90
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Risma *, Prof. Dr. Adang Suherman, M.A.**, Dr. Dikdik Zafar Sidik, M.Pd *** Program Studi Pendidikan Olahraga Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Email :
[email protected] Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran dan jenis kelamin (gender) berpengaruh terhadap keterampilan sosial siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain faktorial 2x2. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Labschool UPI Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjumlah 56 orang terbagi menjadi dua kelompok yakni N=28 sebagai kelas kooperatif (eksperimen) dan N=28 sebagai kelas konvensional sebagai kelompok kontrol. Jumlah pertemuan adalah 8 kali pertemuan dimana satu kali pertemuan adalah 2 x 40 menit. Keterampilan siswa diukur dengan menggunakan instrumen keterampilan sosial yang diadaptasi dari Social Skill Rating Scale yang dikembangkan oleh Gresham, F.M., & Elliott, S.N. (1990). Data yang dikumpulkan ketika pretest dan posttest diolah dengan SPSS 18 menggunakan analisis uji ANCOVA Faktorial. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil yakni nilai rata-rata kelompok laki-laki kelas kooperatif (41,90) sedangkan rata-rata kelompok perempuan adalah (42,29). Untuk kelas konvensional (kontrol), nilai rata-rata kelompok laki-laki (37,26) dan untuk kelompok perempuan (35,38). Dari hasil uji ANCOVA Faktorial didapat kesimpulan yakni terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani, tidak terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan jenis kelamin pada keterampilan sosial siswa. Kata kunci : model pembelajaran, jenis kelamin, keterampilan sosial
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
91
Pendidikan formal membentuk siswa tidak hanya cerdas secara akal tetapi cerdas secara emosi dan hati dan berkembang secara holistik, karena siswa merupakan kesatuan dari beberapa komponen yakni jasmani dan rohani (Suherman, 2009:3). Dalam upaya membentuk pribadi berkarakter tersebut, lingkungan pendidikan formal atau sekolah dikondisikan seperti tatanan kehidupan dalam masyarakat dimana saling menghormati dan saling menghargai menjadi nilai yang harus terus tercermin dan dikembangkan sehingga siswa akan bisa berkembang tidak hanya menjadi individu yang berkarakter akan tetapi menjadi anggota dari masyarakat yang mampu memberikan peranan dan sumbangsih terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan tujuan dan fungsi sekolah sebagai pendidikan formal sudah seyogyanya pendidikan menjadi sebuah fase penting dalam perkembangan anak karena merupakan proses pembentukan individu secara holistik dan dari proses tersebut diharapkan akan menghasilkan individu-individu yang berkualitas, yang bertanggung jawab, menghormati, menghargai dirinya sendiri dan menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat sehingga nilai-nilai sosial masyarakat bisa terjaga dengan sikap saling menghargai dan menghormati sesama. Namun seiring dengan munculnya berbagai masalah yang timbul di kalangan pelajar, fungsi dan peranan sekolah sebagai media untuk membentuk individu yang berkarakter menjadi pertanyaan. Berdasarkan pada berbagai sumber diketahui bahwa masalah di kalangan pelajar seperti tawuran, seks bebas, narkoba mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat bahwa ditemukan 339 kasus tawuran pada tahun 2011. Dari 339 kasus kekerasan antar sesama pelajar SMP dan SMA ditemukan 82 diantaranya meninggal dunia, selebihnya luka berat dan ringan (Komnas Anak, 2011). Jumlah kasus tawuran pada semester pertama tahun 2012 meningkat. Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya menginformasikan bahwa selama tahun 2012 kasus narkoba
yang menimpa kalangan pelajar meningkat
dibandingkan tahun lalu. Kasus narkoba di level pendidikan paling banyak terjadi
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
92
di tingkat SMA dengan jumlah 3.327 kasus pada 2012. Angka tersebut meningkat dari tahun 2011 yang berjumlah 3.187 kasus (Andry, 2012). Pergaulan bebas di kalangan remaja kerap kali menimbulkan berbagai masalah lainnya seperti seks bebas, aborsi dan HIV AIDS. Dari penelitian yang dilakukan oleh BKKBN diketahui bahwa separuh aborsi yang terjadi dilakukan oleh remaja berusia 15-25 tahun. Mengutip hasil penelitian Komnas Anak tahun 2011 diketahui bahwa terdapat 2 juta tindakan aborsi yang dilakukan pada tahun 2008. Sebanyak 62 % dari jumlah tersebut dilakukan oleh remaja (Maulana, 2012). Pada penelitian bersama antara Australian National University dan Universitas Indonesia diketahui bahwa dari 3600 responden penelitian sebanyak 20,9% remaja telah hamil di luar nikah. Angka tersebut menggambarkan banyaknya remaja yang melakukan pernikahan dini disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan yang sebagian besar dikarenakan kegiatan seks bebas di kalangan remaja dan mahasiswa. Begitu pun kasus AIDS yang periode Januari hingga September 2011 sebanyak 1805 kasus (Alimoeso, 2012). Berbagai macam masalah di kalangan pelajar memberikan indikasi adanya degradasi moral yang mengarah pada berbagai perilaku yang bertentangan dengan tatanan hukum, agama dan sosial masyarakat. Banyak pelajar yang mengabaikan rasa hormat terhadap orang yang lebih tua serta melakukan aktivitas tidak produktif dan cenderung merugikan masyarakat. Kondisi seperti ini tentunya bukan kondisi yang diinginkan siapapun, oleh karena itu dibutuhkan segera solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Jika kita ingin membuat Indonesia menjadi negara yang lebih baik, maka bukanlah hari ini saja yang harus kita persiapkan akan tetapi kita harus menyiapkan generasi muda yang tahun ini berjumlah sebanyak 74 juta menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Pendidikan jasmani sebagai bagian dari program pendidikan secara utuh yang memberikan kontribusi melalui pengalaman gerak terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (Pangrazi, 2007:5) memiliki potensi untuk bisa mengatasi masalah sosial yang sekarang semakin tumbuh dan berkembang. Pendidikan jasmani adalah proses
pendidikan
yang
memberikan kontribusi
untuk
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
93
perkembangan dan kesejahteraan individu secara optimal dengan meningkatkan keterampilan, kebugaran, pengetahuan dan sikap (Bucher & Wuest, 1999). Pendidikan jasmani dapat membantu anak untuk memahami dirinya sebagai sebuah kesatuan antara pikiran dan tubuh, mengembangkan rasa hormat terhadap tubuh mereka dan orang lain, memberikan pemahaman terhadap peranan aktivitas fisik terhadap perkembangan kognitif dan pencapaian mereka dalam bidang akademik (Talbot, 2001:39-50). Kekhasan pendidikan jasmani yang bisa mencakup semua aspek perkembangan anak yakni dalam domain kognitif, psikomotor dan afektif, menjadi keunggulan yang tidak dimiliki oleh mata pelajaran lainnya. Lebih luasnya, pendidikan jasmani memberikan keuntungan dalam lima domain perkembangan anak yakni perkembangan fisik, perkembangan gaya hidup, perkembangan afektif, perkembangan sosial dan perkembangan kognitif (Bailey, 2006:397). Dampak pendidikan jasmani terhadap fisik merupakan dampak yang paling populer dan diposisikan sebagai kontribusi unik dari pendidikan jasmani yang meliputi kebugaran jasmani, keterampilan gerak, dan pengetahuan tentang kebugaran jasmani dan keterampilan gerak yang berujung pada pemahaman gaya hidup aktif dan sehat sepanjang hayat (Suherman, 2013:4). Pendidikan jasmani yang berisikan berbagai macam aktivitas fisik bisa meningkatkan pencapaian prestasi akademik anak. “Learning, memory, concentration, and mood all have a significant bearing on a student’s academic performance, and there is increasing evidence that physical activity enhances each” (Sattelmair & Ratey, 2009: 365). Senada dengan pernyataan dari Hollingsworth (2009) yang menemukan hubungan antara tingkat partisipasi anak dalam aktivitas fisik dengan gabungan kebugaran, sosial, fisik, dan kebugaran keseluruhan dengan prestasi akademik. Pendidikan jasmani memberikan anak kesempatan untuk berkembang dengan seimbang dan memberi keuntungan tidak hanya aspek fisik tetapi juga pada aspek sosial (Suherman, 2013:12) dan membekali anak dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam mempersiapkan dan menjalani kehidupannya sebagai seorang pribadi yang mandiri, salah satunya adalah dalam hal keterampilan sosial
