADA PRODUK NATRIUM LIGNOSULFONAT
TESAR DZIKRULLOH
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK TESAR DZIKRULLOH. Pengaruh Nisbah Reaktan Lignin-NaHSO3 dan pH pada Produk Natrium Lignosulfonat. Dibimbing oleh Dra. GUSTINI SYAHBIRIN, MS dan Drs. DUDI TOHIR MS. Lignin diisolasi dari lindi hitam dengan pereaksi H2SO4 20%. Sulfonasi terhadap lignin menghasilkan NaLS yang dapat dimanfaatkan sebagai zat pendispersi, pengikat, penukar ion, dan aditif pada beton. Pada penelitian ini dilakukan sulfonasi terhadap lignin dengan nisbah reaktan lignin-NaHSO3 1:0.4, 1:0.5, dan 1:0.6 dan pH awal 5, 6, atau 7. Parameter yang diamati ialah kemurnian, pH akhir, dan Rendemen NaLS. Kenaikan pH awal meningkatkan pH akhir dan rendemen NaLS, tetapi menurunkan kemurniannya. Kenaikan nisbah lignin-NaHSO3 meningkatkan rendemen dan menurunkan kemurnian, tetapi tidak berpengaruh pada pH akhir NaLS. Kondisi optimum yang dipilih pada pH awal 6 dan nisbah lignin-NaHSO3 1:0.6. Pencirian gugus fungsi menggunakan spektrofotometri inframerah menunjukkan telah terjadi reaksi sulfonasi terhadap lignin. Hal ini dapat dilihat dengan terbentuknya serapan baru pada bilangan gelombang 626 nm yang menunjukkan ikatan C–S.
ABSTRACT TESAR DZIKRULLOH. Study The Influence of Reactant Ratio Lignin-NaHSO3 and pH Towards Sodium Lignosulfonate Product. Supervised by Dra. GUSTINI SYAHBIRIN, MS and Dr. DUDI TOHIR, MS. Lignin was isolated from black liquor using H2SO4 20%. Sulfonation of lignin produced NaLS which can be used as dispersants, binders, ion exchangers, and concrete additives. In this research, sulfonation was carried out towards lignin with ratio of ligninNaHSO3 of 1:0.4, 1:0.5, and 1:0.6, and initial pH of 5, 6, or 7. Parameters observed were purity, final pH, and yield of NaLS. The upsurge of initial pH increased the final pH and NaLS yield, but decreased its purity. The upsurge of ratio of lignin-NaHSO3 increased NaLS yield and decreased its purity, but did not affect the final pH of NaLS. The chosen optimum condition was on pH of 6 and ratio of lignin-NaHSO3 of 1:0.6. Characterization of functional group using infra-red spectrophotometry showed that sulfonation toward lignin occurred. It can be seen from the occurrence of new absorbance at wavenumber of 626 nm which showed the presence of C–S bond.
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri pulp dan kertas dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan. Permintaan dunia untuk berbagai jenis kertas pada tahun 1990 sebesar 239,428,000 juta ton dan meningkat menjadi 369,085,000 juta ton pada tahun 2005 (Pulp and Paper Industry 2006). Produksi pulp Indonesia pada tahun 2006 sebesar 5.7 juta ton dan meningkat menjadi 5.8 juta ton pada tahun 2007 (Indra 2007). Peningkatan produksi pulp dan kertas juga diikuti oleh meningkatnya masalah pencemaran lingkungan. Pulping adalah proses pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan berlignoselulosa baik kayu maupun nonkayu dengan cara kimia, mekanis, atau semikimia. Pulping cara kimia melibatkan bahan kimia, di antaranya proses sulfit, kraft, dan soda. Pulping cara mekanis dapat berupa penggilingan atau asah batu dan thermomechanical pulping, sedangkan pulping cara semikimia merupakan gabungan dari cara kimia dan mekanik, misalnya proses soda dingin, soda panas, dan semikimia sulfit netral (TAPPI 2003; Klyosov et al. 1997). Hasil samping proses pembuatan pulp ialah larutan sisa pemasak berupa limbah cair yang dikenal dengan lindi hitam (black liquor) yang secara