PENGARUH LAMA MATURASI TERHADAP DERAJAT KRISTALINITAS DAN KEKERASAN (HARDNESS) NANO-HIDROKSIAPATIT DARI CALCITE DRUJU MALANG Lia Septiani1), Yudyanto2), Hartatiek3) 1, 2,3) Jurusan Fisika FMIPA UM, Jl. Semarang no. 5 Malang. Alamat e-mail :(1)
[email protected], (2)
[email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Lama Maturasi Terhadap Derajat Kristalinitas Dan Kekerasan (Hardness) Nano-Hidroksiapatit Dari Calcite Druju Malang. Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kristalinitas dari nano-HAp berbasis material deposit alam calcite dan pengaruhnya terhadap sifat mekanik (hardness) dari HAp hasil sintesis. Kualitas HAp coating pada substrat sangat bergantung pada semua sifat dan karakteristik serbuk hasil sintesis, salah satunya adalah derajat kristalinitasnya. Pada penelitian yang telah dilakukan derajat kristalinitas dari nano-HAp bergantung pada proses sintering. Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa derajat kristalinitas nano-HAp sebagai bahan coating haruslah lebih dari 45%. Perbedaan lama maturasi larutan saat proses sintesis akan memberikan besar derajat kristalinitas nano-HAp yang berbeda pula. Dalam penelitian ini dilakukan proses maturasi selama 1 dan 24 jam, selain itu untuk menguatkan hasil yang diperoleh mengenai pengaruh tingginya derajat kristalinitas terhadap sifat kekerasan (hardness) dari nanoHAp juga dilakukan proses sintering pada suhu 1200 0C selama 2 jam. Karakterisasi serbuk nanoHAp dilakukan dengan uji XRD, SEM, dan juga TEM dan dilakukan uji kekerasan dengan alat vickers hardness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama proses maturasi yang diberikan kristalinitas nano-HAp juga semakin meningkat. Hasil uji kekerasan diperoleh bahwa semakin lama maturasi yang diberikan akan menambah derajat kristalinitas dari nano-HAp. Kata Kunci : nano-hap, lama maturasi, kristalinitas, kekerasan.
1. Pendahuluan Nano-hidroksiapatit merupakan salah satu biomaterial yang biokompatibel terhadap tubuh manusia adalah. Kalsium fosfat yang terkandung dalam nano-HAp merupakan senyawa yang banyak terkandung dalam jaringan keras pada tubuh manusia. Oleh karena itu, Hidroksiapatit dapat digunakan sebagai implant bagi tulang dan gigi di dalam tubuh manusia dan tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh sehat lainnya (Dahlan, dkk., 2009). HAp dapat berikatan kuat dengan tulang membentuk lapisan pada permukaan jaringan tulang dan mempercepat pembentukan tulang pada permukaan yang diimplantasi (Pang & Zhitomirsky 2005, Maachou et al 2008). Kualitas HAp sangat bergantung pada semua karakteristik serbuk hasil sintesis. Sifat-sifat yang dimaksud antara lain ukuran partikel, distribusi, dan morfologi partikel serta stoikiometri, kristalinitas dan morfologi permukaan yang berkaitan dengan sifat bioaktif dari HAp. Fase amorfus dibutuhkan
agar mudah larut pada cairan tubuh. Disisi lain, kebanyakan sel akan lebih terserap dan berkembang baik pada fase kristalin jika dibandingkan saat fasenya amorfus (Hahn dkk, 2011) Ukuran nano pada Nano-HAp memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan HAp berukuran mikro, diantaranya material nano mempunyai luas permukaan yang lebih besar daripada material konvensional ukuran mikrometer. Nanokristal HAp dapat digunakan dalam semen tulang dengan sinterabilitas, densifikasi, dan bioaktivitas yang lebih baik dibandingkan kristal ukuran besar. HAp berukuran nano dapat meningkatkan kemampuan mineralisasi sel secara in-vivo dan dapat terserap pada enamel secara lebih kuat. Dengan demikian, HAp berukuran nano berpotensi untuk merevolusi teknik implan jaringan keras, yaitu perbaikan tulang dan gigi (Nur dkk, 2013). Disamping itu HAp berukuran nano telah dikembangkan dengan kemurnian serta kristalinitas tinggi untuk meningkatkan kerapatan, kekuatan dan sifat bioaktifnya.