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
94
Banyak penelitian telah membahas mengenai peranan pendidikan jasmani terhadap keterampilan sosial. Karakter pendidikan jasmani yang menimbulkan rasa dan kesadaran untuk menguasai emosi pribadi, mandiri, penyesuaian diri sebagai dasar bagi terbentuknya mental sehat dan kebiasaan hidup sehat di lingkungan masyarakat di mana pun siswa berada, termasuk mendapatkan pengakuan diri sebagai anggota masyarakat yang baik karena kemampuan bersosialisasinya atau keterampilan sosialnya berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang (Budiman, 2009:11). Keterampilan sosial merupakan esensi dari penampilan sukses di bidang akademik dan dalam kehidupan (Eldar & Ayvazo, 2009: 1) dan anak dengan keterampilan sosial yang baik akan bisa menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya dan mampu cepat beradaptasi dengan keadaan serta tidak tergantung pada orang-orang sekitarnya (Jurevicience dkk, 2012:42-52). Oleh karena itu keterampilan sosial merupakan salah satu aspek perkembangan yang penting dan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan seorang anak. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gulay dkk (2004:664-678) diketahui bahwa anak yang mendapatkan pendidikan prasekolah lebih sering menggunakan keterampilan sosial daripada anak yang tidak mendapatkan pendidikan prasekolah. Anak dengan keterampilan sosial yang baik mengalami depresi yang lebih rendah dibandingkan dengan anak berketerampilan sosial rendah (Deniz dkk, 2009:881-888). Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan didapat hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterampilan sosial anak dengan kemampuan mengatasi masalah, mengatasi stress, kemampuan regulasi emosi, kontrol diri, kepercayaan sosial, mengatasi kecemasan dan kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan (Arslan dkk, 2011; Al-Ali dkk, 2010). Keterampilan sosial yang tinggi akan menjauhkan anak dari berbagai macam masalah sosial
yang
terjadi
belakangan
ini.
Durmusoglu-Satali dalam
penelitiannya menemukan bahwa kekerasan fisik, pelanggaran kriminal, kekerasan seksual, ancaman secara emosi, kekerasan pendidikan, kurangnya
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
95
aturan dan kurangnya dukungan keluarga memiliki hubungan positif dengan keterampilan sosial yang rendah. Artinya, keterampilan sosial yang rendah berpotensi menimbulkan berbagai macam masalah sosial yang bisa mengganggu perkembangan anak (Durmusoglu-Satali, 2012:585-590). Avsar & Kuter (2007:197-206) dalam penelitiannya menemukan bahwa anak perempuan cenderung memiliki nilai keterampilan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak laki-laki. Dalam penelitian ini digunakan Social Skills Inventory (SSI) sebagai instrumen untuk mengukur keterampilan sosial anak didapat hasil bahwa anak perempuan mendapatkan skor yang lebih tinggi daripada anak laki-laki. Anak perempuan mendapatkan skor yang lebih tinggi dalam semua aspek penilaian (Emotional Expressivity (EE), Emotional Sensitivity (ES), Emotional Control (EC), Social Expressivity (SE), Social Sensitivity (SS)) kecuali dalam aspek emotional control (EC)). Namun penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh DR. Majed M. Al-Ali yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan sosial dengan keterampilan sosial pada anak perempuan. Secara logika peranan pendidikan jasmani bisa membentuk atau meningkatkan keterampilan sosial anak hanya bisa terwujud ketika anak berpartisipasi aktif dalam pendidikan jasmani karena proses pembentukan keterampilan sosial anak terbentuk selama proses pembelajaran pendidikan jasmani. Sederhananya, anak dengan tingkat keterlibatan aktif yang tinggi dalam pembelajaran pendidikan jasmani akan memiliki keterampilan sosial yang lebih baik daripada anak dengan tingkat partipasi yang rendah. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan inkonsistensi hasil. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Avsar & Kuter (2007:197-206) didapatkan hasil bahwa anak perempuan mendapatkan skor yag lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Namun Bailey (2006:398) menyatakan bahwa tingkat partisipasi anak perempuan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan lakilaki. Dari penelitian yang dilakukan oleh Ryan & Poirier (2012:1) didapatkan
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
96
hasil bahwa rata-rata perempuan 10% lebih sedikit pada setiap kelas pendidikan jasmani di Ontario dan hanya rata- rata 12% yang terdaftar dalam pendidikan jasmani setiap tahunnya. Hal ini diindikasikan karena beberapa hal diantaranya adalah kepercayaan diri, motivasi, pemahaman tentang manfaat dari aktivitas fisik, kesempatan untuk melakukan aktivitas fisik, skema penilaian, kompetisi, pembagian kelas, pendekatan pengajaran, dan teman sekelas. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martinovic dkk (2011:96) mendapatkan hasil yakni anak laki-laki lebih aktif dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki mendapatkan skor lebih tinggi dalam skala penilaian motivasi dan tingkat partisipasi dalam pendidikan jasmani. Inkonsistensi hasil penelitian-penelitian tersebut menjadi satu hal yang menarik perhatian. Salah satu yang menarik perhatian adalah bagaimana keterampilan anak perempuan bisa lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki jika tingkat partisipasi dan motivasi mereka dalam pendidikan jasmani lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki? Pendidikan jasmani yang bagaimana dan yang seperti apa yang bisa membentuk atau meningkatkan keterampilan sosial? Peranan
pendidikan
jasmani
dalam
membentuk
atau
meningkatkan
keterampilan sosial anak hanya bisa terwujud ketika anak berpartisipasi aktif dalam pendidikan jasmani karena proses pembentukan keterampilan sosial anak terbentuk selama proses pembelajaran pendidikan jasmani. Sudrajat (2010:163) menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan keterampilan sosial pada siswa bisa dilakukan melalui pendekatan terhadap konten pembelajaran dan proses pembelajaran. Hal ini diperkuat oleh Rohmah (2010:120) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara proses pembelajaran pendidikan jasmani dengan perilaku sosial siswa. Model pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang ada dalam pendidikan jasmani. Cooperative learning dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1970 merupakan seperangkat pengajaran dimana pengelompokkan siswa, pengaturan waktu dan tugas saling terkait dengan harapan agar semua siswa bisa memberikan
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
97
