JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU KONSUMSI MAHASISWA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (STUDI MAHASISWA EKONOMI ISLAM FIAI UII 2012)
1Alumni
Brillyan Octaviani C 1*,
Program Studi Ekonomi Islam , Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta-Indonesia
Abstract This research analizes whether the background of the Islamic social environtment has portrays the Islamic Economics student's consumptiveness especially for class of 2012 and it affects to the student social environtment how the impacts of the student's social environtment based on the consumptiveness perspective of the Islamic Economics major. This research uses the drescriptive quanitative by taking respondent sample based on purposive sampling method. Furthermore, the writer uses questioners to collect the data and using double linier analysis technique to process the data. As the result, the writer finds that the consumptiveness of the Ekis FIAI UII 2012 student has followed the principal of aqidah and amaliah also spiritual, however it has not represented the simplicity principle yet. According to the "t" test, it shows that the variable of adherent group has no significant influence to the Islamic consumptiveness of the Ekis FIAI UII's student especially for the class of 2012, it is because of the value of the 't' is smaller than the table of 't' that is 0.728 < 2.011. The amount of the value of the "t" for the family variable is about 2.506, so that it has a significant impact between family and Islamic student's consumptiveness. As the result of the free variables, it is known that the variable of the adherent group and family simultantly has no influence toward the Islamic consumptiveness behavior variable. Adjusted R Square is 0,133, means that 13,3% that of the Islamic consumptiveness behavior by Islamic Economics student of FIAI UII 2012 is affected by family.
Keywords: Adherent Group, Family and Islamic Consumptive Behavior.
*
1
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
II.
I. Pendahuluan Manusia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan. Lingkungan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik dimana lingkungan mempengaruhi manusia dan sebaliknya manusia juga mempengaruhi lingkungan. Lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis. Lingkungan sering disebut patokan utama pembentukan prilaku. Termasuk perilaku konsumsi seseorang.
III.
Dalam sistem perekonomian, konsumsi memegang peranan yang sangat penting karena mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Tanpa adanya peran konsumsi maka proses produksi dan distribusi tidak akan berjalan dengan sebagaimana mestinya.
IV.
Dalam analisis konsumsi konvensional dijelaskan bahwa perilaku konsumsi seseorang adalah dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya sehingga tercapai kepuasan yang maksimal. Sedangkan dalam analisis konsumsi Islam bahwa perilaku konsumsi seorang Muslim tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmani tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rohani. Sehingga, dalam perilaku konsumsi seorang Muslim senantiasa memperhatikan syariat Islam. Seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi bahwa dalam Islam perilaku konsumsi seorang Muslim hendaknya harus memperhatikan norma dasar konsumsi, yaitu membelanjakan harta untuk kebaikan, menjauhi sifat kikir, tidak melakukan kemubadziran dan selalu bersikap sederhana.
V.
Dengan memiliki latarbelakang lingkungan sosial yang berbeda-beda mahasiswa Ekonomi Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, UII angkatan 2012, mereka telah mendapatkan materi berperiku konsumsi secara Islami dan berada pada lingkungan sosial yang Islami seharusnya dapat mencerminkan berperilaku konsumsi secara Islami dengan memperhatikan norma, prinsip dan aturannya.
