e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL REACT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP FISIKA DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII SMP K. Selamet1, I. W. Sadia2, K. Suma3 123
Program Studi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis perbedaan pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT (MPKREACT) dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (MPK). (2) Menganalisis perbedaan pemahaman konsep fisika antara kelompok siswa yang belajar dengan MPKREACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan MPK. (3) Menganalisis perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan MPKREACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan MPK. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan rancangan pretest and posttest control group design. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP PGRI 9 Denpasar tahun pelajaran 2012/2013. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik simple random sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik deskriptif dan MANOVA satu jalur. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan MPKREACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan MPK (F=25,715; p<0,05). (2) Terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika antara kelompok siswa yang belajar dengan MPKREACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan MPK (F=47,844; p<0,05). (3) Terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan MPKREACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan MPK (F=8,795; p<0,05). Kata kunci: Pembelajaran kontekstual REACT, pemahaman konsep fisika, keterampilan proses sains Abstract This study aims to (1) analyze the differences in understanding of physics concepts and science process skills among groups of students who study with contextual teaching and learning REACT model (MPKREACT) with a group of students who studied with conventional learning models (MPK). (2) Analyze the differences in understanding of physics concepts among groups of students who study with MPKREACT with a group of students who studied with MPK. (3) Analyze the differences in science process skills among groups of students who study with MPKREACT with a group of students who studied with MPK. The subjects were eighth grade students of SMP PGRI 9 Denpasar academic year 2012/2013. Sampling of the research was conducted by simple random sampling technique. Data were analyzed with descriptive statistics and MANOVA one lane. Based on the results of this study concluded that (1) there are differences in understanding of physics concepts and science process skills among the group of students who studied with MPKREACT with a group of students who studied with MPK (F=25,715; p<0,05). (2) There are differences in understanding of physics concepts among the group of students who studied with MPKREACT with a group of students who studied with MPK (F=47,844; p<0,05). (3) There are differences in science process skills among the group of students who studied with MPKREACT with a group of students who studied with MPK (F=8,795; p<0,05). Keywords: Contextual teaching and learning REACT, understanding of physics concept, science process skills
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), melalui peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan yaitu melalui penyempurnaan kurikulum dari tahun ke tahun yang kini telah menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Salah satu kelebihan dari kurikulum ini adalah memberi kesempatan pada setiap guru di sekolah untuk kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki sekolah tempat guru yang bersangkutan mengajar. Kurikulum tingkat satuan pendidikan saat ini memiliki lima kelompok mata pelajaran. Salah satunya yaitu mata pelajaran fisika yang termasuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Fisika merupakan salah satu bidang ilmu yang penting bagi peserta didik dan dipelajari mulai dari jenjang SD, SMP hingga SMA. Siswa mempelajari fisika dalam rangka mengembangkan keterampilan memecahkan permasalahan yang terkait dengan fenomena alam dalam kehidupan bermasyarakat (BSNP, 2007). Pembelajaran fisika tidak hanya sebatas pada mempelajari fakta-fakta dan teori. Pembelajaran fisika juga memerlukan kegiatan penyelidikan untuk menemukan fakta-fakta baru, baik melalui observasi maupun eksperimen, sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah (BSNP, 2007). Untuk mencapai tujuan pendidikan fisika seperti dalam KTSP, pemerintah telah menerapkan standar pendidikan, tiga diantaranya yaitu standar isi, standar proses dan standar penilaian pendidikan. Idealnya pendidikan fisika dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah diterapkan pemerintah sehingga tujuan pendidikan fisika dapat dicapai secara optimal. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran fisika di Indonesia masih rendah. Fakta ini dibuktikan pada hasil penelitian oleh IEA (International Association for the Evaluation