kontribusi pada proses belajar dan memberikan hasil yang terbaik Metzler (2000:221). Model pembelajaran kooperatif merupakan alternatif pilihan dalam mengisi kelemahan kompetisi (Isjoni, 2012: 18). Maksud dari kompetisi dalam hal ini adalah adanya kecenderungan hanya sebagian siswa saja yang akan bertambah pintar sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuan. Model pembelajaran TGT telah banyak digunakan dalam berbagai mata pelajaran yang ada, mulai dari matematika, seni, sampai dengan ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan lainnya. Model TGT sesuai digunakan untuk bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas seperti matematika, berhitung dan studi terapan (Slavin, 2005:12). Hal ini menjadikan penelitian yang membahas mengenai model kooperatif TGT dalam pendidikan jasmani jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan bidang studi lain. Pada penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terungkap hasil bahwa model kooperatif tipe TGT berhubungan dengan hasil belajar siswa. (Nugroho, 2013; Sinaga, 2012). Pada penelitian-penelitian ini, sampel penelitian dibagi menjadi kelompok sampel dan kelompok eksperimen. Kelompok siswa dengan perlakuan (eksperimen), pembelajaran pendidikan jasmani dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif. Dalam penelitian, pengelompokkan anak dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal di antaranya adalah heterogenitas siswa dilihat dari tingkat keterampilan siswa, ras, sampai dengan sosial ekonomi. Oleh karena populasi penelitian yang masih terbatas pada beberapa tahapan pendidikan, maka hasilhasil penelitian tidak bisa digeneralisasikan, mengingat setiap tahapan pendidikan memiliki tahapan perkembangan anak tersendiri yang khas dan tidak bisa disamaratakan. Selain itu, sampel penelitian yang masih cenderung pada anak perempuan membuat hasil penelitian yang ada tidak bisa digeneralisasikan terhadap anak laki-laki. Pelaksanaan program pembelajaran penjas yang teratur akan memberikan pengaruh pada perkembangan hidup siswa yang akan semakin tumbuh sempurna, bukan hanya pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya saja,
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
98
melainkan juga keadaan emosi, mental, dan hubungan sosialnya menjadi lebih baik karena mampu berinteraksi melalui sikap dan perilaku yang direstui masyarakat (Lutan dalam Budiman 2009:12). Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yakni : 1). Meningkatnya jumlah masalah di kalangan pelajar di antaranya adalah tawuran, seks bebas, narkoba dan lainnya. 2). Inkonsistensi hasil penelitian mengenai keterampilan sosial. Hasil penelitian yang menyatakan bahwa anak perempuan lebih tinggi dibanding dengan anak lali-laki sedangkan penelitian lainnya menyatakan bahwa tingkat partisipasi anak perempuan lebih rendah dibandingkan dengan anak laki-laki. 3). Terbatasnya penelitian mengenai keterampilan sosial dan model pembelajaran cooperative learning dalam pendidikan jasmani. Penelitian dalam keterampilan sosial masih terbatas dalam hal pemilihan sampel penelitian yang sebagian besar menggunakan anak sekolah dasar. Cooperative Learning adalah rencana atau susunan pembelajaran yang mengarah pada pembagian siswa ke dalam kelompok kecil dan heterogen agar bisa bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran dan menjalin hubungan kolaboratif di antara anggota kelompok tersebut (Goodwin, 1999:29). Juliantine dkk (2013:63) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama, siswa yang berbeda latar belakangnya.” Metzler (2000: 221) menyatakan tiga konsep dasar dari Cooperative Learning yakni : 1) Team reward, 2). Individual accountability, 3). Equal opportunities. Selanjutnya
Metzler
(2000:223)
mengungkapkan
bahwa
dalam
proses
pembelajaran dengan metode cooperative learning terdapat lima elemen penting dalam proses pembelajaran yakni : 1). Positive interdependence among students, 2). Face-to-face promotive interaction, 3). Individual accountability/ personal responsibility, 4). Interpersonal and small-groups skills, 5). Group processing.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
99
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (Sinaga, 2012). Pada TGT kompetisi terjadi tidak hanya anggota dalam satu kelompok akan tetapi terjadi secara eksternal antar tim. (Slavin, 2005:166; Suherman, 2009:29). Dalam TGT, setiap anggota kelompok memiliki kesempatan untuk bisa sukses. Keberhasilan penerapan model TGT dipengaruhi oleh heterogenitasnya anggota dalam suatu kelompok baik dilihat dari level keterampilan, pengalaman, etnik, jenis kelamin, keterampilan berkomunikasi, kepemimpinan, dan keinginan untuk berjuang bagi timnya. Makin heterogen anggota tim makin cenderung mudah melaksanakan penilaian keberhasilan pembelajaran ini (Suherman, 2009:30). Keterampilan sosial merupakan kemampuan atau perilaku individu untuk berinteraksi dengan orang lain, keterampilan sosial merupakan keterampilan yang dipengaruhi oleh keadaan individu itu sendiri dan faktor lingkungan, keterampilan sosial berperan dalam terciptanya kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Oleh karena itu, keterampilan sosial bisa kita definisikan sebagai kemampuan atau perilaku seseorang atau individu dalam proses interaksi dengan orang lain yang dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern (keadaan individu tersebut dan lingkungan) dalam upaya menciptakan kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Muzaiyin (2013) menyatakan bahwa keterampilan sosial anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : kondisi anak, usia, interaksi anak dengan lingkungan, jenis kelamin, keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua. Pengembangan keterampilan sosial dapat dilihat dari seberapa besar peran seseorang dalam interaksi sosial. Pengembangan keterampilan sosial yang utama adalah melalui belajar, baik secara formal maupun nonformal. Berbagai pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus memberikan kesempatan berkembangnya keterampilan sosial para siswa berdasarkan urutan dan tingkatan perkembangan mereka. Begitu pula dengan situasi sosial masyarakat yang
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
100
menyediakan berbagai kesempatan pada seseorang untuk berinteraksi dan memperlihatkan keterampilan sosialnya. Banyak penelitian yang membahas mengenai keterampilan sosial. Hal ini dilandasi dengan pemahaman bahwa keterampilan sosial adalah keterampilan hidup (life skill) dan merupakan esensi dari penampilan sukses baik dalam bidang akdemik maupun dalam kehidupan (Eldar dkk, 2009:1). Anak dengan keterampilan sosial yang baik akan bisa menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya dan mampu cepat beradaptasi dengan keadaan serta tidak tergantung pada orang-orang sekitarnya (Jurevicience dkk, 2012:42-52). Oleh karena itu keterampilan sosial merupakan salah satu aspek perkembangan yang penting dan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan seorang anak. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh cooperative learning dan jenis kelamin terhadap keterampilan sosial siswa. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah penelitian yakni :1). Untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap keterampilan sosial siswa. 2). Untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap keterampilan sosial siswa. 3). Untuk menguji dan mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap keterampilan sosial. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII SMP Labschool UPI yang berjumlah 138 orang. Setelah diundi, didapatkan hasil yakni untuk kelas koperatif (eksperimen) adalah kelas VII A dengan N= 28 orang, dan kelas konvensional (kontrol) adalah kelas VII C dengan N= 28 orang, sehingga jumlah seluruh sampel adalah 56 orang siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen faktorial 2x2 dengan desain penelitian sebagai berikut : Tabel 1. Desain penelitian faktorial 2x2 Jenis Kelamin Laki-laki (B1) Perempuan (B2)
