METANA, Vol. 11 No. 02, DESEMBER 2015, Hal. 33 - 40
STUDI PENGARUH RASIO REAKTAN, pH, DAN WAKTU REAKSI TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG GADUNG (Dioscorea hispida Dennst.) TERASETILASI 1)
Rizka Amalia, 2)Andri Cahyo Kumoro Program Studi DIII Teknik Batik Politeknik Pusmanu, Pekalongan 2) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang email :
[email protected], email :
[email protected] 1)
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio reaktan, pH dan waktu reaksi terhadap nilai swelling power, solubility, dan derajat substitusi tepung gadung terasetilasi. Asetilasi dilakukan dengan mendispersikan 20 gram tepung gadung ke dalam 100 mL akuades. pH diatur hingga nilai tertentu (8, 9, dan 10) dengan penambahan NaOH 1 M. Slurry diaduk selama 30 menit. Setelah itu, asam asetat dengan rasio tertentu 1:3, 1:4, dan 1:5 (berat asam asetat:berat tepung) ditambahkan secara perlahan ke dalam campuran reaksi. pH campuran dijaga ke kondisi awal dengan penambahan NaOH 1 M. Reaksi asetilasi dibiarkan berlangsung selama waktu tertentu (10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit,) kemudian dihentikan dengan penambahan HCl 1 M sampai pH 5,5. Tepung terasetilasi disaring dan dicuci dengan air suling sebanyak tiga kali pencucian dengan rasio berat pencucian 1:3 (b/v). Tepung terasetilasi dikeringkan pada suhu 50oC sebelum dianalisa nilai daya kembang, kealarutan, dan derajat substitusinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kondisi optimal diperoleh pada tepung yang dimodifikasi dengan rasio reaktan 1:3, pH 8, dan waktu reaksi 30 menit, dengan nilai swelling power,solubility, dan derajat substitusi sebesar 7,3 g/g; 18,6 %; dan 0,033. kata kunci :gadung, asetilasi, swelling power, solubility, derajat substitusi Abstract The objective of this research are to investigate the effect of glacial acetic acid:flour mass ratio, pH, and reaction time on the swelling power, solubility,and degree of substitution acetylated gadung tuber flour. The acetylation was carried out by dispersing 20 grams of gadung flour in 100 mL distilled water. The pH of the dispersed system was adjusted to a certain value (8, 9 or 10) by adding of 1 M NaOH. Then, the predetermined mass of glacial acetic acid (1:3, 1:4, and 1:5) was added to the reaction mixture. The pH was brought back to the initial condition by adding of 100 mL 1 M NaOH. The acetylation reaction was let to occur for 10 to 60 minutes before it had been terminated by adding 1 M HCl until pH 5,5. The acetylated flour were obtained by filtration of reaction mixture. It is followed by threefold washing that used distilled water with 1: 3 (w/v). The acetylated flour then were dried in an electric oven at 50oC before analyzed to swelling power, solubility, and degree of substitution. Based on the value of swelling power and water solubility of acetylated gadung tuber flour were obtained, the best reaction condition were the ratio of glacial acetic acid/gadung tuber flour 1:3, pH 8, and the reaction time of 30 minutes with swelling power 7,3 g/g; solubility 18,6%, and degree of substitution 0,033. key words : gadung, acetylation, swelling power, solubility, degree of substitution
usaha untuk memproduksi tepung dari sumberdaya lokal non padi yang memiliki sifat fungsional dan nilai nutrisi yang setara dengan gandum. Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang banyak dijumpai di Indonesia selama musim kemarau. Kandungan karbohidratnya yang tinggi menyebabkan umbi gadung dijadikan sebagai bahan makanan pokok selama Perang Dunia II, terutama di daerah tropis dan sub tropis (Liu dkk., 2006). Pati tahan cerna (resistant starch) yang terdapat dalam umbi
PENDAHULUAN Kebutuhan tepung terigu di dalam negeri pada kuartal 1 tahun 2012 meningkat 5,61% dari tahun sebelumnya menjadi 1,22 juta ton. Sebanyak 121.778 ton tepung terigu diimpor dari negara lain atau 9,98% dari kebutuhan, sisanya dipenuhi oleh tepung terigu lokal (Aptindo, 2011). Sementara itu, harga tepung terigu impor akan terus meningkat karena adanya bea masuk sebesar 20%. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan pangan berbasis tepung dan pati, perlu dilakukan 33
STUDI PENGARUH RASIO ….