potensial dapat mencemari lingkungan. Limbah industri pulp tersebar ke seluruh ekosistem dan menema. Menurut Rudatin (1989), belum banyak manfaat yang dapat diambil dari lindi hitam kecuali dibakar kembali untuk memperoleh nilai kalornya. Pemanfaatan lindi hitam menjadi bahan-bahan yang bernilai ekonomis umumnya sangat tergantung pada bahanbahan pembantu serta proses yang digunakan, yang biasanya sangat mahal. Pengolahan lindi hitam di dalam industri pulp dan kertas umumnya berorientasi pada upaya pemanfaatan kembali bahan kimia pemasak yang terkandung di dalamnya, sedangkan seluruh senyawa organik dalam lindi hitam dimanfaatkan sebagai bahan bakar (Lubis 2007). Lignin merupakan komponen terbesar dalam lindi hitam sekitar 46% dari padatan totalnya (Sjostrom 1995). Reaksi sulfonasi terhadap lignin menghasilkan lignosulfonat (Syahmani 2000). Lignosulfonat antara lain digunakan sebagai pengatur viskositas pada pengeboran minyak (Fengel & Wegener
1995), potensi penggunaan lignosulfonat ini sangat besar untuk sumur-sumur minyak di Indonesia (Syahmani 2000). Jain & Kulkarni (1991) menyatakan bahwa hidrofilisitas gugus sulfonat menyebabkan lignosulfonat dapat berfungsi sebagai zat pendispersi, pengikat, penukar ion, dan zat aditif pada beton. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh nisbah reaktan lignin-natrium bisulfit (NaHSO3) dan pH pada produk natrium lignosulfonat (NaLS).
TINJAUAN PUSTAKA Lindi Hitam Lindi hitam merupakan limbah cair yang berwarna coklat kehitaman, berbau seperti telur busuk dengan persen padatan 2.0– 80.0%, pH 10–13, bobot jenis 1.02–1.60 g/ml yang dihasilkan dari pembuatan pulp (Weyerhaeuser 2004). Pulping merupakan proses pelarutan lignin untuk memisahkan selulosa. Menurut Sjostrom (1995), lindi hitam merupakan campuran sangat kompleks yang mengandung sejumlah besar komponen dengan struktur dan susunan yang berbeda. Bahan organik dalam lindi hitam yang dihasilkan setelah pembuatan pulp pada dasarnya terdiri atas lignin, produk-produk degradasi karbohidrat, ekstraktif, dan produkproduk hasil reaksi. Lignin Lignin adalah polimer yang tersusun oleh unit fenilpropana. Polimer lignin tidak linear melainkan cenderung membentuk cabang dan struktur tiga dimensi. Sebanyak 2/3 bagian unit fenil propana dalam lignin dihubungkan oleh ikatan eter (C–O–C), sedangkan sisanya oleh ikatan karbon (C–C) (Achmadi 1990). Ikatan tersebut menyebabkan lignin tahan terhadap hidrolisis. Akan tetapi, lignin terurai menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton, dan vanilin pada suhu tinggi (Jujoamidjoyo et al. 1989). Tanaman kayu atau nonkayu (rerumputan) merupakan sumber utama lignin. Lignin berfungsi sebagai pelindung dan pemberi kekuatan pada tanaman sehingga mampu menahan tekanan mekanis (Sjostrom 1995).
2
γ β
α
CH2OH
CH2OH
CH2OH
CH
CH
CH
CH
CH
CH
6
1
2
5
4
3 OCH3 OH
OH
a
b
H3CO
OCH3 OH
c
Gambar 1 Struktur p-koumaril alkohol (a), koniferil alkohol (b), dan sinapil alkohol (c) (Sjostrom 1995). Fenger dan Wegener (1995) menyatakan bahwa p-koumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol merupakan prekursor pembentuk lignin (Gambar 1). Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur strukturnya, yaitu (Sjostrom 1995; Achmadi 1990): a. Lignin guaiasil: terdapat pada kayu lunak, sebagian besar merupakan produk polimerisasi dari koniferil alkohol (Gambar 2). b. Lignin guaiasil-siringil: terdapat pada kayu keras dan rerumputan, didominasi oleh produk polimerisasi dari kopolimer koniferil alkohol dan sinapil alkohol.
