PENGARUH NILAI SAND EQUIVALENT TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL DAN DURABILITAS PADA CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Oleh: SAFIRA YAUMIL AKBAR D 100 140 300
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
i
ii
iii
PENGARUH NILAI SAND EQUIVALENT TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL DAN DURABILITAS PADA CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE)
Abstraks Terkait dengan pemilihan material yang akan digunakan sebagai bahan jalan, kharakteristik sumber quarry akan memberikan pengaruh terhadap produk akhir, tidak terkecuali kebersihan material pasir terhadap lumpur pada campuran AC. Fenomena ini lebih ekstrim pada tatanan implementasi yang umumnya supplier mendapatkannya material halus dari berbagai macam sumber quarry dengan variasi kadar lumpur yang berbeda, nilai sand equivalent (SE) yang berbeda akan berdampak pada kualitas campuran dan keawetan campuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai sand equivalent terhadap karakteristik Marshall dan durabilitas pada campuran AC (Asphalt Concrete), serta mendapatkan nilai SE yang masih dapat ditolerir dalam kerangka tinjauan spesifikasi karakteristik Marshall AC dan durabilitas. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen yang dilakukan di Laboratorium Bahan Jalan dengan variasi kadar aspal : 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% terhadap berat total agregat untuk menentukan Kadar Aspal Optimum (KAO). Setelah didapatkan KAO, maka dibuat benda uji dengan variasi nilai sand equivalent 80%, 60%, 40%, 20% kemudian sampel dilakukan pengujian Marshall dan durabilitas berdasarkan prosedur pengujian menurut SNI 06-2480-1991. Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa, variasi nilai SE mempengaruhi karakteristik Marshall dan durabilitas campuran AC. Pada nilai KAO 5,73%, nilai stabilitas cenderung menurun seiring dengan bertambahnya nilai sand equivalent, flow cenderung naik seiring dengan menurunnya nilai sand equivalent, VFWA cenderung menurun seiring dengan bertambahnya nilai sand equivalent, VIM cenderung menurun seiring dengan berkurangnya nilai sand equivalent, MQ cenderung menurun seiring dengan berkurangnya nilai sand equivalent, density semakin besar seiring dengan berkurangnya nilai sand equivalent. Berdasarkan parameter Marshall, nilai density dan VIM dapat diketahui, bahwa lumpur yang ada pada material pasir justru lebih berperan sebagai bahan pengisi (filler) yang dapat meningkatkan kinerja material AC, sedang untuk aspek durabilitas semua benda uji dengan variasi nilai sand equivalent menunjukkan nilai r (indeks penurunan stabilitas) ≤ 1% yang berarti, bahwa bahan perkerasan yang dihasilkan tergolong bahan yang durabel (awet). Nilai sand equivalent yang masih dapat ditolerir, pada kisaran 48,31% - 80% untuk properties Marshall dan kisaran 54,86% - 80% untuk nilai durabilitas. Kata kunci : sand equivalent, karakteristik Marshall, durabilitas, Asphalt Concrete Abstract In the selection of materials to be used in the manufacture of asphalt mix is not limited to the source of the material obtained, as long as the material meets the requirements in the testing material. Fine aggregate or sand from sources quarry one another will have a sand equivalent quality and value are different. So it will affect the quality of the pavement. Likewise sand that has been on the suppliers, although it has been tested equivalent sand but sand that has been collected and placed in the room is open will be contaminated with dirt or dust, so that the sand equivalent value will also change. This study aimed to determine the influance of sand equivalent value against Marshall characteristics and durability at a mix of AC (Asphalt Concrete), as well as sand equivalent 1