KAJIAN TEORITIS: LINGKUNGAN SOSIAL A. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah tempat dimana masyarakat saling berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antar sesama maupun dengan lingkungannya. William J. Stanton menyatakan: “socialcultural and phsycological force which influence consumer’s buying behavior. Menurut William J. Stanton, faktor sosial budaya dan psikologi merupakan dua kekuatan dari faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi. 2
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
Faktor lingkungan sosial menurut Mangkunegara ialah: 1. Kelompok Anutan Kelompok anutan didefinisikan sebagai suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma, dan perilaku konsumen. Kelompok anutan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok anutan menciptakan tekanan untuk mengikuti kebiasaan kelompok. Setiap individu hampir selalu memiliki kelompok anutannya masing–masing, hal ini tidak terkecuali terjadi pada mahasiswa. Mahasiswa yang terlibat dalam suatu kelompok, maka secara tidak langsung akan terpengaruhi perilakunya. Sehingga mereka akan mengikuti kebiasaan yang ada pada kelompok tersebut. Kelompok anutan itu seperti: - organisasi, pada dasarnya organisasi digunakan sebagai tempat atau wadah bagi orang–orang untuk berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana–prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.1 - dosen, ialah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.2 - teman bermain - teman kos, dll. 2. Keluarga Keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli.3 Keluarga adalah kelompok orang yang memiliki hubungan darah atau perkawinan, terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dan saling ketergantungan. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa para ahli antropologi melihat keluarga sebagai satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini didasarkan atas 1https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi,
diakses pada 20 September 2015. diakses pada 20 September 2015. 3A.A Anwar Prabu Mangkunegara 2002, Perilaku Konsumsi, Ed. Revisi, Bandung: PT Refika Aditama, hlm. 41–43. 2https://id.wikipedia.org/wiki/Dosen,
3
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
kenyataan keluarga yang hidup dalam satu tempat tinggal dan melakukan kerjasama ekonomi, keluarga ini memiliki fungsi berkembangbiak, mensosialisasi atau mendidik anak dan menolong serta melindung yang lemah khususnya merawat orang–orang tua mereka. Ada beberapa jenis keluarga, yakni: - Keluarga inti, atau disebut juga dengan keluarga batih maupun konjugal, ialah kelompok kekerabatannya terdiri atas ayah, ibu, dan anak–anak yang belum memisahkan diri sebagai keluarga batih atau keluarga inti sendiri. Keluarga inti merupakan bagian dari lembaga sosial yang ada pada masyarakat. - Keluarga luas meliputi semua orang yang berketurunan dari kakek nenek yang sama termasuk keturunan masing–masing istri dan suami. Keluarga luas ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga aslinya. Keluarga ini terdiri atas tiga atau empat keluarga batih yang terikat oleh hubungan orangt tua anak atau saudara kandung yang tinggal dalam satu tempat tinggal bersama.4 B. Lingkungan Pendidikan Perspektif Islam Dalam perspektif pendidikan Islam, lingkungan dapat memberi pengaruh pada akhlak maupun keberagamaan seseorang. Pengaruh ini dapat berupa pengaruh yang positif maupun negatif. Lingkungan berpengaruh besar terhadap kepribadian dan watak seseorang, sehingga dalam perspektif pendidikan Islam lingkungan juga dapat mempengaruhi perkembangan fisiologis, psikologis dan sosio–kultural.5 Lingkungan ialah sesuatu yang berada di luar diri seseorang dan berpengaruh atau mempengaruhi perkembangan seseorang tersebut. Menurut Sartain (seorang ahli psikologi Amerika), bahwa lingkungan sekitar meliputi kondisi dalam dunia yang mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan dan perkembangan manusia. 6 Kihajar Dewantara memaknai lingkungan dengan simple dan spesifik, bahwa yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan berada dalam tiga pusat lembaga pendidikan, yaitu: 1. Lingkungan keluarga, 4A.W. Widjaja
1986, Manusia Indonesia, Individu, Keluarga, dan Masyarakat, Ed. Pertama Cet. Pertama, Jakarta: CV. Akademika Pressindo, hlm. 8–9. 5http://harun-nasution.blogspot.co.id/2012/08/lingkungan-pendidikan-dalamperspektif.html, diakses pada 13 Oktober 2015. 6Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi 1997, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, hlm. 234. 4
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
2. Lingkungan sekolah, 3. Lingkungan organisasi pemuda atau kemasyarakatan. 7 Pada kalangan para ahli pendidikan, khususnya pada pendidikan Islam, terdapat kesepakatan bahwa lingkungan pendidikan terdiri dari: 1. Lingkungan Keluarga Islam memandang bahwa keluarga merupakan lingkungan yang paling berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak. Karena: 1) tanggungjawab orang tua terhadap anak tidak hanya bersifat duniawi, namun juga ukhrawi dan teologis. Tugas dan tanggungjawab orang tua membinakepribadian anak merupakan amanah dari Tuhan; 2) orang tua memberikan pengaruh empiris, dan memberikan pengaruh hereditas dan genesitas, yaitu bakat dan pembawaan serta hubungan darah yang melekat pada anak; 3) anak lebih banyak tinggal atau berada di rumah daripada di luar rumah; 4) orang tua atau keluarga yang memberikan pengaruh lebih dahulu dan lebih kuat. 2. Lingkungan Sekolah/Pendidikan Lingkungan ini merupakan kelanjutan dari lingkungan rumah tangga. Pada lingkungan ini tugas pendidikan diserahkan pada guru, mu’alim atau ulama. Di sini, peserta didik mendapatkan informasi tentang ilmu pengetahuan maupun ketrampilan yang bermanfaat bagi kehidupannya. 3. Lingkungan Masyarakat Pada hakikatnya, lingkungan ini merupakan kumpulan dari keluarga yang satu sama lain saling terikat oleh tatanan nilai atau aturan, baik yang tertulis maupun tidak. Di dalam masyarakat terdapat banyak peluang untuk memperoleh pengalaman empiris yang dapat bermanfaat bagi kehidupan mendatang. Dalam masyarakat juga terdapat organisasi, perkumpulan, yayasan, asosiasi, dan lain sebagainya. Sehingga mereka yang dapat memanfaatkan lingkungan masyarakat, maka akan mendapatkan berbagai pengalaman.8 Drs. Abdurrahman Saleh, menyatakan pengaruh lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan seseorang ada tiga macam, yaitu:
