JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
PENGARUH METODE DISKUSI FISH ROWT TERHADAP KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANAK TUNADAKSA USIA 6-12 TAHUN DI YPAC SURABAYA Nur Safitra1Nursalam2 Praba3 Abstrak Anak-anak yang cacat memiliki masalah dalam menggunakan sistem motorik yang disebabkan oleh luka, sakit, dan gagal tumbuh dalam pembentukan organ. Dari sisi psikologis, anakanak yang cacat dapat menjadi apatis, pemalu, sensitif, dan egois. Kondisi ini dapat berdampak terhadap kemampuan bersosialisasi dan interaksi sosial dengan orang-orang di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh metode diskusi fish rowt terhadap interaksi sosial pada anak yang cacat. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Populasi adalah anak cacat yang berumur 6-12 tahun di SDLB D1 YPAC Surabaya. Total sampel adalah 12 responden yang terdiri dari 6 responden pada kelompok kasus dan 6 responden pada kelompok kontrol. Variabel independen adalah metode diskusi fish rowt. Variabel dependen adalah interaksi sosial anak cacat. Data dianalisis dengan Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann Whitney U Testdengan tingkat kemaknaan 5% (α=0,05).Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode diskusi fish rowtmemiliki pengaruh yang signifkan terhadap interaksi sosial anak cacat. Interaksi sosial mengenai autonomi menunjukkan bahwa untuk kelompok kasus nilai P=0,02 dan kelompok kontrol nilai P=1,000 dengan Uji Mann Whitney U menunjukkan nilai P=0,065. Interaksi sosial mengenai ketanggapan menunjukkan pada kelompok kasus nilai p=0,024 dan kelompok kontrol nilai p=1,000 dengan uji Mann Whitney U menunjukkan nilai p=0,002. Interaksi sosial mengenai empati menunjukkan pada kelompok kasus nilai p=0,026 dan kelompok kontrol nilai p=1,000 dengan uji Mann Whitney U menunjukkan nilai p=0,002. Interaksi sosial mengenai regulasi motorik menunjukkan pada kelompok kasus nilai p=0,041 dan kelompok kontrol nilai p=1,000 dengan uji Mann Whitney U menunjukkan nilai p=0,180. Interaksi sosial mengenai regulasi emosional menunjukkan pada kelompok kasus nilai p=0,026 dan kelompok kontrol nilai p=1,000 dengan uji Mann Whitney U menunjukkan nilai p=0,065. Sebagai kesimpulan, metode diskusi fish rowt dapat menjadi salah satu cara untuk mengubah interaksi sosial yang mencakup otonomi, ketanggapan, empati, dan regulasi emosi pada anak cacat. Penelitian selanjutnya diharapkan melibatkan responden dengan jumlah yang lebih besar dan alat pengukuran yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Kata Kunci : Kecacatan, interaksi sosial, metode diskusi, fish rowt. Abstract : Children with difable have problem in used motor systems because of injured, sickness, failed growth of form organs which effected problems in motor ability. From the psychological side, children with difable may be apathetic, shameful, sensitive, and egoist. This situation could effect in socialization ability and social interaction with people around and daily society. This study was aimed to explain effect of fish rowt discuss method on social interaction of children with disability proper. Desain used a quasy experiment design was used in this study. The population was children with difable, 6-12 years old, in SDLB D1 YPAC Surabaya. Total sample was 12 respondents consists of 6 respondents as treatment group and 6 respondents as controlled group. The independent variable was fish rowt discuss method. The dependent variable was social interaction of children with difable. The data was analyzed by Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney U Test with level significance of ≤0,05.The result showed that fish rowt discuss method had significant effect on social interaction of children to disability proper (increased). Social interaction concerned autonomy showed that treatment group had pvalue =0,02 and controlled group had pvalue=1,000. Mann Whitney U test showed pvalue=0,065. Social interaction concerned responsiveness showed treatment group had pvalue=0,024 and controlled group had p=1,000. Mann Whitney U test showed pvalue=0,002. Social interaction concerned empathy