Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
1
PENGARUH LABA AKUNTANSI, FINANCIAL LEVERAGE, DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Saham LQ 45 Di Bursa Efek Jakarta)
Iswadi dan Yunina
The objective of this research is to prove simultaneously and individually the influence of accounting earning , financial leverage, and level of inflation on stock price. This research was conducted on LQ 45 stock at Jakarta Stock Exchange period 1998-2002. Research method used is descriptive-verificative by quantitative analysis. The data were collected from the Capital Market Reference Center, the Indonesian Capital Market Directory, and the Statistic Center Bureau. Data analysis used is multiple regression with Ordinary Least Square (OLS) method. The results of the research indicated that (1) simultaneously, accounting earning, financial leverage, and level of inflation influence stock price, (2) individually, accounting earning not influences stock price. financial leverage and level of inflation negatively influence stock price.
Key words : accounting earning, financial leverage, inflation, stock price, and LQ 45 stock.
Iswadi adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Yunina adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 1
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
2
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Pendahuluan Pasar modal merupakan salah satu tempat alokasi dana yang produktif dari pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) kepada pihak yang mengalami kekurangan dana (defisit unit/perusahaan). Perusahaan go publik sebagai pihak yang membutuhkan tambahan dana menerbitkan sekuritas untuk dijual kepada investor. Investor membeli sekuritas tersebut dengan harapan memperoleh dividen dan capital gain. Pasar modal Indonesia diselenggarkan oleh dua bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Bursa Efek Jakarta merupakan bursa efek yang terbesar di Indonesia dengan volume perdagangan saham yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Bursa Efek Surabaya. Menurut Harianto dan Sudomo (1998:47), pada tahun 1997, volume perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) mencapai 75 milyar saham, sedangkan di Bursa Efek Surabaya (BES) hanya 4,4 milyar saham. Bursa Efek Jakarta mengalami kemajuan yang pesat dari tahun ke tahun baik jumlah emiten, kapitalisasi pasar maupun IHSG nya. Dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi di pasar modal, investor memperhatikan tingkat keuntungan (rate of return) yang diperoleh dan risiko yang dihadapinya. Investor yang rasional tentu akan memilih saham-saham yang memberikan tingkat keuntungan yang tinggi dengan risiko yang rendah. Untuk dapat memperkirakan tingkat keuntungan yang diperoleh dan risiko yang mungkin terjadi, maka investor perlu meganalisis kondisi keuangan perusahaan emiten serta kondisi perekonomian negara. Untuk dapat menganalisisnya, investor memerlukan informasi baik dari internal maupun dari eksternal perusahaan. Atas dasar analisis informasi inilah investor memutuskan untuk membeli, menahan, atau menjual saham sehingga mempengaruhi pergerakan harga saham di pasar modal. Krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 cukup berpengaruh terhadap perekonomian negara. Keadaan ini mendorong pemerintah untuk menaikkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari 10,87 persen per tahun pada bulan juli 1997 menjadi 70,81 persen per tahun pada bulan juli 1998. Krisis moneter mendorong meningkatnya tingkat inflasi yang ditandai dengan meningkatnya Indek Harga Konsumen dari 0,08 persen pada bulan juli 1997 menjadi 8,56 persen pada bulan juli 1998. Inflasi yang tinggi mengakibatkan rendahnya daya beli (purchasing power) masyarakat sehingga berpengaruh terhadap pergerakan harga saham di pasar modal. Laba bersih dan struktur hutang (financial leverage) perusahaan menggambarkan earning yang diperoleh dan risiko yang dihadapi oleh investor. Oleh karena itu, variabel faktor internal perusahaan dalam penelitian ini diproksikan menjadi laba akuntansi dan financial leverage. Hasil beberapa penelitian menunjukkan laba akuntansi berpengaruh terhadap harga saham. Penelitian ini antara lain pernah dilakukan oleh Strong dan Walker (1993), Utami dan Suharmadi (1998), Triyono dan Hartono (2000). Pembiayaan perusahaan melalui hutang (financial leverage) menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh oleh pemegang saham. Namun, hutang yang tinggi dapat menimbulkan risiko yang besar apabila perusahaan tidak dapat melunasinya. Pada
