JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA SANTRI KEPERAWATAN Oleh : Evi Ni’matuzzakiyah ABSTRACT Background: Boarding school as a subculture of Indonesian society. It become one of the alternatives to grow in an environment that is conducive Islamic. Boarding school assessed able to answer the various challenges and problems of contemporary education, because education and teaching processes are integrated. This research is to uncover the dynamics of adjustment a student at the school students affected by the achievement motivation and emotional intelligence. Objective: This study aims to determine the effect of achievement motivation and emotional intelligence of the student self-adjustment capability of students. The subjects in this study are students of Nursing at the boarding school of Surya Global Potorono Banguntapan, at 18-20 years old. The number of subjects in this study are 99 students. The design of this study is quantitative by using a scale adjustment, the scale of emotional intelligence and achievement motivation scale as a research instrument. The statistical model used to test the hypothesis is multiple regression analysis. Results: The results show that (1) Emotional intelligence and achievement motivation proved to jointly provide a very significant influence on the adjustment of students. (2) Emotional intelligence is a predictor that has the greatest role in influencing student self-adjustment ability students. (3) Achievement motivation in itself is not capable of affecting the ability of student’s adjustment. Keywords: adjustment, achievement motivation, emotional intelligence, nursing student.
STKes Surya Global Yogyakarta
51
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 9. No. 1 Januari 2013
PENDAHULUAN Perkembangan yang cepat pada abad ini menuntut mahasiswa untuk mampu menghadapi arus globalisasi dengan berbagai tantangan yang ada, sehingga kemampuan mengontrol emosi diri menjadi bagian yang sangat penting membentengi diri mereka supaya tidak terbawa aliran dan elemen negatif (Yahaya, Boon, Hashim, & Lee, 2012). Sehingga kecerdasan emosi yang tinggi akan membantu menjaga harmonisasi dan ketenangan mereka (Yahaya et.al, 2012). Mahasiswa santri adalah satu gagasan yang sampai saat ini telah diaplikasikan oleh Sekolah Tinggi Kesehatan Surya Global untuk mewujudkan alumni yang tidak hanya menguasai ilmu kesehatan umum, tetapi juga menguasai ilmu agama Islam yang luas. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan jaringan yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. Pesantren sebagai salah satu sub sistem Pendidikan Nasional yang mencerminkan indigenous Indonesia, mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan (Syukri, 2010). Westhuizen, Philip C., Izak Oosthuizen, dan C. C. Wolhuter (2008) mengemukakan bahwa dalam pesantren atau asrama (boarding house) terjalin hidup bersama, adanya hubungan timbal balik, tersusunnya manajemen partisipatif yang menjadi instrumen dalam menciptakan suatu kultur organisatoris yang efektif untuk mendukung kedisiplinan mahasiswa. Bagaimanapun, aspek-aspek dari dimensi terukur dan tidak terukur yang mencerminkan kultur organisatoris
SURYA MEDIKA memainkan peran penting dalam menegakkan kedisiplinan yang efektif bagi mahasiswa dan organisasi secara umum. Pada kenyataannya, dalam dunia pesantren, tiap-tiap individu dituntut untuk mandiri, disiplin dan dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan barunya (Ni’matuzzakiyah, 2012) Penyesuaian diri yang dimaksud di sini adalah kemampuan individu untuk memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan sehingga anak dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya, sehingga diperlukan kondisi tertentu untuk mencapai penyesuaian diri yang baik yaitu dengan bimbingan, bimbingan di sini dimaksudkan untuk membantu anak belajar menjadi realistis tentang diri dan kemampuannya serta bimbingan untuk belajar bersikap bagaimana cara yang akan membantu penerimaan sosial dan kasih sayang orang lain (Santrock, 2007) TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi berprestasi dan kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa santri Keperawatan, LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 3 Desember 2012 di pesantren mahasiswa Surya Global Amanah Yogyakarta. METODE PENGUMPULAN DATA Rancangan penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan skala penyesuaian diri, skala kecerdasan emosi dan skala motivasi berprestasi sebagai instrumen penelitian.Karena keterbatasan jumlah subjek yang sesuai dengan karakteristik yang telah 52
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
ditetapkan dalam penelitian ini yaitu mahasiswa yang menetap di pesantren, mereka yang sedang menempuh semester 1, berusia antara 18 sampai dengan 20 tahun, maka metode pengumpulan data menggunakan tryout terpakai. METODE ANALISIS DATA Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistika, yaitu analisis data dengan menggunakan beberapa teknik analisis,
diantaranya analisis regresi sederhana dan regresi berganda. Pertimbangan menggunakan teknik analisis regresi ganda karena penelitian ini mengungkap dua prediktor dan satu kriterium, sedangkan proses analisisnya menggunakan program SPSS 16.0 for Windows. HASIL PENELITIAN Pada tabel 1 di bawah ini diuraikan deskripsi data secara lengkap.