of Educational Achievement) dalam event TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) yang diselenggarakan pada tahun 2007 dan 2011. Hasil penelitian TIMSS 2007 menunjukkan dua hal yaitu sebagai berikut. Pertama untuk bidang sains, Indonesia menempati peringkat ke35 dari total 48 negara. Kedua pada bidang fisika, Indonesia hanya mencapai skor 432 lebih rendah daripada skor rata-rata (500). Hasil penelitian TIMSS 2011 juga menunjukkan dua hal yaitu sebagai berikut. Pertama dalam bidang sains peringkat Indonesia menurun ke peringkat 36 dari total 42 negara. Kedua, pada bidang fisika, Indonesia hanya mampu mencapai skor 397 lebih rendah dari skor rata-rata (513). Gambaran umum dari TIMSS 2007 dengan TIMSS 2011 menunjukkan Indonesia mengalami penurunan dalam bidang ilmu sains. Berdasarkan jumlah skor yang dicapai baik pada TIMSS 2007 maupun TIMSS 2011, Indonesia mendapat predikat low science benchmark. Predikat tersebut menyatakan bahwa siswa Indonesia hanya mampu mengenal sebagian fakta-fakta dasar dari ilmu sains khususnya dalam mata pelajaran fisika (Gonzales et al., 2009). Penelitian yang memperkuat hasil penelitian TIMSS 2007 juga dilakukan oleh Efendi (2010). Dalam penelitian tersebut terdapat data-data yang menunjukkan pencapaian kemampuan siswa meliputi kemampuan knowing, applying, dan reasoning dalam menguasai materi fisika. Efendi (2010) menyatakan bahwa rata rata aspek knowing sebesar 40,37 lebih besar daripada aspek kognitif applying (36,96) dan reasoning (33,01). Hal ini menunjukkan rata-rata kemampuan siswa Indonesia dalam sains khususnya fisika hanya cenderung pada aspek knowing atau hanya sebatas memberikan sebuah pengetahuanpengetahuan baik itu fakta, informasi, alat maupun prosedur fisika. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru saat ini. Proses pembelajaran selama ini masih terkesan hanya berpusat pada guru (teacher oriented) yang menganggap
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu utama dan serba tahu (Sari & Nasikh, 2009). Metode ceramah yang sering diterapkan menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya proses pembelajaran. Mengingat dalam situasi apapun metode ini lebih cepat dan lebih mudah dalam memberikan informasi suatu pelajaran kepada peserta didik. Siswa hanya memperoleh pengetahuan secara teoritis dan pasif, sementara hanya guru yang bertindak aktif untuk memberikan informasi. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian Efendi (2010) yang menyimpulkan bahwa (1) pembelajaran saat ini belum memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengetahuan tentang alat, metode dan prosedur, (2) pembelajaran saat ini belum melatih kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, (3) pembelajaran saat ini belum memberikan kesempatan pada siswa untuk menggunakan pengertian ilmiah sehingga siswa belum terampil memberikan penjelasan berdasarkan bukti. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya oleh Sadia (1997) yang menemukan bahwa di seluruh sekolah di kota Singaraja, pembelajaran sains di sekolah cenderung diarahkan untuk penguasaan produk sains sebanyak 95% dan hanya 5% pembelajaran mengarah pada keterampilan proses sains. Berbagai metode yang digunakan oleh para guru sains yaitu metode ceramah sebanyak 70%, diskusi sebanyak 10%, demonstrasi sebanyak 10% dan eksperimen sebanyak 10%. Diperkuat oleh penelitian Suastra (2006) yang menunjukkan bahwa penilaian yang digunakan untuk menilai hasil belajar siswa 100% hanya mengukur aspek kognitif yaitu dengan menggunakan kuis, ulangan akhir pokok bahasan, ulangan umum dan tugas rumah tanpa menilai unjuk kerja siswa. Sebagai pemecahan atas permasalahan di atas, sebuah solusi yang dapat diterapkan yaitu dengan memperbaiki proses pembelajaran. Ada pun salah satu model pembelajaran yang dapat diajukan yaitu model pembelajaran kontekstual
REACT. Model pembelajaran ini bernaung di bawah paham pembelajaran konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran pebelajar dan model pembelajaran ini menekankan kebermaknaan belajar. Trianto (2007) menyatakan bahwa pembelajaran konstekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang benar-benar bersifat kontekstual akan terjadi apabila siswa (peserta didik) mampu memproses informasi baru atau pengetahuan yang sedemikian rupa sesuai dengan acuan pikiran siswa (memori, pengalaman, dan respon) (Texas Collaborative for Teaching Excelence, 2007). Selain itu belajar dalam pembelajaran kontekstual cenderung mencari makna, mencari hubungan yang masuk akal, serta mencari kebergunaan antara konsep materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan dunia nyata. Model pembelajaran kontekstual REACT memiliki lima komponen belajar yang penting meliputi (1) relating atau belajar dalam konteks mengaitkan, (2) experiencing atau belajar dalam konteks mengalami, (3) applying atau belajar dalam konteks menerapkan, (4) cooperating atau belajar dalam konteks kerja sama, dan (5) transferring atau belajar dalam konteks alih pengetahuan (Texas Collaborative for Teaching Excelence, 2007). Model pembelajaran ini dipandang memiliki efektivitas yang besar dalam mengembangkan pemahaman konsep siswa dan melalui model pembelajaran ini siswa juga berkesempatan untuk mengembangkan dan melatih keterampilan proses sains secara optimal. Terkait dengan permasalahan yang telah dibahas dan solusi yang diajukan tentang keunggulan model pembelajaran, maka sebuah penelitian eksperimen dilakukan untuk memperoleh jawaban atas tiga permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut. Adapun tiga permasalahan yang
