PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, BI RATE dan ECONOMIC VALUE ADDED TERHADAP INDEKS LQ45 TAHUN 2008-2015 Dony Prabowo1), Bambang Purwoko2), Wilson RL Tobing3) Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila 1) Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila 2) Sekolah Pascasarjana Universitas Pancasila 3)
[email protected]) (Received: 22-09-2016; Reviewed: 18-10--2016; Revised: 25-10-2016; Accepted: 10-11-2016; Published: 15-12-2016bln-thn)
ABSTRACT This study aims to examine the effect of macro economic indicators and Economic Value Added (EVA) on Stock Price Index LQ 45 in Indonesia Stock Exchange. The study period that is used is from 2008 - 2015. By knowing which indicators that takes effect, then the results can be used as a reference for investors to invest in the stock market. The model that is used in this research is multiple linear regression model using four variables; LQ 45 Stock Price Index as the dependent variable and the other three variables, namely macroeconomic indicators such as Rupiah to US Dollar exchange rate, the BI Rate and Economic Value Added (EVA) indicator as an independent variable. From the result of the t-test, it can be concluded that EVA has positive and significant impact on Stock Price Index LQ 45, while the variables of Rupiah to Dollar exchange rate and the BI Rate indicates that both have negative and significant effect on Stock Price Index LQ 45. Keywords: BI Rate, EVA, Exchange rate , LQ 45 Stock Price Index ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh indikator makro ekonomi Indonesia serta Economic Value Added (EVA) terhadap Indeks Harga Saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia. Periode penelitian yang digunakan adalah dari tahun 2008 - 2015. Dengan mengetahui indikator mana saja yang berpengaruh, maka hasilnya dapat dijadikan referensi bagi investor untuk berinvestasi pada pasar saham. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda dengan menggunakan empat variabel; Indeks LQ 45 sebagai variabel dependen serta tiga variabel lainnya, yaitu indikator makro ekonomi seperti Kurs Rupiah terhadap Dollar AS, BI Rate serta indikator Economic Value Added (EVA) sebagai variabel independen. Dari hasil perhitungan uji t, dapat diambil kesimpulan bahwa EVA adalah faktor yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham LQ 45, sedangkan variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar dan BI Rate menunjukkan bahwa keduanya berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham LQ 45. Kata kunci : BI Rate, Economic Value Added (EVA), Indeks Harga Saham LQ 45, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS.
PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakter perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Tujuan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam proses pembangunannya dihadapkan pada permasalahan dalam keterbatasan modal untuk membiayai investasi pembangunan. Berbagai upaya telah dilakukan agar meningkatkan peran sektor keuangan dalam pembiayaan pembangunan secara mandiri. Keberadaan pasar modal di suatu negara merupakan tolak ukur kemajuan perekonomian sebuah negara sekaligus penunjang ekonomi negara serta sebagai acuan untuk melihat tentang bagaimana kegairahan atau dinamisnya bisnis negara. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham, dan sebagainya. Pasar modal di Indonesia dalam perkembangannya telah menunjukkan tempatnya sebagai bagian dalam instrumen perekonomian, dimana indikasi yang dihasilkannya banyak dipicu oleh para peneliti maupun praktisi dalam melihat gambaran perekonomian Indonesia. Kondisi tersebut juga telah ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia yang semakin meningkatkan komitmennya terhadap peran pasar modal melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, dimana dinyatakan didalamnya bahwa pasar modal memiliki peran yang strategis dalam pembangunan nasional, sebagai salah satu sumber bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Pasar modal memiliki peran penting dalam perekonomian sebuah negara. Peran pasar modal lebih dari sekedar tempat pertemuan antara lenders dan borrowers ataupun tempat untuk memperdagangkan sekuritas, tetapi berperan dalam mendorong pembentukan modal dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan memberikan dorongan terhadap domestic savings dan meningkatkan kuantitas dan kualitas investasi (Wijaya, 2013). Banyak