PENGARUH NAOH YANG BERBEDA TERHADAP KADAR AIR, BILANGAN PENYABUNAN, DAN TINGKAT KEKERASAN SABUN DARI GLISERIN MINYAK JELANTAH
Oleh Samsuni NIM. 070500144
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN JURUSAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: PENGARUH NaOH YANG BERBEDA TERHADAP KADAR AIR, BILANGAN PENYABUNAN, DAN TINGKAT KEKERASAN SABUN DARI GLISERIN MINYAK JELANTAH
Nama
: Samsuni
NIM
: 070500144
Program Studi
: Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan
Jurusan
: Pengolahan Hasil Hutan
Menyetujui Pembimbing,
Penguji,
Mujibu Rahman,S.T.P., M.Si NIP. 19711027 200212 1 002
Ernita Obeth, SP, M. Agribuss NIP. 19770524 200212 2 001
Mengesahkan, Direktur, Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Ir. Wartomo, MP NIP. 19631028 198803 1 003
Lulus ujian pada tanggal 26 Agustus 2010
ABSTRAK
SAMSUNI. Pengaruh NaOH Yang Berbeda Terhadap Kadar air, Bilangan Penyabunan, dan Tingkat Kekerasan Sabun Dari Gliserin Minyak Jelantah (di bawah bimbingan MUJIBU RAHMAN). Penelitian ini dilatar belakangi untuk memanfaatkan minyak jelantah menjadi produk sabun. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). Untuk mengetahui pengaruh variasi NaOH yang berbeda terhadap bilangan penyabunanan
dari
sabun yang dihasilkan, (2). Untuk mengetahui pengaruh variasi NaOH yang berbeda terhadap kadar air dari sabun yang dihasilkan, (3). Untuk mengetahui pengaruh variasi NaOH yang berbeda terhadap tekstur (kekerasan) dari sabun yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan variasi NaOH 20%, 30%, dan 40%. Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu pengujian kadar air, bilangan penyabunan, dan uji organoleptik terhadap tingkat kekerasan sabun yang dihasilkan. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil untuk kadar air dengan perlakuan NaOH 20% (P 1) = 1.59%, NaOH 30% (P 2) =1.34% dan NaOH 40% (P 3) = 1.03%. maka kadar air sabun yang diperoleh sudah memenuhi standar SNI 06 – 3532 – 1994. Dalam bilangan penyabunan untuk NaOH 20% = 110.72, NaOH 30% = 93.44, dan NaOH 40% = 67.99. bilangan penyabunan tidak memenuhi SNI 06 – 3532 – 1994. Untuk tingkat kekerasan sabun dengan perlakuan NaOH 20% = 2.91% (agak empuk), NaOH 30% = 1.98% (agak keras), dan NaOH 40% = 1.20% (keras).
RIWAYAT HIDUP
SAMSUNI, lahir pada tanggal 08 Desember 1984 Di Desa Senyiur Kec, Ma. Ancalong. Kab. Kutai Timur. Merupakan anak ke-4 dari 7 bersaudara dari pasangan Midi dan Biah. Pada tahun 1995 memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negri 010 di Desa Senyiur Kac, Ma. Ancalong dan lulus pada tahun 2001, kemudian pada tahun 2001 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Ks.3 di Desa Senyiur Kec, Ma. Ancalong dan lulus tahun 2004. Selanjutnya pada tahun 2004 melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan lulus pada tahun 2007. Kemudian pada tahun 2007 melanjutkan Pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program Studi Tekhnologi Pengolahan Hasil Perkebunan, Jurusan Hasil Hutan. Di Universitas pernah mengikuti organisasi Kelompok Bisnis Mahasiswa (KBM) pada tahun 2008 – 2009 dan pada bulan Desember 2009 pernah melaksanakan kunjungan industri ke PTPN XIII di Desa Samuntai Kec. Long Ikis. Kab. Paser. Pada tanggal 01 Maret sampai dengan 30 April 2010 mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PTPN XIII di Desa Samuntai Kec. Long Ikis. Kab. Paser. Provinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat berkumpul bersamasama dalam menjalankan Praktek Kerja Lapang hingga saat ini tanpa nya kekurangan satu apapun. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kami Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan kepa kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini sesuai dengan apa yang telah di harapkan. Adapun maksud dari penyusunan laporan PKL ini adalah untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III (A.md) Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Keberhasilan dan kelancaran dalam penulisan Laporan PKL ini juga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan dukungan, baik dari segi moril maupun materil kepada penulis. 2. Keluarga besar abang Budi Purwanto yang telah banyak memberikan dukungan, baik dari segi moril maupun materil kepada penulis 3. Keluarga besar abang Rahmansyah yang telah banyak memberikan dukungan, baik dari segi moril maupun materil kepada penulis
4. Bapak Ir. Wartomo, MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan seluruh staf akademik yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. 5. Bapak Mujibu Rahman, S.T.P.,M.Si. selaku dosen pembimbing Praktek Kerja Lapang. 6. Ibu Ernita Obeth, SP, M. Agribuss selaku dosen penguji Praktek Kerja Lapang ( PKL ) 7. Pak Muhammad Yamin, S.T.P.,M.Si selaku dosen pengantar PKL ke PTP. Nusantara XIII ( Persero ) di samuntai. 8. Bapak Anang Choirul. K selaku General Manajer PTP. Nusantara XIII (persero) samuntai. 9. Bpk. Djoharyanto selaku Manajer Pabrik Samuntai ( PASAM ) 10. Bpk. J. Pasaribu selaku Assisten Kepala Pengolahan ( AKP ) 11. Bpk. Haris Seregar selaku pembimbing lapangan sekaligus Mandor Lab. 12. Bapak Ibu dan seluruh staf pabrik pengolahan kelapa sawit di samuntai (PASAM) dan seluruh staf Laboratorium Pasam. 13. Bapak Ibu dan seluruh staf yang berada di kebun tabara di samuntai yang telah banyak membantu kami selama PKL di kebun. Kami selaku mahasiswa Praktek Kerja Lapang ( PKL ) dari Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas partisipasi dan bimbingannya. Semoga apa yang telah di berikan kepada kami mendapatkan balasan pahala dari ALLAH SWT. Amin! Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini. Demikian laporan ini kami buat untuk dapat dijadikan acuan pada praktek yang akan datang maupun untuk panduan para pembaca laporan ini.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
i
KATA PENGANTAR ..............................................................................
ii
DAFTAR ISI.............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
viii
I.
II.
III.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Tujuan penelitian.....................................................................
2
C. Hasil yang diharapkan.............................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Minyak Jelantah.............................