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) dikaji yaitu (1) apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional? (2) Apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional? (3) Apakah terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional? METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen dengan pertimbangan bahwa tidak semua variabel dapat dikontrol secara ketat. Desain penelitian yang digunakan yaitu pretest-posttest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP PGRI 9 Denpasar tahun pelajaran 2012/2013. Seluruh siswa kelas VIII terdistribusi ke dalam empat kelas dengan kemampuan akademik merata. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling sehingga diperoleh sampel kelas VIII4 dengan jumlah siswa 47 orang sebagai kelompok kontrol dan kelas VIII3 dengan jumlah siswa 47 orang sebagai kelompok eksperimen. Variabel terikat dalam penelitian ini terdiri dari pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains. Variabel bebas terdiri dari model pembelajaran kontekstual REACT (MPKREACT) untuk kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional (MPK) untuk kelompok kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains diukur dengan menggunakan tes pemahaman konsep fisika dan tes keterampilan proses sains dan lembar observasi. Tes pemahaman konsep fisika mengukur beberapa aspek kemampuan meliputi interpreting, explaining, classifying, exemplifying, inferring, summarizing dan
comparing. Tes pemahaman konsep fisika berbentuk pilihan ganda diperluas terdiri dari 20 butir soal, masing-masing butir soal memiliki rentang skor 0-3. Tes keterampilan proses sains mengukur beberapa aspek yaitu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, memilih alat dan bahan, menyusun prosedur percobaan, menggunakan alat dan bahan, mengumpulkan data, memprediksi, menginterpretasi, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Tes keterampilan proses sains berbentuk esai terdiri dari tujuh butir soal, untuk mengukur tujuh indikator dan tiga indikator keterampilan proses sains diukur dengan lembar observasi. Semua pengukuran memiliki rentang skor 0-3. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan MANOVA satu jalur. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan nilai rata-rata dan skor gain rata-rata serta nilai simpangan baku pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains yang dicapai oleh siswa. Skor gain yaitu selisih antara skor posttest dengan skor pretest yang kemudian dinormalisasikan. Selanjutnya MANOVA digunakan untuk menganalisis pengaruh utama variabel bebas (model pembelajaran) terhadap variabel terikat (pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains). Selanjutnya dilakukan uji komparasi signifikansi menggunakan Least Significant Difference (Montgomery, 1996). Sebelum pengujian hipotesis, dilakukan uji prasyarat meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji homogenitas matrik varian dan uji kolinieritas. Uji normalitas menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov dan ShapiroWilk, uji homogenitas varian antar kelompok menggunakan Levene’s Test of Equality of Error Variance, uji homogenitas matrik varian menggunakan uji Box’s M, dan uji kolinieritas variabel terikat menggunakan uji korelasi dengan menggunakan persamaan product moment. Taraf signifikansi 5% digunakan untuk semua pengujian hipotesis.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Secara umum hasil penelitian yang dideskripsikan pada bagian ini yaitu nilai pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains yang telah
dicapai siswa antar kelompok setelah mengikuti model pembelajaran kontekstual REACT (pada kelompok eksperimen) dan model pembelajaran konvensional (pada kelompok kontrol). Hasil penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi nilai pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains Statistik Mean Median Modus Jangkauan Nilai maksimum Nilai minimum Standar deviasi Varians
Pemahaman Konsep Fisika MPKREACT MPK 60,9 50,9 63,3 50,0 65 50,0 43,3 53,3 80,0 83,3 36,7 30,0 9,3 9,7 85,7 93,9
Berdasarkan Tabel 1, dapat dideskripsikan dua hal yaitu sebagai berikut. Pertama, pemahaman konsep fisika siswa pada kelompok eksperimen yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT (MPKREACT) memiliki nilai rata-rata sebesar 60,9 dan tergolong cukup. Pada kelompok kontrol yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (MPK) nilai rata-rata pemahaman konsep fisika siswa lebih rendah yaitu hanya 50,9 dan tergolong kurang. Melihat standar deviasi antar kedua kelompok adalah hampir sama di mana data nilai pemahaman konsep fisika pada kelompok kontrol sedikit lebih menyebar (standar deviasi = 9,7) dibandingkan kelompok eksperimen (standar deviasi = 9,3). Kedua, keterampilan proses sains siswa pada kelompok eksperimen yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT memiliki nilai rata-rata 77,8 tergolong baik. Pada kelompok kontrol