Lignin berbentuk amorf dan berwarna coklat cerah. Lignin tidak larut dalam air, asam, dan hidrokarbon. Karena sifatnya tidak larut dalam asam, asam sering digunakan untuk uji kuantitatif lignin. Lignin tidak dapat mencair, tetapi dapat melunak dan kemudian menjadi hangus bila dipanaskan. Lignin yang diperdagangkan larut dalam alkali encer dan dalam beberapa senyawa organik (Santoso 1995). Kurang lebih setengah dari bahan organik yang terdapat dalam larutan sisa pemasak pulp adalah lignin. Berbagai teknik isolasi telah dipelajari, namun pada prinsipnya sama, yaitu diawali dengan proses pengendapan padatan. Menurut Sjostrom (1995), isolasi lignin dibedakan menjadi 3 metode, yaitu isolasi dengan metode pengasaman, metode enzimatis, dan metode asah batu. Pereaksi yang biasa digunakan untuk mengendapkan lignin ialah H2SO4 pekat dan HCl pekat (Salminah 2001). Pengendapan lignin dalam larutan sisa pemasak terjadi sebagai akibat terjadinya reaksi kondensasi pada unit-unit penyusun lignin, yaitu pkoumaril alkohol, koniferil alkohol, dan sinapil alkohol. Proses isolasi lignin dengan metode pengasaman banyak digunakan untuk mendapatkan lignin dengan kemurnian yang tinggi (Kim et al. 1987). Asam dengan konsentrasi 20% menghasilkan rendemen dan kemurnian yang tinggi (Ibrahim et al. 2004; Lubis 2007). Proses isolasi lignin meliputi: 1. Pengendapan lignin dengan H2SO4 20%. 2. Pelarutan endapan lignin dengan menggunakan NaOH 1 N. 3. Pengendapan kembali dengan menggunakan H2SO4 20%. 4. Pencucian dengan H2SO4 0.01 N. 5. Pencucian dengan air deionisasi. 6. Pengeringan dengan oven. Lignosulfonat Lignosulfonat adalah turunan lignin yang mengandung gugus sulfonat pada rantai propana (Gambar 3). Lignosulfonat dapat diisolasi dari lindi hitam proses sulfit dengan ultrafiltrasi. Lignosulfonat berbobot molekul tinggi terkonsentrasi, sedangkan senyawa yang berbobot molekul rendah, seperti asam hidroksi dan ekstraktif, dilewatkan melalui membran (Jain & Kulkarni 1991).
Gambar 2 Model struktur lignin guaiasil (Santoso 2003).
3
NaO3S
CH2
Kadar air =
CH2 HC
SO3Na
OH
Gambar 3 Lignin tersulfonasi pada posisi Cα dan C-γ. Lindi hitam yang dihasilkan melalui proses soda tidak mengandung lignosulfonat tetapi mengandung lignin. Oleh karena itu, untuk menghasilkan lignosulfonat dilakukan sulfonasi terhadap lignin. Tujuan sulfonasi adalah meningkatkan hidrofilitas lignin yang tidak larut dalam air dengan cara memasukan gugus sulfonat yang lebih polar dibandingkan dengan gugus hidroksil (Syahmani 2000). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan ialah larutan sisa pemasak pulp (lindi hitam) proses soda (NaOH) dari industri kertas PT Kertas Padalarang, NaHSO3, H2SO4, NaOH, kertas saring, akuades, kertas pH, NaCl, HCl, etanol, larutan CuSO4, larutan Pb-asetat netral, tartrat alkalis, indikator fenolftalein, dan metil jingga. Alat-alat yang digunakan antara lain cawan, gelas ukur, Erlenmeyer, corong kaca, neraca analitik, mortar, pengaduk, oven, pendingin tegak, penangas air, pompa vakum, corong Büchner, alat sentrifus, pH– meter, tanur, alat titrasi, gelas piala, desikator, spektrofotometer UV, dan spektrofotometer FTIR. Metode Penelitian Analisis Pendahuluan (Lindi Hitam) Kadar Air (SNI 06-2235-1991) Sebanyak 5 g lindi hitam (A) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 103–105 oC selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan dan ditimbang sampai bobotnya konstan (B). Kadar air contoh ditentukan dengan persamaan berikut:
A− B × 100% A
