Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 1 No.2 ISSN 2338 3240
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 4 PALU Hariawan1), Kamaluddin 2), dan Unggul Wahyono 3) Email:
[email protected] Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Universitas Tadulako, Jl. Soekarno Hatta KM. 9. Abstrak- Penelitian ini bertujuan menguji signifikansi pengaruh model pembelajaran creative problem solving terhadap kemampuan memecahkan masalah fisika yang dilihat dari perbedaan hasil postest di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitian adalah eksperimen kuasi dengan Pretest-posstest Equivalent Group Design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 4 palu. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Kelas XI IPA-A sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA-F sebagai kelas kontrol. Instrumen digunakan berupa uraian tes. Analisis data menggunakan Uji t dua pihak pada taraf signifikansi 5% dan dk= 70 dengan uji prasyarat normalitas dan homogenitas. Hasil uji statistik diperoleh thitung = 3,18 dan ttabel= 1,99 dengan kriteria terima Ho jika -1,99< t <1,99 dan tolak H1 dalam hal lainnya. Nilai thitung berada diluar penerimaan Ho sehingga H1 diterima dengan kesimpulan terdapat pengaruh model pembelajaran creative problem solving yang signifikan terhadap kemampuan siswa dalam memecahkan masalah fisika.
Kata Kunci: Creative Problem Solving; Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika.
PENDAHULUAN
I.
Pembelajaran fisika adalah pembelajaran yang tidak mengabaikan hakikat fisika sebagai sains. Hakikat proses,
sains yang dimaksud meliputi produk, dan
sikap
ilmiah.
Pembelajaran
menggunakan
konsep
dan
menjelaskan
berbagai
prinsip
fisika
untuk
alam
dan
peristiwa
menyelesaikan masalah baik secara kualitatif dan kuantitatif [2]. Pada dasarnya, kebanyakan guru fisika hanya
fisika
mengandalkan pembelajaran yang berpusat pada
seharusnya dapat memberikan pengalaman langsung
guru dengan perangkat pembelajaran yang hanya
pada siswa sehingga menambah kemampuan dalam
mengandalkan
mengkonstruksi,
sarana pembelajaran lainnya, seperti laboratorium,
memahami,
dan
menerapkan
buku
acuan
tanpa
menggunakan
konsep yang telah dipelajari. Dengan demikian,
perpustakaan,
siswa akan terlatih menemukan sendiri berbagai
sekitar maupun internet yang begitu jarang untuk
konsep secara holistik, bermakna, otentik serta
dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi
aplikatif untuk kepentingan pemecahan masalah [1].
belajar.
Hal
tujuan
pemberian informasi tanpa memperhatikan nilai-nilai
sendiri,
yaitu
yang terdapat dalam kurikulum berdampak pada
bernalar
dalam
deduktif
dengan
ini
pula
yang
pembelajaran mengembangkan berpikir
analisis
menjadi
fisika
itu
kemampuan induktif
dan
salah
satu
kurangnya
media
Pembelajaran
pembelajaran,
hanya
kemampuan
lingkungan
berpusat
siswa
pada
dalam
48
mengembangkan dan mengaplikasikan teori yang
hasil belajar matematika peserta didik yang diajar
mereka peroleh.
dengan pembelajaran Direct Instruction lebih tinggi.
Mengatasi permasalahan yang dihadapi pada proses
pembelajaran
fisika
maka
perlu
ada
Beradasarkan berkeinginan
uraian
untuk
di
melakukan
atas,
peneliti
penelitian
model
perubahan pada proses pembelajaran yang berpusat
pembelajaran creative problem solving pada materi
kepada guru menjadi berpusat pada siswa. Perlu
elastisitas dan gerak harmonik sederhana. Kedua
dikembangkan
melalui
materi tersebut merupakan saah satu bagian dari
pendekatan dan inovasi yang mengaitkan antara
mata pelajaran fisika yang diajarkan di kelas XI SMA
materi
yang materinya banyak berkaitan dengan kehidupan
pengalaman
pelajaran
dengan
belajar
permasalahan
yang
dihadapi serta pemanfaatan sumber belajar secara
sehari-hari. Keaktifan dan kekreatifan siswa
optimal. Keterlibatan langsung siswa dalam proses
kegiatan belajar mengajar dengan menghadirkan
pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil
fenomena alam dan pengalaman yang dimiliki siswa
belajar
diharapkan mampu menghasilkan beragam ide-ide
dan
dapat
meningkatkan
keterampilan
berpikir dalam memecahkan masalah [3]. Salah satu
masalah
solusi yang bisa ditawarkan adalah pembelajaran
memecahkanya dengan solusi
konstruktif dan berpusat pada pemecahan masalah
pembelajaran creative problem solving
yaitu
pada pemecahan masalah secara kreatif diharapkan
penerapan
model
pembelajaran
Creative
Problem Solving.