Keterampilan Proses Sains MPKREACT MPK 77,8 68,5 80,0 70,0 80,0 70,0 40,0 40,0 96,7 90,0 56,7 50,0 9,7 8,7 93,9 75,3
yang belajar dengan model pembelajaran konvensional, nilai rata-rata keterampilan proses sains lebih rendah yaitu hanya 68,5 tergolong cukup. Meninjau pada standar deviasi, data nilai keterampilan proses sains siswa pada kelompok eksperimen cenderung lebih menyebar (standar deviasi = 9,7) dibandingkan kelas kontrol (standar deviasi = 8,7). Secara deskriptif dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen lebih unggul dibandingkan pada kelompok kontrol. Meninjau pada hasil tes yang diberikan pada kedua kelompok siswa setelah mengikuti pembelajaran, diperoleh gambaran data pemahaman konsep dan data keterampilan proses sains berupa nilai rata-rata per indikator yang diukur. Untuk nilai rata-rata per indikator pemahaman konsep fisika disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata per indikator pemahaman konsep fisika No 1 2 3
Indikator pemahaman konsep Interpreting Explaining Classifying
MPKREACT 53,7 61,9 83,3
Nilai rata-rata Kualifikasi MPK Kurang 44,0 Cukup 52,0 Baik 74,1
Kualifikasi Kurang Kurang Baik
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) No 4 5 6 7
Indikator pemahaman konsep Inferring Summarizing Exemplifying Comparing
MPKREACT 68,1 55,7 48,7 75,2
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen (MPKREACT) nilai rata-rata tertinggi siswa sebesar 83,3 dengan kualifikasi baik yaitu pada classifying atau kemampuan mengklasifikasi. Nilai rata-rata terendah sebesar 48,7 dengan kualifikasi kurang yaitu pada exemplifying atau kemampuan memberi contoh. Interpreting atau menginterpretasi pada siswa juga tergolong rendah kedua setelah exemplifying (nilai rata-rata 53,7 kualifikasi kurang). Untuk kelompok kontrol (MPK) nilai rata-rata tertinggi siswa sebesar 74,1 dengan kualifikasi baik juga terdapat pada classifying atau kemampuan mengklasifikasi. Nilai rata-rata terendah sebesar 41,5 dengan kualifikasi kurang yaitu pada summarizing atau kemampuan merangkum. Masih ada beberapa indikator
Nilai rata-rata Kualifikasi MPK Cukup 64,9 Cukup 41,5 Kurang 43,7 Baik 52,8
Kualifikasi Cukup Kurang Kurang Kurang
pemahaman konsep yang tergolong kurang selain summarizing yaitu pada interpreting (menginterpretasi), explaining (menjelaskan) dan exemplifying (memberi contoh). Secara umum meskipun pemahaman konsep fisika pada kelompok eksperimen (MPKREACT) lebih unggul dibandingkan kelompok kontrol (MPK), namun pada kelompok eksperimen masih ditemukan kelemahan yaitu belum maksimalnya pemahaman konsep terutama pada indikator exemplifying dan interpreting. Sedangkan pada kelompok kontrol, indikator yang masih belum maksimal yaitu pada interpreting, explaining, summarizing, exemplifying dan comparing. Selanjutnya nilai rata-rata per indikator keterampilan proses sains disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata per indikator keterampilan proses sains No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Indikator keterampilan proses sains Merumuskan masalah Merumuskan hipotesis Memilih alat dan bahan Menyusun prosedur percobaan Menggunakan alat bahan Mengumpulkan data Memprediksi Menginterpretasi Menyimpulkan Mengkomunikasikan
MPKREACT 74,5 90,8 75,9 67,4 71,6 78,0 90,1 73,8 75,9 80,1
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen (MPKREACT) nilai rata-rata tertinggi keterampilan proses sains siswa sebesar 90,8 dengan kualifikasi sangat baik terletak pada indikator merumuskan hipotesis. Nilai rata-rata terendah sebesar 67,4 dengan kualifikasi
Nilai rata-rata Kualifikasi MPK Baik 76,6 Sangat Baik 86,5 Baik 58,9 Cukup 49,6 Baik 66,7 Baik 68,1 Sangat baik 85,8 Baik 63,1 Baik 70,2 Baik 59,6
Kualifikasi Baik Baik Cukup Kurang Cukup Cukup Sangat baik Cukup Baik Cukup
cukup terletak pada indikator menyusun prosedur percobaan. Untuk kelompok kontrol (MPK) nilai rata-rata tertinggi sebesar 85,8 dengan kualifikasi sangat baik terletak pada indikator memprediksi. Nilai rata-rata terendah sebesar 49,6 dengan kualifikasi kurang terletak pada indikator
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) menyusun prosedur percobaan. Secara umum keterampilan proses sains kelompok eksperimen lebih unggul dibandingkan kelompok kontrol, namun masih ditemukan kelemahan, yakni belum maksimalnya indikator menyusun prosedur percobaan pada kelompok eksperimen. Pada
kelompok kontrol dapat dikatakan sebagian besar indikator keterampilan proses sains belum maksimal. Selanjutnya hasil penelitian yang menunjukkan efektivitas perlakuan, disajikan dalam data skor gain ternormalisasi rata-rata seluruh siswa pada kedua kelompok pada Tabel 4.