7
Sama’un Bakry 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, hlm. 97
8Abuddin
Nata 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, hlm. 299–300. 5
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
a. Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama. Pada lingkungan seperti ini terkadang merasa keberatan terhadap adanya pendidikan agama, namun tidak selalu begitu. b. Lingkungan yang berpegang kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsyafan batin. Biasanya lingkungan demikian menghasilkan orang–orang beragama secara tradisional tanpa kritik atau beragama secara kebetulan. c. Lingkungan yang memiliki tradisi agama dengan sadar dalam kehidupan. Lingkungan ini memberikan motivasi yang kuat kepada seseorang untuk memeluk dan mengikuti pendidikan agama yang ada. Apabila lingkungan ini didukung dengan pimpinan yang baik dan kesempatan yang memadai, maka kemungkinan besar hasilnya juga akan baik.9 Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam adalah: a. Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak–kanak sampai usia sekolah. Pendidikannya mereka dapatkan dari orang tua, sanak kerabat, famili, saudara–saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan. b. Sekolah, yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru profesional. c. Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tersier yang merupakan pendidikan yang terakhir namun sifatnya permanen. Pendidik tersebut ialah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.10 Di Indonesia lembaga pendidikan Islam dibedakan kedalam tiga kelompok besar: 1) sekolah Islam atau madrasah; 2) pesantren; dan 3) pendidikan non–formal, seperti pendidikan dalam keluarga, TPA, ataupun majelis taklim. Adapun tugas dari lembaga–lembaga pendidikan ialah sebagai berikut: a. Tugas Keluarga Orang tua memiliki tanggungjawab untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan kepada anak–anaknya dan memberikan sikap
9Abdurrahman
Saleh 1969, Didaktik dan Methodik Pendidikan Agama, Jakarta: Bulan Bintang,
hlm. 77–78. 10Bukhari Umar 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: AMZAH, hlm.150. 6
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
maupun keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, mencontohkan menjadi keluarga ideal, bertanggungjawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Dalam firman Allah surat at–Tahrim: 6, bahwa orang tua diperintahkan untuk menyelamatkan keluarganya dari siksa api neraka. b. Tugas Sekolah (Madrasah) An–Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (madrasah) mempunyai tugas: 1) Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan, 2) Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia, 3) Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, 4) Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah kepada penyimpangan fitrah manusiawi, 5) Memberikan wawasan nilai, moral serta peradaban manusia agar pemikiran peserta didik menjadi berkembang, 6) Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antar peserta didik. c. Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat -
Tugas Masjid Pada masa permulaan Islam, masjid memiliki fungsi yang sangat agung. Dulu, masjid berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang, pembebasan umat dari penyembahan terhadap manusia, berhala– berhala dan thagut, agar mereka hanya beribadah kepada Allah. Selain itu, masjid juga berfungsi sebagai markas pendidikan. Di situlah manusia dididik agar memegang teguh keutamaan, cinta kepada ilmu pengetahuan, memiliki kesadaran sosial, serta menyadari hal dan kewajiban mereka dalam negara Islam. Masjid juga merupakan sumber pancaran moral karena di situ kaum Muslimin menikmati akhlak–akhlak
7
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
yang mulia. Namun, pada masa sekarang sebagian besar fungsi tersebut diabaikan oleh kaum Muslimin. -
Tugas Pesantren Pesantren memiliki tugas, menurut Yusuf Amir Feisal tugasnya ialah sebagai berikut: Mencetak ulama yang menguasai ilmu–ilmu agama, Mendidik Muslim yang dapat melaksanakan syariat agama, Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama.11
C. Perilaku Konsumsi Perspektif Ekonomi Islam Dalam agama Islam telah diajarkan agar umat menjalankan syariat Islam secara menyeluruh, termasuk dalam melakukan kegiatan konsumsi. Islam memberikan petunjuk yang sangat jelas dalam kegiatan konsumsi agar dapat berguna demi kemaslahatan hidupnya. Konsumsi merupakan salah satu penggunaan dan pemanfaatan sumber daya atau barangbarang yang ada atau telah tersedia di alam dunia ini. Penggunaan dan pemanfaatan sumber daya dalam Islam diatur supaya digunakan secara baik. Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tersebut tanpa merugikan individu yang lainnya, sebagaimana sesuai dengan aturan syari’ah.12 Menurut al-Haritsi, kaidah/prinsip dasar konsumsi Islam terdiri dari: -
Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk ketaatan/beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk yang mendapatkan beban khalifah dan amanah di bumi yang nantinya diminta pertanggungjawaban oleh penciptanya.