value can be tolerated within the framework of reviews specification Marshall characteristics and durability. The method used in this study is an experimental method that is carried out in the Laboratory of Civil Engineering University of Muhammadiyah Surakarta . Variations used bitumen content of 5% , 5.5 % , 6 % , 6.5 % , 7 % of the total weight of the aggregate to determine the optimum bitumen content . Having obtained the optimum bitumen content it created specimens with variations of sand equivalent value of 80% , 60 % , 40 % , 20 % and then soaked for 24 hours and 48 hours . Further testing specimen Marshall and durability . Based on the results showed that the variation of sand equivalent affect the Marshall characteristics and durability of AC the mixture. At the optimum bitumen content results obtained (5.73%), clay particles contained in the fine aggregates act more as a filler, clay particles contained in the fine aggregates act more as a filler, so that the value of stability actually increases with decreasing value of sand equivalent, flow tends to rise in line with the declining value of sand equivalent, VFWA tends to decrease with increasing sand equivalent value, VIM tends to decrease with decreasing sand equivalent value, MQ tends to decrease with decreasing sand equivalent value, the greater density along with the reduced sand equivalent value. Sand equivalent value that can be tolerated is 48.31% 80% for a 24-hour immersion and 54.86% - 80% for immersion of 48 hours. Based on the density and VIM parameter values can be seen that the sludge contained in the mixture to act more as filler. All specimens with variations of sand equivalent value indicates the value of r (a decrease in the stability index) ≤ 1%, which means that the resulting durable pavement materials. 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Terkait dengan pemanfaatan bahan jalan raya (hot mix) , umumnya pemilihan material yang akan digunakan sebagai campuran aspal-agregat, material yang dipergunakan berasal dari berbagai sumber quarry, termasuk pengadaan material pasir sebagai butiran halus dalam campuran beton aspal (AC). Dalam tatanan implementasi material pasir umumnya didatangkan dari berbagai macam sumber quarry di sekitar proyek, dan pengadaannya disupport oleh berbagai supplier material / sub rekanan, sebagai konsekuensinya, fenomena ini akan mendatangkan ragam kebersihan material pasir terhadap lumpur yang bervariatip, ragam kharakteristik teknis, sifat fisik material dan sebagainya yang berbeda, kondisi ini tentu memberikan dampak terhadap kualitas mutu campuran dan daya keawetan campuran aspal – agregat (beton aspal). Terkait dengan persoalan ini diperlukan pengujian kebersihan material pasir terhadap lumpur / kesetaraan pasir (sand equivalent) terhadap agregat halus (pasir). Pengujian kesetaraan pasir (sand equivalent) bertujuan untuk mengetahui berapa banyak kandungan bahan plastis (lempung atau lanau) yang ada pada agregat halus. Agregat halus atau pasir dari sumber quarry satu 2
dengan lainnya akan mempunyai kualitas dan nilai sand equivalent yang berbeda, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kualitas bahan perkerasan. Begitu pula pasir yang ada di berbagai supplier, rentan sekali terjaga dari kebersihan lumpurnya, mengingat keterbatasan penguasaan teknis supplier, aspek pengadaannya, ragam asal quarry, penyimpanan dan aspek ekonomis kepentingan supplier dan lain sebagainya, sehingga keberadaan nilai sand equivalent sangatlah bervariatip dan dapat memberikan dampak terhadap kinerja bahan perkerasan jalan secara umum. Terkait dengan kondisi di atas penelitian ini akan mencoba menganalisis tentang pengaruh variasi nilai sand equivalent terhadap karakteristik Marshall dan durabilitas pada campuran Asphalt Concrete, sekaligus ingin mendapatkan kerangka nilai SE yang masih ditolerir dalam pemanfaatannya untuk material AC. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaruh variasi nilai sand equivalent terhadap karakteristik Marshall dan durabilitas pada campuran Asphalt Concrete?
2.
Berapa nilai sand equivalent yang masih dapat ditolerir dalam kerangka tinjauan spesifikasi untuk karakteristik Marshall?
3.
Berapa nilai sand equivalent yang masih dapat ditolerir dalam kerangka tinjauan spesifikasi untuk karakteristik durabilitas?
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Menganalisis pengaruh karakteristik Marshall dan durabilitas pada campuran Asphalt Concrete terhadap variasi nilai sand equivalent.
2.
Menguji agregat halus untuk mengetahui berapa nilai sand equivalent yang masih dapat ditolerir dalam kerangka tinjauan spesifikasi karakteristik Marshall.
3.
Menguji agregat halus untuk mengetahui berapa nilai sand equivalent yang masih dapat ditolerir dalam kerangka tinjauan spesifikasi durabilitas.
1.4.