Tabel 4. Skor gain ternormalisasi pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains
Statistik Mean Median Modus Jangkauan Skor maksimum Skor minimum Standar deviasi Varians
Skor gain ternormalisasi pemahaman konsep fisika MPKREACT MPK 0,44 0,27 0,46 0,27 0,44 0,23 0,63 0,40 0,72 0,50 0,10 0,10 0,13 0,10 0,02 0,01
Berdasarkan Tabel 4, dapat dideskripsikan dua hal yaitu sebagai berikut. Pertama, rata-rata skor gain ternormalisasi pemahaman konsep fisika pada siswa kelompok eksperimen yang mengikuti model pembelajaran kontekstual REACT adalah 0,44. Apabila dikualifikasikan maka skor gain pemahaman konsep fisika kelompok eksperimen tergolong cukup. Selanjutnya untuk kelompok kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional, skor gain yang diperoleh lebih rendah yaitu 0,27 dengan kualifikasi kurang. Berdasarkan data tersebut terlihat adanya perbedaan efektivitas model pembelajaran terhadap pamahaman konsep fisika, di mana efektivitas model pembelajaran kontekstual REACT terhadap pemahaman konsep fisika cenderung lebih unggul dibandingkan efektivitas model pembelajaran konvensional. Ditinjau berdasarkan standar deviasi, penyimpangan data terhadap nilai rata-rata pada kelompok eksperimen lebih tinggi (standar deviasi = 0,13) dibandingkan penyimpangan data terhadap nilai rata-rata pada kelompok kontrol (standar deviasi = 0,10). Kedua, rata-rata skor gain ternormalisasi keterampilan proses sains
Skor gain ternormalisasi keterampilan proses sains MPKREACT MPK 0,70 0,61 0,71 0,63 0,71 0,72 0,49 0,39 0,94 0,81 0,45 0,42 0,12 0,09 0,014 0,008
pada siswa kelompok eksperimen yang mengikuti model pembelajaran kontekstual REACT adalah 0,70 dengan kualifikasi baik. Sedangkan pada kelompok kontrol, skor gain ternormalisasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,61 dengan kualifikasi cukup. Berdasarkan data tersebut baik pada kualifikasi maupun pada skor, terlihat adanya perbedaan secara deskriptif di mana efektivitas model pembelajaran kontekstual REACT terhadap keterampilan proses sains cenderung lebih unggul dibandingkan model pembelajaran konvensional. Ditinjau berdasarkan standar deviasi, penyimpangan data terhadap nilai rata-rata pada kelompok eksperimen lebih tinggi (standar deviasi = 0,12) dibandingkan penyimpangan data terhadap nilai rata-rata pada kelompok kontrol (standar deviasi = 0,09). Berdasarkan data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan secara deskriptif bahwa efektivitas model pembelajaran kontekstual REACT terhadap pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains pada kelompok eksperimen cenderung lebih unggul dibandingkan efektivitas model pembelajaran konvensional terhadap pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains kelompok kontrol.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) Hipotesis pertama diuji berdasarkan hasil analisis MANOVA satu jalur. Hipotesis kedua dan ketiga diuji berdasarkan hasil analisis test between-subject of effect. Semua pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5% dan analisis data dibantu dengan program SPSS 17.0 for Windows. Adapun hasil analisis yang diperoleh disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Kedua tabel dijadikan pedoman untuk menguji seluruh hipotesis yang telah diajukan.