showed treatment group had pvalue=0,026 and controlled group had pvalue=1,000. Mann Whitney U test showed pvalue=0,002. Social interaction concerned motor selfregulation showed treatment group had pvalue=0,041 and controlled group had pvalue=1,000. Mann Whitney U test showed pvalue=0,180. Social interaction concerned emotional self-regulation showed treatment group had pvalue=0,026 and controlled group had pvalue=1,000. Mann Whitney U test showed pvalue=0,065. It can be conclude that fish rowt discuss method can be one way to change social interaction includes autonomy, responsiveness, empathy, and emotion regulation of children with difable. Further studies should involve larger respondents and better measurement tools to obtain more accurate results. Keywords: disability proper, social interaction, discuss method, fish rowt 1
Universitas Erlangga Surabaya Universitas Erlangga Surabaya 3 Universitas Erlangga Surabaya 2
975
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
PENDAHULUAN (Intoduction) Anak memiliki kesempatan sama dalam hal pendidikan dan pengajaran, baik anak normal maupun yang berkelainan (Walgito, 2003). Namun harus diakui bahwa anak yang mengalami ketunaan memiliki berbagai hambatan dan kelainan dalam kondisi fisik dan psikis sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perilaku dan kehidupannya. Anak luar biasa diasumsikan menurut Effendi (2006) berkaitan dengan kondisi jasmani maupun rohani yang berkelainan dibanding anak normal. Tuna daksa, menurut Somantri (2008) adalah kondisi dimana seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan. Permasalahan mendasar bagi anak tuna daksa ditunjukkan dengan perilakunya ketika melakukan aktivitas bersama dengan anak normal pada umumnya. Contoh, ketika bergaul mereka menghadapi kesulitan baik dalam kegiatan fisik, psikologis dan sosial (Effendi, 2006). Ditinjau dari aspek psikologis, menurut Aqila (2010), anak tuna daksa cenderung merasa apatis, malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap lingkungan yang disebabkan oleh perkembangan dan pembentukan pribadi yang kurang didukung oleh lingkungan sekitar. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan dalam sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam pergaulan seharihari. Pengaruh lingkungan ikut berperan dalam tumbuh kembang kepribadian dari anak tunadaksa. Lingkungan menjadi sarana utama untuk membantu anak dalam bersosialisasi dengan orang lain
976
dan membantu mereka untuk mengenali jati dirinya, belajar mengenal, dan memahami apa yang terjadi dalam dirinya meskipun mereka memiliki perbedaan dengan anak normal lainnya (Aqila, 2006). Anak tuna daksa menurut Somantri (2006) sering menjadi kaku, mudah marah dan bila dihubungkan dengan perilaku yang menunjukkan seakan bukan pemaaf dan tidak mempunyai rasa sensitif terhadap orang lain. Hal lain menunjukkan bahwa anakanak seperti itu mempunyai kesulitan mendasar dalam hal sosialisasi dan bahkan komunikasi. Efek tidak langsung akibat ketunadaksaan yang dialami seseorang dapat menimbulkan sifat harga diri rendah, kurang percaya diri, kurang memiliki inisiatif atau mematikan kreativitasnya (Carolina, 2006). Ragam karakteristik ketunadaksaan yang dialami oleh anak menyebabkan tumbuhnya berbagai kepribadian dan emosi sehingga dapat menimbulkan sifat harga diri rendah, kurang percaya diri, kurang inisiatif dan mematikan kreativitas (Efendi, 2006). Hasil pengumpulan data awal pada tanggal 14Maret 2013 di SDLB D1 YPAC Surabaya menunjukkan,dari 12 siswa yang ada, 9 diantaranya mempunyai interaksi sosial yang kurang. Siswa hanya berkomunikasi dengan guru dan orang tuanya. Sedangkan untuk berinteraksi dengan teman-temannya sangat jarang dilakukan. Pada saat istirahat, 6 siswa memilih untuk menghabiskan bekal makanan bersama orang tuanya, 3 siswa memilih bermain dengan teman-temannya, 2 siswa memilih berjalan-jalan sendiri di sekitar sekolah, 1 siswa memilih tetap di kelas. Perkembangan interaksi sosial anak menurut Simamora (2008) dapat dilakukan dengan memberikan stimulasi pada anak, yaitu salah satunya yang berperan penting adalah dengan melakukan metode diskusi fish rowt.