Model Pembelajaran Koperatif (A1) Konvensional (A2) A1 B1 A2 B1 A1 B2 A2 B2
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
101
Keterangan : A2 B1 B2 A1 B1 A2 B1 A1 B2 A2 B2
A1 = Model Koperatif = Model Konvensional = Kelompok Laki-laki = Kelompok Perempuan = Model Koperatif kelompok Laki-Laki = Model Konvensional kelompok Laki-Laki = Model Koperatif kelompok Perempuan = Model Konvensional kelompok Perempuan
Penelitian dimulai dengan dilakukannya pretest terhadap kedua kelompok kelas. Perlakuan diberikan kepada kedua kelompok kelas yakni materi mata pelajaran penjas dengan kompetensi dasar “Memahami pengetahuan modifikasi teknik dasar permainan bola besar”. Jumlah pertemuan yang digunakan adalah 8 kali pertemuan, disesuaikan dengan silabus sekolah. Setiap pertemuan mata pelajaran penjas berdurasi 2x 40 menit. Pada kelas koperatif, siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok beranggotakan 7 orang. Pembagian kelompok siswa pada kelas koperatif berdasarkan tingkat keterampilan dan jenis kelamin. Eksperimen penelitian dilakukan setiap hari Kamis pukul 10.20 WIB sampai dengan 11.40 WIB mulai tanggal 12 Sepetember 2013 sampai dengan 31 Oktober 2013. Sedangkan pada kelompok kontrol pembelajaran pendidikan jasmani dilakukan pada pukul 13.00 WIB sampai dengan 14.20 WIB. Dalam setiap pertemuan, RPP tertuang dalam skenario pembelajaran, baik itu untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Skenario pembelajaran terbagi menjadi tiga kegiatan yakni, kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutupan. Secara garis besar dalam kegiatan pendahuluan dan penutupan kelas eksperimen dan kelas kontrol berisi kegiatan yang sama. Perbedaan kelas eksperimen dan kelas kontrol terletak pada kegiatan inti pembelajaran. Setelah perlakuan selesai, maka dilaksanakan posttest dengan menggunakan instrumen keterampilan sosial yang sama ketika pretest. Instrumen keterampilan sosial yang digunkan dalam penelitian ini diadaptasi dari Social Scale Rating System (SSRS) angket isian siswa yang dikembangkan oleh Frank M. Gresham & Stephen N. Elliott (1990). Angket terdiri dari
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
102
pertanyaan-pertanyaan dengan indikator yakni cooperation/kerjasama, assertion/ sikap tegas, empathy/ empati dan self control/ kontrol diri. Pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik uji ANCOVA Faktorial. Analisis Kovarians (ANCOVA) merupakan model linier dengan satu variabel dependen kontinu dan satu atau lebih variabel independen. ANCOVA dilakukan dengan menambahkan variabel penguat (kovariat) ke dalam model sehingga memperkuat ketepatan/presisi analisis dan meningkatkan signifikansi secara statistik. Uji ANCOVA juga mempersyaratkan adanya hubungan linier antara variabel dependen dan independen. Dalam analisis ANCOVA Faktorial penelitian ini, pretest dijadikan sebagai covariat dan posttest dijadikan sebagai dependent variabel. Sedangkan model pembelajaran dan gender dijadikan sebagai fixed factors. Pengolahan data hasil penelitian dimulai dengan uji asumsi statistik terhadap semua
kelompok
data
penelitian
untuk
mengetahui
normalitas
dan
homogenitasnya. Langkah ini digunakan untuk menentukan langkah pengolahan data selanjutnya. Setelah pengujian dilakukan didapatkan hasil bahwa semua kelompok data berdistribusi normal dan homogen. Perolehan rata-rata dan standar deviasi keterampilan sosial siswa pada setiap kelompok koperatif dan kelompok konvensional disajikan pada tabel berikut : Tabel 2. Kelompok Data Penelitian
gender model
Between-Subjects Factors Value Label laki-laki 1 perempuan 2 konvensional 2 koperatif 1
N 26 30 28 28
Untuk kelompok laki-laki jumlah N Koperatif = 11 orang dan N Konvensional = 15 orang, sehingga jumlah untuk siswa laki-laki adalah 26 orang. Untuk kelompok siswa perempuan, N Koperatif = 17 orang dan N Konvensional = 13 orang, sehingga jumlah untuk siswa perempuan adalah 30 orang.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
103
Tabel 3. Nilai Rata-Rata dan Standar Deviasi Kelompok Data
gender 1 d i m e n s i o n 2
2 d i m e n s i o n 1
d i m e n s i o n 2
Total d i m e n s i o n 2
model 2 1 Total 2 1 Total 2 1 Total
Descriptive Statistics Dependent Variable:posttest Mean Std. Deviation 37,2667 7,76868 41,9091 6,05730 39,2308 7,34470 35,3846 8,44135 42,2941 5,72019 39,3000 7,72435 36,3929 7,99231 42,1429 5,74594 39,2679 7,48208
N 15 11 26 13 17 30 28 28 56
Untuk lebih memudahkan dalam menginterpretasikan data tabel di atas dapat disederhanakan dengan membaca tabel 4.3. di bawah ini : Tabel 4. Nilai Rata-Rata Kelompok Data Berdasarkan Pada Desain Faktorial 2x2
GENDER L P KOPERATIF
41,9
42,29
KONVENSIONAL
37,26
35,38
MODEL
Berdasarkan pada tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata pada kelas eksperimen kelompok laki-laki adalah 41,90, sedangkan untuk kelompok perempuan adalah 42,29. Untuk kelas konvensional rata-rata kelompok laki-laki adalah 37,26 sedangkan untuk kelompok perempuan adalah 35,38. Sehingga dapat kita ambil kesimpulan bahwa rata-rata pada kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kelas konvensional. Berdasarkan pada nilai rata-
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
104
rata setiap kelompok, dapat diketahui bahwa model pembelajaran koperatif berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan sosial siswa, baik untuk kelompok siswa laki-laki ataupun perempuan. Namun model pembelajaran koperatif cenderung memberikan hasil yang lebih baik pada kelompok siswa perempuan. Untuk model pembelajaran konvensional didapatkan hasil bahwa model pembelajaran konvensional berpengaruh akan tetapi tidak signifikan terhadap keterampilan sosial siswa. Dan model pembelajaran konvensional cenderung memberikan hasil yang lebih baik pada kelompok siswa laki-laki. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis ANCOVA Faktorial. Dalam pengujian dengan ANCOVA Faktorial, skor pretest dijadikan sebagai covariate karena pretest merupakan variabel berskala kuantitatif, sedangkan skor posttest dijadikan sebagai dependent variabel. Nilai ini menunjukkan berapa besar pengaruh covariate terhadap variabel dependen. Signifikan < 0,05 berarti pengaruh signifikan. Model pembelajaran dan gender merupakan variabel berskala kualitatif, maka ia menjadi peubah bebas atau disebut juga fixed factor. Nilai ini menunjukkan berapa besar pengaruh peubah bebas terhadap variabel dependen. Signifikan < 0,05 berarti pengaruh signifikan. Berikut adalah hasil uji data penelitian : Tabel 5. Hasil Uji ANCOVA Faktorial Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:posttest Source Type III Sum of Squares df Mean Square a Corrected Model 1845,816 4 461,454 Intercept 82,532 1 82,532 pretest 1357,283 1 1357,283 gender 78,141 1 78,141 model 195,428 1 195,428 gender * model 35,549 1 35,549 Error 1233,166 51 24,180 Total 89429,000 56 Corrected Total 3078,982 55 a. R Squared = ,599 (Adjusted R Squared = ,568)
F 19,084 3,413 56,133 3,232 8,082 1,470
Sig. ,000 ,070 ,000 ,078 ,006 ,231
Tabel 6. Uji Homogenitas Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
105
Dependent Variable:posttest F df1 df2 Sig. 1,699 3 52 ,179 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + pretest + gender + model + gender * model
Dari tabel 5. di atas dapat kita ketahui beberapa hasil, antara lain:
Nilai Sig. pretest sebesar 0,000. < 0,05. Artinya, pretest berpengaruh signifikan terhadap posttest.