Batasan Masalah Agar penelitian ini terfokus pada rumusan masalah, maka perlu diberikan batasan –
batasan sebagai berikut : 1.
Bahan pengikat menggunakan aspal penetrasi 60/70 produksi Pertamina Cilacap 3
dengan variasi kadar aspal, yaitu : 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% terhadap berat total campuran. 2.
Material agregat halus yang digunakan adalah agregat yang lolos saringan No.4 (4,75 mm).
3.
Variasi nilai sand equivalent yang digunakan adalah 80%, 60%, 40%, 20% sesuai perhitungan.
4.
Variasi waktu perendaman yang digunakan untuk uji durabilitas yaitu 24 jam dan 48 jam.
5.
Spesifikasi yang digunakan adalah spesifikasi umum Bina Marga 2010 revisi 3.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan yang baru bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
2.
Memberi kontribusi pemikiran tentang pengaruh nilai sand equivalent terhadap karakteristik Marshall dan durabilitas pada campuran Asphalt Concrete, sehingga dalam aplikasinya akan diperoleh perkerasan yang baik.
3.
Dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya.
1.6. Nilai Sand Equivalent Nilai sand equivalent adalah perbandingan pembacaan skala pasir terhadap skala pembacaan lumpur pada alat uji sand equivalent yang dinyatakan dalam persen. Pengujian sand equivalent sendiri merupakan suatu metode pengujian agregat halus atau pasir yang lolos saringan No.4 (4,75 mm), menggunakan suatu alat uji cara setara pasir dan larutan Calcium Cloride. Spesifikasi umum Bina Marga Revisi 3 (2010), menyatakan bahwa nilai setara pasir (sand equivalent) untuk agregat halus pada campuran agregat - aspal panas minimal sebesar 60%. 1.7. Karakteristik Marshall Pemahaman akan karakteristik Marshall secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.7.1. Nilai VIM (Void In Mix) Void In Mix (VIM) adalah perbandigan (prosentase) volume rongga terhadap volume total campuran padat atau nilai yang menunjukkan banyaknya rongga 4
dalam suatu campuran. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume campuran aspal. 1.7.2. Nilai VFWA (Void Filled With Asphalt) Void Filled With Asphalt (VFWA) adalah nilai yang menunjukkan besarnya rongga yang terisi oleh aspal yang dinyatakan dalam persen (%). Besarnya nilai VFWA sangat berpengaruh terhadap keawetan suatu perkerasan. Apabila nilai VFWA tinggi berarti banyak rongga yang terisi aspal, sehingga kekedapan campuran terhadap air dan udara menjadi tinggi. 1.7.3. Nilai Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan deformasi atau perubahan bentuk tetap, seperti : gelombang, alur, bleeding.
Nilai stabilitas
diperoleh melalui pembacaan dial atau arloji pada alat Marshall yang dikalikan dengan kalibrasi alat Marshall, nilai koreksi tinggi benda uji, dan konversi satuan dari lbs ke kg. 1.7.4. Nilai Flow (Kelelehan Plastis) Flow merupakan besarnya deformasi yang terjadi pada suatu lapis perkerasan akibat menahan beban yang diterima. Besarnya nilai deformasi pada lapis perkerasan dipengaruhi oleh nilai VIM, VFWA, dan stabilitas (Riyanto,1996). Nilai flow diperoleh melalui pembacaan dial atau arloji pada alat Marshall. Nilai flow dinyatakan dalam mm. 1.7.5. Nilai Marshall Quotient. Marshall Quotient adalah hasil bagi dari nilai stabilitas dengan nilai flow, yang digunakan sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan campuran. Nilai MQ akan memberikan nilai fleksibilitas pada campuran, semakin besar nilai MQ berarti perkerasan semakin kaku dan sebaliknya semakin kecil nilai MQ maka perkerasan semakin lentur. 1.7.6. Density (Kepadatan) Nilai density, yaitu nilai yang menunjukkan besaran kepadatan campuran. Kepadatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain gradasi campuran, jenis dan kualitas bahan penyusun, kadar aspal, kekentalan aspal, jumlah dan suhu pemadatan.
5
1.8.