(Rizka Amalia, dkk)
gadung bermanfaat untuk mengurangi resiko obesitas dan diabetes (Aprianita dkk., 2009). Selain itu, sebagai sumber karbohidrat, umbi gadung tidak mengandung gluten, sehingga cocok untuk dikonsumsi bagi orang-orang yang alergi terhadap gluten dan penderita Celiac Desease. Masalah utama yang berhubungan dengan terbatasnya pemanfaatan gadung sebagai bahan makanan bagi manusia adalah adanya bahan antinutrisi yang terkandung di dalamnya, yakni hidrogen sianida (Edijala dkk., 1999). Metode pengolahan yang efektif untuk mengurangi kandungan racun di dalam umbi gadung telah berhasil dilakukan hingga mencapai nilai yang aman untuk dikonsumsi, yaitu dengan cara perendaman dalam air mengalir (leaching) yang diikuti dengan pengukusan (Kumoro dkk., 2011). Tepung dari umbi-umbian, yang mengandung pati alami, telah banyak digunakan sejak zaman kuno sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk. Pati digunakan untuk berbagai fungsi seperti pengental, penstabil, pemberi tekstur, pembentuk gel dan film, enkapsulasi, menjaga kelembaban dan memperpanjang masa simpan (Singh dkk., 2004). Pati juga digunakan untuk menjaga kelembaban pada makanan yang dipanggang, berperan sebagai zat anticaking pada baking powder dan sebagai media pembentuk pada permen (Considine, 1982). Namun, pemanfaatan pati yang terkandung dalam tepung alami masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimianya yang kurang sesuai untuk digunakan secara luas. Pati alami memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak tahan terhadap panas, asam, dan pengadukan, kelarutan yang terbatas pada air, serta mudah mengalami sineresis dan retrogradasi. Oleh karena itu, modifikasi secara kimia perlu dilakukan agar diperoleh pati dengan sifat-sifat yang dikehendaki (Peltonen dan Harju, 1996). Modifikasi pati dapat dilakukan secara kimia, fisika, dan enzimatik untuk meningkatkan sifat fungsional yang diinginkan (Ageboola dkk., 1991). Salah satu pati yang dihasilkan dari modifikasi secara kimia adalah pati asetat. Pati asetat diperoleh dari esterifikasi pati alami dengan asam asetat (Jarowenko, 1986). Pati asetat adalah pati ester dengan gugus asetil yang disubstitusikan pada suhu rendah (Singh dkk., 2004). Modifikasi pati dengan metode asetilasi menghasilkan pati dengan tingkat kejernihan pasta, kestabilan dan daya tahan terhadap retrogradasi yang lebih tinggi. (Ageboola dkk., 1991). Rutenberg dan Solarek (1984)
melaporkan bahwa masuknya gugus asetil pada pati dapat mengurangi kekuatan ikatan diantara molekul pati sehingga dapat meningkatkan daya kembang dan kelarutan, mengurangi koagulasi pati, dan meningkatkan freeze thaw stability. Pati asetat banyak digunakan dalam berbagai macam makanan termasuk makanan yang dipanggang, pengisi pie, saus, sup, makanan beku, makanan bayi, salad dressing, dan makanan ringan (Wurzburg, 1995). Seperti pada umumnya reaksi kimia, reaksi asetilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi reaktan, waktu reaksi, pH, dan katalis (Whistler dan Daniel, 1995), yang pada akhirnya menentukan jumlah gugus asetil yang masuk ke dalam molekul pati. Pada penelitian ini akan dikaji mengenai pengaruh rasio reaktan (asam asetat:tepung), waktu reaksi, dan pH terhadap sifat fisiko kimia tepung gadung terasetilasi. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Bahan baku penelitian ini adalah umbi gadung yang diperoleh dari petani Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah dalam bentuk kepingan siap olah menjadi tepung. Akuades diperoleh dari Reverse Osmosis Unit yang tersedia di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Sementara itu, semua reagen kimia dengan kualitas analisis (≥99.90% b/b) diperoleh dari distributor resmi SigmaAldrich Pte. Ltd. Alat utama penelitian pada proses asetilasi antara lain hot plate magnetic stirrer, peralatan gelas, pompa hisap, oven, alat penggiling, loyang, dan USA standard testing sieve ASTM E-11 