faktor yang mempengaruhi indeks saham, antara lain keadaan ekonomi global dan kestabilan politik suatu negara dan kondisi makro perekonomian suatu negara merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang ada di negara tersebut. Faktor makro ekonomi seperti nilai tukar dan BI rate. Sedangkan konsep lain yang turut mempengaruhi seperti dikemukakan oleh Stern Stewart & Co’s adalah Economic Value Added. Lingkungan ekonomi makro merupakan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari‐hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor harus mempertimbangkan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu investor dalam membuat keputusan investasinya. Kurs merupakan variabel makro ekonomi yang turut mempengaruhi volatilitas harga saham. Kurs Rupiah terhadap Dollar AS semakin memburuk semenjak adanya krisis. Hal ini menjadi malapetaka bagi industri-industri di Indonesia. Terutama bagi perusahaan yang meminjam dana dari luar negeri, mereka harus membayar hutang lebih besar, sehingga kinerja perusahaan tersebut akan terlihat melemah, yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga saham. Pengaruh kurs juga berkaitan dengan adanya investor
asing yang menanamkan modalnya di pasar modal Indonesia. Para investor tentunya akan mempertimbangkan secara rasional faktor perubahan kurs mata uang sebagai salah satu faktor pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam berinvestasi. Informasi lain yang sering dipertimbangkan investor menurut Tandelilin (2010) adalah tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap Indeks Saham LQ 45. Disamping itu tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan memindahkan pada investasi berupa tabungan ataupun deposito. Hal ini tentunya akan mempengaruhi investor dalam membuat keputusan investasi. Suatu perusahaan harus mampu mengambil langkah-langkah strategis untuk memenangkan pasar, sebab perusahaan sebagai salah satu unit ekonomi, biasanya bertujuan mengejar keuntungan yang maksimal dengan mengelola semua kegiatan sebaikbaiknya. Perusahaan tidak hanya diharapkan untuk mendapatkan laba saja, tapi juga dituntut bagaimana caranya agar dapat meningkatkan efisiensi dan mampu menjaga kontinuitas dari usaha yang dilaksanakan sehingga pencapaian tujuan perusahaan dapat lebih optimum. Peningkatan kemakmuran memegang saham antara lain dapat diukur dengan konsep Economic Value Added (EVA). Konsep ini diperkenalkan sekitar tahun 90-an oleh Stern Stewart & Co’s, sebuah perusahaan konsultan dari New York. Stewart & Co’s, Kian tinggi tingkat resiko investasi, kian tinggi pula tingkat kembalian (pendapatan) yang dituntut investor. Kurniawati (2015), menemukan bahwa nilai tukar dan BI rate berpengaruh negatif secara signifikan terhadap harga saham. Sedangkan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Harga Saham. Menurut Octafia (2011), suku bunga berpengaruh signifikan negatif terhadap Indeks Harga Saham, kurs berpengaruh signifikan negatif terhadap Indeks Harga Saham. Menurut Panggabean (2005), menemukan bahwa EVA berpengaruh secara positif terhadap Indeks LQ 45. Menurut Kustanto (2007) menunjukkan bahwa kurs dan suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks LQ 45. Inflasi berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap Indeks LQ 45. Sudarsana dan Candraningrat (2014) dan Purwanto (2009) menunjukkan hasil bahwa perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat berpengaruh signifikan terhadap pergerakan IHSG. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan dan Haryogo (2013) menunjukkan hasil bahwa pergerakan Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat tidak berpengaruh terhadap pergerakan IHSG. Berdasarkan hasil uraian dan perbedaaan hasil penelitian terdahulu tersebut diatas, penulis tertarik untuk menguji pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap USD, BI Rate dan Economic Value Added terhadap Indeks LQ45 baik secara parsial maupun simultan terhadap empat perusahaan manufaktur yang masuk dalam daftar emiten pada Indeks Saham LQ45 yaitu PT. Astra Agro Lestari Tbk, PT. AKR Corporindo Tbk, PT. Astra International Tbk, dan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor tentang pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap USD, BI Rate, dan Economic Value Added Terhadap Indeks LQ45. Untuk itu penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap USD, BI Rate, dan Economic Value Added Terhadap Indeks LQ45 Tahun 2008-2015”.