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
3
saat tingkat suku bunga bank tinggi, Perusahaan yang memiliki hutang yang besar cenderung dihindari oleh investor karena besarnya cost of capital atas hutang sehingga berpengaruh terhadap harga saham. Selain laba akuntansi dan financial leverage, tingkat inflasi juga berpengaruh terhadap harga saham. Inflasi telah mengakibatkan naiknya harga-harga barang sehingga memperlemah daya beli masyarakat (purchasing power). Tandelilin (2000:212) mengemukakan “Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Penjelasan di atas menggambarkan pengaruh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi terhadap harga saham. Martinez (1999) yang melakukan penelitian di Perancis dengan judul “Fundamental and Macroeconomic Information for the Security Prices Valuation: The French Case” dengan data lima tahun (19921997) mendokumentasikan bahwa informasi akuntansi keuangan dan ekonomi makro memberi informasi untuk menilai harga saham. Saham LQ 45 merupakan saham-saham yang likuid dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar dan sahamnya aktif diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta. Indek LQ 45 periode 1998 sampai 2002 fluktuatif dan bervariasi. Bervariasinya indek LQ 45 antar periode waktu diduga dipengaruhi oleh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi sehingga menarik untuk diteliti. Untuk menganalisis pengaruh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi terhadap harga saham di Bursa Efek Jakarta, maka dilakukan penelitian untuk mendiskripsikan hal tersebut. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka masalah penelitian dapat diidentifikasikan adalah: Berapa besar laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi baik secara bersama-sama maupun individual berpengaruh terhadap harga saham. Adapun tujuan penelitian ini yaitu: untuk mengetahui dan membuktikan besarnya pengaruh laba akuntansi, financial leverage dan tingkat inflasi baik secara bersama-sama maupun individual terhadap harga saham. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan oleh investor dan pihak berkepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan investasi di lantai bursa. Tinjauan Pustaka Para investor memerlukan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Scott (1997:44) yaitu”Information is evidence which has potensial to affect an individual’s decision”. Informasi digunakan oleh investor untuk menganalisis nilai saham perusahaan. Menurut Sivy (1998) “Analisis terhadap nilai saham merupakan langkah mendasar yang harus dilakukan oleh investor sebelum melakukan investasi”. Jones (1998:398), menyatakan bahwa analisis terhadap nilai saham dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu analisis fundamental dan analisis tehnikal. Menurut Husnan (2001:349) analisis fundamental merupakan studi yang tidak hanya mempelajari informasi dari internal perusahaan saja melainkan juga informasi dari eksternal perusahaan. Hirt dan Block (1999: 209) menyatakan dalam mengambil
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
4
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
keputusan investasi, para investor harus memutuskan untuk membeli atau menjual sekuritas berdasarkan analisis laporan keuangan, ekonomi. Informasi dari internal perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan perusahaan. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan digunakan oleh investor untuk memperkirakan laba dan dividen perusahaan di masa mendatang serta risiko atas nilai perkiraaan tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Weston dan Brigham (1993:271) “Information contained in annual report is used by investor to form expectations about future earning and dividend, and about the riskiness of these expected value. Untuk memperkirakan laba dan tingkat risiko yang dihadapi, investor menganalisis laporan keuangan perusahaan guna memperoleh gambaran tentang prestasi keuangan perusahaan. Sartono (1998:23) menyebutkan jika prestasi perusahaan baik maka harga saham akan meningkat. Informasi dari laporan keuangan dalam penelitian ini diproksikan menjadi laba akuntansi dan financial leverage yang diduga berpengaruh terhadap harga saham. Laba akuntansi (accounting income) menurut American