Durabilitas Durabilitas adalah kemampuan campuran beton aspal menerima repetisi beban lalu
lintas, seperti : berat kendaraan dan gesekan antar roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim seperti udara, air, atau temperatur. Durabilitas beton aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan, dan kedap air. Nilai durabilitas yang menyatakan keawetan atau daya tahan campuran dihitung dari prosentase nilai stabilitas dengan variasi waktu perendaman 48 jam dibandingkan nilai stabilitas pada perendaman normal 24 jam. 2.
METODE Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di laboratorium bahan jalan
dengan melakukan percobaan terhadap beberapa bahan baku aspal, agregat dan sampel campuran aspal – agregat sesuai kepentingan pendataan, proses penelitian dilaksanakan dalam 7 (tujuh) tahap sebagai berikut : 2.1.
Tahap I
: Persiapan
Hal – hal yang harus dilakukan dalam persiapan penelitian antara lain sebagai berikut : 2.1.1 Menyiapkan bahan seperti agregat, aspal. 2.1.2 Menyiapkan peralatan. 2.1.3 Menyiapkan form-form pengujian dan mengolah hasil pengujian. 2.1.4 Menyiapkan tenaga yang akan membantu jalannya penelitian di laboratorium. 2.2.
Tahap II
: Pengujian bahan
2.2.1 Pemeriksaan agregat yang dilakukan meliputi : 2.2.1.1 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar dan agregat halus 2.2.1.2 Pemeriksaan keausan dengan mesin Los Angales (abration test). 2.2.1.3 Pemeriksaan analisa saringan agregat kasar. 2.2.1.4 Pemeriksaan analisa saringan agregat halus. 2.2.1.5 Pemeriksaan sand equivalent. 2.2.1.6 Pemeriksaan kelapukan. 2.2.2 Pemeriksaan aspal yang dilakukan meliputi : 2.2.2.1 Pemeriksaan penetrasi 2.2.2.2 Pemeriksaan titik lembek 2.2.2.3 Pemeriksaan berat jenis 2.2.2.4 Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar. 6
2.2.2.5 Pemeriksaan daktilitas. 2.3.
Tahap III
: Mix design aggregate
Pada tahap ini dilakukan perencanaan campuran (mix design) dan pembuatan benda uji dengan kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% terhadap total berat agregat. Perencanaan campuran (mix design) dilakukan untuk mendapatkan suatu perbandingan yang tepat antara agregat halus, agregat sedang dan agregat kasar. Pada penetilian ini desain campuran mengacu pada Spisifikasi Umum Bina Marga Revisi 3. 2.4.
Tahap IV
: Pengujian benda uji dengan Marshall test untuk menentukan
kadar aspal optimum Pada tahap ini benda uji dengan variasi kadar aspal dilakukan pengujian Marshall yang sebelumnya telah ditimbang berat kering (setelah pemadatan), berat kering permukaan jenuh dan beratsampel dalam air. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kadar aspal optimum, properties Marshall dan durabilitas benda uji. 2.5.
Tahap V
: Pembuatan benda uji dengan variasi nilai sand equivalent
Pada tahap ini dilakukan pembuatan benda uji dengan variasi nilai sand equivalent menggunakan kadar aspal optimum yang telah didapat dari pengujian sebelumnya. Variasi nilai sand equivalent yang digunakan, yaitu : 80%, 60%, 40% dan 20%. Jumlah benda uji, yaitu : 3 buah pada masing – masing nilai sand equivalent. 2.6.
Tahap VI
: Pengujian benda uji dengan Marshall Test untuk analisa AC
berdasarkan parameter Marshall dan durabilitas Pada tahap ini benda uji dengan variasi nilai sand equivalent direndam terlebih dahalu sebelum dilakukan pengujian Marshall. Variasi perendaman yaitu 24 jam (uji Marshall) dan 48 jam (uji Durabilitas). Setelah benda uji dilakukan pengujian Marshall dan Durabilitas, didapatkan data – data Marshall, maka selanjutnya benda uji (AC) dilakukan dianalisis berdasarkan parameter Marshall dan durabilitas. 2.7.