Tabel 1. Deskripsi Statistik Penyesuaian Diri, Motivasi Berprestasi, dan Kecerdasan Emosi Variabel Data Empirik Data Hipotetik Min Max Mean SD Min Max Mean SD Penyesuaian Diri 89 188 129,21 17,708 0 196 98 32,67 Kecerdasan Emosi 111 244 171,88 23,335 0 248 124 41,33 Motivasi Berprestasi 65 140 101,26 13,133 0 140 70 23,33 Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat Skor minimal pada data empirik dilihat bahwa untuk skor minimal data untuk variabel kelekatan adalah 65 dan empirik pada variabel penyesuaian diri skor tertingginya 140 dengan rata-rata 89 dan skor tertingginya 188 dengan 101,26 dan SD sebesar 13,133, rata-rata 129,21 dan SD sebesar 17,708. sedangkan pada data hipotetik untuk Pada data hipotetik untuk skor minimal skor minimal sebesar 0, skor tertinggi pada variabel penyesuaian diri sebesar 0 sebesar 140 dengan rata-rata 70 dan SD dan skor tertinggi sebesar 196 dengan sebesar 23,33. 1. Kategorisasi Penyesuaian Diri rata-rata 98, dan SD sebesar 32,67. Subjek Penelitian Skor minimal pada data empirik untuk variabel kecerdasan emosi adalah Skala penyesuaian diri memiliki 49 111 dan skor tertingginya 244 dengan aitem dengan rentang poin atau nilai rata-rata 171,88 dan SD sebesar 23,335. yang didapatkan bergerak dari 0 – 4, Adapun pada data hipotetik untuk skor untuk kategorisasi nilai penyesuaian diri minimal pada variabel kecerdasan emosi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel sebesar 0, adapun skor tertinggi sebesar 2 di bawah ini. 248, dengan rata-rata 124, dan SD sebesar 41,33. Tabel 2. Kategorisasi Penyesuaian Diri Subjek Penelitian Skor Interval Klasifikasi N Prosentase X >114,335 114,335 < X < 81,665 X < 81,665 Jumlah
Tinggi Sedang Rendah
72 27 0 99
72,7 27,3 0 100
53
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
Skor interval untuk klasifikasi nilai tinggi adalah lebih dari angka 144,665 sebanyak 71 subjek memiliki kecerdasan 2.
emosi yang tinggi, 28 subjek lainnya memiliki kecerdasan emosi sedang.
Kategorisasi Motivasi Berprestasi Subjek Penelitian Tabel 4 Kategorisasi Motivasi Berprestasi Subjek Penelitian Skor Interval Klasifikasi N Prosentase X > 81,665 81,665 < X < 58,335 X < 58,335 Jumlah
Tinggi Sedang Rendah
Skor interval untuk klasifikasi nilai tinggi adalah lebih dari angka 81,665 sebanyak 55 subjek memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, 44 subjek memiliki motivasi berprestasi yang sedang. Hasil Uji Asumsi Uji asumsi atau uji prasyarat bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh mmenuhi syarat untuk dianalisis guna menguji hipotesis penelitian. Uji asumsi yang dilakukan meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas, uji linearitas, dan uji autokorelasi. a. Uji Normalitas Hasil uji normalitas sebaran dilakukan pada masingmasing variabel dengan hasil sebagai berikut: Hasil uji normalitas sebaran pada variabel penyesuaian diri menunjukkan nilai koefisien KS-Z = 0,731 dan p = 0,659, di mana p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pada variabel penyesuaian diri adalah normal. Hasil uji normalitas sebaran pada variabel motivasi berprestasi menunjukkan nilai koefisien KS-Z = 0,632 dan p = 0,819, di mana p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pada variabel kelekatan adalah normal.