1
Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam melimpah, terutama material deposit seperti batuan alam calcite (batu gamping) yang belum teroptimalisasi. Selama ini batuan alam calcite hanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan saja, sehingga nilai jual dari batuan tersebut belum dapat maksimalkan. Data yang pasti mengenai jumlah cadangan batuan calcite di Indonesia belum ada, namun secara umum jumlah batuan calcite Indonesia mencapai 28.678.500 ton (alfonsussimalango. blogspot.com, 2013, diakses pada 22 juni 2013). Sudah saatnya sumber daya tersebut diolah setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
diserap dan lebih cocok jika digunakan pada tulang rawan daripada untuk coating atau pelapis dengan kristalinitas tinggi (Overgaard, 1999).
Batuan alam calcite dapat digunakan sebagai sumber Ca dalam pembuatan NanoHidroksiapatit karena kandungan kalsium oksidanya yang lebih dari 50% massanya (Aryanda, kampungminers.com, 2012, diakses pada 22 juni 2013). Pada peneliti-an didapatkan bahwa batuan alam Calcite yang diambil dari daerah Druju kabupaten Malang mengandung CaCO3 97,33% dan MgCO 2,61%, sehingga batuan alam tersebut berpotensi untuk dijadikan bahan dasar sintesis HAp (Yudyanto, dkk 2013).
Spesifikasi ISO terstandard (ISO 137792:2000), untuk membuat HAp coating yang memiliki kekuatan mekanik dalam jaringan yang cukup setidaknya memiliki derajat kristalinitas lebih dari 45%. Pelapis dengan derajat kritalinitas 66-70% adalah HAp coating yang paling sering digunakan sebagai bahan biomedis (Tsui, 1998).
Saat ini hidroksiapatit yang dijual di pasaran masih berasal dari Jerman dan Korea dengan harga yang mahal. Harganya berkisar antara antara Rp 1,4 juta dan Rp 2 juta per cc. Hal inilah yang mendorong untuk mensintesis nano-hidroksiapatit berbasis material deposit dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga mempermudah penyediaan bahan implan. Selain itu, penerapan teknologi pada sumber daya alam merupakan salah satu upaya dalam peningkatan nilai ekonomis dan fungsional material deposit di Indonesia (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)). II. Kajian Teori Hidroksiapatit telah diuji berulang kali sebagai tulang tiruan karena kemiripannya dengan tulang alami meskipun tidak semirip dengan unsur pokok organik seperti kolagen dan polisakarida. Nano-HAp telah disintesis dan biasanya diproduksi dalam berbagai bentuk implan (padat dan berpori) dan juga sebagai pelapis pada implan lainnya (Park, 2008). Kristalinitas merupakan faktor penting dalam peresapan HAp coating. Material dengan kristalinitas rendah atau amorf lebih mudah
Coating dengan derajat kristalinitas tinggi memiliki sifat disolusi yang rendah dan lebih stabil dalam jaringan (Le Geros, 1993., Heimann. 2006). Pelapis dengan fase amorfus yang tinggi terurai lebih cepat yang dapat menyebabkan pe-lemahan yang lebih cepat dan merusak atau menghancurkan pelapis. Bagaimana-pun selama ini pelapis amorfus diketahui lebih bermanfaat dalam hal aktivitas fisiologi ( J.Weng, 1997).
Park, J. (2008) menunjukkan bahwa kekerasan HAp padat yang diperoleh dari uji vicker hardness adalah antara 3.0 GPa-7.0 GPa III. Metode Penelitian Tahap Persiapan Semua bahan yang dibutuhkan dalam penelitian dipersiapkan. Ukuran serbuk dari bahan baku penelitian seperti batuan calcite diusahakan homogen, dengan cara diayak dengan ayakan mesh #200 terlebih dahulu. Kalsinasi pada suhu 1000 0C selama 5 jam dilakukan untuk menghilangkan kadar CO2 dari serbuk batuan calcite, sehingga diperoleh serbuk Ca(OH)2 sebagai sumber kalsium pada sintesis nano-HAp. Tahap Pembuatan Kalsium diperoleh dari serbuk batuan calcite yang telah dikalsinasi. Fosfat yang digunakan diperoleh dari diammonium hydrogen phosphate acid [(NH4)2HPO4] atau DHP 0,6 M dengan NH4OH 0,8 M sebagai pengontrol pH. Mula-mula serbuk Ca(OH)2 direaksikan dengan HNO3 1M untuk membentuk CaNO3. Langkah selanjutnya CaNO3 direaksikan dengan DHP dan NH4OH distirrer dengan kecepatan 700 rpm selama 1 jam pada temperatur 35 0C. Penambahan DHP dan
2
