PENGARUH MASA KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA MELALUI MOTIVASI TERHADAP KINERJA DI PT PHILIPS INDONESIA Nicolaus Lukas Erwin Erdiyanto Tri Wahjoedi STIE Mahardhika Surabaya
ABSTRACT This research aims to identify and test the influence service year of work and working environment through motivation on employee performance in PT Philips Indonesia, subsequent to mutations employees between departments. The respondents of this research were employees of Lamp Components Factory PT Philips Indonesia both of Soda Lime Glass and Lead Free Glass as many as 70 people, but only 65 questionnaires were returned. The method used is quantitative research methods and the analysis of data used path analysis to test the validity, reliability, normality, multiple linear analysis, direct effect, indirect effect and the total effect. The results of the research that has been done to give some conclusions are: (1) The Service year of work does not affect to work motivation based on the results of data analysis obtained by the path coefficients (βZX1) = - 0162, value of t count = -1549
t table = 1.9983 so that H0 rejected and Ha accepted. This means that the path coefficient is significant. These findings can be interpreted that the working environment (X2) has a direct positive effect on work motivation (Z) means the improvement of the working environment will lead to an increase in employee motivation. (3) There is no effect between Service year of work (X1) on the performance (Y) based on data analysis, obtained by the path coefficients (βYX1) = 0173, value of t count = 1,988 t table = 1.9983, so that H0 rejected and Ha accepted meaning of this significant path coefficients. These findings can be interpreted that motivation (Z) has positive direct effect on performance (Y) or in other words increase employee motivation will result in improved performance. Keywords: Service year of work, Working Environment, Motivation and Performance.
PENDAHULUAN PT Phlips Indonesia mempunyai pabrik lampu yang berdomisili di Berbek Industri Sidoarjo merupakan bagian dari Koninklijke Philips N.V yang berpusat di Eindhoven Belanda. Perusahaan ini didirikan oleh Gerard Philips dan Frederik Philips di tahun 1891 dengan produk utama adalah lampu dop / bohlam yang segera menjadi saingan dari perusahaan yang
didirikan oleh Thomas Alfa Edison yaitu General Electric (GE). Bisa dikatakan bahwa Philips menguasai pasar Eropa sedangkan General Electric (GE) menguasai pasar Amerika. Bersamaan dengan penjajahan Belanda di Indonesia, Philips mendirikan pabrik lampu bohlam (GLS) di Surabaya tepatnya jalan Ngagel 121 untuk pasar lokal dan eksport. Dikarenakan perkembangan pasar lampu
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
1
yang semakin baik, maka tahun 1995 Philips Surabaya pindah ke area yang lebih luas di SIER Berbek Industri dan memperoleh inventasi membuat lampu Neon ( TL ). Pada periode 1995 – 2009 Philips Surabaya menjadi benchmark (tolok ukur) karena kinerjanya merupakan yang terbaik di dunia. Memperkerjakan lebih dari 3000 karyawan, Philips Surabaya mengalami masa keemasan dan kejayaannya pada saat-saat itu. Pada perkembangannya lampu bohlam menurut lembaga nirlaba Green Peace melakukan penelitian dan mempublikasikan bahwa energi yang digunakan oleh lampu bohlam hanya 30% yang menjadi cahaya sedangkan sisanya menjadi panas. Sehingga dapat dikatakan bahwa lampu bohlam sangat tidak efisien dan mempercepat pemanasan global.Hal itu menjadi titik balik dari masa hidup dari lampu bohlam. Seketika lampubohlam mendekati fase penurunan karena secara bertahap lampu bohlam dilarang (banned) di banyak negara. Mau tidak mau Philips harus mengurangi banyak pabrik karena pasarnya tidak sebesar dulu lagi. Pabrik Philips di Barcelona, Bogota, Brazill dan masih banyak yang lain ditutup dan hanya menyisakan pabrik di Surabaya, Polandia dan India.
Gambar 1. Lampu Bohlam Berada Pada Fase Penurunan Maka untuk mengantisipasi turunnya permintaan pasar, PT Philips Indonesia melakukan program mutasi atau populer disebut dengan Flexibility di internal Philips dimana karyawan harus bersedia dilakukan mutasi ke area lain yang lebih tinggi permintaan pasarnya apabila di areanya turun. Pada
2
saat ini porsi mutasi yang paling banyak adalah perpindahan karyawan dari Lamps Factory (GLS dan VTL) ke Lamp Components Factory (SLG dan LFG). Berikut gambaran manufacturing area di PT Philips Surabaya:
Gambar 2. Proses Manufacturing Pada saat permintaan pasar di GLS dan VTL turun sedangkan di sisi lain permintaan pasar di Soda Lime Glass dan Lead Free Glass naik maka sebagian personnel GLS dan VTL akan dipindahkan ke Soda Lime Glass dan Lead Free Glass. Hal ini tentu akan berimbas dengan diputusnya kontrak banyak personnel Outsource dan digantikan dengan karyawan permanen area lain yang permintaan pasarnya sedang turun sehingga secara keseluruhan jumlah karyawan PT Philips Indonesia berkurang. Sesuai dengan 2 pasal dari 12 Lean Behaviour (Perilaku Konsep Lean) yang diterapkan di Philips Surabaya yaitu: Perilaku no 1 : Fokus Pada Tujuan Jangka Panjang Perilaku no 7 : Karyawan Adalah Sebagai Aset Philips Surabaya berusaha berfokus pada tujuan jangka panjang agar mempertahankan selama mungkin Perusahaan ini dan memperlakukan karyawan sebagai aset yang mampu ditempatkan di area mana saja sesuai kebutuhan yang barang tentu akan dibekali dengan pengetahuan yang memadai tentang area kerja yang baru sebelumnya. Efek lain dari proses fleksibility ini adalah produktivitas suatu area dapat ditingkatkan dengan cara mutasi dari area yang rendah permintaan pasarnya ke area yang tinggi permintaan pasarnya sehingga grafik produktivitas tetap
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
menunjukkan angka yang tinggi sesuai targetnya. Perpindahan ini bukannya tidak membawa dampak, bahkan tidak jarang memunculkan masalah-masalah baru. Psikologis karyawan, penerimaan lingkungan kerja baru, skill yang tidak sesuai dan lain-lain muncul sebagai dampak dari mutasi tersebut. Oleh karena itu Peneliti tertarik untuk menganalisa dampak dari program flexibility atau mutasi karyawan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Motivasi Kerja Secara umum dapat dikatakan bahwa motivasi adalah bagaimana cara mendorong semangat karyawan agar bersedia memberikan semua keahlian dan kemampuannya dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Meskipun seorang karyawan telah menerima kompensasi kerja sesuai dengan pekerjaan yang disepakati tetapi di dalam prakteknya tidak semudah itu, masih diperlukan faktor pendorong agar karyawan mau bekerja lebih keras dengan antusiasme yang tinggi untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi. Motivasi dapat ditimbulkan oleh 2 faktor yaitu : 1. Motivasi intrinsik adalah motifmotif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu mendapat rangsangan dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Contoh : Melakukan pekerjaan yang menyenangkan 2. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Contoh : Imbalan kerja, promosi dan penghargaan verbal Di dalam dunia pekerjaan, motivasi ekstrinsik ini tetap penting karena kemungkinan besar keadaan karyawan itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen
lain dalam proses bekerja ada yang kurang menarik bagi karyawan sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. Tujuan Motivasi di dalam menggerakan karyawan menurut Barthos (1995:68) adalah untuk : 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan 6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan 9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya 10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:149) ada dua metode motivasi sebagai berikut : a. Motivasi Langsung. Motivasi langsung adalah motivasi baik materiil maupun non materiil yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi hal ini sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa. b. Motivasi Tidak Langsung Motivasi Tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas bagi karyawan tersebut.Hal ini menyebabkan para karyawan lebih betah dan bersemangat dalam melakukan pekerjaannya. Misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan sebagainya.Hubungan antar karyawan merupakan hal penting
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
3
yang dapat menimbulkan motivasi positif atau motivasi negatif bagi karyawan tersebut. Apabila hubungan antar karyawan harmonis maka muncul motivasi positif. Lingkungan Kerja Lingkungan Kerja atau lokasi kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Robbins, 2003). Lingkungan kerja menurut Rivai (2006:165) adalah keseluruhan sarana dan prasarana yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan itu sendiri. Lingkungan kerja ini akan meliputi tempat kerja, fasilitas dan alat bantu kerja, kebersihan, pencahayaan dan ketenangan. Menurut Nitisemito (2008:183) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, misalnya kebersihan, musik, dan lain-lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah faktor-faktor fisik yang ada disekitar pekerjaan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan padanya. Kemudian dapat dipahami bahwa lingkungan kerja sangat besar pengaruhnya terhadap kebiasaankebiasaan karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Apabila lingkungan kerja yang ada di sekitar karyawan baik, maka karyawan akan mempunyai disiplin kerja yang tinggi dan otomatis akan terjalim kerja sama yang baik dalam perusahaan sehingga akan berpengaruh pada kepuasan kerja karyawan. Tetapi, apabila lingkungan kerja yang ada di sekeliling karyawan buruk maka akan menyebabkan rendahnya disiplin kerja sehingga kepuasan kerja akan menurun. Barthos (1995:66) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai suatu lingkungan internal organisasi yang terdiri dari elemen-elemen fisik, teknologi, sosial, politik dan ekonomi.
4
Dimana elemen-elemen tersebut memperngaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan, prosedur dan kondisi kepegawaian sebagaimana pandangan manager. Solder (1991:87) memandang lingkungan sebagai kepribadian organisasi seperti yang dilihat oleh para anggotanya. Membahas lingkungan kerja sebenarnya adalah membicarakan sifat-sifat atau ciri yang dirasakan terdapat dalam lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan organisasi yang dilakukan secara sadar atau tidak yang dianggap mempengaruhi perilaku. Handoko (1995:124) menyatakan bahwa iklim kerja merupakan suatu suasana organisasi yang diciptakan oleh beberapa komponen yang membentuk nilai kebijaksanaan yang pelaksanaannya sesuai dengan kepentingan kelompok kerja. Komponen-komponen yang membentuk suasana ini meliputi : 1. Praktek pengambilan keputusan yang lebih partisipatif dan berpola kelompok 2. Adanya arus komunikasi yang mengalir ke seluruh jenjang organisasi secara memadai dalam arti jumlah dan mutu 3. Terciptanya kondisi kerja yang sedemikian rupa sehingga mendorong dan merangsang para karyawan untuk bekerja lebih giat 4. Adanya penghargaan yang penuh terhadap sumber daya manusia sebagai modal dasar organisasi 5. Adanya pengakuan pengaruh bawahan dalam melaksanakan tugas pekerjaan 6. Adanya penyediaan teknologi oleh organisasi secara memadai sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan tugas pekerjaan Definisi lingkungan kerja menurut Komarudin (2001: 87) adalah kehidupan sosial psikologi dan fisik dalam organisasi yang berpengaruh terhadap pekerjaan karyawan dalam melakukan tugasnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah keadaan di
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
sekitar para pekerja sewaktu pekerja melakukan tugasnya yang mana keadaan ini mempunyai pengaruh bagi pekerja pada waktu melakukan pekerjaannya dalam rangka menjalankan operasi perusahaan. Lingkungan kerja mempunyai makna yang penting bagi pekerja dalam menyelesaikan tugasnya. Tujuan utama pengaturan lingkungan kerja adalah naiknya produktivitas perusahaan. Oleh karenanya pengadaan fasilitas lingkungan kerja yang baik adalah secukupnya saja, jangan sampai tenaga kerja merasa terlalu dimanja dalam bekerja, sehingga hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perencanaan dan pengaturan lingkungan kerja tidak dapat diabaikan begitu saja, karena hal itu berpengaruh pada jalannya operasi perusahaan. Masa Kerja Menurut Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991) menyatakan bahwa Masa kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjan dan jabatan. Semakin lama sesorang bekerja di suatu perusahaan, apabila dia menunjukkan performa yang ekselen, maka kesempatan untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi makin terbuka. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1984) Pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Siagian (2008) menyatakan bahwa, Masa kerja menunjukan berapa lama seseorang bekerja pada masingmasing pekerjan atau jabatan di perusahaan yang sama. Kreitner dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkunganya cukup lama
sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjanya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahan mengenai jaminan hidup di hari tua. Semakin lama seseorang bekerja di suatu perusahaan maka ia akan semakin mengenali seluk beluk perusahaan tersebut. Manullang (2011) sependapat dengan teori ini, karena rasa berbakti, perasaan bertanggung jawab dan moral yang baik terdapat pada karyawan yang mempunyai masa kerja lebih lama. Dari berbagai teori di atas dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Masa kerja karyawan sangat mempengaruhi motivasi, bisa ke arah positif maupun ke arah negatif tergantung benefit dan kenaikan jabatan yang didapatkannya. 2. Karyawan baru akan berusaha menunjukkan performa yang baik dimata atasannya 3. Karyawan lama cenderung memiliki attitude lebih positif daripada karyawan yang masih baru. Mutasi Karyawan Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas perusahaan adalah dengan memaksimalkan beban kerja dari karyawan yang dimiliki. PT Philips Indonesia memiliki program yang dinamakan flexibility dimana karyawan yang area bebannya lebih rendah akan dimutasi menuju ke area dengan beban yang lebih tinggi. Secara tinjauan teori, Mutasi menurut Nasution (1994:111) adalah kegiatan memindahkan pegawai dari unit / bagian yang kelebihan tenaga ke unit / bagian yang kekurangan tenaga atau yang memerlukan. Penelitian ini membahas mengenai mutasi yang dilakukan karena keinginan perusahaan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan : 1. Kebutuhan untuk menyesuaikan sementara 2. Mengatasi keadaan darurat karena fluktuasi volume pekerjaan
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
5
3. Kebutuhan latihan, misal karena rotasi jabatan 4. Kebutuhan perencanaan pekerjaan Berdasarkan kedua batasan tersebut, maka dalam manajemen sumber daya manusia, kegiatan mutasi dapat dikategorikan sebagai fungsi pengembangan karyawan, karena tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja dalam organisasi tersebut. Disamping tujuan sebagai pengembangan sumber daya manusia, pelaksanaan mutasi juga mempunyai dimensi tujuan yang lebih luas dalam kerangka manajemen sumber daya manusia. Hasibuan (1994:114-115) memberikan beberapa tambahan batasan tujuan tersebut sebagai berikut : 1. untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan; 2. untuk meningkatkan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan; 3. untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan; 4. untuk menghilangkan rasa bosan/jemu terhadap pekerjaannya; 5. untuk memberikan perangsangan agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang lebih tinggi; 6. untuk melaksanakan sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan; 7. untuk memberikan pengakuan dan imbalan terhadap prestasinya; 8. untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan terbuka; 9. untuk tindakan pengamanan yang lebih baik; 10. untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan; 11. untuk mengatasi perselisihan antara sesama karyawan. Meskipun demikian, menurut Manullang (2011) dalam batasan lainnya, pertimbangan mutasi ini dapat juga disebabkan hal-hal sebagai berikut : production transfers yaitu pemindahan pegawai dari pekerjaan yang volumenya sedikit ke pekerjaan yang volumenya
6
lebih banyak; replacement transfers dalam pengertian pemindahan pekerjaan pegawai yang mempunyai masa kerja lama ke pegawai yang masa kerjanya lebih sedikit; versatility transfers yaitu dalam rangka persiapan pegawai agar mempunyai ketrampilan yang lebih banyak; shift transfers yaitu pemindahan antar kelompok/regu pekerjaan, dan remedial transfers yaitu pemindahan dalam rangka penyesuaian dengan karakteristik pekerjaan yang baru, Moekijat (1989:110-112). Dengan berbagai pertimbangan tersebut, tentunya pada sisi lain menuntut adanya suatu pengelolaan mutasi yang komprehensif dalam memadukan antara kepentingan organisasi dengan keinginan pengembangan karier pribadi, karena seringkali karyawan berada disubordinasi kepentingan organisasi, yang pada akhirnya karyawan selalu menjadi pihak yang dirugikan. Pengelolaan mutasi yang demikian ini pada dasarnya merupakan suatu bentuk bagaimana organisasi menjalankan fungsi kemandirian manajemen mutasi yang ada dengan tetap memperhatikan keinginan karyawan. Sebagai bentuk perwujudannya adalah organisasi harus selalu memperhatikan berbagai faktor, antara lain : 1. perlu ada pedoman mutasi yang jelas sehingga tidak terjebak unsur subyektivitas 2. harus ditempuh mutasi yang paling menguntungkan karyawan agar yang bersangkutan tidak merasa dihukum; 3. mutasi dapat membangkitkan semangat dan kegairahan kerja karyawan; 4. alat pemacu dalam pengembangan mutasi; 5. dapat memperkecil keresahan karyawan; 6. dapat menjadi alat untuk melaksanakan promosi; 7. mutasi untuk keperluan kesesuaian pendidikan dengan jabatan karyawan;
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
8. benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang mendesak; 9. diperuntukan untuk menambah jumlah personil pada bagian didalam organisasi Dengan selalu memperhatikan pertimbangan berbagai faktor tersebut, maka pelaksanaan mutasi tentunya akan tetap pada koridor kemandirian manajemen organisasi yang senantiasa menyelaraskan keseimbangan kepentingan karyawan dan organisasi. Bentuk kemandirian pengelolaan demikianlah yang harus diterapkan dalam setiap organisasi dalam melaksanakan sistem mutasi karyawannya. Pertanyaannya apakah hal ini mudah ? Sama sekali tidak. Memindahkan karyawan jauh berbeda dengan memindahkan benda mati alat produksi seperti mesin. Reaksi pertama yang muncul adalah penolakan. Seringkali dalam proses mutasi penerimaan terjadi hal-hal sebagai berikut : 1. Positif, menganggap mutasi sebagai sarana pengembangan ketrampilan dan mengexplore bakat di dalam karyawan tersebut 2. Negatif, menganggap mutasi sebagai sarana menyingkirkan dirinya, mengeluarkan dirinya dari zona aman karyawan tersebut Siswanto (2002:214) mengemukakan ada tiga jenis penolakan yaitu: 1. Faktor logis atau rasional Penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan diri, upaya ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat ketrampilan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan. 2. Faktor Psikologis Penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang dilakukan berdasarkan emosi, sentimen, dan
sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak menyukai pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan terhadap pihak lain, kebutuhan akan rasa aman. 3. Faktor Sosiologis (kepentingan kelompok) Penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan mempertahankan hubungan (relationship) yang terjalin sekarang. Kinerja Kinerja merupakan perwujudan hasil kerja yang dilakukan karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu kinerja merupakan sarana tercapainya tujuan organisasi dan perlu diupayakan untuk meningkatkan kinerja tersebut. Berikut beberapa teori tentang kinerja antara lain : Pengertian Kinerja – Menurut Mangkunegara Anwar Prabu kinerja diartikan sebagai : ”Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Target yang telah dibebankan kepada seseorang hendaknya disepakati sebelumnya antara penerima tugas dan pemberi tugas sehingga tidak ada salah paham dan saling meng-klaim setelah pelaksanaan tugas tersebut. Sedangkan menurut Nawawi. H. Hadari yang dimaksud dengan kinerja adalah : ”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental.” Pengertian Kinerja, Definisi Teori, Pengukuran dan Penilaian Sementara itu menurut Bernaden dan Russel, sebagaimana dikutip oleh Gomes, Faustino Cardoso (2000).