4
B. Tinjauan Umum Tentang NaOH .............................................
6
C. Tinajauan Umum Tentang Sabun............................................
7
D. Tinajauan Umum Tentang Gliserin .........................................
9
E. Tinajauan Umum Tentang Organoleptik.................................
10
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
12
B. Alat dan Bahan...............................................................................
12
C. Prosedur Penelitian.........................................................................
12
1. Persiapan alat dan bahan ....................................................
12
2. Proses pembuatan sabun ....................................................
13
D. Rancangan Percobaan ....................................................................
14
E. Analisa Data ...................................................................................
15
F. Parameter yang Diamati .................................................................
16
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil .........................................................................................
V.
19
1.
Kadar air .............................................................................
19
2.
Bilangan penyabunan .........................................................
20
3.
Uji organoleptik (tekstur kekerasan) ..................................
22
B. Pembahasan..............................................................................
23
1.
Kadar air .............................................................................
23
2.
Bilangan penyabunan .........................................................
24
3.
Uji ordanopleptik (tekstur kekerasan) ................................
25
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..............................................................................
26
B. saran .........................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
28
LAMPIRAN..............................................................................................
29
DAFTAR TABEL
No
Tubuh Utama
Halaman
1. Tabel 1. Table 1. Jadwal kegiatan penelitian.......................................
18
2. Tabel 2. rata-rata kadar air dari sabun..................................................
19
3. Tabel 3. Analisa sidik ragam kadar air dari sabun. ..............................
20
4. Tabel 4. rata-rata bilangan penyabunan dari sabun..............................
21
5. Tabel 5. Analisa sidik ragam bilangan penyabunan dari sabun...........
21
6. Tabel 6. Rata-rata Uji Organoleptik Tekstur Kekerasan Sabun..........
22
7. Tabel 7.Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Tekstur Kekerasan Sabun.................................................................................
20
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Lampiran 1. Perhitungan rata-rata dan analisis sidik ragam ................
30
2. Lampiran 2. Perhitungan Rata-rata dan Analisa Bilangan Penyabunan Perhitungan penyabunan.......................................................................
33
3. Lampiran 3. Perhitungan Rata-rata dan Analisa uji organoleptik (tekstur)................................................................................................... 37
I. PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga yang umumnya dapat di gunakan kembali untuk keperluan kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan (Susinggih, dkk, 2005) Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan, karena itu minyak goreng bekas dapat dimanfaatkan menjadi produk berbasis minyak seperti sabun mandi padat. Pemanfaatan minyak jelantah masih bertarung dengan pedagang kaki lima yang digunakan untuk menggoreng makanan dagangannya atau dibuang sia-sia di saluran pembuangan. Dengan produksi tersebut, maka minyak jelantah yang umumnya dibuang masyarakat kini dapat dimanfaatkan dan ke depan bisa menjadi penghasilan sampingan rumah tangga dari sisa minyak goreng yang sudah dipakai.
1
Banyak yang belum mengetahui bahwa saat ini di Indonesia sudah ada teknologi yang bisa menggunakan minyak jelantah tersebut sebagai campuran BBM untuk menggerakan kendaraan (Susinggih, dkk, 2005) Pemanfaatan minyak jelantah masih terbatas yang digunakan menjadi bahan bakar biodisel. Untuk itu penulis ingin memanfaatkan gliserin dari minyak jelantah ini menjadi produk yang lebih berguna dengan mengolahnya menjadi sabun. Pembuatan sabun dari gliserin minyak jelantah ini dengan menggunakan variasi NaOH yang berbeda untuk mengetahui kualitas dari sabun yang dihasilkan .
B. Tujuan Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh variasi NaOH yang berbeda terhadap bilangan penyabunanan dari sabun yang dihasilkan. 2. Untuk mengetahui pengaruh variasi NaOH yang berbeda terhadap kadar air dari sabun yang dihasilkan. 3. Untuk mengetahui pengaruh variasi NaOH yang berbeda terhadap tekstur (kekerasan) dari sabun yang dihasilkan.
2
C. Hasil Yang Diharapkan.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah
dapat memberikan
informasi tentang pengaruh variasi NaOH yang berbeda terhadap kualitas yang dihasilkan pada pembuatan sabun dari gliserin minyak jelantah serta dapat memberikan
kontribusi
langsung
kepada
masyarakat
yaitu
dapat
di
manfaatkannya sabun.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA.
A. Tinjauan Umum Tentang Minyak Jelantah. Jelantah adalah sebutan untuk minyak goreng yang telah berulangkali digunakan. Selain penampakannya yang tidak menarik, coklat kehitaman, bau tengik, jelantah sangat mempunyai potensi yang besar dalam membahayakan kesehatan tubuh. Jelantah mengandung berbagai radikal bebas, yang setiap saat siap untuk mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Jelantah kaya akan asam lemak bebas. Terlalu sering mengkonsumsi minyak jelantah dapat menyebabkan potensi kanker meningkat. Menurut para ahli kesehatan, minyak goreng hanya boleh digunakan dua sampai empat kali menggoreng. Meskipun informasi tentang bahaya minyak jelantah sudah cukup banyak, sayangnya, tetap saja banyak masyarakat yang masih menggunakannya untuk memasak, dengan berbagai alasan diantaranya harga minyak mahal. Masyarakat Indonesia termasuk masyarakat yang sangat suka segala sesuatu yang digoreng. Mungkin setiap hari pedagang gorengan menggunakan minyak yang baru, namun salahnya minyak yang baru tersebut langsung disatukan dengan minyak bekas goreng. Hal ini terus berlanjut setiap harinya. Padahal minyak bekas yang sudah rusak walaupun hanya sedikit apalagi banyak, ini akan mempercepat kerusakan minyak secara keseluruhan karena terjadinya autooksidasi yg sangat cepat. Dengan demikian kiranya perlu, para pedagang kaki lima khususnya untuk mengetahui cara-cara daur ulang minyak goreng yang sederhana dan murah,
4
