PENGARUH NILAI BAHAN BAKU, BAHAN BAKAR, DAN JUMLAH TENAGA KERJA TERHADAP OUTPUT INDUSTRI TEKSTIL DI INDONESIA PERIODE 1983 – 2012
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun oleh Aldila Hapsari NIM 1111084000037
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
PENGARUH NILAI BAHAN BAKU, BAHAN BAKAR, DAN JUMLAH TENAGA KERJA TERHADAP OUTPUT INDUSTRI TEKSTIL DI INDONESIA PERIODE 1983 – 2012
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk memenuhi Syarat – Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh: Aldila Hapsari 1111084000037 Dibawah Bimbingan
Pheni Chalid, Ph.D
Tony S. Chendrawan, M.Si
NIP:195605052000121001
NIP.
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015M
LEMBAR PERNYATAAN ASLI KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Aldila Hapsari
NIM
: 1111084000037
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya : 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mampu mempertanggungjawabkan 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah orang lain 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap
: Aldila Hapsari
2. Tempat/ Tanggal Lahir
: Tangerang, 7 Januari 1993
3. Alamat
: Jalan Tangkas Permai IX Blok A No.5 Kelurahan Petukangan Selatan, Kecamatan Pesanggrahan, Kota Madya Jakarta Selatan 12270
4. Telepon
: 089608487929
5. E-mail
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. SDI Annajah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
Tahun 1999 – 2005
2. SMP Negeri 177 Bintaro, Jakarta Selatan
Tahun 2005 – 2008
3. SMA Negeri 90 Jakarta Selatan
Tahun 2008 – 2011
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2011 – 2015
III. PENDIDIKAN NON FORMAL 1. Kursus Bahasa Inggris di ELC (English Language Centre), Petukangan Selatan, Jakarta Selatan Tahun 2007 – 2009 IV.
PENGALAMAN ORGANISASI 1. MPK/OSIS SMAN 90 Jakarta Selatan, 2009 – 2010 2. HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selatan, 2013 – 2014
i
V. PENGALAMAN KERJA 1. Pengajar (Tutor) Pengganti di Lembaga Kursus ELC (English Language Centre) for Elementary School, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan VI.
SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Workshop Presentation about Germany (facts about Germany; The German Academic Exchange Service (DAAD)) ; The German University System; Studying in Germany; Doctoral Program in Germany; Additional information on where to apply for a Scholarship With CATHERINE LAVEFRE, FEB UIN Jakarta, 2012 2. Seminar : ”Semiotics; Analyzing Signs in Internatioanl Culture Festival (ICFest) of Foreign Language Assosiation”.“Bridging Unity to The Beauty Diversity”, FLAT UIN Jakarta,2012 3. Workshop: ” Trik Menaklukan The Paper Test”, HMJ Pendidikan IPA Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta,2012 4. Seminar Nasional & Call for Papers dengan tema : “Optimisme Ekonomi Indonesia 2013, antara Peluang dan Tantangan”, Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka, Tangerang Selatan 5. International Workshop On The Soft Launching Faculty Of Natural Resources and Environment: ”Optimizing Indonesia’s Wealth Of Natural Resources For The People”, UIN Jakarta, 2013 6. Workshop Entrepreneur LDK Syahid: ”Moslem Billionaire”, UIN Jakarta, 2014 ii
7. International Workshop tentang : ‘Be Entrepneur in Silicon Valley’, atamerica (@amerika), Pasific Place Mall Jakarta,2012 VII.
LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Achmad Arifin
2. Tempat/Tanggal Lahir
: Pati, 17 Agustus 1957
3. Ibu
: Kundarianingsih
4. Tempat/Tanggal Lahir
: Ponorogo, 11 Mei 1965
5. Alamat
: Jalan Tangkas Permai IX Blok A No.5 Kelurahan Petukangan Selatan, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan 12270
6. Telepon
: 088212160175
7. Anak ke
: 1 dari 3 bersaudara
iii
ABSTRACT The purpose of this research is to analyze the influence of raw material, fuel, and labour on textile industry output in Indonesia from 1983 - 2012. Ordinary Least Square was used analytical tools in this results. The result of this research shows that textile industry output in Indonesia are caused by raw material, fuel, and labour can be explaied by R 2 (R Squared) about 96%. Then textile industry output influenced by raw material, fuel, and labour simultanously about 1957,6 (F statistic). But Partially can explained by coefficient in each variable; 1. textile industry output was influenced by Raw material significantly and positive about 0,947, 2. textile industry output was influenced by fuel significantly and positive about 0,247 3. textile industry output was influenced by labour unsignificantly and negative about 5,18.
Keywords : textile industry output, raw material, fuel, and labour
iv
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menganalisa pengaruh nilai bahan baku, bahan bakar, dan tenaga kerja terhadap industri tekstil di Indonesia periode 1983 2012. Ordinary Least Square (OLS) digunakan sebagai alat analisa pada penelitian ini output industri tekstil di Indonesia dipengaruhi oleh nilai bahan baku, nilai bahan bakar, dan tenaga kerja yang dijelskan oleh R2sebesar 96%. Secara simultan output industri tekstil di Indoneisa dipengaruhi oleh nilai bahan baku, bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja sebesar 1957,6 (F statistik). Sedangkan secara parsial, 1. Output industri tekstil dipengaruhi oleh nilai bahan baku secara parsial sebesar 0,947 yang berpengaruh positif dan signifikan, 2. Output Industri Tekstil dipengaruhi oleh nilai bahan bakar sebesar 0,247 yang secara positif dan signifikan, dan 3. Output Industri Tekstil dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja sebesar 5,18 yang tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan. Kata kunci : Output Industry Tekstil, Nilai Bahan Baku, Nilai Bahan Bakar, dan Jumlah Tenaga Kerja.
v
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan, rahmat, serta hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul,”Pengaruh Nilai Bahan Baku, Bahan Bakar, dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia Periode 1983 – 2012”. Shalawat serta Salam tak lupa penulis panjatkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang benderang. Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari
sepenuhnya
penyusunan
skripsi
ini
bukanlah
merupakan satu hasil dari usaha segelintir orang, karena manusia adalah makhluk sosial yang pastinya akan membutuhkan bantuan dari orang – orang lain, begitu juga dengan penulis terselesaikannya skripsi ini tentunya berkat bantuan, dorongan, dan doa dari kerabat ataupun orang – orang terdekat penulis. Dengan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, karena tanpa kehendakNya dan ridhoNya selama ini penulis tidak akan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima Kasih ya Allah atas segala rahmat, kekuatan dan ridhoMu selama ini sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala banyak ujian yang dihadapi. 2. Keluarga yang terkasih dan tersayang yang selalu mensuport dan memberikan dukungan baik moril, finansial, dan doa yang tiada hentinya vi
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga selesai, yakni Papa dan Mama. Terima kasih Papa dan Mama kalian segalanya sekaligus motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dengan segala rintangan apapun yang harus dihadapi. 3. Bapak Dr. Arief Mufraini, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama perkuliahan. 4. Bapak Arif Fitrijanto, M.Si selaku ketua Jurusan IESP Periode 2015 yang telah memberikan bimbingan sekaligus sebagai tempat konsultasi dan pemberi saran yang membangun disaat penulis memiliki kesulitan dalam hal teknis maupun pemikiran pada saat penulisan skripsi ini. 5. Bapak Pheni Chalid, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing 1 yang dengan rendah hati meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama proses penulisan skripsi ini hingga selesai, serta memberikan ilmu yang sangat berharga dan semangat yang tiada henti kepada penulis selama pembuatan skripsi ini berlangsung. Terima Kasih Bapak, semoga ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan dapat menjadi amalan baik dan tidak akan terputus di dunia dan akhirat. 6. Bapak Tony S. Chendrawan, M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang selalu membimbing, mengoreksi kesalahan materi – materi yang ada di skripsi serta selalu memberikan ilmu yang bermanfaat terkait hal teknis secara detail selama penulian skripsi ini berlangsung. Semoga ilmu yang bermanfaat dari Bapak tidak akan terputus dan diberkahi oleh Allah SWT. 7. Teman – teman baik yang saya miliki selama ini di bangku kuliah yang saling mensupport dan menghibur saya di kala saya letih, bingung, dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni Revi Kurniasari, Ayu Hardiyanti, Fajar Mauliani, dan Indri Filiyana Sari, Rahma Khairunnisa, Feristi Irza Rolis dan Yusuf Muhammad, Thanks guys. Serta tak lupa juga teman sesama dosen pembimbing yang menolong vii
saya dalam memberikan contoh arahan dalam mengembangkan skripsi ini secara teknis, yakni Ella Dhanila Kartika, dan Rudi Suwardi, serta teman – teman yang mau berangkat bersama untuk bimbingan dan ke lembaga tertentu dalam rangka penelitian bersama dikala tempat jauh, dan saling mensupport pula tak lupa terima kasih terucap kepada; Vina Refriana, dan Dwi Nuni. Terima kasih teman – teman semoga kemurahan hati kalian dalam membantu saya dibalas oleh Allah SWT. 8. Teman – teman seperjuangan jurusan IESP angkatan 2011 yang selalu bersama – sama dalam perjuangannya menyelesaikan skripsi di tahun ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Semoga jalinan silaturahmi jurusan ini akan selalu terikat sepanjang waktu, Teman - teman. 9. Teman – Teman dan Kakak – Kakak HMJ IESP yang telah memperkenalkan saya dalam kegiatan yang ada dalam kegiatan intra jurusan IESP sekaligus menambah pengalaman saya dalam hal akademik maupun non akademik. Semoga segala kegiatan – kegiatan yang telah saya peroleh dari kalian menjadi sebuah pengalaman berarti dalam menempuh kehidupan lainnya di masa depan. 10. Teman – Teman KKN Dedikasi Seribu Tangan yang selalu menjadi kenangan terindah dan keluarga selama kegiatan KKN berlangsung. Semoga kita bertemu lagi di lain waktu dengan kegiatan lainnya, Kawan. 11. Kakak – Kakak jurusan IESP yang telah membantu saya dalam proses menyelesaikan skripsi ini, yang selalu menjawab segala pertanyaan walaupun dalam keadaan sibuk, jikalau saya mengalami kesulitan terkait hal apapun dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman – teman SMA yang selalu saling mensupport, menghibur dan menyemangati dalam hal pembuatan skripsi ini berlangsung, walau tidak satu perguruan tinggi, yakni Umi Budiarti, Aulia Ramadhani, Mediyarina Kurniasih, Nurlaila dan teman – teman grup ‘PAIR AS’ SMA kelas XI yang saling menyemangati dan mendoakan walau dalam jarak jauh, untuk viii
memperjuangkan tugas akhir masing – masing yang harus ditempuh hingga selesai, “Terima Kasih Teman – Teman Ku”. Penulis menyadari masih banyaknya kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, serta masih kurangnya ilmu pengetahuan, dan wawasan untuk menyempurnakan skripsi ini. Saran dan Kritik yang membangun diharapkan penulis dalam menyempurnakan skripsi ini dari berbagai pihak. Wassalamualaikum, Wr. Wb Jakarta, 31 Juni 2015
Aldila Hapsari
ix
DAFTAR ISI Cover Lembar Pengesahan Pembimbing Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah Daftar Riwayat Hidup................................................................................ .
i
Abstract........................................................................................................
iv
Abstrak.........................................................................................................
v
Kata Pengantar.................................................................................. ..........
vi
Daftar Isi......................................................................................................
x
Daftar Tabel ................................................................................................
xiv
Daftar Gambar.............................................................................................
xvi
Daftar Lampiran ..........................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian................................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................................
16
C. Tujuan Penelitian .............................................................................
17
D. Manfaat Penelitian...........................................................................
18
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori .................................................................................
19
1. Teori Industrialisasi.....................................................................
19
a. Pengertian Industri..................................................................
19
b. Macam – Macam Industri.......................................................
21
c. Konsep Industrialisasi.............................................................
26
d. Ciri – Ciri Keberhasilan Industri ............................................
33
e. Prasyarat Industrialisasi ..........................................................
34
2. Teori mengenai Output dan Input ...............................................
35
a. Teori Output dan Input ...........................................................
35
b. Teori Nilai Bahan Baku..........................................................
37
c. Teori Nilai Bahan Bakar .........................................................
39
d. Teori Jumlah Tenaga Kerja ....................................................
40
3. Hubungan antara Input dengan Output Industri Tekstil..............
41
a. Hubungan antara Nilai Bahan Baku dengan Output Industri Tekstil........................................................................
41
b. Hubungan antara Nilai Bahan Bakar dengan Output Industri tekstil .........................................................................
42
c. Hubungan antara Jumlah Tenaga Kerja dengan Output Industri Tekstil.........................................................................
43
B. Penelitian Terdahulu .........................................................................
44
C. Kerangka Pemikiran ..........................................................................
53
xi
D. Hipotesis Penelitian ...........................................................................
59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian ............................................................................
60
B.
Teknik Pengumpulan Data .............................................................
60
C.
Teknik Analisis Data ......................................................................
61
D. Operasional Variabel Penelitian ......................................................
77
BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN A.
Gambaran Umum Obyek Penelitian.............................................
78
B.
Penemuan dan Pembahasan ..........................................................
80
1. Analisis Deskriptif ....................................................................
80
a. Analisis Deskriptif Output Industri Tekstil di Indonesia .......
80
b. Analisis Deskriptif Nilai Bahan Baku ...................................
82
c. Analisis Deskriptif Nilai Bahan Bakar ...................................
84
d. Analisis Deskriptif Jumlah Tenaga Kerja...............................
86
2. Uji Asumsi Klasik.....................................................................
88
a. Uji Normalitas ........................................................................
88
b. Uji Multikolinieritas ...............................................................
89
c. Uji Heterokedastisitas .............................................................
90
d. Uji Autokorelasi .....................................................................
91
3. Pengujian Hipotesis ..................................................................
94
a. Uji Hipotesis Parsial (Uji t) ....................................................
96
b. Uji Hipotesis Simultan (Uji F) ...............................................
101
4.Koefisien Determinasi ...............................................................
103
xii
5. Analisa Ekonomi.......................................................................
104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan...................................................................................
117
B.
Saran ............................................................................................
118
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
120
LAMPIRAN ..........................................................................................
126
xiii
DAFTAR TABEL No
1.1
Keterangan
Halaman
Kontribusi Masing Masing Industri Manufaktur
3
Terhadap PDB Pada Tahun 2007 – 2011 ( dalam %)
1.2
Perkembangan Ekspor Sektor Industri Manufaktur
4
di indonesia Pada Tahun 2009 – 2012 (dalam % ) 1.3
USD) Jumlah Tenaga Kerja Menurut Industri manufaktur
6
menurut Subsektor Pada Tahun 2009 – 2010 1.4
Hasil Kinerja Industri tekstil di Indonesia Pada
9
Tahun 2006 – 2010 1.5
Ekspor komoditas Tekstil dan Produk Tekstil
11
Indonesia menurut negara tujuan pada tahun 2012
1.6
Nilai Bahan Baku Industri Tekstil di Indonesia
13
Pada tahun 2008 – 2012 1.7
Nilai bahan Bakar industri Tekstil di Indonesia
14
Pada Tahun 2008 – 2012 1.8
Jumlah Tenaga Kerja Industri Tekstil di Indonesia
15
Pada Tahun 2008 – 2012 2.1
Penelitian Terdahulu
51
4.1
Output Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 – 2012
60
4.6
Correlation Matriks
90
4.9
Uji Breusch Godfrey LM Test
93
4.7
Hasil Regresi Linier Berganda
92
xiv
No
Keterangan
Halaman
4.1
Uji t
97
4.2
Uji F
100
xv
DAFTAR GAMBAR No
Keterangan
Halaman
2.1
Penelitian Terdahulu
51
2.2
Kerangka Penelitian
58
4.1
Normalitas
89
4.12
Trend Nilai Bahan Baku
110
Beberapa Tahun Periode 1987 – 2012
xvi
DAFTAR LAMPIRAN No
Keterangan
Halaman
1
Data
126
2
Data
127
3
Ordinary Least Square
129
4
Uji Normalitas
130
4
Uji Multikolinieritas
130
5
Uji Heterokedastisitas
131
6
Uji Autikorelasi
132
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Untuk dapat menghasilkan output yang merupakan hasil produksi demi menunjang pertumbuhan ekonomi, sektor industri merupakan sektor yang tidak akan terlepas perannya dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Sehingga sektor industri merupakan sektor utama yang perannya perlu dianalisis demi menghasilkan output yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, khususnya pada industri manufaktur dengan increasing return to scale yang tinggi. Itulah salah satu indikator dalam produksi yang diharapkan lebih dinamis sebagai motor penggerak dalam menunjang pertumbuhan industri (Weiss dalam Tambunan,2009:62). Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam kontribusinya pada PDB
Indonesia.