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
7
Kinerja diartikan sebagai : ”Catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan karyawan selama suatu periode waktu tertentu.” Kinerja (Performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Disamping itu, kinerja (performance) diartikan sebagai hasil kerja seseorang pegawai, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan). Selanjutnya analisis tentang kinerja karyawan menurut Gomes (1995) senantiasa berkaitan dengan dua faktor utama yaitu : 1. Kesediaan atau kemandirian karyawan untuk bekerja yang menimbulkan usaha karyawan 2. Kemampuan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan Dengan kata lain kinerja adalah fungsi interaksi antara motivasi kerja dengan kemampuan dimana : P=F(MxA) Dimana : P = performance M = motivation A = ability Berdasarkan persamaan tersebut di atas menurut Robbins (1996) terdapat suatu teka-teki yang masih belum ditemukan, karenanya perlu ditambahkan aspek kesempatan (opportunity) ke dalam persamaan tersebut sehingga menjadi : P=F(AxMxO) Dimana seseorang individu mungkin bersedia dan mampu tetapi masih ada rintangan yang menghambat kinerjanya. Beragamnya definisi kinerja menunjukkan konsep kinerja belum mendapatkan kata sepakat diantara para peneliti. Namun secara umum menurut
8
Dessler ( 1996 ) kinerja bisa ditunjukkan dalam berbagai cara : 1. Kinerja bisa menunjukkan perilaku sama yang berlangsung sepanjang waktu (misalnya rata-rata pukulan) 2. Kinerja bisa menunjukkan perilaku yang berbeda yang ditunjukkan dengan tingkat konseptualisasi yang tinggi (misalnya kehadiran) 3. Kinerja bisa menunjukkan perolehan-perolehan (outcomes) yang tidak erat kaitannya dengan tindakan-tindakan tertentu 4. Kinerja dapat didefinisikan dalam istilah umum yang menunjukkan sifat-sifat global daripada perilaku spesifik (misal ketegasan, keramahtamahan) 5. Kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil-hasil perilaku kelompok daripada perilaku individual (misal kemenangan permainan baseball ) Mangkunegara (2001:67) mendifinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai berikut: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan Bernardin dan Russel (1993:397), mengatakan pengertian bahwa: “kinerja pegawai tergantung pada kemampuan, usaha kerja dan kesempatan kerja yang dapat dinilai dari output”. Timpe (1993:ix), mengemukakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah: “Tingkat kinerja individu, yaitu hasil yang diinginkan dari perilaku individu. Kinerja merupakan penampilan hasil karya seseorang dalam bentuk kualitas ataupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja pegawai. Tiga hal penting dalam kinerja adalah tujuan, ukuran, dan penilaian. Penentuan tujuan setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi dari setiap personel. Tetapi ternyata tujuan saja tidak cukup, sebab itu diperlukan ukuran apakah seseorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu penilaian kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang peranan yang penting. Akhir dari proses kinerja adalah penilaian kinerja itu sendiri yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan. Penilaian kinerja merupakan suatu proses menilai hasil karya personel dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja dengan membandingkanya dengan standar baku. Melalui penilaian itu kita dapat mengetahui apakah pekerjaan itu sudah sesuai atau belum dengan uraian pekerjaan yang telah disusun sebelumnya. 1. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja mencakup faktorfaktor: a) Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan menilik perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan. b) Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel tersebut. ( target terhadap hasil ) c) Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. 2. Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan Penilaian kinerja secara umum adalah sebagi berikut : a. Menilai kemampuan personel Penilaian ini merupakan tujuan yang mendasar dalam menilai personel secara individu, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk menilai
efektivitas manajemen sumber daya manusia. b. Pengembangan personel Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personel seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi dan penyesuaian kompensasi. Secara spesifik penilaian kinerja bertujuan untuk: • Mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinan • Menentukan kriteria tingkat pemberian kompensasi • Memperbaiki kualitas pelaksanaan pekerjaan • Memperoleh umpan balik atas hasil prestasi karyawan Tujuan utama sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan valid sehubungan dengan perilaku dan kinerja karyawan. Semakin akurat dan valid informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya bagi organisasi. Tujuan penilaian kinerja secara khusus: Walaupun semua organisasi masing-masing mempunyai tujuan yang mendasar mengenai sistem penilaian kinerja, informasi yang dihasilkan oleh sistem tersebut dapat digunakan secara khusus bagi organisasi. Tujuan khusus tersebut dapat digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu: evaluasi dan pengembangan. 3. Aspek Evaluasi Penilaian Kinerja Untuk melakukan evaluasi maka manajer akan menilai kinerja massa lalu seorang karyawan. Evaluator menggunakan informasi untuk menilai kinerja dan kemudian menggunakan data tersebut dalam keputusan-keputusan promosi, demosi, terminasi dan kompentensi. Teknik evaluatif membandingkan semua pegawai satu
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
9
dengan yang lain atau terhadap beberapa standar sehingga keputusan-keputusan dapat dibuat berdasarkan catatan-catatan kinerja mereka. Keputusan-keputusan yang paling sering dilaksanakan berdasarkan tujuan evaluatif adalah keputusan-keputusan kompensasi yang mencakup peningkatan balas jasa, bonus pegawai, dan kenaikankenaikan lainya dalam gaji. Tujuan evalutif kedua dari penilaian kinerja adalah membuat keputusan-keputusan penyusunan pegawai (staffing). Penilaian kinerja masa lalu merupakan factor kunci dalam menentukan pegawai yang diinginkan lainya. Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengevaluasi sistem perekrutan, seleksi dan penempatan. Tinjauan Peneliti Terdahulu Pada tinjauan peneliti terdahulu ini akan diuraikan sedikit penelitian masalah Sumber Daya Manusia khususnya tentang pengaruh mutasi terhadap motivasi dan kinerja pegawai. Penelitian-penelitian terdahulu antara lain dilakukan oleh : Mohamad Zaeni (2010) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Motivasi Atasan, Lingkungan Kerja dan Hubungan Kerja Terhadap Kinerja PNS di Lingkungan Kantor Regional II BKN Surabaya. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk variabel motivasi atasan (X1), nilai t hitung yang diperoleh adalah sebesar 13,324 dan nilai signifikansinya adalah 0,000, nilai ini lebih kecil daripada £ = 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel motivasi atasan ( X1 ) secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat kinerja ( Y ) PNS di lingkungan kantor regional II BKN Surabaya. Untuk variabel kerja / ( X2 ) nilai t hitung yang diperoleh adalah sebesar 11,263 dan nilai signifikansinya adalah 0,000, nilai ini lebih kecil daripada £ = 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima
10
yang berarti bahwa variabel lingkungan kerja (X2) secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat kinerja (Y) PNS di Lingkungan kantor regional II BKN Surabaya. Untuk variabel hubungan kerja / (X3), nilai t hitung yang diperoleh adalah sebesar 9,564 dan nilai signifikansinya adalah 0,000, nilai ini lebih kecil daripada £ = 0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel hubungan kerja (X3) secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat kerja (Y) PNS di Lingkungan Kantor Regional II BKN Surabaya. Hasil perhitungan Uji F yang dilakukan dengan bantuan program SPSS diperoleh nilai F hitung sebesar 102, 426. Nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,000, nilai signifikansi ini lebih kecil daripada nilai £ yaitu 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima artinya variabel bebas yaitu motivasi atasan (X1) , lingkungan kerja (X2) dan hubungan kerja (X3) secara bersama berpengaruh terhadap variabel terikat kerja (Y) PNS di lingkungan kantor regional II BKN Surabaya. Hasil olah SPSS mengenai koefisien korelasi parsial maka diketahui bahwa variabel motivasi atasan (X1) memiliki nilai korelasi parsial tertinggi yaitu 0,790 dibandingkan dengan variabel bebas yang lain yaitu lingkungan kerja (X2) sebesar 0,769 dan variabel hubungan kerja (X3) yaitu sebesar 0,661 maka variabel motivasi atasan (X1) merupakan variabel bebas yang dominan mempengaruhi variabel terikat yaitu kinerja (Y) PNS di Lingkungan Kantor Regional II BKN Surabaya. Naufal Al Fatih (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Komunikasi, Lingkungan Kerja, Pengembangan Pegawai dan Motivasi terhadap Semangat Kerja Pegawai Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sarelo Lahat”. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan analisis deskriptif, variabel komunikasi, lingkungan kerja, pengembangan pegawai, dan motivasi
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
menunjukkan bahwa semuanya telah mencapai kategori baik dan cukup baik. Berdasarkan hasil perhitungan uji F, diperoleh sebesar 124,289 dan sebesar 3,186. Dengan demikian, (124,289 >3,186), hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara komunikasi, lingkungan kerja, pengembangan pegawai, dan motivasi terhadap semangat kerja pegawai Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Serelo Lahat. Berdasarkan hasil perhitungan analisa regresi linier ganda, diperoleh koefisien determinasi sebesar 0,990 atau 99%, artinya komunikasi, lingkungan kerja, pengembangan pegawai dan motivasi secara bersama-sama (simultan) berpengaruh secara signifikan terhadap semangat kerja sebesar 99% dan sisanya sebesar 1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti atau di luar model penelitian. Secara parsial, motivasi memberikan sumbangan terhadap semangat kerja pegawai paling besar dibandingkan dengan komunikasi, lingkungan kerja, dan pengembangan pegawai. Secara parsial sumbangan dari komunikasi yaitu 96,1%, lingkungan kerja 95,6%, pengembangan pegawai 98,1% dan 98,5% dari motivasi. Priyono (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Faktor Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan”. Dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa nilai konstanta (a) dalam persamaan regresi adalah sebesar 7,142. Ini berarti bahwa tanpa dipengaruhi oleh variabelvariabel kebutuhan berprestasi (X1), kebutuhan berkuasa (X2) dan kebutuhan afiliasi (X3) maka variabel nilai kinerja pegawai (Y) konstan sebesar 7,142. Sedangkan nilai koefisien variabel kebutuhan prestasi (b1) sebesar 0,687. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan variabel kebutuhan prestasi satu-satuan maka akan mengakibatkan kenaikan variabel kinerja pegawai sebesar 0,687 satuan. Nilai koefisien variabel kebutuhan berkuasa (b2) sebesar 0,624. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan variabel kebutuhan berkuasa satu-satuan
maka akan mengakibatkan kenaikan variabel kinerja pegawai sebesar 0,624 satuan. Nilai koefisien variabel kebutuhan berafiliasi ( b3 ) sebesar 0,589. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan variabel kebutuhan berafiliasi satu-satuan maka akan mengakibatkan kenaikan variabel kinerja pegawai sebesar 0,589 satuan. Sedangkan dalam pengujian asumsi klasik dapat dikatakan bahwa datanya normal, tidak terjadi multikolonieritas, tidak terjadi heterokedastisitas dan tidak terjadi auto korelasi. Nilai kolerasi R keseluruhan = 0,917, artinya terjadi hubungan yang kuat searah antara variabel independen yaitu variabel kebutuhan prestasi (X1), kebutuhan berkuasa (X2), kebutuhan berafiliasi (X3) dengan variabel dependent yaitu kinerja pegawai (Y). Adapun nilai koefisien determinasi secara keseluruhan ( R2 ) = 0,841 artinya bahwa naik turunnya variabel kinerja pegawai (Y) dipengaruhi oleh variabel kebutuhan berprestasi ( X 1 ), kebutuhan berkuasa (X2), kebutuhan berafiliasi (X3) sebesar 84,1% dan sisanya sebesar 15,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan model regresi. Dari hasil perhitungan nilai koefisien korelasi parsial diketahui bahwa variabel kebutuhan berprestasi merupakan variabel yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja pegawai (Y). Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t hitung untuk variabel kebutuhan prestasi (X1) sebesar 9,574, nilai t hitung untuk variabel kebutuhan berkuasa (X2) sebesar 8,987, nilai t hitung untuk variabel kebutuhan berafiliasi (X3) sebesar 7,557. Sedangkan nilai tabel sebesar 1,645. Hal ini berarti bahwa nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel sehingga dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti secara parsial variabel kebutuhan prestasi (X1), kebutuhan berkuasa (X2) , kebutuhan berafiliasi (X3) berpengaruh terhadap kinerja pegawai (Y). Dan dalam uji F dapat dikatakan bahwa secara bersama variabel kebutuhan prestasi (X1), kebutuhan berkuasa (X2)
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
11