Tahap VII
: Kesimpulan dan saran
Semua data pengujian diinventarisir dan dianalisis, selanjutnya didapat berbagai kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian pengujian yang telah dilakukan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pemeriksaan Bahan 3.1.1. Agregat Hasil pemeriksaan agregat kasar dan agregat halus di laboratorium menunjukkan 7
bahwa kualitas agregat yang diperiksa telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kualitas Agregat No. 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Pemeriksaan Spesifikasi Berat jenis semu agregat kasar Absorbsi agregat kasar maks. 3 Berat jenis semu agregat halus Absorbsi agregat halus maks. 5 Kelekatan terhadap aspal min. 95 Sand Equivalent min. 60 Keausan agregat maks. 40
Hasil 2,09 1,51 2,86 2,25 98,11 88,65 31,76
Satuan Keterangan. % memenuhi % memenuhi % memenuhi % memenuhi % memenuhi
3.1.2. Aspal Hasil pemeriksaan aspal di laboratorium menunjukkan bahwa kualitas aspal yang diperiksa telah memenuhi pesyaratan yang telah ditentukan. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Kualitas Aspal No. 1 2 3 4 5 6
Jenis Pemeriksaan Penetrasi Titik Lembek Berat jenis aspal Titik nyala Titik bakar Daktilitas
Spesifikasi 60 -70 min. 48 min. 1 min. 232 min. 232 1200 – 1500 mm
Hasil 64,2 50 1,08 256 261 1261
Satuan 0,1 mm ⁰C ⁰C ⁰C mm
Keterangan. memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi
3.3 Penentuan Kadar Aspal Optimum Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah meninjau karakteristik campuran AC dengan menggunakan parameter Marshall Test. Dari pemeriksaan Marshall diperoleh nilai stabilitas, flow, Void in Mix (VIM), Void Filled with Asphalt (VFWA), dan Marshall Quotients (MQ). Nilai – nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
8
Tabel 4. Hasil Marshall Test Rata – rata dari Tiga Benda Uji Untuk Penentuan Kadar Aspal Optimum Karekteristik Marshall Stabilitas (kg) Flow (mm) VFWA (%) VIM (%) MQ (kg/mm)
5
Kadar aspal (%) 5.5 6 6.5
7 1283.90 1575.02 2024.02 2097.28 2052.02 3.03 3.50 3.60 3.83 3.83 69.65 73.18 75.44 80.35 88.46 4.15 3.95 3.81 3.21 2.09 425.56 461.13 559.22 567.48 540.28
Spesifikasi >800 2-4 >65 3-5 -
Penentuan kadar aspal optimum diperoleh berdasarkan nilai tengah dari rentang kadar aspal terkecil hingga kadar aspal terbesar. Penentuan kadar aspal optimum dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Penentuan kadar aspal optimum
3.4 Pemeriksaan Marshall Test dengan Variasi Nilai Sand Equivalent dan Perendaman. Setelah didapatkan kadar aspal optimum sebesar 5,73%, maka selanjutnya dibuat benda uji dengan variasi nilai sand equivalent 80%, 60%, 40% dan 20%. Jumlah benda uji 16 sampel, dengan 8 sampel benda uji untuk perendaman 24 jam dan 8 sampel benda uji untuk perendaman 48 jam dengan masing – masing 2 benda uji pada variasi nilai sand equivalent. Selanjutnya semua benda uji dengan perendaman 24 jam dan 48 jam diuji dengan parameter Marshall Test yang kemudian dianalisa untuk mendapatkan nilai dari faktor kehilangan stabilitas (R) dan indeks penurunan stabilitas (r), dari nilai – nilai tersebut akan diketahui durabilitas dari campuran yang dibuat. Adapun hasil Marshall Test rata – rata dengan variasi nilai sand equivalent dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3 sampai Gambar 8. 9
Tabel 5 Hasil Marshall Test rata – rata dengan variasi nilai sand equivalent Karekteristik Marshall Stabilitas (kg) Flow (mm) VFWA (%) VIM (%) MQ (kg/mm)
Density (gr/cc)
80% 24 Jam 48 Jam 964.04 926.29 2.75 2.95 68.25 70.46 4.43 3.96 350.33 314.31 2.012 2.022
Kadar Sand Equivalent 60% 40% 24 Jam 48 Jam 24 Jam 48 Jam 990.61 1070.48 1036.75 1016.06 3.35 3.60 3.70 3.30 73.65 78.77 81.91 71.58 3.35 2.48 1.99 3.74 295.30 302.76 281.02 308.37 2.053 2.063 2.027 2.035
20% 24 Jam 48 Jam 1131.44 1106.69 3.75 3.88 88.49 89.48 1.05 0.94 297.75 285.66 2.083 2.085
Spek > 800 2-4 >65 3-5 -
Gambar 3 Hubungan nilai sand equivalen terhadap stabilitas Berdasarkan Gambar 3 memperlihatkan nilai stabilitas semakin menurun seiring dengan bertambahnya nilai sand equivalent. Gambar tersebut juga menunjukkan nilai stabilitas pada perendaman 48 jam nilainya lebih rendah dibandingkan pada perendaman 24 jam. Hal ini menunjukkan secara umum akibat lama perendaman yang lebih lama dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan nilai stabilitas campuran aspal – agregat.