Kegiatan
pembangunan
industri
bertujuan
untuk
menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat, meningkatkan kemakmuran bangsa, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyediakan lapangan kerja, menaikkan devisa negara serta mengangkat prestise nasional. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Hal ini disebabkan karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat baragam dan mampu memberikan manfaat marginal yang tinggi kepada pemakainya. Pelaku bisnis 1
(produsen, penyalur pedagang dan investor) lebih suka bergerak dalam bidang industri karena sektor ini memberikan marjin keuntungan yang lebih menarik (Hidayat, 2004:13). Pertumbuhan output industri dalam suatu negara tentunya tergantung pada permintaan internal (domestik) dan permintaan eksternal (ekspor). Perkembangan output industri manufaktur dari permintaan internal dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto, sedangkan untuk permintaan eksternal dapat dilihat dari perkembangan ekspornya dari masing masing jenis industri tersebut. Pada Intinya dengan mengetahui output sektor industri tersebut, hal tersebut sudah menggambarkan kondisi sektor industri di Indonesia. Dengan kontribusi hampir 30 persen pada tahun 2009 terhadap Produk Domestik Bruto, industri manufaktur merupakan salah satu kelompok sektor industri utama pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain kontribusi sektor industri tersebut, besarnya pangsa ekspor pada industri manufaktur, penyerapan tenaga kerja pada industri tersebut juga menempati urutan atas. Sehingga membaik atau tidaknya industri manufaktur memberikan dampak yang nyata terhadap penyerapan tenaga kerja, ekspor, maupun ekonomi secara
keseluruhan
(Laporan
Kinerja
Makro
Sektor
Industri
KEMENPERIN,2013:12). Setelah mengetahui kontribusi dari sektor industri manufaktur terhadap PDB, untuk mengetahui lebih jauh kondisi sektor industri tersebut di 2
Indonesia, terdapat pula kontribusi dari masing – masing jenis sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Berikut ini adalah kontribusi dari masing – masing sektor industri terhadap PDB pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Kontribusi Masing – Masing Industri Manufaktur Terhadap PDB di Indonesia Tahun 2007 – 2011 ( dalam %) Tahun
Jenis Industri Makanan, minuman,dan tembakau
Tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki
Kertas dan barang cetakan
Alat angkutan, dan mesin perlengkapan
Pupuk, kimia, dan barang dari karet
2007
29,8
10,56
5,12
28,69
12,5
2008
30,40
9,21
4,56
28,97
13,53
2009
33,16
9,19
4,82
27,33
12,85
2010
33,6
8,97
4,75
28,14
12,73
2011
35,2
8,97
4,75
28,14
12,73
Sumber : BPS, 2012 (data diolah) Dari tabel 1.1 menjelaskan tentang kontribusi dari masing – masing industri di Indonesia terhadap produk domestik bruto. Kontribusi terbesar dari tahun 2007 – 2011 ada pada industri makanan, minuman, dan tembakau. Kontribusi pada kelompok industri tersebut tinggi karena banyaknya jumlah unit usaha kecil dan perusahaan besar – menengah yang memproduksi output dari jenis industri tersebut. Kontribusi terbesar dalam data di tabel 1.2 tahun 2007 – 2011 ada pada industri makanan, 3
minuman, dan tembakau. Perkembangan tertinggi tercatat pada tahun 2011 sebesar 35,2%, sempat terjadi penurunan pada tahun sebelumnya, yakni 33,6% . Disusul oleh jenis industri selanjutnya yakni alat angkutan dan mesin perlengkapan yang sempat tercatat mencapai perkembangan kontribusi terhadap PDB pada tahun 2008 sebesar 28,97%, dan yang terakhir adalah industri pupuk kimia memiliki kontribusi tertinggi pada tahun 2008 sebesar 13,53%
(Laporan Kinerja Makro Sektor Industri
KEMENPERIN, 2012:17-18). Kondisi sektor industri di Indonesia secara makro juga terlihat pula pada perkembangan ekspornya. Perkembangan ekspor sektor industri di Indonesia juga ikut menentukan kinerja dari sektor industri tersebut. berikut ini adalah kontribusi ekspor sektor industri pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2009 – 2011 (USD Juta) Tahun 2009 Jenis Industri
2010 Nilai Ekspor (USD Juta)
Jenis Industri
2011 Nilsi Ekspor
Jenis Industri
(USD Juta)
Nilsi Ekspor (USD Juta)
Pengolahan Kelapa Sawit
10.476,8
Pengolahan Kelapa Sawit
17.253,8
Pengolahan Kelapa Sawit
23.179,2
Tekstil
9.790,1
Tekstil
11.205,5
Tekstil
13.324,1
Besi, Baja, dan Mesin Otomotif
9.606,9
Besi, Baja, dan Mesin Otomotif
10.840,0
Besi, Baja, dan Mesin Otomotif
13.194,4
Pengolahan Karet
6.179,9
Pengolahan Karet
9.522,6
Pengolahan Karet
14.540,4
Elektronika
6.359,7
Elektronika
9.254,6
Elektronika
9.536,3
4
Pengolahan Tembaga dan Timah
6.156,0
Pengolahan Tembaga dan timah
6.506,0
Pengolahan Tembaga dan timah
7.501,0
Pulp dan Kertas
4.440,5
Pulp dan Kertas
5.708,2
Pulp dan kertas
5.769,0
Kimia Dasar
4.492,5
Kimia Dasar
4.577,7
Kimia Dasar
6.119,8
Pengolahan Kayu
4.485,1
Pengolahan kayu
4.280,3
Pengolahan kayu
4.474,7
Makanan dan Minuman
2.3748
Makanan dan Minuman
3.219,6
Makanan dan Minuman
4.504,0
Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu
2.006,6
Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu
2.665,6
Kulit, Barang Kulit, dan Sepatu
3.450,9
Alat – alat Listrik
2.148,9
Alat – Alat listrik
2.657,9
Alat – Alat Listrik
2.995,2
Sumber : BPS, 2012 (data diolah) Data pada tabel 1.2 menjelaskan tentang perkembangan ekspor pada 12 sektor industri yang berorientasi pada ekspor. Dalam data tersebut pada tiga tahun terakhir, yakni tahun 2009 – 2011,
urutan pertama industri
pengolahan atau manufaktur yang memiliki nilai ekspor tertinggi adalah industri pengolahan kelapa sawit. Industri tersebut mengalami nilai ekspor tertinggi pada tahun 2011, sebesar 23.179,2 juta USD. Selanjutnya pada urutan kedua dalam 2 tahun terakhir hingga tahun 2011 nilai ekspor sebesar 11.205,5 Juta USD. Pada tahun berikutnya di tahun 2011 industri tekstil mengalami peningkatan nilai ekspor dari tahun sebelumnya sebesar 13.324,1 juta USD. Penurunan yang terjadi pada industri tersebut disebabkan oleh turunnya permintaan negara – negara tujuan ekspor utama, sebagai dampak krisis ekonomi khususnya di Amerika dan Eropa. Selain itu penurunan nilai ekspor juga terjadi di negara – negara kawasan ASEAN dan negara asia lainnya. Hal ini dapat dikatakan terjadinya penurunan ekspor yang merata di 5
negara tujuan ekspor, sehingga diperlukan alternatif pasar baru di wilayah lainnya (Laporan Kinerja Makro Sektor Industri KEMENPERIN, 2012: 1920). Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu ukuran seberapa besar jumlah tenaga kerja yang terserap dalam masing – masing jenis industri di Indonesia. Jumlah tenaga kerja yang terserap dalam industri tersebut ada pada tabel 1.3 berikut Tabel 1.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Subsektor di Indonesia Tahun 2009 – 2010
Tahun 2009 Jenis Industri Manufaktur
2010 Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa)
Jenis Industri Manufaktur
Makanan dan Minuman
714.550
Makanan Minuman
Tembakau
336.178
Tembakau
327.865
Pakaian
962.782
Tekstil dan Pakaian Jadi
1.0069.940
Kulit dan Barang dari Kulit
227. 204
Kulit dan Barang dari Kulit
225.481
Kertas dan Barang dari Kertas
121.500
Kertas dan Barang dari Kertas
126.379
Penerbitan, Percetakan, dan reproduksi
41.663
44.915
Mesin Perlengkapannya
dan
37.738
Penerbitan, Percetakan, dan reproduksi Mesin dan Perlengkapannya
Tulis
2. 892
Peralatan Alat Tulis Kantor
2.908
Tekstil Jadi
Peralatan Kantor
dan
Alat
dan
Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa)
745.618
74.751
6
Mesin Listrik dan Perkembangan Lainnya
100.442
Radio, Televisi, dan peralatan Komunikasi
130.173
Peralatan Kedokteran, Alat Ukur, dan navigasi
19.938
Kendaraan Bermotor
Alat angkutan peralatan lainnya
dan
Mesin Listrik dan Perkembangan Lainnya Radio, Televisi, dan peralatan Komunikasi Peralatan Kedokteran, Alat Ukur, dan navigasi
8.0611
85.362
Kendaraan Bermotor
92.999
81.761
Alat angkutan dan peralatan lainnya
97.376
134.414
20.805
Sumber:BPS,2012 (data diolah)
Pada tabel 1.3 tahun 2009 – 2010 menjelaskan tentang penyerapan jumlah tenaga kerja pada industri tekstil dan pakaian jadi. Pada tahun 2009 penyerapan jumlah tenaga kerja pada industri tekstil dan pakaian jadi adalah 962.782 jiwa dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan cukup tinggi pada penyerapan jumlah tenaga kerja sebesar 9.108.872 jiwa dari tahun sebelumnya. Selanjutnya subsektor yang memiliki penyerapan tenaga kerja tinggi setelah industri tekstil dan pakaian jadi adalah industri makanan dan minuman. Pada tahun 2009 penyerapan tenaga kerja pada industri tersebut adalah 714.550 jiwa dan pada tahun 2010 adalah 745.618 jiwa. Selisih dari dua industri tersebut tidaklah sangat jauh yaitu sebesar 31.068 jiwa. Salah satu komoditas dalam industri manufaktur yang menjadi komoditas pilihan dalam hal daya saing adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Indikator utama pada industri tersebut adalah dari penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat dikatakan karena TPT adalah salah satu subsektor yang paling tinggi dalam hal penyerapan tenaga kerja dibanding subsektor lainnya (Saidi,2013:271). 7
Secara
umum,
Industri
tekstil
diklasifikasikan
dalam
KBLI
(Klasifikasi Baku Lapangan Industri) atau dalam klasifikasi internasional ISIC (International Standard Industry Classification) ada pada nomor 321 dan 322 (kode tiga digit) hingga pada tahun 1999. Pembaruan terus terjadi seiring dengan permintaan jenis industri tekstil yang bertambah sehingga terakhir di tahun 2009 hingga saat ini kode industri tekstil berada pada nomor 17 dan 18 dengan berbagai jenisnya. Proses penyempurnaan tekstil ada pada tiga tahapan, diantaranya yaitu; Weaving (Pertenunan), Knitting (Perajutan), dan Finishing (Penyelesaian). Sejak itu kemajuan tekstil terus berkembang setelahnya dipengaruhi oleh negara – negara lain, seperti Belanda, China dan India. Awal mulanya industri tekstil skala kecil menggunakan alat tenun tradisional, namun seiring dengan berkembangnya teknologi dan munculnya perusahaan – perusahaan besar, kini tekstil sudah menggunakan mesin tenun industri. Kualitas produksi tekstil yang bagus dan memiliki harga yang tinggi adalah produk tekstil yang terbuat dari sutra, berasal dari ulat sutera. Jenis ini memiliki daya jual yang tinggi karena memiliki kilau dan kehalusan yang tidak dimiliki oleh jenis lain dan dapat menyesuaikan dengan temperatur udara. Selanjutnya, zat pewarnaan tektil yang memiliki daya jual tinggi apabila menggunakan zat pewarnaan yang alami dibanding zat kimia buatan, seperti daun Mangga dan bunga Rosela, dan buah – buahan (BPS dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011).
8
Setelah ditelusuri, kapas yang digunakan sebagai bahan baku utama oleh industri tekstil di indonesia, hingga tahun 2012 Indonesia masih mengimpor kapas sebesar 99,2% per tahun untuk kebutuhan nasional industri tekstil di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kualitas tekstil tidak dapat tumbuh dengan baik di Indonesia karena bahan baku kapas masih diimpor dari China, sehingga biaya input untuk memproduksi produk tersebut akan sangat tinggi. Dari permasalahan di atas, kelangkaan input masih menjadi kendala utama dalam menghasilkan output yang baik bagi Industi tekstil di Indonesia (www.kemenperin.go.id, 2013). Kondisi Pertekstilan di Indonesia dapat dilihat dari hasil kinerja industri tersebut. Bagaimana peningkatan dari indikator yang ada pada hasil kinerja sektor industri di Indonesia. Berikut ini adalah data hasil kinerja tekstil di Indonesia dari tahun 2006 – 2010. Tabel 1.4 Hasil Kinerja Industri Tekstil Pada Komoditas Barang Jadi Tekstil di Indonesia Tahun 2006 -2010
2006
Jumlah Perusahaan (Unit) 224
4.275.019.000
76,6
2.850.503.000
4.342.083.000
1.491.579.000
Jumlah Tenaga Kerja 22.040
2007
217
4.044.133.000
73,1
2.749.893.000
4.133.323.083
1.383.429.000
3.020
-4,81%
2008
216
1.689.606.000
72,5
1.236.862.900
1.827.944.000
591.081.000
2.060
-55,77%
2009
192
38.192.1650
15.091
-49,02%
2010
188
377.841.000
15.217
14,87%
Tahun
Nilai Produksi (Ribu Rupiah)
85.799.6201 973.509.000
Utilisasi (%)
68,7 76,9
Nilai Input (Ribu Rupiah)
549.925.300 692.552.100
Nilai Output (Ribu Rupiah)
931.847.000 1.070.393.000
Nilai Tambah (Ribu Rupiah)
Sumber : Kemenperin,2010
9
Trend Output -
Dilihat dari hasil kinerja industri tekstil di Indonesia pada tabel 1.4, kelompok komoditas barang jadi dari Tekstil hasil tersebut menunjukkan bahwa unit perusahaan industri tekstil dalam mengahsilkan outputnya dari tahun 2006 hingga tahun 2008 selalu mengalami penurunan. Terlihat dari Trend perkembangannya dari tahun 2006 – 2007 hanya sebesar -4,81%, penurunan secara drastis terjadi pada tahun 2007 – 2008 hingga mencapai 55,77% . Trend kembali stabil setelah krisis global di tahun 2009, sehingga kenaikan trend dari tahun 2008 – 2009 menjadi -49,02%, dan meningkat hingga tahun 2010 menjadi 14,87%. Output industri tersebut mengalami penurunan, karena banyaknya alat atau mesin tekstil di indonesia dalam industri besar yang kurang menunjang, hal tersebut terlihat permesinan yang sudah tua dan seharusnya diganti yang menyebabkan tenaga kerja mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008, yaitu 3.020 jiwa dan 2.60 jiwa tenaga kerja. Selain itu masuknya produk – produk tekstil dari China dengan kualitas yang baik dan lebih murah, mengakibatkan daya saing perusahaan lebih rendah dan mengakibatkan perusahaan tersebut gulung tikar. Terlihat dari jumlah unit perusahaan barang jadi tekstil yang tertera pada tabel 1.4 dari tahun 2006 hingga tahun 2010 mengalami penurunan terus menerus (www.kemenperin.go.id).
Dari pemaparan sebelumnya mengenai daya saing ekspor, telah dibahas nilai ekspor masing – masing jenis industri, dan industri tekstil merupakan salah satu komoditas yang berorientasi pada ekspornya. Pertumbuhan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) cukup membaik pada tahun 10
2010 dengan nilai ekspor mencapai 11.205,5 juta USD. Pasar Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) bagi Indonesia adalah Amerika Serikat. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase masing masing negara tujuan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (Saidi;272,2013). Pada tabel 1.5 berikut akan dijelaskan pula ekspor komoditas TPT pada negara tujuan. Tabel 1.5 Ekspor Komoditas Tekstil dan Produksi tekstil (TPT) Indonesia Menurut Negara Tujuan Tahun 2012 Nilai Ekspor Komoditas tekstil di Indonesia
Negara tujuan ekspor komoditas tekstil
Nilai Ekspor Komoditas Tekstil Menurut negara Tujuan
United States
Ekspor Komoditas tekstil pada negara tujuan (dalam%) 34%
11.205,5 juta USD
Japan
9%
10.08,495 Juta USD
Germany
5%
560,275 Juta USD
Turkey
5%
560,275 Juta USD
Koreas, republic, Of
5%
560,275 Juta USD
China United Arab Emirates
4% 3%
448,22 Juta USD 336,165 Juta USD
United Kingdom
3%
336,165 Juta USD
Brazil
3%
336,165 Juta USD
Negara –negara Lainnya
29%
324,945
3.809,87 Juta USD
Juta USD
Sumber: KEMENDAGRI;WTO,2013 (data diolah) 11
Pada negara Amerika Serikat dapat menyerap hasil produksi Tekstil dan Produksi Tekstil (TPT) adalah sebesar 34%, yakni dengan nilai ekspor komoditas Indonesia sebesar 3.809,87 Juta USD . Sementara negara Korea, China, dan Inggris adalah tiga negara dengan persentase terkecil yang dapat menyerap hasil produksi ekspor sebesar 3%, yakni 336,165 juta USD. Negara – negara tersebut terlihat pada tabel 1.6. Semenjak tanggal 1 Januari 2005 semua hambatan yang ada dalam Agreement on Textile and Clothing (ATC) sudah tidak diberlakukan. Semua bentuk pembatasan dan kuota yang berada diluar peraturan WTO (World Trade Organization) dan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) tidak berlaku. Sejak saat itu juga bentuk hambatan berupa kuota yang diberlakukan oleh Amerika Serikat sudah tidak berlaku lagi. Dengan dihapuskannya kuota perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) AS tentu akan menyebabkan banyaknya komoditas dan pemain baru di pasar utama TPT (Tekstil dan Produk Tekstil). Dengan demikian iklim persaingan untuk komoditas TPT di AS akan semakin ketat (Saidi,2013:272). Lebih dari 85 persen kebutuhan kapas untuk industri tekstil Indonesia diimpor dari Australia, Amerika Serikat, Cina, India, Pakistan, Tanzania, dan lainnya. Hal ini karena tanaman kapas belum dapat dibudidayakan secara maksimal di dalam negeri, atau dapat dikatakan kelangkaan sumber daya alam berupa kapas, menjadi kendala dalam menghasilkan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang berkualitas (Hermawan,2011:388).
12
Maka dapat dikatakan apabila harga kapas yang menjadi bahan baku kapas tinggi, maka nilai bahan baku untuk memproduksi tekstil tersebut akan tinggi pula, karena masih impornya bahan baku berupa kapas pada beberapa negara, walaupun bahan baku ada sedikit yang didapat dari dalam negeri (lokal). Pada tabel 1.6 merupakan data mengenai nilai bahan baku pada tahun 2008 -2012. Tabel 1.6 Nilai Bahan Baku Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 - 2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Nilai bahan Baku (Rp) 18.387.291 .306. 000 18.630.873 .497 .000 12.570.757 .313 .000 24.937.371 .734 .000 28.907.954.456 .000
Sumber : BPS, 2012 (data diolah) Pada tabel 1.6 fluktuasi kenaikan nilai bahan baku terus tinggi seiring bertambahnya tahun, data tersebut tercatat nilai bahan baku tertinggi adapada tahun 2012 yaitu Rp 28.907.954.456.000, dan sempat mengalami penurunan nilai bahan baku pada tahun 2010, yakni dengan nilai Rp 24.937.371.734.000. Sehingga tingginya nilai bahan baku menyebabkan inefisiensi (tidak efisien) karena ketidaksesuaian alokatif inputnya dalam menghasilkan
outputnya
(Pradana,2013:124).
13
Pada data pada tabel 1.7 merupakan Nilai Bahan Bakar pada tahun 2008 – 2012, yang akan menggambarkan ketersediaan bahan bakar sesuai dengan nilai bahan bakar dari tahun tersebut. Tabel 1.7 Nilai Bahan Bakar Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 - 2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Nilai Bahan Bakar (Rupiah) 1.813.593.409 .000 2.006.763.182. 000 1.462.175.879 .000 2.790.862.638 .000 3.367.709.408.000
Sumber : BPS, 2012 (data diolah) Pada data tabel 1.7 menjelaskan tentang nilai bahan bakar dari tahun 2008 – 2012 dari tahun – tahun tersebut nilainya selalu naik. Penurunan sempat terjadi pada tahun 2010, yakni Rp 1.462.175.879 .000, setelah itu terjadi kenaikan kembali hingga tahun 2012. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi
dan tidak kalah pentingnya adalah tenaga kerja. Berikut ini adalah data jumlah tenaga kerja pada industri tektil yang berkontribusi dalam hal produksi output tersebut. Data tersebut ada pada tabel 1.8.
14
Tabel 1.8 Jumlah Tenaga Kerja Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 - 2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa) 495.221 473.070 578.595 612.668 593.932
Sumber : BPS, 2012 (data diolah) Pada data tabel 1.9 tercatat bahwa jumlah tenaga kerja
terjadi
kenaikan pada tahun 2011, yakni 612.668 jiwa, namun pada tahun 2012 terjadi penurunan kembali yaitu menjadi 593.932 jiwa. Tenaga kerja yang ada dalam data tersebut adalah tenaga kerja produksi, dan sangat berpengaruh positif dalam menghasilkan output. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Stigler, menjelaskan bahwa labour (tenaga kerja) memiliki pengaruh positif dalam menghasilkan produksi output, sekaligus skala pengembalian dalam tingkat efisiensinya. Namun, bagaimanapun tenaga kerja ahli juga berpengaruh dalam menghasilkan output dalam hal kualitasnya (Stigler, 2014:3). Berdasarkan pemaparan dari fenomena- fenomena latar belakang tersebut, maka penulis akan meneliti dengan judul “ Pengaruh Nilai Bahan baku, Bahan Bakar dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia Periode 1983 – 2012”.
15
B. Perumusan Masalah Dari pemaparan latar belakang, industri tekstil dan produk tekstil memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, hal tersebut diyakini karena kontribusi industri manufaktur yang tertinggi dari komponen industri lainnya adalah industri tekstil dan produk tekstil. Di sisi lain pula daya saing industri pada nilai ekspor sudah masuk pada jajaran komoditas yang berorientasi ekspor di Indonesia, dan merupakan salah satu industri yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja teringgi di Indonesia. Namun, Permasalahannya adalah ketidaksesuaian alokasi input yang dihadapi karena berkaitan dengan teori dalam hal pengambilan sumber daya dan faktor lain yang terdapat dalam input industri tersebut. Sumber daya yang terbatas seperti, bahan baku yang masih langka karena tingginya tingkat impor, tenaga kerja, serta tingkat efisiensi
output yang baik untuk
mendapatkan nilai tambah masih menjadi masalah utama dalam berjalannya kinerja industri tekstil di Indonesia. Penurunan jumlah perusahaan dalam industri tekstil tinggi yang disebabkan oleh kebijakan – kebijakan pemerintah seperti kenaikan BBM, dan tarif dasar listrik sebagai komponen input utama yang dapat menyebabkan biaya produksi tinggi, dan membuat perusahaan menghadapi harga tekstil yang kurang kompetitif dan mengakibatkan perusahaan bangkrut (gulung tikar).
16
Rumusan Masalah : Output industri tekstil khususnya di Indonesia dipengaruhi ketersediaan bahan bakar yang dibutuhkan, fluktuasi bahan baku, dan ketersediaan tenaga kerja ahli yang ada pada industri tersebut. Berdasarkan rumusan di atas, maka dapat disimpulkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Berapa besar pengaruh nilai bahan baku secara parsial terhadap output industri tekstil di Indonesia? 2. Berapa besar pengaruh nilai bahan bakar secara parsial terhadap output industri tekstil di Indonesia? 3. Berapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja secara parsial terhadap output industri tekstil di Indonesia? 4. Berapa besar pengaruh nilai bahan baku, bahan bakar dan jumlah tenaga kerja terhadap industri tekstil di Indonesia secara simultan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh nilai bahan baku secara parsial terhadap output industri tekstil di Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh nilai bahan bakar secara parsial terhadap industri tekstil di Indonesia.
17
3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja secara parsial terhadap industri tekstil di Indonesia. 4. Untuk mengetahui pengaruh nilai bahan baku, bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja terhadap industri tekstil di Indonesia secara simultan. D. Manfaat Penelitian 1.
Memberikan
kontribusi
sebagai
bahan
pertimbangan
pemerintah dan industri dalam menetapkan kebijakan untuk memajukan sektor industri tekstil di Indonesia. 2.
Memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap industri tekstil di Indonesia.
3.
Sebagai wawasan dan pengetahuan mengenai perkembangan industri tekstil di Indonesia.
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1.