, kebutuhan berafiliasi (X3) berpengaruh terhadap kinerja pegawai (Y). Hal ini karena nilai F hitung sebesar 117,9 sedangkan F tabel 3,00. METODE PENELITIAN Obyek Studi Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini yaitu : Menjelaskan pengaruh variabel yang satu terhadap variabel yang lainnya maka penelitian ini dapat digolongkan ke dalam jenis penelitian penjelasan/deskriptif (explanatory research). Lebih lanjut penelitian deskriptif adalah penelitian yang yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa juga lebih dan satu variabel. Populasi dari penelitian ini adalah Karyawan ex Lamp Factory yang dimutasi ke Lamp Components Factory (LCF) baik yang ditempatkan di Soda Lime Glass maupun Lead Free Glass. Sample yang digunakan dalam penelitian ini diambil secara acak dengan menggunakan teknik pengambilan sample proposional random sampling. Arikunto (1996:120) menyatakan apabila subyeknya kurang dari 100 orang maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika lebih besar dari 100 orang dapat diambil 10%-15%. Adapun gambaran total personnel mutasi yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
12
Tabel 1. Populasi Karyawan LCF Area
Jabatan
Total Personnel Personnel Mutasi dari LF
Supervisor Vello Danner Quality Daytime Soda Lime Glass Ribbon Produksi Ribbon Quality Electrical Ribbon Maintenance Charging Furnace Sub Total
4 28 32 4 17 28 4 2 25 12 8 164
0 12 14 0 5 12 0 0 2 0 0 45
Tubing Produksi Quality Lead Free Glass Flare ECM Daytime Sub Total Total
52 4 28 36 9 129 293
35 0 5 20 1 61 106
Teknik Pengumpulan Data Di dalam penelitian ini penulis menggunakan Skala Likert. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Penulis memilih menggunakan 4 pilihan agar tidak ada pilihan “netral” sebagai berikut: 1.Sangat tidak setuju 2.Tidak setuju 3.Setuju 4.Sangat setuju Definisi Operasional dan Variabel Penelitian Adapun identifikasi operasional dari masing-masing variabel adalah : 1. Variabel Bebas Masa Kerja (X1) Adalah total waktu yang dihabiskan (dalam tahun ) atau dilewati oleh seorang karyawan untuk bekerja di
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
PT Philips Indonesia mulai tahun pertama dia bekerja sampai tahun 2014. 2. Variabel Bebas Lingkungan Kerja (X2) Adalah suatu sikap dari para pekerja di dalam lingkungan barunya yang dapat membuat karyawan mutasi ini merasa “welcome” oleh team kerjanya yang baru atau di sisi lain mendapat penolakan 3. Variabel Terikat Motivasi (Z) Adalah suatu dorongan di dalam diri karyawan untuk menentukan bagaimana dia bersemangat dalam melakukan pekerjaanya. Motivasi ini bisa berupa motivasi positif maupun motivasi negatif 4. Variabel Terikat Kinerja (Y) Adalah indikator hasil kerja suatu unit atau area dimana karyawan pasca mutasi tersebut bekerja. Dalam hal ini dilihat bagaimana performance dari suatu unit atau area tersebut setelah karyawan pasca mutasi tersebut bergabung bekerja Data Penelitian Di dalam proses penyusunan penelitian ini dan di dalam usaha menunjang terselenggaranya proses penelitian maka digunakan cara-cara pengumpulan data sebagai berikut : 1. Riset Kepustakaan (Library Research) Yaitu dapat diistilahkan dengan Studi Kepustakaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan lebih lanjut tentang teori yang menjadikan landasan dasar bagi penulis dalam mengajukan hipotesis. 2. Field Research Yaitu penyelidikan yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke obyek penelitian yang meliputi : a. Dokumentasi. Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dukumen yang dimiliki oleh
Lamp Components Factory PT Philips Indonesia b. Interview. Dalam hal ini penulis melakukan tanya jawab secara langsung dengan Karyawan LCF ex mutasi LF yang bersangkutan c. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dimana penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala dan aktivitas karyawan keseharian yang diteliti. Hal ini dilakukan pada situasi yang sebenarnya d. Questioner. Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara membuat daftar pertanyaan kepada responden yang kemudian diberi bobot dan diskor dari masingmasing pernyataan tersebut. Sumber data sebagai berikut: a. Data Primer Data ini didapat melalui angket atau questioner. Data tentang masa kerja, lingkungan kerja dan motivasi tersebut dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada responden. b. Data Sekunder Data sekunder ini diperoleh dari obyek penelitian yaitu di Lamps Components Factory tentang kinerja area yang berkaitan dengan penelitian dimana responden atau karyawan hasil mutasi ditempatkan. Data penelitian diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada karyawan bagian produksi di PT. Philips Indonesia Departemen Soda Lime Glass maupun Lead Free Glass sebanyak 70 responden. Dari keseluruhan kuesioner tersebut yang kembali ke penulis hanya 65 kuestioner. Data yang telah diterima dimasukkan ke dalam bentuk angka dari ke empat variabel yang diamati: 1) Masa Kerja (X1) Kuesioner yang disebarkan ke responden terkait dengan variabel independen Masa Kerja
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
13
terdiri dari 2 pertanyaan yang berhubungan dengan masa kerja karyawan dan di departemen mana karyawan tersebut menghabiskan masa kerjanya 2) Lingkungan Kerja (X2) Kuesioner yang disebarkan ke responden terkait dengan variabel independen Lingkungan Kerja terdiri dari 8 macam pertanyaan yang berhubungan Lingkungan nonfisik seperti Apakah karyawan LCF menerima dengan terbuka, hubungan dengan atasan dan sesama teman kerja serta apakah teman kerja bersedia membantu proses pembelajaran karyawan mutasi tersebut. 3) Motivasi Kerja (Z) Kuesioner yang disebarkan ke responden terkait dengan variabel intervening Motivasi Kerja terdiri dari 11 macam pertanyaan yang berhubungan dengan keinginan bekerja lebih baik dan tanggung jawab terhadap pekerjaan baik secara perorangan maupun secara team. 4) Kinerja (Y) Kuesioner yang disebarkan ke responden terkait dengan variabel dependen Kinerja terdiri dari 10 macam pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektivitas, kemandirian serta komitmen kerja.
perumusan hipotesis. Diharapkan, kerangka konseptual akan memberikan gambaran dan mengarahkan asumsi mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Peneliti akan menggunakan kerangka konseptual yang telah disusun untuk menentukan pertanyaanpertanyaan mana yang harus dijawab di dalam penelitian. Berikut gambaran kerangka konseptual di dalam penelitian ini :
Gambar 3. Kerangka Konseptual a) ANALISIS SUBSTRUKTUR 1: Persamaan strukturalnya: Z = βZX1 + βZX2 + e1 Dimana: Z = Motivasi Kerja X1= Masa Kerja X2= Lingkungan Kerja e1= Error 1) Analisis Regresi Untuk mengetahui hal ini pertama kita analisa pengaruh secara simultan dan kedua mengetahui pengaruh secara parsial. -Mengetahui pengaruh masa kerja dan lingkungan kerja secara simultan terhadap motivasi kerja Tabel 2. Output SPSS (X1&X2 simultan terhadap Z)
HASIL Hasil Penelitian Kerangka konseptual adalah gambaran keseluruhan dari seluruh penelitian dalam suatu sistem/gambaran yang sederhana. Hal ini menceritakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konseptual berfungsi sebagai penuntun dalam cara berfikir sekaligus sebagai dasar dalam
14
Untuk mengetahui pengaruh masa kerja dan lingkungan kerja terhadap motivasi kerja secara simultan adalah dari hasil hitung dalam model summary, yaitu angka R Square tersebut.