-
Prinsip ilmu, yaitu ketika akan mengkonsumsi, harus tahu ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya.
11Bukhari,
Ilmu..., hlm. 153–161. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, 2010, Teori Mikroekonomi Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 84. 12M.
8
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
-
Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi Islami tersebut. Seseorang ketika sudah berakidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang haram atau syubhat.
-
Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat Islam, diantaranya sederhana sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, menabung dan investasi.
-
Prinsip prioritas, dimana memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu dengan memperhatikan kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
-
Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial disekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, diantaranya dalam hal kepentingan umat, keteladanan dan tidak membahayakan orang lain.
-
Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya alam dan keberlanjutannya atau tidak merusak lingkungan.
-
Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak mencerminkan etika konsumsi Islami seperti suka menjamu dengan tujuan bersenang-senang atau memamerkan kemewahan dan menghambur-hamburkan harta.13
Menurut Yusuf Qardhawi terdapat beberapa norma dasar yang hendaknya menjadi landasan dalam perilaku konsumsi seorang Muslim yang beriman. Norma dasar tersebut antara lain: 1. Membelanjakan harta dalam kebaikan dan menjauhi sifat kikir, 2. Tidak melakukan kemubadziran, 3. Tidak hidup mewah dan boros, 4. Kesederhanaan.14 Islam membatasi dalam membelanjakan harta, berdasarkan:
13Arif 14M.
Pujiono 2006, Teori Konsumsi Islami, Dinamika Pembangunan Vol. 3 No.2, hlm. 199-200. B. Hendrie Anto 2003, Pengantar Ekonomi Mikro Islam, Yogyakarta: Ekonisia, hlm. 139-
142. 9
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
a. Batasan dalam Segi Kualitas
Batasan ini berkaitan dengan larangan membelanjakan harta guna barang yang memabukkan dan merusakkan tubuh dan akal, seperti minuman keras dan narkotika, juga larangan mengoleksi patung atau mengumpulkan modal untuk berjudi. b. Batasan dalam Segi Kualitas
Manusia tidak boleh terjerumus dalam kondisi “besar pasak daripada tiang”, maksudnya adalah pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, apalagi untuk hal hal yang tidak mendesak. Al-Qur’an menggolongkan orang yang hidup sederhana dalam kelas ibadurrahman yang mendapatkan ganjaran surga karena kesabarannya. “Dan orangorang yang jika membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.15 B. Dasar Hukum Konsumsi Islam Prinsip-prinsip tersebut di atas diperkuat dengan ayat ayat al-Qur’an dan hadis berikut ini: a. Al Qur’an surat al- Baqarah 168 168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. b. Al Qur’an surat al-Maidah (87-88) 87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. 88. dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. c. Al Qur’an surat al-Isra’ ayat 27 27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. d. Al Qur’an surat al-A’raf ayat 31 31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[534], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan
15Yusuf