Teori industrialisasi a) Pengertian Industri Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengubah barang jadi dan barang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya (BPS dalam Hidayat,2011;20). Istilah industri memiliki dua arti. Pertama, Industri bisa berarti himpunan perusahaan – perusahaan yang sejenis. Kedua, Industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Kegiatan pengolahan itu sendiri, bersifat masinal, elektrikal, atau bahkan manual (Dumairy dalam Agustineu, 2004;25). Selanjutnya, menurut G. Kartasapoetra (dalam Hidayat,2011) pengertian industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah baha baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang memiliki nilai lebih untuk penggunannya. 19
Pengertian industri dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian industri secara umum. Dalam pengertian industri secara umum adalah perusahaan yang menjalankan operasi dalam bidang kegiatan ekonomi yang tergolong ke dalam sektor sekunder. Kegiatan tersebut antara lain contohnya adalah pabrik tekstil, pabrik perakit atau pembuat mobil, dan pabrik pembuat minuman ringan. Dalam teori ekonomi istilah industri pada hakikatnya berarti kumpulan firma – firma yang menghasilkan barang yang sama atau sangat bersamaan yang terdapat dalam suatu pasar. Sebagai contoh bila ada industri mobil, maka yang dimaksud adalah berbagai perusahaan mobil yang ada dalam pasar yang dianalisis (Sukirno;194,2010). Sektor
industri
pengolahan
yakni,
mencakup
semua
perusahaan atau usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang tinggi nilainya. Termasuk dalam sektor ini adalah perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling) dari suatu industri (BPS,2007). Perusahaan adalah setiap organisasi yang mengubah masukan menjadi keluaran (Nicholson;215,1995). Sektor industri pengolahan dikelompokkan ke dalam empat golongan yang disasarkan pada banyaknya pekerja, yaitu (BPS, 2007): 1. Industri besar bertenaga kerja 100 orang atau lebih 20
2. Industri sedang bertenaga kerja 20-99 orang 3. Industri kecil bertenaga kerja 5-19 orang 4. Industri rumah tangga bertenaga kerja 1-4 orang. b) Macam – Macam Industri Dari pengertian industri tersebut maka dapat diklasifikasikan pula jenis – jenis industri berdasarkan beberapa kriteria yang ada. Menurut SK Menteri Perindustrian no 19/M/SK/I/1986, tanggal 24 Januari 1986, jenis – jenis kegiatan industri dapat diklasifikasikan berdasarkan; bahan baku, jumlah tenaga kerja, produkstifitas per orangan, pemilihan lokasi, dan lain – lain. 1. Macam – Macam Industri Berdasarkan Besar atau Kecilnya modal a. Industri Padat Modal Industri Padat Modal adalah Industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya. b. Industri Padat Karya
Industri padat karya adalah industri yang lebih dititikberatkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan dan pengoperasiannya. 2. Jenis – Jenis Industri Berdasarkan Klasifikasi atau penjenisannya 21
a. Industri Kimia Dasar Industri Kimia dasar adalah suatu bagian dari kimia terapan
yang
berhubungan
dengan
optimasi,
pengembangan dan pengetahuan kimia dasar proses yang digunakan dalam industri untuk memproduksi bahan kimia atau produk kimia. Contoh Industri Kimia, meliputi: industri semen, obat – obatan, pupuk, dan kertas. b.
Industri Mesin dan Logam Dasar Industri Mesin dan Logam Dasar merupakan industri yang mengolah bahan mentah logam menjadi mesin berat atau rekayasa mesin perakitan, contohnya meliputi; pesawat terbang, radio, televisi, kulkas, dan lain- lain.
c. Industri Kecil Industri kecil merupakan industri yang memiliki tenaga kerja berjumlah sekitar 5 hingga 19 orang, dan industri tersebut memiliki modal yang relatif kecil. Bisanya tenaga kerja yang ada masih dalam lingkungan tempat tinggal ataupun saudara. Contoh industri
kecil
diantaranyaindustri
roti,
kompor 22
minyak, industri batu- bata, dan industri makanan ringan. d. Aneka Industri Aneka industri merupakan industri yang tujuannya untuk menghasilkan barang – barang untuk kehidupan sehari
hari.
Contoh
dari
aneka
industri
diantaranya;industri tekstil, industri alat listrik, industri pangan, dan industri bahan – bahan bangunan. 3. Jenis – jenis industri berdasarkan jumlah tenaga kerja a. Industri Rumah Tangga adalah industri yang jumlah karyawan atau tenaga kerjanya berjumlah antara 1-4 orang. b. Industri Kecil adalah industri yang jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang. c. Industri Sedang atau industri menengah adalah industri
yang jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah 100 orang atau lebih. 4. Pembagian atau Penggolongan industri berdasarkan pemilihan lokasi
23
a. Industri yang berorientasi pada pasar (market oriented industry) Industri yang berorientasi pada pasar adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri ini akan mendekati kantong – kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat dengan pasar maka semakin baik. b. Industri yang berorientasi pada tenaga kerja (Labour Oriented Industry) Industri yang berorientasi pada tenaga kerja adalah Industri yang dekat dengan pemukiman penduduk karena biasanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja untuk lebih efektif dan efisien. c. Industri yang menitikberatkan pada bahan baku (Supply Oriented Industry) Industri yang berorientasi pada bahan baku adalah industri yang mendekati lokasi dimana bahan baku berada memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar. d.
Industri yang tidak terkait dengan persyarata lain Industri yang tidak terkait oleh persyaratan lain adalah industri yang didirikan tidak terkait oleh syarat syarat 24
jenis industri sebelumnya. Industri dapat didirikan dimana saja , karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan dimana saja. Contoh dari industri tersebut adalah industri elektronik, industri lokomotif, dan indutri transportasi. 5. Jenis – jenis Industri berdasarkan Proses Produksi a.
Industri Hulu Industri hulu adalah industri yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya
hanya
menyediakan
bahan
bakuuntuk
kegiatan industri yang lain. Contoh industri tersebut diantaranya, industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja. b.
Industri Hilir Industri yang mengolah barang setengah jadi sehingga barang yang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati konsumen. Contoh industri tersebu diantaranya adalah industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubel.
25
6. Macam – Macam Industri berdasarkan produktivitas perorang a. Industri primer adalah industri yang berang – barang produksinya bukan hasil barang olahanlangsung atau tanpa diolah terebh dahulu. Contoh dari industri tersebut adalah
produksi
pertanian,
produksi
peternakan,
perikanan dan sebagainya. b. Industri Sekunder adalah industri yang mengolah bahan mentah, dan bahan mentah tersebut dapat diolah kembali (barang setengah jadi). Contoh dari industri tersebut diantaranya adalah pemintalan benagn sutera, komponen elektronik, dan sebagainya. c. Industri Tersier adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa. Contoh dari industri tersebut adalah telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan sebagainya. c) Konsep Industrialisasi Dari pengertian industri dan ruang lingkupnya, adapun beberapa konsep industrialisasi secara definitif, yang menjelaskan pola hubungan perekonomian dengan industrialisasi secara umum dalam ruang lingkup ekonomi pembangunan, yang berawal dari transformasi struktural. Sehingga pola hubungan jangka panjang dalam sektor perekonomian
26
dalam menghasilkan output dapat terukur melalui modernisasi dan produktivitasnya. Industrialisasi perekonomian
adalah
negara
mekanisme
terbelakang
yang
memungkinkan
mentransformasi
struktur
peekonomian dalam negeri mereka dari sesuatu yang berat, seperti pertanian tradisional untuk mencukupi kebutuhan sendiri, kepada suatu perekonomian yang lebih modern, mengarah ke kota, dan beraneka di bidang industri dan jasa – jasa (Todaro,1997:75). Peran industrialisasi bagi perekonomian nasional yaitu dapat terlihat dari sumbangan sektor industri terhadap PDB cukup besar dan menunjukkan peningkatan dalam 27 tahun terakhir (BPS,2011). Dalam sejarahnya, seluruh industri yang ada di Indonesia saat ini bukanlah industri yang dapat berdiri sendiri sesuai dengan kebutuhan ekonomi dalam negeri, melainkan karena permintaan dan kebutuhan ekspansi modal asing. Sampai saat ini Indonesia masih harus membeli bahan mentah ataupun setengah jadi dari teknologi luar. Industri di Indonesia pada awalnya hanya menyentuh sektor primer (Pertanian), dengan teknologi yang minim, sehingga produktivitas dan upah yang diterima oleh buruh sangatlah rendah. Hal tersebut terjadi di Indonesia pada masa kolonial dalam UU Agraria tahun 1980, karena sejak saat itu pemodal – pemodal asing berlomba – lomba untuk menanamkan
27
modal
asingnya
terutama
pada
industri
manufaktur
(Basundro,2001:133). Selanjutnya, Kurtowidjoyo berpendapat, bahwa industri merupakan suatu variabel pendorong perubahan sosial dalam abad – abad terakhir. Sehingga dengan hadirnya industri tersebut dapat membedakan antara masyarakat
modern
dengan
masyarakat
agraris.
Menurutnya
transformasi sosial merupakan hal yang tak mungkin terelakkan lagi untuk menciptakan masyarakat industri, namun perlu pembatasan bahwa industrialisasi bukanlah merupakan sistem yang unineal, melainkan
suatu
evolusi
yang
multineal
(Kurtowijoyo,1991;Basundro;133,2001). Proses pertumbuhan ekonomi juga dikemukakan oleh Rostow yang meliputi proses peekembangan industrialisasi di negara – negara berkembang, diantaranya masyarakat tradisional, prasyarat untuk tinggal landas, tinggal landas, dewasa (maturity), dan masa konsumsi massal. Perkembangan industri secara meluas dapat terlihat pada tinggal landas, dimana Rostow mendefinisikan tinggal landas sebagai revolusi industri yang bertalian secara langsung dengan perubahan radikal secara langsung dengan perubahan pesat di dalam metode produksi dalam jangka waktu singkat menimbulkan konsekuensi yang menentukan. Perkembangan lainnya terdapat pada sektor – sektor penting sebagai tulang punggung analitis, dalam sektor perekonomian.
28
Sektor
tersebut
diantaranya,
pertumbuhan
sektor
primer;
kemungkinan inoasi atau menggarap sumber baru atau yang belum tergarap menghasilkan laju pertumbuhan tinggi dari sektor perekonian lainnya. Tekstil katun di Britania dan Inggris baru pada tahap awal pertumbuhannya masuk dalam kategori ini. Sektor Pertumbuhan Suplementer; pertumbuhan pesat yang terjadi sebagai konsekuensi perkembangan sektor pertumbuhan primer tersebut. Pembangunan kereta api merupakan sektor primer, perluasan industri besi, batu bara dan baja dianggap pertumbuhan seplementer. Sektor Pertumbuhan turunan; Pertumbuhan yang terjadi “ dalam kaitan yang agak tetap dengan pertumbuhan di bidang pendapatan nasional, produksi industri, atau beberapa variabel lain yang agak cepat, contohnya produksi makanan dan pembangunan perumahan dalam hubungannya dengan penduduk (Jhingan,2004:142 - 143). Rostow menjelaskan kembali, bahwa pertumbuhan cepat sektor – sektor utama tergantung pada adanya 4 faktor dasar diantarnya; Pertama, adanya kenaikan permintaan efektif terhadap produk sektor – sektor tersebut, yang biasanya dicapai melalui pengurangan konsumsi, impor modal atau melalui peningkatan tajam secara nyata. Kedua, pengenalan fungsi produksi baru dan perluasan kapasitas sektor tersebut. Ketiga, Sektor – Sektor Penting harus mendorong perluasan output di sektor lain melalui transformasi tekhnik (Jhingan,2004:147).
29
Schumpeter lebih lanjut mengutarakan pola perubahan ekonominya dengan teori ekonom melalui Teori Sirkuler dalam Ekonomi Pembangunan, bahwa Perubahan dalam kehidupan ekonomi yang spontan dan terputus – putus ini tidak dapat dipaksaksan dari luar akan tetapi timbul atas inisiatif perekonomian sendiri dan muncul di atas cakrawala kehidupan perdagangan dan industri. Kombinasi baru peletakan unsur pembangunan memungkinkan membuat kondisi pembangunan semakin mantap. Unsur – unsur tersebut diantaranya adalaha sebagai berikut: Pertama, Inovasi. Pada intinya menurut Schumpeter, pengenalan produk baru dan perbaikan terus – menerus pada produk inilah yang membawa kepada pembangunan. Dalam industrialisasi hal tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut seperti; Pengenalan barang baru, penguasaan sumber penawaran baru bahan mentah atau barang semi manufaktur, dan pembentukan organisasi baru pada setiap industri seperti penciptaan monopoli.
Kedua, Peranan
Inovator. Peranan ini menurut Schumpeter bukanlah diberikan kepada kaum kapitalis melainkan kepada pengusaha, lebih lanjut Schumpeter menjelaskan ada dua hal untuk menjalankan fungsi ekonominya untuk para pengusaha , diantaranya; Pertama, adanya pengetahuan teknologi dalam rangka memproduksi barang – barang baru. Kedua, Kemampuan mengatur faktor faktor produksi dalam bentuk pinjaman. Menurut Schumpeter ada banyak pengetahuan seputar teknologi yang belum
30
dimanfaatkan, namun pengusaha sudah mulai memanfaatkannya (Schumpeter dalam Jhingan,2004:126). Keynes mengutarakan jelas pada teori mengenai konsep multiplier yang didasarkan pada empat konsep di negara terbelakang yang tinggi, walaupun banyak dikritisi oleh V.K.R.V. Rao karena belum pernah mendiskusikan tentang relevansinya pada negara terbelakang. Konsep Multiplier Keynes didasarkan pada empat teori diantaranya adalah ; Pengangguran Terpaksa, Suatu Ekonomi Industri dengan kurva penawaran output miring ke kanan – atas dan baru menjadi vertikal setelah melewati interval yang panjang. Kapasitas lebih pada industri barang konsumsi, dan Penawaran modal tenaga kerja yang diperlukan bagi output bersifat elastis. Keynes, melanjutkan penjelasannya bahwa tanpa adanya kondisi kapasitas lebih industri barang konsumsi, dan Penawaran modal tenaga kerja yang diperlukan output bersifat elastis, seperti yang telah diutarakan di atas, maka membuat bekerjanya multiplier menjadi sulit. Tidak adanya kapasitas lebih pada industri barang konsumsi dan sifat penawaran modal kerja yang cukup inelastis menghambat peningkatan volume output industri tersebut dan jumlah pekerjaan
yang
dihasilkan
di
dalamnya
(Keynes
dalam
Jhingan,2004:140). Hirschman mengemukakan kegiatan produksi primer kebanyakan merupakan daerah kantong untuk ekspor mempunyai dampak perkembangan yang kecil pada perekonomian dalam lapangan kerja 31
maupun produk nasional bruto. Dalam pendapatan lanjutan Hirschman menganjurkan untuk mengutamakan industri tahap akhir (Last Industries). Alasan tersebut dikemukakan karena dalam pembuatan industri, suatu negara sedang tidak perlu mengusahakan semua tahap produksi secara serentak, tapi dapat mengimpor pabrik”converting, assembling, dan mixing” bagi proses akhir produk yang hampir jadi. Industri tahap akhir disebut dengan industri kantong impor (Import enclave industry). Industri ini lain dengan industri kantong ekspor yang menghadapi kesulitan besar di dalam memecahkan situasi kantong tersebut dan dapat
memberikan dampak kaitan mundur yang
mendalam. Dampak kaitan mundur adalah penting tidak hanya dari produksi sekunder kembali ke produksi primer tapi juga dari produksi tersier kembali ke produksi sekunder dan produksi primer. Kaitan mundur lahir karena tingginya permintaan. Hirschman menjelaskan kembali tentang bahwa sebenarnya tidak ada pilihan lain dalam pengembangan pola industri, yakni substitusi impor dan promosi ekspor, walaupun pada kenyataannya untuk negara – negara berkembang lebih banyak menggunakan pola subsitusi impor dibandng dengan
ekspor
yang
tidak
memberikan
peran
penting
pada
pembangunan ekonomi mereka.. Dalam strategi tersebut pembangunan industri akan berlanjut sebagian besar melalui kaitan mundur, yakni dari industri tahap akhir ke “industri menengah dan industri dasar” (Hirschman dalam Jhingan,2004:196). 32
d) Ciri – Ciri Keberhasilan Industrialisasi Pada konsep industrialisasi telah dijelaskan pengertian dan pemikiran – pemikiran tentang industrialisasi dari beberapa ahli. Selanjutnya akan diutarakan lebih lanjut, Ciri – ciri keberhasilan proses industrialisasi sebagai tolak ukur atau parameter sejauh mana industrialisasi berkembang dalam suatu negara. Berikut ini ciri – ciri keberhasilan industrialisasi ; 1. Suatu negara industrialisasi dapat dikatakan berhasil jika di dalam suatu negara tersebut terjadi Transformasi dari masyarakat
pertanian
ke
masyarakat
industri
(Tambunan,2009:62). 2. Dalam
proses
industrialisasi,
seharusnya
pendapatan
perkapita masyarakat naik dan produktivitas meningkat (Jhingan,2004:143). 3. Apabila suatu negara mengimpor kebutuhan pangannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, maka akan meningkatkan pendapatan per kapita pada negara tersebut dan terjadi Multiplier effect di luar bukan pada wilayah perekonomian negara tersebut (Kuncoro,2010).
33
4. Industrialisasi yang berhasil syarat akan menaikkan produktivitas pertanian karena struktur teknologi yang mulai ke arah yang lebih modern (Jhingan,2004:89). 5. Tolak ukur industrialisasi menurut Rostow (1991:5) adalah apabila tingkat investasi dan tabungan mencapai 10% dari pendapatan nasional. e) Prasyarat Industrialisasi Mengutip yang telah dikemukakan oleh Rostow, ada beberapa prasyarat industrialisasi pada tahap tinggal landas, diantaranya adalah sebagai berikut (Jhingan,2004:145): 1. Kenaikan laju investasi produktif, misalnya dari 5 persen atau kurang lebih dari 10 persen dari pendapatan nasional atau produk nasional netto; 2. Perkembangan salah satu atau beberapa manufaktur penting dengan laju pertumbuhan yang tinggi; 3. Hadirnya secara cepat kerangka politik, sosial dan organisasi yang menampung hasrat ekspansi di sektor modern tersebut dan memberikan daya dorong pada pertumbuhan.
34
Lewis memberikan penjelasan hal – hal yang perlu dilakukan untuk dapat melakukan industrialisasi, diantaranya adalah sebagai berikut (Lewis dalam Jhingan,2004:156) ; 1. Peningkatan produksi industrialisasi atas pekerja dalam sektor pangan 2. Memperbaiki tingkat upah dan pendapatan 3. Memperluas pasar untuk industri 4. Memperlas jalan untuk industri 2. Teori mengenai Output dan Input a. Teori Output dan Input 1. Teori Output Setelah mengetahui landasan teori tentang industrialisasi, untuk dapat menghasilkan output tidak akan terlepas dari adanya fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu skedul (tabel atau persamaan matematis) yang menggambarkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dari suatu set faktor produksi tertentu, dan pada teknologi tertentu pula. Singkatnya fungsi produksi adalah katalog dari kemungkinan hasil produksi. Faktor produksi dikenal dengan istilah input dan jumlah produksi disebut juga output (Sukirno;193,2010). Pada intinya, Output adalah hasil produksi yang dihasilkan dari aktivitas produksi (Sudarman,2008:32). 35
Menurut Adiningsih, Output adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi (Adiningsih,1999;3-4). Selanjutnya Nicholson, menjelaskan kembali mengenai output. Output adalah keluaran akhir yang dihsilkan dari serangkaian proses produksi dengan memanfaatkan berbagai masukan (input) (Nicholson,2002:21). Nilai Output dalam makroekonomi, adalah akumulasi dari nilai tambah yang dihasilkan dan nilai barang setengah jadi pada Gross domestic Product (GDP) (Mankiw,2005:15). 2. Teori Input Menurut Nicholson, input merupakan faktor – faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan hasil akhir (output) (Nicholson,2005:31). Adiningsih menambahkan mengenai teori input, proses produksi merupakan proses mengubah input (masukan menjadi output (keluaran). Input dapat berupa barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi (Adiningsih,1999:3-4). Selanjutnya, Mandala mendefinisikan tentang teori input, variabel – variabel
yang besaran nilainya untuk
menentukan variabel hasil (output) disebut dengan input, dengan kata lain variabel input merupakan variabel masukan 36
yang termasuk dalam variabel bebas dan output merupakan variabel dependen (terikat) (Manurung,1999:30). Mankiw, dalam teori mikroekonominya menjelaskan kembali, mengenai input. input dapat dijelaskan melalui faktor – faktor produksi. Faktor produksi merupakan input yang digunakan
dalam
menghasilkan
barang
dan
jasa
(Mankiw,2005:42). b. Teori Nilai Bahan Baku Bahan Baku menurut Mulyadi (2004;15), adalah bahan yang membentuk bagian integral produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, pembelian impor atau dari pengolahan sendiri. Nilai bahan baku atau yang dapat didefinisikan sebagai biaya bahan baku dapat dikelompokkan berdasarkan jenis dari bahan baku tersebut. Adapun jenis bahan baku menurut Gunawan Adi Saputro dan Marwan Asri (2012:185); 1. Bahan baku Langsung (Direct Metal) Semua bahan baku yang merupakan bagian daripada barang jadi yang dihasilkan. Biaya atau Nilai yang dikeluarkan untuk membeli bahan mentah langsung
37
memiliki hubungan yang erat dengan jumlah barang yang dihasilkan atau output yang dihasilkan. 2.