Pengujian Hipotesis Hasil uji prasyarat baik uji normalitas sebaran data, uji homogenitas varian, uji homogenitas matrik varian, maupun uji kolinieritas menunjukkan bahwa data-data yang diperoleh telah memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke uji MANOVA satu jalur. Selanjutnya analisis MANOVA satu jalur dan analisis test of between-subject of effect dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Terdapat tiga buah hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.
Tabel 5. Hasil analisis MANOVA satu jalur Multivariate Testsb Effect
Value
Intercept Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root model
Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root
0,980 0,020 48,480 48,480 0,361 0,639 0,565 0,565
Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains siswa antara kelompok yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan Tabel 5, diketahui pada sumber pengaruh dari model pembelajaran, untuk Pillai's Trace, Wilks' Lambda, Hotelling's Trace, dan Roy's Largest Root memiliki nilai F=25,715 dengan taraf signifikansi p<0,05. Jadi Ho ditolak dan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan pemahaman
F
Hypothesis df Error df
Sig.
a
91,000
0,000
a
91,000
0,000
a
91,000
0,000
a
91,000
0,000
2205,842 2,000 2205,842 2,000 2205,842 2,000 2205,842 2,000 25,715
a
2,000
91,000
0,000
25,715
a
2,000
91,000
0,000
25,715
a
2,000
91,000
0,000
25,715
a
2,000
91,000
0,000
konsep fisika dan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Selanjutnya untuk pengujian hipotesis kedua dan hipotesis ketiga dilakukan berdasarkan hasil analisis uji pengaruh antar subjek yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil analisis test of between-subject effect
Source
Dependent Variable
Corrected Model
Pemahaman konsep fisika
Type III Sum of Squares 0,644a
df
Mean Square
1
0,644
F 47,844
Sig. 0,000
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013)
Source
Intercept model Error Total Corrected Total
Dependent Variable Keterampilan proses sains Pemahaman konsep fisika Keterampilan proses sains Pemahaman konsep fisika Keterampilan proses sains Pemahaman konsep fisika Keterampilan proses sains Pemahaman konsep fisika Keterampilan proses sains Pemahaman konsep fisika Keterampilan proses sains
Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui sumber pengaruh dari model pembelajaran terhadap pemahaman konsep fisika memiliki nilai F=47,844 dengan taraf signifikansi p<0,05. Jadi Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Analisis dilanjutkan dengan uji LSD untuk menguji signifikansi perbedaan pemahaman konsep fisika antar kelompok. Pada taraf signifikansi 0,05 berdasarkan data yang ada, diperoleh perhitungan ttabel = 2,000. Hasil perhitungan menggunakan persamaan diperoleh batas penolakan LSD sebesar 0,0470. Perbedaan rata-rata pemahaman konsep atau Δµ = 0,166. Nilai ini lebih besar dari nilai batas penolakan LSD sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata pemahaman konsep fisika antara kelas eksperimen (MPKREACT) dengan kelompok kontrol (MPK) berbeda secara signifikan. Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok
Type III Sum of Squares 0,016b 11,740 7,471 0,644 0,016 1,238 0,171 13,622 7,658 1,882 0,187
df 1 1 1 1 1 92 92 94 94 93 93
Mean Square
F
0,016 8,795 11,740 872,311 7,471 4017,049 0,644 47,844 0,016 8,795 0,013 0,002
Sig. 0,004 0,000 0,000 0,000 0,004
siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui sumber pengaruh dari model pembelajaran terhadap keterampilan proses sains memiliki nilai F=8,795 dengan taraf signifikansi p<0,05. Jadi Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dengan kelompok yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Analisis dilanjutkan dengan uji LSD untuk menguji signifikansi perbedaan keterampilan proses sains antar kelompok. Pada taraf signifikansi 0,05 berdasarkan data yang ada, diperoleh perhitungan ttabel = 2,000. Hasil perhitungan menggunakan persamaan diperoleh batas penolakan LSD sebesar 0,0184. Perbedaan rata-rata keterampilan proses sains atau Δµ = 0,093. Nilai ini lebih besar dari nilai batas penolakan LSD sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata keterampilan proses sains antara kelas eksperimen (MPKREACT) dengan kelompok kontrol (MPK) berbeda secara signifikan. Pembahasan Hasil pengujian hipotesis secara keseluruhan yang telah dijabarkan sebelumnya menunjukkan bahwa model pembelajaran kontekstual REACT melalui lima komponennya yang penting dalam