Kadar Abu (SNI 06-2235-1991) Cawan dipanaskan dalam tanur, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 3 g contoh (A) dimasukkan ke dalam cawan, dipanaskan dalam tanur selama 3 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang sampai bobotnya konstan (B). Pengeringan dilakukan pada suhu 600 oC. Kadar abu contoh ditentukan dengan persamaan berikut: Kadar abu = B × 100% A pH Lindi hitam diukur pH-nya dengan menggunakan pH-meter. Bobot Jenis (SNI 06-2235-1991) Air dimasukkan ke dalam piknometer yang telah diketahui bobotnya (m1). Kemudian piknometer yang berisi air ditimbang (m2) dan lindi hitam di masukkan ke dalam piknometer dan ditimbang (m3). Suhu air diukur dan ditentukan densitas air pada suhu tersebut (da). Massa jenis ditentukan dengan persamaan Massa jenis lindi hitam =
( m 3 − m1 ) da ( m 2 − m1 )
Padatan Total (SNI 06-2235-1991) Sebanyak 10 ml lindi hitam dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya, kemudian cawan ditimbang (A). Sampel diuapkan di atas penangas air sampai kering, dan dimasukkan ke dalam oven 105oC selama 4 jam. Setelah itu, sampel didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Pemanasan dan penimbangan dilakukan sampai bobotnya tetap (B). Padatan total dihitung menggunakan persamaan Padatan Total = B × 100% A
Isolasi Lignin Proses isolasi lignin mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Kim et al. (1987). Lindi hitam terlebih dahulu disaring menggunakan kertas saring, kemudian sebanyak 200 ml filtrat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ligninnya diendapkan dengan titrasi H2SO4 20%. Titrasi dilakukan secara perlahan (1 ml per menit) sampai pH 2.
4
Endapan lignin dipisahkan dari lindi hitam yang telah diasamkan menggunakan alat sentrifus. Kemurnian lignin ditingkatkan dengan cara endapan dilarutkan kembali dengan penambahan larutan NaOH 1 N, lalu endapan disaring dengan kertas saring sehingga dihasilkan larutan lignin dengan kemurnian yang lebih tinggi. Larutan lignin kemudian diendapkan kembali dengan cara titrasi menggunakan H2SO4 20% (seperti proses pengendapan pertama). Endapan dikeringkan pada suhu 60oC (Lampiran 1).
Kadar Metoksil (ASTM 15120-81) Sebanyak 0.5 g lignin dibasahi dengan 5 ml etanol, disuspensikan dalam 100 ml akuades yang berisi 1 g NaCl dan dinetralkan dengan NaOH 0.1 N. Sebanyak 25 ml NaOH 0.25 N ditambahkan ke dalam larutan, dikocok, dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam keadaan tertutup. Kemudian ditambahkan 25 ml HCl 0.25 N dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai terbentuk warna merah muda. Kadar metoksil dihitung dengan persamaan Kadar Metoksil (%) =
Karakterisasi Lignin Rendemen Rendemen lignin dihitung berdasarkan perbandingan bobot antara lignin kering dengan jumlah volume total lindi hitam yang digunakan. Rendemen dinyatakan dalam persen bobot per volume lindi hitam (%[b/v]). Kemurnian Lignin (Tappi T 222 05-74) Sebanyak 1 g lignin (A) hasil isolasi dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml dan ditambahkan 15 ml H2SO4 72%. Penambahan asam sulfat dilakukan secara perlahan di dalam bak perendaman sambil diaduk dengan pengaduk kaca selama 2–3 menit. Setelah itu, gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan pada suhu 20 oC (dalam bak perendaman) selama 2 jam dan sesekali diaduk. Sampel dari gelas piala dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer berukuran 1000 ml yang berisi 300 ml air dan diencerkan sampai volumenya 575 ml sehingga konsentrasi H2SO4 mencapai 3%. Larutan dipanaskan sampai mendidih dan dibiarkan selama 4 jam dengan api kecil. Volume dijaga tetap dengan menggunakan pendingin tegak, kemudian endapan lignin yang terbentuk dibiarkan mengendap sempurna. Larutan didekantasi dan endapan dipindahkan ke kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Endapan lignin dicuci dengan air panas sampai bebas asam (diuji dengan lakmus). Sampel dikeringkan pada oven 105 oC dan ditimbang sampai bobotnya konstan (B). Kemurnian lignin ditentukan dengan persamaan berikut: Kemurnian lignin lignin =