55 44 0 99
55,6 44,4 0 100
Hasil uji normalitas sebaran pada variabel kecerdasan emosi menunjukkan nilai koefisien KS-Z = 0,505 dan p = 0,961, di mana p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data pada variabel penyesuaian diri adalah normal. Hasil uji normalitas pada variabel penyesuaian diri sebagai variabel tergantung telah memenuhi persyaratan dengan adanya sebaran data normal, sehingga perhitungan analisis data dalam penelitian ini dapat dilanjutkan. b. Uji Multikolonieritas Hasil analisis menunjukkan nilai tolerance untuk variabel motivasi berprestasi dan kecerdasan emosi sebesar 0,425 lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF (Variance Inflation Factor) sebesar 2,354 kurang dari 10. Sehingga dikatakan data yang ada pada kedua variabel bebas tersebut tidak terjadi multikolinear. Hasil korelasi koefisien dari kedua variabel yaitu motivasi berprestasi dan kecerdasan emosi menunjukkan nilai korelasi antar variabel bebas sebesar -0,758 < 0,5. Sehingga model korelasi koefisien dikatakan tidak terjadi 54
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
multikolinear, karena nilai korelasi antarvariabel bebasnya lebih kecil dari 0,5 (Suliyanto, 2005). c. Uji Heteroskedastisitas Hasil koefisien menujukkan nilai t dari variabel motivasi berprestasi sebesar 1,803 ; p > 0,05, maka dapat dipastikan bahwa model tersebut tidak mengandung unsur heteroskedastisitas dan nilai t dari variabel kecerdasan emosi sebesar -1,231 ; p > 0,05, maka variabel kecerdasan emosi juga tidak mengandung unsur heteroskedastisitas (Suliyanto, 2005). d. Uji Autokorelasi Hasildari model summary menunjukkan nilai DW (DurbinWatson) sebesar 1,771 lebih besar dari batas atas nilai dU sebesar 1,393 (berdasarkan
Variabel Bebas
Tabel Durbin Watson d Statistic: Significance Points For dL and dU At 0,01 Level of Significance dalam Ghozali, 2009), dan kurang dari 4 – 1,393 (4 – dU) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada kedua variabel bebas. Pada Tabel Durbin Watson dengan jumlah subjek (n=99), variabel bebas (K=2), maka akan diperoleh nilai dL=1,623 dan dU=1,709, sehingga nilai 4 – dU (4 – 1, 709 = 2,291), sedangkan nilai 4 – dL (4 – 1,623 = 2,377). Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan hasil analisis data dengan teknik Analisis Regresi ganda dan menggunakan metode enter, menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Regresi Koefisisen Beta Regresi 25,152 0,512 0,675
Konstanta Kecerdasan Emosi Motivasi 0,158 Berprestasi Variabel terikat: Penyesuaian Diri R = 0,768 R2 = 0,590 R2adj = 0,581 F = 68,946 Sig.t = 0,000* *< 0,001 Perhitungan hasil analisis regresi diperoleh nilai Freg = 68,946 dan p = 0.000 (p < 0,001), berarti sangat signifikan. Artinya, ada pengaruh yang sangat signifikan antara kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap penyesuaian diri mahasiswa santri. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi secara
0,117
F
Sig. t
2,677 6,729
0,009 0,000*
1,168
0,246
bersama-sama mampu menjadi prediktor kemampuan penyesuaian diri mahasiswa santri. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi mampu memprediksi kemampuan penyesuaian diri mahasiswa santri dinyatakan diterima.
55
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 9. No. 1 Januari 2013 Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,590, menunjukkan bahwa kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi secara bersama-sama memberikan sumbangan (daya prediksi) terhadap penyesuaian diri sebesar 59%, sedangkan sisanya sebesar 41% dipengaruhi oleh variabel lain dan kesalahan-kesalahan lain (error sampling dan non sampling). Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi dua prediktor melalui metode stepwise untuk melihat prediktor mana yang mampu memberikan sumbangan atau daya prediksi yang lebih besar terhadap penyesuaian diri mahasiswa santri. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan emosi merupakan prediktor yang memiliki peran paling besar terhadap penyesuaian diri (R2 = 0,584 atau sebesar 58,4%), sedangkan variabel motivasi berprestasi sendiri tidak mampu memprediksi kemampuan penyesuaian diri mahasiswa santri. Berdasarkan hasil pehitungan tersebut, membuktikan bahwa hipotesis kedua yang berbunyi ada pengaruh motivasi berprestasi terhadap penyesuaian diri mahasiswa santri ditolak, karena terbukti secara sendiri variabel motivasi berprestasi tidak mampu memprediksi kemampuan penyesuaian diri anak. Hipotesis ketiga yang berbunyi ada pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri anak dapat diterima, dengan nilai sumbangan efektifnya sebesar 58,4%. Adapun persamaan regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan analisis regresi adalah sebagai berikut: Y = 25,152 + (0,512)X1 + (0,158)X2 Keterangan: Y : Penyesuaian Diri a : Konstanta X1 : Kecerdasan Emosi X2 : Motivasi Berprestasi