yang
membuat
Creative problem solving (pemecahan masalah
biasa
siswa
kemampuannya
dijumpai
mampu
dalam
dan
dalam
mampu
yang kreatif. Model berpusat
mengembangkan
menyelesaikan
masalah
kreatif) dalam penyelesaian problematik maksudnya
dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
segala cara yang dikerahkan oleh seseorang dalam
materi elastisitas dan gerak harmonik sederhana.
berpikir kreatif, dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan
secara
kreatif.
implementasinya, Creative problem solving dilakukan melalui
solusi
kreatif.
Creative
II.
Dalam
problem
solving
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen quasi dengan mengambil dua kelas secara purposive
dibangun atas tiga macam komponen penting, yaitu:
sampling
ketekunan,
kelas
masalah
dan
tantangan.
Creative
METODE PENELITIAN
pada sekolah SMA Negeri 4 Palu.
ini
yaitu
kelas
XI
IPA
A
sebagai
Kedua kelas
mengembangkan
eksperimen yang mengikuti model Pembelajaran
pemikiran divergen, berusaha mencapai berbagai
Creative Problem Solving dan kelas XI IPA F sebagai
alternatif dalam memecahkan suatu masalah. Selain
kelas kontrol yang mengikuti model Pembelajaran
itu,
banyak
Direct Instruction. Ruang lingkup dalam penelitian ini
fasilitator,
hanya mencakup pada kemampuan siswa dalam
problem
solving
dalam
implementasinya
menempatkan motivator
berusaha
dan
para
pendidik
dinamisator
pun
lebih
sebagai belajar
baik
secara
memecahkan masalah fisika pada materi elastisitas dan hukum Hooke.
individu maupun secara berkelompok. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diperoleh
Data yang diambil dari penelitian ini yaitu
hasil penelitian yang relevan dimana peneliti tidak
kemampuan
memihak pada salah satu model baik model creative
fisika yang diperoleh dengan memberikan tes uraian
problem
Instruction.
pada akhir materi pembelajaran. Lebih jelasnya
Penelitian itu diantaranya Noortsani [4] menyatakan
desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah
adalah seperti pada tabel 1.
matematis siswa yang belajar matematika dengan
Tabel 1: Desain Penelitian : The non ekivalen pretest-postest design
solving
maupun
Direct
pendekatan Creative Problem Solving lebih baik secara signifikan daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional dan Nur Hidayati, A [5] menyatakan bahwa rata-rata
Group
siswa
dalam
memecahkan
Tes Awal
Kelas O Eksperimen Kelas Kontrol O (Sumber: Sugiyono, 2009) [6]
masalah
Perlakuan
Tes Akhir
X1
O
X2
O
50
Keterangan : X1 : Model pembelajaran creative problem solving X2 : Model pembelajaran konvensional. O : Tes Awal dan tes akhir
a.
skor
rata-rata
Deskripsi Skor Kemampuan Memecahkan
dibagi
dengan
fisika berdasarkan tes awal dan tes akhir pada kelas
yang
pada tes awal
25%, sedangkan untuk tes akhir (postest) pada
Secara kuantitas
Hasil tes kemampuan memecahkan masalah
ideal
kelas ekperimen 26% dan kelas kontrol
kelas ekperimen 45% Masalah Fisika
skor
dikalikan dengan 100% diperoleh (pretest )
HASIL DAN PEMBAHASAN
III.
awal dan tes akhir yang diukur dari skor ideal yakni
dan kelas kontrol 33%.
terdapat perbedaan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah fisika antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
ekperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 2.
b. : Deskripsi Skor tes kemampuan memecahkan masalah fisika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
Tabel 2
Pretest Kelas
Uraian
Sampel (N) Skor Maksimum Skor Minimum Rerata Skor Skor Ideal Standar Deviasi % Ketercapaian dari skor ideal
Posttest Kelas
Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan
hasil
uji
dan
uji
homogenitas yang telah dilakukan, diperoleh data yang berdistribusi normal dan homogen pada taraf signifikansi
0,05.
dilakukan
uji
Eksperi men 35
Kontro l 37
Eksperi men 35
Kontrol
18
17
30
28
1 10,57 40
1 9,86 40
7 17,91 40
1 13,24 40
4,33
3,57
5,57
6,85
pengujian
26 %
25%
45%
33%
kemampuan
37
Atas
dasar
kesamaan
tersebut
rata-rata
dapat dengan
menggunakan uji signifikansi (dua pihak).