Bahan baku tak langsung (Indirect Metal) Bahan baku tak langsung adalah semua bahan baku yang ikut berperan dalam proses produksi, tetapi tidak secara langsung tampak pada barang jadi yang dihasilkan (output). Bahan baku yang lazim digunakan untuk dapat memperoleh nilai bahan baku serta ikut berkontribusi dalam proses produksi hingga menjadi hasil jadi (output) adalah bahan baku langsung (direct metal). Dari teori tersebut dapat dikatakan biaya bahan baku adalah harga pokok bahan yang dipakai dalam produksi untuk membuat barang. Biaya bahan baku merupakan bagian dari harga pokok barang jadi yang akan dibuat. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa biaya adalah suatu pengorbanan atau penyerahan sumber –sumber daya atau ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu di masa mendatang, pembelian bahan baku tersebut dapat berupa impor ataupun barang lokal sendiri. Sehingga interperetasi nilai 38
bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku guna mengahasilkan hasil produksi (output) (Sunarto,2002:5). c. Teori Nilai Bahan Bakar Bahan bakar adalah material dengan suatu jenis energi yang bisa diubah menjadi energi berguna lainnya.bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya karena kalor dari sumber kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran (Wulan,2010:5). Ada beberapa jenis bahan bakar yang dikenal di Indonesia, diantaranya : 1. Minyak Tanah Rumah Tangga 2. Minyak Tanah Industri 3. Pertamax 4. Pertamax Plus 5. Premium 6. Solar Transportasi 7. Solar Industri 8. Minyak Diesel 9. Minyak Bakar
39
d. Teori Jumlah Tenaga Kerja Seluruh Jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja jika ada permintaan kerja atau pada intinya hal tersebut dapat dikatakan sebagai Jumlah Tenaga Kerja. Tenaga kerja dapat dilihat dari produktivitasnya. Untuk definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antar hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang digunakan per satuan waktu. Definisi kerja ini ini mengandung cara atau metode pengukuran. Walaupun dalam teori dapat dilakukan, namun dalam kenyataannya dalam praktek sangat sukar untuk dilakukan, hal tersebut dikarenakan sumber daya masukan yang dipergunakan umunya dari banyak macam dan dalam proporsi yang berbeda (Payaman;30,1985). Produktivitas masing – masing faktor produksi seperti tanah, gedung, mesin, peralatan, dan bahan mentah, dan SDM (Sumber daya manusia) sendiri, dapat dilakukan secara bersama – sama maupun secar sendiri – sendiri. Dalam hal ini peningkatan produktivitas
manusia
merupakan
sasaran
strategis
karena
peningkatan produktivitas faktor – faktor lain sangat tergantung pada kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkaannya (Skill) (Payaman,1985:31). Dari segi keahliannya dan pendidikannya, tenaga kerja dibedakan kepada tiga golongan berikut; 40
1. Tenaga Kerja Kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau rendah pendidikannya dan tidak memiliki keahlian dalam suatu bidang pekerjaan. 2. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari pelatihan atau dari pengalaman kerja, seperti montirmobil,tukang kayu, dan ahli mereparasi TV radio. 3. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan ahli dalam bidang tertentu, seperti dokter, akutan, ahli ekonomi, dan insinyur (Sukirno;7,2003). 3. Hubungan antara Input dengan Output Industri Tekstil a. Hubungan antara Nilai Bahan Baku dengan Output Industri Tekstil Pada penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2012;48 – 49) bahan baku memiliki pengaruh positif terhadap industri konveksi pada produk tekstil, apabila bahan baku yang didapat langsung dari pabrik bahan baku tekstil, sehingga biaya untuk mendapatkan bahan baku tersebut lebih terjangkau. Selain itu dalam penelitian ini industri konveksi yang menghasilkan perusahaan tekstil harus mencari informasi dimana pemasaran yang potensial, dan menjalin kerjasama dalam hal pemasokan bahan baku yang lebih terjangkau baik di dalam negeri maupun dalam negeri. Dalam penelitian ini sesuai dengan tujuanya, ingin mengetahui 41
pengaruh dari masing masing input yang dijadikan faktor produksi, maka menggunakan pendekatan fungsi Cobb Douglas. Dalam fungsi Produksi Cobb Douglas bahan baku masuk dalam fungsi produksi resource. Pada hubungan tersebut dapat dijelaskan melalui fungsi sebagai berikut ; Q = f(R).............................................................. (2.1) OUT = f(NBBk)..................................................... (2.2) Dimana ; OUT
: Output Industri konveksi pada Produk Tekstil
NBBk
: Nilai Bahan Baku Dalam fungsi produksi tersebut nilai bahan baku termasuk dalam
sumber daya alam (Resource). Sehingga untuk memiliki keterkaitan variabel ini dapat dilihat dari nilai bahan bakunya yang berupa biaya untuk membeli bahan baku untuk menghasilkan output tersebut . b. Hubungan antara Nilai Bahan Bakar dengan Output Industri Tekstil Menurut Hermawan, kenaikan BBM berpengaruh positif terhadap Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia. dijelaskan kembali dalam penelitiannya atas hasil simulasinya apabila kenaikan BBM sebesar 8,5% maka akan menaikan produksi tekstil sebesar 12.827 persen, maka pada intinya terdapat hubungan positif antara kenaikan BBM terhadap kenaikan output produksi tekstil di Indonesia (Hermawan,2011:399).
42
Diperkuat kembali oleh penelitian yang dilakukan oleh Sultan, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bahan bakar industri, diantaranya, solar, bensin, dan pelumas terhadap industri besar – sedang manufaktur. Pada hasil penelitian tersebut bahan bakar solar, dan bensin berpengaruh positif dan signifikan terhadap sektor industri besar – sedang manufaktur, dan pelumas berpengaruh negatif terhadap sektor industri tersebut (Sultan,2010:214). Hubungan tersebut dapat dibuat persamaan menggunakan model persamaan dengan pendekatan fungsi produksi Cobb Douglas sebagai berikut: Q = f(R).............................................................. (2.1) OUT = f(NBB)..................................................... (2.3) Dimana ; OUT : Output Industri Tekstil NBB : Nilai Bahan Baku c. Hubungan antara Jumlah tenaga Kerja dengan Output Industri Tekstil Pada prinsipnya dalam teori produksi pada pendekatan fungsi Cobb Douglas jumlah tenaga kerja memiliki hubungan positif terhadap output industri. untuk hubungan tersebut akan diperkuat kembali dengan penelitian Wibowo (2012:48 - 49), yang mengutarakan jumlah tenaga kerja juga perlu diperhatikan sesuai dengan industri nasional tekstil, hal tersebut perlu diperhatikan untuk menyesuaikan efisiensi dan pengeluaran biaya yang 43
diperuntukan untuk tenaga kerja. Dalam penelitian tersebut tunduk pula pada konsep “Law of Diminishing Return”, dimana apabila input lain tetap, dalam hal ini akan menambah tenaga kerja akan menurunkan tingkat utilitas produksi. Secara sistematis dalam hubungannya dapat dijelaskan melalui persamaan berikut : Q=f(l) ............................................................ (2.1) OUT = f(l)....................................................... (2.4) Dimana : OUT
: Output Industri Tekstil
l
: Jumlah Tenaga Kerja (Labour)
B. Penelitian Terdahulu 1.
Adebayo Stigler (2013) Penelitian berjudul “Efficiency Capital – Labour Nigeria’s mining sector: Cobb Douglas Framework”. Dalam periode 1982 – 2011. Pada penelitian ini
menggunakan variabel
dependen Output
Industri
Pertambangan di Nigeria, dan variabel independen, diantaranya : Modal dan Tenaga Kerja dengan menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan tingkat efisiensi dan pengembalian skala usaha (Return to Scale) pada perusahaan pertambangan di Nigeria Penelitian ini, menggunakan pendekatan regresi
44
linier berganda (Ordinary Least Square) dengan data sekunder. Fungsi model dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Q = f(X1,X2) Q = β0 + β1X1 + β2X2 + ε Q/L = β0 + β1 L+ β2K/L+ ε Ln(Q/L) = β0 + β1 L+ β2 Ln(K/L)+ ε Dimana: Ln(Q/L) = Perbandingan Output Industri Pertambangan terhadap Input Tenaga Kerja L
= Tenaga Kerja
Ln(K/L) = Perbandingan Input Modal terhadap Input Tenaga Kerja β0
= Konstanta (Intercept)
β1, β2
= Koefisien regresi (Parameter)
ε
= error term
Hasil Penelitian ini
menunjukan bahwa perbandingan modal
terhadap tenaga kerja atau dengan kata lain pengalokasian modal dengan penggunaan tenaga kerja dengan teknologi (mesin), dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan memberikan hasil perbandingan output pengembalian usaha terhadap tenaga kerja yang meningkat dari sebelumnya. Oleh karena itu disarankan bahwa pemerintah harus mempertahankan reformasi sektor pertambangan dan terus menempatkan penekanan pada penguatan kelembagaan, transparansi, akuntabilitas, dan perbaikan tata kelola di sektor ini.
45
2. Adyarta D. Pradana (2013) Penelitian
ini
berjudul,”Analisis
Faktor
–
Faktor
yang
mempengaruhi Efisiensi Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Blora”. Periode 2012 data bulanan. Penelitian ini bertujuan menganalisis dari masing masing variabel faktor – faktor produksi yang mempengaruhi produksi tersebut sekaligus menganalisa tingkat efisiensi pada pengembalian usaha. Variabel dalam penelitian ini diantaranya adalah Bahan Baku, Jumlah Tenaga Kerja ,Modal, dan Teknologi. Penelitian ini menggunakan OLS (Ordinary Least Square) dengan model regresi berganda. Fungsi model dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Q = f(X1, X2, X3, X4) Q = β0 + β1 X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ ε Prod = β0 + β1BB + β2TK+ β3Modal+ β4TEKN+ ε Dimana : Prod = Produksi Keripik Tempe (Output) dalam satu bulan (Bungkus) BB = Bahan Baku dalam satu kali proses produksi dalam satu bulan(Kg) TK = Jumlah Tenaga Kerja satu kali proses produksi dalam satu kali produksi selama satu bulan (Jiwa) β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi (Parameter) β0 ε
= Konstanta (intercept) = error term Hasil dari penelitian ini adalah dari semua variabel yang telah diuji
berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi tersebut, dan
46
efisiensi dari seluruh variabel faktor – faktor produksi mencapai tingkat efisiensi ekonomi. 3.
Sultan (2010) Penelitian ini berjudul, “Analisis Bahan Bakar Bensin, Solar, dan Pelumas Terhadap Produksi Industri Besar dan Sedang Furniture dan Industri Lainnya di Provinsi DIY Yogyakarta”. Periode 2002 – 2009 dan menggunakan data sekunder. Variabel dependen yang digunakan adalah Output Industri Furniture dan industri besar – sedang lainnya di D.I Yogyakarta, dan variabel independennya adalah Bahan Bakar Bensin, Solar, dan Pelumas. Pada penelitian ini menggunakan OLS (Ordinary Least Square) dengan model regresi berganda. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari masing – masing jenis bahan bakar tersebut terhadap industri Besar – Sedang Furniture di Provinsi DI Yogyakarta. Fungsi model dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Q = f(BS, SL, PL) Q = β0 + β1 BS+ β2SL+ β3PL + µ Log Q = log β0 + β1 log BS+ β2 log SL+ β3 log PL + µ Dimana: Q = Hasil Produksi (Output) (Rupiah) BS = Bahan Bakar Bensin (Liter) SL = Bahan Bakar Solar (Liter) PL = Bahan Bakar Pelumas (Liter) β0
= Konstanta (Intercept)
β1, β2, β3 = Koefisien regresi (Parameter) 47
µ
= error term
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa bahan bakar Solar dan bensin untuk diesel berpengaruh positive terhadap Industri Furniture di Yogyakarta, dan bahan bakar pelumas berpengaruh negatif terhadap hasil produksi industri furniture di provinsi D.I Yogyakarta. 4.
Iwan Hermawan (2011) Penelitian
ini
berjudul,”Analisis
Dampak
Kebijakan
Makroekonomi Terhadap Perkembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia”. simulasi dalam penelitian tersebut pada periode 2007 – 2012. Data yang digunakan adalah data sekunder dan menggunakan variabel
pengubah
endogen
dan
eksogen.
Penelitian
tersebut
menggunakan model persamaan simultan sebagai berikut : PTDt=a0+a1HTDRt-1+a2HGWRt-1+a3(IRRt-IRRt-1)+a4UTKTRt-1+a5BBMRt1+a6T+a7PTDt-1
Tanda parameter
+ U1
yang dugaan dalam penelitian ini adalah
a1,a6>0;a2,a3,a4,a5,a6>0 dan a0
T
= Tren Waktu
PTDt-1 = Produksi Tekstil Indonesia tahun t-1 U1
= Error term Dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa simulasi dampak
dari kebijakan makroekonomi terhadap produksi tekstil Indonesia, secara keseluruhan, kesimpulan ini memberikan implikasi, diantaranya, Produksi Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia meningkat dapat mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan Produk Tekstil Indonesia dapat meningkatkan penerimaan devisa negara,Pengembangan Tanaman kapas di Indonesia perlu diwujudkan pelestariannya di Indonesia, karena ketergantungan impor kapas dapat menurunkan daya saing TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) di Indonesia. 5.
Rudi Wibowo (2012) Penelitian ini berjudul,”Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, Bahan Baku, dan Mesin Terhadap Industri Kecil Konveksi Desa Padurenan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus”. Periode 2007 – 2009 , menggunakan metode wawancara, kuesioner, dan dokumentasi.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh modal, tenaga kerja, bahan baku, dan mesin. Penelitian ini menggunakan metode analisis OLS (Ordinary Least Square), adapun fungsi model dari penelitian ini sebagai berikut: Y = f(X1,X2,X3,X4) Y = β0 + β1 X1+ β2X2+ β3X3 + β4X4+ µ 49
Dimana : X1= Modal (Ribu Rupiah) X2= Tenaga Kerja (Jiwa) X3 = Bahan Baku (Rupiah) X4 = Mesin (Unit) β0 = Konstanta (Intercept) β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi (Parameter) Dengan Hasil Penelitian sebagai berikut : Y= -0,293+(0,372)X1+(0,31)X2+(0,131)X3+(0,166)X4+ε Hasil penelitian ini adalah setiap kenaikan Rp 1.000 akan menaikan output industri tekstil sebesar 0,372 ribu rupiah, dan setiap kenaikan satu jiwa tenaga kerja akan menaikan hsil industri tersebut sebesar 0,31 ribu rupiah, begitu juga pada bahan baku dan mesin yang masing – masing akan menaikan hasil output sebesar 0,131 ribu rupiah, dan 0,166 ribu rupiah, setiap kenaikan Rp 1.000 nilai bahan baku dan 1 unit mesin. Maka, kesimpulan keseluruhan terdapat pengaruh positif dan signifikan pada Modal, Tenaga Kerja, Bahan Baku, dan Mesin terhadap Industri Konveksi Desa Padurenan, yang hasil produksinya berupa komoditas tekstil.
50
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Adebayo 1 Stigler (2014)
Judul
Efficiency Capital – Labour Nigeria’s mining sector: Cobb Douglas Framework
Variabel Terikat Bebas
Output sektor industri pertambangan Modal, investasi, dan tenaga kerja
Metode
Model regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS)
Hasil Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa investasi, modal, dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan memberikan hasil output pengembalian usaha yang meningkat dari sebelumnya. Oleh karena itu disarankan bahwa pemerintah harus mempertahankan reformasi sektor pertambangan dan terus menempatkan penekanan pada penguatan kelembagaan, transparansi, akuntabilitas, dan perbaikan tata kelola di sektor ini.
.
Aditya 2 Pradana (2013)
Analisis Faktor – Faktor yang mempengaruhi Efisiensi Industri Rumah Tangga Keripik Tempe di Kabupaten Blora
Hasil Produksi (Output) Industri keripik tempe
kemiskinan di kota manado tahun 20042012
3
Sultan (2010)
Analisis Bahan Bakar Bensin, Solar, dan Pelumas Terhadap Produksi Industri Besar dan Sedang Furniture dan Industri Lainnya di Provinsi DIY Yogyakarta
Variabel masing – masing jenis bahan bakar, diantaranya Bensin, solar, dan pelumas
Bahan Baku, Jumlah Tenaga Kerja ,Modal, dan Teknologi Hasil Produksi industri Besar Sedang Industri Manufaktur
Analisis menggunakan OLS (Ordinary Least Square) dengan pendekatan model regresi berganda
Model Regresi berganda menggunakan OLS (Ordinary Least Square)
Hasil dari penelitian ini adalh dari semua variabel yang telah diuji berpengaruh signifikan terhadap hasil produksi tersebut, dan efisiensi dari seluruh variabel faktor – faktor produksi mencapai efisiensi ekonomi. . Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa bahan bakar Gasoline (Bensin) dan (Solar) berpengaruh positive terhadap Industri Furniture di Yogyakarta, dan bahan bakar pelumas berpengaruh negatif terhadap industri furniture di provinsi D.I Yogyakarta.
. 51
Analisis Dampak Kebijakan Makroekonomi Terhadap Iwan 4 Hermawan Perkembangan Industri tekstil dan Produk Tekstil Indonesia
5
Rudi Wibowo
Tidak Terdapat variabel terikat dan variabel bebas yang ada variabel peubah endogen dan variabel peubah eksogen. Variabel tersebut diantaranya ; Produksi Tekstil domestik, Produksi Tekstil domestik, Harga riil tekstil domestik, harga riil tekstil dunia, harga kapas domestik, harga kapas dunia, harga impor garmen, harga suku bunga riil bank, harga riil bbm dan tren waktu
Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, Bahan Baku, dan Mesin Terhadap Industri Kecil Konveksi Desa PadurenanKecamatan Gebog Kabupaten Industri Kudus Konveksi
Secara Keseluruhan,
kesimplulan ini memberikan implikasi, diantaranya; Produksi
Tidak Terdapat variabel terikat dan bebas. Hanya terdapat variabel endogen dan eksogen . variabel tersebut sama seperti pada pernyataan di kolom sebelumnya
Modal, Tenaga Kerja, Bahan Baku, dan Mesin
Tekstil yang meningkat dapat mendorong Model peningkatan tersebut penyerapan tenaga menggunakan kerja, Ekspor dan model Produk tekstil dapat persaaan meningkatkan simultan penerimaan devisa dengan data negara. Pengembangan time series tanaman Kapas di Indonesia perlu diwujudkan pelestariannya di Indonesia, untuk menurunkan impor kapas dari negara lain sebagai bahan baku tekstil.
Pada model tersebut menggunakan model persamaan regresi linier berganda (OLS)
Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh pditif dan signifikan pada Modal, Tenaga Kerja, Bahan Baku, dan Mesin
terhadap Industri Konveksi Desa Padurenan, yang hasil produksinya berupa komoditas tekstil.
Sumber : Berbagai Jurnal 52
C.
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran digunakan untuk memudahkan peneliti untuk menganalisa masalah yang dihadapi, serta untuk membuat sebuah penyelesaian. Dalam penelitian ini akan menguji pengaruh Nilai Bahan Baku, Nilai Bahan Bakar, dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia. variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah Output Industri Tekstil di Indonesia periode 1983 – 2012. Sedangkan untuk variabel dependen (bebas), diantaranya adalah sebagai berikut; Nilai Bahan Baku, Nilai Bahan Bakar, dan Jumlah Tenaga Kerja pada tahun 1983 – 2012. Menurut Mulyadi (2004;15), bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian integral produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, pembelian impor atau dari pengolahan sendiri. Dalam penjelasannya biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan bahan baku, disebut dengan nilai bahan baku. Bahan baku yang digunakan dari awal proses produksi hingga menjadi output adalah bahan baku langsung (direct metal). Bahan baku utama tekstil adalah serat tekstil dan belum dapat digantikan
sepenuhnya
(Hermawan,2011:388).
oleh
Namun,
bahan dalam
hasil
baku
non
penelitian
kapas Wibowo,
penurunan jumlah produksi yang dihadapi oleh industri tekstil di 53
Indonesia
disebabkan
oleh
biaya
produksi
yang
tinggi
(Wibowo,2012:44). Salah satu faktor yang menyebabkan biaya bahan baku utama tekstil tinggi adalah karena langkanya sumber daya alam domestik pada bahan baku utama tekstil, yakni kapas. Kapas yang ada di Indonesia masih impor dari beberapa negara, seperti China, India, dan Tanzania, dan tingginya harga kapas dunia mengakibatkan penurunan jumlah produksi tekstil (Hermawan,2011:388). Diperkuat kembali oleh penelitian yang dilakukan Pradana, bahwa Skala hasil produksi sangat menentukan tingkat efisiensi hasil produksi. Pada intinya, efisiensi suatu hasil produksi ditentukan oleh pebandingan antara tingkat input yang digunakan terhadap output hasil produksi yang dihasilkan, dalam penelitian yang dilakukan oleh Wibowo input yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja, jumlah dan biaya (nilai) bahan baku,
sumber
permodalan,
dan
mesin
produksi.