Institute of Accountant (AIA) sebagaimana dikutip dari Wolk, et.al (1992:266) sebagai berikut :Accounting Income has been formally defined in the following way : Income and profit ... refer to amounts resulting from the deduction from revenues, or from operating revenues, of cost of good sold, other expenses and losses (AIA, 1955, para 8). Laba akuntansi merupakan hasil pengurangan pendapatan atau pendapatan operasi dengan harga pokok penjualan, beban-beban dan rugi lain-lain. Jones (1998: 407) menyatakan “Earning reports are a key factor affecting stocks prices”. Investor memperhatikan laba yang dihasilkan oleh emiten untuk menentukan keputusan investasi dalam saham. Husnan (1998:317) menyatakan:“ Kalau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, harga saham akan meningkat”. Peningkatan harga saham terjadi karena laba yang besar dapat meningkatkan aset perusahaan, ekuitas pemilik, dan dividen bagi pemegang saham. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Harisson dan Honngren (1998: 518) yaitu “Net income builds a company’s assets and owner’s equity. It also helps to attract capital from new investors who hope to receive dividends from future sucsessful operations”.. Strong dan Walker (1993) yang meneliti “The Explanatory Power of Earning for Stock Returns” mendokumentasikan adanya pengaruh laba akuntansi terhadap harga saham. Hasil penelitian Utami dan Suharmadi (1998) menujukkan bahwa informasi penghasilan (laba bersih) berpengaruh terhadap harga saham. Hasil penelitian Triyono dan Hartono (2000) juga menunjukkan hal yang searah dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu laba akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Financial leverage adalah penggunaan hutang pada tingkat bunga yang tetap untuk meningkatkan return bagi pemegang saham (Horngren et. al,1999:558). Selanjutnya, Sartono (1998:347) menyatakan”Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
5
Pengertian di atas menunjukkan bahwa pembiayaan perusahaan melalui hutang (financial leverage) bertujuan untuk meningkatkan return bagi pemegang saham, tetapi financial leverage juga berpotensi terhadap besarnya risiko yang dihadapi oleh investor jika beban tetap yang harus dibayar perusahaan atas hutanghutangnya lebih besar dari laba yang diperolehnya. Konsekwensinya, perusahaan mengalami financial distress yang dapat mengakibatkan kebangkrutan. Damodoran (2001:542) mengatakan bahwa pembiayaan melalui hutang menggambarkan perusahaan berada dalam posisi default jika arus kas dari operasi tidak mencukupi untuk menutupi biaya bunga.. Pengaruh penggunaan hutang terhadap harga saham dikemukakan oleh Lasher (1997: 370) yaitu“leverage influences stock price because it alters the riskreturn relationship in an equity invesment. Leverage keuangan yang semakin besar akan mengakibatkan risiko keuangan semakin tinggi. Hubungan risiko keuangan dengan financial leverage dikemukakan oleh Keown et. al (1996:475) yaitu: “Financial risk, conversely, is a direct result of the firm’s financing decision. In the context of selecting aproper financial mix, this risk applies to (1) the additional variability in earning available to the firm’s common shareholders; and (2) the additional chance of insolvency by the common shareholder caused by the use of financial leverage”. Hasil penelitian Ardiansyah (2003) menunjukkan bahwa financial leverage berpengaruh negatif terhadap return 15 hari setelah IPO. Menurutnya, financial leverage yang besar menunjukkan tingginya risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan hutang-hutangnya sehingga investor memandang hal tersebut sebagai sebuah risiko dan menyebabkan turunnya harga saham. Hasil penelitian Kim et. al (1993) menunjukkan bahwa financial leverage berhubungan positif dengan initial return. Di samping informasi keuangan perusahaan, faktor lain yang diduga mempengaruhi harga saham adalah tingkat inflasi yang merupakan variabel ekonomi makro. Inflasi adalah meningkatnya harga barang dan jasa secara umum(rata-rata) dalam suatu perekonomian, sebagaimana dikemukakan oleh Tucker (1995:270) yaitu”Inflation is an increase in the general (average) price level of good and services in the economy. Cohen et al (1987:4) menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan investasi adalah purchasing power risk. Inflasi berpengaruh terhadap harga saham. Sharpe et. al (1999:330) mengemukakan” investors are more