NH4OH dilakukan dengan volume 0,833/menit. Selama proses pencampuran, indikator phenolphtalein (PP) digunakan sebagai pengontrol pH tetap pada keadaan basa (pH ≈ 9-10). Langkah berikutnya adalah memeram (maturasi) larutan dengan lama 1 jam dan 24 jam yang kemudian disaring dan dicuci dengan DI water hingga warna larutan putih bersih tidak lagi berwarna merah muda. Apabila terjadi aglomerasi, larutan yang telah disaring dicuci dengan alkohol 96%. Annealing pada temperature 100 0C selama 24 jam dilakukan pada bahan yang telah disaring dengan tujuan mengeringkan bahan dan mendapatkan kemurnian bahan. Tahap Karakterisasi Karakterisasi untuk parameter kisi, struktur kristal, dan kristalinitas menggunakan uji XRD. Sedangkan morfologi dan rasio Ca/P ditentukan melalui uji SEM-EDX. Untuk pengujian kekerasan (hardness) dilakukan dengan alat vickes hardness dengan mengukur dalamnya indentasi. IV. Hasil Penelitian Data Hasil Uji XRD pada nano-HAp Adanya perbedaan lama maturasi yang diberikan memberikan pola difraksi yang berbeda. Dari pengujian XRD pada variasi lama maturasi 1 dan 24 jam, diperoleh pola difraksi sebagai berikut
Berdasarkan gambar 1 dan 2 dapat terlihat bahwa nano-HAp berbasis batuan alam calcite telah berhasil disintesis. Pola XRD tersebut telah dicocokkan dengan pola standard dari AMCSD dengan kode 0002297. Selain menunjukkan keberhasilan sintesis nano-HAp pola XRD juga digunakan sebagai penentu ukuran butir dan derajat kristalinitas. Ukuran butir dihitung dengan persamaan scherrer dan menunjukkan bahwa ukuran butir untuk nanoHAp dengan lama maturasi 1 jam adalah 26.82 nm, sedangkan untuk nano-HAp dengan lama maturasi 24 jam adalah 29.09 nm. Sedangkan derajat kristalinitas dihitung memalui persamaan Xc = 1 –(V112-300/I300) dengan XC adalah derajat kristalinitas dari bahan (%), V112-300 merupakan intensitas lembah antara puncak 112-300 dan I300 adalah intensitas lembah antara puncak 300. Berdasr hasil perhitungan didapatkan bahwa nano-HAp dengan lama maturasi 1 jam memiliki derajat kritalinitas sebesar 44%, sedangkan nano-HAp dengan lama maturasi 24 jam memiliki derajat kritalinitas sebesar 49%. Kristalinitas nanoHAp semakin naik saat nano-HAp disintering. nano-HAp (setelah sitering) dengan lama maturasi 1 jam memiliki derajat kritalinitas sebesar 89%, sedangkan nano-HAp (setelah sitering) dengan lama maturasi 24 jam memiliki derajat kritalinitas sebesar 90% Data Hasil Uji SEM-EDX
Gambar 3 Hasil Uji SEM nano-HAp dengan lama maturasi 1 jam.
Gambar 1 Pola XRD nano-HAp dengan lama maturasi 1 jam. Counts
400 4-2 (Hidroksiapatit)
300
200
Gambar 4 Hasil Uji SEM nano-HAp dengan lama maturasi 24 jam
100
0 20
30
40
50
60
70
80
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
Gambar 2 Pola XRD nano-HAp dengan lama maturasi 24 jam.
Data di atas menunjukkan bahwa nano-HAp berbentuk lonjong seperti jarum dan cenderung 3
teraglomerasi. Data pada uji SEM-EDX juga menunjukkan nano-HAp memiliki rasio Ca/P bervariasi mulai dari 1.4___1.64. rasio Ca/P naik seiring naiknya lama maturasi yang diberikan. Pada Gambar 5 berikut ditunjukkan hubungan antara naiknya derajat kristalinitas dengan naiknya sifat kekerasan pada nano-HAp, seperti yang terlihat pada gambar 4.5 berikut
Gambar Grafik Sifat Kekerasan nano-HAp
Berdasarkan grafik hubungan tersebut terlihat bahwa semakin lama waktu maturasi yang diberikan pada sampel semakin besar nilai kekerasan yang dimiliki. untuk Nilai kekerasan nano-HAp juga meningkat setelah nano-HAp disintering. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan butir yang terjadi saat proses maturasi maupun saat proses sintering berlangsung. Pertumbuhan butir akan mereduksi porositas pada sampel. Sedangkan kaitan derajat kristalinitas bahan terhadap sifat kekerasan juga berkaitan dengan ukuran butir kristal dari bahan. Sebagaimana diketahui bahwa semakin kristalin suatu bahan maka dapat diindikasikan semakin besar pula ukuran butir bahan tersebut jika dibandingkan dengan ukuran butir bahan tersebut saat berfase amorf. Semakin besar ukuran butir, maka semakin sedikit jumlah mikroporositas yang ada pada bahan. Dengan semakin kecilnya tingkat pororsitas maka semakin besar nilai sifat mekanik dari bahan tersebut. V.