specification ukuran 80 mesh. Alat pada analisa sifat fisikokimia tepung gadung yaitu termometer, pengaduk, kompor listrik, oven, cawan porselen, tube, mesin centrifuge, neraca analitik, dan beberapa set peralatan analisis kimia yang tersedia di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Metode Penelitian A. Modifikasi Tepung Umbi Gadung dengan Teknik Asetilasi Asetilasi dilakukan dengan mendispersikan 20 gram tepung gadung ke dalam 100 mL akuades. Kemudian dilakukan pengaturan pH sampai nilai tertentu (8, 9, dan 10) dengan penambahan NaOH 1 M. Slurry diaduk selama 30 menit. Setelah itu, asam asetat dengan rasio tertentu 1:3, 1:4, dan 1:5 (berat asam asetat:berat tepung) 34
METANA, Vol. 11 No. 02, DESEMBER 2015, Hal. 33 - 40 ditambahkan secara perlahan ke dalam campuran reaksi. pH campuran dijaga ke kondisi awal dengan penambahan NaOH 1 M. Reaksi dibiarkan berlangsung sesuai dengan waktu yang diinginkan (10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit). Reaksi dihentikan dengan penambahan HCl 1 M sampai pH 5,5. Tepung terasetilasi kemudian disaring dan dicuci dengan air suling sebanyak 3 kali dengan rasio tepung : air pencuci sebesar 1:3 (b/v). Tepung dikeringkan pada suhu 50oC dan digiling halus hingga 80 mesh. Tepung yang dihasilkan selanjutnya dilakukan analisis terhadap nilai swelling power, solubility, dan derajat substitusi. Model kinetika reaksi disusun dan diselesaikan dengan menggunakan Microsoft Excel.
15 menit untuk memisahkan supernatant dan pasta yang terbentuk. Supernantant diambil sebanyak 10 mL lalu dikeringkan dalam oven dan dicatat berat endapan keringnya.
B. Teknik Analisis 1) Analisis Swelling Power Analisis swelling power (Leach dkk., 1959) dilakukan dengan melarutkan 0,1 gram starch acetate dalam 10 mL aquadest dan dipanaskan menggunakan water bath dengan temperatur 60oC selama 30 menit. Kemudian disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit untuk memisahkan supernantant dan pasta yang terbentuk. Swelling power dihitung dengan rumus sebagai berikut :
dimana: Vo = volume HCl untuk titrasi blanko Vn = volume HCl untuk sampel M = massa sampel kering Untuk derajat substitusi (DS) dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
swelling
power
%so lub ility
berat endapan ker ing berat sampel
100%
3) Analisis Derajat Substitusi Analisis Derajat Substitusi mengikuti prosedur dari Sánchez-Rivera dkk. (2010). Pati terasetilasi ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam 50 mL etanol pada suhu 50oC selama 30 menit. Slurry pati didinginkan pada suhu ruang, ditambahkan 40 mL KOH 0,5 M. Excess alkali dititrasi dengan 0,5 M HCl dengan menggunakan indikator phenolphthalein. % Asetil
DS
((Vo Vn) N ) 0,043 100 M
162 % Asetil 4300 (42 % Asetil )
HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi asetilasi tepung gadung dilakukan dengan pembuatan slurry tepung gadung menggunakan air suling sebagai agen pendispersi, penambahan asam asetat glasial dan NaOH sebagai katalis. Reaksi dijalankan pada suhu lingkungan. Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1
berat pasta berat sampel ker ing
2) Analisis Solubility Untuk analisis % solubility (Kiatponglarp, 2007), 0,1 gram starch acetate dilarutkan dalam 10 mL aquadest dan dipanaskan dalam water bath dengan temperatur 60oC selama 30 menit. Kemudian disentrifuge dengan kecepatan selama
Tabel 3.1 Data swelling power, solubility, dan derajat substitusi tepung gadung asetat Variabel
Run Bahan Baku 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Analisis Sifat Fungsional
Rasio reaktan (b/b)
pH
Waktu reaksi (menit)
Solubility (%)
Swelling Power (g/g)
Derajat Substitusi
1:3 1:4 1:5 1:3 1:3 1:3 1:3 1:3 1:3 1:3 1:3 1:3
8 8 8 8 9 10 8 8 8 8 8 8
40 40 40 40 40 40 10 20 30 40 50 60
8 12 12 8 12 8 8 16 18 18,6 12 12 12
6,9 7,9 7,8 8,6 7,9 7,4 7,4 7,2 7,2 7,3 7,9 8,1 8,4
0,049 0,060 0,115 0,049 0,246 0,314 0,013 0,016 0,033 0,049 0,100 0,016
35
STUDI PENGARUH RASIO ….