Uji ini
digunakan untuk memastikan apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Hasil perolehan statistik siswa
uji dalam
signifikansi
data
memecahkan
hasil
masalah
fisika antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
Adapun grafik perolehan skor rata-rata tes awal dan tes akhir dari kedua kelas dapat dilihat
ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2
pada gambar 1. 40
: Uji signifikansi (dua pihak) tes awal (pretest) dan tes akhir (postest) kelas ekperimen dan kelas kontrol
40
Nilai Rata- Rata
40 30 20 10 0
normalitas
tHitung
Kelas 17.91 13.24
10.57 9.86
Pretest
Postest
Kelas ekperimen
Eksperimen (XI IPA-A) Kontrol (XI IPA-F)
skor ideal
Pretest
Poste st
10,57
17,91
9,86
Pret est
Post est
0,76
3,18
13,24
ttabel ( 0,05)
1,99
Keputusan Pret est
Post est
Ho Diter ima
H1 Diter ima
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa, pada tes awal
Kelas kontrol
(pretest) nilai thitung sebesar 0,76 dan nilai
ttabel pada taraf signifikansi (α = 0,05) sebesar 1,99 Gambar 1. Grafik perolehan rata-rata skor tes awal dan tes akhir kemampuan memecahkan masalah. Berdasarkan gambar 1 perolehan skor rata-rata
hasil pengujian ini menunjukkan thitung berada pada daerah penerimaan Ho, yakni thitung < ttabel dengan demikian Ho diterima dan H1 ditolak artinya tidak terdapat
perbedaan
kemampuan
memecahkan
siswa secara kuantitas terdapat perbedaan. Pada
masalah fisika antara kelas eksperimen dan kelas
postest perbedaan yang ditunjukkan cukup signfikan
kontrol.
dimana kelas eksperimen dengan peolehan skor
Untuk pengujian hipotesis berdasarkan tes akhir
tertinggi yaitu 17,91 sedangkan pada kelas kontrol
(postest) diperoleh nilai sebesar 3,18 dan nilai ttabel
dengan perolehan skor yaitu 13,24. Pada tabel 2
pada taraf signifikansi (α = 0,05) sebesar 1,99 hasil
persentase
ketercapaian
pengujian ini menunjukkan thitung berada pada daerah
kemampuan memecahkan masalah fisika pada tes
penerimaan H1, yakni thitung ≥ttabel dengan demikian
skor
rata-rata
tes
51
H1
diterima
dan
H0
ditolak
artinya
terdapat
6,85.
Hasil
ini
menunjukkan
bahwa
terdapat
perbedaan kemampuan memecahkan masalah fisika
perbedaan skor antara kelas eksperimen dan kelas
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
kontrol terlihat bahwa skor kelas eksperimen lebih menguji
tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hasil ini juga
signifikansi pengaruh model pembelajaran creative
didukung oleh analisis uji statistik pada pengujian
problem solving terhadap kemampuan siswa dalam
hipotesis dengan menggunakan rumus Uji-t dua
memecahkan
melihat
pihak dengan dk (n1 + n2 - 2) dengan taraf α = 0,05.
perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan
Dari perhitungan hipotesis diperoleh thitung sebesar
masalah fisika antara kelas eksperimen dan kelas
3,18 dan ttabel sebesar 1,99. Hasil pengujian hipotesis
kontrol
Sebelum
menunjukkan bahwa thitung ≥ttabel yaitu 3,18 ≥1,99
dilakukan analisis postest dilakukan juga analisis
dengan kata lain hipotesis H1 diterima. Berdasarkan
pada hasil pretest karena hasil pretest digunakan
hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa
untuk melihat keadaan awal kedua kelas apakah
ada pengaruh model pembelajaran creative problem
memenuhi syarat sebagai sampel penelitian atau
solving secara signifikan terhadap kemampuan siswa
tidak.
dalam memecahkan masalah fisika pada materi
Penelitian
ini
bertujuan
masalah
pada
hasil
untuk
fisika
dengan
analisis
postest.
elastisitas dan gerak harmonik sederhana kelas XI Berdasarkan kemampuan
hasil
analisis
memecahkan
kualitatif
pretest
masalah
SMA Negeri 4 Palu.
fisika
menunjukkan skor rata-rata siswa kelas eksperimen
Pada skor akhir (postest) pada kelas eksperimen
10,57 dengan standar deviasi 4,33 dan skor rata-
dan kelas kontrol cukup berbeda. Rata-rata skor
rata kelas kontrol 9,86 dengan standar deviasi 3,57.