Kesimpulan
dengan kode 0002297. Kesesuaian pola dengan pola standard dari AMCSD 0002297 mengindikasikan nano-HAp yang telah disintesis memiliki struktur kristal yang serupa dengan struktur kristal model, yaitu heksagonal. Ukuran nanometer dari HAp dapat dilihat dari hasil perhitungan scherrer yaitu antara 27-29 nm. Berdasarkan hasil uji SEM dan TEM butir nano-HAp berbentuk lonjong seperti jarum dengan ukuran butir rata-rata sebesar 30-50 nm. Dengan menggunakan metode presipitasi, nano-HAp yang diperoleh memiliki rasio Ca/P yang bervariasi antara 1.4 hingga 1.64. 2. Lama marturasi (aging) yang diberikan memberikan pengaruh terhadap tingginya derajat kristalinitas. Semakin tinggi lama maturasi yang diberikan maka semakin tinggi juga derajat kristalinitas pada nano-HAp. Selain derajat kristalinitas, rasio Ca/P nanoHAp juga naik seiring naiknya lama maturasi yang diberikan. 3. Lama maturasi juga memberikan pengaruh pada sifat mekanik. Hal ini berkaitan dengan kesimpulan pada poin 2 yang menyatakan bahwa semakin tinggi lama maturasi yang diberikan maka semakin besar juga derajat kristalinitas dari nano-HAp. Dengan semakin tingginya derajat kristalinitas nano-HAp, maka semakin besar pula nilai kekerasan (hardness) dari nano-HAp itu sendiri. Derajat kritalinitas juga sangat dipengaruhi oleh proses sintering yang dilakukan pada nanoHAp. Peningkatan yang signifikan justru lebih terlihat setelah nano-HAp disintering. Pada penilitian ini diperoleh nilai kekerasan sampel yang sangat bervariasi mulai dari 0,16___3.49 GPa. 4.
Referensi
Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Telur Menggunakan Dry Metode.
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Hahn, Byung-Dong, dkk. 2011. Enhached Bioactivity and Compatibility of Nanostructured Hydroxyapatite Coating by Hidrothermal Annealling.
1. Nano-HAp berbahan dasar batuan alam calcite asal Druju Kabupaten Malang telah berhasil disintesis. Hal ini ditunjukkan dengan kesesuaian puncak pola difraksi hasil uji XRD yang dilakukan pada nano-HAp dengan pola XRD standard dari AMCSD
Maachou H et al. 2008. Characterization and In Vitro Bioactivity of Chitosan/Hydroxyapatite Composite Membrane Prepared by Freeze-Gelation Method.
4
Nur, A., Martasari, D., L., Nurwijayanti, D., Affandi, S., Widjaja, A., Setyawan, H., 2013. Sintesis Hydroxyapatite Berukuran Nano dengan Metode Elektrokimia yang dibantu EDTA. Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 11, No. 4, 2013. Pang
X, Zhitormisky I. 2005. Electrodeposition of Composite Hydroxyapatite–Chitosan Films.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Simalango, Alfonso. (Online), (http://alfonsussimalango.blogspot.com), diakses pada 15 Juni 2013. Yudyanto, dkk. 2013. Sintesis NanoHidroksiapatit Berbahan Dasar Batuan Alam Calcite Druju Kabupaten Malang Sebagai Biomaterial Fungsional Pengganti Tulang.
Coating on the Fixation of Implants. The Journal of Bone & Joint Surgery Le Geros, dkk. 1993. Dense Hydroxyapatite. Dalam L. L. Hench &J. Wilson (Eds.) , An Introduction to Bioceramics (hlm 139—180). Park, Joon B. 2008. Bioceramics : Properties, characterization, and Application. Springer. New York. R.B. Heimann. 2006. Thermal Spraying of Biomaterials, Surface, and Tecnology. Tsui, dkk. 1998. Plasma Sprayed Coating of Hydroxyapatite Caoting on Titanium Substrate: Optimisation of Coating Properties. ISO 13779-2:2000, Implants for SurgeryHydroxyapatite – Part 2: Coating Hydroxyapatite, Internatioanal Standard Organitasation.
Overgaard.S, U. Bromose, M. Lind, C. Bünger, K. Søballe. 1999. The Influence of Crystallinity of The Hydroxyapatite
5