(Rizka Amalia, dkk) solubility tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, pH reaksi 8, dan waktu reaksi 40 menit. Hasil analisis solubility disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin besar asam asetat glasial yang digunakan, maka nilai solubility tepung gadung juga semakin meningkat. Hal ini serupa dengan penelitian dari Singh dkk. (2004) mengenai asetilasi tepung jagung dan tepung kentang. Substitusi gugus asetil pada tepung gadung dapat melemahkan ikatan hidrogen pada molekul pati sehingga air menjadi lebih mudah berpenetrasi ke dalam granula pati dan menyebabkan keluarnya amilosa dari granula, sehingga nilai solubility pada pati asetat meningkat dari pati alaminya. Pada pembahasan sebelumnya mengenai pengaruh rasio reaktan terhadap nilai derajat substitusi, disebutkan bahwa pada rasio reaktan 1:5 dihasilkan pati asetat dengan nilai derajat subtitusi yang paling tinggi dibandingkan rasio reaktan 1:3 dan 1:4. Dengan tingginya nilai derajat substitusi, berarti jumlah gugus hidroksil yang tersubstitusi juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sifat hidrofobik (tidak suka air) dari pati yang pada akhirnya dapat mengurangi kelarutan pati di dalam air (Luo dan Shi, 2012). Sehingga dalam penelitian ini, pada rasio reaktan 1:5 (dengan nilai derajat substitusi paling besar) memiliki nilai solubility yang lebih kecil dibandingkan rasio reaktan 1:3 dan 1:4.
Pengaruh Rasio Reaktan (Asam Asetat Glasial : Tepung Gadung) Derajat Substitusi Untuk mengkaji pengaruh rasio reaktan (asam asetat : tepung gadung) terhadap derajat substitusi tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, pH reaksi 8, dan waktu reaksi 40 menit. Hasil analisis derajat substitusi disajikan pada Gambar 3.1. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa rasio asam asetat : tepung gadung sebesar 1:5 memberikan nilai derajat substitusi (DS) yang lebih besar dibandingkan dengan rasio 1:4 dan 1:3. Pada penelitian ini, nilai DS semakin berkurang seiring dengan peningkatan jumlah asam asetat yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Singh dkk. (2004) yang melaporkan bahwa DS pada pati kentang menjadi berkurang setelah penambahan asam asetat lebih lanjut (di atas 12%). Rasio asam asetat:tepung gadung yang digunakan pada penelitian ini setara dengan konsentrasi asam asetat dalam pati 20-30% (diatas 12%). Konsentrasi gugus asetil pada pati asetat yang semakin berkurang, dapat disebabkan karena terjadinya hidrolisis pati ester (pati asetat) atau reaksi eliminasi yang menghasilkan air (dari pati dan produk samping esterifikasi) yang tidak dibuang dari reaktor selama reaksi berlangsung (Luo dan Zhou, 2012).