Maks Min
Gambar 4 Hubungan nilai sand equivalent terhadap Flow Berdasarkan Gambar 4. nilai flow semakin meningkat seiring dengan bertambahnya nilai sand equivalent atau dapat dikatakan semakin berkurangnya kadar lumpur / lempung . makin memperbesar nilai kekelehan plastis / kelembekan campuran. Hal ini bisa dijelaskan karena rongga udara yang dapat terisi oleh aspal akan lebih maksimal, karena tidak tertutup 10
oleh butiran halus akibat kadar lumpur / lempung yang ada. Berkurangnya nilai sand equivalent secara proporsional berarti kadar lempung/ lumpur yang ada pada campuran semakin besar. Kadar lempung yang semakin besar pada kadar aspal yang sama berakibat mengurangi fleksibilitas pada benda uji. Pada gambar tersebut juga menjelaskan nilai flow meningkat pada perendaman 48 jam dibandingkan perendaman 24 jam, yang artinya kelelehan plastis benda uji pada perendaman selama 48 jam lebih tinggi dari pada perendaman 24 jam.
Gambar 5 Hubungan nilai sand equivalent terhadap VFWA Gambar 5. memperlihatkan bahwa variasi nilai sand equivalent berpengaruh terhadap nilai VFWA. Seiring bertambahnya nilai sand equivalent, maka semakin kecil nilai VFWA, yang artinya nilai void yang dapat terisi oleh aspal semakin rendah, sekaligus kontribusi kadar lempung / lumpur sebagai filler mengindikasikan semakin kuat. Untuk pengaruh masa rendaman menunjukkan nilai VFWA pada perendaman 48 jam ternyata lebih tinggi dari perendaman 24 jam, yang artinya ini mengindikasikan akibat rendaman yang lebih lama memperbesar void yang dapat terisi oleh aspal.
Maks Min
Gambar 6 Hubungan nilai sand equivalen terhadap VIM Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai sand equivalent yang kecil akan menyebabkan nilai VIM yang semakin menurun atau sebaliknya. Hal ini disebabkan kadar 11
lempung yang tinggi mampu mengisi lebih banyak rongga udara, sehingga dapat memperkecil rongga yang ada pada campuran, sehingga peran filler karena pengaruh SE yang rendah atau kadar lempung / lumpur yang besar semakin tampak jelas, selain itu dari Gambar 6. juga memperlihatkan bahwa nilai VIM cenderung turun pada perendaman 48 jam dibanding perendaman 24 jam. Hal ini disebabkan sifat lempung yang cenderung menyerap air, lempung sebagai material kohesif masih tampak jelas, sehingga semakin lama benda uji direndam dalam, maka rongga yang ada pada campuran semakin kecil.