TINJAUAN PUSTAKA LQ 45 merupakan singkatan dari LiQuid 45 dan pertama kali diluncurkan pada tanggal 24 Februari 1997. Indeks LQ 45 terdiri atas 45 saham yang paling likuid dan memiliki nilai kapitalisasi yang besar, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas likuiditas, seleksi atas saham-saham tersebut mempertimbangkan kapitalisasi pasar. Menurut Gumanti (2011) untuk dapat masuk dalam pemilihan, suatu saham harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : 1. Masuk dalam urutan 60 terbesar dari total transaksi saham di pasar reguler (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir). 2. Saham tersebut juga harus masuk ke dalam jajaran teratas dalam peringkat berdasarkan kapitalisasi pasar (yang dilihat adalah rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir). 3. Saham tersebut telah tercatat di BEI selama paling sedikit 3 bulan. 4. Selain mempertimbangkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar tersebut di atas, akan dilihat juga keadaan keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut. Saham LQ-45 merupakan 45 saham teraktif yang diperdagangkan dan memiliki tingkat likuiditas tinggi serta kapitalisasi pasar tertinggi. Indeks LQ-45 menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus) sehingga saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. Pemilihan saham-saham LQ 45 dilakukan secara wajar dan didukung oleh komite penasehat yang terdiri dari para ahli di Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), universitas, dan profesional di bidang pasar modal. Tujuan dari indeks LQ 45 adalah sebagai pelengkap IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) dan khususnya untuk menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitori pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan. Pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas, instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya (Darmaji dan Hendy, 2006). Menurut Undang – Undang Pasar Modal Nomor 8 tahun 1995, definisi pasar modal (capital market) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995, Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Di Indonesia hanya ada satu bursa yaitu PT Bursa Efek Indonesia. PT Bursa Efek Indonesia adalah gabungan dari PT. Bursa Efek Jakarta dan PT. Bursa Efek Surabaya yang merger pada tahun 2007. PT Bursa Efek Indonesia bersifat swasta dan merupakan SRO (Self Regulatory Organization) yaitu merupakan lembaga atau organisasi yang bisa mengatur dirinya sendiri dan berwenang untuk mengeluarkan peraturan bagi kegiatan usahanya.
Pengertian nilai tukar menurut Blanchard (2006) dalam bukunya Macroeconomics adalah : ”Nominal exchange rate as the price of the domestic currency in term of foreign currency”. Menurut Tandelilin (2010), menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing merupakan sinyal positif bagi perekonomian. Artinya, apabila kurs menguat dapat memberikan sinyal positif bagi para investor. Sinyal positif ini dapat mendorong pembelian saham-saham oleh investor, sehingga jika dilakukan secara bersamaan akan meningkatkan atau menguatkan nilai-nilai saham yang ada. Untuk itu saya menekankan betapa pentingnya mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi untuk memperkuat kurs dan solusi apa yang akan kita ambil. Penurunan nilai rupiah telah menggangu transaksi perdagangan , transaksi keuangan dan pengembangan produk, untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah konkret dari pemerintah. Salah satu hal terpenting dalam melakukan perbaikan kurs yaitu dengan menjalankan kebijakan moneter yang tepat sehingga dapat melindungi nilai rupiah itu sendiri. Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Bank Indonesia melalui website resmi, BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Selain itu BI Rate ditetapkan juga memperhatikan berbagai informasi lainnya seperti leading indikator, survei, informasi anecdotal, variabel informasi, expert opinion, asesmen faktor risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter. BI Rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap rapat dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Menurut Mishkin (2008), suku bunga adalah biaya pinjaman atau harga yang dibayar atas penyewaan dana . Mishkin memandang suku bunga dari sisi peminjam (borrower). Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Mekanisme penetapan BI Rate ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dilakukan oleh Dewan Gubernur setiap bulan melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG). Kebijakan moneter berupa BI Rate ini berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan rapat dewan gubernur berikutnya. Penetapan respon kebijakan moneter (BI Rate) ini dilakukan dengan memperhatikan efek tunda kebijakan moneter dalam memengaruhi inflasi. Apabila ternyata terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG bulanan melalui RDG mingguan. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate secara konsisten dan
bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps. METODE PENELITIAN Jenis dan sumber data Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil riset kepustakaan (library research). Dalam melakukan pengumpulan data untuk penelitian ini, digunakan data sekunder yang diperoleh melalui website Bank Indonesia www.bi.go.id dan http://finance.yahoo.com dengan periode waktu selama 8 (lima) tahun (Januari 2008 s.d Desember 2015). Metode analisis data Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif analisis regresi linier berganda dengan bantuan software SPSS Versi 23. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap USD, BI Rate, dan Economic Value Added terhadap Indeks LQ45, dihitung dengan menggunakan persamaan garis regresi linier berganda berikut : Y = α + β1X1 + β 2X2 + β3X3+ e Dimana : Y
= Indeks LQ45
Α
= intercept atau konstanta
Β
= koefisien garis regresi
X1
= nilai tukar Rupiah terhadap USD
X2
= BI Rate
X3
= Economic Value Added
e
= standar error
Salah satu syarat untuk melakukan uji analisis berganda perlu dilakukan uji asumsi klasik antara lain uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedasitas. Hal ini diperlukan agar persamaan regresi yang dihasilkan bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased, Estimator). Untuk pengujian hipotesis digunakan uji koefisien determinasi (R2), uji t, dan uji F. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Asumsi Klasik Tahap pertama untuk pemeriksaan asumsi model regresi adalah dengan pemeriksaan terhadap asumsi kenormalan. Uji statistik normalitas yang digunakan ialah Kolmogorov Smirnov. Berdasarkan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,108 dan Asymp.sig sebesar 0,200 > 0,05
maka dapat disimpulkan data berdistribusi normal dan data yang digunakan pada variabelvariabel dalam penulisan diambil dari populasi normal, sehingga tidak terjadi masalah normalitas pada penelitian ini. Masalah autokorelasi kadang muncul pada data yang didasarkan waktu berkala seperti bulanan atau tahunan. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada penelitian ini, perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu dengan menggunakan Statistik Durbin Watson (D-W). Hasil pengujian autokorelasi dengan nilai Durbin Watson sebesar 1,940 dan diperoleh du dari tabel Durbin Watson sebesar 1,6505. Pengambilan keputusan dilakukan dengan ketentuan du < d < 4 - du atau 1,6505 < 1,940 < 2,3495. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung autokorelasi, yang artinya antar variabel tidak ada korelasi sehingga model regresi ini layak digunakan. Selanjutnya suatu model dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas apabila nilai signifikansi antara variabel independen dengan residual lebih dari 0,05. Metode yang digunakan untuk uji ini adalah metode spearman’s rho. Diperoleh nilai signifikansi untuk variabel Kurs Rupiah sebesar 0,772, BI Rate sebesar 0,406, dan EVA sebesar 0.319. Karena nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinieritas maka dilakukan pemeriksaan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada model regresi. Pada umumnya jika VIF lebih dari 10, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya. Dapat diketahui bahwa nilai VIF sebagai berikut : 1. Kurs Rupiah VIF = 2,800 Artinya, nilai VIF lebih kecil daripada 10 dan Tolerance lebih dari 0,1. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala Multikolinearitas di antara variable bebas. 2. BI Rate VIF = 1,367 Artinya, nilai VIF lebih kecil daripada 10dan Tolerance lebih dari 0,1. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala Multikolinearitas di antara variable bebas. 3. EVA VIF = 2,572 Artinya, nilai VIF lebih kecil daripada 10 dan Tolerance lebih dari 0,1. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala Multikolinearitas di antara variable bebas. Uji Hipotesis Tabel 1 Uji Hipotesis Analisa Regresi
Uji t
Koefisien Regresi
Uji F
t stat
Sig
(Constant)
-2,763
-2,854
,011
Nilai Tukar RP/USD
-2,366
-3,602
,002
BI Rate
-1,249
-3,136
,006
,064
2,448
,026
EVA
F stat
18,917
Adjusted Sig
,000
R Square
,705
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat hasil uji F hitung sebesar 18,917 dengan sig 0,000. Uji F terpenuhi dikarenakan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan nilai F tabel 3,33 (F hitung > F tabel). Dari uji F tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap USD, BI Rate dan Economic Value Added secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Indeks LQ45. Hasil uji t dari tabel 1 di atas pada dasarnya menunjukkan pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat, dapat disimpulkan bahwa : 1. Nilai tukar Rupiah terhadap USD menghasilkan t hitung sebesar - 3,602 sedangkan ttabel sebesar 1,699 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.002. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 5% dan nilai t hitung (- 3,602) lebih besar dari t tabel (1,669) maka terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara variabel Nilai tukar Rupiah terhadap USD terhadap Indeks LQ45. 2. BI Rate terhadap USD menghasilkan t hitung sebesar - 3,136 sedangkan t tabel sebesar 1,699 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,006. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 5% dan nilai t hitung (- 3,136) lebih besar dari t tabel (1,699) maka terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara variabel BI Rate terhadap Indeks LQ45. 3. Economic Value Added menghasilkan t hitung sebesar 2,448 sedangkan t tabel sebesar 1,699 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.026. Karena nilai signifikansi lebih kecil dari 5% dan nilai t hitung (2,448) lebih besar dari t tabel (1,699) maka terdapat pengaruh signifikan antara Economic Value Added terhadap Indeks LQ45. Dari hasil uji Koefisien Determinasi (R2) diperoleh hasil nilai adjusted R square adalah sebesar 0,705 menunjukkan bahwa persentase pengaruh variabel nilai tukar Rupiah terhadap USD, BI Rate dan Economic Value Added terhadap Indeks LQ45 sebesar 70,5% sedangkan sisanya sebesar 29,5% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti. Dari tabel 1 diatas maka model regresi yang dapat dibentukadalah : Y = -2,763 – 2,336. X1 – 1,249. X2 + 0,064. X3 + e Berdasarkan model regresi tersebut, dapat diketahui bahwa masing-masing variabel bebas berpengaruh secara positif dan negatif terhadap Indeks Harga Saham LQ 45, hal ini dapat dilihat pada nilai beta yang positif dan negatif. Hasil model regresi tersebut akan dibahas sebagai berikut: 1. Koefisien regresi variabel nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar – 2,336; menunjukan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap USD jika mengalami kenaikan sebesar 1 poin, maka indeks LQ45 akan mengalami penurunan sebesar 2,336. 2. Koefisien regresi variabel BI Rate sebesar – 1,249; menunjukan bahwa jika BI Rate mengalami kenaikan sebesar 1 poin, maka indeks LQ45 akan mengalami penurunan sebesar 1,249. 3. Koefisien regresi variabel Economic Value Added sebesar 0,064; menunjukan bahwa jika Economic Value Added mengalami kenaikan sebesar 1 poin, maka indeks LQ45 juga akan mengalami peningkatan sebesar 0,064.