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
Besarnya angka R Square (r2) adalah 0.319 atau Koefisien Determinasi sebesar 31.9% yang artinya bahwa pengaruh kompensasi masa kerja dan lingkungan kerja terhadap motivasi kerja secara simultan adalah 31.9% sedangkan 68.1% disebabkan oleh variabel-variabel lain di luar model ini. Sedangkan untuk mengetahui kelayakan model regresi digambarkan oleh angka-angka dari tabel ANOVA berikut ini : Tabel 3. Output SPSS Kelayakan Model Regresi
Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 = Tidak ada pengaruh Masa Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Motivasi kerja. Ha = Ada pengaruh Masa Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Motivasi Kerja. Kriteria: Jika sig penelitian < 0.05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika sig penelitian > 0.05, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Berdasarkan perhitungan angka signifikan sebesar 0.000 < 0.05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat pengaruh Masa Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Motivasi Kerja. Mengetahui pengaruh Masa Kerja dan Lingkungan Kerja secara parsial terhadap motivasi kerja. Untuk mengetahui besarnya pengaruh masa kerja dan lingkungan kerja terhadap motivasi kerja secara parsial adalah dengan uji t, sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh menggunakan angka Beta atau Standarized Coeffecient berikut ini: Tabel 4. Output SPSS (X1&X2 parsial terhadap Z)
Pengaruh masa kerja terhadap motivasi kerja Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 = Tidak ada pengaruh masa kerja terhadap motivasi kerja. Ha = Ada pengaruh masa kerja terhadap motivasi kerja. Kriteria uji hipotesis sebagai berikut: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Level of significance ( ) ditentukan 5% maka nilai t tabel = t (5%/2) = t 2.5% derajat kebebasan (df) = n-2 = 65-2 = 63 df ( 63 ) = 1.9983 Didasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t hitung sebesar -1.549 < t tabel sebesar 1.9983 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara masa kerja terhadap motivasi kerja. Besarnya pengaruh lingkungan kerja terhadap motivasi kerja sebesar -0.162 dianggap tidak signifikan. Pengaruh lingkungan kerja terhadap motivasi kerja Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 = Tidak ada pengaruh lingkungan kerja terhadap motivasi kerja. Ha = Ada pengaruh lingkungan kerja terhadap motivasi kerja. Kriteria uji hipotesis sebagai berikut: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Level of significance ( ) ditentukan 5% maka nilai t tabel = t (5%/2) = t 2.5% derajat kebebasan (df) = n-2 = 65-2 = 63 df ( 63 ) = 1.9983 Didasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t hitung sebesar 5.160 > t tabel sebesar 1.9983 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh antara lingkungan kerja terhadap motivasi
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
15
kerja. Besarnya pengaruh lingkungan kerja terhadap motivasi kerja sebesar 0.541 yang ditunjukkan dari besarnya nilai β dari penelitian, mengandung arti apabila lingkungan kerja naik/turun 1 point maka motivasi kerja naik/turun 0.541 point. 2) Analisis Korelasi Korelasi antara masa kerja dan lingkungan kerja dengan hasil penghitungan SPSS sebagai berikut: Tabel 5. Output SPSS korelasi (X1 & X2)
Melalui hasil korelasi Pearson: - Variabel masa kerja dan lingkungan kerja memperlihatkan hubungan yang negatif dan tidak signifikan r(65)= 0.002 ; p < 0.05. b) ANALISIS SUBSTRUKTUR 2: Persamaan strukturalnya: Y= βYX1 + βYX2 + βYZ + e2 Dimana: Y = Kinerja X1= Masa Kerja X2= Lingkungan Kerja Z= Motivasi Kerja e2= Error 1) Analisis Regresi Untuk mengetahui, pertama mengetahui pengaruh secara simultan dan kedua mengetahui pengaruh secara parsial. -Mengetahui pengaruh masa kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja secara simultan terhadap kinerja Tabel 6. Output SPSS (X1, X2 & Z simultan terhadap Y)
16
Untuk mengetahui pengaruh masa kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja secara simultan adalah dari hasil hitung dalam model summary, yaitu angka R Square tersebut. Besarnya angka R Square (r2) adalah 0.558 atau Koefisien Determinasi sebesar 55.8% yang artinya bahwa pengaruh kompensasi finansial langsung, lingkungan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja secara simultan adalah 55.8% sedangkan 44.2% disebabkan oleh variabel-variabel lain di luar model ini. Sedangkan untuk mengetahui kelayakan model regresi digambarkan oleh angkaangka dari tabel ANOVA. Tabel 7. Output SPSS Kelayakan model regresi
Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 = Tidak ada pengaruh masa kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja. Ha = Ada pengaruh masa kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja. Kriteria: Jika sig penelitian < 0.05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika sig penelitian > 0.05, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Berdasarkan perhitungan angka signifikan sebesar 0.000 < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat pengaruh masa kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja. -Mengetahui pengaruh masa kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja secara parsial terhadap kinerja. Untuk mengetahui besarnya pengaruh masa kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja secara parsial adalah dengan uji t, sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
menggunakan angka Beta atau Standarized Coeffecient berikut ini: Tabel 8. Output SPSS (X1, X2 & Z parsial terhadap Y)
Pengaruh masa kerja terhadap kinerja Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 = Tidak ada pengaruh masa kerja terhadap kinerja. Ha = Ada pengaruh masa kerja terhadap kinerja. Kriteria uji hipotesis sebagai berikut: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Level signifikansi ( ) ditentukan 5% maka nilai t tabel = t (5%/2) = t 2.5% derajat kebebasan (df) = n-2 = 65-2 = 63 df ( 63 ) = 1.9983 Didasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t-hitung sebesar 1.988 < t-tabel sebesar 1.9983 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara masa kerja terhadap kinerja. Besarnya pengaruh masa kerja terhadap kinerja sebesar 0.173 dianggap tidak signifikan. Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 = Tidak ada pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja. Ha = Ada pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja. Kriteria uji hipotesis sebagai berikut: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak Level signifikansi ( ) ditentukan 5% maka nilai t tabel = t (5%/2) = t 2.5% derajat kebebasan (df) = n-2 = 65-2 = 63 df ( 63 ) = 1.9983
Didasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t-hitung sebesar 0.691 < t-tabel sebesar 1.9983 Sehingga H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada pengaruh antara lingkungan kerja terhadap kinerja. Besarnya pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja sebesar 0.070 dianggap tidak signifikan. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 = Tidak ada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja. Ha = Ada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja. Kriteria uji hipotesis sebagai berikut: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Level signifikansi ( ) ditentukan 5% maka nilai t tabel = t (5%/2) = t 2.5% derajat kebebasan (df) = n-2 = 65-2 = 63 df ( 63 ) = 1.9983 Didasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t-hitung sebesar 6.913 > t-tabel sebesar 1.9983 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh antara motivasi kerja terhadap kinerja. Besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja sebesar 0.713 yang ditunjukkan dari besarnya nilai β dari penelitian, mengandung arti apabila motivasi kerja naik / turun 1 point maka kinerja naik / turun 0.713 point. 2) Analisis Korelasi Korelasi antara kompensasi finansial langsung, lingkungan kerja dan motivasi kerja dengan hasil penghitungan SPSS sebagai berikut: Tabel 9. Output SPSS korelasi (X1, X2 dan Z)