untuk kelas eksperimen sebesar 17,91 sedangkan
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kelas kontrol sebesar 13,24. Secara kuantitas hasil
skor antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
ini menunjukkan perbedaan yang signifikan harga
terlihat bahwa skor kelas eksperimen lebih tinggi
tersebut
dibandingkan kelas kontrol. Hasil ini berbeda dengan
memperoleh skor rata-rata yang tinggi dibandingkan
hasil analisis uji statistik pada pengujian hipotesis
dengan kelas kontrol. Diperolehnya hasil tersebut
dengan menggunakan rumus Uji-t dua pihak pada
dimungkinkan
taraf α = 0,05. Dari perhitungan hipotesis diperoleh
pembelajaran menggunakan model creative problem
thitung sebesar 0,76 dan ttabel sebesar 1,99. Hasil
solving,
pengujian hipotesis menunjukkan bahwa thitung < ttabel
pembelajaran
yaitu 0,76 < 1,99 dengan kata lain hipotesis Ho
menemukan solusi dari permasalahan yang diajukan,
diterima dan H1 ditolak. Berdasarkan hasil pengujian
saling berinteraksi dengan teman maupun guru,
hipotesis
terdapat
saling bertukar pikiran, sehingga wawasan dan daya
perbedaan memecahkan masalah fisika antara kelas
pikir mereka berkembang dan menyadari banyak hal
eksperimen dan kelas kontrol. Kemampuan dalam
atau kejadian yang dapat mereka jumpai dalam
memecahkan
eksperimen
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan konsep
maupun dikelas kontrol tidak terdapat perbedaan
fisika yang mereka pelajari. Salah satu contoh pada
yang menjadikan kedua kelas ini memenuhi syarat
materi
sebagai sampel penelitian.
“karet dan tanah liat adalah benda yang sering kalian
menunjukkan
masalah
bahwa
baik
tidak
dikelas
menunjukkan
kelas
eksperimen
karena
siswa
berperan dan
elastisitas
aktif
secara
dimana
dalam
dalam
kreatif
peneliti
proses berusaha
menanyakan:
jumpai dalam kehidupan sehari-hari, jika kedua Analisis berbeda,
postest
terlihat
kemampuan
menunjukkan
bahwa
hasil
memecahkan
hasil
analisis masalah
yang
kualitatif fisika
menunjukkan skor rata-rata siswa kelas eksperimen 17,91 dengan standar deviasi 5,57 dan skor rata-
benda tersebut kita beri gaya tarik benda tersebut akan mengalami perubahan bentuk. Benda manakah yang dapat kembali ke bentuk semula setelah gaya yang diberikan dihilangkan?”. Secara antusias siswa menjawab pertanyaan yang diberikan sesuai yang
rata kelas kontrol 13,24 dengan standar deviasi
52
mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian
kelebihan dengan problem solving yang ada pada
peneliti meneruskan dengan pertanyaan: “dari kedua
literatur
benda tersebut manakan benda yang bersifat plastis
menyelesaikan masalah secara realistis dan berpikir
dan benda yang bersifat elastis?”.
serta bertindak secara kreatif.
perdebatan mereka
antara
siswa
penasaran
Disini terjadi
sehingga
dengan
jawaban
yang
melainkan melanjutkan dengan memberikan materi tentang elastisitas guna menanamkan konsep yang menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Setelah siswa telah memahami dengan materi elastisitas kemudian peneliti menanyakan kembali
tentang
pertanyaan
awal
yang
menghadirkan kontra dan secara langsung siswa menjawab konsep
pertanyaan
yang
tersebut
diajarkan.
Pada
siswa
diantaranya
mampu
menjadikan
sebenarnya. Peneliti belum memberikan jawaban
diperlukan untuk
dimana
sesuai tahap
dengan
ini
siswa
menyadari akan banyak hal dan menyadari akan
Model pembelajaran creative problem solving merupakan model pembelajaran yang berpusat pada masalah yang menekankan dalam keseimbangan antara pemikiran divergen dan pemikiran konvergen selain itu model pembelajaran creative problem solving
juga
meningkatkan
aktifitas
dan
berpikir kreatif siswa serta berpikir kritis dalam proses
pembelajarannya.
Penelitian
model
pembelajaran creative problem solving Negeri
4
Palu
dibandingkan
memiliki dengan
pengaruh model
di SMA signifikan
pembelajaran
konvensional. Terlepas dari semua itu, peneliti juga memperoleh
makna dari belajar fisika.
dapat
beberapa
hambatan
berdasarkan
pengamatan dalam proses pembelajaran creative Tahap selanjutnya yaitu tahap inti dari model
problem
solving
diantaranya:
(a)
Tujuan
dari
creative problem solving dimana siswa dituntut untuk
dibentuknya kelompok-kelopok kecil belum telaksana
berdiskusi kelompok guna bertukar pikiran dalam
secara
menghasilkan beragam ide-ide permasalahan yang
mendiskusikan hal-hal diluar materi pelajaran bila
mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari dan
siswa tidak diawasi. (b) Siswa masih menemukan
bagaimana menyelesaikan permasalahan tersebut
hambatan dalam menemukan ide-ide permasalahan
berdasarkan konsep yang telah mereka pelajari.
maupun dalam memecahkan masalah yang dihadapi
Salah satu ide masalah yang mereka peroleh pada
hal ini disebabkan karena sumber belajar yang masih
penerapan elastisitas dalam kehidupan sehari-hari
kurang
yaitu “mengapa pemasangan kabel PLN harus dibuat
menemukan informasi-informasi
kendur?”. Siswa mencoba menjawab pertanyaan
dalam memecahkan masalah. (c) Seperti halnya
tersebut
mencoba
kekurangan pada problem solving pada literatur,
menggunakan literatur yang ada guna mendukung
peneliti juga merasakan bahwa dalam pembelajaran
dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
pemecahan masalah seperti creative problem solving
Jika dilihat pertanyaan ini memunculkan kontra
memang membutuhkan alokasi waktu yang cukup
karena permasalahan ini bisa diselesaikan dengan
lama. Selain itu tidak semua pokok bahasan cocok
konsep pemuaian dan juga bisa dengan konsep
dengan model ini seperti yang terjadi pada pokok
elastisitas
bahasan
secara
tetapi
berkelompok
secara
kreatif
dan
siswa
mampu
keseluruhan
sehingga
dimana
siswa
gerak
siswa
cukup
harmonik
cenderung
kesulitan yang
dalam
dibutuhkan
sederhana
siswa
menyelesaikan masalah tersebut dengan konsep
menemukan kesulitan dalam menghasilkan ide-ide
elastisitas.
mampu
permasalahan yang biasa dijumpai dalam kehidupan
kreatifitas
sehari-hari yang berkaitan dengan materi gerak
Pada
mengembangkan
tahap ide,
ini
wawasan
siswa dan
mereka yang menjadikan mereka menjadi aktif
harmonik sederhana.
dalam proses pembelajaran dan yang utamanya IV.
adalah mereka mendapatkan makna dari belajar ilmu fisika
yang
kehidupan
ternyata
sehari-hari.
dapat Hasil
bermanfaat ini
sejalan
dalam dengan
Berdasarkan
KESIMPULAN hasil
postest
kemampuan
memecahkan masalah fisika menunjukkan skor ratarata siswa kelas eksperimen sebesar 17,91 dengan
53
standar deviasi 5,57 dan skor rata-rata kelas kontrol sebesar
13,24
dengan
standar
deviasi
6,85.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus Uji-t dua pihak dengan dk (n1 + n2 - 2) pada taraf α = 0,05. Perhitungan hipotesis diperoleh thitung sebesar 3,18 dan ttabel sebesar 1,99. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa thitung ≥ttabel yaitu 3,18 ≥1,99
dengan
kata
lain
hipotesis
H1
diterima.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tersebut dapat disimpulkan
bahwa
pembelajaran signifikan
terdapat
creative
terhadap
pengaruh
model
solving
secara
siswa
dalam
problem
kemampuan
memecahkan masalah fisika pada materi elastisitas dan gerak harmonik sederhana kelas XI SMA Negeri 4 Palu. DAFTAR RUJUKAN [1]
Taufik, Sukmadinata, Abdulhak, Tumbelaka. 2010. Desain Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Ipa (Fisika) Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandung. Berkala Fisika. Vol 13. , No.2, Edisi khusus, hal E31-E44
[2]
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menegah Atas. Jakarta. Depdiknas.
[3] Santyasa. (2007). Pengembangan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA Dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok. Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha. [4]
Noortsani (2013). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA di Kabupaten Cianjur Melalui Pendekatan Creative Problem Solving. Universitas Pendidikan Indonesia. Perpustakaan.upi.edu.
[5]
Nur Hidayati, A. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran direct instruction Terhadap Hasil Belajar Matematika. Skripsi Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang: Tidak diterbitkan.
[6] Sugiyono. 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,. Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
54