Analisa dan Pembahasan 1. Hipotesis Pertama Ha1 : Nilai tukar Rupiah terhadap USD berpengaruh signifikan terhadap Indeks LQ45. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa hipotesis kedua berpengaruh negatif signifikan terhadap Indeks LQ45. Sebagai contoh apabila terjadi penurunan kurs Rupiah yang berlebihan, akan berdampak kepada perusahaan-perusahaan manufaktur yang telah go public yang menggantungkan faktor produksinya terhadap barang-barang impor, biasanya belanja impor yang akan mengakibatkan meningkatnya biaya produksi dan menurunkan laba perusahaan. Selanjutnya berdampak terhadap anjloknya harga saham perusahaan tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa ketika nilai kurs Rupiah terhadap USD terdepresiasi maka Indeks LQ45 juga akan mengalami penurunan. Bagi investor, pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap USD mengindikasikan situasi fundamental perekonomian Indonesia. Sehingga ketika nilainya menurun, maka menunjukan bahwa Rupiah sedang melemah dan kondisi perekonomian Indonesia sedang tidak dalam kondisi yang stabil. Ketika kondisi perekonomian kurang stabil, maka investor kecenderungannya akan menjual saham-saham yang dimilikinya untuk menghindari risiko, dimana aksi jual saham ini tentunya akan mengakibatkan pelemahan Indeks LQ45. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tandelilin (2010) yang menyatakan bahwa menguatnya Kurs Rupiah merupakan sinyal positif bagi investor. Kurs yang signifikan disebabkan karena pada kenyataannya apabila Kurs Dollar mengalami peningkatan artinya kondisi perekonomian sedang dalam keadaan kurang baik, sehingga para investor takut berinvestasi pada saham. Ketika Kurs Rupiah mengalami penurunan, maka keuntungan dari perusahaan akan turun sehingga tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor tidak sesuai yang mereka harapkan. Berkurangnya para investor melakukan transaksi dalam bentuk saham, akan mengakibatkan harga saham turun. Sebaliknya, apabila Kurs Dollar terhadap Rupiah melemah maka investor akan berinvestasi dalam bentuk saham karena pada saat itu kondisi perekonomian dalam keadaan bagus. Meningkatnya permintaan Dollar juga berkaitan dengan besarnya kewajiban luar negeri pihak perusahaan yang jatuh tempo.Sedangkan hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti: Subastine dan Syamsudin (2010) dan Octafia (2011). 2. Hipotesis Kedua Ha2 : BI Rate terhadap USD berpengaruh signifikan terhadap Indeks LQ45. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa hipotesis kedua negatif signifikan terhadap Indeks LQ45. Hasil ini menunjukkan bahwa ketika BI Rate mengalami penurunan maka Indeks LQ45 juga akan mengalami penurunan. BI Rate yang semakin tinggi membuat lesu perekonomian, kemudian menaikkan biaya bunga. Dengan demikian suku bunga yang semakin tinggi dapat menurunkan laba perusahaan dan menyebabkan para investor menjual saham dan memindahkan dana ke pasar obligasi. Para investor yang keluar dari pasar saham akan menurunkan harga saham pada umumnya dan akan berpengaruh besar terhadap Indeks LQ45. Hal ini konsisten dengan penelitian Kustanto
(2012) menjelaskan bahwa variabel BI Rate berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham. 3. Hipotesis Ketiga Ha3 : Economic Value Added berpengaruh signifikan terhadap Indeks LQ45. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa hipotesis ketiga positif signifikan terhadap Indeks LQ45. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sunardi (2010) bahwa bila EVA semakin tinggi maka harga saham akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut telah berhasil menciptakan kekayaan bagi pemegang sahamnya, sehingga semakin besar pula harga sahamnya menjadi ikut naik. Hasil ini juga sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Panggabean (2005) membuktikan bahwa EVA mempunyai korelasi positif yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham LQ 45. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini menunjukan bahwa nilai tukar Rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham LQ 45 pada Bursa Efek Indonesia. Dari hasil uji-t juga dapat dilihat bahwa nilai tukar Rupiah mempunyai pengaruh yang paling tinggi diantara variabel lain terhadap Indeks Harga Saham LQ 45. Hasil ini memperkuat penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap Indeks. Hasil ini sejalan dengan pertumbuhan perusahaan manufaktur di Indonesia, karena industri manufaktur di Indonesia masih memiliki ketergantungan besar terhadap bahan baku impor sehingga akan menurunkan pertumbuhan industri manufaktur apabila nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah. BI Rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham LQ 45 pada Bursa Efek Indonesia. Dari hasil uji-t diketahui variabel BI Rate mempunyai pengaruh yang cukup terhadap Indeks Harga Saham LQ 45. Hasil ini memperkuat penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa BI Rate berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham. Apabila BI Rate mengalami kenaikan, beban pelaku industri manufaktur juga akan membesar lantaran suku bunga kredit perbankan ikut naik, belum lagi tantangan lain berupa kenaikan tarif listrik, lonjakan harga bahan bakar bersubsidi, serta upah buruh sehingga biaya produksi membengkak sedangkan nilai tambah menurun yang mengakibatkan harga saham perusahaan di bursa ikut bergerak turun dan mempengaruhi Indeks LQ 45. Sedangkan Economic Value Adde (EVA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham LQ 45 pada Bursa Efek Indonesia. Hasil ini memperkuat penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa EVA berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham LQ 45, apabila EVA mengalami peningkatan akan diikuti pula oleh Indeks Harga Saham LQ 45 yang akan bergerak naik Saran Bagi para investor yang berinvestasi di Pasar Modal Indonesia hendaknya memperhatikan kondisi perekonomian negara seperti nilai tukar Rupiah terhadap USD dan BI Rate serta menganalisis kinerja keuangan perusahaan sebelum melakukan keputusan investasi karena semua faktor tersebut ikut mempengaruhi iklim investasi di Indonesia
terutama untuk perusahaan manufaktur yang diteliti pada penulisan ini yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Indeks LQ45. Untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang pengaruh indikator ekonomi makro terhadap kondisi Pasar Modal Indonesia untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dapat menambahkan variabel lain diluar variabel penulisan ini, variabel makro ekonomi Indonesia yang lain seperti: tingkat inflasi, jumlah uang beredar. Manajemen perusahaan sebaiknya cepat tanggap atas segala perubahan kondisi perekonomian di Indonesia, terutama unutk perusahaan manufaktur yang ada di pasar modal, karena apabila terlambat untuk merespon pasar resikonya akan sangat besar. Investor tidak hanya melihat dari faktor kinerja keuangan perusahaan saja, melainkan faktor makro ekonomi Indonesia seperti Nilai Tukar dan BI Rate juga sangat diperhatikan untuk menentukan investasi di Pasar Modal oleh investor. Perusahaan manufaktur sebaiknya mempersiapkan formula-formula untuk menghadapi fluktuasi ekonomi yang terjadi, karena dalam hasil penelitian tesis ini terbukti bahwa variabel Kurs Rupiah. BI Rate, dan EVA mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Indeks LQ45. DAFTAR PUSTAKA Berlianta, Heli Charisma.2004. Mengenal Valuta Asing. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Blanchard, Olivier, 2006, Macroeconomics 4th Edition, International edition. Pearson Prentice Hall, New York. Darmadji, Tjiptono dan Herdy M. Fakhruddin. 2006. Pasar Modal Di Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta : Salemba Empat. Dornbusch, Rudiger . 2008. Makroekonomi edisi 10. Jakarta: Penerbit Media Global Edukasi. Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan : Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Ernawati, Dani. 2014. Analisis Pengaruh Nilai Tukar ( Kurs) Rupiah, Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, Dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2006 – 2010. Tesis. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Gumanti, Tatang Ary. 2011. Manajemen Investasi. Bogor : Mitra Wacana Media. Haryanto, Dedi dan Riyatno. 2007. Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Nilai Kurs terhadap Risiko Sistematik Saham Perusahaan di BEJ. Jurnal Keuangan dan Bisnis, Vol. 5 No. 1 Maret 2007, hal 24-40. STIE Musi, Palembang. Iramani, Rr. Erie Febriani. 2005. Financial Value Added : Suatu Paradigma Baru Dalam Pengukuran Kinerja dan Nilai Tambah Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE. Kurniawati, Emi. 2015. Analisis Pengaruh Nilai Tukar ( Kurs) Rupiah, Inflasi, BI Rate, Dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010 – 2014. Tesis. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kustanto, Ervan.2012. Pengaruh Kurs , Inflasi dan Suku Bunga Terhadap Indeks Harga Saham LQ45 di BEI. Thesis. Universitas Muhammadiyah Jakarta. Mishkin, Frederic . 2008. Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan Buku 1 Edisi 8. Jakarta: Salemba Empat. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit Ghalia. Octafia, Sri Mona. (2011). Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Tukar Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Property Dan Real Estate Dengan Pendekatan Error Correction Model. Jurnal. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. Panggabean, Raja Lambas J, 2005. Analisis Perbandingan Korelasi EVA Dan ROE Terhadap Harga Saham LQ 45 Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Manajemen & Bisnis Universitas Sriwijaya. Vol. 3 No.5, Juni 2005. Purwoko, Bambang. 2015. Konsep Ekonomika Global. Bahan Kuliah Magister Manajemen Universitas Pancasila, tanggal 1 Agustus 2015. Purwranto, Diki. 2009. Analisis Pengaruh Suku Bunga The Fed, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS, Tingkat Inflasi, Dan Suku Bunga Bank Indonesia Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia Pada Periode Januari 2008 s.d. Mei 2009. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Pusat Referensi Pasar Modal Indonesia, Bursa Efek Indonesia. Jsx Monthly Statistics Januari 2008 sampai Desember 2015. Jakarta. Priyatno, Duwi. 2013. Mandiri Belajar Analisis Data Dengan SPSS. Mediakom. Sekolah Pasar Modal. 2012. Jakarta: BEI. Sudarsana dan Candraningrat. 2014. Pengaruh Suku Bunga SBI, Nilai Tukar, Inflasi dan Indeks Dow Jones Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di BEI. Journal hal. 3291 - 3308 . Universitas Udayana. Bali Subastine, Yuliana dan Syamsudin. (2010). Pengaruh Variabel Makroekomoni Dan Indeks Harga Saham Luar Negeri Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya. Vol. 11, No. 2. Pasca Sarjana Magister Manajemen. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kelima. Yogyakarta: UPP STIMYKPN. Sunardi, Harjono. 2010. Pengaruh Penilaian Kinerja dengan ROI dan EVA terhadap Return Saham Pada Perusahaan yang Tergabung dalam Indeks LQ 45 DI Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Universitas Kristen Maranatha. Vol. 2 No.1, Hal: 70-92. Supranto, J, M.A. 2012. Metode Riset. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Suratno, Ignatius Bondan. 2005, “Economis Value Added: Dari Suatu Alat Penilai Kinerja Manajemen Menuju Konsep Pemerataan Pendapatan”. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IV, No. 2, halaman 133 – 154. Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio dan Investasi. Yogyakarta: Kanisius. Tjiptono, Darmadji dan Fakhruddin, Hendy.M. 2006. Pasar Modal Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab, Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat. Tunggal, Amin Widjaja. 2008. Memahami Economic Value Added (EVA) teori, soal dan kasus. Jakarta : Penerbit Harvarindo. Undang-undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995. Wijaya, Renny.(2013). Pengaruh Fundamental Ekonomi Makro Terhadap IHSG pada BEI. Jurnal ilmiah mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1. Young, David, S. O’Byrne, F. Stephen, 2001. EVA dan Manajemen Berdasarkan Nilai. Jakarta : Salemba Empat.