Swelling Power Untuk mengkaji pengaruh rasio reaktan (asam asetat : tepung gadung) terhadap nilai swelling power tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, pH reaksi 8, dan waktu reaksi 40 menit. Hasil analisis swelling power disajikan pada Gambar 3, sebagai berikut :
Gambar 1. Grafik Rasio Reaktan vs Derajat Substitusi
Gambar 2. Grafik Rasio Reaktan vs Solubility
Gambar 3. Grafik Rasio Reaktan vs Swelling Power
Solubility Untuk mengkaji pengaruh rasio reaktan (asam asetat : tepung gadung) terhadap nilai
Swelling power dari tepung gadung setelah dimodifikasi dengan asam asetat glasial memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan 36
METANA, Vol. 11 No. 02, DESEMBER 2015, Hal. 33 - 40 dengan tepung alaminya. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai swelling power tertinggi dari tepung gadung asetat di dapatkan pada rasio reaktan 1:5. Pada pembahasan sebelumnya mengenai pengaruh rasio reaktan terhadap nilai derajat substitusi, disebutkan bahwa pada rasio reaktan 1:5 dihasilkan pati asetat dengan nilai derajat subtitusi yang paling tinggi dibandingkan rasio reaktan 1:3 dan 1:4. Semakin besar nilai derajat substitusi berarti semakin banyak gugus asetil yang masuk ke dalam molekul pati. Penggabungan gugus asetil ke dalam molekul pati dapat mengurangi interaksi diantara molekul pati, dan dapat meningkatkan akses air ke daerah amorf pati sehingga dapat meningkatkan hidrasi dan pembengkakan pada granula pati ( Xu dkk., 2005).
dan Lindhauer, 2001) dan menyebabkan serangan nukleofilik pada asam asetat (Jeon dkk., 1999) Solubility Untuk mengkaji pengaruh pH terhadap nilai solubility tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, rasio berat asam asetat : tepung gadung (1:3), dan waktu reaksi 40 menit. Hasil analisis solubility disajikan pada Gambar 5, sebagai berikut :
Pengaruh pH reaksi Derajat Substitusi Untuk mengkaji pengaruh pH terhadap derajat substitusi tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, rasio berat asam asetat : tepung gadung (1:3), dan waktu reaksi 40 menit. Hasil analisis derajat substitusi disajikan pada Gambar 4, sebagai berikut :
Gambar 3.5 Grafik pH vs Solubility Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pada pH 9 dan 10, kelarutan dari tepung gadung asetat sama dengan tepung gadung aslinya. Reaksi asetilasi yang berjalan pada kondisi basa sedang (pH 9-10), tidak merubah kelarutan tepung gadung. Namun, asetilasi tepung gadung pada kondisi basa rendah (pH 8) dapat menghasilkan tepung asetat dengan nilai solubility yang lebih tinggi dibanding tepung alaminya. Fenomena ini sesuai dengan penelitian dari Adebowale dkk. (2002) mengenai asetilasi pada tepung kacang tanah Bambarra. Pada pembahasan sebelumnya, bahwa kenaikan pH menyebabkan peningkatan nilai derajat substitusi. Derajat substitusi terendah hingga tertinggi dari penelitian ini yaitu pada pH 8, 9 kemudian 10. Dengan meningkatnya derajat substitusi, berarti jumlah gugus hidroksil yang tersubstitusi juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sifat hidrofobik (tidak suka air) dari pati yang pada akhirnya dapat mengurangi kelarutan pati di dalam air (Luo dan Shi, 2012). Penurunan nilai solubility dari tepung asetat merupakan akibat dari meningkatnya sifat hidrofobik pati.