B × 100% A
ml NaOH × [NaOH]× 3.1 bobot contoh (g)
Bobot Molekul (Santoso 1995) Sebanyak 0.5 g lignin isolat dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml dan dibasahi dengan 5 ml etanol. Campuran dibubuhi dengan 1 g NaCl, ditambahkan 100 ml akuades, dan 6 tetes indikator fenolftalein. Larutan tersebut dititrasi dengan NaOH 0.05 N sampai pH 7.5. Bobot ekivalen lignin isolat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: Bobot ekivalen =
1000 × gram lignin (ml × N) NaOH
Bobot molekul = Bobot ekivalen × 2 Salminah (2001) menyatakan bahwa lignin merupakan senyawa kimia bivalen sehingga bobot molekul lignin 2 kali bobot ekivalennya. Pencirian Lignin Menggunakan Metode Spektrofotometri FTIR Metode pencirian lignin dengan FTIR mengacu kepada Nada et al. (1998); Ibarra et al. (2005). Satu mg lignin dicampur dengan 300 mg KBr, dibuat pelet, dan selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer FTIR. Sintesis NaLS Sebanyak 5 g lignin dicampurkan dengan NaHSO3 (1:0.4, 1:0.5, dan 1:0.6), kemudian disuspensikan dalam 150 ml air. Nilai pH suspensi dinaikkan menjadi (5, 6, dan 7) dengan penambahan NaOH 1 N (Dilling et al. 1990). Campuran direfluks sambil diaduk agar campuran bereaksi sempurna pada suhu pemanasan 100oC selama 4 jam (Syahmani 2000). Hasil refluks didistilasi untuk menghilangkan air pada proses sulfonasi, kemudian disaring dengan corong Büchner. Filtrat mengandung NaLS dan NaHSO3 sisa reaksi. Filtrat dicampurkan dengan metanol dan dikocok kuat untuk mengendapkan sisa
5
bisulfit, lalu endapan disaring dengan menggunakan corong Büchner. Filtrat dikeringkan pada suhu 60oC (Lampiran 2). Karakterisasi NaLS Kadar Air, Kadar Abu, dan Bobot Jenis. Metode yang digunakan sama dengan yang dilakukan pada analisis pendahuluan. pH NaLS Sebanyak 1 g NaLS yang telah dilarutkan ke dalam 10 ml akuades dan diukur pH-nya menggunakan pH-meter. Viskositas Viskometer Ostwald dibersihkan menggunakan akuades dan dibilas dengan larutan NaLS 50% (b/v). Sebanyak 20 ml larutan dimasukkan ke dalam alat Ostwald melalui tabung yang tidak ada bolanya. Larutan dihisap dari tabung yang ada bolanya sampai melebihi batas atas. Waktu alir ialah waktu yang dibutuhkan oleh larutan untuk bergerak turun dari batas atas sampai batas bawah. Viskositas ditentukan dengan persamaan η=
hdgr 4 t 8Vl
Gula Pereduksi (Sudarmadji et al. 1976) Sebanyak 3 g contoh dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Akuades sebanyak 50 ml ditambahkan dan larutan dipanaskan. Larutan Pb-asetat netral ditambahkan tetes demi tetes sampai tidak terbentuk warna keruh, kemudian larutan dipindahkan ke labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Sebanyak 50 ml larutan ditambah 25 ml larutan CuSO4 dan 25 ml tartrat alkalis, kemudian campuran dipanaskan sampai terbentuk endapan merah bata. Endapan disaring, dicuci dengan alkohol dan eter. Kadar gula pereduksi ditentukan dengan bantuan tabel Hammond. Penentuan Kemurnian NaLS (WTL 1995) Sebanyak 0.1 g sampel kering dilarutkan dalam 100 ml akuades, kemudian dipipet 5 ml larutan tersebut ke dalam gelas kimia berukuran 250 ml, dan diencerkan sampai 200 ml. pH larutan diatur menjadi 4–5 dengan penambahan NaOH 0.125 N atau HCl 0.2 N, dipindahkan ke dalam labu volumetrik 250 ml, dan diencerkan sampai volumenya 250 ml. Absorbans larutan diukur relatif terhadap air deionisasi dalam kuvet 1 cm