Qardawi, 1997, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, hlm. 158-
160. 10
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
e. Manusia dianjurkan untuk menjauhkan diri atas segala hal dari syubhat agar tidak
terjatuh dalam haram, Nabi SAW bersabda: Halal itu jelas, haram juga jelas, di antara keduanya adalah subhat, tidak banyak manusia yang mengetahui. Barang siapa menjaga diri dari subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan harga dirinya, barang siapa yang terjerumus dalam subhat maka ia diibaratkan pengembala di sekitar tanah yang dilarang yang dihawatirkan terjerumus. Ingatlah sesungguhnya setiap pemimpin punya bumi larangan. Larangan Allah adalah hal yang diharamkan oleh Allah, ingatlah bahwa sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu adalah hati. 16 Berdasarkan ayat Al Qur’an dan Hadits di atas dapat disimpulkan bahwa umat Muslim dalam melakukan konsumsi barang atau jasa hendaknya yang dikonsumsi adalah yang halal, bermanfaat, baik, hemat dan tidak berlebih-lebihan. Karena tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk memaksimalkan maslahah, bukan memaksimalkan kepuasan seperti tujuan konsumsi secara konvensional. C. Dampak Nilai Islam dalam Berkonsumsi Seorang Muslim memperhatikan teknis penyelenggaraan konsumsi dengan pedoman nilai–nilai Islam. Oleh karena itu, seorang Muslim dilarang semata–mata menggunakan hawa nafsunya dalam berkonsumsi. Perilaku konsumsi seorang Muslim didasari kesadaran bahwa dalam memenuhi kebutuhannya tidak bisa dilakukan sendiri. Kesadaran perlunya oranglain dalam memenuhi kebutuhan, mendorong seorang Muslim bersifat tawadhu. Perilaku konsumsi dalam Islam yang didasarkan pada nilai–nilai al–Qur’an dan al–Hadits akan berdampak kepada seorang Muslim dalam beberapa hal: 1. Konsumsi yang didasarkan atas pemahaman kebutuhan sebagai manusia terbatas, seorang Muslim akan mengkonsumsi pada tingkat wajar dan tidak berlebihan. Tingkat kepuasan indifference curve bagi seorang Muslim diinterpretasikan sebagai kebutuhan, bukan keinginan. 2. Tingkat kepuasan tidak didasarkan atas banyaknya barang yang dipilih, namun atas pertimbangan bahwa pilihan tersebut dapat berguna bagi kemaslahatan. Sehingga tidak hanya sekedar memperhitungkan jumlah barang yang diperoleh, namun juga skala 16 Hasan al–Bana dan Imam Nawawi 2013, Al–Ma’tsurat dan Hadits Arba’in, Cet Kedelapan, Ibnu Nizhamuddin (Terj.), Jakarta: Gema Insani, hlm 51–53.
11
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
prioritas dari berbagai barang yang akan diperoleh dari memanfaatkan pengeluaran total tersebut. 3. Muslim tidak akan mengkonsumsi barang–barang haram atau yang diperoleh dengan cara haram. 4. Muslim tidak akan memaksa berbelanja yang di luar jangkauan penghasilannya. Walaupun ia dapat menambah penghasilannya dari utang atau kegiatan subhat, karena kegiatan ini akan menimbulkan: (1) masalah, (2) mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal sama, karena alasan gengsi (prestise), (3) menimbulkan kecemburuan sosial dan diskriminasi sosial. 5. Tingkat kepuasan seorang Muslim berhubungan dengan tingkat syukurnya. Syukur adalah sikap seorang Muslim untuk menerima segala sesuatu yang ia dapatkan sebagai media mendekatkan diri kepada Allah. Sikap ini timbul apabila seorang Muslim percaya bahwa Allah pasti akan memberikan yang terbaik baginya. 17 METODE PENELITIAN I.