Gender : Diketahui bahwa nilai Sig. gender adalah 0,078 > 0,05.
Model : Diketahui nilai Sig. model 0,006 < 0,05.
Gender*model : Diketahui bahwa nilai sig. 0,231 > 0,05.
Dengan demikian sesuai dengan rumusan masalah penelitian, didapatkan hasil antara lain : 1. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap keterampilan sosial siswa? Hipotesis : H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara model pembelajaran terhadap keterampilan sosial siswa H1 : Terdapat pengaruh signifikan antara model pembelajaran terhadap keterampilan sosial siswa Dengan kriteria apabila sig. < 0,05, maka H0 ditolak, dan apabila sig. >0,05 maka H0 diterima. Berdasarkan pada tabel 5, Diketahui nilai Sig. model 0,006 < 0,05. maka H 0 ditolak sehingga H1 diterima, artinya model pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap keterampilan sosial siswa. 2. Apakah terdapat pengaruh gender terhadap keterampilan sosial siswa? Hipotesis :
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
106
H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara gender terhadap keterampilan sosial siswa H1 : Terdapat pengaruh signifikan antara gender terhadap keterampilan sosial siswa Dengan kriteria apabila sig. < 0,05, maka H0 ditolak, dan apabila sig. > 0,05 maka H0 diterima. Dari tabel 5, diketahui bahwa nilai Sig. gender adalah 0,078 > 0,05. maka H 0 diterima. Artinya, gender (jenis kelamin) tidak berpengaruh signifikan terhadap keterampilan sosial siswa. 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap keterampilan sosial ? Hipotesis : H0 : Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan gender terhadap keterampilan sosial siswa H1 : Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan gender terhadap keterampilan sosial siswa Dengan kriteria apabila sig. < 0,05, maka H0 ditolak, dan apabila sig. > 0,05 maka H0 diterima. Dari tabel 5. diketahui bahwa nilai bahwa nilai sig. 0,231 > 0,05. maka H 0 diterima. Artinya, tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan gender (jenis kelamin) terhadap keterampilan sosial. Hal ini berarti peningkatan keterampilan sosial dalam kelompok eksperimen hanya dipengaruhi oleh model pembelajaran pada pendidikan jasmani, tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin siswa.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
107
Gambar 1. Plot Interaksi Model Pembelajaran dan Jenis Kelamin Keterangan :
1.
Model 1 = Model Koperatif Model 2 = model Konvensional Gender 1 = Laki-Laki Gender 2 = Perempuan
Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap keterampilan sosial ? Berdasarkan pada hasil uji analisis yang dilakukan diketahui nilai Sig. model
0,006<0,05., maka H0 ditolak sehingga H1 diterima, artinya model pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap keterampilan sosial siswa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan merupakan salah satu media untuk membentuk siswa menjadi individu yang siap untuk hidup bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan formal membentuk siswa tidak hanya cerdas secara akal tetapi cerdas secara emosi dan hati dan berkembang secara menyeluruh (Suherman, 2009:3). Dalam upaya membentuk pribadi berkarakter tersebut, lingkungan pendidikan formal atau sekolah dikondisikan seperti tatanan kehidupan dalam masyarakat dimana saling menghormati dan saling menghargai menjadi nilai yang harus terus tercermin dan dikembangkan sehingga siswa akan bisa berkembang tidak hanya menjadi
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
108
individu yang berkarakter akan tetapi menjadi anggota dari masyarakat yang mampu memberikan peranan dan sumbangsih terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya. Pendidikan yang ada di sekolah pada dasarnya berfungsi sebagai alat tranformasi nilai. Dengan tujuan dan fungsi sekolah atau pendidikan formal yang telah dijelaskan tersebut, sudah seyogyanya pendidikan menjadi sebuah fase penting dalam perkembangan anak karena merupakan proses pembentukan individu secara holistik dan dari proses tersebut diharapkan akan menghasilkan individu-individu yang berkualitas, yang bertanggungjawab, menghormati, menghargai dirinya sendiri dan menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat sehingga nilai-nilai sosial masyarakat bisa terjaga dengan sikap saling menghargai dan menghormati sesama. Pendidikan jasmani sebagai bagian dari pendidikan menyeluruh memiliki potensi untuk bisa memberikan kontribusi yang maksimal dalam perkembangan anak. Bailey (2006:397) mengungkapkan bahwa hasil dari pendidikan jasmani dapat dipahami dalam 5 domain perkembangan anak yakni : (1) fisik, (2) gaya hidup, (3) afektif, (4) sosial, (5) kognitif. Pendidikan jasmani merupakan waktu pembelajaran yang menyenangkan setelah para siswa berkutat dengan pelajaran teori di dalam kelas. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani banyak model pembelajaran yang biasa digunakan salah satunya adalah model cooperative learning. Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran, yang mendorong siswa untuk tidak hanya fokus terhadap dirinya sendiri tetapi juga membantu temannya dalam proses pembelajaran (Dyson (2005) dalam Casey dkk, 2009: 409). Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang terstruktur heterogen berdasarkan pada tingkat keterampilan, ras, sosial ekonomi dan jenis kelamin. Dalam model pembelajaran ini siswa harus bekerja sama dalam kelompok untuk bisa melaksanakan tugas dan mencapai tujuan bersama (Wang, 2012: 109). Dengan demikian akan terjalin komunikasi interpersonal termasuk ke dalamnya adalah kemauan untuk mendengarkan orang lain, bertanggung jawab
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
109
terhadap tugas, belajar untuk memberi dan menerima umpan balik, dan kemampuan untuk saling menolong satu sama lain antara anggota kelompok (Polvi & Telama, 2000: 106). Siswa diberi kesempatan untuk bisa mengatasi permasalahan yang dihadapinya dengan cara dialog dan diskusi kelompok. TGT merupakan salah satu model cooperative learning yang telah dikembangkan oleh Slavin. Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (Sinaga, 2012). Aktivitas belajar yang di dalamnya berisikan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT (memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks dan menyenangkan. Di samping menyenangkan, hal itu juga menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. TGT merupakan model cooperative learning yang menekankan pada pembelajaran dalam kelompok-kelompok. Oleh karena dalam TGT menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan dalam pembelajaran, sehingga sebagian besar guru lebih memilih TGT karena faktor menyenangkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajarannya (Slavin, 2005:14). Tujuan dari pendidikan jasmani bisa tercapai dengan maksimal salah satunya ketika anak menyadari peranan dan pentingnya pendidikan jasmani dengan cara partisipasinya secara aktif dalam kelas pendidikan jasmani. Tingkat partisipasi siswa banyak dipengaruhi oleh banyak hal seperti di antaranya adalah tingkat motivasi, kepercayaan diri, pemahaman terhadap manfaat dari aktivitas fisik, kesempatan untuk berpartisipasi, kompetisi, dan teman sekelas (Ryan & Poirie, 2012). Model cooperative learning memberikan kesempatan yang sama kepada anak untuk bisa berpartisipasi dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Memberikan