Gambar 7 Hubungan nilai sand equivalen terhadap MQ Berdasarkan Gambar 7. nilai MQ meningkat seiring dengan bertambahnya nilai sand equivalent. Yang artinya pada kondisi ini kadar lempung / lumpur yang kecil berdampak pada meningkatnya nilai kekakuan campuran, dan sebaliknya pada kadar lempung / lumpur yang besar berdampak pada nilai interlocking dan friction antar butiran kasar (CA) semakin rendah / kecil, sekaligus hal ini sekaligus menyebabkan nilai flow juga rendah. Gambar tersebut juga menjelaskan bahwa nilai MQ ternyata lebih rendah pada perendaman 48 jam dibanding perendaman 24 jam. Fenomena ini lebih bersesuaian karena faktor kadar lempung / lumpur
yang berperan sebagai material kohesip, sehingga
pengaruh air dengan masa rendaman yang lebih lama menyebabkan penurunan nilai interlocking, friction dan daya adhesi menjedi lebih kecil akibat pengaruh air.
Gambar 8 Hubungan nilai sand equivalen terhadap Density 12
Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin kecil nilai sand equivalent ternyata nilai density semakin besar. Hal ini disebabkan kadar lempung yang semakin tinggi mengisi rongga butiran yang masih ada, sehingga campuran semakin rapat, sekaligus hal ini menunjukkan kontribusi kadar lempung / lumpur pada nilai SE yang rendah lebih berperan sebagai filler material (lempung / lumpur bukan sebagai material kotor). 3.5
Pengaruh Nilai Sand Equivalent terhadap Durabilitas Durabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan untuk dapat menahan
terjadinya perubahan karakteristik campuran akibat pengaruh oksidasi, kehancuran agregat dan mengelupasnya aspal. Durabilitas juga dipengaruhi oleh cuaca, suhu, air dan juga keausan akibat gesekan roda kendaraan. Sifat tahan lama (durabilitas) suatu campuran ditunjukkan oleh nilai sisa penurunan stabilitas yang disyaratkan adalah ≥ 75%, dari nilai stabilitas pada variasi nilai sand equivalent, kemudian dianalisa untuk memperoleh nilai r (indeks penurunan stabilitas) dan nilai R (faktor kehilangan stabilitas). Nilai indeks penurunan stabilitas (r) per jam untuk menyatakan bahwa campuran yang dibuat dinyatakan durable / awet adalah ≤ 1%. Hasil perhitungan nilai r dan R dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil Analisis Durabilitas Nilai Sand Equivalent (%) 80 60 40 20
Nilai Sisa Stabilitas (%) 96.08 97.50 96.13 97.81
r (%/jam)
R (kg/jam)
0.16 0.10 0.13 0.09
1.57 1.06 1.73 1.03
Berdasarkan hasil analisis didapat nilai r (indeks penurunan stabilitas) < 1%, sehingga dapat dinyatakan bahwa campuran termasuk material yang awet (durable). 3.6 Pengaruh Nilai Sand Equivalent terhadap Density dan VIM. Penggunaan variasi nilai sand equivalent pada campuran pada awalnya diperkirakan akan mempengaruhi nilai stabilitas campuran yang semakin menurun, karena lumpur / lempung adalah sebagai material kotor. Campuran dengan nilai sand equivalent yang rendah (kadar lumpur yang tinggi) ternyata justru memberikan perubahan peningkatan nilai stabilitas, sekaligus hal ini dapat ditinjau dari perubahan parameter nilai 13
density dan VIM, pada kadar lumpur / lempung yang tinggi atau penurunan nilai sand equivalent, peran lumpur / lempung lebih berperan sebagai bahan pengisi (filler). Terbukti dari bertambahnya nilai density dan penurunan nilai VIM pada penurunan nilai sand equivalent material pasir. Hal ini disebabkan butiran lumpur mampu mengisi rongga yang kosong, sehingga struktur campuran menjadi lebih rapat dan solid, sehingga nilai kepadatan meningkat dan nilai VIM yang semakin kecil. 4. PENUTUP 4.1. Kesimpulan Berdasar hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pengaruh variasi nilai sand equivalent adalah sebagai berikut : 4.1.1. Pengaruh variasi nilai sand equivalent terhadap karakteristik Marshall 4.1.1.1. Partikel lumpur yang ada pada agregat halus lebih berperan sebagai filler (bahan pengisi), sehingga nilai stabilitas justru meningkat dengan berkurangnya nilai sand equivalent. Nilai stabilitas terendah yaitu pada nilai sand equivalent 80% sebesar 926,29 kg dan masih memenuhi persyaratan yaitu lebih dari 800 kg. 4.1.1.2. Nilai sand equivalent yang turun mengakibatkan meningkatnya nilai flow. Nilai flow tertinggi yaitu pada nilai sand equivalent 20% sebesar 5,35 mm dan tidak memenuhi persyaratan yaitu 2 – 5 (mm). 4.1.1.3. Bertambahnya nilai sand equivalent membuat nilai VFWA cenderung menurun. Nilai VFWA terendah yaitu pada nilai sand equivalent 80% sebesar 69,03% dan masih memenuhi persyaratan yaitu lebih dari 65%. 4.1.1.4. Berkurangnya nilai sand equivalent membuat VIM cenderung menurun. Nilai VIM terendah yaitu pada nilai sand equivalent 40% dan 20% sebesar 2,51% dan 0,71%. Kedua nilai tersebut tidak memenuhi persyaratan yaitu sebesar 3 – 5 (%). 4.1.1.5. Berkurangnya nilai sand equivalent membuat MQ cenderung menurun. Nilai MQ terendah yaitu pada nilai sand equivalent 20% sebesar 295,75 kg/mm. 4.1.1.6.