dengan peralatan dan bahan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Cara-cara daur ulang jelantah tersebut diantaranya melalui pemanfaatan arang tempurung kelapa, tepung beras, mengkudu, lidah buaya, bawang merah, dibuat menjadi sabun, dan biodiesel (Camarata dan Martin, 1993). Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, terutama didalam rumah tangga. Konsumsi minyak goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan dan penambah cita rasa. Banyaknya penggunaan minyak goreng menyebabkan minyak goreng bekas dalam jumlah tinggi, menyadari adanya bahaya konsumsi minyak goreng bekas menyebabkan berbagai penyakit maka dilakukan upaya untuk memanfaatkannya agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan dengan mengolahnya kembali baik sebagai media penggorengan ataupun sebagai bahan baku pembuatan sabun mandi padat. Penggunaan minyak jelantah, atau minyak goreng yang telah digunakan lebih dari sekali untuk menggoreng, adalah hal yang biasa dimasyarakat. Sebagian orang berpendapat makanan yang dicampur jelantah lebih sedap. Sebagian lagi karena keterdesakan ekonomi, apalagi masa-masa krisis moneter seperti ini. Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan yang digoreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan
5
tambahan bumbu bermacam-macam. Berbeda dengan masakan yang dimasak dengan cara lain seperti kukus, rebus, atau panggang. Dengan demikian, menggoreng adalah cara yang paling praktis untuk memasak. Tidak heran bila banyak ibu rumah tangga tergantung pada minyak goreng, sampai antri pun dijalani hanya untuk mendapatkan 1 kg minyak dengan harga agak murah. Menurut (Veronica dan Yuliana, 2007) Selain merupakan penyedap masakan, minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas dan penambah nilai kalori bahan pangan. B. Tinjauan Umum Tentang NaOH. Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil 6
daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (wikipedia 1996). C. Tinjauan Umum Tentang Sabun. Menurut Hanetz, 2002, sabun didefinisikan sebagai garam alkali dari asam lemak (asam karboksilat) bersuhu tinggi. Garam alkali yang digunakan untuk membuat sabun adalah NaOH (natrium hidroksida), KOH (kalium hidroksida) dan Na2C03 (natrium karbonat). Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna. Minyak dan lemak dari berbagai bahan direbus dengan larutan alkalin kaustik dalam suatu proses yang menghasilkan sabun mentah. Reaksi ini disebut saponifikasi. Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari
7
asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Proses pembuatan sabun terdiri dari proses panjang mulai dari pengolahan sampai pembungkusan. Produk pembersih ini biasanya terdiri 3 bentuk/wujud utama yaitu: batangan (bar), serbuk/bubuk (powder) dan cairan (liquid) Berdasarkan penggunaannya, sabun dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Laundry Soap; untuk sabun cuci. 2. Toilet soap; yang digunakan untuk mandi dan perawatan kulit, termasuk juga disini medicine soap. 3. Textile soap, yang digunakan untuk pada proses scouring textile, proses degumming sutera dll. Bahan baku yang digunakan didasarkan pada beberapa kriteria, antara lain faktor manusia dan keamanan lingkungan, biaya, kecocokan dengan bahan-bahan aditive yang lain, serta wujud dan spesifikasi khusus dari produk jadinya. Sedangkan proses produksi aktual dilapangan bisa saja bervariasi dari satu pabrik dengan pabrik yang lain, namun tahap-tahap utama pembuatan semua produk tersebut adalah tetap sama. Sabun dibuat dari lemak (hewan), minyak (nabati) atau asam lemak (fatty acid) yang direaksikan dengan basa anorganik yang bersifat water soluble, biasanya digunakan caustic soda/soda api (NaOH) atau KOH (kalium hidroksida)
8
juga alternative yang sering juga dipakai, tergantung spesifik sabun yang diinginkan. Sabun hasil reaksi dengan sodium hidroksida (NaOH) biasanya lebih keras dibandingkan dengan penggunaan Potasium Hidroksida (KOH). Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI 06 – 3532 – 1994 dapat di lihat pada tabel berikut : No 1 2 3
Uraian
Kadar air (%) Jumlah asam lemak (%) Alkali bebas - dihitung sebagai NaOH (%) - dihitung sebagai KOH (%) 4 asam lemak bebas atau lemak netral (%) 5 bilangan penyabunan (Sumber : SNI 06 – 3532 - 1994)
Tipe I (sabun padat) Maks. 15
Tipe II (sabun cair) Maks. 15 64 – 70
Maks. 0,1 Maks. 0,14
Maks. 0,1 Maks. 0,14
196 - 206
196 - 206
Ket : Tipe I : (sabun padat) dengan menggukan NaOH Tipe II : (sabun cair) dengan menggukan KOH
D. Tinjauan Umum Tentang Gliserin.
Gliserin dengan rantai adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand and body lotion, cream pelembab dll), untuk bahan dasar pembuatan sabun dan juga merupakan bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat air/pelembab sehingga cream selalu basah dan tidak cepat mengering di udara
9
bebas. Gliserin biasanya dihasilkan dari industri lilin atau industri sabun komersial. Pada industri sabun komersial, karena gliserin mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai sabun itu sendiri maka gliserin yang dihasilkan dari pembuatan sabun diekstrak atau dipisah untuk dijual atau dipakai dalam pembuatan lotion atau produk kosmetik lainnya. Itulah sebabnya jika mandi dengan sabun biasa maka kulit kita menjadi kering. Gliserin merupakan produk samping pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin diperoleh sebagai hasil samping pembuatan sabun atau dari asam lemak tumbuhan dan hewan, berbentuk cairan jernih, tidakberbau, dan memiliki rasa yang manis. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin berfungsi dalam pembuatan struktur transparan. Menurut
Mitsui (1997),
gliserin
telah
lama
digunakan
sebgai
humektan.Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkankelembaban kulit (George dan Serdakowski, 1996). Fungsinya adalah sebagai komponen higroskopis yang mengandung air dan mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Menurut (Cammarata dan Martin, 1993), sabun buatan sendiri tidak hanya membersihkan, tetapi juga mengandung kurang lebih 25% gliserin yang dapat melembabkan dan melembutkan kulit dan meminyaki sel-sel kulit juga. Sabun buatan sendiri lebih lembut dari sabun buatan industri, karena mengandung gliserin sedangkan di industri gliserinnya diambil untuk dijual terpisah karena harganya sangat mahal, selain itu juga kualitas sabun mandi buatan sendiri dapat
10
melebihi sabun yang dibeli di super market, karena selain lebih murah sabun buatan sendiri dapat dibuat sesuai keinginan, baik warna dan harumnya atau dibiarkan apa adanya. E. Tinjauan Umum Tentang Organoleptik. Menurut Wagiyono (2003), pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Penginderaan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikoligis yaitu kesadaran atau pengenalan alat indera akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indera yang berasal dari benda tersebut. Uji kesukaan disebut juga uji hidonik. Panelis adalah seorang atau sekelompok orang yang bertugas melakukan proses penginderaan dalam uji organoleptik. Pada umumnya anggota panelis berjumlah 15 sampai 25 orang yang berasal dari orang yang telah terlatih secara khusus untuk kegiatan pengujian. Panelis di mintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya. Tingkat kesukaan ini disebut skala hidonik misalnya dalam hal suka dapat mempunyai skala hidonik seperti amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu tidak suka dapat mempunyai skala hidonik seperti suka dan agak suka terdapat tanggapanya yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka. Skala hidonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik seperti empuk atau keras.