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) pembelajaran terbukti memiliki pengaruh yang lebih unggul terhadap pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan hasil-hasil penelitian yang serupa sebelumnya. Oka (2011) dalam penelitiannya melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan pembelajara kontekstual dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. Penelitian ini melibatkan siswa kelas VII SMP Negeri 4 Metro Provinsi Lampung dan hasilnya melalui pembelajaran kontekstual aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA serta daya ingat terhadap materi meningkat. Penelitian lainnya yaitu penelitian tentang pengaruh pembelajaran melalui metode pemecahan masalah terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar fisika oleh Aka et al. (2010). Penelitian ini mengkaji pengaruh pembelajaran metode pemecahan masalah terhadap keterampilan proses sains dan hasil belajar fisika mahasiswa calon guru di Gazi University Turki. Hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut adalah keterampilan proses sains dan hasil belajar fisika pada kelompok eksperimen yang belajar melalui metode pemecahan masalah cenderung lebih unggul dibandingkan kelompok kontrol yang belajar melalui metode tradisional. Adapun relevansinya terhadap penelitian model pembelajaran kontekstual REACT yaitu terletak pada prinsip di mana model pembelajaran kontekstual REACT menekankan pembelajaran yang terkait dengan berbagai permasalahanpermasalahan pada situasi dunia nyata. Temuan lain yang perlu untuk dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah terkait dengan capaian pemahaman konsep fisika serta keterampilan proses sains siswa. Meskipun model pembelajaran kontekstual REACT terevaluasi lebih unggul dan efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional, namun pemahaman konsep fisika yang dicapai siswa kelompok eksperimen masih dalam kualifikasi cukup dan seharusnya bisa lebih maksimal. Apabila ditelusuri pada indikator
pemahaman konsep, ternyata kemampuan memberi contoh dan menginterpretasi pada siswa masih tergolong kurang. Memberi contoh yaitu kemampuan siswa dalam mengilustrasikan konsep yang lebih umum menjadi khusus dalam bentuk contoh. Menginterpretasi berarti kemampuan siswa dalam menerjemahkan informasi berupa gambar, grafik, atau tabel menjadi sederet kata-kata, ataupun sebaliknya. Dalam pembelajaran, khususnya pada model pembelajaran kontekstual, siswa seharusnya sudah berlatih dalam mengembangkan berbagai indikator pemahaman konsep, terutama pada lembar kerja siswa (LKS) yang telah disiapkan, karena pada LKS kontekstual REACT disajikan berbagai permasalahan, beberapa diantaranya tentang memberikan contoh konsep dalam kehidupan sehari-hari dan tentang membaca grafik atau tabel. Faktor terbesar yang menyebabkan masih belum maksimalnya pemahaman konsep bisa jadi terletak pada saat siswa mengerjakan tes dalam bentuk pilihan ganda diperluas. Siswa mampu menentukan pilihan jawaban yang tepat tetapi masih kurang terampil dalam hal memberikan alasan berupa konsep-konsep yang mendasari pilihan jawabannya. Dalam kata lain alasan atas jawaban dibuat dalam kalimat yang seadanya dan cenderung kurang lengkap. Faktor ini yang menjadi salah satu pertimbangan besar yang memberikan kontribusi atas kurangnya pemahaman konsep fisika siswa terutama pada kemampuan memberi contoh dan menginterpretasi. Faktor ini juga berlaku untuk lima indikator pemahaman konsep lainnya. Untuk capaian keterampilan proses sains, temuan yang perlu dikaji lebih lanjut, terutama pada kelas eksperimen yaitu belum maksimalnya capaian pada indikator merancang prosedur percobaan. Faktor terbesar yang menyebabkan hal tersebut adalah terbatasnya waktu pertemuan dalam penelitian, sementara siswa membutuhkan waktu yang cukup untuk melatih berbagai keterampilan dalam keterampilan proses sains. Bagaimanapun juga dibutuhkan suatu pengalaman lebih bagi siswa agar bisa melakukan suatu eksperimen tanpa
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) diberikan prosedur percobaan dari guru melainkan merancang sendiri prosedur percobaan tersebut. Implikasi berbagai temuan pada penelitian ini dalam pembelajaran fisika khususnya pada sekolah menengah pertama, yaitu guru dapat menerapkan pembelajaran kontekstual REACT di kelas dalam rangka lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap materi fisika serta melatih keterampilan proses sains siswa. Catatan yang harus diperhatikan adalah dalam implementasinya, harus diikuti dengan waktu pertemuan belajar yang memadai, fasilitas laboratorium yang memadai, serta upaya melatih siswa untuk terampil dalam menyampaikan konsep yang telah dikuasainya secara tertulis. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pemberian tugastugas yang bermakna dan lain sebagainya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut. (1) Terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika dan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. (2) Terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. (3) Terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual REACT dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Saran Berdasarkan berbagai temuantemuan pada penelitian maka dapat disarankan beberapa hal yaitu sebagai berikut. Guru disarankan untuk mengimplementasikan model pembelajaran kontekstual REACT dalam rangka mengembangkan pemahaman konsep