pada 232 nm. Penentuan kemurnian NaLS standar dilakukan dengan prosedur yang sama. Kemurnian lignosulfonat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: % NaLS =
A232 × FP faktor × gram sampel × 10
Pencirian NaLS Menggunakan Metode Spektrofotometri FTIR Metode yang digunakan sama dengan yang dilakukan pada pencirian lignin. Rancangan Percobaan (Matjik & Sumertajaya 2002) Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor perlakuan, yaitu tiga taraf nisbah reaktan lignin-NaHSO3 α yaitu 1:0.4 (α1), 1:0.5 (α2), dan 1:0.6 (α3), serta tiga taraf pH β yaitu pH 5 (β1), pH 6 (β2), dan pH 7 (β3). Model rancangan percobaan penelitian adalah sebagai berikut Yijk = αi + βj + αβij + εijk • Yijk = nilai kemurnian nisbah lignin===== NaHSO3 ke-i dengan pH awal ke==== j, dan ulangan ke-k • αi = pengaruh nisbah lignin-NaHSO3 ===== ke-i • βj = pengaruh pH awal ke-j • αβij = interaksi antara nisbah reaktan ke===== i dengan pH awal ke-j, dan ===== ulangan ke-k • εijk = pengaruh acak dari nisbah lignin===== NaHSO3 ke-i, pH awal ke-j, dan ===== ulangan ke-k • αβij = interaksi antara nisbah reaktan ke==== i dengan pH ke-j • εijk = galat dari nisbah reaktan ke-i, pH ==== awal ke-j dan ulangan ke-k
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pendahuluan Analisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan (lindi hitam), meliputi sifat fisik, kadar air, kadar abu, bobot jenis, pH, dan padatan total, sehingga dapat dibandingkan dengan karakteristik lindi hitam standar atau hasil penelitian yang sudah dilakukan. Hasil analisis terhadap parameterparameter tersebut ditunjukkan pada Tabel 1. Lindi hitam yang digunakan mempunyai warna cokelat kehitaman (Gambar 4). Kadar
6
air diperoleh sebesar 95.46% (Lampiran 3), lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lubis (2007), yaitu 94.12%. Kadar abu, bobot jenis, dan kadar padatan total berturut-turut 15.08% (Lampiran 4), 1.0058 g/ml (Lampiran 5), dan 4.57% (Lampiran 6) lebih kecil dibandingkan literatur, hal ini disebabkan oleh lamanya penyimpanan lindi hitam. Tabel 1 Analisis pendahuluan lindi hitam Parameter Nilai Nilai pustaka* Warna Coklat Coklat kehitaman kehitaman Bau Telur Telur busuk busuk pH 10.26 9.50 Kadar air (%) 95.46 94.12 Kadar abu (%) 15.08 16.70 1.0058 1.0300 Bobot jenis (g/ml) Kadar padatan 4.57 5.88 total (%)
Gambar 6 Lignin hasil isolasi
= Lubis 2007
Rendemen lignin yang dihasilkan ialah 1.14% (Lampiran 7). Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Salminah (2001) dan Ibrahim et al. (2003), yaitu 1.60% dan 1.27–1.42%. Hal ini dikarenakan lindi hitam yang digunakan pada penelitian berbahan baku jerami, sedangkan Salminah dan Ibrahim menggunakan lindi hitam yang berbahan baku kayu. Sixta (2006) menyatakan bahwa kadar lignin jerami sebesar 16–21%, lebih rendah dibandingkan dengan kayu 25–31%.
Gambar 4 Lindi hitam
Karakterisasi Lignin
Keterangan: *
Isolasi Lignin Lignin diisolasi dari lindi hitam sebagai endapannya dengan asam sulfat 20% (Gambar 5). Endapan lignin dilarutkan dalam NaOH 1 N dan disentrifus ulang untuk memisahkan endapan putih yang ikut mengendap dengan lignin, endapan putih tersebut merupakan asam organik yang tidak larut bersama lignin ketika pH dinaikan (Kim et al. 1987). CH2OH
CH2OH
CH
CH
CH
CH
H+
O
natrium pada lignin yang dihasilkan. Efek pemurnian ini dapat diminimumkan dengan mencuci endapan menggunakan larutan H2SO4 sehingga kation-kation tersebut akan berkurang. Sementara anion asam sulfat dikurangi dengan pencucian menggunakan akuades (Kim et al. 1987). Lignin hasil isolasi berwarna coklat (Gambar 6).