11
III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Waktu yang diperlukan dalam penelitian selama 2 bulan terhitung mulai bulan Juli - Agustus. Penelitian ini meliputi persiapan alat dan bahan hingga penulisan karya ilmiah, Sedangkan tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik, Program Studi Teknologi
Pengolahan
Hasil
Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. B. Alat dan Bahan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Neraca (timbangan), Baskom, kompor gas, Panci, pemanas listrik, thermometer, pengaduk, spatula, pipet tetes, spatula, gelas ukur, labu pemisah, desikator, oven Adapun bahan yang digunakan adalah Minyak jelantah, gliserin, NaOH, parfum, HCL, aquades dan alcohol. C. Prosedur Penelitian. 1. Persiapkan Alat dan Bahan. Persiapan alat dan bahanmeliputi : 1. Siapkan bahan meliputi Minyak jelantah yang sudah dipisahkan dari gliserinnya, NaOH, parfum non alkohol, HCl dan aquades. 2. Menyiapkan alat-alat seperti:
Neraca (timbangan), pemanas listrik,
thermometer, pengaduk, spatula, pipet tetes, gelas ukur, labu pemisah,
12
desikator dan oven. 2. Proses Pembuatan Sabun. Menurut Asyiah (2009) proses pembuatan sabun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut ; a. Membuat larutan NaOH (%) : 20, 30, 40. b. Pemisahan minyak jelantah dari Gliserin dan metanol dengan alat Q-jeldal. c. Memanaskan gliserin dari minyak jelantah dan mempertahankan pada suhu 50o C. d. Menuangkan sidikit demi sedikit NaOH yang 38 derajad BE / 20%, 30% 40% kedalam gliserin yang panas sambil diaduk hingga terjadi imulsi berwarna putih. Setelah NaOH habis ditambahkan, campuran diaduk terus sambil dipanaskan dengan suhu 50 o C. e. Emulsi akan terjadi seperti susu kemudian berbentuk jonjot yang buram yang bila di panaskan perlahan-lahan akan menjadi berkilat. f. Parfum non alkohol dimasukan (1 ml parfum per 100 gram gliserin) dan di aduk dengan mixer selama 5 menit. g. Larutan sabun telah mengental dimasukan kedalam cetakan sabun lalu tutup dengan plastik lalu di diamkan selama 1 hari agar menjadi padat.
13
gliserin
Pemanasan minyak jelantah 50 oC Pencampuran Larutan NaOH 20%, 30%, 40% Sabun kental Pencampuran parfum non alkohol Pengadukan 5 menit
Pencetakan
sabun
Gambar 1. Diagram Alur Pembuatan Sabun mandi padat Nur Asyiah (2009) D. Rancangan Percobaan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan yaitu pengaruh konsentrasi NaOH yang berbeda terhadap kadar air sabun, bilangan penyabunan dan tingkat kekerasan terhadap sabun yang dihasilkan dari gliserin minyak jelantah yang terdiri dari : penambahan NaOH 20 %, 30 % dan 40 % (t=3) dan perlakuan di lakukan sebanyak 3 kali ulangan (i=3). Perlakuannya adalah sebagai berikut : a. Perlakuan K1 adalah penambahan penambahan NaOH 20 % yang diulang
14
sebanyak 3 kali (i = 1, 2 dan 3). b. Perlakuan K2 adalah penambahan penambahan NaOH 30 % yang diulang sebanyak 3 kali (i = 1, 2 dan 3). c. Perlakuan K3 adalah penambahan penambahan NaOH 40 % yang diulang sebanyak 3 kali (i = 1, 2 dan 3). Maka bagan pengacakan menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorian adalah : K13 K32 K21 K31 K11 K23 K22 K12 K33 Jumlah unit percobaan = t x r = 3 x 3 = 9 metode umum dalam Rancangan Acak Lengkap adalah sebagai berikut : Yij = µ + Ti + Keterangan : Yij
=nilai pengamatan karena pengaruh konsentrasi KOH perlakuan ke – i dengan ulangan ke – j.
i
= perlakuan (t = K1, K2, dan K 3 ).
j
= ulangan ( r = 1, 2 dan 3).
µ
= nilai tengah populasi.
Ti
= (µi - µ) = pengaruh KOH dari perlakuan i = galat percobaan dari perlakuan ke – i pada pengamatan ke – j.
15
E. Analis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan Analisa Sidik ragam dan apabila F hitung berbeda nyata pada taraf 5 % dan 1 %, maka akan di lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dan uji lanjut Beda Nyata Jujur. F. Parameter Yang Diamati. a. Parameter Uji. 1. Penentuan kadar air. Menurut Slamet dan Bambang, (1981) kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting, agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Kadar air diukur dengan metode pemanasan. Contoh : 1) sejumlah 5 ± 0,2 gr dimasukkan ke dalam cawan yang sudah kering dan diketahui beratnya. 2) dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105°C selama 3-5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. 3) Panaskan lagi dalam oven selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulang (untuk periode pengeringan selama 1 jam) sampai diperoleh berat konstan. 4) Selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam contoh. Kadar air dihitung sebagai berikut:
16
A-B Kadar Air (%) =
x 100%
..........................(1)
A
Dimana : A = Berat contoh sebelum dioven B = Berat contoh setelah dioven.
2. Bilangan Penyabunan. Menurut Ketaren. S, (1986) Bilangan Penyabunan adalah jumlah mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan lemak dan minyak. Cara menentukan bilangan penyabunan yaitu : 1) timbang contoh seberat 4-5 gram dalam erlenmeyer. 2) ditambahkan sebanyak 50 ml larutan KOH ethanolik 0,5 N. 3) Sesudah ditutup dengan pendingin selanjutnya dipanaskan/ dididihkan selama 60 menit sambil digoyang-goyang agar rata. 4) Setelah didinginkan, kemudian ditambahkan 1 ml indikator pp dan dititrasi dengan larutan asam klorida 0,5 N sampai terbentuk warna merah muda. Dilakukan hal yang sama untuk blanko (tanpa contoh). (B - S) x N x 56,1 Bilangan Penyabunan =
...........................(2) W
Dimana :B = Vol. HCl utk titrasi blanko (ml) S = Vol. HCI utk titrasi contoh (ml). N = Normalitas HCl.
17
3. Uji Organoleptik timgkat kekerasan. Pegujian tekstur atau tingkat kekerasan dilakukan secara visual yang didasarkan atas tingkat perbedaan yang ada antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain. Setiap sampel disajikan diurut menurut tingkat mutu sensorik. Panelis dipilih sebanyak 15 orang untuk mengevaluasi sampel-sampel tersebut sesuai kertas pertanyaan yang diberikan. Wagiyono (2003) Skor penilaian yang diberikan untuk pengujian tekstur sabun dari gliserin minyak jelantah adalah : (1) Keras.
(4) empuk.
(2) Agak keras.
(5) agak cair.
(3) Agak empuk.
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.