concerned with real return than with nominal returns because real returns reflect how much better they are in terms of the purchasing power of their wealth”. Cohn dan Donald (1981) meneliti” The Effect of Inflation on Stock Prices: International Evidence” mendokumentasikan bahwa harga saham berhubungan negatif dengan tingkat suku bunga nominal (nominal interest rate) dan inflasi di sejumlah negara. Hasil penelitian Domain et. al (1996) juga menunjukkan hubungan yang negatif antara inflasi dengan return saham. Berbeda dengan dua hasil penelitian di atas, Choundry (1999) yang meneliti “Inflation and Rate of Return on Stocks: Evidence from High Inflation Countries” di empat negara (Argentina, Chile, Mexsico, dan Venezuela) yang hasilnya
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
6
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
menunjukkan hubungan positif antara return saham dengan inflasi. Penelitian tentang variabel ekonomi makro yang dikaitkan dengan permintaan saham sektor pertanian di Bursa Efek Jakarta telah dilakukan oleh Perwira (2001) dengan hasil: nilai tukar dan Produk Domsetik Bruto (PDB) memiliki hubungan positif dengan permintaan saham sektor pertanian. Suku bunga, inflasi, dan suku bunga dollar AS memiliki hubungan negatif dengan permintaan saham sektor pertanian. Uraian-uraian di atas menunjukkan bahwa laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi berpengaruh terhadap harga saham. Yang dimaksud dengan harga saham menurut Weston dan Brigham (1993: 255) adalah”market price is the price at which a stock sells in the market”. Harga pasar saham adalah harga pada saat suatu saham dijual di pasar. Para pelaku pasar modal khusunya investor sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga saham suatu perusahaan dan informasi yang menyebabkan perubahan harga saham (Ewijaya dan Nur Indriantoro,1999). Harga saham merupakan cerminan dari ekspektasi investor terhadap faktor-faktor earning, aliran kas, dan tingkat return yang disyaratkan investor (Tandelilin, 2001:211). Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah : Ha1. Laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham. Ha2. Laba akuntansi secara individual berpengaruh terhadap harga saham. Ha3. Financial leverage secara individual berpengaruh terhadap harga saham. Ha4. Tingkat inflasi secara individual berpengaruh terhadap harga saham. Metode Penelitian Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah laba akuntansi, fianancial leverage, dan tingkat inflasi dalam hubungannya dengan harga saham di Bursa Efek Jakarta untuk periode 1998 sampai dengan periode 2002. Saham yang diteliti adalah saham-saham LQ 45. Alasan pemilihan saham-saham LQ 45 karena saham-saham tersebut merupakan saham-saham unggulan yang dipilih dari tiap-tiap sektor industri sehingga dapat lebih akurat dalam analisisnya secara runtut waktu (time series). Dipilihnya Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebagai lokasi penelitian karena Bursa Efek Jakarta merupakan bursa efek terbesar di Indonesia dan merupakan representasi pasar modal Indonesia. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-verifikatif dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan data historis dalam bentuk data runtut waktu (time-series). Analisis deskriptif dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang laba akuntansi, financial leverage, tingkat inflasi, dan harga saham. Analisis verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis pengaruh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi terhadap harga saham.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
7
Operasionalisasi Variabel 1. Variabel Independen (X) • Laba akuntansi (X1), diukur dengan menggunakan indek laba bersih (net income) dibagi total aset dikali seratus persen. • Financial leverage (X2), diukur dengan mengunakan indek total hutang dibagi dengan ekuitas. • Tingkat inflasi (X3), diukur dengan menggunakan perubahan indek harga konsumen. 