OH
Gambar 5 Reaksi pengasaman gugus fenolat. Pengendapan dan pelarutan ulang yang dilakukan menghasilkan lebih banyak ion
Metode Klason digunakan untuk menentukan kemurnian lignin. Pereaksi yang digunakan ialah asam sulfat 72% yang menghidrolisis ikatan eter antara lignin dan selulosa. Kemurnian lignin yang dihasilkan sebesar 83.34% (Lampiran 8), hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Lubis (2007), yaitu 79.95%. Pengotor yang masih terdapat pada lignin ialah selulosa yang berikatan dengan lignin melalui ikatan eter. Bobot ekivalen lignin selama proses pembuatan pulp menjadi rendah akibat terjadinya reaksi depolimerisasi. Keadaan basa menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis yang memecah ikatan-ikatan eter antara unitunit fenil propana dan menurunkan bobot molekul lignin (Sjostrom 1995). Bobot ekivalen lignin yang dihasilkan sebesar 1863.82 g/ekivalen (Lampiran 9). Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lubis (2007), yaitu 1833.00 gram/ekivalen. Barsinai & Wayman (1976) menyatakan bahwa penambahan asam kuat
7
Langkah pertama berlangsung melalui pemecahan gugus α-hidroksil (eliminasi air), kemudian pembentukan karbokation diikuti serangan nukleofilik terhadap kuinon metida menghasilkan natrium 1,2-diguasilpropana-αsulfonat-γ-ol, dilanjutkan dengan reaksi serupa menghasilkan natrium 1,2diguaiasilpropana-α-γ-disulfonat (Gambar 8). NaLS yang diperoleh mempunyai warna coklat yang lebih terang dibandingkan lignin (Gambar 9).
menyebabkan lignin terpolimerisasi kembali sehingga bobot molekulnya menjadi tinggi. Metoksil termasuk salah satu gugus fungsi yang terdapat dalam lignin. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa kadar metoksil lignin jerami padi berkisar 16–18%. Kadar metoksil yang dihasilkan sebesar 2.52% (Lampiran 10). Hal ini disebabkan terjadinya demetilasi lignin pada pemasakan pulp oleh nukleofil ion hidroksida (Gambar 7) (Fengel & Wegener 1995). CH2OH
CH2OH
CH
CH
CH
CH
OH
+ O
CH3
1
CH3OH
O
OH
OH
Gambar 7 Reaksi demetilasi lignin. Sintesis NaLS Gugus sulfonat dimasukkan ke dalam lignin dan menggantikan gugus hidroksil atau eter pada atom karbon dari rantai samping propana (Sjostrom 1995). Pasangan elektron π pada rantai samping fenilpropana lebih cenderung berbaur dan kurang terikat pada inti karbon sehingga terkutubkan negatif. Reaksi sulfonasi diawali dengan reaksi adisi oleh spesi asam yang bersifat elektrofilik menghasilkan suatu karbokation. Karbokation yang terbentuk distabilkan oleh cincin benzena, kemudian karbokation diserang oleh nukleofilik SO32- membentuk lignosulfonat. Sjostrom (1995) menyatakan reaksi sulfonasi lignin serupa dengan reaksi sulfonasi 1,2-guaiasilpropana-1,3-diol yang merupakan salah satu dilignol dari penggabungan karbon-β dengan karbon-1. OCH3 CH2OH HC
HC
OH
OH
CH
- H2O
6
7
8
9
OCH3 CH2OH
HC
OH
NaHSO3
OCH3 NaO3S
HC
HC
CH
H+
5
OCH3
β 1
OH
4
Kadar air dan kadar abu merupakan parameter dasar yang biasa digunakan untuk menganalisis bahan organik. Kadar air berkaitan dengan daya simpan bahan, sedangkan kadar abu memperlihatkan kandungan bahan anorganiknya. Kadar air dan kadar abu NaLS berturut-turut sebesar 4.65% (Lampiran 11) dan 20.93% (Lampiran 12) (Tabel 2).
CH2OH
HC
3
Kadar Air dan Kadar Abu NaLS
OCH3 CH2OH
2
Keterangan: (1) pH awal 7 dan nisbah reaktan 1:0.6 (2) pH awal 7 dan nisbah reaktan 1:0.5 (3) pH awal 7 dan nisbah reaktan 1:0.4 (4) pH awal 6 dan nisbah reaktan 1:0.6 (5) pH awal 6 dan nisbah reaktan 1:0.5 (6) pH awal 6 dan nisbah reaktan 1:0.4 (7) pH awal 5 dan nisbah reaktan 1:0.6 (8) pH awal 5 dan nisbah reaktan 1:0.5 (9) pH awal 5 dan nisbah reaktan 1:0.4 Gambar 9 NaLS hasil sintesis pada berbagai ======== perlakuan awal.