SURYA MEDIKA
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil kategorisasi penyesuaian diri subjek, ada 72 mahasiswa santri atau 72,7% termasuk klasifikasi tinggi, dan 27 mahasiswa santri atau 27,3% termasuk dalam klasifikasi sedang, hal tersebut lebih disebabkan pengaruh dari perubahan sosial pada fase remaja yang berfokus pada kemandirian dan identitas (Santrock, 2007). Adanya kemandirian yang menjadikan remaja cenderung lebih survive dalam menjalani rutinitas dan aktivitas baru dalam kehidupannya, termasuk juga keputusan untuk menetap di pesantren. Menurut Beth-Marom dalam Santrock, 2007) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah masa di mana pengambilan keputusan meningkat, keputusan itu meliputi keputusan tentang masa depan, temanteman yang dipilih. Pada fase ini juga remaja juga mulai menunjukkan otonomi dan tanggungjawab akan keberlangsungan kehidupannya (Santrock, 2007) Kategorisasi kecerdasan emosi subjek penelitian juga termasuk dalam klasifikasi tinggi sebanyak 71 mahasiswa santri atau 71,7%, sedangkan untuk klasifikasi sedang sebanyak 28 mahasiswa santri atau 28,3%. Bagaimanapun kecerdasan emosi sebagaimana dikemukakan oleh Gardner (Higgs & McGuire, 2001; Holt & Jones, 2005) diperlukan untuk dapat memahami orang lain terhadap apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka dapat bekerjasama dengan sesamanya, dan mampu membedakan serta menanggapi suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain secara tepat dan di antara ciri-ciri mereka yang memiliki kecerdasan emosi tinggi adalah mereka yang mampu mengidentifikasi 56
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 9. No. 1 Januari 2013
perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, dengan menggunakan pemikiran emosional sebagai fasilitas berpikir untuk memahami emosi dan mencapai keselarasan dalam mengungkapkan emosi yang ada dalam diri individu secara tepat. Hasil kategorisasi motivasi berprestasi tinggi ada 55 subjek atau 55,6%, sedangkan untuk klasifikasi sedang sebanyak 44 subjek dengan prosentase 44,4% hal ini senada dengan hasil penelitian dari Moore, Grabsch, dan Rotter (2010) bahwa kebutuhan berprestasi dan kebutuhan berafiliasi menjadi motivasi umum mahasiswa untuk mengikuti komunitas pembelajaran kepemimpinan. Hasil analisis data penelitian secara keseluruhan membuktikan bahwa kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi secara bersama-sama mampu menjadi prediktor kemampuan penyesuaian diri mahasiswa santri. Pesantren dengan sistem asrama, memungkinkan teman sebaya berperan penting, sebagaimana diketahui, suasana tolong-menolong dan rasa persaudaraan sangat menonjol di pondok pesantren, karena santri pada umumnya mengharapkan bantuan dan pertolongan dari sesama santri apabila mereka berada dalam kesulitan dan kesusahan. Anak-anak yang tidak mngalami masalah penyesuaian diri dengan sebaya menghasilkan lebih banyak solusi akternatif bagi masalah yang dihadapi, mampu menunjukkan perencanaan yang lebih adaptif, dan memiliki respon fisik agresif yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki masalah dalam penyesuaian diri dengan sebaya (Santrock, 2007). Teman sebaya menjadi tumpuan harapan di pesantren, karena santri terpisah dari orangtua (Khoiruddin,
SURYA MEDIKA 2001), dan menurut Hartup (Santrock, 2007) menyimpulkan dari penelitiannya selama empat dekade dalam hal hubungan sebaya, mengemukakan bahwa anak-anak sering menggunakan teman sebagai sumber daya sosial dan kognitif, tetapi yang justru menjadi kendala di pesantren adalah ketika terjadi konflik dengan teman, karena memasuki usia sekolah dasar, sifat timbal balik menjadi sangat penting dalam hubungan dengan teman sebaya, hingga kira-kira usia 12 tahun, preferensi mereka akan kelompok berjenis kelamin sama meningkat (Santrock, 2007), bahkan menurut Rubin, Bukowski & Parker (Santrock, 2007) jumlah waktu yang dihabiskan anak-anak dalam interaksi sebaya meningkat dari kira-kira 10 persen pada usia 2 tahun menjadi lebih dari 30 persen pada pertengahan atau akhir masa kanak-kanak. Budaya merupakan mediator yang dapat mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri anak dalam