Penelitian deskriptif kuantitatif ini mengambil sampel responden dengan metode
purposive sampling, pengumpulan datanya dengan kuesioner, dan pengolahannya menggunakan teknik analisis linier berganda pada SPSS 16.0 for windows. Kuisioner terdiri dari 13 item pernyataan dengan menggunakan skala likert. Lembar kuesioner dibagikan kepada 50 responden, yaitu mahasiswa Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam UII 2012. II. III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Aspek Perilaku Konsumsi Islami Perilaku konsumsi Islami ialah perilaku konsumsi yang menggambarkan konsumsi seorang Muslim menurut Islam. Umat Muslim dalam melakukan kegiatan konsumsi barang maupun jasa hendaknya yang dikonsumsi ialah yang halal, bermanfaat, baik, hemat atau tidak berlebih–lebihan. Karena tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk memaksimalkan maslahah, bukan memaksimalkan kepuasan seperti tujuan konsumsi secara konvensional. 17Heri
Sudarsono 2003, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Edisi pertama, Cetakan Kedua, Yogyakarta: Ekonisia, hlm. 187–188. 12
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
Pada penelitian ini perilaku konsumsi Islami merupakan variabel yang dipengaruhi, maka apabila yang mempengaruhi (kelompok anutan dan keluarga) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap yang dipengaruhi (perilaku konsumsi Islami) maka variabel tersebut memiliki peran atau pengaruh mahasiswa dalam melakukan konsumsi secara Islami. Akan tetapi apabila salah satu variabel tersebut tidak signifikan berarti variabel tersebut tidak memiliki pengaruh dalam melakukan konsumsi secara Islami. Hasil penelitian yang dilakukan penulis variabel perilaku konsumsi Islami (Y) memiliki nilai sebesar 10.427, berarti apabila variabel kelompok anutan dan keluarga bernilai nol, maka perilaku konsumsi Islami mahasiswa sama dengan 10.427. Jadi, apabila dari valiabel–variabel tersebut naik satu satuan maka variabel perilaku konsumsi Islami naik sebesar 10.427, akan tetapi apabila variabel–variabel di atas turun satu satuan maka perilaku konsumsi Islami mahasiswa juga turun sebesar 10.427 satuan. Karena yang memiliki pengaruh hanyalah variabel keluarga. Sehingga, variabel kelompok anutan dan keluarga bersama–sama tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumsi mahasiswa Ekis FIAI UII secara Islami. Kesimpulannya perilaku konsumsi mahasiswa Ekis FIAI UII secara Islami dipengaruhi oleh keluarganya. Hal ini karena responden dalam pengisian kuesioner pada pernyataan kelompok anutan, mereka banyak yang kurang setuju bahkan tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Namun, pada pernyataan keluarga mereka banyak yang setuju pada item pernyataan yang memberikan gambaran orangtua dalam memberikan pelajaran untuk hidup hemat dan sederhana, serta menerapkan prinsip prioritas dalam urutan kepentingan. 2. Aspek Kelompok Anutan Kelompok anutan didefinisikan sebagai suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapat, norma, dan perilaku konsumen. Kelompok anutan menciptakan tekanan untuk mengikuti kebiasaan kelompok tersebut secara tidak langsung. Setiap orang pasti memiliki kelompok anutannya masing–masing, tak terkecuali pada mahasiswa Ekonomi Islam FIAI UII 2012. Namun, dalam berperilaku konsumsi secara Islami mereka tidak dipengaruhi oleh kelompok anutannya. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil pengolahan data primer sebagai berikut. Pada taraf signifikasi 5% kelompok anutan tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi Islami mahasiswa Ekis FIAI UII 2012. Hal ini dikarenakan bahwa nilai t 13
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
hitung lebih kecil dari nilai t tabel yaitu 0.728 < 2.011. Artinya kelompok anutan tidak mempengaruhi variabel perilaku konsumsi Islami mahasiswa Ekis FIAI UII 2012 secara individu maupun secara bersama–sama.
3. Aspek Keluarga Keluarga ialah suatu unit masyarakat yang terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli. Hasil penelitian regresi menunjukkan bahwa variabel keluarga memiliki nilai koefisien sebesar 0.375, yang artinya apabila variabel keluarga ditingkatkan sebesar 1 satuan, maka perilaku konsumsi Islami mahasiswa naik sebesar 0.375 satuan, begitu juga sebaliknya apabila variabel keluarga turun sebesar satu satuan maka perilaku konsumsi Islami mahasiswa turun sebesar 0.375 satuan. Hasil regresi memperoleh nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel yaitu 2.506 > 2.011. Sehingga ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara keluarga terhadap perilaku konsumsi Islami mahasiswa. Besar prosentase sumbangan pengaruh variabel bebas secara bersama–sama terhadap variabel terikat sebesar 13.3%, sehingga pengaruh dari keluarga sangat kecil. Hal ini dikarenakan dalam pengisian kuesioner, pengaruh keluarga ini ada pada penerapan sikap hidup hemat dan sederhana dan orangtua dalam menerapkan prinsip prioritas dengan memenuhi kebutuhan daripada keinginan. 