A. Hasil. 1. Kadar Air. Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan diperoleh kadar air pada konsentrasi NaOH (20 %) yaitu denga rata-rata 1.59%, konsentrasi NaOH (30 %) yaitu dengan rata-rata 1.34%, dan konsentrasi NaOH (40 %) dengan ratarata 1. 03%. Berdasarkan hasil analisa uji kadar air dan analisa rancangan percobaan analisis sidik ragam untuk kadar air dapat kita lihat pada tabel berikut : Tabel 2. rata-rata kadar air dari sabun. Ulangan Perlakuan U1 U2 P1 (NaOH 20%) 1.60 1.54 P2 (NaOH 30%) 1.44 1.33 P3 (NaOH 40%) 1.00 1.11 jumlah 4.04 3.98
U3 1.64 1.27 1.00 3.91
Jumlah (%) 4.78 4.04 3.11 11.93
Rata-rata (%) 1.59 1.34 1.03 1.32
Gambar 2. Grafik kadar air pada pembuatan sabun. 1.8 1.6 1.4 NaOH (20%)
1.2 1
NaOH (30%)
0.8
NaOH (40%)
0.6 0.4 0.2 0 U1
U2
U3 19
Keterangan : U1 = Ulangan 1 pada pembuatan sabun U2 = Ulangan 2 pada pembuatan sabun U3 = Ulangan 3 pada pembuatan sabun Tabel 3. Analisa sidik ragam kadar air dari sabun. SK
db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5% 1%
Perlakuan Galat Total Keterangan :
2 6 8
0.467 0.028 0.495
0.233 0.005
50.74**
5.41
(**)
10.92
= berbeda sangat nyata
Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi NaOH berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air sabun yang dihasilkan. Dimana pada analisis sidik ragam F hitung lebih besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%, Sehingga analisa tidak perlu dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5% dan 1% untuk mengetahui konsentrasi NaOH yang paling optimum. 2. Bilangan Penyabunan Berdasarkan
dari
penelitian
yang
dilakukan
diperoleh
bilangan
penyabunan pada konsentrasi NaOH (20 %) yaitu dengan rata-rata 110.72%, konsentrasi NaOH (30 %) dengan rata-rata yaitu 93.44%, dan konsentrasi NaOH (40 %) yaitu dengan rata-rata 67.99%. Berdasarkan hasil analisa uji bilangan penyabunan dan analisa rancangan percobaan analisis sidik ragam untuk bilangan penyabunan adalah dapat kita lihat pada tabel berikut :
20
Tabel 4. rata-rata bilangan penyabunan dari sabun. Perlakuan P1 (NaOH 20%) P2 (NaOH 30%) P3 (NaOH 40%) jumlah
U1 119.43 84.15 67.91 271.5
Ulangan U2 109.96 113.16 71.66 294.8
U3 103.27 83.01 64.42 250.7
Jumlah (%) 332.66 280.32 203.99 816.97
Rata-rata (%) 110.72 93.44 67.99 90.77
Gambar 3. Grafik Bilangan Penyabunan Pada Sabun. 120 100 80 NaOH (20%)
60
NaOH (30%) NaOH (40%)
40 20 0 U1
U2
U3
Keterangan : U1 = Ulangan 1 pada pembuatan sabun U2 = Ulangan 2 pada pembuatan sabun U3 = Ulangan 3 pada pembuatan sabun Tabel 5. Analisa sidik ragam bilangan penyabunan dari sabun. SK
db
JK
Perlakuan 2 2791.3 Galat 6. 742.02 Total 8 3533.32 Keterangan : (**) = berbeda sangat nyata.
KT
Fhitung
F tabel 5% 1%
1395.65 123.67 -
11.28**
5, 41
10,92
-
Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi NaOH berpengaruh sangat nyata terhadap bilangan penyabunan dari sabun yang dihasilkan. Dimana pada analisis sidik ragam F hitung lebih besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%, Sehingga analisa tidak perlu
21
dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5% dan 1%. 3. Uji Organoleptik Tekstur (Kekerasan).
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh uji organolpetik tekstur kekerasan pada sabun dengan penambahan NaOH 20% dengan rata – rata adalah 2.91 (agak empuk), pada sabun dengan penambahan NaOH 30% dengan rata – rata adalah 1.98 (agak keras), sedangkan pada sabun dengan penambahan NaOH 40% dengan rata-rata adalah 1,20 (keras). Data tersebut dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Rata-rata Uji Organoleptik Tekstur Kekerasan Sabun Perlakuan
Ulangan U2
U1
P1 (NaOH 20%) 3 2.867 P2 (NaOH 30%) 2.067 2 P3 (NaOH 40%) 1.2 1.133 6.3 6.0 jumlah Ket : (1-1.09) Keras :1 (2-2,09) Agak keras : 2
U3 2.867 1.867 1.267 6.0
Jumlah (%)
Rata-rata (%)
8.73 5.93 3.60 18.3
2.91 1.98 1.20 2.03
(4-4,09) empuk. (5-5,09) agak cair
:4 :5
(3-3,09) Agak empuk : 3 Gambar 4. Grafik Uji Organoleptik Tekstur Kekerasan Sabun 3 2,5 2 1,5
NaOH (20%) NaOH (30%)
1
NaOH (40%)
0,5 0 U1
U2
U3
Keterangan : U1 = Ulangan 1 pada pembuatan sabun
22
U2 = Ulangan 2 pada pembuatan sabun U3 = Ulangan 3 pada pembuatan sabun Tabel 7.Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Tekstur Kekerasan Sabun. SK
DB
JK
Perlakuan 2 4.023 Acak 6 0.086 Total 8 4.316 Keterangan : (**) = berbeda sangat nyata.
KT
Fhit
2.115 0.0143
147.90**
F Tabel 0.05% 0.01% 5.14 10.92
Dari analisa sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan konsentrasi NaOH berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur sabun yang dihasilkan. Dimana pada analisis sidik ragam F hitung lebih besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%, Sehingga analisa tidak perlu dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5% dan 1%.