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
Metode ini adalah metode dengan tempat duduk diatur setengah lingkaran. Peserta yang ingin menyumbangkan pikiran dapat duduk di kursi kosong yang terletak di tengah dan setelah selesai kembali ketempat semula. Metode ini mampu menambah kemampuan anak untuk bisa berinteraksi dengan anakanak lain. Metode diskusi ini juga dapat menumbuhkan partisipasi aktif anak dalam mengeluarkan pendapat, dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi, belajar menyesuaikan diri, mudah bergaul, dan mengeksplorasi kemampuannya serta dapat bekerjasama dengan temannya, sehingga anak mampu berinteraksi dengan baik (Darmin, 2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh metode diskusi fish rowt terhadap kemampuan interaksi sosial anak di YPAC Surabaya. BAHAN DAN METODE (Methods) Penelitian ini menggunakan desain causal berupa quasy-experimental. Desain penelitian ini mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental. Dalam desain ini, kelompok eksperimental diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak. Pada kedua kelompok perlakuan diawali dengan pra-tes, dan setelah pemberian perlakuan diadakan pengukuran kembali (pasca-tes) (Nursalam, 2008) Sampel pada penelitian ini adalah siswa di SDLB D1 YPAC. Sampel
977
diambil sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan yaitu siswa yang kooperatif, usia 6-12 tahun, memiliki kemampuan interaksi sosial yang kurang, IQ > 50. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah random non probability dengan metode purpossive sampling dengan cara memiliki sampel diantara populasi sesuai yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.Variabel independen dalam penelitian ini adalah metode diskusi fish rowt. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemampuan interaksi sosial. Data dikumpulkan dengan menggunakan indikator dari interaksi sosialyang akan digunakan pengembangan dari kompleks interaksi sosial menurut Interaction Rating Scale (IRS) oleh Gresham (1990) yang terdiri otonomi, ketanggapan, empati, regulasi motorik, regulasi emosi dan dianalisis menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann Whitney U Testdengan tingkat signifikansi ≤ 0,05 HASIL (Result) Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian yang menunjukkan kemampuan interaksi sosial di YPAC Surabaya.
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
Tabel 1. Tabel Penilaian Otonomi Anak Tunadaksa Usia 6-12 Tahun di SDLB D1 YPAC Surabaya Sebelum Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt dan Sesudah Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt pada Tanggal 5 Mei 2013-28 Mei 2013 Otonomi Kelompok
Jelas
Netral
Tidak jelas
Tidak jelas sama sekali
5 (83,33%)
0
0
0
0
0
0
0
3 (50%) 3 (50%)
1 (16,67%) 1 (16,67%)
0
0
0
0
Jelas dalam tingkat tinggi Pre-test
Perlakuan Post-test Pre-test Kontrol Post-test
1 (16,67%) 6 (100%) 2 (33,33%) 2 (33,33%)
Dapat dilihat pada Tabel 1 diatas, bahwa otonomi yang terjadi pada responden kelompok perlakuan sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 5 siswa (83,3%) menunjukkan kriteria jelas dan 1 siswa (16,67%) menunjukkan jelas pada tingkat tinggi, sedangkan pada kelompok kontrol sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 3 siswa (50%) menunjukkan kriteria jelas, 2 siswa (33,3%) menunjukkan kriteria jelas pada tingkat tinggi, 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria netral. Otonomi
yang terjadi pada responden kelompok perlakuan setelah dilakukan metode diskusi fish rowt seluruh responden sebanyak 6 siswa (100%) menunjukkan kriteria jelas pada tingkat tinggi, sedangkan pada kelompok kontrol setelah siswa mengikuti pembelajaran di sekolah seperti biasa, didapatkan hasil kriteria interaksi sosial sama seperti sebelum perlakuan, yaitu sebanyak 3 siswa (50%) menunjukkan kriteria jelas, 2 siswa (33,3%) menunjukkan kriteria jelas pada tingkat tinggi, 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria netral.