mereka kesempatan untuk berkomunikasi dengan anggota
kelompoknya agar menjadi kelompok yang menang dalam kompetisi. Dengan adanya interaksi dan komunikasi yang intens dengan anggota kelompoknya, maka
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
110
keterampilan sosial siswa meningkat. Berdasarkan pada penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning tipe TGT memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan interpesonalnya dengan cara interaksi dengan teman dalam kelompok belajarnya. Selain itu, model TGT memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari solusi untuk menghadapi setiap masalah yang dihadapinya. Siswa menyadari akan peranan dan kontribusinya terhadap kemajuan kelompok sehingga mereka akan bekerja sama, saling menghormati dan menghargai peranan dan keberadaan orang lain. Dengan demikian, model TGT memberikan pengaruh terhadap keterampilan sosial anak. 2. Apakah terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap keterampilan sosial siswa ? Dari tabel 5, diketahui bahwa nilai Sig. gender adalah 0,078 > 0,05. maka H 0 diterima. Artinya, gender (jenis kelamin) tidak berpengaruh signifikan terhadap keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak berkembang secara alami sesuai dengan pertumbuhan mereka. Namun dalam tahapan perkembangannya, keterampilan sosial dipelajari oleh anak dari interaksi sehari-hari mereka dengan orang lain. Artinya, perkembangan keterampilan sosial anak tidak hanya terbentuk di lingkungan sekolah saja, tetapi di semua lingkungan tempat
dia
hidup
sebagai
media
dan
sarana
pembelajaran.
Dalam
perkembangannya, keterampilan sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah (Muzaiyin, 2013) : a. Kondisi anak Beberapa kondisi anak yang mempengaruhi tingkat keterampilan sosial anak antara lain adalah temperamen anak, regulasi emosi dan kemampuan sosial kognitif. Anak-anak yang memiliki temperamen sulit dan cenderung mudah terluka secara psikis, biasanya akan takut dan malu-malu dalam menghadapi stimulus sosial yang baru, sedangkan anak-anak yang ramah dan terbuka lebih responsif terhadap lingkungan sosial. Selain itu anak dengan temperamen sulit ini
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
111
cenderung lebih agresif dan impulsif sehingga sering ditolak oleh teman sebaya. Kedua kondisi ini menyebabkan kesempatan mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya berkurang, padahal interaksi merupakan media yang penting dalam proses belajar keterampilan sosial. Anak yang mampu bersosialisasi dan mengatur emosi akan memiliki keterampilan sosial yang baik sehingga kompetensi sosialnya juga tinggi. Anak yang kurang mampu bersosialisasi namun mampu mengatur emosi, maka walaupun jaringan sosialnya tidak luas tetapi ia tetap mampu bermain secara konstruktif dan berani bereksplorasi saat bermain sendiri. Sedangkan anak anak yang mampu bersosialisasi namun kurang dapat mengontrol emosi cenderung akan berperilaku agresif dan merusak interaksi anak dengan lingkungan. Perkembangan keterampilan sosial anak juga dipengaruhi oleh kemampuan sosial kognitifnya yaitu keterampilan memproses semua informasi yang ada dalam proses sosial. Kemampuan ini antara lain kemampuan mengenali isyarat sosial, menginterprestasi isyarat sosial dengan cara yang tepat dan bermakna, mengevaluasi konsekuensi dari beberapa kemungkinan respon serta memilih respon yang akan dilakukan. b. Usia Anak yang masih usia pra sekolah masih belum memiliki kemampuan untuk mencerna berbagai macam informasi secara baik dan sulit memahami orang lain. Namun setelah memasuki usia sekolah, anak akan bertahap mendapatkan pemahaman akan peranan orang lain dan mulai berinteraksi dengan orang lain. c. Interaksi anak dengan lingkungan Lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan sosial anak mulai dari lingkungan terdekat yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Secara umum, pola interaksi anak dengan orang tua, kualitas hubungan pertemanan dan penerimaan anak dalam kelompok merupakan dua faktor eksternal atau lingkungan yang cukup berpengaruh bagi perkembangan sosial anak. Anak banyak belajar mengembangkan keterampilan sosial baik dengan proses modeling (peniruan) terhadap perilaku orang tua dan teman sebaya, ataupun melalui
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
112
penerimaan penghargaan saat melakukan sesuatu yang tepat dan penerimaan hukuman saat melakukan sesuatu yang tidak pantas menurut orang tua dan teman sebaya. d. Jenis kelamin Anak perempuan dan anak laki-laki memiliki perbedaan pola interaksi, hal ini mempengaruhi pula pada keterampilan sosial anak. Dua anak yang usianya sama tetapi berjenis kelamin berbeda, maka keterampilan sosialnya pada aspek aspek tertentu juga berbeda. e. Keadaan sosial ekonomi Kondisi perekonomian keluarga akan berdampak pada sosial anak. Anak-anak yang memiliki kondisi sosial ekonomi lebih baik akan memiliki kepercayaan yang baik. Mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sosialnya pada berbagai kesempatan dan kondisi lingkungan yang berbeda. f. Pendidikan orang tua Secara garis besar, pendidikan orang tua berpengaruh terhadap peranan dan pemahaman orang tua terhadap berbagai kondisi tahapan perkembangan anak dan memposisikan diri dalam berbagai kondisi yang dihadapi oleh anak. g. Jumlah saudara Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa para guru menilai siswa yang mempunyai satu saudara kandung mempunyai keterampilan interpersonal lebih baik dibandingkan yang tidak mempunyai saudara kandung. h. Pekerjaan orang tua Hasil penelitian dari Liebling (2004) yang menyatakan bahwa pada kondisi ibu bekerja di luar rumah mengakibatkan waktu bertemu dengan anak akan menjadi berkurang, sehingga ibu tidak bisa maksimal dalam mendidik dan membimbing anak, sehingga akan berpengaruh terhadap keterampilan sosial anak. Pada penelitian ini diketahui hasil bahwa model pembelajaran memberikan pengaruh signifikan terhadap keterampilan sosial sedangkan jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap keterampilan sosial siswa. Hal ini terjadi mungkin karena siswa memang lebih tertarik pada model pembelajaran dalam
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
113