B. Pembahasan. 1. Kadar air. Pada tabel 2 rata-rata kadar air dapat dilihat bahwa pada perlakuan dengan penambahan NaOH 20%, NaOH 30% sangat berbeda nyata dengan perlakuan penambahan NaOH 40%. Dimana tingkat kadar air yang paling tinggi terletak pada perlakuan NaOH 20% dengan rata-rata 1.59% dan kadar air yang paling rendah terletak pada perlakuan NaOH 40% dengan rata-rata 1.03%. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam kadar air sabun dari gliserin
23
minyak jelantah pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi larutan NaOH berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air sabun yang dihasilkan. Dimana pada analisis sidik ragam F hitung lebih besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%, Sehingga analisa tidak perlu dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dan sabun yang dibuat dalam penelitian ini dimana kadar airnya telah memenuhi standar nasional indonesia (SNI 06 – 3532 - 1994) karena kadar airnya dibawah 15%. Menurut Popang dkk (2008), terdapat kadar air sabun yang dihasilkan dari beberapa perlakuan tersebut diduga karena pada tiap perlakuan, konsentrasi NaOH yang ditambahkan berbeda-beda. Dimana pada perlakuan yang konsentrasi larutan NaOHnya lebih tinggi akan ditambahkan air lebih sedikit dibanding dengan konsentrasi larutan NaOH yang lebih rendah akan ditambahkan air yang lebih banyak, untuk penggunaan NaOH yang sama banyak pada proses pembuatan sabun, sehingga kadar air yang dihasilkan dari perlakuan penambahan konsentrasi Larutan NaOH yang lebih tinggi akan cenderung lebih rendah kadar airnya. 2. Bilangan Penyabunan. Berdasarkan Tabel 4 pada rata-rata bilangan penyabunan pada perlakuan NaOH 20%, NaOH 30%, dan NaOH 40% sangat bervariasi. Dimana bilangan penyabunan yang paling tinggi diperoleh dari konsentrasi NaOH 20% dengan rata-rata 110.72
% dan bilangan
penyabunan yang terendah diperoleh dari konsentrasi NaOH 40% dengan 24
rata-rata 67.99%. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam bilangan penyabunan sabun dari gliserin minyak jelantah pada Tabel 5,
menunjukkan bahwa
perlakuan konsentrasi larutan NaOH berpengaruh sangat nyata terhadap bilangan penyabunan sabun yang dihasilkan. Dimana pada analisis sidik ragam F hitung lebih besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%, Sehingga analisa tidak perlu dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5% dan 1%. Dan bilangan penyabunan yang dihasikan tidak memenuhi standar nasional indonesia (SNI 06 – 3532 - 1994) karena berada dibawah angka 196-206 bilangan penyabunan, itu disebabkan karena bahan yang digunakan juga dari gliserin minyak jelantah bekas penggorengan oleh karena itu kandungan yang ada dalam minyak goreng mengalami kerusakan karena telah dipakai untuk penggorengan secara berulang-ulang, yang menyebabkan minyak goreng tersebut berbau tengik dan kandungan ALB yang sangat meningkat pada minyak jelantah tersebut yang juga merupakan salah satu tidak bermutunya sabun yang dihasilkan.
3. Uji Organoleptik Tingkat Kekerasan. Pada Tabel 6 yaitu rata-rata uji organoleptik tingkat kekerasan sabun hasilnya sangat bervariasi. Dimana rata-rata tekstur yang tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi NaOH 20% yang rata-ratanya 2.91% (agak empuk), Sedangkan rata-rata tekstur yang terendah diperoleh dari perlakuan konsentrasi NaOH 40% yang rata-ratanya 1.20 (keras),
25
Pada NaOH 40% pada minyak goreng hasil penyulingan untuk pembuatan sabun mandi padat telah diperoleh hasil sabun sesuai yang diharapkan. Hal ini dikarenakan konsentrasi NaOH 40% dengan temperatur proses yaitu 50 oC yang digunakan telah tersabunkan semua (lemak atau minyak) dipanaskan dengan NaOH sampai terhidrolisis sempurna. Kadar air di dalam sabun berhubungan langsung dengan kekerasan dan kelarutan dari sabun tersebut, semakin tinggi kandungan air di dalam sabun, maka sabun tersebut semakin lunak dan semakin mudah larut di dalam air. Kadar air sabun ditentukan juga oleh kepekatan NaOH yang digunakan. Semakin pekat NaOH yang digunakan maka kadar air sabun yang dihasilkan akan semakin rendah. Namun kelarutan sabun di dalam air dipengaruhi juga oleh jumlah gugus polar yang terdapat di dalam sabun tersebut. Gugus polar ini dapat berasal dari sabun tersebut atau bahan pengisi. Sabun mandi yang diperoleh dengan mereaksikan NaOH 40% 50% memilki panjang rantai atom karbon lebih dari 16 menghasilkan sabun keras dan dapat membuat iritasi pada kulit, sedangkan sabun mandi yang diperoleh dengan mereaksikan NaOH 20% memilki panjang rantai atom karbon yang lebih kecil dari 12 sehingga sukar untuk membentuk sabun padat (Asyiah, 2009).
26
KESIMPULAN DAN SARAN.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tentang pengaruh NaOH yang berbeda terhadap kadar air, bilangan penyabunan, dan tingkat kekerasan sabun dari gliserin minyak jelantah serta telah melakukan berbagai analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan : A. Kesimpulan
1. Pada kadar air dengan perlakuan konsentrasi NaOH 20% denga rata-rata 1.59%, konsentrasi NaOH (30 %) dengan rata-rata 1.34%, dan konsentrasi NaOH (40 %) dengan rata-rata 1. 03%. Pada penelitian ini kada air yang diharapkan sudah memenuhi (SNI 06 – 3532 – 1994) karena nilai yang diharapkan di bawah 15%.
2. Pada bilangan penyabunan dengan konsentrasi NaOH (20 %) dengan rata-rata 110.72%, konsentrasi NaOH (30 %) dengan rata-rata 93.44%, dan konsentrasi NaOH (40 %) dengan rata-rata 67.99%. pada penelitian ini nilai bilangan penyabunan (mutu sabun yang dihasilkan) tidak memenuhi (SNI 06 – 3532 – 1994) karena dibawah angka 196 – 206.
3. Dari uji oraganoleptik tingkat kekerasan sabun dari gliserin minyak jelantah, yaitu pada perlakuan konsentrasi NaOH 20% dengan rata – rata 2.91 (agak empuk), pada sabun dengan penambahan NaOH 30% dengan rata – rata 1.98 (agak keras), sedangkan pada sabun dengan penambahan NaOH 40% dengan
27
rata-rata 1,20 (keras), berdasarkan uji organoleptik pada tingkat kekerasan sabun maka yang paling disukai oleh panelis adalah perlakuan NaOH 40% dengan tekstur keras. Semakin tinggi larutan NaOH yang digunakan dalam pembuatan sabun maka semakin meningkatkan tekstur/tingkat kekerasan dari sabun tersebut.
B. Saran Pada pembuatan sabun dari minyak jelantah ini perlu dikembangkan lagi dengan cara penelitian lebih lanjut agar sabun yang dihasilkan lebih berkualitas, serta prosedur dan penggunaan bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun dari minyak jelantah ini penimbangan bahannya harus sesuai dengan prosedur kerja agar kualitas sabun yang dihasilkan lebih baik.