Dalam
hasil
penelitiannya, untuk mengukur efisiensi selain terjadi hubungan positif dari semua variabel terhadap industri konveksi produk tekstil, juga melihat koefisien yang dihasilkan. Apabila nilai koefisien 0 <β <1 maka dapat dikatakan penggunaan input terhadap output efisien. Namun, tingkat efisiensi pada produksi industri di Indonesia pada beberapa perusahaan masih dikatakan kurang efisien karena penggunaan input yang minim disebabkan biaya produksi tinggi dan menyebabkan turunnya jumlah produksi (Pradana,2013:125). 54
Bahan bakar adalah material dengan suatu jenis energi yang bisa diubah menjadi energi berguna lainnya.bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya karena kalor dari sumber kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran (Wulan,2010:5). Nilai satuan yang digunakan untuk mendapatkan bahan bakar pada intinya adalah nilai bahan bakar. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sultan menjelaskan tingginya tingkat nilai bahan bakar terhadap industri manufaktur menyebabkan jumlah produksi industri manufaktur khususnya furniture berkurang, lalu hasil yang dilakukan penelitian oleh Sultan pada variabel Nilai Solar, Nilai bensin, dan Nilai pelumas,diantaranya adalah Nilai Solar, dan Nilai Bensin berpengaruh positif terhadap hasil produksi manufaktur, dan Nilai
bahan bakar pelumas berpengaruh negatif
terhadap hasil produksi industri manufaktur. Sehingga kesimpulan secara keseluruhan dapat dikatakan nilai beberapa jenis bahan bakar yang tinggi akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi manufaktur. Namun, hanya pada industri besar menengah, apabila hasil penelitian tersebut diaplikasikan dalam industri kecil karena nilai bahan baku atau biaya bahan baku yang tinggi akan dapat terjadi penurunan hasil produksi (Sultan,2005:25). Seluruh Jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja jika ada permintaan kerja atau pada intinya hal tersebut dapat dikatakan sebagai Jumlah Tenaga Kerja. Tenaga kerja dapat dilihat dari produktivitasnya. Untuk definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antar hasil 55
yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang digunakan per satuan waktu. Definisi kerja ini ini mengandung cara atau metode pengukuran. Walaupun dalam teori dapat dilakukan, namun dalam kenyataannya dalam praktek sangat sukar untuk dilakukan, hal tersebut dikarenakan sumber daya masukan yang dipergunakan umunya dari
banyak
macam
dan
dalam
proporsi
yang
berbeda
(Payaman,1985:30). Keahlian tenaga kerja pada industri tekstil di Indonesia sangat minim, sehingga menyebabkan tidak efisiensinya alokasi input. Menurut Stigler, dalam hasil penelitiannya, jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil produksi output, namun ketersediaan tenaga kerja ahli juga dapat mempengaruhi kualitas hasil produksi output industri. Dalam kesimpulan hasil penelitiannya rasio yang digunakan antara modal terhadap input tenaga kerja, dimana perbandingan antara modal terhadap alokasi tenaga kerja, untuk input lain atau dapat dikatan transfer dari tenaga kerja terhadap teknologi. Teknologi Industri sangat membutuhkan tenaga kerja ahli untuk dapat meningkatkan kualitas output sekaligus, mengalokasikan biaya produksi bagi tenaga dan mesin, sehingga tercipta efisiensi input (Stigler,2014:7). Pada perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, Tekstil dan Produksi Tekstil di Indonesia, bahwa ketersediaan bahan baku, fluktuasi bahan bakar, dan ketersediaan tenaga kerja ahli di Indonesia memiliki pengaruh terhadap Output Industri Tekstil di 56
Indonesia. selanjutnya sehingga secara matematis dalam fungsi produksi Cobb Douglas dapat dituliskan sebagai berikut; OUT=f(NBBk, NBBkim, NBB, JTK)
Keterangan: OUT
= Output Industri Tekstil
NBBk
= Nilai Bahan Baku Domestik
NBBkim
= Nilai Bahan Baku Impor
NBB
= Nilai Bahan Bakar
JTK
= Jumlah Tenaga Kerja
57
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Masalah - Sumber daya alam domestik langka, mengakibatkan impor bahan baku - Biaya produksi tinggi - Penurunan jumlah produksi - Kurangnya efisiensi input untuk menghasilkan output maksimal
Identifikasi Masalah - Indonesia masih mengimpor kapas sebagai bahan baku utama tekstil - Tingginya harga bahan bakar sebagai input industri tekstil - Kurangnya Ketersediaan tenaga kerja ahli dalam industri tekstil
Grand Theory Nilai Bahan Baku
Nilai Bahan Bakar
Jumlah Tenaga Kerja
Bahan Baku
Bahan Bakar
Tenaga Kerja
Mulyadi (1986)
(Wulan, 2010)
(Payaman, 1985;30)
Jurnal
Variabel -
Nilai bahan Baku
-
Nilai Bahan Bakar
-
Jumlah Tenaga Kerja
Rudi Wibowo (2012) Sultan (2010) Adebayo Stigler (2014)
Nilai Bahan Baku, Bahan Bakar, dan Jumlah Tenaga Kerja Gambar 2. berpengaruh positif signifikan terhadap Output Industri Tekstil
58
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
Nilai Bahan Baku (+)
Nilai Bahan Bakar
Jumlah Tenaga Kerja
(+)
Output Industri Tekstil
(+)
D. Hipotesis
Dari teori teori yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut: 1. Nilai Bahan Baku Domestik dan impor berpengaruh positif dan signifikan terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia. (+)
2. Nilai Bahan Bakar berpengaruh positif dan signifikan terhadap Output Industri Tekstil di indonesia. 3. Jumlah Tenaga Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Output Industri Tekstil indonesia.
59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini menggunakan model statistik dengan alat analisis regresi berganda. Selanjutnya variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan satu variabel dependen (Terikat) dan tiga variabel independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Output Industri Tekstil (Y), dan variabel independen (bebas) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nilai (Biaya) Bahan Baku (X1), Nilai (Biaya) Bahan Bakar (X2), dan Jumlah Tenaga Kerja (X3). Wilayah yang dijadikan penelitian dalam penelitian ini adalah di Indonesia, dan periode yang digunakan pada penelitian tersebut adalah 1983 – 2012 yang merupakan data time series. B. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan hal yang harus dilakukan, supaya sesuai dengan tujuan penelitian dan dengan hasil data yang dianalisis. a. Sumber Data Data dalam penelitian tersebut menggunakan data sekunder yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan KEMENPERIN pada 60
ruang lingkup Indonesia. Menurut Sangadji Data sekunder umumnya tidak dirancang secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan penelitian tertentu (Sopiah,2010:172). Data sekunder berdasarkan jenisnya peneliti menggunakan data sekunder
eksternal. Data
sekunder eksternal, yaitu data yang disusun oleh suatu entitas selain peneliti dari organisasi yang bersangkutan, seperti dari publikasi jurnal, terbitan dari instansi pemerintah, ataupun perusahaan (Sangadji,2010:173). Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah data nilai bahan baku industri tekstil, nilai bahan bakar industri tekstil, dan jumlah tenaga kerja industri tekstil di Indonesia. b. Metode Pengumpulan Data 1. Dokumentation Research Untuk memecahkan masalah yang ada dalam penelitian tersebut, dibutuhkan teori – teori yang berhubungan dengan objek penelitian tersebut, sehingga penulis menggunakan penelitian kepustakaan
dengan
menggunakan
buku
–
buku
yang
berhubungan dengan teori penelitian, jurnal ilmiah, dan karya ilmiah yang sesuai dengan penelitian. C. Teknik Analisis Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kuantitatif. Menurut Zeller, data kuantitatif adalah penelitian yang datanya dinyatakan dalam angka dengan tekhnik statistik. 61
Penelitian
ini
sering
menggunakan
eksperimen
(Zeller
dalam
Sangadji,2010:26). Selanjutnya Gujarati menjelaskan kembali mengenai variabel kuantitatif. Variabel kuantitatif merupakan variabel tak bebas yang bersifat bilangan atau angka, maka dapat ditegaskan kembali bahwa pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang menekankan pada angka – angka (Gujarati,2006:1). Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kuadrat Terkecil atau OLS (Ordinary Least Square) atau analisis kuadrat terkecil dengan metode analisis kuantitatif pada model regresi linier berganda, menggunakan software atau alat analisis pendukung Eviews 7. Dalam penelitian ini menggunakan statistik parametrik, yakni ilmu statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran/ distribusi data, apakah data tersebut tersebar normal ataua tidak, dan berdasarkan jenisnya menggunakan statistik inferensial, yakni statistik yang berkenaan dengan cara penarikan kesimpulanberdasarkan
data
yang
diperoleh
dari
sampel
untuk
menggambarkan karakteristik atau ciri – ciri dari suatu populasi. Faktor - faktor yang mempengaruhi output industri tekstil, diantaranya adalah Nilai Bahan Baku, Nilai Bahan Bakar, dan Jumlah Tenaga Kerja yang dapat dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut : Y=f(X1,X2,X3) Fungsi yang telah dijabarkan di atas penulis menggunakan fungsi produksi yang berkenaan dengan teori penelitian, yakni fungsi produksi Cobb 62
Douglas. Seperti yang telah dipaparkan dalam landasan teori, fungsi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel pertama disebut variabel independen (bebas), yakni variabel yang dalam penelitian tersebut akan menjelaskan tentang variabel nilai bahan baku, nilai bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja, sedangkan variabel selanjutnya adalah variabel dependen (terikat) atau variabel yang menjelaskan tentang fungsi produksi tersebut. Sehingga dapat diuraikan dalam penelitian tersebut variabel variabel di atas dalam model estimasi penelitiannya, sebagai berikut Out=f(NBBk, NBB, JTK) Keterangan: Out
= Output Industri Tekstil
NBBk
= Nilai Bahan Baku
NBB
= Nilai Bahan Bakar
JTK
= Jumlah Tenaga Kerja
1. Analisis Data Time Series Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan model dengan data time series. Menurut Winarno, ada tiga jenis data dalam model ekonomerika, diantaranya, data time series, data cross section, dan data panel. Data time series adalah data suatu objek yang terdiri atas beberapa periode (Winarno,2011:1). 63
Winarno menambahkan kembali karakteristik data runtut waktu adalah nilainya relatif berubah- ubah seiring dengan berjalannya waktu. Selain itu, biasanya data jenis ini memilikisatu variabel saja (meskipun dapat juga ditambah variabel yang lain). Analisis yang digunakan pada jenis data ini didasarkan pada nilai masa lalu dan pengaruh terhadap variabelnya (Winarno, 2011:11). Model dengan data time series : Yt = α + β Xi + Ɛi ; t = 1,2,…,T............................................... (3.1) Keterangan : Y = Variabel Dependen X = Variabel Independen T = Banyaknya data time series 2. Model Empiris Model persamaan yang akan diestimasi sesuai dengan model matematis fungsi produksi Cobb Douglas apabila dipindahkan dalam regresi linier berganda adalah sebagai berikut sebagai berikut : Y= β₀ + β₁X₁ + β₂X₂ +β₃X₃ + ε ........................................ (3.2) OUT= β₀ + β₁NBBk + β2 NBB+ β3 JTK + ε .............. (3.3)
Ln(OUT)= β₀ + β₁Ln(NBBk) +β2 Ln(NBB)+ β3 JTK+ ε .............(3.4) Keterangan : LnOUT
: Output Industri Tekstil (Ribu Rupiah)
βo
: Constanta 64
βo, β1, β2, β3 LnNBBk LnNBB JTK ε
: Koefisien Regresi : Nilai Bahan Baku ( Ribu Rupiah) : Nilai Bahan Bakar ( Ribu Rupiah) : Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa) : error terms
Pada model persamaan regresi berganda 3.4 menggunakan Ln
(Logaritma Natural) sehingga mengubah masing – masig variabel
menjadi linier. Penggunaan LN bertujuan untuk menghindari non linier
pada persamaan sehingga dengan menggunakan transformasi LN tersebut
mengubah data menjadi linier, selain itu dapat pula menghindari data
pada masalah – masalah pada uji asumsi klasik, khususnya pada uji
normalitas.
3. Uji Asumsi Klasik
Analisis regresi korelasi memerlukan dipengaruhinya berbagai
sumber asumsi agar model dapat digunakan sebagai alat prediksi yang
baik, namun tidak jarang peneliti menghadapi masalah dalam modelnya,
diantaranya;
multikolinieritas,
heteroskedasticity,
otokorelasi,
dan
normalitas.
65
Sebagaimana telah diketahui bahwa model regresi yang baik
apabila bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimation ). Teori tersebut
dikenal dengan sebutan Teorema Gauss Markov (Nachrowi,2006:11).
1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji dalam analisis statistika yang
menguji data tersebut dalam analisis penelitian terdistribusi
normal. Para peneliti menggunakan pedoman kalau variabel
tersiri atas 30 data, maka data sudah terdistribusi normal
(Winarno;5,2011). Jarque Bera adalah uji stattistik untuk
mengetahui apakah data terdistribusi normal. Probability
menunjukkan kemungkinan nilai Jarque – Bera melebihi (dalam
nilai absolut) nilai terobservasi dibawah hipotesis nol. Nilai
probabilitas yang kecil menunjukkan pada penolakan hipotesis
nol distribusi normal.
66
Uji normalitas dalam penelitian ini dapat dilakukan pada
beberapa variabel sekaligus (tanpa histogram) atau satu persatu
dengan histogram. Sebab itu diperlukan
ukuran untuk
memudahkan dalam menguji data terdistribusi normal atau tidak
yaitu dengan melihat nilai JB dan probabilitasnya sebagai
berikut:
a. Bila nilai JB tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data terdistribusi normal b. Bila probabilitas lebih besar dari 5% (bila menggunakan signifikansi tersebut), maka data berdistribusi normal (hipotesisnya nol adalah data berdistribusi normal). 2. Uji Multikolinieritas
Menurut Winarno Multikolinieritas adalah kondisi adanya
hubungan linier antar variabel independen. Hubungan yang
melibatkan antar variabel independen, maka kolinieritas akan
terjadi (Winarno;4,2011). Kondisi terjadinya multikolinieritas
ditunjukkan dengan berbagai informasi berikut :
67
1. Nilai R2 tinggi, tetapi variabel independen banyak yang tidak
sigifikan.
2. Dengan menghitung koefisien korelasi
antar variabel
independen. Apabila koefisiennya rendah maka tidak terdapat
multikoloneritas.
3. Dengan menggunakan regresi auxiliary. Regresi jenis ini
dapat digunakan untuk mengetahui hubungn antara dua atau
lebih
variabel independen yang secara bersama – sama
mempengaruhi variabel dependen (terikat).
3. Uji Heterokedastisitas
Seperti telah diutarakan di atas model regresi yang baik
adalah model yang bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimation). Menurut Nachrowi bila var harus sama dengan σ2
(konstan), atau dengan kata lain semua residual atau error
mempunyai varan yang sama. Kondisi seperti itu disebut
68
dengan homoskedastis. Sedangkan bila varian tidak konstan
atau berubah – ubah disebut dengan heteroskedastisitas
(Nachrowi,2006:109).
Teknik mendeteksi Heteroskedastisitas salah satu diantaranya
adalah dengan menggunakan uji white. Menurut Winarno, Uji
White
menggunakan
residual
kuadrat
sebagai
variabel
dependen, dan variabel independennya terdiri atas variabel
independen yang sudah ada, ditambah dengan kuadrat variabel
independen, ditambah lagi dengan perkalian dua variabel
independen. Untuk mengetahui hasil dengan menggunakan uji
tersebut dapat dilihat dari nilai Obs*R-squarenya. Apabila nilai
probabilitasnya lebih kecil dari α = 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa data tersebut bersifat heterokedastisitas
(Winarno,2011:5.16).
4. Uji Autokorealasi
69
Autokorelasi dapat terjadi jika observasi yang berturut –
turut sepanjang waktu mempunyai korelasi antar satu dengan
yang lainnya (Nachrowi;185,2006).
Menurut Winarno, Otokorelasi adalah hubungan antara residual
satu observasi dengan residual observasi lainnya. Otokorelasi
lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena
berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data
masa lalu. Otokorelasi dapat berbentuk otokorelasi positif dan
otokorelasi
negatif.
Dalam
runtut
waktu,
lebih
besar
kemungkinan terjadi otokorelasi positif, karena variabel yang
dianalisis
biasanya
kecenderungan
meningkat
(Winarno,2011:5.26). Otokorelasi biasanya terjadi karena
beberapa sebab, diantaranya:
a. Mengandung pergerakan naik turun, secara musiman,
misalnya kondisi perekonomian suatu negara yang kadang
70
naik dan kadang turun.
b. Kekeliruan dalam manipulasi data, misalnya data tahunan
dijadikan kuartalan dengan membagi empat.
c. Data yang dianalisis tidak bersifat stasioner.
Salah satu uji formal yang populer untuk mendeteksi otokorelasi adalah uji Durbin Watson. Untuk melihat nilai statistik
DW,
memiliki
ketentuan,
diantaranya
(Nachrowi,2006:191); 1. Jika Statistik DW bernilai 2, maka ρ akan bernilai 0, yang berarti tidak ada otokorelasi. 2. Jika Statistik DW bernilai 0, maka ρ akan bernilai 1, yang berarti ada otokorelasi positif. 3. Jika statistik DW bernilai 4, maka ρ akan bernilai yang berarti ada otokorelasi negatif. Namun, untuk menyesuaikannya dengan tabel Durbin Watson tersebut dalam mengidentifikasi
uji autokorelasi
tersebut, dapat diketahui salah. Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut
tidak terdapat
autokolerasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada diantara 1,54 71
hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokolerasi. (Winarno, 2009:5.27). 4. Uji Hipotesis a. Uji Secara Parsial (uji t) Uji secara parsial dengan t statistik bertujuan untuk melakukan uji koefisien regresi secara individu (parsial). Adapun hipotesis yang digunakan
dalam
pengujian
adalah
sebagai
berikut
(Nachrowi,2006;18): H0 : βj = 0 H1 : βj # 0
j = 0,1,2,.......k K adalah kofisien slope.
Nachrowi menjelaskan kembali, dari hipotesisi tersebut dapat terlihat arti pengujian yang dilakukan, yaitu berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap βj (Koefisien regresi populasi), apakah sama dengan nol, yang berarti variabel bebas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat, atau tidak sama dengan nol, yang berarti variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Untuk regresi sederhana, yang mempunyai dua koefisien regresi (intercept dan sebuah slope), tentu hipotesis yang dibuat akan sebanyak dua buah, yaitu: 72
(1) H0 : β0 = 0 H1 : β0 # 0
(2) H0 : β1 = 0 H1 : β1 # 0
Perhatikan bahwa dalam regresi sederhana uji hipotesis terhadap slope (β1) baik secara individu (Uji -t) maupun secara bersama sama (Uji F) mempunyai bentuk hipotesis yang sama. Mungkinkah terjadi perbedaan kesimpulan diantara keduanya? Uji – t didefinisikan dalam formula sebagai berikut :
Nilai t hitung pada formula tersebut akan dibandingkan dengan nilai t tabel. Bila ternyata, setelah dihitung |t| > t α2, maka nilai t berada dalam daerah penolakan, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan (H1) pada tingkat kepercayaan 95%, tingkat signifikansi 5% (α = 0,005). Dan sebaliknya, apabila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka nilai t berada dalam daerah penerimaan, sehingga hipotesis nol (H0) diterima dan (H1) ditolak pada tingkat kepercayaan dan tingkat signifikansi yang sama. Dapat dituliskan dalam hipotesis statistik sebagai berikut: H0 : β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh positif dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu).
73
Ha : β # 0, artinya Terdapat pengaruh positif dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Uji hipotesis pada pemaparan sebelumnya merupakan pengujian pada hipotesis dua arah, selanjutnya untuk menguji pada pengujian hipotesis satu arah pada penelitian pada tingkat kepercayaan 95%, menurut Supranto (2007:176 – 178 ) adalah sebagai berikut: H0 : β < 0, artinya tidak ada pengaruh positif dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Ha : β > 0, artinya ada pengaruh positif dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikansi 5% (α = 0,05), dengan ketentuan sebagai berikut : a. Apabila t hitung > t tabel, maka masing – masing variabel independen terdapat pengaruh positif terhadap variabel dependen (terikat) secara parsial (individu). b. Apabila t hitung < t tabel, maka tidak terdapat pengaruh positif terhadap variabel dependen (terikat) secara parsial (individu). b. Uji Secara Simultan (uji F) Uji F statistik diperuntukkan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan (Nachrowi;17,2006). 74
Dengan demikian, secara umum hipotesisnya dituliskan sebagai berikut : H0 : β = 0, artinya maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel
independen
terhadap
variabel
dependen secara simultan (bersama-sama). Ha : β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama). Pada tingkat kepercayaan 95% dan tingkat signifikansi 5% (0,005), dengan ketentuan sebagai berikut: a. Apabila F hitung > F tabel, maka terdapat pengaruh positif secara bersama – sama (simultan) pada variabel independen terhadap variabel dependen (terikat). b. Apabila F hitung < F tabel, maka tidak terdapat pengaruh positif secara bersama – sama (simultan) pada variabel independen terhadap variabel dependen (terikat). 5. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (Goodness of Fit), yang dinotasikan dengan R2, merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestmasi. Atau dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang tersestimasi dengan data yang sesungguhnya.
75
Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2 = 0), artinya variasi dari Y secara keseluruhan
tidak dapat diterangkan oleh variabel X sama sekali.
Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari y secara keseluruhan dapat diterangkan secara keseluruhan oleh variabel X (Nachrowi,2006;125).
D. Operasional Variabel Penelitian
76
Variabel Output
Nilai Bahan
Definisi
Satuan
Skala
adalah hasil produksi yang dihasilkan dari Ribu Rupiah aktivitas produksi (Sudarman,2008:32).
Rasio
Menurut Mulyadi (1986:118), bahan baku adalah Ribu Rupiah bahan yang membentuk bagian integral produk jadi.