2. Variabel dependen (Y). Variabel dependen penelitian ini adalah harga saham yang diukur dengan menggunakan rata-rata indek LQ 45 selama satu semester yang diperoleh dari indek penutupan LQ 45 setiap bulan. Prosedur Pengumpulan Data Data penelitian ini merupakan data laporan keuangan semesteran saham LQ 45 yang go publik di Bursa Efek Jakarta dan data inflasi , yang semuanya dianalisis secara runtut waktu (time series) selama kurun waktu 1998 sampai dengan 2002. Data laba akuntansi dan financial leverage diindekkan dengan waktu dasar semester 1 tahun 1997. Pemilihan semester 1 1997 sebagai waktu dasar karena periode tersebut merupakan periode pertama terbentuknya saham LQ 45. Tidak dipilih semester dua 1997 sebagai waktu dasar karena periode tersebut merupakan periode pertama krisis ekonomi sehingga datanya tidak normal. Sudjana (1996:187-188) menjelaskan cara yang baik memilih tahun dasar yaitu: (1) hendaknya digunakan tahun atau waktu dasar yang normal, (2) Jangka waktu hendaknya tidak terlalu pendek atau terlalu panjang, (3) hendaknya tahun dasar atau waktu dasar tidak diambil terlampau jauh lewat ke masa silam. Indek yang digunanakan untuk laba akuntansi dan financial leverage adalah indek agregatif tidak dibobot. Rumus yang digunakan untuk ∑ nt x100 I AT = menghitung indek adalah : ∑ no Keterangan : IAT adalah Indek agregatif tidak dibobot (laba akuntansi dan financial leverage)
∑n
t
∑n
o
adalah Nilai (laba akuntansi dan financial leverage) pada periode yang akan dibandingkan. adalah Nilai (laba akuntansi dan financial leverage) pada periode dasar
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi lapangan dan kepustakaan. Data dikumpulkan dari Pusat Referensi Pasar Modal, the Indonesian Capital Market Directory, dan Biro Pusat.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
8
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Analisis data Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda (multiple linier regresion) dengan metode pangkat dua terkecil biasa/Ordinary Least Squares (OLS). Metode ini dipakai untuk mengetahui hubungan dan pengaruh variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable). Model yang dipakai adalah: Y=a+β1X1+β2X.2+β3X3+ε Keterangan:
Y
adalah harga saham
X1 adalah laba akuntansi X2 adalah financial leverage X3 adalah tingkat inflasi a adalah Parameter konstanta βi adalahKoefisien regresi masing-masing Xi,i=1,2, dan 3 ε adalah Kesalahan random (galad) Hipotesis penelitian Ha1. Laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham. Ha2. Laba akuntansi secara individual berpengaruh terhadap harga saham. Ha3. Financial leverage secara individual berpengaruh terhadap harga saham. Ha4. Tingkat inflasi secara individual berpengaruh terhadap harga saham. Sebelum melakukan pengujian terhadap hipotesis yang dibuat , maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik terhadap data yang didapat. Uji asumsi klasik dilakukan agar nilai parameter penduga sahih atau tidak bias. Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji: multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis digunakan alat uji sebagai berikut: 1. Uji-F, untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat dengan menggunakan tingkat keyakinan 95 persen (α=0,05). 2. Uji-t, untuk menguji pengaruh secara individual antara variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstans,dengan tingkat keyakinan 95 persen (α=0,05).
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
9
Hasil Penelitian Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa data yang digunakan bebas dari multikolinearitas, autukorelasi, dan heteroskedastisitas. Dengan kata lain, model yang digunakan sudah memenuhi uji asumsi klasik untuk model regresi berganda. Dengan menggunakan bantuan komputer program statistik SPSS for windows Release 10.0.5, hasil analisis regresi tersebut diringkas pada tabel 1 berikut: Tabel 1 Hasil Analisis Regresi Berganda Pengaruh Laba Akuntansi, Financial Leverage, dan Tingkat Inflasi Terhadap Harga Saham Variabel Independen Koefisien Standard T hitung Signifikansi Regresi of Error Laba Akuntansi (X1) 0,008 0,034 0,224 0,830 Financial Leverage (X2) -0,152 0,045 -3,385 0,015 Tingkat Inflasi (X3) -1,261 0,502 -2,511 0,046 Konstanta 124,229 Adjusted R2 0,668 R 0,882 F 7,032 R2 0,779 Sig 0,022 Sumber : hasil penelitiaan Berdasarkan tabel 1 di atas, maka persamaan regresi linier berganda hasil pengolahan data adalah: Y = 124,229 + 0,008 X1 – 0,152 X2 – 1,261 X3 Dari persamaan regresi linear tersebut dapat dilihat bahwa besarnya nilai konstanta adalah 124,229. Ini berarti bahwa dengan asumsi pada saat variabel independen bernilai nol maka harga saham berada pada posisi 124,229. Jika laba akuntansi meningkat satu persen maka harga saham akan meningkat sebesar 0,008 pada kondisi financial leverage dan tingkat inflasi konstan. Jika financial