Gambar 4. Grafik pH vs Derajat Substitusi Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai derajat substitusi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pH reaksi. Semakin tinggi pH, berarti semakin banyak NaOH yang ditambahkan. Pada penelitian ini, peningkatan nilai derajat substitusi seiring dengan peningkatan pH atau jumlah NaOH yang ditambahkan, sesuai dengan penelitian dari Xu dkk. (2004) mengenai asetilasi pada pati maizena. Natrium hidroksida pada reaksi asetilasi berperan sebagai katalis yang dapat mempengaruhi pembengkakan molekul pati, sehingga meningkatkan kemampuan difusi molekul asetat di sekitar pati (Bayazed dkk., 1998). Natrium hidroksida juga berperan sebagai inisiator reaksi dengan membentuk ion alkoholat di sepanjang polimer pati yang dapat mengaktifkan gugus hidroksil pada pati (Funke
Swelling Power Untuk mengkaji pengaruh pH terhadap nilai swelling power tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, rasio berat asam asetat : tepung gadung (1:3), dan waktu reaksi 40 menit. Hasil analisis swelling power disajikan pada Gambar 6. 37
STUDI PENGARUH RASIO ….
(Rizka Amalia, dkk) Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu reaksi, maka nilai derajat substitusi (DS) semakin meningkat sampai rentang waktu tertentu (10-50 menit) kemudian menurun. Semakin lama waktu reaksi, semakin banyak gugus asetil berdifusi dan teradsorpsi pada permukaan pati (Khalil dkk., 1995). Peningkatan derajat substitusi pada penelitian ini tidak linier. Reaksi berlangsung cepat di awal dan menurun setelah reaksi 50 menit. Konsentrasi gugus asetil pada pati asetat yang semakin berkurang seiring dengan meningkatnya waktu reaksi, dapat juga disebabkan karena terjadinya hidrolisis pati ester (pati asetat) atau reaksi eliminasi yang menghasilkan air (dari pati dan produk samping esterifikasi) yang tidak dibuang dari reaktor selama reaksi berlangsung (Luo dan Zhou, 2012).
Gambar 6. Grafik pH vs Swelling Power Nilai swelling power dari tepung gadung asetat lebih besar dari tepung gadung alaminya. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai swelling power tertinggi ditemukan pada pH 8. Hal ini sesuai dengan penelitian Hui dkk. (2009) yang menyatakan bahwa pH 8 merupakan kondisi reaksi terbaik untuk reaksi esterifikasi pati kentang dengan reaktan anhidrid octenyl suksinat. Pada penelitian Bhosale dan Singhal (2006) juga melaporkan bahwa pH 8 dipilih sebagai pH optimum untuk reaksi esterifikasi jagung dan pati amaranth dengan reaktan berupa anhidrid octenyl suksinat. Pada penelitian ini, terjadi penurunan swelling power pada pH 9 dan 10. Olayide (2004) melaporkan bahwa pada kondisi basa (pH tinggi) akan terjadi gelatinisasi parsial pada pati. Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula dalam pati. Pembengkakan granula lebih lanjut, menyebabkan dinding-dinding granula mulai terpecah dan rusak, sehingga dapat menurunkan swelling power (Vatanasuchart dkk., 2005). Hal ini lah yang menyebabkan nilai swelling power pada pH 9 dan 10 lebih rendah jika dibandingkan dengan pH 8.
Solubility Untuk mengkaji pengaruh waktu reaksi terhadap nilai solubility tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, rasio berat asam asetat : tepung gadung (1:3), dan pH reaksi 8. Hasil analisis solubility disajikan pada Gambar 8, sebagai berikut :
Gambar 8. Grafik waktu vs Solubility Pada Gambar 8 dapat diamati bahwa pada rasio asam asetat: tepung gadung sebesar 1:3, semakin lama waktu reaksi, maka nilai solubility juga semakin meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh semakin besarnya % Asetil dan derajat substitusi (DS). Substitusi gugus asetil pada tepung gadung dapat melemahkan ikatan hidrogen pada molekul pati sehingga air menjadi lebih mudah berpenetrasi ke dalam granula pati dan menyebabkan keluarnya amilosa dari granula. Inilah yang menyebabkan nilai solubility semakin meningkat. Namun setelah 30 menit nilai solubility menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena jumlah gugus hidroksil (bersifat hidrofil) yang tersubstitusi juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sifat hidrofobik dari pati yang pada akhirnya dapat mengurangi kelarutan pati di dalam air (Luo dan Shi, 2012).