Rasio
Output
Baku Bahan
baku
yang
diolah
dalam
perusahaan
manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, pembelian impor atau dari pengolahan sendiri . Nilai Bahan Bakar
Bahan bakar adalah material dengan suatu jenis energi Ribu Rupiah yang bisa diubah menjadi energi berguna
Rasio
(Wulan,2010:5) Jumlah Tenaga Kerja
Rasio
Seluruh Jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja Jiwa jika ada permintaan kerja atau pada intinya hal tersebut dapat dikatakan sebagai Jumlah Tenaga Kerja. Tenaga lainnya. kerja
dapat
dilihat
dari
produktivitasnya.
(Payaman,1985:30).
77
BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Pertumbuhan output industri dalam suatu negara tentunya tergantung pada permintaan internal (domestik) dan permintaan eksternal (ekspor). Perkembangan output industri manufaktur dari permintaan internal dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto, sedangkan untuk permintaan eksternal dapat dilihat dari perkembangan ekspornya dari masing masing jenis industri tersebut. Pada intinya dengan mengetahui output sektor industri tersebut, sudah menggambarkan kondisi sektor industri di Indonesia. Dengan kontribusi hampir 30 persen pada tahun 2009 terhadap Produk Domestik Bruto, industri manufaktur merupakan salah satu kelompok sektor industri utama pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain kontribusi sektor industri tersebut, besarnya pangsa ekspor pada industri manufaktur, penyerapan tenaga kerja pada industri tersebut juga menempati urutan atas. Sehingga membaik atau tidaknya industri manufaktur memberikan dampak yang nyata terhadap penyerapan tenaga kerja, ekspor, maupun ekonomi secara
keseluruhan
(Laporan
Kinerja
KEMENPERIN,2013:12).
78
Makro
Sektor
Industri
Output industri tekstil merupakan jumlah produksi yang dihasilkan dari beberapa input. Untuk menghasilkan output demi menunjang pertumbuhan ekonomi di suatu negara, sektor industri yang tidak akan terlepas peranannya. Melalui output industri di Indonesia, berarti dapat menggambarkan kondisi sektor industri di Indonesia dengan beberapa indikator diantaranya dari laju masing – masing industri tersebut terhadap PDB, daya saing ekspor, dan penyerapan tenaga kerja, dengan melihat nilai ekspor dari masing – masing industri. Tingkat hasil produksi output tergantung pada permintaan domestik dan permintaan eksternal (ekspor). Industri Tekstil di Indonesia merupakan salah satu jenis sektor industri yang memiliki kontribusi atas output industri di Indonesia dengan kontribusi yang tinggi terhadap laju pertumbuha PDB, berorientasi pada ekspor, dan memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja tertinggi dalam industri manufaktur. Untuk menghasilkan output industri tersebut tentunya tidak terlepas dari beberapa fungsi produksi. Nilai bahan baku, Nilai Bahan bakar dan Tenaga Kerja merupakan input dari fungsi produksi pada penelitian ini untuk menghasilkan output. Industri tekstil masuk pada Klasifikasi Bahan Baku maupun ISIC (International Standard Industry Classification) pada kode nomor 321 dan 322, dan beberapa tahun setelahnya akan mengalami pembaharuan seiring, dengan meningkatnya permintaan jenis industri tersebut. Bahan Baku utama 79
tekstil adalah serat kapas, yang sampai saat ini di Indonesia masih impor. Kualitas Industri tekstil terbaik dengan menggunakan bahan baku sutera, dan pewarnaannya dengan tanaman alami yang akan menghasilkan hasil produksi dengan daya jual yang tinggi (BPS dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia). B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif a. Analisis Deskriptif Output Industri Tekstil di Indonesia Output adalah keluaran akhir yang dihasilkan dari serangkaian proses produksi dengan memanfaatkan berbagai masukan (input) (Nicholson,2002:21). Output industri tekstil merupakan hasil produksi (keluaran) tekstil yang dihasilkan dari beberapa input (masukan) yang digunakan. Seperti gambaran output industri pada umumnya, output suatu industri tergantung dari permintaan internal, yang dapat terlihat dari kontribusinya terhadap PDB, dan dari permintaan eksternal dapat diketahui dari daya saing ekspornya yang terlihat pada nilai ekspor komoditas tersebut terhadap beberapa negara tujuan. Berikut ini adalah nilai output industri tekstil di Indonesia pada tabel 4.1.
80
Tabel 4.1 Output Industri Tekstil di Indonesia Tahun 2008 - 2012
Tahun
Output (Rp)
2008
45.831.938.670.000
2009
53.586.131.558.000
2010 2011 2012
81.028.540.124.000 96.247.775.119.000 91.161.885.439.000
Sumber : BPS,2012 Pada tabel 4.1 terlihat nilai yang dihasilkan dari output industri tekstil di Indonesia. Output yang dihasilkan tertinggi berada pada tahun 2011, yakni sebesar Rp 96.247.775.119.000 dan output terendah berada di tahun pertama pada data tersebut yakni di tahun 2008 sebesar Rp 45.831.938.670.000. Sempat terjadi penurunan di tahun 2012 yakni, sebesar Rp 91.161.885.439.000. peningkatan dan penurunan output industri tekstil berhubungan positif dengan nilai input yang digunakan. Pada penelitian ini input yang digunakan untuk menghasilkan output industri tekstil, diantaranya; nilai bahan baku, nilai bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja. Sesuai dengan teori pada fungsi produksi Cobb Douglas efisiensi dari setiap input sangat menentukan peningkatan hasil output yang diperoleh. Maka semakin tinggi dari 81
nilai input yang digunakan, maka semakin tinggi pula output yang diperoleh. Pada kenyataan yang ada, apabila biaya yang digunakan untuk membeli input sangat tinggi dalam jangka panjang akan berdampak pula menurunkan jumlah produksi yang dihasilkan. b. Analisis Deskriptif Nilai Bahan Baku Bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian integral produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, pembelian impor atau dari pengolahan sendiri (Mulyadi,2004:15). Bahan baku merupakan input utama dalam menghasilkan output industri yang berkualitas. Namun hingga saat ini bahan baku utama dalam pembuatan tekstil, yakni kapas masih diimpor dari negara negara lain seperti; China, Tanzania, dan India. Dengan begitu mengakibatkan tingginya harga bahan baku yang menyebabkan tidak efisiensnya input tersebut terhadap output. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hermawan, lag harga kapas berpengaruh nyata terhadap harga kapas dunia dengan arah yang berlawanan. Apabila lag harga kapas dunia meningkat sebesar 10 US$ per ton, maka akan menurunkan produksi tekstil Indonesia sebesar 354.812 ribu ton, ceteris paribus. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang produksi tekstil Indonesia sangat responsif terhadap lag harga kapas dunia (Hermawan,2011;389). Maka dapat 82
dikatakan apabila harga kapas yang menjadi bahan baku kapas tinggi, maka nilai bahan baku untuk memproduksi tekstil tersebut akan tinggi pula, karena masih impornya bahan baku berupa kapas pada beberapa negara, walaupun bahan baku ada sedikit yang didapat dari dalam negeri (lokal). Pada tabel 4.2 merupakan data mengenai nilai bahan baku pada tahun 2008 -2012. Tabel 4.2 Nilai Bahan Baku Industri Tekstil di Indonesia Pada Tahun 2008 - 2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Nilai bahan Baku (Rp) 18.387.291 .306. 000 18.630.873 .497 .000 12.570.757 .313 .000 24.937.371 .734 .000 28.907.954.456 .000
Sumber : BPS, 2012 Pada tabel 4.2 fluktuasi kenaikan nilai bahan baku terus tinggi seiring bertambahnya tahun, data tersebut tercatat nilai bahan baku tertinggi ada pada tahun 2012 yaitu Rp 28.907.954.456.000, dan sempat mengalami penurunan nilai bahan baku pada tahun 2010 yakni dengan nilai Rp 24.937.371.734.000, namun selisih nilai bahan baku tertinggi terdapat pada tahun 2010 – 2011 yakni, Rp 12.366.614.421.000. Sehingga tingginya nilai bahan baku menyebabkan inefisiensi (tidak efisien) karena ketidaksesuaian dalam alokatif inputnya dalam mengahasilkan outputnya. Pemicu utama pada kenaikan nilai bahan baku pada sektor industri tersebut adalah lemahnya nilai tukar rupiah. Kisaran nilai tukar pada tahun Rp 9.000 – Rp 9.100 dan sebelumnya di tahun 2011 sempat sudah mencapai kisaran Rp 83
8.900 rupiah.Menurut Kementrian Perindustrian dengan menaiknya nilai tukar rupiah akan menyebabkan fluktuasi bahan baku berbagai industri di Indonesia salah satuya adalah industri tekstil di Indonesia, sehingga perusahaan harus menyesuaikan titik keseimbangan produksi dengan biaya produksi yang menyebabkan biaya produksi tinggi pula karena pengaruh nilai tukar tersebut. Maka ada pengusaha industri mengharapkan peran pemerintah untuk menstabilkan mata nilai tukar rupiah sehingga biaya bahan baku yang mayoritas impor sempat untuk menahan fluktuatif atas harga
bahan
baku
(http://www.kemenperin.go.id/artikel/7123/Sektor-
Industri-Ingin-Rupiah-Segera-Stabil dan http://www.bi.go.id). c.
Analisis Deskriptif Nilai Bahan Bakar Bahan bakar adalah material dengan suatu jenis energi yang bisa diubah menjadi energi berguna lainnya. Bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya karena kalor dari sumber kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran (Wulan,2010;5). Bahan bakar merupakan salah satu input yang tidak kalah penting perannya dalam menghasilkan input yang berkualitas dalam sektor industri pengolahan. Kenaikan harga bahan bakar juga akan mempengaruhi produksi tekstil yang berkembang di Indonesia. Dalam penelitian Hermawan tersebut dijelaskan pula kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 8,5 persen, ternyata mampu menaikkan produksi tekstil di Indonesia sebesar 12,88% (Hermawan;402,2011). 84
Pada data pada tabel 4.3 merupakan Nilai Bahan Bakar pada tahun 2008 – 2012, yang akan menggambarkan ketersediaan bahan bakar sesuai dengan nilai bahan bakar dari tahun tersebut. Tabel 4.3 Nilai Bahan Bakar di IndonesiaTahun 2008 - 2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Nilai Bahan Bakar (Rupiah) 1.813.593.409 .000 2.006.763.182. 000 1.462.175.879 .000 2.790.862.638 .000 3.367.709.408.000
Sumber : BPS,2012 Pada data dalam tabel 4.3 menjelaskan tentang nilai bahan bakar dari tahun 2008 – 2012 dari tahun tahun tersebut nilainya selalu naik. Kenaikan tertinggi
secara
signifikan
terjadi
pada
tahun
2012
yaitu
Rp
3.367.709.408.000 sehingga dengan kenaikan harga bahan bakar akan berpengaruh terhadap hasil produksi output tekstil tersebut, namun kenaikan harga bahan bakar membuat biaya produksi semakin tinggi pula. Kenaikan yang signifikan pada bahan bakar yang dicanangkan pada tanggal 1 April 2012 oleh pemerintah mempengaruhi kenaikan yang signifikan terhadap nilai bahan bakar pada sektor industri manufaktur, termasuk industri tekstil di Indonesia. Kenaikan ini perlu dilakukan karena kenaikan harga minyak mentah dunia yang telah melewati US$100 per barel yang akan menguras APBN untuk membayarkan subsidi BBM. BBM adalah salah satu unsur dalam biaya produksi yang memiliki pengaruh sangat luas, walaupun dampaknya berbeda pula pada sektor 85
industri di Indnesia. Kenaikan bahan bakar minyak yang telah mencapai 44% dengan sendirinya akan ikut serta menaikan TDL (Tarif dasar listrik) dalam sektor industri sebesar 10%. Sehingga dengan kenaikan BBM dan TDL secara bersamaam akan menurunkan daya saing lokal industri. kenaikan ini sangat berpengaruh pada sarana transportasi dan pergerakan mesin industri untuk pengolahan. Bahkan menurut Dirjen Kementrian Perindustrian, pengaruh subsidi pada kenaikan BBM tidak terdapat dampak
yang
sangat
berarti
terhadap
sektor
industri
(http://www.datacon.co.id/Outlook-2012Industri.html) d. Analisis Deskriptif Jumlah Tenaga Kerja Seluruh Jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja jika ada permintaan kerja atau pada intinya hal tersebut dapat dikatakan sebagai Jumlah Tenaga Kerja. Tenaga kerja dapat dilihat dari produktivitasnya. Untuk definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antar hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang digunakan per satuan waktu (Payaman,1985:30). Faktor yang mempengaruhi dan tidak kalah pentingnya adalah tenaga kerja. Dalam hal penyerapan tenaga kerja industri tekstil merupakan salah satu jenis industri yang paling unggul, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
86
Namun nyatanya produktivitas tenaga kerja yang diperuntukkan oleh tenaga ahli masih kurang, sehingga hal tersebut juga dapat mempengaruhi kualitas output yang dihasilkan (Payaman,1985;57). Hermawan menjelaskan lebih lanjut, kenaikan produksi tekstil dan garmen pada umumnya terkait dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan ekspor industri tekstil dan garmen berhubungan dengan perolehan devisa yang diperlukan untuk menunjang
pembangunan
ekonomi
Indonesia
(Hermawan,2011:389). Berikut ini adalah data jumlah tenaga kerja pada industri tekstil yang berkontribusi dalam hal produksi output tersebut. Data tersebut ada pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Jumlah Tenaga Kerja Industri Tekstil di Indonesia Tahun 2008 - 2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa) 495.221 473.070 578.595 612.668 593.932
Sumber: BPS,2012 Pada data tabel 4.4 tercatat bahwa jumlah tenaga kerja terjadi kenaikan pada tahun 2011, yakni 612.668 jiwa,namun pada tahun 2012 terjadi penurunan kembali yaitu menjadi 593.932 jiwa. Tenaga 87
kerja yang ada dalam data tersebut adalah tenaga kerja produksi, dan dan memiliki hubungan positif dalam menghasilkan output. Sesuai dengan teori yang terdapat pada model fungsi produksi Cobb Douglas, yakni pada Q = f(l), yang berarti terdapat hubungan positif pada fungsi produksi pada input tenaga kerja untuk menghasilkan output (hasil produksi). Namun kualitas hasil produksi yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh ketersediaan tenaga kerja ahli dalam sektor industri tersebut (Stigler,2014:7). 2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan dari gambar histogram, namun seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit disimpulkan. Lebih mudah bila melihat koefisien Jarque – Bera dan probabilitasnya. Kedua angka ini saling mendukung. 1. Bila nilai J – B tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data terdistribusi normal. 2. Bila Probabilitas lebih besar dari α = 5%, maka data berdistribusi normal
(Hipotesis
nolnya
terdistribusi
normal)
(Winarno,2011:5.39).
88
Gambar 4. 1 Uji Normalitas 12
Series: LNOUT Sample 1983 2012 Observations 30
10
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
30.63178 31.04066 32.19795 27.85724 1.166042 -0.898771 2.838983
Jarque-Bera Probability
4.071353 0.130592
0 27.5
28.0
28.5
29.0
29.5
30.0
30.5
31.0
31.5
32.0
32.5
Pada gambar 4.1 tingkat probabilitas yakni, 0,130592 lebih besar dari α=5%, maka melihat asumsi kedua pada sumber rujukan Winarno dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol terdistribusi normal. b. Uji Multikolinieritas Indikasi terjadinya multikolinieritas adalah dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen. Apabila lebih rendah koefisiennya,
maka
tidak
terdapat
multikolinieritas
(Winarno;
5.2,2011). Tabel 4.5 Correlation Matrix
LNNBBK LNNBB JTK
LNNBBK 1.000000 0.782047 0.572209
LNNBB 0.782047 1.000000 0.616332
JTK 0.572209 0.616332 1.000000
*data setelah diolah dengan eviews 89
Pada tabel 4.5 terlihat bahwa koefisien antar variabel independen LNNBBK, LNNBB, dan JTK adalah sebagai berikut; 0,782, 0,62, dan 0,57. Melihat pada indikasi terjadinya multikolinieritas yang bersumber dari Winarno, maka koefisien korelasi pada Correlation matrix tersebut dikatakan cukup besar apabila 0,89, dan koefisien korelasi antarvariabel di atas kurang dari 0,89. Sehingga dapat dilihat bahwa koefisien korelasi tersebut tidak terdapat multikorelasi. c. Uji Heterokedastisitas Untuk
menguji
Heterokedastisitas
salah
satunya
dapat
menggunakan uji white. Menurut Winarno, Uji White menggunakan residual kuadrat sebagai variabel independen, terdiri atas variabel independen yang sudah ada ditambah dengan kuadrat variabel independen, ditambah lagi dengan perkalian dua variabel. Pada Uji White dengan menggunakan Eviews untuk mendeteksinya dapat dilihat dari nilai probablisistas Obs*R squared. Pada hasil outpunya apabila probabilitas lebih kecil dari α = 5% , maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut bersifat heterokedastisitas (Winarno;5.14, 2011). Tabel 4.6 Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.661398 12.83388 10.93879
Prob. F(9,20) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9)
0.1648 0.1703 0.2799
Test Equation:
90
Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/26/15 Time: 13:12 Sample: 1983 2012 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNNBBK LNNBBK^2 LNNBBK*LNNBB LNNBBK*JTK LNNBB LNNBB^2 LNNBB*JTK JTK JTK^2
-79.79739 -617.2600 21.98782 -24.04957 -0.000107 663.7234 0.498648 8.23E-05 0.001021 -4.40E-11
4890.635 461.9153 9.433919 8.812357 0.000107 336.2812 6.286408 9.46E-05 0.001420 1.20E-10
-0.016316 -1.336306 2.330720 -2.729073 -1.001863 1.973716 0.079322 0.870513 0.718975 -0.365734
0.9871 0.1965 0.0303 0.0129 0.3284 0.0624 0.9376 0.3943 0.4805 0.7184
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Pada Tabel 4.6
0.427796 0.170304 8.578913 1471.955 -100.9654 1.661398 0.164796
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
6.146711 9.418307 7.397693 7.864759 7.547111 2.561006
nilai Obs* R- squared adalah 12,83388 dengan
probabilitas adalah 0,1703 lebih besar dari α = 5%, yang berarti menerima hipotesis H0. Sehingga hasil tersebut memberikan cukup bukti bahwa tidak terdapat heterokedastisitas. d. Uji Autokorelasi Otokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Otokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa – masa sebelumnya. Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut 91
tidak terdapat autokolerasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokolerasi. (Winarno, 2009:5.27). Tabel 4.7 Hasil Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: LNOUT Method: Least Squares Date: 06/26/15 Time: 11:51 Sample: 1983 2012 Included observations: 30 Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
-2.792617 1.240181
-2.251781
0.0331
LNNBBK LNNBB
0.946516 0.073260 0.246532 0.077253
12.91993 3.191236
0.0000 0.0037
JTK
-5.18E-07 3.17E-07
-1.631066
0.1149
R-squared Adjusted R-squared
0.957975 0.953126
Mean dependent var S.D. dependent var
30.63178 1.166042
S.E. of regression Sum squared resid
0.252453 1.657041
Akaike info criterion Schwarz criterion
0.208380 0.395206
Log likelihood F-statistic
0.874298 197.5603
Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.268147 1.209630
Prob(F-statistic)
0.000000
Pada tabel 4.7 terlihat bahwa nilai Durbin Watson adalah 1,209630. Sehingga nilai d (Durbin Watson) tidak berada diantara 1,54 – 2,46, maka mengindikasikan dari hasil output tersebut terdapat adanya otokorelasi positif dalam penelitian ini. Uji DW juga memiliki kelemahan, yaitu; ketika mendapati nilai DW yang terletak antara batas bawah dan batas atas pada tabel 92
DW, maka dapat diputuskan bahwa data tersebut terdapat masalah autokorelasi, namun nilai statistik DW tersebut tidak dapat memutuskan apakah residual berkorelasi atau tidak (Nachrowi;192,2006).Untuk mengatasi masalah ini dapat diuji dengan menggunakan Lagrange Multiplier (LM), yang dikembangkan oleh Breusch – Godfrey, dapat dikenal pula dengan sebutan Uji Breusch – Godfrey (Nachrowi;192193,2006). Uji tersebut dapat dilihat dari nilai Obs*R squared yang telah dikalikan dengan banyaknya observasi sehingga nilai koefisien determinasi (R2) jauh lebih besar, selain itu dilihat pula dari nilai probabilitasnya apabila lebih besar dari dari α = 5%, maka tidak terdapat adanya autokorelasi (Winarno;5.30,2011). Tabel 4.8 Uji Breusch Godfrey Serial Correlation LM test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
2.357382 4.925791
Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2)
0.1162 0.0852
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/26/15 Time: 13:20 Sample: 1983 2012 Included observations: 30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNNBBK LNNBB JTK RESID(-1) RESID(-2)
0.539638 0.014762 -0.037252 7.04E-08 0.395462 0.057771
1.599915 0.070083 0.075560 3.04E-07 0.206655 0.213443
0.337291 0.210634 -0.493007 0.231799 1.913637 0.270664
0.7388 0.8350 0.6265 0.8187 0.0677 0.7890
R-squared
0.164193
Mean dependent var
1.17E-14
93
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
-0.009933 0.240223 1.384967 3.564662 0.942953 0.471440
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.239038 0.162356 0.442595 0.252007 1.908713
Pada tabel 4.8 hasil output pada Uji Breusch – Godfrey Serial Correlation test dilihat dari nilai Obs*R squared setelah dikalikan dengan banyaknya observasi adalah 4,925791, maka koefisien determinasi
jauh
probabilitasnya
lebih
adalah
besar, 0,0852.
selain Dapat
itu
terlihat
terlihat
dari
nilai
bahwa
nilai
probabilitasnya lebih besar dari α = 5%, sehingga tidak terdapat autokorelasi. 3.
Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima secara statistik atau tidak. Dalam pengujian hipotesis ini menggunakan Uji t, Uji F, dan Uji Adjusted R squared. Model penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut: LNOUT= -2,792617 + 0.946516LNBBk + 0.246532LNBB -5.18JTK + 0.252
Dimana : LNOUT
: Output Industri Tekstil ( Ribu Rupiah) 94
LNBBk
: Nilai Bahan Baku (Ribu Rupiah)
LNBB
: Nilai Bahan Bakar ( Ribu Rupiah)
JTK
: Jumlah Tenaga Kerja (Jiwa)
Dari persamaan regresi tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pada persamaan regresi di atas nilai konstanta adalah -2,792617, yang berarti apabila seluruh variabel independen konstan atau bernilai nol, maka besarnya output industri tekstil adalah -2,792617 rupiah. Hal tersebut tidak sesuai dengan realitanya. Sehingga menurut Dougherty apabila intercept bernilai negatif dapat diabaikan (Dougherty, 2002:13 – 14).
Jika koefisien regresi variabel nilai bahan baku adalah 0.946516 atau dapat dikatan 0,947, yang berarti setiap peningkatan 1% nilai bahan baku akan meningkatkan output industri tekstil sebesar 0,947%. Dalam aplikasi pengaruhnya dalam satuan rupiah, maka setiap peningkatan Rp 1000.000 nilai bahan baku akan meningkatkan output industri tekstil sebesar 0.946516 juta rupiah atau dapat dikatakan Rp 946.516.
Jika koefisien regresi variabel nilai bahan bakar adalah 0.246532 atau dapat dibulatkan menjadi 0,247 dan dalam persentasi dapat dinyatakan, yang dapat dikatakan setiap peningkatan 1% nilai bahan bakar maka akan meningkatkan output industri tekstil sebesar 0,247%,dalam aplikasinya pada satuan rupiah, maka setiap peningkatan Rp 1000.000 nilai bahan bakar akan meningkatkan output industri tekstil sebesar 0.246532 juta rupiah atau dapat dikatakan Rp 246.532. 95
Jika koefisien regresi tenaga kerja adalah -5,18, maka setiap peningkatan 1 orang jumlah tenaga kerja akan menurunkan output industri tekstil sebesar 5,18 juta rupiah pada interpretasi hanya pada persamaan tersebut. Namun, dalam realita yang ada setiap peningkatan 1 orang (jiwa) tenaga kerja akan meningkatkan 5,18 juta rupiah output industri tekstil bahkan lebih, karena industri tergolong industri sedang – besar, maka lebih menggunakan mesin, maka input tenaga kerja lebih dialokasikan ke teknologi, sehingga lebih efisien dan menghasilkan output yang tinggi karena efisiensi teknologi mesin. Diperkuat kembali oleh penelitian yang dilakukan oleh Islamy, bahwa untuk meningkatkan hasil produksi (output), bukan berarti jika menambah mesin teknologi yang ditambahkan akan pula menambah jumlah tenaga kerja pula untuk mengefisiensikannya, (Islamy,2011:14). a. Uji Hipotesis Parsial (Uji t) Uji t bertujuan untuk melakukan uji koefisien regresi secara individu (parsial). Apabila nilai hitung |t| > tα2, maka nilai t berada dalam daerah penolakan, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan (H1) pada tingkat kepercayaan 95%, tingkat signifikansi 5% (α = 0,005). Dan sebaliknya, apabila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka nilai t berada dalam daerah penerimaan, sehingga hipotesis nol (H0) diterima dan (H1) ditolak pada tingkat kepercayaan dan tingkat signifikansi yang sama.
96
Tabel 4.9 Uji t Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNNBBK LNNBB JTK
-2.792617 0.946516 0.246532 -5.18E-07
1.240181 0.073260 0.077253 3.17E-07
-2.251781 12.91993 3.191236 -1.631066
0.0197 0.0000 0.0037 0.1149
*data setelah diolah dengan eviews
Pada tabel 4.9 merupakan hasil uji t pada nilai bahan baku, nilai bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja terhadap output industri tekstil secara parsial (individu). Hipotesis dalam uji tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nilai Bahan Baku H0:β1 < 0 : Tidak terdapat pengaruh positif nilai bahan baku terhadap output industri tekstil di Indonesia. H1:β1 > 0 : Terdapat pengaruh positif nilai bahan baku terhadap output industri tekstil di Indonesia. Berdasarkan hasil regresi tabel 4.9 nilai t statistik pada variabel tersebut adalah 12,91993 dan t tabel adalah 1,706. Sehingga t statistik lebih besar dari t tabel ( 12,919933>1,706). Dari hasil tersebut maka akan menolak H0 dan menerima H1 yang berarti, terdapat pengaruh positif nilai bahan baku terhadap output industri tekstil di Indonesia. Nilai probabilitas 97
dalam uji tersebut adalah 0,0000, maka nilai probabilitas lebih kecil dari α = 5%, (0,000<0,05) sehingga dapat dinyatakan signifikan yang berarti hasil uji pada variabel tersebut menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap output industri tekstil di Indonesia . 2. Nilai Bahan Bakar H0:β2 < 0 : Tidak terdapat pengaruh positif nilai bahan bakar terhadap output industri tekstil di Indonesia. H1:β2 > 0 : Terdapat pengaruh positif nilai bahan bakar terhadap output industri tekstil di Indonesia. Berdasarkan pada tabel 4.9 nilai t statistik pada variabel nilai bahan bakar adalah 3,191236 dan t tabel adalah 1,706. Sehingga t statistik lebih besar dari t tabel (3.191236 >1,706), berarti H0 ditolak dan H1 diterima, maka terdapat pengaruh positif nilai bahan bakar terhadap output industri tekstil di Indonesia. dan nilai probabilitas pada variabel tersebut adalah 0,0037, nilai probabilitas tersebut lebih besar dari α = 5%, (0,0037<0,05), sehingga dapat terlihat bahwa variabel tersebut signifikan. Sehingga dapat disimpulkan dalam hasil penelitian tersebut bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan nilai bahan bakar terhadap output industri tekstil di Indonesia. 98
3. Jumlah Tenaga Kerja H0:β3 < 0
: Tidak terdapat pengaruh positif nilai bahan bakar terhadap output industri tekstil di Indonesia.
H1:β3 > 0
: Terdapat pengaruh positif nilai bahan bakar terhadap output industri tekstil di Indonesia.
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.9 nilai t statistik pada variabel jumlah tenaga kerja adalah -1,631066 dapat berarti 1.631066, serta bernilai negatif dan t tabel adalah 1,706. Sehingga t hitung lebih kecil dari t tabel (1,631066 <1,706) maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak terdapat pengaruh positif jumlah tenaga kerja terhadap output industri tekstil di Indonesia. Nilai probabilitas pada variabel tersebut adalah 0,1149, nilai probabilitas lebih besar dari α = 5%, maka (0,1149<0,05) dapat dikatakan tidak signifikan dan, sehingga dapat terlihat dari hasil uji penelitian tersebut tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan jumlah tenaga kerja terhadap output industri tekstil di Indonesia.
b. Uji Hipotesis Simultan (Uji F)
99
Uji F digunakan untuk menguji hipotesis koefisien regresi secara besramaan
(Simultan).
Dengan
ketentuan
pada
tingkat
kepercayaan 95% dan tingkat signifikansi 5% ; 1. Apabila F statistik > F tabel, maka terdapat pengaruh positif secara bersama – sama (simultan) pada variabel independen terhadap variabel dependen (terikat). 2. Apabila F statistik < F tabel, maka tidak terdapat pengaruh positif secara bersama – sama (simultan) pada variabel independen terhadap variabel dependen (terikat). Dari syarat – syarat tersebut adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0:β = 0
: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan nilai bahan baku, bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja
terhadap
output
industri
tekstil
di
Indonesia. H1:β # 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan nilai bahan baku, bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja terhadap output industri tekstil di Indonesia.
100
Tabel 4.10 Uji F
F statistik
F Probability
197.5603
0.000000
diolah
*data dengan eviews
setelah
Pada tabel 4.10 hasil uji tersebut nilai F statstik adalah 197.5603 dan nilai F tabel adalah 2,92, maka (197.5603>2,92) dan nilai probabilitasnya adalah 0,0000, maka pada α = 5%, maka nilai probabilitas pada penelitian tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi (0,000<0,005). Sehingga dapat disimpulkan hasil dari penelitian tersebut terdapat pengaruh yang signifikan nilai bahan baku, bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja terhadap output industri tekstil di Indonesia, dan dari hasil nilai probabilitas yang lebih kecil maka secara simultan variabel variabel independen, yakni nilai bahan baku, nilai bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja terhadap variabel dependen memiliki hubungan signifikan. Dengan begitu, hasil penelitian tersebut menolak hipotesis H0 dan menerima H1.
4.
Koefisien Determinasi (R2) 101
Nilai Koefisien determinasi (R2) mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2 = 0), artinya variasi dari Y secara keseluruhan tidak dapat diterangkan oleh variabel X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan secara keseluruhan oleh variabel X. Tabel 4.11 Uji Adjusted R2 (Adj R2) R square
Adj R square
0.957975
0.953126
*data setelah diolah dengan eviews
Pada hasil uji Adjusted R2 pada tabel 4.11 terlihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0,957975 apabila dibulatkan menjadi 0,96 dan Adjusted R2 adalah 0,953126 apabila dibulatkan menjadi 0,95. Hal ini berarti 96% output industri tekstil di Indonesia dapat dijelaskan oleh nilai bahan baku, nilai bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja. 4% dari output industri tekstil dapat dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini.
5. Analisa Ekonomi 102
a. Pengaruh Nilai Bahan Baku Terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia Berdasarkan pada hasil regresi tersebut nilai bahan bakar berpengaruh positif dan signifikan terhadap output industri tekstil di Indonesia. Dengan nilai koefisiennya adalah 0.946516, yang berarti apabila terjadi kenaikan nilai bahan bakar sebesar Rp 1.000.000, maka akan meningkatkan output industri tekstil sebesar 0.946516 juta rupiah apabila dibulatkan secara nyata menjadi 0,947 juta rupiah atau dapat dikatakan RP 947.000 rupiah. Dalam hal efisiensi ditegaskan kembali oleh penelitian Stigler (2014;3) dengan menggunakan fungsi Cobb Douglas bahwa, skala pengembalian input terhadap output terlihat dari nilai koefisiennya, sesuai dengan hubungan apriori 0<β<1. Dengan begitu koefisien tersebut, yaitu 0<0,962560<1, sehingga suatu unit nilai bahan baku akan menyebabkan naiknya tingkat output sebesar 0,962560 atau dibulatkan menjadi 0,963 dan dapat disimpulkan dalam hal skala pengembalian usaha (return to scale) bersifat efisien. Dari uraian teori di atas dapat disimpulkan, bahwa Nilai Bahan Baku memiliki hubungan positif terhadap output industri tekstil di Indonesia. Diperkuat kembali oleh hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Wibowo pada hubungan positifnya terhadap output hasil produksi tekstil di Kabupaten Padurenan. Koefisien 103
regresi bahan baku yang bernilai 0,131, apabila nilai bahan baku naik 1% akan meningkatkan konveksi produksi tekstil sebesar 0,131 persen (Wibowo,2012:48). Selanjutnya, dalam penelitian yang berhubungan dengan industri serupa, yakni kelompok industri manufaktur pada pengolahan makanan sesuai dengan teori pada fungsi Cobb Douglas, Pradana menegaskan bahwa nilai bahan baku memiliki hubungan positif terhadap hasil produksi (output) makanan keripik tempe di kabupaten Blora. Koefisien regresi nilai bahan baku yang ada pada hasil produksi ini adalah 4,861 bernilai positif, sehingga setiap kenaikan 1% nilai bahan baku akan menaikan hasil konveksi produksi tekstil sebesar 4,861% (Pradana,2013:126). Tabel 4.12 Nilai Bahan Baku Domestik dan Nilai Bahan Baku Impor beberapa tahun dari Periode 1987 - 2012 Tahun
Nilai Bahan Baku Nilai Bahan Baku Output Industri Domestik (Rupiah) Impor (Rupiah) Tekstil (Rupiah)
1987
Rp 2.373.371.871.000
Rp 182.797.000.000
Rp 3.950.361.311.000
1988
Rp 3.430.958.820.000
Rp 144.715.000.000
Rp 5.843.174.069.000
1998
Rp 11.138.140.430.000
Rp 448.371.000.000
Rp 18.156.103.940.000
1999
Rp 1.730.435.789.000
Rp 307.770.000.000
Rp 36.441.806.424.000
2008
Rp 17.170.291.300.000
Rp 1.217.000.000.000
Rp 45.831.938.670.000
2011
Rp 23.149.371.730.000
Rp 1.788.000.000.000
Rp 96.247.775.119.000
2012
Rp 23.407.954.450.000
Rp 5.500.000.000.000
Rp 91.161.885.439.000
Sumber : BPS; KEMENDAGRI (data diolah dari berbagai sumber) Tabel 4.12 merupakan data beberapa tahun pada periode 1987 – 2012 yang ada dalam nilai bahan baku industri tekstil di Indonesia. 104
Dengan menggunakann analisa secara ekonomi berdasarkan ulasan dari penelitian terdahulu, Laporan Kinerja Kemenperind, serta gejala yang ada dalam beberapa tahun tersebut dalam pemetaan ekonomi dari perekonomian Indonesia, akan mencoba merepresentatifkan (mewakili) data dari perode tersebut. Berikut ini ulasan dari tahun tahun berikut pada tabel 4.12. Pada tahun 1987 – 1988 tercatat menurut pemetaan ekonomi pada perekonomian Indonesia dalam tahun – tahun tersebut tidak terdapat adanya gejolak ekonomi, maka dapat dikatakan perekonomian stabil, tidak
terdapat
adanya
krisis,
ataupun
kejadian
politik
yang
menyebabkan perekonomian tidak stabil pada periode tersebut atau dapat dikatakan stabil. Namun perlu dianalisis nilai bahan baku domestik dan bahan baku impor yang dapat menghasilkan output dalam data di tabel 4.12. Bahan baku utama industri tekstil merupakan kapas, yang hingga saat ini masih tidak dapat digantikan dengan bahan baku lainnya karena serat bahan baku tersebut bersifat higroskopis yang dapat menyerap keringat dan tidak dapat tergantikan oleh bahan baku lainnya, yang sampai saat ini didapat impor dari beberapa negara supaya dapat menghasilkan output industri dengan kualitas yang baik. Nilai bahan baku impor kapas di Indonesia masih menggunakan bahan baku impor yang setiap tahunnya bersifat fluktuatif, walaupun 105
juga menggunakan bahan baku domestik juga. Data pada tahun 1987 tercatat nilai bahan baku impor dalam satuan Ribu rupiah adalah Rp 182.797.000.000 atau dapat dikatan apabila dibuat dalam satuan rupiah
adalah Rp 182.797.000.000. Nilai bahan baku impor yang digunakan untuk industri tekstil, pasti tergantung pada permintaan impor kapas dari beberapa negara di Indonesia, sehingga nilai bahan baku impor dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar, maka harga bahan baku impor yang ada di Indonesia dari beberapa negara tergantung pada nilai dolar dan harga yang ditetapkan oleh suatu negara saat mengimpor bahan baku tersebut di Indonesa. Menurut Laporan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, dari data yang tercatat, bahwa nilai bahan baku impor industri tekstil, yakni kapas tahun 1987 di Indonesia adalah sebesar US$ 1255,5/Ton, dan nilai tukar US$ 1 = Rp 721 (Sumber: www.kemenperind.go.id),
sehingga apabila dikonversi ke
dalam rupiah nilainya adalah Rp 905216 / ton denga nilai bahan baku impor utama sebesar Rp Rp 182.797.000.000, maka kuantitas yang didapat dari nilai bahan batersebut sebesar 201.937 Ton. Nilai bahan baku domestik dalam satuan ribu rupiah adalah sebesar Rp 2.373.371.871.000, harga relatif nilai bahan baku utama domestik mencapai Rp 200.000/Ton. Sehingga nilai riil yang didapat dengan jumlah nilai bahan baku tersebut adalah 11.866.859,36 Ton dan output industri tekstil yang dibuat dalam satuan rupiah adalah Rp 3.950.361.311.000. Sehingga untuk mendapat nilai output dalam satuan 106
rupah tersebut memerlukan bahan baku utama untuk menghasilkannya sebesar 2.01937 Ton bahan baku impor dan 85.205633 Ton bahan baku domestik. Selanjutnya di tahun 1988 nilai tukar rupiah terhadap dolar masih stabil yakni, sebesar Rp 721. Nilai bahan baku impor adalah sebesar Rp141.742.000.000, melihat nilai per ton nya masih stabil pula yakni Rp 905216 / ton maka nilai yang didapat dalam satuan ton dalam nilai tersebut adalah 156.584 Ton. Nilai bahan baku domestik bernilai Rp 3.430.958.820.000 dengan nilai yang lebih dari bahan baku impornya,
dengan menyesuaikan nilai atau biaya relatif yang dikeluarkan dalam satuan rupiah yakni Rp 200.000/ Ton, maka nilai yang didapat dalam satuan ton adalah 1.704.794,1 Ton. Nilai Output yang didapat adalah sebesar Rp 5.843.174.069.000. Membandingkan, dua tahun tersebut ternyata nilai bahan baku impor yang tinggi tidak dapat meningkatkan nilai output yang sangat signifikan dari tahun sebelumnya, karena nilai bahan baku impor di Indonesia dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar. Hal tersebut telah diperkuat oleh Penilitian yang digunakan oleh manulang dalam tesis yang berjudul, “ Analisis Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Impor Kapas di Indonesai”. Mengingat data bahan baku tersebut merupakan bahan baku utama, yakni Kapas yang dikhususkan untuk industri tekstil di Indonesia, bahwa Nilai Tukar Rupiah berhubungan negatif dengan permintaan impor komoditas tersebut di Indonesia 107
(Manullang,2008:71). Dari tahun tersebut nilai bahan baku impor yang ada pada tahun 1987
secara riil akan mendapat nilai yang tidak
sebanyak nilai bahan baku domestik, dan nilai bahan baku domestik yang lebih rendah dibanding tahun 1988 tidak membuat output bertambah secara kuantitas sangat signifikan. Namun secara kualitas dapat diasusmsikan bahwa nilai bahan baku di tahun 1988 bisa lebih baik dibanding tahun 1987 karena penggunaan nilai bahan baku impor yang lebih tinggi dari tahun 1988. Selanjutnya, di tahun 1998 telah terjadi adanya krisis moneter yang sangat berpengaruh terhadap industri manufaktur pada masa orde baru tersebut. Mengingat, industri tekstil merupakan salah satu jenis industri
manufaktur
di
Indonesia
terjadinya
krisis
tersebut
menyebabkan depresiasi rupiah sehingga harga – harga (biaya) bahan domestik lebih murah dibandingkan harga impor. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pada masa iu adalah Rp 17.000/ US$, sehingga pada nilai bahan baku impor di tahun tersebut, yakni Rp 448.371.000.000, biaya (nilai) kapas impor yang disesuaikan dengan harga dunia adalah sebesar US$ 1445/Ton , yang bila dikonversikan ke dalam rupiah adalah akan mendapat nilai bahan baku secara riil sebesar Rp 24.565.000/Ton (Sumber: Kementrian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, 2012), dengan total nilai bahan baku industri, tersebut maka secara riil nilai bahan baku yang didapat adalah 18.252,43 Ton.
108
Nilai Bahan Baku domestik dalam tahun tersebut adalah Rp 11.138.140.430.000, harga (biaya relatif) yang dikeluarkan pada harga
bahan baku domestik diperkirakan mencapai sebesar Rp 1.550.000/ton (Sumber : Kementerian Perdagangan dan KEMENPERIND, 2012) kenaikan tidak sesignifikan nilai bahan baku impor. Sehingga secara riil nilai bahan baku dometik yang didapat adalah sebesar 7.185.897,1 Ton. Nilai output yang didapat lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yakni Rp 18.156.103.940.000, karena nilai bahan baku impor secara nominal yang sangat tinggi menyebabkan secara riil mendapatkan sedikit pada masa krisis tersebut. Di tahun sebelumnya, tahun 1997 nilai output mencapai Rp 39.402.028.000.000. Di tahun selanjutnya, 1999 nilai output sudah mulai stabil yakni menginjak angka Rp 36.441.806.424.000. Pada krisis global di tahun 2008, juga mempengaruhi sejumlah aktivitas industri di Indoesia, salah satungan menyangkut masalah kredit macet perumahan investasi yang disebabkan oleh Lehman Brothers, sehingga menyebabkan cadangan investasi di Indonesia menurun, karena saham yang tertanam di New York Exchange tidak dapat terambil seketika. Di lain hal dalam dunia Industri di Indonesia Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia pada ekspor di negara tujuan Amerika Serikat, langsung dikembalikan dan membatalkan pembelian dari negara tersebut, dan Impor tetap jalan, sehingga cadangan devisa defisit. Sehingga nilai Impor bahan baku yang tinggi, dan pemakaian bahan baku yang relatif sedikit sempat 109
menurunkan hasil output dari tahun sebelumnya, namun penurunannya tidaklah signifikan terlihat pada data tabel 4.12. Selanjutnya terakhir di tahun 2012 terjadi peningkatan nilai bahan baku impor secara nominal cukup tinggi pada tahun tersebut , yakni Rp5.500.000.000.000. nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika pada masa tersebut dapat diktakan cukup normal terjaga, yakni Rp 9.500. Nilai Bahan Baku utama impor adalah US$1476,2/Ton, bila dikonversikan dalam nilai rupiah menjadi Rp 14.023.900/ ton. Selanjutnya nilai bahan baku domestik sebesar Rp 23.407.954.450.000, terbatasnya ketersediaan data nilai bahan baku domestik per ton, namun biaya input bahan baku produksi stabil di tahun tersebut (Sumber: Laporan Kerja KEMENPERIND tahun 2013), sehingga peningkatan output juga cukup tinggi yakni Rp 911.618.885.439.000.