leverage meningkat satu persen maka harga saham menurun sebesar 0,152 pada kondisi laba akuntansi dan tingkat inflasi konstan. Jika tingkat inflasi meningkat satu persen maka harga saham menurun sebesar 1, 261 pada kondisi laba akuntansi dan financial leverage konstan. Untuk menguji pengaruh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi secara bersama-sama terhadap harga saham dilakukan dengan menggunakan statistik uji F. Dari hasil analisis regresi seperti yang diikhtisarkan pada tabel 1 menunjukkan nilai F hitung adalah 7, 032 dan nilai F tabel pada tingkat signifikansi α = 0,05 dan derajat bebas 3 dan 6 adalah 4,757. F hitung = 7,032 > F tabel = 4,757 berarti H 01 ditolak dan Ha1 diterima. Dengan kata lain, laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
10
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Untuk menguji pengaruh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi secara individual terhadap harga saham dilakukan dengan menggunakan statistik uji t. Pengujian hipotesisnya juga dilakukan dengan uji dua arah pada tingkat signifikansi 5 % dan derajat bebas (n-k-1). Perbandingan antara nilai t hitung dengan t tabel untuk setiap koefisien regresi masing-masing variabel disajikan pada tabel 2 berikut: Tabel 2 Perbandingan t hitung dengan t tabel Pengaruh dari Masing-masing koefisien regresi (ß) terhadap Harga Saham Koefisien Regresi (ß) t hitung t tabel Signifikansi Kesimpulan ß1 (X1) 0,224 2,447 0,830 Tidak signifikan ß2 (X2) -3,385 -2,447 0,015 Signifikan ß3 (X3) -2,511 -2,447 0,046 Signifikan Sumber : Hasil penelitian Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa nilai t hitung dari ß1 lebih kecil dari nilai t tabel pada tingkat signifikansi α = 0,05 berdasarkan uji dua arah dan derajat bebas 6 .Hal ini berarti Ha2 ditolak pada tingkat signifikansi α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa laba akuntansi secara individual tidak berpengaruh terhadap harga saham. Berdasarkan tabel 2 di atas juga menunjukkan bahwa nilai t hitung dari ß2 dan ß3 lebih besar dari nilai t tabel pada tingkat signifikansi α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa financial leverage dan tingkat inflasi secara individual berpengaruh terhadap harga saham. Hal ini berarti Ha3 dan Ha4 diterima. Pembahasan Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi secara bersama-sama semakin berpengaruh terhadap harga saham. Keeratan hubungan antara laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi dengan harga saham ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,882. Hal ini berarti derajat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen tinggi. Menurut Young (Djarwanto,1996:169) jika koefisien korelasi bernilai 0,70 sampai mendekati 1,00 (plus atau minus) menunjukkan derajat hubungan yang tinggi. Koefisien korelasi lebih besar dari 0,40 sampai di bawah 0,70 (plus atau minus) menunjukkan derajat hubungan yang sedang. Apabila koefisien korelasinya di atas 0,20 sampai di bawah 0,40 (plus atau minus) maka menunjukkan derajat hubungan yang rendah atau lemah. Pengaruh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi terhadap harga saham ditunjukkan oleh koefisien determinasi (R2) analisis regresi. Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran yang mengukur proporsi atau persentase variasi total dalam variabel dependen (Y) yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen (X) atau merupakan ukuran yang menyatakan kontribusi (dalam persen) dari variabel independen dalam menjelaskan hubungannya dengan variabel dependen.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
11
Dari hasil perhitungan statistik seperti diikhtisarkan pada tabel 1 menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,779 dan nilai adjusted R2 sebesar 0,668. Untuk variabel yang lebih dari dua, lebih baik menggunakan nilai adjusted R2 (Singgih,2000:167). Dengan menggunakan nilai adjusted R2 0,668 menunjukkan bahwa pengaruh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi terhadap harga saham sebesar 66,8 %. Dengan kata lain, 66,8 % variasi harga saham dapat dijelaskan oleh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi. Sisanya sebesar 33,2 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. Faktor- faktor tersebut mungkin antara lain arus kas, dividen, tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah,jumlah uang beredar, aksi ambil untung (profit taking) oleh investor, kondisi