Pengaruh Waktu Reaksi Derajat Substitusi Untuk mengkaji pengaruh waktu reaksi terhadap derajat substitusi tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, rasio berat asam asetat : tepung gadung (1:3), dan pH reaksi 8. Hasil analisis derajat substitusi disajikan pada Gambar 7, sebagai berikut :
Gambar 7. Grafik waktu vs Derajat Substitusi 38
METANA, Vol. 11 No. 02, DESEMBER 2015, Hal. 33 - 40 starch and flour”, Food Chem. 78: 305-311.
Swelling Power Untuk mengkaji pengaruh waktu reaksi terhadap nilai swelling power tepung gadung terasetilasi, reaksi asetilasi dijalankan pada suhu kamar, rasio berat asam asetat : tepung gadung (1:3), dan pH reaksi 8. Hasil analisis swelling power disajikan pada Gambar 9 sebagai berikut :
Ageboola, S., Akingbala, J.O. and Oguntimein, G.B., (1991), “Physicochemical and functional properties of low DS cassava starch acetates and citrates”, Starch/Starke. 43(2): 62-66. Aprianita A., Purwandari U., Watson B. and Vasiljevic T., (2009), “Physicochemical properties of flours and starches from selected commercial tubers available in Australia”, Int Food Res J. 16: 507-520 Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo). (2011). Impor Tepung Terigu Turun 34,92%. diakses dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/3 199/Impor-Tepung-Terigu-Turun34,92. [5 Januari 2014].
Gambar 9. Grafik waktu vs Swelling Power Seperti yang diharapkan, swelling power dari tepung gadung asetat akan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu reaksi. Pada pembahasan sebelumnya mengenai pengaruh waktu reaksi terhadap nilai derajat substitusi, disebutkan bahwa semakin lama waktu reaksi, maka nilai derajat substitusi (DS) semakin meningkat. Semakin lama waktu reaksi, semakin banyak gugus asetil berdifusi dan teradsorpsi pada permukaan pati (Khalil dkk., 1995). Penggabungan gugus asetil ke dalam molekul pati dapat mengurangi interaksi diantara molekul pati, dan dapat meningkatkan akses air ke daerah amorf pati sehingga dapat meningkatkan hidrasi dan pembengkakan pada granula pati (Xu dkk., 2005).
Bhosale, R. and Singhal, R., (2006), “Process optimization for the synthesis of octenyl succinyl derivative of waxy corn and amaranth starches”, Carbohydr Polym. 66: 521-527. Considine, D.M. and G. Considine. (1982). Food and Food Production Encyclopedia. : New York : Van Nonstran Reinhold Company. Edijala, J.K., Okoh, P.N. and Aniyoro, R., (1999), “Chemical Assay of Cyanide Levels of Short Time Fermented Cassava Products in The Abraka Area of Delta State, Nigeria”, Food Chemistry. 64(1):107-110. Funke, U. and Lindhauer, M.G., (2001), “Effect of reaction conditions and alkyl chain lengths on the properties of hydroxyalkyl starch ethers”, Starch/Stärke. 53:547-554.
KESIMPULAN Peningkatan nilai swelling power dan solubility dari tepung gadung dapat dilakukan dengan metode asetilasi menggunakan asam asetat glasial dan katalis NaOH. Pada penelitian ini, kondisi proses terbaik untuk produksi tepung gadung terasetilasi adalah pada rasio berat asam asetat:tepung gadung (1:3), pH 8,0 dan waktu reaksi 30 menit, dimana didapatkan nilai swelling power 7,3 g/g, solubility 18,6 %, dan derajat substitusi sebesar 0,033.
Hui, R., Chen, Q.H., Fu, M.L., Xu Q. and He, G.Q., (2009), “Preparation and properties of octenyl succinic anhydride modified potato starch”, Food Chem. 114: 81-86. Jarowenko, W. (1986). Acetylated starch and miscellaneous organic esters. In: Wurzburg OB ed. Modified starches: properties and uses. Boca Raton : CRC Press.55:77.