pendidikan jasmani baik itu untuk anak laki-laki ataupun anak perempuan. Hal ini terjadi karena model pembelajaran yang diberikan pada kelas eksperimen yakni model TGT merupakan model pembelajaran yang jarang mereka dapatkan dalam pembelajaran penjas sebelumnya. Sehingga, baik siswa laki-laki dan perempuan menunjukkan ketertarikannya dalam pembelajaran penjas dengan partisipasi aktif mereka. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keterampilan sosial dalam perkembangan anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Siswa di SMP Percontohan Labschool UPI berasal dari latar belakang yang berbeda, seperti tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tuanya serta keadaan sosial ekonomi keluarga. Frekuensi mata pelajaran penjas yang hanya diberikan selama satu kali dalam satu minggu memberikan indikasi bahwa anak lebih banyak berinteraksi di luar dari pelajaran penjas bahkan di luar lingkungan sekolah. Interaksi anak di luar lingkungan sekolah tidak bisa terkontrol. Dalam penelitian ini, hanya faktor jenis kelamin yang dijadikan variabel penelitian sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial lainnya tidak menjadi variabel dalam penelitian ini. Oleh karena itu, untuk penelitian lebih lanjut perlu menjadikan faktor lainnya seperti faktor status ekonomi keluarga, pendidikan dan pekerjaan orang tua dan jumlah saudara menjadi variabel penelitian sehingga faktor-faktor tersebut bisa lebih terkontrol. 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap keterampilan sosial ? Dari tabel 5. diketahui bahwa nilai bahwa nilai sig. 0,231 > 0,05. maka H 0 diterima. Artinya, tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan gender (jenis kelamin) terhadap keterampilan sosial. Hal ini berarti peningkatan keterampilan sosial dalam kelompok eksperimen hanya dipengaruhi oleh model pembelajaran pada pendidikan jasmani, tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin siswa. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dan dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa model pembelajaran memberikan pengaruh signifikan terhadap
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
114
keterampilan sosial sedangkan gender tidak berpengaruh signifikan terhadap keterampilan sosial. Hal ini terjadi mungkin karena siswa memang lebih tertarik pada model pembelajaran dalam pendidikan jasmani baik itu untuk anak laki-laki ataupun anak perempuan. Hal ini terjadi karena model pembelajaran yang diberikan pada kelas eksperimen yakni model TGT merupakan model pembelajaran yang jarang mereka dapatkan dalam pembelajaran penjas sebelumnya. Sehingga, baik siswa laki-laki dan perempuan menunjukkan ketertarikannya dalam pembelajaran penjas dengan partisipasi aktif mereka. Dari gambar 1. Plot Interaksi Model Pembelajaran dan Jenis Kelamin, diketahui bahwa tidak terdapat pertemuan garis antara model pembelajaran dan jenis kelamin, sehingga diketahui bahwa tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap keterampilan sosial siswa. Namun jika kita tarik garis putus-putus dari kedua garis, baik untuk garis model pembelajaran dan garis jenis kelamin maka terdapat pertemuan antara kedua garis tersebut. Hal ini berarti, jika penelitian dilakukan lebih lama atau jumlah sampel penelitian yang digunakan ditambah, maka akan memberikan indikasi adanya interaksi antara model pembelajaran dan jenis kelamin terhadap keterampilan sosial siswa. Berdasarkan pada pengujian hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 1). Terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani. 2) Tidak terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap keterampilan sosial siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani. 3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan jenis kelamin pada keterampilan sosial siswa. Berdasarkan kesimpulan yang dirumuskan, maka saran atau rekomendasi dari penelitian antara lain: 1). Mengisi kekosongan tentang keterampilan sosial dan model pembelajaran terutama model pembalajaran cooperative learning dalam pendidikan jasmani. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pengembangan pembelajaran pendidikan jasmani pada anak sesuai dengan tahapan pendidikan dan perkembangan anak. 2). Hendaknya guru pendidikan jasmani sudah menggunakan atau memperkenalkan scientific method pada
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
115
tingkatan paling dasar, sehingga pada tingkatan pembelajaran lanjutan siswa sudah tidak asing dengan scientific method. 3). Untuk penelitian sejenis selanjutnya untuk menambahkan variabel moderat lainnya seperti keadaan sosial ekonomi keluarga, jumlah saudara dan tingkat pendidikan serta pekerjaan orang tua, sehingga faktor-faktor lainnya akan lebih terkontrol dan memberikan hasil yang lebih akurat.
Daftar Pustaka
Al-Ali M, M. dkk. (t.t.) Social Anxiety In Relation To Social Skills, Aggression, And Stress Among Male And Female Commercial Institute Students Education Vol. 132 No. 2. Alimoeso, S. (2012). Remaja Harus Pahami Kesehatan Reproduksi: 20,9% Hamil di Luar Nikah, 21,5% Remaja Gunakan Narkoba. Riau Pos, 5 November. (Online). Tersedia : http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=19086&kat=3#.USWq wvK69d0 Diakses 26 Desember 2012. Andry. (2012). Angka Peredaran Narkoba Di Kalangan Siswa dan Mahasiswa Meningkat Tahun Ini. Indonesia Raya News, 26 Desember. (Online) Tersedia : http://indonesiarayanews.com/news/hukum-kriminal/12-262012-10-33/angka-peredaran-narkoba-di-kalangan-siswa-danmahasiswa-meningkat-tahun-ini Diakses 26 Desember 2012. ANTARA News. (2012). Praktisi: Degradasi Moral Pelajar Perlu Disikapi Serius. ANTARA News, 5 Mei 2012. (Online). Tersedia : http://www.antarasumut.com/praktisi-degradasi-moral-pelajar-perludisikapi-serius Diakses 26 Desember 2012. Arslan, E. dkk. (2011). Social Skills And Emotional And Behavioral Traits Of Preschool Children. Social Behavioral And Personality (39) 9. Avsar, Z. & Ozturk K, F. (2007). Determination of Social Skills Level In Students Of Building Of Uludag University Phyisical Education And Sports Department. Journal Of Theory And Practrice In Education, 3(2): 197-206.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
116
Bailey, R. (2006). Physical Education And Sport In Schools: A Review Of Benefit And Outcomes. America: Journal of School Health. Bucher, C.A & Wuest, D.A. (1999). Foundations Of Physical Education and Sport. The McGraw-Hill Companies, New York. Budiman, D. (2009). Model Pengembangan Proses Sosial Siswa SD Melalui Metode Dan Pendekatan Mengajar Pendidikan Jasmani. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Caput-jogunica, R. (2009). Extracurricular Sports Activities In Presschool Children: Impact On Motor Achievement And Physical Literacy. Hrvat. Sportskomed. Vjesn.2009; 24. Casey, A., Dyson, B., & Campbell, A. (2009). Action Research in Phyisical Education: Focusing Beyond Myself Through Cooperative Learning. Educational Action Research Vol. 17. No.3. Routledge. Deniz, M. E. dkk (2009). Evaluation Of Depression With Respect To Different Social Skill: A Turkish Study. Social Behavior And Personality, 2009, 37(7), 881-888 © Society for Personality Research (Inc.) Durmusoglu-Saltali, N. (2012) The Relationship Between Abuse Within The Family And Social Skills Of Turkish Senior Primary School Children. Social Behavior And Personality, 2012, 40(4), 585-590 © Society for Personality Research Dyson, B., Griffin, L L., Hastie, P. (2004). Sport Education, Tactical Games And Cooperative Learning : Theoretical And Pedagogical Considerations. National Association fo Kinesiology And Physical Education in Higher Education, Quest 56. Eldar, E & Ayvazo, S. (2009). Educating Through The Physical- Rationale. Nevada, Las Vegas: Education And Treatment Of Children Journal. Fraenkel J.R., & Wallen N. E., (1993). How To Design And Evaluate Research In Education. USA: McGraw-Hill. Fraenkel J.R.,Wallen N. E., Hyun, H. H. (2011). ). How To Design And Evaluate Research In Education. USA: McGraw-Hill. Goodwin, M. W. (1999). Cooperative Learning and Social Skills: What Skills to Teach and How to Teach Them. Intervention in School and Clinic, Vol. 35 No.1.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