OH
SO3Na
CH2 OH
HC
HC
SO3Na
NaHSO3
SO32-
- H2O OCH3 O
H
OCH3 O
OCH3
OCH3 OH
OH
OCH3 OH
Gambar 8 Reaksi sulfonasi terhadap 1,2-diguaiasilpropana-1,3-diol.
8
Viskositas dan Bobot Jenis NaLS
7.20
Gula Pereduksi pada NaLS Gula pereduksi merupakan komponen pengotor utama pada NaLS (Fengel & Wegener 1995). Kandungan gula pereduksi NaLS sebesar 5.69% (Lampiran 15) (Tabel 2). Hal ini disebabkan oleh masih adanya selulosa yang terikat pada lignin (Sjostrom 1995). Tabel 2 Karakteristik produk NaLS. Parameter
Nilai
Nilai*
68.6283.57
80.00
Gula pereduksi (%)
4.53
7.00
Kadar abu (%)
20.26
22
Kadar air (%)
4.65
< 6.00
pH (10% larutan)
6.42-7.11
7.00
Viskositas (cps)
1067
1000
1.3536
1.2764
NaLS (%)
Bobot jenis (g/cm3) Keterangan : * = WTL 1995
Nilai pH NaLS Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui derajat keasaman NaLS yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% (α = 0.05) menunjukkan bahwa nisbah reaktan ligninNaHSO3 tidak berbeda nyata terhadap pH akhir NaLS (Lampiran 16).
6.60 6.40 6.20 6.00
5.00
6.00
1:0.4
1:0.5
1:0.6
Gambar 10 pH akhir NaLS pada berbagai ======== nisbah lignin-NaHSO3 Rendemen NaLS Rendemen NaLS ialah persentase perbandingan bobot NaLS yang dihasilkan terhadap bobot lignin awal. Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% (α = 0.05) menunjukkan bahwa pH awal dan nisbah reaktan lignin-NaHSO3 berpengaruh nyata terhadap rendemen NaLS yang dihasilkan (Lampiran 17). Rendemen NaLS paling besar diperoleh pada pH awal 7 dan nisbah 1:0.6 (Gambar 11) (Lampiran 17). Semakin tinggi pH maka kelarutan lignin semakin tinggi, sehingga memperbesar luas permukaan lignin yang selanjutnya akan memperbesar peluang terjadinya tumbukan antar molekul. Konsentrasi reaktan yang tinggi juga memperbesar peluang terjadinya tumbukan antarmolekul. Sykes (1989) menyatakan bahwa kecepatan reaksi berbanding lurus dengan jumlah tumbukan yang terjadi di antara molekul-molekul zat yang melakukan reaksi. 160 140 120 100 80 60 40 20 5
6
7
pH awal 1:0.4
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pH awal 6 dan 7 tidak berbeda nyata terhadap pH akhir yang dihasilkan. Namun, keduanya berbeda nyata dibandingkan pH awal 5. pH awal 6 & 7 menghasilkan pH akhir NaLS yang lebih tinggi dibandingkan pH awal 5 (Gambar 10). Hal tersebut disebabkan banyaknya gugus sulfonat yang tersubstitusi pada pH awal 5. Rivai (2004) menyatakan bahwa semakin banyak terbentuknya gugus sulfonat maka keasaman semakin tinggi.
7.00
pH aw al
Rendemen NaLS (%)
Aliran yang menimbulkan gesekan internal dalam suatu fluida, baik cairan maupun gas, disebut sebagai viskositas (kekentalan). Bobot jenis ialah perbandingan bobot terhadap volumenya. Nilai viskositas dan bobot jenis NaLS berturut-turut sebesar 1067 cps (Lampiran 13) dan 1.38 g/cm3 (Lampiran 14) (Tabel 2).
pH akhir
7.00 6.80
1:0.5
1:0.6
Gambar 11 Rendemen NaLS pada berbagai nisbah lignin-NaHSO nisbah lignin-NaHSO 3. 3 Kemurnian NaLS Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% (α = 0.05) menunjukkan bahwa nisbah reaktan lignin-NaHSO3 dan pH awal berbeda nyata terhadap kemurnian yang