28
Daftar Pustaka
Camarata dan Martin, 1993. Pemanfaatan Gliserin dari Minyak Goreng Bekas Sebagai Pembuatan Sabun. Dalimunthe Asyiah Nur (2009). Pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun mandi. USU Repository. 2008 Penerbit :Liberty, Yogyakarta. Elliot, 1999. Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH. Upt. Perpustakaan Instititut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. George E.D dan J. A. Serdakowski. 1996. The Formulation of Bar Soaps. Didalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents, A. Teoritical andPractical Review. AOCS Press. Illinois. Hanetz, 2002, www. Castile soap sabun.com. Fakt Tentang sabun Natural, akses 29 Agustus 2010 Ketaren. S, 1986. Minyak Dan Lemak Pangan, Penerbit UI Press, Jakarta Popang,
dkk (2008). Studi Pembuatan Sabun Dari Sawit.Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Minyak
Kelapa
Susinggih Wijana, Arif Hidayat, Nur Hidayat, 2005. Mengolah Minyak Goring Bekas. Trubus Agrisarana. Surabaya. Saksono,
2000. Referenci Industri Kimia Indonesia. http://industrikimia.com/html. (diakes tanggal 7 july 2010).
Slamet S, Bambang H, 1981. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Dan Pertanian. Penerbit :Liberty, Yogyakarta. Wagiono, 2003. Menguji Kesukaan Secara Organoleptik. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Wikipedia. (1996) An Introduction to Industrial Chemistry, 3rd edition, New York:Blackie. http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_hidroksida (diakses tanggal 20 juli 2010) Veronica J.S, dan Yuliana, (2007). www.widyamandala. orang irit, Minyak goreng bekas di Jernihkan, akses 29 Agustus 2010.
29
.
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Perhitungan Rata-rata dan Analisis Kadar Air Sabun Perhitungan rata-rata kadar air sabun Ulangan Perlakuan U1 U2 P1 (NaOH 20%) 1.60 1.54 P2 (NaOH 30%) 1.44 1.33 P3 (NaOH 40%) 1.00 1.11 jumlah 4.04 3.98 Kadar air =
U3 1.64 1.27 1.00 3.91
Jumlah (%) 4.78 4.04 3.11 11.93
Rata-rata (%) 1.59 1.34 1.03 1.32
Berat awal sebelum dioven - Bearat sampel sesudah dioven 100% Berat awal sebelum dioven
1. Kadar air P1U1 =
32.33 - 31.81 100% = 1.60% 32.33
P1 U2 =
32.38 - 31.88 100% = 1.54% 32,38
P 1U 3 =
31.72 - 31.20 100 % = 1.64% 31.72
2. Kadar air P2U1 =
31.89 - 31.43 100% = 1.44% 31,89
P2 U2 =
33.32 - 32.56 100 % = 1.33% 33.32
P 2U 3 =
32.95 - 32.53 100% = 1.27% 32.95
3. Kadar air P3U1 =
55.82 - 55.26 100% = 1.00% 55.82
P3 U2 =
48,47 - 47.93 100% = 1.11% 48,47
P3U3 =
53,68 - 5314 100% = 1.00% 53,68
31
Analisa kadar air sabun 1. FK
Tij 2 r xt
FK
11 .93 2 3 x3
FK
142.3249 9
FK 15 .814 2. JKP
TK 2 t
FK
JKP
(4 .04 2 3.112 3
4.78 2 )
JKP
(16 .3216 9 .6721 22 .8484 ) 15 .814 3
15 .814
JKP 16.2807 15 .814 JKP 0.467 3. JKT T (Yij 2 ) FK JKT (1 .44 2 1.33 2 1 .27 2 1 .00 2 1.112 1 .00 2 1 .60 1 .54 2 1 .64 2 ) 15 .814 JKT (2.0736 1.7689 1 .6129 1 1 .2321 1 2.5600 2 .3716 2.6896) 15 .814 JKT 16.3087 15 .814 JKT 0.495 4. JKG JKT JKP 0 .495 0 .467 0 .028 5. dbperlakuan = r – 1 = 3 – 1 = 2
32
6. dbgalat = r (t-1) = 3 (3-1) = 3 x 2 = 6 7. KTP
JKP 0 .4669 0.2334 dbperlakuan 2
8. KTG
JKG dbgalat
0 .028 0.0046 6
KTP KTG
0 .2334 50 .7391 0 .0046
9. Fhitung =
Tabel Analisis Sidik Ragam ( ANSIRA ) Kadar Air SK
db
JK
KT
Fhitung
Perlakuan Galat Total
2 6 8
0.467 0.028 0.495
0.233 0.005
50.74
**
F tabel 5% 1% 5.41
10.92
a. Jika F hitung > Ftabel 1% maka dinyatakan berbeda sangat nyata (** ) b. Jika F hitung > Ftabel 5% maka dinyatakan berbeda nyata (*) c. Jika F hitung 10. KK
tabel
KTG x 100 % y
5% maka dinyatakan tidak berbeda nyata (tn) 0.0046 0.0678 x100 % x100% 5.13% 1.32 1.32
a. Jika KK besar, minimal 10% pada kondisi homogen dan 20% pada kondisi heterogen. b. Jika KK sedang, antara 5% – 10% pada kondisi homogen dan antara 10% 20% pada kondisi heterogen. c. Jika KK kecil, maksimal 5% pada kondisi homogen dan maksimal 10% pada kondisi heterogen.