4. Perilaku Konsumsi Mahasiswa Ekis FIAI UII 2012 Berdasarkan olahan data SPSS 16.0 maka dapat digambarkan bahwa perilaku konsumsi mahasiswa Ekis FIAI UII 2012 secara bersama–sama tidak dipengaruhi oleh variabel lingkungan sosial (kelompok anutan dan keluarga). Tetapi, perilaku konsumsi mahasiswa tersebut dipengaruhi oleh keluarga, dengan bukti bahwa variable keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi secara Islami. Sedangkan kelompok anutan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi secara Islami. Dalam pengisian kuesioner, Mahasiswa Ekis FIAI UII 2012 menggambarkan bahwa
14
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
kelompok anutan tidak memberikan pengaruh terhadapnya dalam melakukan konsumsi secara Islami. Berdasarkan data pengisian kuesioner oleh responden yaitu mahasiswa Ekis FIAI UII 2012, memberikan hasil bahwa perilaku konsumsi mereka yang dipengaruhi oleh keluarganya ini apabila dilihat dari pandangan syari’ah atau berdasarkan perspektif ekonomi Islam, mahasiswa telah melakukan melakukan pemebelian maupun mengkonsumsi barang yang halal. Namun, dalam sisi kesederhanaan, responden masih ada sedikit yang memiliki sifat boros dan masih mengkonsumsi sesuatu dengan berlebihan. Menurut penulis, hal ini dapat terjadi karena terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh responden ketika orangtua mengajarkan sifat hemat dan sederhana dengan memenuhi kebutuhan daripada keinginannya, maka responden memiliki peluang untuk memenuhi keinginannya sendiri akibat kebutuhan yang telah dipenuhi oleh orangtuanya. Di samping itu, mereka telah melakukan syariat Islam dalam menyisihkan sebagian hartanya untuk sedekah atau berinfak. Hal ini dapat meningkatan nilai–nilai moral atau spiritual pada mahasiswa Ekis FIAI UII 2012. 5. Pengaruh Lingkungan Sosial Mahasiswa Ekonomi Islam FIAI UII 2012 Terhadap Perilaku Konsumsi Islami Dari hasil olah data primer yang didapat dari mahasiswa Ekonomi Islam FIAI UII 2012 dengan analisis linier berganda, dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumsi mereka secara konsumsi Islam dipengaruhi oleh keluarganya. Karena, kelompok anutan tidak mempengaruhi perilaku mahasiswa tersebut secara konsumsi Islami. Hasil kuesioner menggambarkan perilaku konsumsi mahasiswa Ekonomi Islam FIAI UII 2012, bahwa mereka diajarkan untuk hidup hemat dan sederhana oleh orangtuanya, selain itu orangtua mereka memberikan barang yang dibutuhkan sehingga orangtua menerapkan prinsip prioritas dalam urutan kepentingan. Pengaruh dari keluarga pada perilaku konsumsi mahasiswa secara Islam dibuktikan dengan penerapan konsumsi mereka secara Islam memenuhi prinsip sebagai berikut: Prinsip akidah dan amaliah: hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk ketaatan/beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk yang mendapatkan beban khalifah dan amanah di bumi yang nantinya diminta
15
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
pertanggungjawaban oleh penciptanya, sehingga mereka melakukan pemebelian maupun mengkonsumsi barang yang halal. Prinsip kesederhanaan: Islam melarang adanya perbuatan berlebih–lebihan dan melampaui batas. Namun tidak dipungkiri bahwa manusia memiliki hawa nafsu yang terkadang dirinya sendiri susah untuk mengendalikannya, sehingga pada mahasiswa Ekis FIAI UII 2012 masih ada sedikit yang memiliki sifat boros dan masih mengkonsumsi sesuatu dengan sedikit berlebihan. Prinsip spiritual: mereka telah melakukan syariat Islam dengan melakukan infak/sedekah, hal ini dapat meningkatan atau memajukan nilai–nilai moral atau spiritual pada individu mahasiswa Ekonomi Islam FIAI UII 2012. KESIMPULAN 1. Perilaku konsumsi mahasiswa Ekonomi Islam FIAI UII 2012 perspektif ekonomi Islam Dalam melakukan konsumsi, mahasiswa ini apabila dikaitkan dengan prinsip Islam atau syariat Islam ialah sebagai berikut: Prinsip akidah dan amaliah: telah melakukan pemebelian maupun mengkonsumsi barang yang halal. Prinsip kesederhanaan: mahasiswa Ekis FIAI UII 2012 masih ada sedikit yang memiliki sifat boros dan masih mengkonsumsi sesuatu dengan sedikit berlebihan. Prinsip spiritual: mereka telah melakukan syariat Islam dengan melakukan infak/sedekah. Prinsip prioritas yang diajarkan orangtuanya dengan memenuhi kebutuhan dahulu daripada keinginan. 2. Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Perilaku Konsumsi Mahasiswa Ekis FIAI UII 2012 perspektif Ekonomi Islam Berdasarkan uji parsial (uji t), dapat diketahui bahwa variabel kelompok anutan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumsi Islami mahasiswa Ekis FIAI UII 2012, hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung variabel kelompok anutan lebih kecil dari nilai t tabel yaitu 0.728 < 2.011.