Tabel 2. Tabel Penilaian Ketanggapan Anak Tunadaksa Usia 6-12 Tahun di SDLB D1 YPAC Surabaya Sebelum Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt dan Sesudah Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt pada Tanggal 5 Mei 2013-28 Mei 2013 Ketangggapan Kelompok
Perlakuan
Kontrol
Pretest Posttest Pretest Posttest
Jelas dalam tingkat tinggi 0 0 0 0
Jelas
Netral
Tidak jelas
Tidak jelas sama sekali
4 (66,67%) 4 (66,67%) 5 (83,33%) 5 (83,33%)
1 (16,67%) 2 (33,33%) 1 (16,67%) 1 (16,67%)
1 (16,67%)
0
0
0
0
0
0
0
978
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
Dapat dilihat dari Tabel 2 di atas, ketanggapan yang terjadi pada responden kelompok perlakuan sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 4 siswa (66,67%) menunjukkan kriteria jelas, 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria netral, dan 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria tidak jelas, sedangkan pada kelompok kontrol sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 5 siswa (83,3%) menujukkan kriteria jelas, 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria netral. Ketanggapan yang terjadi
pada responden kelompok perlakuan setelah dilakukan metode diskusi fish rowt seluruh responden sebanyak 6 siswa (100%) mempunyai kriteria jelas pada tingkat tinggi, sedangkan pada kelompok kontrol setelah siswa mengikuti pembelajaran di sekolah seperti biasa, didapatkan hasil kriteria interaksi sosial sama seperti sebelum perlakuan, yaitu sebanyak 5 siswa (83,3%) menujukkan kriteria jelas, 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria netral.
Tabel 3. Tabel Penilaian Empati Anak Tunadaksa Usia 6-12 Tahun di SDLB D1 YPAC Surabaya Sebelum Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt dan Sesudah Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt pada Tanggal 5 Mei 2013-28 Mei 2013 Empati Jelas dalam tingkat tinggi
Kelompok
Jelas
Pre-test
0
0
Post-test
3 (50%)
1 (16,67%)
Pre-test
0
0
Post-test
0
0
Perlakuan
Kontrol
Dapat dilihat dari Tabel 3 di atas, empati yang terjadi pada responden kelompok perlakuan sebelum dilakukan metode diskusi Fish Rowt sebanyak 5 siswa (83,3%) menunjukkan kriteria netral dan 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria tidak jelas, sedangkan pada kelompok kontrol sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt seluruh responden sebanyak 6 siswa (100%) menunjukkan kriteria netral. Empati yang terjadi pada responden kelompok perlakuan setelah dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 4 siswa (66,67%) menunjukkan kriteria jelas dan 2 siswa
979
Netral
Tidak jelas
Tidak jelas sama sekali
5 (83,33%) 2 (33,33%) 6 (100%) 6 (100%)
1 (16,67%)
0
0
0
0
0
0
0
(33,3%) menunjukkan kriteria netral, sedangkan pada kelompok kontrol setelah siswa mengikuti pembelajaran di sekolah seperti biasa, didapatkan hasil kriteria interaksi sosial sama seperti sebelum perlakuan, yaitu seluruh responden sebanyak 6 siswa (100%) menujukkan kriteria netral. Regulasi motorik yang terjadi pada responden kelompok perlakuan sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 2 siswa (33,3%) menunjukkan kriteria tidak jelas, 2 siswa (33,3%) menunjukkan kriteria netral, 1 siswa (16,67%) menunjukkan jelas pada tingkat tinggi dan 1 siswa (16,67%)
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
menunjukkan kriteria tidak jelas sama sekali, sedangkan pada kelompok kontrol sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 5 siswa
(83,3%) menunjukkan kriteria netral dan 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria jelas pada tingkat tinggi.
Tabel 4. Tabel Penilaian Regulasi Motorik Anak Tunadaksa Usia 6-12 Tahun di SDLB D1 YPAC Surabaya Sebelum dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt dan Sesudah Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt pada Tanggal 5 Mei 2013-28 Mei 2013 Regulasi Motorik Jelas dalam tingkat tinggi
Kelompok
Perlaku an
Pre-test Post-test Pre-test
Kontrol Post-test
1 (16,67%) 6 (100%) 1 (16,67%) 1 (16,67%)
0
2 (33,33%)
2 (33,33%)
Tidak jelas sama sekali 1 (16,67%)
0
0
0
0
0
0
0
0
Jelas
Netral
Tidak jelas
5 (83,33%) 5 (83,33%)
0 0
netral dan 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria jelas pada tingkat tinggi. Regulasi emosi yang terjadi pada responden kelompok perlakuan sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 5 siswa (83,3%) menunjukkan kriteria tidak jelas sama sekali dan 2 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria tidak jelas, sedangkan pada kelompok kontrol sebelum dilakukan metode diskusi fish rowt seluruh responden sebanyak 6 siswa (100%) menunjukkan kriteria netral.
Dapat dilihat dari tabel 4 diatas, regulasi motorik yang terjadi pada responden kelompok perlakuan setelah dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 3 siswa (50%) menunjukkan kriteria jelas pada tingkat tinggi, 2 siswa (33,3%) menunjukkan kriteria netral, dan 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria jelas, sedangkan pada kelompok kontrol setelah siswa mengikuti pembelajaran di sekolah seperti biasa, didapatkan hasil kriteria interaksi sosial sama seperti sebelum perlakuan, yaitu sebanyak 5 siswa (83,3%) menunjukkan kriteria
Tabel 5. Tabel Penilaian Otonomi Anak Tunadaksa Usia 6-12 Tahun di SDLB D1 YPAC Surabaya Sebelum Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt dan Sesudah Dilakukan Metode Diskusi Fish Rowt pada Tanggal 5 Mei 2013-28 Mei 2013 Regulasi Emosi Kelompok
Jelas dalam tingkat tinggi
Jelas
Netral
Pre-test
0
0
0
Post-test
3 (50%)
1 (16,67%)
Pre-test
0
0
Post-test
0
0
2 (33,33%) 6 (100%) 6 (100%)
Perlakuan
Kontrol
980
1 (16,67%)
Tidak jelas sama sekali 5 (83,33%)
0
0
0
0
0
0
Tidak jelas
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
Dapat dilihat pada Tabel 5 di atas, regulasi emosi yang terjadi pada responden perlakuan setelah dilakukan metode diskusi fish rowt sebanyak 3 siswa (50%) menunjukkan kriteria jelas pada tingkat tinggi, 2 siswa (33,3%) menunjukkan kriteria netral, dan 1 siswa (16,67%) menunjukkan kriteria jelas,
sedangkan pada kontrol setelah siswa mengikuti pembelajaran di sekolah seperti biasa, didapatkan hasil kriteria interaksi sosial sama seperti sebelum perlakuan, yaitu seluruh responden sebanyak 6 siswa (100%) menunjukkan kriteria netral.
Tabel 6. Hasil uji hipotesis Interaksi sosial anak dengan tunadaksa usia 6-12 tahun di SDLB D1 YPAC Surabaya pada tanggal 5 Mei sampai 28 Mei 2013 Hasil
Uji Wilcoxon Rank Test Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Uji MannWhitney U Test
Otonomi
Ketanggapan
Empati
Regulasi Motorik
Regulasi Emosi
p=0,020
p=0,024
p=0,026
p=0,41
p=0,026
p=1,00
p=1,00
p=1,00
p=1,00
p=1,00
p=0,021
p=0,001
p=0,002
p=0,121
p=0,021
Analysis didapatkan hasil pada penilaian otonomi, hasil uji statistik wilcoxon signed rank test kelompok perlakuan yang menunjukkanderajat kemaknaan (p) 0,02. Hal ini membuktikan bahwa dalam penilaian otonomi terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah dilakukan metode diskusi fish rowt. Pada penilaian ketanggapan, hasil uji statistik wilcoxon signed rank test kelompok perlakuan menunjukkan derajat kemaknaan (p) 0,024. Hal ini membuktikan bahwa dalam penilaian ketanggapan terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah dilakukan metode diskusi fish rowt. Pada penilaian empati hasil uji statistik wilcoxon signed rank test kelompok perlakuan derajat kemaknaan (p) 0,026. Hal ini membuktikan bahwa dalam penilaian empati terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah dilakukan metode diskusi fish
981
rowt. Pada penilaian regulasi motorik hasil uji statistik wilcoxon signed rank test kelompok perlakuan menunjukkan derajat kemaknaan (p) 0,041. Hal ini membuktikan bahwa dalam penilaian regulasi motorik terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah dilakukan metode diskusi fish rowt. Pada penilaian regulasi emosi hasil uji statistik wilcoxon signed rank test kelompok perlakuan menunjukkan derajat kemaknaan (p) 0,026. Hal ini membuktikan bahwa dalam penilaian regulasi emosi terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah dilakukan metode diskusi fish rowt. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah dilakukan metode diskusi fish rowt dalam interaksi sosial terkait dengan penilaian otonomi, ketanggapan, empati, regulasi motorik, dan regulasi emosi. Pada penilaian
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
otonomi, ketanggapan, empati, regulasi motorik, regulasi emosi, hasil uji statistik wilcoxon signed rank test kelompok kontrol yang menunjukkan derajat kemaknaan (p) 1,00. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok kontrol antara sebelum dan sesudah dilakukan metode diskusi fish rowt dalam interaksi sosial terkait dengan penilaian otonomi, ketanggapan, empati, regulasi motorik, dan regulasi emosi. Pada penilaian otonomi, hasil uji statistik mann whitney u test menunjukkan nilai minimum yaitu 3, nilai maksimum yaitu 5, z hitung 2,309 dan derajat kemaknaan (p) 0,021. Pada penilaian ketanggapan, hasil uji statistik mann whitney u test menunjukkan nilai minimum yaitu 3, nilai maksimum yaitu 5, z hitung 3,207 dan derajat kemaknaan (p) 0,001. Pada penilaian empati, hasil uji statistik mann whitney u test menunjukkan nilai minimum yaitu 3, nilai maksimum yaitu 5, z hitung 3,146 dan derajat kemaknaan (p) 0,002. Pada penilaian regulasi motorik, hasil uji statistik mann whitney u test menunjukkan nilai minimum yaitu 3, nilai maksimum yaitu 5, z hitung 1,552 dan derajat kemaknaan (p) 0,121. Pada penilaian regulasi emosi, hasil uji statistik mann whitney u test mempunyai menunjukkan nilai minimum yaitu 3, nilai maksimum yaitu 5, z hitung 2,309 dan derajat kemaknaan (p) 0,021. Hal ini membuktikan bahwa dalam penilaian otonomi, ketanggapan, empati serta regulasi emosi terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Untuk regulasi motorik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kontrol, sehingga dari hasil uji statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh metode diskusi fish rowt terhadap kemampuan interaksi sosial anak tunadaksa usia 6-12 tahun dalam
982
penilaian otonomi, ketanggapan, empati, dan regulasi emosi. PEMBAHASAN (Discuss) Pada kelompok perlakuan didapatkan peningkatan interaksi sosial meliputi otonomi, ketanggapan, empati, regulasi motorik dan regulasi emosi, setelah diberikan metode diskusi fish rowt namun hasil kelompok kontrol menunjukkan tidak mengalami perubahan. Metode diskusi fish rowt ini mampu menambah kemampuan anak untuk bisa berinteraksi dengan anakanak lain. Metode diskusi ini juga dapat menumbuhkan partisipasi aktif anak dalam mengeluarkan pendapat, dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi, belajar menyesuaikan diri, mudah bergaul, dan mengeksplorasi kemampuannya, serta dapat bekerjasama dengan temannya, sehingga anak mampu berinteraksi dengan baik (Darmin, 2011). Keberhasilan pelaksanaan metode diskusi ini dipengaruhi juga oleh kemampuan dan kemauan peserta diskusi. Kemampuan peserta diskusi untuk dapat mengungkapkan pendapat dan berinteraksi dengan fasilitator maupun dengan peserta diskusi lain mampu mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan diskusi fish rowt. Kemauan peserta diskusi untuk ikut serta dalam pelaksanaan metode diskusi ini juga berpengaruh pada keberhasilan metode diskusi fish rowt. Pelaksanaan metode diskusi fish rowt seringkali bahkan didominasi oleh responden yang lebih banyak mengungkapkan pendapat sehingga responden lain merasa tidak percaya diri untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan metode diskusi ini. Fase terbentuknya otonomi terjadi pada usia 1-3 tahun. Perkembangan otonomi selama periode ini berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak dapat
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya, misalnya kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa otonomi diri ini perku dikembangkan karena penting untik terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Fase ini ditandai dengan antusiasme melakukan segala sesuatunya sendiri dan munculnya hasrat untuk mandiri. Keinginan ini tumbuh seiring dengan berkembangnya kemampuan intelektual maupun fisiknya. Pada usia 6-12 tahun, kemampuan otonomi anak sudah terbentuk dengan matang. Ketanggapan dalam interaksi sosial meliputi kemampuan menerima dan merespon rangsang dari luar. Ketanggapan ditandai dengan komunikasi baik verbal maupun non verbal. Komunikasi verbal dipengaruhi oleh kemampuan intelegensi anak dan kemampuan berbahasa. Pada usia 6-12 tahun kemampuan tersebut semakin berkembang baik. Empati dalam interaksi sosial meliputi kemampuan dalam menempatkan diri dalam posisi orang lain. Anak yang mempunyai kemampuan empati kuat cenderung tidak begitu agresif dan rela terlibat dalam perbuatan yang lebih prososial, misalnya menolong orang lain, kesediaan berbagi dan memiliki kemampuan lebih besar untuk menjalin hubungan yang akrab, dengan pasangan hidup, teman dan dengan anakanaknya sendiri. Faktor yang mempengaruhi terjadinya empati, yaitu proses sosialisasi, perkembangan kognitif, mood dan feeling, dan kemampuan komunikasi. Pada usia 6-12 tahun, anak telah melewati pengalaman yang cukup sehingga empati berkembang dengan baik. Hal ini ditandai dengan egosentrik yang
983
berkurang seiring dengan bertambahnya usia dan pengetahuan anak. Regulasi motorik dalam interaksi sosial meliputi gerakan motorik dalam merespon interaksi sosial yang terjadi. Pada usia 6-12 tahun, anak mampu bersepeda, bermain sepatu roda, berlari dan melompat, berenang, anak mampu menulis tanpa merangkai huruf pada usia dini, menulis dengan merangkai huruf pada tahun berikutnya, mampu bermain komputer. Gerakan motorik dalam interaksi sosial terjadi sebagai respon yang sesuai dalam menanggapi interaksi sosial tersebut. Regulasi emosi dalam interaksi sosial meliputi kemampuan ekspresif yang dilakukan sebagai respon terjadinya interaksi sosial. Setiap tahap perkembangan emosional anak memiliki karakteristik yang berbeda yang mempengaruhi bagaimana anak bereaksi pada pengalaman yang mereka hadapi. Anak mengetahui adanya aturan, dan menganggap hal tersebut tidak bisa diubah, memikirkan mengenai hukuman yang akan mereka dapat jika mereka melanggar aturan, mulai bisa mempertimbangkan antara tujuan tingkah laku dan konsekuensinya, mereka juga menyadari bahwa sebuah tingkah laku bisa memiliki makna berbeda tergantung sudut pandangnya Hasil post test yang dilakukan setelah pelaksanaan metode diskusi fish rowt menunjukkan bahwa nilai otonomi, ketanggapan, empat, regulasi motorik dan regulasi emosi pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi peningkatan. Pelaksanaan metode diskusi fish rowt melibatkan peserta diskusi duduk setengah lingkaran dan dalam mengungkapkan pendapatnya, peserta berdiri di tengah peserta lain. Kontak mata akan terjadi saat dilakukannya metode diskusi ini. Interaksi sosial
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
terjadi apabila terdapat kontak sosial dan komunikasi. Secara fisik, kontak terjadi apabila ada hubungan badaniah. Namun sebagai gejala sosial tidak perlu ada hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya. Kontak mata yang terjadi merupakan kontak sosial sehingga terbentuk suatu interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi pada pelaksanaan metode diskusi ditandai dengan peserta yang mengutarakan pendapatnya sendiri, berinteraksi saling bertukar pendapat dengan peserta lain sehingga memberikan kesempatan anak peserta lebih aktif dan memungkinkan adanya umpan balik yang bersifat langsung. Komunikasi yang terpenting adalah memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, kemudian orang yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Akibat adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaanperasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lain. Hal itu kemudian menjadi bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya, baik itu dalam bentuk verbal maupun non verbal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 5 Mei sampai 28 Mei 2013 pada siswa SDLB D1 YPAC Surabaya, diketahui bahwa metode diskusi fish rowt hanya berpengaruh secara signifikan pada peningkatan kemampuan interaksi sosial meliputi otonomi, ketanggapan, empati dan regulasi emosi. Metode diskusi fish rowt ini tidak berpengaruh secara signifikan dalam regulasi motorik. Pada kelompok perlakuan, responden menunjukkan peningkatan perhatian ditandai dengan
984
melebarkan mata, tepat aktif dalam merespon situasi tugas, pergerakan yang sangat jelas mendekati/menjauhi materi, membuat gerakan tangan dengan jelas terhadap materi yang diberikan, serta tidak gelisah maupun terlalu aktif. Pada kelompok kontrol responden menunjukkan peningkatan perhatian ditandai dengan melebarkan mata, namun responden tidak tepat aktif dalam merespon situasi tugas, pergerakan yang tidak jelas mendekati/menjauhi materi, membuat gerakan tangan dengan tidak jelas terhadap materi yang diberikan. Hal ini disebabkan pada anak tunadaksa mengalami penurunan fungsi pada kemampuan motorik yang tidak dapat disembuhkan dalam waktu yang singkat. Keterbatasan tersebut mengakibatkan tingkat kemandirian anak rendah sehingga regulasi motorik yang terjadi pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak terjadi perubahan yang signifikan. SIMPULAN DAN SARAN (Conclussion and Suggestion) Simpulan 1. Penerapan metode diskusi fish rowt mampu memperbaiki interaksi sosial pada anak tunadaksa usia 612 tahun. Metode diskusi fish rowt mampu menambah kemampuan anak untuk bisa berinteraksi dengan anak-anak lain. Metode diskusi ini juga menumbuhkan partisipasi aktif anak dalam mengemukakan pendapat, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, belajar menyesuaikan diri, mudah bergaul, dan mengeksplorasi kemampuannya, serta dapat bekerjasama dengan temannya. 2. Ada perbedaan hasil interaksi sosial pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol setelah diberikan metode diskusi fish rowt. Pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan dalam otonomi,
JIK Vol.1 No.19 Oktober 2015: 935 – 1014 e-ISSN: 2527-7170
ketanggapan, empati, regulasi motorik, dan regulasi emosi. Pada kelompok kontrol tidak terjadi peningkatan . Saran 1. Bagi perawat terutama perawat anak a. Lebih kreatif dan inovatif dalam menstimulasi tumbuh kembang anak melalui metode diskusi fish rowt yang dapat dijadikan salah satu alternatif dalam proses pembelajaran interaksi sosial anak b. Melibatkan keluarga terutama orang tua sebagai support system karena keluarga merupakan faktor utama penentu dan pendorong yang efektif dalam tumbuh kembang anak 2. Bagi responden Membina hubungan sosial dengan teman sebaya baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini sebagai sarana pembelajaran sosial sehingga keterampilan sosial anak berkembang. 3. Bagi orang tua a. Keluarga hendaknya dapat menjadi role model interaksi sosial yang baik untuk anak b. Menyediakan waktu luang untuk berinteraksi dengan anak sehingga dapat mengetahui perkembangan dan kebutuhan anak c. Memberikan kesempatan anak untuk bersosialisasi, terutama dengan teman sebaya untuk meningkatkan interaksi sosial anak d. Memberikan stimulus seperti sarana dan prasarana untuk dapat membantu tumbuh kembang anak. 4. Bagi sekolah
985
a. Menyediakan sarana dan prasarana untuk dapat membantu tumbuh kembang anak seperti metode diskusi fish rowt sebagai alternatif meningkatkan interaksi sosial. b. Sebagai orang kedua yang penting pengaruhnya setelah orang tua, guru dapat menjadi role model interaksi sosial yang baik serta menyediakan alat, media, maupun metode stimulasi anak dalam proses tumbuh kembang terutama interaksi sosial. 5. Bagi peneliti selanjutnya Mengembangkan penelitian lebih aplikatif mengenai stimulasi tumbuh kembang anak tunadaksa dalam membantu mengatasi masalah sosialisasi. DAFTAR PUSTAKA Aqila, R. (2010). Anak Cacat Bukan Kiamat : Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Kata Hati (hal 10-17). Carolina. (2006). Anak Luar Biasa Tuna Daksa Perlu Perhatian Lebih. Jakarta: Gemari (hal 44-46). Darmin. (2011). Penggunaan Metode Diskusi. Bandung: UPI Press (hal 2326). Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara (hal 33-41). Nursalam. (2008). Konsep dan Penerrapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika (hal 41-131). Simamora, R. (2008). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC (hal 14-21). Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama (hal 10-15). Walgito, B. (2003). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi. (hal 3748)