Berkurangnya nilai sand equivalent membuat nilai density semakin besar. Nilai density terendah yaitu pada nilai sand equivalent 20% sebesar 2,012 gr/cc.
4.1.1.7. Berdasarkan parameter nilai density dan VIM dapat diketahui bahwa lumpur yang ada pada campuran lebih berperan sebagai bahan pengisi (filler) 4.1.2. Pengaruh variasi nilai sand equivalent terhadap durabilitas
14
4.1.2.1. Semua benda uji dengan variasi nilai sand equivalent menunjukkan nilai r (indeks penurunan stabilitas) ≤ 1% yang berarti bahwa lapis perkerasan tersebut durable (awet). 4.1.2.2. Nilai r optimum, yaitu pada nilai sand equivalent 40% sebesar 0,13 %/jam. 4.1.3. Nilai sand equivalent yang masih dapat ditolerir, yaitu 48,31% sampai 80% untuk perendaman 24 jam dan 54,86% sampai 80% untuk perendaman 48 jam.
4.2
SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran – saran agar penelitian ini
dapat dikembangkan lebih lanjut, diantaranya sebagai berikut : 4.2.1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan sebelum melakukan penelitian pelajari lebih dalam definisi lumpur (clay) dan apakah pasir yang telah diayak dan lolos saringan no. 200 benar – benar lumpur atau bukan. 4.2.2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya, pasir yang telah lolos saringan no. 200 sebaiknya diuji sand equivalent kembali.
DAFTAR PUSTAKA ------- 1972, “ AASHTO Interim Guide For Design Of Pavement Structures”. ------- 1986, “ AASHTO Guide For Design Of Pavement Structures”. ------- 1990, “ The Shell Bitumen Hand Book ”. Almohanna, Ibrahim, “Sand Equivalent Value of Soils and Fine Aggregate “, http://fac.ksu.edu.sa/ialmohanna, April 2016 Bina Marga, 2010, “ Spesifikasi Umum “, Departemen Pekerjaan Umum Jendral Bina Marga, Semarang. Christady, Hary, 2011, “ Perancangan Perkerasan Dan Penyelidikan Tanah “, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers. Freddy L Roberts et al., 1991, “ Hot Mix Asphalt Materials, Mixture, Design and Construction “, First Edition, NAPA Education Foundation Lanham, Maryland Khairudin, A., 1990, “ Pengkajian Pemanfaatan Teknologi SMA dengan Serat Selolusa Sebagai Bahan Tambah di Indonesia “, DPU, Dirjen Bina Marga. Lowe, J. S, 2009, A Review Of New Zealand, “ Specifications And Laboratory Test Methods For Fine Aggregate And Sand “, jurnal%20inersia%20april%202012%20e1.pdf, April 2016 Puslitbang Prasarana Transportasi, 1997, “ Metode Pengujian Agregat Halus atau Pasir yang Mengandung Bahan Plastik dengan Cara Setara Pasir “, Bandung.
15