16
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
Sedangkan diketahui besar t hitung untuk variabel keluarga sebesar 2.506, sehingga ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara keluarga terhadap perilaku konsumsi Islami mahasiswa. Skripsi Maulidya Ella berjdul Studi Deskriptif Pengaruh Lingkungan Sosial Terhadap Perilaku Konsumsi menyimpulkan bahwa variabel lingkungan sosial (kelompok acuan, keluarga dan kelas sosial) berpengaruh terhadap perilaku konsumsi. Sedangkan dalam penelitian ini menunjukkan variabel keluarga yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi mahasiswa dalam perspektif ekonomi Islam. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok anutan mahasiswa Ekonomi Islam FIAI UII 2012 tidak berpengaruh terhadap perilaku komsumsi secara Islami, meskipun pada skripsi Maulidya Ella kelompok anutan/acuan berpengaruh signifikan. Hasil pengujian pengaruh variabel bebas secara simultan diketahui bahwa variabel kelompok anutan dan keluarga memiliki nilai F hitung lebih kecil daripada F tabel, yaitu 3.608 < 4,04. Sehingga variabel kelompok anutan dan keluarga secara bersama– sama tidak memiliki pengaruh terhadap variabel perilaku konsumsi Islami. Pada skripsi Asri Febriani Sarah yang berjudul Pengaruh Gaya Hidup dan Lingkungan Sosial Terhadap Perilaku Konsumsi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,185 atau 18,5%, artinya besarnya sumbangan veriabel gaya hidup (X1) dan lingkungan sosial (X2) terhadap variabel perilaku konsumsi (Y) sebesar 18,5 %. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh temuan bahwa secara simultan maupun secara parsial variabel gaya hidup dan lingkungan sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku konsumsi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Nilai Adjusted R Square pada penelitian ini sebesar 0,133, artinya 13,3% perilaku konsumsi Islami mahasiswa Ekonomi Islam FIAI UII dipengaruhi keluarga. Dengan demikian variabel ini memiliki hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Asri Febriani Sarah yang menjelaskan perilaku konsumsi mereka dipengaruhi oleh gaya hidup maupun lingkungan sosial sebesar 18,5%. Di dalam variabel lingkungan sosial penelitian ini, keluarga yang mempengaruhi perilaku konsumsi secara Islami dengan nilai 13,3%.
17
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
SARAN Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut: 1. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel lingkungan sosial mahasiswa pada penelitian ini tidak berpengaruh signifikan terhadaap perilaku konsumsi mahasiswa secara Islami. Karena penelitian ini hanya meneliti variabel yang telah ditentukan oleh penulis dan diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar menambah variabel–variabel yang memiliki pengaruh yang lebih signifikan dari penelitian sebelumnya. 2. Untuk peneliti selanjutnya, jika ingin melakukan penelitian yang sama dengan tema penelitian ini, diharapkan untuk menggunakan metode yang berbeda. Metode yang disarankan oleh penulis adalah metode wawancara dan sebaiknya menggunakan populasi yang lebih khusus agar hasil penelitian dapat direalisasikan dengan baik.
References Anto, M. B. Hendrie. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro Islam. Yogyakarta: Ekonisia. Arif, M. Nur Rianto Al dan Euis Amalia. 2010. Teori Mikroekonomi Suatu Perbandingan EkonomiIslam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2002. Perilaku Konsumsi. Ed. Revisi. Bandung: PT Refika Aditama. Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. Qardawi, Yusuf al-. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Saleh, Abdurrahman. 1969. Didaktik dan Methodik Pendidikan Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Sudarsono, Heri. 2003. Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Edisi pertama. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Ekonisia Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH. Widjaja, A.W.. 1986. Manusia Indonesia, Individu, Keluarga, dan Masyarakat. Ed. Pertama Cet. Pertama. Jakarta: CV. Akademika Pressindo. Arif Pujiono. 2006. “Teori Konsumsi Islami”. Jurnal Dinamika Pembangunan Vol. 3 No.2
18
JIE Lariba Vol. 2 (1) 2016
http://harun-nasution.blogspot.co.id/2012/08/lingkungan-pendidikan-dalamperspektif.html, diakses pada 13 Oktober 2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Dosen, diakses pada 20 September 2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi, diakses pada 20 September 2015.
19