33
Lampiran 2. Perhitungan Rata-rata dan Analisa Bilangan Penyabunan. Perhitungan penyabunan. Perlakuan P1 (NaOH 20%) P2 (NaOH 30%) P3 (NaOH 40%) jumlah
U1 119.43 84.15 67.91 271.5
Bilangan Penyabunan =
Ulangan U2 109.96 113.16 71.66 294.8
U3 103.27 83.01 64.42 250.7
Jumlah (%) 332.66 280.32 203.99 816.97
Rata-rata (%) 110.72 93.44 67.99 90.77
(B - S) x N x 56,1 W
Dimana : B = Vol. HCl utk titrasi blanko (ml) S = Vol. HCI utk titrasi contoh (ml). N = Normalitas HCl. 1. bilangan penyabunan P1U1 =
(70 - 52.5) x 0.5 x 56.1 = 119.43 4.11 gram
P1U2 =
(70 - 54) x 0.5 x 56.1 = 109.96 4.10 gram
P1U3 =
(70 - 54.5) x 0.5 x 56.1 = 103.27 4.21 gram
2. bilangan penyabunan P2U1 =
(70 - 58) x 0.5 x 56.1 = 84.15 4.00 gram
P2U2 =
(70 - 53.5) x 0.5 x 56.1 = 113.16 4.09 gram
P2U3 =
(70 - 55.5) x 0.5 x 56.1 = 83.01 4.9 gram
34
3. bilangan penyabunan P3U1 =
(70 - 60) x 0.5 x 56.1 = 67.91 4.13 gram
P3U2 =
(70 - 59.5) x 0.5 x 56.1 = 71.66 4.11 gram
P3U3 =
(70 - 61) x 0.5 x 56.1 = 61.42 4.11 gram
Analisa bilangan penyabunan. Tij 2 1. FK r xt FK
816.97 3x 3
FK
667439 .98 9
FK
74159 .99
TK 2 2. JKP t
FK
JKP
(332.66 2 280 .32 2 3
203.99 2 )
JKP
(110662.67 78579.30 41611 .92 ) 74159 .99 3
JKP
76951.29 74159 .99
74159.99
JKP 2791.3 3. JKT T (Yij 2 ) FK
35
JKT (14263 .52 12091.20 10664 .69 7081 .22 12805.18 6890.66 4611.76 5135.15 4149.93 ) 74159.99
JKT 77693.31 74159.99 JKT 3533.32 4. JKG JKT JKP 3533.32 2791.3 742 .02 5. dbperlakuan = r – 1 = 3 – 1 = 2 6. dbgalat = r (t-1) = 3 (3-1) = 3 x 2 = 6 7. KTP
JKP dbperlakuan
8. KTG
JKG dbgalat
9. Fhitung =
2791 .3 1395.65 2
742 .02 123 .67 6
KTP 1395 .65 11.28 KTG 123 .67
Tabel Analisis Sidik Ragam ( ANSIRA ) Bilangan Penyabunan SK
db
JK
KT
Fhitung
F tabel 5% 1%
Perlakuan Galat Total
2 6. 8
2791.3 742.02 3533.32
1395.65 123.67 -
11.28**
5, 41
10,92
-
Keterangan : a. Jika F hitung > Ftabel 1% maka dinyatakan berbeda sangat nyata (** ) b. Jika F hitung > Ftabel 5% maka dinyatakan berbeda nyata ( *) c. Jika F hitung 10. KK
KTG y
tabel
x100 %
5% maka dinyatakan tidak berbeda nyata (tn) 123 .67 11 .12 x100 % x 100% 90.77 90.77
0.122%
a. Jika KK besar, minimal 10% pada kondisi homogen dan 20% pada kondisi heterogen.
36
b. Jika KK sedang, antara 5% – 10% pada kondisi homogen dan antara 10% 20% pada kondisi heterogen. c. Jika KK kecil, maksimal 5% pada kondisi homogen dan maksimal 10% pada kondisi heterogen.
37
Lampiran 3. Perhitungan Rata-rata dan Analisa uji organoleptik (tekstur). Perhitungan uji organoleptik (tekstur sabun). Ulangan Jumlah Perlakuan U1 U2 U3 (%) 3 2.867 2.867 8.73 P1 (NaOH 20%) 2.067 2 1.867 5.93 P2 (NaOH 30%) 1.2 1.133 1.267 3.60 P3 (NaOH 40%) 6.3 6.0 6.0 18.3 jumlah
Rata-rata (%) 2.91 1.98 1.20 2.03
Tabel uji organoleptik secara acak oleh panelis Kode Sampel
Kode Acak
P1UI P1U2 P1U3 P2U1 P2U1 P2U3 P3U1 P3U2 P3U3
E D A C B F H J K
1 3 3 3 2 2 2 1 1 1
2 3 3 3 2 1 2 1 1 1
3 3 3 3 2 2 2 1 1 1
4 3 2 2 2 2 2 1 2 1
5 3 2 3 2 2 2 1 1 1
6 3 3 3 3 2 2 2 1 2
7 3 3 3 2 2 2 1 1 1
Panelis 8 9 10 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1
11 3 3 3 2 2 2 1 1 1
12 3 3 3 2 2 2 2 1 1
13 3 3 2 2 3 1 1 1 1
14 3 3 3 2 2 2 1 1 3
15 3 3 3 2 2 2 1 1 1
Jumlah
RataRata
45 43 43 31 30 28 18 17 19
3 2.867 2.867 2.067 2 1.867 1.2 1.133 1.267
Ket : P1 (NaOH 20%) P2 (NaOH 30%) P3 (NaOH 40%) Ket :
Keras. ;1 Agak keras :2 Agak empuk : 3 .
empuk. agak cair.
:4 :5
Analisa uji organoleptik (tekstur sabun) 1. FK
Tij 2 r xt
FK
18 .3 3 x3
FK
334 .89 9
38
FK
37 .21
2. JKP
TK 2 t
FK
JKP
(8.73 2 5.93 2 3 .60 2 ) 37.21 3
JKP
(76 .2129 35 .1649 12.96) 37.21 3
JKP
41 .44 37.21
JKP 4.23 3. JKT T (Yij 2 ) FK
JKT (9 8.2196 8.2196 4 .2724 4 3 .4856 1 .44 1 .2836 1 .6052) 37.21 JKT 41 .526 37 .21 JKT 4.316 4. JKG JKT JKP 4.316 4.23 0 .086 5. dbperlakuan = r – 1 = 3 – 1 = 2 6. dbgalat = r (t-1) = 3 (3-1) = 3 x 2 = 6 7. KTP
JKP dbperlakuan
8. KTG
JKG dbgalat
9. Fhitung =
KTP KTG
4.23 2.115 2
0 .086 0.0143 6 2.115 147 .90 0.0143
39
Tabel Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Tekstur Kekerasan Sabun. SK
DB
JK
KT
Fhit
F Tabel 0.05% 0.01% 5.14 10.92
Perlakuan 2 4.023 2.115 147.90** Acak 6 0.086 0.0143 Total 8 4.316 Keterangan : a. Jika F hitung > Ftabel 1% maka dinyatakan berbeda sangat nyata (** ) b. Jika F hitung > Ftabel 5% maka dinyatakan berbeda nyata (*) c. Jika F hitung 10. KK
KTG y
tabel
x 100 %
5% maka dinyatakan tidak berbeda nyata (tn) 0.0143 0 .1195 x100% x 100% 2.03 2 .03
0.058%
a. Jika KK besar, minimal 10% pada kondisi homogen dan 20% pada kondisi heterogen. b. Jika KK sedang, antara 5% – 10% pada kondisi homogen dan antara 10% 20% pada kondisi heterogen. c. Jika KK kecil, maksimal 5% pada kondisi homogen dan maksimal 10% pada kondisi heterogen.
40
Proses penyulingan minyak jelantah untuk mengambil gliserin dengan alat qjildal
proses pemanasan gliserin 75o C
Pencampuran NaOH 7 gram
pencampuran minyak sereh wangi sebagai pewangi sebanyak 0.5 gram
Pembuatan ke dalam cetakan
dikering anginkan selama 2 hari
41
Perlakuan P1 dengan penambahan NaOH 20%
Perlakuan P2 dengan penambahan NaOH 30%
42
Perlakuan P3 dengan penambahan NaOH 40%
Perlakuan NaOH 20%, NaOh 30%, dan NaOH 40%
43