aspek kehidupan. Budaya juga telah terbukti mempengaruhi model koping dari selfesteem anak, juga dapat memunculkan kecemasan bagi anak bahkan mampu melahirkan sikap perlawanan, bahkan budaya berpengaruh pula pada berbagai macam orientasi belajar anak di sekolah. Persamaan regresi dari penelitian ini membuktikan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh langsung terhadap kemampuan penyesuaian diri, dengan nilai R2 0,590 atau 59%. Hasil ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Animasahun (2010) yang menemukan bahwa kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan intelektual menjadi prediktor yang kuat terhadap penyesuaian diri di penjara Nigeria. Dan hasil penelitian dari Jimoh (Animasahun, 2010) menyatakan bahwa ketiga variabel tersebut mampu 57
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
memprediksi penyesuaian diri pada profesi guru. Remaja yang mengalami kesulitan dalam hal pengaturan reaksi emosi atau bagi mereka yang memiliki perilaku impulsif, sebenarnya secara temperamen mereka mengalami reaktif yang cukup tinggi, atau bisa jadi mereka tidak memiliki ketrampilan emosi yang baik, sehingga seringkali mereka merasakan pengalaman yang menyulitkan dalam hal adaptasi di sekolah, pekerjaan, dan lingkungan sosial (Caspi, 2000; Einsenberg et.al, 2000; Mestre et.al, 2006). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:(1) Kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terbukti secara bersamasama memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap penyesuaian diri mahasiswa santri. (2) Kecerdasan emosi merupakan prediktor yang memiliki peran paling besar dalam mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri mahasiswa santri. (3) Motivasi berprestasi secara sendiri tidak mampu mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri mahasiswa santri. DAFTAR PUSTAKA Animasahun, A. R. (2010). Intelligent quotient, emotional intelligence and spiritual intelligence as correlates of prison adjustment among inmates in Nigeria prisons. Journal of Social Science, 22, 121-128. Caspi, A. (2000). The child is father of the man: Personality continuities from childhood to adulthood. Journal of Personality and Social Psychology, 78, 158-172. doi: 10.10371100223514.78A~158.
Eisenberg, N., Fabes, R. A., Guthrie, I. K., & Reiser, M. (2000). Dispositional emotionality and regulation: Their role in predicting quality of social functioning. Journal of Personality and Social Psychology, 78, 136–157. Ghozali, I. (2009). Aplikasi analisis multivariate dengan program spss. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Higgs,
M. & McGuire, M. (2001). Emotional intelligence and culture: An exploration into the relationship between individual emotional intelligence and organisational culture. Working paper Series, Hanley Management College Greenlands.
Holt, S. & Jones, S. (2005). Emotional intelligence and organizational performance: Implications for performance consultant and educators. Performance Improvement,44, 15. Khoiruddin. (2001). Kualitas kelekatan santri anak-anak. Disertasi Psikologi. Universitas Gadjah Mada. Mestre, J. M., Guil, R., Lopes, P. N., Salovey, P., & Olarte, P. G. (2006). Emotional intelligence and social an academic adaptation to school. Psicothema, 18, 112-117. Moore, L.L., Grabsch, Dustin K., Rotter, Craig. (2010). Using achievement motivation theory to explain student participation in a residential leadership learning 58
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 9. No. 1 Januari 2013
community. Journal of Leadership Education 9, 22-34. Ni’matuzzakiyah, E. (2012). Kelekatan, kecerdasan emosional dan penyesuaian diri anak santri Jawa. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Santrock, John W.(2007). development. Dallas: McGraw-Hill Companies. Syukri.
Child The
(2010). Pesantren. http://Iprafuns.Blogspot.Com. Diakses pada 1 November 2012.
Suliyanto. (2005). Analisis data dalam aplikasi pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Westhuizen, V. Der., C. Philip., Oosthuizen, I., Wolhuter, C. C. (2008) The relationship betweenan effective organizational culture and studentdiscipline in a boarding school. Education & Urban Society Volume 40 Number 2, January, 205-225. Yahaya, A., Noordin Yahaya, Shahrin Hashim, Goh Mo Lee. (2012). The impact of emotional intelligence element on academic achievement. Archives Des Sciences. Vol. 65, no.4.
59
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 9. No. 1 Januari 2013
SURYA MEDIKA
60