DAFTAR PUSTAKA Adebowale, K.O., Afolabi, T.A. and Lawal, O.S., (2002), “Isolation, chemical 335 modification and physicochemical characterisation of Bambarra groundnut (Voandzeia subterranean)
Jeon, Y.S., Viswanathan, A. and Gross, R.A., (1999), “Studies of starch esterification: reactions with 39
STUDI PENGARUH RASIO ….
(Rizka Amalia, dkk)
alkenylsuccinates in aqueous slurry systems”, Starch/Stärke. 51:90-93.
acid esters of polysaccharides. (US Patent. 5: 589577).
Khalil, M.I., Hashem, A. and Hebeish, A., (1995), “Preparation and Characterization of Starch acetate”, Starch. 47: 394-398.
Rutenberg, M.W. and Solarek, D. (1984). Starch derivatives: Production and uses. In: Whistler RL, BeMiller JN, Paschall EF (ed) Starch chemistry and technology, 2nd edn. Academic Press: New York, pp 311-388.
Kiatponglarp, W. (2007). Production of Enzyme Resistant Starch from Cassava Starch. Suranaree University of Technology: Ph.D. Thesis.
Sánchez-Rivera, M. M., Flores-Ramírez, I., Zamudio-Flores, P. B., González-Soto, R., Rodríguez-Ambríz, S. L. and Bello-Pérez, L. A., (2010), “Acetylation of banana (Musa paradisiaca L.) and maize (Zea mays L.) starches using a microwave heating procedure and iodine as catalyst: Partial characterization”, Starch/Stärke. 62:155–164.
Kumoro, A., Retnowati, D. S. dan Budiyati, S., (2011)., “Removal of Cyanides from Gadung (Dioscorea hispida Dennts) Tuber Chips Using Leaching and Steaming Techniques”, Journal of Applied Sciences Research, 21402146. Kumoro, A.C., Retnowati, D.S., Budiyati C.S., Manurung, T. and Siswanto, (2012), “Water solubility, swelling and gelatinization properties of raw and ginger oil modified Gadung (Dioscorea hispida Dennst) flour”, Res J Appl Sci Eng Technol. 4(17): 2854-2860.
Singh, N., Chawla, D. and Singh, J., (2004), “Influence of acetic anhydride on physicochemical, morphological and thermal properties of corn and potato starch”, Food Chem. 86: 601-608. Vatanasuchart, N., O. Naivikul, S. Chaorenrein, and K. Sriroth, (2005), “Molecular properties of cassava starch with different UV irradiaton to enhance baking expansion”, Carbohydrate Polymer. 61: 80-87. Whistler, R.L. and Daniel, J.R (1995). Carbohydrates. In: Fennema OR ed. Food chemistry. New York:Marcel Decker. 69-137. Wurzburg, O.B. (1995). Modified Starches. In: Stephen, a.m. ed. Food Polysaccharides and Their Applications. New York : Marcel Dekker, inc.
Leach, H.W., McCowen, L.D. and Schoch, T.J., (1959), "Structure of The Starch Granules. In: Swelling and Solubility Patterns of Various Starches", Cereal Chem. 36: 534 -544. Liu Q., Donner E., Yin Y., Huang R.L. and Fan M.Z., (2006), “The physicochemical properties and in vitro digestibility of selected cereals, tubers, and legumes grown In China”, Food Chem. 99: 470- 477. Luo, Z.G. and Shi, Y.C., (2012), “Preparation of acetylated normal, waxy and high amylose maize starch with intermediate degrees of substitution in aqueous solution and their properties”, J Agric Food Chem. 60: 9468-9475.
Xu, Y.X., Miladinov, V. and Hanna M.A., (2004), "Synthesis and Characterization of Starch with High Substitution", Cereal Chemistry. 81(6):735-740.
Luo, Z.G. and Zhou, Z., (2012), “Homogeneous synthesis and characterization of starch acetates in ionic liquid without catalyst”, Starke. 64:37-44.
Xu, Y. X., Dzenis, Y. and Hanna, M. A., (2005), “Water solubility, thermal characteristics and biodegradability of extruded starch acetate foams”, Industrial Crops and Products. 21, 361–368
Peltonen, S. and Harju, K. (1996). Application and methods of preparation of fatty .
40