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
17
Melalui hasil korelasi Pearson: Variabel masa kerja dan lingkungan kerja memperlihatkan hubungan yang negatif dan tidak signifikan r (65) = -0.002 ; p < 0.05. (tidak berkorelasi) Variabel masa kerja dan motovasi memperlihatkan hubungan yang negatif dan tidak signifikan r (65) = -0.164 ; p < 0.05 ( tidak berkorelasi ) Variabel lingkungan kerja dan motivasi kerja memperlihatkan hubungan yang positif, kuat dan sangat signifikan r (65) = 0.547; p < 0.01 3) Penghitungan Pengaruh -Pengaruh Langsung Untuk menghitung pengaruh langsung digunakan formula sebagai berikut: •Pengaruh masa kerja terhadap motivasi kerja X1 Z= -0.162 •Pengaruh lingkungan kerja terhadap motivasi kerja X2 Z= 0.541 •Pengaruh masa kerja terhadap kinerja X1 Y= 0.173 •Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja X2 Y= 0.070 •Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja Z Y= 0.713 -Pengaruh Tidak Langsung Untuk menghitung pengaruh tidak langsung digunakan formula sebagai berikut: •Pengaruh masa kerja terhadap kinerja melalui motivasi kerja X1 Z Y = (-0.162 x 0.713) = 0.116 •Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja melalui motivasi kerja X2 Z Y = (0.541 x 0.713) = 0.386 -Pengaruh Total •Pengaruh masa kerja terhadap kinerja melalui motivasi kerja X1 Z Y = (0.173 - 0.116) = 0.057
18
•Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja melalui motivasi kerja X2 Z Y = (0.070 + 0.386) = 0.456 Tabel 10. Pengaruh Variabel
4) Analisa Jalur Model II
Gambar 4. Analisa Jalur Model II Persamaan struktural untuk model tersebut sebagai berikut: Substruktur 1: Z = βZX1 + βZX2 + e1 Z = - 0.162X1 + 0.541X2 + 68.1% Z = - 0.162X1 + 0.541X2 + 0.681 Substruktur 2: Y = βYX1 + βYX2 + βYZ + e2 Y= 0.173X1+0.070X2 + 0.713Z + 44.2% Y= 0.173X1 + 0.070X2 + 0.713Z + 0.442 Pembahasan Dari serangkaian pengujian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Periode masa kerja karyawan menurut Kreitner dan Kinicki (2004) dan disetujui pula oleh Manullang (2011) bahwa masa kerja yang lama akan membuat karyawan merasa betah dan termotivasi karena karyawan tersebut telah beradaptasi dengan lingkungannya. Ternyata dari hasil penelitian yang penulis lakukan, tidak ada pengaruh antara masa kerja dan motivasi. Penelitian lebih lanjut ternyata
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016
menunjukkan tidak ada pengaruh pula antara masa kerja terhadap kinerja. Semua karyawan dari berbagai masa kerja dapat termotivasi dan berkinerja baik tetapi dapat pula sebaliknya tergantung unsur-unsur eksternal yang lain. 2. Lingkungan kerja non fisik menurut pendapat As’ad (1998 : 131) sangat berpengaruh terhadap motivasi karyawan dan selanjutnya akan mendongkrak kinerjanya. Dari penelitian yang penulis lakukan, ternyata memang lingkungan kerja non fisik berpengaruh terhadap motivasi. Tetapi apabila dikaitkan dengan kinerja, ternyata lingkungan kerja non fisik tidak ada pengaruhnya terhadap kinerja atau dengan kata lain kinerja lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain. 3. Di dalam teori X dan Y menurut Douglas McGregor, dimana dijelaskan ada hubungan yang erat antara motivasi dalam pencapaian kinerja. McGregor menganggap teori Y lebih valid meskipun penulis beranggapan sebaiknya. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis ternyata memang ada penaruh antara motivasi dengan kinerja. Semakin tinggi motivasi karyawan maka dapat dipastikan bahwa kinerjanya akan meningkat dan begitu juga sebaliknya.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pengujian yang Penulis lakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Masa Kerja (X1) terhadap Motivasi Kerja (Z) Berdasarkan dari hasil analisis data diperoleh koefisien jalur sebesar (βZX1) = - 0.162, harga t hitung = -1.549 < t tabel = 1.9983 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada pengaruh antara masa kerja ( X1) terhadap motivasi kerja (Z). Hal ini berarti masa kerja karyawan tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja. 2) Lingkungan Kerja (X2) terhadap Motivasi Kerja (Z) Berdasarkan dari hasil analisis data, diperoleh koefisien jalur sebesar
(βZX 2) = 0.541, harga t hitung = 5.160 > t tabel = 1.9983 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti koefisien jalur ini signifikan. Temuan ini dapat diinterprestasikan bahwa lingkungan kerja (X2) berpengaruh langsung positif terhadap motivasi kerja ( Z ) artinya perbaikan lingkungan kerja akan menimbulkan peningkatan motivasi kerja karyawan. 3) Masa Kerja (X1) terhadap Kinerja (Y) Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh koefisien jalur sebesar (βYX1) = 0.173, harga t hitung = 1.988 < t tabel = 1.9983 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada pengaruh antara masa kerja (X1) terhadap kinerja (Y) yang berarti lama masa kerja karyawan tidak berpengaruh terhadap kinerja. 4) Lingkungan Kerja (X2) terhadap Kinerja (Y) Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh koefisien jalur (βYX2) = 0.070, nilai t hitung = 0.691 < t tabel = 1.9983 sehingga H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada pengaruh antara lingkungan kerja terhadap kinerja. 5) Motivasi Kerja (Z) terhadap Kinerja (Y) Berdasarkan hasil analis data diperoleh koefisien jalur (βYZ) = 0.713 nilai t hitung = 6.913 > t tabel = 1.9983, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima artinya koefisien jalur ini signifikan. Temuan ini dapat diinterprestasikan bahwa motivasi kerja (Z) berpengaruh langsung positif terhadap kinerja (Y) atau dengan kata lain peningkatan motivasi kerja akan mengakibatkan peningkatan kinerja.
SARAN Dari rangkaian data dan penelitian serta kesimpulan yang dihasilkan dari pengujian berikut saran yang Penulis rekomendasikan kepada
Pengaruh Masa Kerja ................. (Nicolaus-Tri) hal. 1 - 20
19
tempat terkait dimana responden beraktifitas antara lain : 1) Masa kerja tidak mempunyai hubungannya dengan motivasi atau lebih lanjut dengan kinerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa senioritas tidak selalu menghasilkan kinerja yang outstanding atau membuat karyawan termotivasi. Tidak memandang berapa lama karyawan tersebut bekerja tetapi lebih kepada kemampuan individu yang harus selalu diperhatikan dalam melakukan penilaian (performance appraisal) atau promosi. 2) Lingkungan kerja mempengaruhi motivasi karyawan dan hal ini dipengaruhi oleh penerimaan karyawan lama dimana karyawan baru tersebut bekerja. Apabila karyawan baru merasa diterima dengan baik oleh karyawan lama maka secara psikologis akan memotivasi karyawan baru itu dan berpengaruh positif terhadap kinerjanya. Hal ini juga berlaku sebaliknya sehingga apabila ada karyawan baru mutasi maka karyawan lama harus memberikan lingkungan non fisik yang baik seperti warm welcome, rasa kekeluargaan yang erat dan training yang penuh semangat agar
20
bersama-sama meraih kinerja yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA Buku Dra. Justine T Sirait, MBA-T (2006) Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta : Grasindo Danang Sunyoto (2011) Riset Bisnis Dengan Analisis Jalur SPSS. Yogyakarta : Penerbit Gava Media Iftikar Z. Sutalaksana, Ruhana Anggawisastra dan Jann H. Tjakraatmadja (2006) Teknik Perancangan Sistem Kerja, Bandung : Penerbit ITB John. M. Ivancevich, Robert Konopaske and Michael T Matteson (2005) Perilaku dan Management Organisasi. Jakarta : Penerbit Erlangga M Syamsul Ma’Arif dan Henri Tanjung (2003) Management Operasi. Bogor : Penerbit Grasindo M. Manullang dan Marihot Amh Manullang (2011) Manajemen Personalia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Stephen P. Robbins (2008) Perilaku Organisasi 1 : Edisi 12. Jakarta : Penerbit Salemba Empat
Media Mahardhika Vol. 15 No. 1 September 2016