fisika siswa dan keterampilan proses sains, karena pemahaman konsep dan keterampilan proses sains yang baik adalah awal siswa untuk meraih prestasi belajar yang lebih tinggi. Guru disarankan untuk lebih memperhatikan tujuh aspek yang terdapat pada pemahaman konsep, terutama pada indikator yang ditemukan masih lemah pada penelitian ini. Indikator tersebut yaitu kemampuan siswa untuk memberi contoh dan kemampuan siswa untuk menginterpretasi. Implementasi pembelajaran kontekstual REACT dapat dilakukan dengan catatan menekankan latihan untuk siswa, supaya siswa mampu mengkaji berbagai contoh-contoh dalam materi fisika serta konsep-konsep yang terkandung di dalamnya. Selain itu juga ditekankan pada latihan untuk menginterpretasi agar siswa terbiasa dalam menerjemahkan grafik, tabel dan gambar menjadi sebuah informasi dan sebaliknya. Guru disarankan untuk mengalokasikan waktu yang cukup dalam melatih keterampilan proses sains siswa serta mengimbangi kegiatan pembelajaran dengan fasilitas laboratorium yang memadai sehingga pengembangan keterampilan proses sains melalui model pembelajaran kontekstual REACT dapat berjalan lancar. Memperhatikan temuan pada penelitian, yaitu masih belum optimalnya kemampuan siswa dalam menyusun prosedur percobaan, maka guru juga disarankan untuk lebih memperhatikan hasil temuan di atas. Caranya dengan melatih siswa untuk melakukan praktikum tanpa petunjuk atau prosedur dari guru, tetapi latihan untuk merancang prosedur percobaan sendiri berdasarkan topik dan tujuan percobaan yang sudah ditetapkan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Wayan Sadia, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan IPA Pascasarjana Undiksha yang telah memberikan dukungan baik berupa pikiran maupun dukungan spiritual serta kepada seluruh pihak SMP PGRI 9 Denpasar atas kerjasamanya yang telah memberikan ijin
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA (Volume 3 Tahun 2013) pada penulis penelitian.
untuk
melaksanakan
DAFTAR PUSTAKA Aka, E. I., Ezgi, G., & Mustava, A. 2010. Effect of problem solving method on science process skills and academic achievement. Journal of Turkish Science Education 7(4). BSNP. 2007. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Badan Standar Nasional Pendidikan 2007. Efendi, R. 2010. Kemampuan fisika siswa Indonesia dalam TIMSS (Trend of international on mathematics and science). Prosiding Seminar Fisika 2010. Gonzales, P., Leslie, J., Stephen, R., David, K., & Summer, B. 2009. Highlight from TIMSS 2007: Mathematics and science achievement of u.s. fourthand eighth-grade students in an international context. Institute of Education Science. Montgomery, D. C. 1996. Design and analysis of experiment. Fitht edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Oka, A.A. 2011. Peningkatan kualitas pembelajaran IPA di SMP melalui pembelajaran kontekstual. Jurnal Bio edukasi 2(1). Provasnik, S., Kastberg, D., Ferraro, D., Lemanski, N., Roey S., & Jenkins F 2012. Highlights from TIMSS 2011: Mathematics and science achievement of u.s. fourth- and eighth-grade students in an international context. Institute of Education Science. Sadia, I W. 1997. Strategi konflik dalam mengubah miskonsepsi siswa (Suatu studi kuasi eksperimental dalam pembelajaran konsep energi, usaha dan daya di SMUN 1 Singaraja). Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). STKIP Singaraja. Suastra, I W., Mardana, I B P., & Suwindra, I N P. 2006. Pengembangan sistem asesmen otentik dalam pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA). Laporan Research Grant
(tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Sari, N. F., & Nasikh. 2009. Efektivitas penerapan pembelajaran berbasis masalah dan teknik peta konsep dalam meningkatkan proses dan hasil belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas X6 SMAN 2 malang semester genap tahun ajaran 20062007. JPE 2 (1). Texas Collaborative for Teaching Excelent. 2007. The REACT strategy. Article Texas Collaborative for Teaching Excelent. Trianto. 2007. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.