117
Goudas, M. & Magotsiou, E. (2009). The Effect of a Cooperative Physical Education Program on Student’s Social Skills. Journal of Applied Sport Phychology, 21. Routledge. Gulay, H. Akman, K., & Kargi, E. (2004). Social Skills Of First-Grade Primary School Students And Preschool Education.. Educational Vol 131 No.3. Gulay, O. dkk. (2010). Effect of Cooperative Games on Social Skill Levels and Attitudes Toward Physical Education. Eurasian Journal of Educationan Research, Issue 40, Summer 2010. Hargie, O,. Dickson, D & Tourish, D. (2004). Communication Skill for Effective Management. Baingstoke: Macmilan. Hollingsworth, M. A. (2009). Wellness and academic performance of elementary students. Paper presented at the American Counselling Association Annual Conference and Exposition, Charlotte, NC. Huda, M. S. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (Stad) Untuk Meningkatkan Kemampuan Gerak Dasar Guling Depan Dalam Senam Lantai. Skripsi pada Prodi PKR Jurusan Pendidikan Olahraga FIK Universitas Negeri Surabaya. Dipublikasan dalam Jurnal Skripsi Online. Tersedia pada http://www.downloadskripsigratis.com/2009/10/skripsi-universitasnegeri-surabaya.html Diakses tanggal 7 April 2013. Isjoni. (2012). Cooperative Learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Juliantine, T., Subroto, T., & Yudiana, Y. (2013). Model-Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Bandung: FPOK UPI. Jurevičienė, M. dkk. (2012). Concept And Structural Components Of Social Skills. Lithuania: UGDYMAS KŪNO KULTŪRA SPORTAS. Komnas Perlindungan Anak. (2011). Catatan Akhir Tahun 2011. (Online). Tersedia: http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhirtahun-2011-komisi-nasional-perlindungan-anak/. Diakses 26 Desember 2012.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
118
Lavasani, M. G., Afzali, L, & Afzali, F. (2011). Cooperative Learning And Social Skills. Academic World Education & Research Center: CJES. Maryati. (2012). Tawuran Pelajar Meningkat. ANTARA News, 23 Juli 2012. (Online). Tersedia : http://www.antaranews.com/berita/322987/tawuran-pelajar-meningkat. Diakses tanggal 26 Desember 2012. Maulana, S. (2012). Bahaya, Kasus Aborsi Di Kalangan Remaja Kian Meningkat. Islam Pos, 17 September. (Online). Tersedia : http://islampos.com/bahaya-kasus-aborsi-di-kalangan-remaja-kianmeningkat-16852/ Diakses tanggal 26 Desember 2012. Muzaiyin, P. (2013). Keterampilan Sosial Anak. (Online). Tersedia : http://pujianimuzaiyin.blogspot.com/2013/06/ketrampilan-sosialanak.html. Diakses 10 Maret 2014 Nazir Khan, Gul. & Inamullah, H. M. (2011). Effect of Student’s Team Achievement Division (STAD) on Academic Achievement of Students. Asian Social Science, vol7, No. 12. Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Noho, M. A. (2013). Validitas Internal dan Eksternal. Politeknik Kesehatan Gorontalo. (Online). Tersedia : http://mohamad-alim-nohovaliditas.blogspot.com/2013/12/makalah.html Diakses tanggal 10 Juni 2014. Nopembri, S. (2008). Model Pengembangan Keterampilan Sosial Melalui Olahraga Futsal (Studi Interaksi Sosial Pada Masyarakat Yang Berpartisipasi Dalam Olahraga Futsal). (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Nugroho, W. (2013). Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Bermain Bolavoli Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Nguter Tahun Ajaran 2012 / 2013. Skripsi pada Penjaskesrek UNS. Dipublikasikan pada http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/penjaskesrek/article/view/956 Diaskes pada tanggal 8 April 2013.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
119
Martinovic, D. dkk. (2011). Gender Differences in Sports Involvement And Motivation For Engagement In Physical Education In Primary School. Problems Of Eduation in the 21st Century Volume 31. Metzler, M. W. (2000). Instructional Models For Physical Education. Massachusetts, USA: A Pearson Education Company. Pangrazi, R.P. (2007). Dynamic Physical Education for Elementary School Children. San Francisco, USA: Champaign. Polvi, S. & Telama, R. (2000). The Use of Cooperative Learning as A Social Enhancer in Physical Education. Scandinavian Journal of Educational Research, Vol. 44 No. 1. Rohmah, O. (2010). Hubungan Pembelajaran Penjas Dengan Perilaku Sosial Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Ryan, T. & Poirier, Y. (2012). Secondary Physical Education Avoidance And Gender: Problem And Antidotes. International Journal of Instruction. July 2012 Vol. 5 No.2. Sattelmair, J., & Ratey, J. J. (2009). Physically Active Play and Cognition: An Academic Matter? Americal Journal of Play, 365 – 372. Sinaga, L. H. M. (2012). “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Terhadap Hasil Belajar Dribbling Pada Permainan Bola Basket Siswa Kelas IX SMP Negeri 7 Sibolga Tahun Ajaran 2012 / 2013”. A Thesis : Physical Education Department, Faculty Sport Of Sciences, State Universty of Medan 2012. Dipublikasikan pada http://digilib.unimed.ac.id/ Diakses pada tanggal 7 April 2013. Slavin, R. (2005). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice London: Allymand Bacon. Sudrajat, U. (2010). Analisis Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, Dan Kesehatan Dalam Mendukung Perilaku Sosial Peserta Didik. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
120
Suherman, A. (2009). Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani: Alternatif Pengembangan dan Implementasi Model Pembelajaran dalam Pengajaran Pendidikan Jasmani. Bandung: FPOK. Suherman, A. (2009). Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani. CV Bintang Warli Artika, Bandung. Suherman, A. (2013). Membangun Kualitas Hidup Bangsa Melalui Pendidikan Jasmani. Pidato Pengukuhan Guru Besar UPI. Suherman, A. (2014). Analisis Statistik Ancova, Manova Dan Mancova Dengan Menggunakan SPSS. Bandung: SPs UPI. Talbot, M. (2001). World Summit On Physical Education. Berlin, Germany: ICSSPE. 39-50 Universitas Pendidikan Indonesia. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI PRESS. Wang, M. (2012). Effect Of Cooperative Learning on Achievement Motivation of Female University Students. Published by Canadian Center of Science of Science and Education. Asian Social Science Vol 8 No. 15 Wikipedia.
(2014). External Validity. (Online). Tersedia : http://en.wikipedia.org/wiki/External_validity Diakses tanggal 10 Juni 2014.
Risma, 2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL SISWA DALAM PENDIDIKAN JASMANI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu