PENGARUH METFORMIN TERHADAP FIBROSIS INTERSTISIAL JANTUNG DAN KESINTASAN PADA MENCIT PASCA-INFARK MIOKARDIUM YANG DIINDUKSI DENGAN ISOPROTERENOL
JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata 1 kedokteran umum
FARAH FIRDAUSI 22010110130144
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014
LEMBAR PENGESAHAN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PENGARUH METFORMIN TERHADAP FIBROSIS INTERSTISIAL JANTUNG DAN KESINTASAN PADA MENCIT PASCA-INFARK MIOKARDIUM YANG DIINDUKSI DENGAN ISOPROTERENOL Disusun oleh FARAH FIRDAUSI 22010110130144 Telah disetujui Semarang, 22 Juli 2014 Pembimbing
dr. Mochamad Ali Sobirin, Ph.D 19780613 200812 1 002
Ketua penguji
dr. Amallia Nuggetsiana S., M.Si.Med 19821201 200812 2 002
Penguji
dr. Budhi Surastri S., M.Si.Med 19520102 198003 2 001
PENGARUH METFORMIN TERHADAP LUAS FIBROSIS INTERSTISIAL JANTUNG DAN KESINTASAN PADA MENCIT PASCA-INFARK MIOKARDIUM YANG DIINDUKSI OLEH ISOPROTERENOL Farah Firdausi1, Mochamad Ali Sobirin2
ABSTRAK
Latar belakang: Pasca-infark miokardium terjadi proses cardiac remodeling yang mekanisme patologisnya menimbulkan gangguan kontraktilitas terutama pada ventrikel kiri. Proses ini merupakan penentu utama terjadinya gagal jantung. Metformin diketahui memiliki efek proteksi terhadap jantung melalui aktivasi adenosine monophosphate-activated protein kinase (AMPK). Meskipun begitu, masih sedikit penelitian terpublikasi mengenai pengaruh metformin pasca-infark miokardium yang diinduksi dengan isoproterenol. Tujuan: Mengetahui pengaruh metformin terhadap luas fibrosis interstisial miokardium dan kesintasan pada mencit pasca-infark miokardium yang diinduksi isoproterenol. Metode: Mencit Swiss betina dibagi ke dalam 4 kelompok (n = 11), yaitu kontrol, isoproterenol (10 mg/kg/hari untuk induksi infark miokardium), metformin (300 mg/kg/hari), dan isoproterenol-metformin. Isoproterenol diberikan melalui injeksi subkutan selama 2 hari dan metformin diberikan secara per oral selama 28 hari selanjutnya. Hasil: Isoproterenol mampu meningkatkan luas fibrosis interstisial jantung sebesar 61,4% (p < 0,0001). Pemberian metformin mampu menurunkan luas fibrosis mencapai 62,2% (p < 0,0001) pada kelompok isoproterenol-metformin. Model hewan coba ini belum cukup adekuat untuk menilai kesintasan meskipun terdapat peningkatan survival rate sebesar 18,2% pada kelompok infark miokardium yang diberi metformin. Simpulan: Metformin mampu menurunkan luas fibrosis interstisial miokardium pada mencit pasca-infark miokardium yang diinduksi dengan isoproterenol. Pengaruh metformin terhadap kesintasan mencit belum dapat diketahui. Kata kunci: pasca-infark miokardium, cardiac isoproterenol, fibrosis interstisial jantung, kesintasan 1 2
remodeling,
metformin,
Mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Staf pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
EFFECT OF METFORMIN ON THE CARDIAC INTERSTITIAL FIBROSIS AND SURVIVAL IN POST-MYOCARDIAL INFARCTION MICE INDUCED BY ISOPROTERENOL ABSTRACT Background: Post-myocardial infarction event, called cardiac remodeling, has some pathological mechanisms to cause contractility impairment especially on the left ventricle. This process is a major determinant for heart failure. Metformin is known to have cardioprotective effect via activation of adenosine monophosphateactivated protein kinase. However, there were limited published studies about the effect of metformin on the interstitial fibrosis and survival in post-myocardial infarction mice induced by isoproterenol. Aims: To determine the effect of metformin on the interstitial fibrosis and survival in post-myocardial infarction mice induced by isoproterenol. Methods: Female Swiss mice were divided into four groups (n = 11) of control, isoproterenol (10 mg/kg/day for induction of myocardial infarction), metformin (300 mg/kg/day), and isoproterenol-metformin. Subsequently, isoproterenol was injected subcutaneously for two days and metformin was administered orally for the next 28 days. Results: We found that isoproterenol elevated interstitial fibrosis area for about 61.4% (p < 0.0001). There was a decreasing trend (62.2%, p < 0.0001) of fibrosis area in a metformin-given group compare to myocardial infarction group without metformin intervention. On the other hand, this experimental model was not adequate to determine the survival of mice although there was an increased survival rate (18,2%) in a metformin-given group. Conclusion: Metformin can decrease interstitial fibrosis area of myocardium in post-myocardial infarction mice induced by isoproterenol. Nonetheless, the effect of metformin on survival is still unknown. Keywords: post-myocardial infarction, isoproterenol, interstitial fibrosis, survival
cardiac
remodeling,
metformin,
PENDAHULUAN Infark miokardium akut didefinisikan sebagai kematian jaringan miokardium dikarenakan iskemia berkepanjangan. Penyakit kardiovaskular menyebabkan 12 juta kematian setiap tahunnya sehingga menduduki peringkat pertama penyebab kematian dan disabilitas di seluruh dunia. Tren yang meningkat ini menjadikannya salah satu masalah kesehatan masyarakat paling umum dewasa ini.1-3 Pasca-infark miokardium terjadi proses cardiac remodeling, yaitu perubahan seluler dan interstisial yang bermanifestasi pada ukuran dan fungsi kontraktilitas jantung setelah terjadinya jejas.4 Perubahan maladaptasi menimbulkan remodeling patologis pada ventrikel kiri yang berefek pada gangguan kontraktilitas.5 Proses ini merupakan penentu utama terjadinya gagal jantung yang meningkatkan angka morbiditas serta kematian dini akibat kegagalan pompa dan aritmia ventrikular.4,5 Meskipun angka kelangsungan hidup semakin membaik, angka mortalitas absolut gagal jantung tetap sebesar 50% dalam 5 tahun diagnosis.6 Hal ini menyebabkan semakin pentingnya prevensi progresivitas gagal jantung terutama pada pasien pasca-infark miokardium. Meskipun telah banyak pedoman penatalaksanaan gagal jantung pasca-infark miokardium, kesintasan penderitanya tidak juga mengalami perbaikan.6 Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai tatalaksana baru yang efektif bagi pasien pasca-infark miokardium. Metformin, suatu derivat biguanida, merupakan obat lini pertama untuk diabetes tipe 2. Metformin pada pasien diabetes mampu menurunkan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular.7 Metformin juga diketahui mampu memperbaiki fungsi jantung pada infark miokardium terlepas dari efek antidiabetesnya melalui aktivasi adenosine monophosphate-activated protein kinase (AMPK).8 Meskipun begitu, penelitian terpublikasi mengenai pengaruh metformin pascainfark miokardium yang diinduksi isoproterenol masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metformin terhadap fibrosis interstisial miokardium dan kesintasan pada mencit pasca-infark miokardium yang diinduksi dengan isoproterenol.
METODE Penelitian berjenis eksperimental murni dengan rancangan penelitian berupa randomized post-test only control group design untuk analisis komparatif luas fibrosis interstisial miokardium dan cohort untuk analisis kesintasan. Hewan coba adalah mencit Swiss betina usia 8 minggu dengan berat badan 25-30 gram didapatkan dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada dan ditempatkan di Laboratorium Fisiologi Hewan Universitas Negeri Semarang. Mencit diberi pakan dan minum standar ad libitum. Sistem pemeliharaan hewan coba merujuk pada Guide for the Care and Use of Laboratory Animals.9 Mencit mati pada proses adaptasi dieksklusi, sedangkan mencit mati pada proses induksi infark miokardium dimasukkan dalam kriteria dropout.
(-)-Isoproterenol
hydrochloride
didapatkan
dari
Sigma-Aldrich,
Singapura. Semua protokol penelitian disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi. Empat puluh empat ekor hewan coba diadaptasi selama tujuh hari kemudian dialokasikan secara random ke dalam empat kelompok penelitian (11 ekor tiap kelompok). Kelompok kontrol (K) diberi injeksi subkutan 0,1 ml aqua bidestilata steril selama dua hari kemudian diberi 0,1 ml aquadest secara per oral menggunakan sonde lambung selama 28 hari. Kelompok metformin (MET) diberi injeksi subkutan 0,1 ml aqua bidestilata steril selama dua hari kemudian diberi metformin 300 mg/kg/hari yang dilarutkan dalam 0,1 ml aquadest secara per oral selama 28 hari. Kelompok isoproterenol (ISO) diberi injeksi subkutan (-)isoproterenol hydrochloride 10 mg/kg/hari yang dilarutkan dalam 0,1 ml aqua bidestilata steril selama dua hari kemudian diberi 0,1 ml aquadest secara per oral selama 28 hari. Kelompok isoproterenol-metformin (ISO+MET) diberi injeksi subkutan (-)-isoproterenol hydrochloride 10 mg/kg/hari yang dilarutkan dalam 0,1 ml aqua bidestilata steril selama dua hari kemudian diberi metformin 300 mg/kg/hari yang dilarutkan dalam 0,1 ml aquadest secara per oral selama 28 hari. Dilakukan pengukuran berat badan mencit setiap minggu. Subjek penelitian diterminasi menggunakan metode pembiusan dengan inhalasi kloroform yang
selanjutnya dilakukan dekapitasi.10 Dilakukan pengukuran panjang tibia dan berat jantung kemudian. Hewan coba dibedah dan diambil jantungnya. Dilakukan pembuatan preparat histopatologi jantung dengan pengecatan Masson’s Trichrome oleh tenaga ahli Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr. Kariadi. Pembacaan preparat dilakukan di bawah mikroskop binokuler (pembesaran 40x). Diambil lima lapangan pandang pada potongan apeks sampai basis dan dihitung area berwarna biru pada daerah perivaskular dan jaringan miokardium.11 Luas fibrosis dihitung menggunakan perangkat lunak ImageJ. Pada analisis komparatif, dilakukan penyajian data secara deskriptif untuk mengetahui karakteristiknya. Distribusi data diuji secara analitis dengan uji normalitas Saphiro-Wilk. Varians data diuji dengan uji varians Levene. Data yang tidak normal ditransformasi agar distribusi menjadi normal. Data selanjutnya dianalisis dengan uji one way Anova, didapatkan p < 0,05 kemudian dilanjutkan dengan analisis post-hoc LSD.12 Analisis kesintasan dilakukan dengan metode Kaplan-Meier. Perbedaan kesintasan antar kelompok dianalisis menggunakan logrank (Mantel-Cox) test. Data ditampilkan dalam bentuk kurva Kaplan-Meier. Data diolah menggunakan program komputer.13
HASIL Fibrosis Interstisial Jantung Selama empat minggu periode pasca-infark miokardium, luas fibrosis interstisial meningkat hingga 61,4% dari baseline [12.521 (8.921-14.96) μm2 pada 9 ekor kelompok ISO vs. 4.828 (3.233-9.098) μm2 pada 11 ekor kelompok K, p < 0,0001]. Hasil ini menunjukkan terjadinya fibrosis interstisial jantung yang nyata pasca-infark miokardium (Gambar 1 dan 2). Pemberian metformin pada mencit dengan fibrosis interstisial jantung pasca induksi infark miokardium mampu menurunkan luas fibrosis sebesar 62,2% [12.521 (8.921-14.96) μm2 pada 9 ekor kelompok ISO vs. 4.732 (12.594-2.291)
μm2 pada 11 ekor kelompok ISO+MET, p < 0,0001]. Nilai tersebut turun hingga sebanding dengan nilai pada kelompok K [4.828 (3.233-9.098) μm2 pada 11 ekor kelompok K vs. 4.732 (12.594-2.291) μm2 pada 11 ekor kelompok ISO+MET, p = 0,939] (Gambar 1,2). Selain itu, diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara luas fibrosis pada mencit yang diberi metformin tanpa induksi fibrosis dengan subjek kontrol [7.504 (3.32710.740) μm2 pada 11 ekor kelompok MET vs. 4.828 (3.233-9.098) μm2 pada 11 ekor kelompok K, p = 0,88] (Gambar 1,2).
Luas Fibrosis Interstisial (μm2)
15000
*
12500 10000
Gambar 1. Perbandingan luas fibrosis interstisial jantung
7500
**
5000 2500 0
K
ISO
MET
K
ISO
MET
ISO+MET
Data disajikan dalam median. * p < 0,0001 vs. K, ** p < 0,0001 vs. ISO, one-way Anova dengan post-hoc LSD. Jumlah subjek per kelompok = 9-11. K = kontrol, ISO = isoproterenol, MET = metformin, ISO+MET = isoproterenol + metformin
ISO+MET
Gambar 2. Histopatologi jantung mencit (pembesaran objektif 40x) Terlihat gambaran fibrosis interstisial miokardium (tercat biru) dengan pewarnaan Masson’s Trichrome. Keterangan singkatan seperti gambar sebelumnya.
Sampai dengan hari ke-28, tidak didapatkan adanya perbedaan pada karakteristik morfometrik antar kelompok yang meliputi berat badan, berat jantung, rasio antara berat jantung dan berat badan, maupun rasio antara berat jantung dan panjang tibia (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik morfometrik Karakteristik Morfometrik Kelompok
BB (g)
BJ (mg)
BJ/BB (mg/g)
BJ/PT (mg/mm)
K
26 (22-30)
130,0 + 24,5
5,0 + 0,9
6,0 + 1,1
ISO
27 (23-31)
136,7 + 20,6
5,2 + 0,9
6,4 + 1,0
MET
26 (22-31)
118,2 + 18,9
4,6 + 0,8
5,3 + 0,7
ISO+MET
27 (25-36)
129,1 + 23,9
4,6 + 0,7
5,8 + 1,1
Data disajikan dalam median (minimum-maksimum) atau rerata + SD. * p < 0,05, one-way Anova. BB = berat badan, BJ = berat jantung, BJ/BB = rasio antara berat jantung dan berat badan, BJ/PT = rasio antara berat jantung dan panjang tibia.
Kesintasan Model fibrosis interstisial jantung pasca-infark miokardium ini belum cukup adekuat digunakan untuk menilai kesintasan karena survival pada kelompok dengan risiko, yaitu kelompok fibrosis interstisial jantung pasca-infark miokardium yang diinduksi dengan isoproterenol (kelompok ISO), tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok tanpa risiko, yaitu kelompok K. Sampai dengan hari ke-28, hanya terdapat dua kematian pada kelompok ISO (pada hari ke-8 dan ke-9). Terlepas dari hasil yang tidak signifikan tersebut, pemberian metformin pada mencit dengan fibrosis interstisial jantung pasca-infark miokardium meningkatkan survival rate sebesar 18,2% (100% pada kelompok ISO+MET vs. 81,8% pada kelompok ISO, p = 0,098) (Gambar 3).
log-rank test, p = 0,098
Gambar 3. Analisis kesintasan
PEMBAHASAN Pada penelitian ini dibuktikan bahwa metformin mampu menurunkan luas fibrosis interstisial jantung pada mencit pasca-infark miokardium yang diinduksi dengan isoporoterenol. Pengaruh metformin tersebut ditunjukkan dari penurunan masif luas fibrosis interstisial jantung sebesar 62,21% pada kelompok dengan metformin pasca-infark miokardium dibandingkan kelompok pasca-infark miokardium tanpa pemberian metformin. Hasil ini sesuai dengan studi-studi terdahulu mengenai pengaruh pemberian metformin terhadap luas fibrosis interstisial jantung.11,14 Penelitian yang dilakukan oleh Xiao et al menyebutkan bahwa metformin mampu mengurangi sintesis kolagen sehingga dapat mencegah fibrosis jantung.14 Pemberian metformin jangka panjang pada hewan coba model pasca-infark miokardium juga mampu meningkatkan fungsi proteksi pada jantung melalui penurunan fibrosis interstisialnya.11 Metformin mampu mempengaruhi proses cardiac remodeling melalui aktivasi AMPK sebagai respons perubahan tingkat energi seluler.15 Defisiensi ATP pasca-
infark miokardium meningkatkan aktivasi AMPK sehingga menghentikan jalur anabolik yang menyita ATP dan meningkatkan pemasukan glukosa pada kardiomiosit.16,17 Dengan demikian, AMPK akan menyeimbangkan kebutuhan dan ketersediaan oksigen jantung selama terjadinya iskemia, khususnya pascainfark miokardium.18 Selain itu, metformin melalui AMPK mampu menghambat pembentukan kolagen yang diinduksi TGF-β1 sehingga menurunkan fibrosis.14,19 Yang menarik dari peran metformin adalah pengaruhnya yang bukan hanya pada regulasi energi pasca-infark miokardium tetapi juga pada inhibisi pembentukan fibrosis interstisial itu sendiri.15-18 Studi-studi klinis yang ada sekarang lebih terfokus pada pencegahan sekunder setelah terjadinya gagal jantung pasca-infark miokardium.20 Padahal, pencegahan primer pasca-infark miokardium merupakan tatalaksana yang lebih utama. Penelitian preklinik menggunakan hewan coba pun lebih banyak pada pengaruh metformin terhadap infark miokardium saja, bukan cardiac remodeling pascainfark. Selain itu, model pasca-infark miokardium dengan induksi isoproterenol masih sangat jarang digunakan.14 Oleh karena itu, penelitian ini mampu menyajikan temuan baru yang berkontribusi pada upaya penatalaksanaan cardiac remodeling pasca-infark miokardium. Penelitian ini memiliki dua keterbatasan, yaitu dari sisi subjek dan waktu penelitian. Pada awalnya, subjek yang digunakan adalah mencit Swiss jantan. Meskipun begitu, mencit jenis ini ternyata memiliki kecenderungan untuk bertarung dengan teman satu kandangnya dan tidak jarang menimbulkan luka yang cukup serius. Perilaku ini juga tidak berkurang seiring bertambah lamanya adaptasi mencit tersebut. Pemisahan kandang bagi mencit yang agresif ini merupakan tindakan yang paling baik dilakukan tetapi menimbulkan stres isolatif dan berdampak pada hasil penelitian.21,22 Oleh karena itu, penggunaan mencit betina, yang telah banyak dipraktikkan22, digunakan pada penelitian ini. Banyak studi telah menyebutkan bahwa jenis kelamin terkait erat dengan luaran infark miokardium dan cardiac remodeling yang muncul.23,24 Salah satu penelitian
membuktikan adanya remodeling dan dilatasi ventrikel kiri yang lebih luas pada mencit jantan dibandingkan mencit betina.23 Oleh karena itu, dilakukan penambahan dosis isoproterenol dari 5 mg/kg/hari25 menjadi 10 mg/kg/hari pada penelitian ini. Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah waktu penelitian yang kurang lama (hanya 28 hari) sehingga pembuktian hipotesis mengenai hal ini masih inkonklusif. Selain itu, hewan coba berupa mencit betina juga bisa jadi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada kesintasan. Terlepas dari itu, pemberian metformin pada mencit dengan fibrosis interstisial jantung pasca-infark miokardium ini meningkatkan survival rate sebesar 18,2% (Gambar 3). Perbaikan yang ditunjukkan ini boleh jadi merupakan suatu indikasi manfaat pemberian metformin terhadap ketahanan hidup mencit dengan fibrosis interstisial jantung pasca-infark miokardium meskipun memang belum dapat ditarik simpulan yang jelas dari pengamatan tersebut.
SIMPULAN Metformin mampu menurunkan luas fibrosis interstisial miokardium dan kesintasan pada mencit pasca-infark miokardium yang diinduksi dengan isoproterenol.
SARAN Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme metformin dalam menghambat progresivitas fibrosis interstisial jantung pasca-infark miokardium yang diinduksi dengan isoproterenol serta waktu perlakuan yang lebih lama terutama untuk mengetahui kesintasan mencit pasca-infark miokardium.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Filho HGL, Ferreira NL, de Sousa RB, de Carvalho ER, Lobo PLD, Filho JGL. Experimental model of myocardial infarction induced by isoproterenol in rats. Rev Bras Cir Cardiovasc. 2011;26(3):469-76.
2.
Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS, Simoons ML, Chaitman BR, White HD. Third universal definition of myocardial infarction. Eur Heart J. 2012;33:2551-2567.
3.
Zafari AM. Myocardial infarction [Internet]. New York: Medscape; date unknown [updated 2014 Jan 21; cited 2014 Feb 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/155919overview#a0156
4.
Cardiac remodeling: basic aspects [Internet]. Philadelphia (USA): Wolters Kluwer Health; date unknown [updated 2012 Apr 9; cited 2014 Feb 8]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/cardiac-remodeling-basic-aspects
5.
McMurray JJV. Systolic heart failure. N Engl J Med. 2010;362:228-38.
6.
Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Buttler J, Casey DE, Drazner Jr.MH, et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association task force on practice guidelines. Circulation. 2013;128:240-327.
7.
Viollet B, Guigas B, Garcua NZ, Leclerc J, Foretz M, Andreelli F. Cellular and molecular mechanisms of metformin: an overview. Clin Sci (Lond). 2012;122(6):253-270.
8.
Soraya H, Khorrami A, Garjani A, Maleki-Dizaji N, Garjani A. Acute treatment with metformin improves cardiac function following isoproterenol induced myocardial infarction in rats. Pharmacol Rep. 2012;64:1476-1484.
9.
Beauloye C, Bertrand L, Horman S, Hue L. AMPK activation, a preventive therapeutic target in the transition from cardiac injury to heart failure. Cardiovasc Res. 2011;90:224-233.
10. AVMA guidelines for the euthanasia of animals: 2013 edition. Schaumburg: American Veterinary Medical Association; 2013. 11. Yin M, van der Horst ICC, van Melle JP, Qian C, van Glist WH, Sillje HHW, et al. Metformin improves cardiac function in a nondiabetic rat model of post-MI heart failure. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 2011;301:H549-H468.
12. Uji hipotesis komparatif variabel numerik lebih dari dua kelompok. In: Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta (Indonesia): Salemba Medika; 2011. p. 87-128. 13. Analisis kesintasan (Survival analysis). In: Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta (Indonesia): Sagung Seto; 2011, p.245-63. 14. Xiao H, Ma X, Feng W, Fu Y, Lu Z, Xu M, et al. Metformin attenuates cardiac fibrosis by inhibiting the TGFβ1-Smad3 signalling pathway. Cardiovasc Res. 2010;87(3):504-513. 15. Heidrich F, Schotola H, Popov AF, Sohns C, Schuenemann J, Friedrich M, et al. AMPK— activated protein kinase and its role in energy metabolism of the heart. Curr Cardiol Rev. 2010;6:337-342. 16. Hardie DG. AMP-activated/SNF1 protein kinases: conserved guardians of cellular energy. Nat Rev Mol Cell Biol. 2007;8(10):774-85. 17. Hardie DG. AMP-activated protein kinase as a drug target. Annu Rev Pharmacol Toxicol. 2007;47:185-210. 18. Hou X, Song J, Li XN, Zhang L, Wang X, Chen L, et al. Metformin reduces intracellular reactive oxygen species levels by upregulating expression of the antioxidant thioredoxin via the AMPKFOXO3 pathway. Biochem Biophys Res Commun. 2010;396:199-205. 19. Beauloye C, Bertrand L, Horman S, Hue L. AMPK activation, a preventive therapeutic target in the transition from cardiac injury to heart failure. Cardiovasc Res. 2011;90:224-233. 20. Butler J. Primary prevention of heart failure. ISRN Cardiology. 2012 [cited 2014 July 13]. Available from http://www.hindawi.com/journals/isrn.cardiology/2012/982417/ 21. Kaliste-Korhonen E, Eskola S. Fighting in NIH/S male mice: consequence for behaviour in resident-intruder tests and physiological parameters. Lab Anim. 2000;34:189-98. 22. Van Loo PLP, Van Zutphen LFM, Baumans V. Male management: coping with aggression problems in male laboratory mice. Lab Anim. 2003;37:300-13. 23. Wu JC, Nasseri BA, Bloch KD, Picard MH, Scherrer-Crosbie M. Influence of sex on ventricular remodeling after myocardial infarction in mice. J Am Soc Echocardiogr. 2003;16(11):1158-62. 24. Shioura KM, Geenen DL, Goldspink PH. Sex-related changes in cardiac function following myocardial infarction in mice. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. 2008;295(2):R528-34. 25. Liu L, Cui J, Yang Q, Jia C, Xiong M, Ning B, et al. Apocynin attenuates isoproterenol-induced myocardial injury and fibrinogenesis. Biochem Biophys Res Commun. 2014.