Gambar 4.2 110
Trend Nilai bahan Baku Tekstil di Indonesia Beberapa Tahun pada Periode 1998 - 2012
Sumber: BPS; KEMENDAGRI (data diolah dari berbagai sumber)
Pada gambar 4.2 menjelaskan antara trend nilai bahan baku domestik dan bahan baku impor dari pemaparan sebelumnya. Dari data tersebut bila dibuat trend pada tahun tersebut dapat terlihat, peningkatan permintaan bahan baku domestik lebih tinggi dibandingkan pada bahan baku impor. Namun gap (kesenjangan) nya disesuaikan dengan kondisi perekonomian
pada
menggunakan
bahan
periode
periode
tersebut.
Indonesia
tetap
baku
utama
domestik,
namun
tetap
mempertahankan bahan baku impor karena ingin tetap mempertahankan kualitas dari hasil produksi tersebut. 111
b. Pengaruh Nilai Bahan Bakar Terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia Berdasarkan hasil regresi tersebut nilai ahan bakar berpengaruh positif dan signifikan terhadap output industri tekstil di Indonesia. Dengan koefisien didapat pada nilai bahan bakar adalah 0.246532, yang berarti apabila terjadi peningkatan Rp 1.000.000 pada nilai bahan bakar, maka akan meningkatkan output sebesar 0.246532 juta rupiah atau dapat dikatakan Rp 246.532 Industri tekstil merupakan salah satu jenis dari industri manufaktur sedang – besar. Pada penelitian Sutan (2010;215) dalam jurnal, “Analisis bahan Bakar Bensin, Solar, dan Pelumas Terhadap Industri Industri Besar – Sedang pada Industri Furniture dan lainnya di D.I Yogyakarta”, menjelaskan bahwa bahan bakar memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap industri manufaktur di D.I Yogyakarta. Jenis bahan bakar tersebut adalah bensin dan solar. Sedangkan, bahan bakar pelumas memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap industri tersebut. Selanjutnya (2011;400)
penelitian
dalam,”Analisis
yang Dampak
dilakukan Kebijakan
oleh
Hermawan
Makroekonomi
Terhadap perkembangan Industri Tekstil di Indonesia” menjelaskan dalam hasil simulasinya bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar 8,5% akan meningkatkan hasil produksi sebesar 12,87%, yang 112
berpengaruh pula pada peningkatan ekspor komoditas produk tekstil di Indonesia. Berarti dari penelitian – penelitian tersebut dapat dikatakan, nilai dari beberapa jenis bahan bakar memiliki hubungan positif erhadap output industri tekstil di Indonesia. Hal ini diperkuat dalam penggunaan fungsi Cobb Douglas, bahwa Q = f(R), yang berarti Resource adalah sumber daya alam sebagai penunjang dalam menghasilkan output dan berpengaruh secara positif. Semakin nilai resource (Sumber daya Alam) tersebut dapat meningkat, maka akan meningkat pula pada hasil outputnya. Melihat efisiensinya
dengan
pendekatan
fungsi
Cobb
Douglas
pada
koefisiennya dengan hubungan skala pengembalian usaha untuk menentukan tingkat efisiensi pada; 0 <β <1. Pada hasil yang didapat dari regresi tersebut adalah 0<0,246532<1, maka suatu unit nilai bahan baku dapat meningkatkan nilai output tersebut sebesar 0,246532, dan dalam hal return to scale bersifat efisien. c. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Output Industri Tekstil di Indonesia Berdasarkan pada hasil regresi tersebut pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap output industri tekstil di Indonesia berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Dengan koefisien yang bernilai -5,18, maka setiap peningkatan 1 orang tenaga kerja akan menurunkan output industri tekstil di Indonesia sebesar 5,18 juta rupiah atau dapat dikatakan 113
sebesar Rp 5.180.000. Namun dalam kenyataannya kenaikan satu orang tenaga kerja akan meningkatkan Rp 5.180.000 output industri tekstil di Indonesia, karena penggunaan teknologi mesin yang ada akan menghasilkan output industri tekstil pada beberapa tenaga kerja ahli saja, sehingga meningkatkan efisiensi input dan hasil produksi. Diperkuat oleh penelitian terdahulu oleh Islamy (2011;14), bahwa jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh positif dan signifikan pada industri dengan kapasitas sedang dan besar. Pengalokasian jumlah tenaga kerja dapat lebih efektif
kepada teknologi berupa mesin,
sehingga dengan begitu tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan lebih efisien. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan kembali bahwa dengan menurunkan jumlah tenaga kerja berarti telah menurunkan biaya produksi yang akan mengurangi upah tenaga kerja. Sehingga penulis dapat menyimpulkan, walaupun tidak sesuai dengan teori pada pendekatan fungsi Cobb Douglas, yakni Q = f(l), yang berarti tenaga kerja memiliki hubungan positif terhadap industri tersebut, namun dalam kenyataannya menurunkan jumlah tenaga kerja dalam penelitian tersebut dapat lebih efisien bila dialokasikan pula dengan faktor produksi lain seperti teknologi. Merujuk pada hasil penelitian yang dikemukakan oleh Stigler, yang pada intinya teknologi industri sangat mebutuhkan tenaga kerja ahli
untuk
dapat
mendapatkan
kualitas
output
sekaligus, 114
mengalokasikan biaya produksi bagi tenaga dan mesin, sehingga tercipta efisiensi input (Stigler,2014:7).
115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pada analisis regresi di atas, penulis dapat memberikan kesimpulan, diantaranya sebagai berikut : 1. Secara parsial variabel nilai bahan baku berpengaruh positif dan signifikan terhadap output industri tekstil di Indonesia pada tahun 1983 – 2012. Variabel nilai bahan bakar berpengaruh positif dan signifikan terhadap output industri tekstil di Indonesia pada tahun 1983 - 2012. Dan variabel jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap output industri tekstil pada tahun 1983 – 2012. 2. Pada penelitian tersebut tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan pada variabel jumlah tenaga kerja. Diperkuat oleh penelitian sebelumnya adalah disebabkan oleh pengalokasian input dari jumlah tenaga kerja kepada teknologi mesin dengan begitu lebih efisien karena ketersediaannya tenaga kerja ahli pada industri tekstil dapat menghasilkan kuantitas output yang banyaksekaligus kualitas output yang baik. Namun, pada kenyataannya dengan penambahan jumlah tenaga kerja akan menghasilkan output yang banyak, tetapi belum tentu kualitas output dan tingkat efisiensinya membaik.
116
3. Berdasarkan hasil pengolahan data, secara simultan variabel nilai bahan baku, nilai bahan bakar, dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap output industri tekstil. B. Saran 1. Penggunaan secara efisien dari input terhadap output merupakan hal yang perlu diperhatikan, hal tersebut dapat terlihat dari nilai bahan bakunya. Maka diperlukan sekali keterlibatan bahan baku lokal yang berkualitas untuk menghasilkan output sepadan dengan kualitas bahan bakunya. Maka ada baiknya, pemerintah lebih mengutamakan penawaran bahan baku domestik, serta mengurangi impor untuk meminimalisir biaya produksi yang tinggi, yang juga menyebabkan industri gulung tikar. 2. Ketersediaan BBM yang nilai bahan bakarnya naik, dalam arti biaya yang dibutuhkan tinggi untuk mendapatkannya, sehingga peran pemerintah untuk dapat memberi kebijakan yang sesuai dengan realita yang ada. Dengan memperhatikan daya serap jumlah tenaga kerja yang tinggi berarti industri tekstil akan mengurangi tingkat pengangguran, sehingga pelunya peran pemerintah pula untuk memajukan sektor industri tekstil di Indonesia. 3. Ketersediaan tenaga kerja ahli sangat mempengaruhi kualitas output industri tekstil, sehingga pengalokasian biaya produksi untuk upah tenaga kerja sebaiknya dialihfungsikan kepada teknologi mesin dan
117
keahlian tenaga kerja dalam menggunakannya, untuk menghasilkan output yang berkualitas dan meningkatkan efisiensi produksi.
DAFTAR PUSTAKA 118
Adebayo, Stigler. 2013. “Efficiency Capital – Labour Nigeria’s mining sector: Cobb Douglas Framework”. Jurnal diakses pada tanggal 25 Mei 2015 melalui http://www.proquest.com . Adiningsih, Sri.1999. Ekonomi Mikro. BPFE : Universitas Gajah Mada Ajireswara, Anindito.2009. “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Output industri Mobil di Indonesia”. institut Pertanian Bogor. Asri dan Saputro. 2012. “Membedah Kasus Pemasaran : Membedah Kasus Bisnis nasional”. Edisi Pertama, Yogyakarta: Unit Penerbit dan PercetakanSekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Basundro, Purnawan.2001. “Industrialisasi, Perkembangan kota,dan respons masyarakat : Studi Kasus Kota Gresik”. Humaniora Volume XIII, No. 2 Tahun 2001. Surabaya: Universitas Airlangga. Jurnal diakses pada tanggal 27 Mei 2015. Dougherty, C. 2002.” Introduction to econometrics”. 2nd ed. New York: Oxford University Press. Dwi Agustineu, Selly.2004. “Analisis Faktor – Faktor yang mempengaruhi Output Industri Tekstil Di Jawa Barat”. Institut Pertanian Bogor. Gujarati, Damodar. 2006. “Dasar-dasar Ekonometrika”. Edisi III. Jilid 1. Erlangga: Jakarta. Hidayat, Fauzi.2011.”Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga kerjaTerhadap PertumbuhanSub Sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Bekasi”. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Islamy, Talitha. 2011. “Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap produksi Industri Kecil Di Surabaya”. http://www.scribd.com. Surabaya : Fakultas Ekonomi UNESA. Jurnal diakses pada tanggal 2 Juni 2015. http://www.bi.go.id http://www.datacon.co.id/Outlook-2012Industri.html 119
http://www.kemenperin.go.id/artikel/7123/Sektor-Industri-Ingin-Rupiah-SegeraStabil Hermawan, Iwan. 2011. “Analisis Dampak Kebijakan Makroekonomi Terhadap Perkembangan Industri Tekstil
Dan Produk Tekstil di Indonesia”.
http://www.bi.go.id/id/publikasi/jurnalekonomi/Documents/989131e906784aa2878113156c9d7ce7IwanHermawan .pdf Buletin Ekonomi dan Moneter. Jurnal diakses pada tanggal 30 Mei 2015. Jhingan, ML. 1975. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”. Edisi Keenambelas, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Kuncoro, Mudrajat. 2010. “ Ekonomika Pembangunan: Masalah, Kebijakan, dan Aplikasi”. Jakarta : Erlangga. Laporan Kinerja Sektor Industri dan Kinerja Kementrian Perindustrian Tahun 2012. Laporan Kinerja Sektor Industri dan Kinerja Kementerian Perindustrian Tahun 2013. Manullang, Sumanto. 2008. Tesis: “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Impor Kapas di Indonesia”. Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Manurung, Mandala dan Pratama, Rahardja. 1999. “Suatu Teori Ekonomi Mikro”. Cetakan Ketiga, Depok : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nachrowi, D. Nachrowi dan Hardius, Usman. 2006. “Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika: Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”. Depok : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nicholson, Walter. 1995. “Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya”. Cetakan Pertama, Jakarta : Binarupa Aksara. 120
Pradana D., Adyarta. 2013. “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Efisiensi Industri Rumah TanggaKeripik Tempe Di Kabupaten Blora”. Jurnal diterbitkan oleh Universitas Negeri Semarang. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. Ramadhani, Yuliastuti. 2011. “Analisis Efisiensi, Skala dan Elastisitas Produksi Dengan Pendekatan Cobb - Douglas dan Regresi Begranda (OLS)”. Jurnal diakses pada tanggal 25 Mei 2015. Raswatie, fitria Dewi. 2008.”Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia”. Bogor : Institute Pertanian Bogor. Sa’idy, I’id badry. 2013. “Analisis Daya Saing Komoditas Tekstil Dan Produk Tekstil Indonesia di Amerika Serikat” . Jurnal diterbitkan oleh Universitas Negeri Semarang. Diakses pada tanggal 20 April 2015. Sangadji, Mamang dan Sopiah. 2010. “Metodologi Penelitian”. Yogyakarta : Penerbit Andi. Simanjuntak, Payaman. 1985. “Pengantar Sumber daya Manusia”. Depok : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesa. Sudarman, Ari. 2000. “Teori Ekonomi Mikro , Buku Satu, Cetakan Kedelapan. Yogyakarta :BPFE. Sugiarto dkk. 2002. “ Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Sukirno, Sadono. 2010. “Teori Pengantar Mikroekonomi”. Edisi Ketiga, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sultan. 2010. “ Analisis Pengaruh Bahan Bakar Bensin, Solar, Dan Pelumas Terhadap Produksi Industri Besar – Sedang industri Furnitur dan Industri Lainnya di Provinsi D.I Yogyakarta ”. Buletin Ekonomi Vol. 8 No. 3, Desember 2010. Yogyakarta : Universitas Pembangunan nasional Veteran. Jurnal diakses pada tanggal 13 Mei 2015. Supranto,J. 2007.”Statistik Untuk Pemimpin Berwawasan Global”.Edisi Kedua, Jakarta: Salemba Empat. 121
Wulan, 2011. Tesis diterbitkan oleh Universitas Bina Nusantara. Jurnal diakses pada tanggal 2015. Wibowo, Rudi.2012.” Pengaruh, Modal, Tenaga Kerja, Bahan Baku, Mesin Terhadap Produksi Industri Kecil Konveksi Desa Padurenan Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus”. Jurnal diakses pada tanggal 16 Juni 2015. Wibowo, Tri.2006. ”Potret Manufaktur di Indonesia Sebelum dan Pasca krisis”. Jurnal diakses pada tanggal 11 Juni 2015. Winarno, Wing Wahyu. 2011. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”. Edisi Ketiga, Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj. Jurnal diakses pada tanggal 23 April 2015. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. www.bps.go.id/industribesarsedang www.kemenperin.go.id www.api.com .
122
LAMPIRAN Lampiran 1
Tahun Nilai Bahan Baku (Ribu Rupiah) 1983 695373472 1984 948318332 1985 1447470634 1986 1741534145 1987 2556168871 1988 3575673820 1989 4747284967 1990 5896263131 1991 7857257091 1992 10427895480 1993 11447987830 1994 13301533185 1995 16083302681 1996 19828278788 1997 21244278000 1998 11586511432 1999 23038205789 2000 15047060973 2001 17166769439 2002 14665426707 2003 17717748669 2004 18067486822 2005 23274679152 2006 23945834700 2007 24312481458 2008 18387291306 2009 18630873 497 2010 12570757 313 2011 24937371 734 2012 28907954 456
Jumlah Tenaga Nilai bahan Bakar Kerja (Ribu Rupiah) (Jiwa) 93214734 224545 152257196 241447 216782248 322807 217269768 327503 222650497 356330 273444534 404361 384269509 462324 400770653 580148 620800515 667300 794831069 758951 956615568 828100 1165411292 844391 1329042888 879312 1616409585 884091 1574795000 909479 227791512 366121 256424232 468704 118328593 388210 817433019 506036 756187220 472933 1198607514 458858 1193285545 454620 2097615645 457929 1482554625 611510 2848290600 538809 1813593409 495221 2006763182 473070 1462175879 578595 2790862638 612668 3367709408 593932
Output Industri Tekstil (Ribu Rp) 1253844000 1829324395 2734901327 3452301733 3950361311 5843174069 8415803495 10242875220 13298732484 17986481762 21706663160 26432548304 30002999585 36700158606 39402028000 18156103940 36441806424 29788051722 30507724709 30751936037 35834301904 35657301517 42630394096 50487538061 54810370325 45831938670 53586131558 81028540124 96247775119 91161885439
126
Lampiran 2 Tahun
LnNBBk 20,3599596
LnNBB 18,3504164
1983
LnOut 20,94948
224545 20,6702008
18,8410817
1984
21,32721 241447
21,0930835
19,1944039
1985
21,72936 322807
21,2780323
19,1966503
1986
21,96231 327503
21,6617754
19,2211138
1987
22,09707 356330
21,9974195
19,4266094
1988
22,48854 404361
22,2808387
19,7668547
1989
22,85338 462324
22,4975846
19,8088999
1990
23,04985 580148
22,7847034
20,2465204
1991
23,31093 667300
23,0677503
20,4936402
1992
23,61289 758951
23,1610798
20,6789122
1993
23,80089 828100
23,3111451
20,8763399
1994
23,99786 844391
23,5010475
21,0077249
1995
24,12456 879312
23,710375
21,2034732
1996
24,32605 884091
23,7793534
21,1773909
1997
24,39708 909479
23,1731075
19,2439413
1998
23,62227 366121
23,8604198
19,3623438
1999
24,31898 468704
23,4344485
18,588976
2000
24,11737 388210
23,5662413
20,5216795
2001
24,14125 506036
23,4087586
20,4437995
2002
24,14922 472933
23,5978327
20,9044263
2003
24,30217 458858
23,6173799
20,8999763
2004
24,29722 454620
23,8706319
21,4640671
2005
24,47583 457929
23,8990602
21,1170325
2006
24,64499 611510
23,9142557 2007
JTK
21,7699849
24,72715 538809
127
23,6349256
21,318576
2008 23,6480859
21,4197889
2009
24,70456 473070
23,2546391
21,1031915
2010
25,11807 578595
23,9396334
21,7496166
2011
25,29019 612668
24,0873826 2012
24,54825 495221
21,9374986
25,2359 593932
128
Lampiran 3 Ordinary Least Square Dependent Variable: LNOUT Method: Least Squares Date: 06/23/15 Time: 13:14 Sample: 1983 2012 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNNBBK LNNBB JTK
-2.792617 0.946516 0.246532 -5.18E-07
1.240181 0.073260 0.077253 3.17E-07
-2.251781 12.91993 3.191236 -1.631066
0.0331 0.0000 0.0037 0.1149
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.957975 0.953126 0.252453 1.657041 0.874298 197.5603 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
30.63178 1.166042 0.208380 0.395206 0.268147 1.209630
129
Lampiran 4 Uji Normalitas 12
Series: LNOUT Sample 1983 2012 Observations 30
10
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
30.63178 31.04066 32.19795 27.85724 1.166042 -0.898771 2.838983
Jarque-Bera Probability
4.071353 0.130592
0 27.5
28.0
28.5
29.0
29.5
30.0
30.5
31.0
31.5
32.0
32.5
Uji Multikolinieritas
LNNBBK LNNBB JTK
LNNBBK 1.000000 0.782047 0.572209
LNNBB 0.782047 1.000000 0.616332
JTK 0.572209 0.616332 1.000000
130
Lampiran 5 Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.661398 12.83388 10.93879
Prob. F(9,20) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9)
0.1648 0.1703 0.2799
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/26/15 Time: 13:12 Sample: 1983 2012 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNNBBK LNNBBK^2 LNNBBK*LNNBB LNNBBK*JTK LNNBB LNNBB^2 LNNBB*JTK JTK JTK^2
-79.79739 -617.2600 21.98782 -24.04957 -0.000107 663.7234 0.498648 8.23E-05 0.001021 -4.40E-11
4890.635 461.9153 9.433919 8.812357 0.000107 336.2812 6.286408 9.46E-05 0.001420 1.20E-10
-0.016316 -1.336306 2.330720 -2.729073 -1.001863 1.973716 0.079322 0.870513 0.718975 -0.365734
0.9871 0.1965 0.0303 0.0129 0.3284 0.0624 0.9376 0.3943 0.4805 0.7184
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.427796 0.170304 8.578913 1471.955 -100.9654 1.661398 0.164796
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
6.146711 9.418307 7.397693 7.864759 7.547111 2.561006
131
Lampiran 6 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
2.357382 4.925791
Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2)
0.1162 0.0852
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/26/15 Time: 13:20 Sample: 1983 2012 Included observations: 30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNNBBK LNNBB JTK RESID(-1) RESID(-2)
0.539638 0.014762 -0.037252 7.04E-08 0.395462 0.057771
1.599915 0.070083 0.075560 3.04E-07 0.206655 0.213443
0.337291 0.210634 -0.493007 0.231799 1.913637 0.270664
0.7388 0.8350 0.6265 0.8187 0.0677 0.7890
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.164193 -0.009933 0.240223 1.384967 3.564662 0.942953 0.471440
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.17E-14 0.239038 0.162356 0.442595 0.252007 1.908713
132