keamanan, dan politik baik dalam maupun luar negeri. Laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi berpengaruh terhadap harga saham menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut direspon dan diperhatikan oleh investor dalam mengambil keputusan investasi di pasar modal. Hasil ini mendukung pendapat Hirt dan Block (1999) yang menyatakan bahwa investor dalam mengambil keputusan untuk membeli atau menjual suatu saham melakukan analisis terhadap laporan keuangan dan ekonomi. Melihat sangat besarnya peranan dan tingginya hubungan antara variabel laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi dengan harga saham maka dapat dikatakan bahwa fluktuasi harga saham di lantai bursa sangat ditentukan oleh laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi. Tingginya hubungan ini karena ketiga variabel independen tersebut menggambarkan earning yang diperoleh dan risiko yang dihadapi oleh investor. Laba Akuntansi Pengaruh laba akuntansi terhadap harga saham secara individu dapat dilihat pada tabel 2 yang menunjukkan bahwa laba akuntansi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Laba akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham mungkin disebabkan oleh dibenarkan menggunakan standar akuntansi yang berbedabeda atau mungkin adanya tindakan perataan laba (income smoothing). Sharpe et al (1999:572) menyebutkan sebagai akibat dibenarkan penggunaan standar akuntansi yang berbeda-beda, manajemen dapat menekan akuntan untuk menggunakan standar akuntansi yang dapat memaksimalkan laba atau yang dapat meninggikan pertumbuhan laba yang dilaporkan atau manajemen menekan akuntan untuk melakukan tindakan perataan laba (income smoothing). Bernard dan Stober (1989) mengemukakan bahwa laba akrual mempunyai kualitas yang lebih rendah daripada arus kas karena laba akrual dapat dimanipulasi sehingga mendorong prediksi bahwa pasar akan bereaksi lebih kuat untuk arus kas daripada laba akrual. Pendapat Bernat dan Stober menunjukkan arah bahwa investor mungkin lebih memperhatikan arus kas daripada laba akuntansi dalam melakukan keputusan investasi di pasar modal. Faktor lain yang menyebabkan laba akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham mungkin dikarenakan investor lebih menyukai pembayaran dividen dalam bentuk tunai. Investor lebih menyukai penerimaan dividen daripada capital gain. Jadi, meskipun laba akuntansi yang dihasilkan tinggi tetapi tidak
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
12
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen maka investor tidak akan merespon terhadap laba akuntansi yang dilaporkan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Strong dan Walker (1993), Utami dan Suharmadi (1998) serta hasil penelitian Triyono dan Hartono (2000) yang menemukan bukti bahwa laba akuntansi berpengaruh terhadap harga saham. Financial Leverage Financial leverage secara individu berpengaruh terhadap harga saham (tabel 2). Koefisien regresi variabel ini menunjukkan arah yang terbalik (negatif ) yang berarti kenaikan financial leverage akan mengakibatkan harga saham turun. Begitu juga sebaliknya, jika financial leverage turun maka harga saham akan naik. Hasil penelitian ini relevan dan mendukung teori yang dikemukakan oleh Lasher (1997) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh terhadap harga saham karena berkaitan dengan tingkat risiko dan return atas investasi, juga mendukung teori yang dikemukakan oleh Benstem dan Wild (1998), serta Keown et al (1996). Ardiansyah dari hasil penelitiannya (2003) berpendapat bahwa financial leverage yang besar menandakan tingginya risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan hutanghutangnya sehingga investor memandangnya sebagai risiko yang akhirnya menyebabkan harga saham turun. Financial leverage berpengaruh negatif terhadap harga saham karena semakin tinggi financial leverage mengindikasikan tingginya risiko keuangan perusahaan. Risiko ini terjadi karena pembiayaan perusahaan melalui hutang menimbulkan biaya bunga atas hutang. Jika laba yang dihasilkan tidak mencukupi untuk membayar hutang dan bunganya maka perusahaan akan berada pada posisi default dan financial distress yang dapat mengarah pada kebangkrutan. Jika perusahaan bangkrut maka investor merupakan pihak yang paling terakhir memperoleh klaim (residual claim) atas aset perusahaan. Keadaan ini yang menjadikan investor memandang financial leverage sebagai sebuah risiko sehingga investor menghindar berinvestasi pada saham-saham perusahaan yang memiliki financial leverage yang tinggi. Akibat dari ini, harga saham akan berubah ke arah yang negatif atau turun. Tingkat Inflasi Tingkat inflasi secara individu berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Koefisien regresi untuk variabel tingkat inflasi sebesar -1,261. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat inflasi memiliki hubungan terbalik (negatif) dengan harga saham. Ini mengandung makna bahwa setiap kenaikan tingkat inflasi akan mengakibatkan penurunan harga saham. Sebaliknya, setiap terjadi penurunan tingkat inflasi maka harga saham akan meningkat. Hasil penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Sharpe et.al (1999) bahwa investor lebih memperhatikan real return daripada return nominal karena return riil mencerminkan tingkat kesejahteraan daya belinya (purchasing power). Pada masa inflasi lebih menguntungkan bagi investor untuk berinvestasi pada aset yang bersifat real seperti membeli tanah dan emas daripada melakukan investasi pada saham. Penyebab lain inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham adalah inflasi mendorong naiknya biaya bahan baku (cosh push inflation) dan biaya tenaga kerja
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
13
karena naiknya inflasi mendorong buruh untuk meminta kenaikan upah. Naiknya biaya produksi tidak diimbangi oleh naiknya harga jual produk karena daya beli masyarakat turun, akibatnya laba akan turun. Di pasar modal kondisi ini direspon negatif oleh pasar dengan menurunnya harga saham. Hasil penelitian ini juga konsisiten dengan hasil penelitian Cohn dan Donald (1981) dan Domain et al (1996) yaitu inflasi berpengaruh negatif terhadap harga dan return saham. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Choundry (1999) yang menghasilkan hubungan searah antara inflasi dengan return saham. Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham. Hasil ini menunjukkan bahwa investor responsif terhadap laba akuntansi, financial leverage, dan tingkat inflasi dalam mengambil keputusan investasi dalam bentuk saham di pasar modal. Investor responsif terhadap ketiga variabel ini karena variabel-variabel ini dapat menggambarkan earning yang diperoleh dan risiko yang dihadapi oleh investor. 2. Secara individual: (1) Laba akuntansi tidak mempengaruhi harga saham. Hal ini dikarenakan laba tidak mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya akibat dibenarkan penggunaan metode akuntansi yang berbedabeda atau kemungkinan dilakukannya tindakan perataan laba. Faktor lain laba akuntansi tidak berpengaruh terhadap harga saham mungkin karena investor lebih tertarik pada pembayaran dividen kas daripada melihat laba akuntansi, (2) financial leverage mempengaruhi harga saham dengan arah yang terbalik (negatif) dengan besar pengaruhnya lebih kecil dari tingkat inflasi. Financial leverage berpengaruh negatif terhadap harga saham karena variabel ini mengandung risiko keuangan yang tinggi. (3) tingkat inflasi mempunyai pengaruh yang paling besar dan negatif terhadap harga saham. Inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham karena inflasi berpengaruh terhadap kekayaan investor yaitu rendahnya riil return yang diperoleh investor. Rekomendasi Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini, peneliti mengemukakan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi investor dan pihak berkepentingan lainnya, diharapkan untuk memperhatikan financial leverage dan tingkat inflasi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal. 2. Penelitian ini masih kurang sempurna, yaitu: pertama, penelitian ini menganalisis semua saham LQ 45 selama periode penelitian, tidak melihat hanya pada saham-saham LQ 45 yang tercatat secara terus menerus selama periode penelitian. Kedua, masih terbatasnya variabel akuntansi dan ekonomi yang digunakan. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan hanya melihat pada saham-saham LQ
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
14
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
45 yang tercatat secara terus menerus selama periode penelitian dengan menggunakan penelitian studi kasus. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat menambah variabel independen lainnya seperti arus kas, nilai tukar, tingkat suku bunga, dan lainnya serta dapat memperpanjang periode pengamatan. Referensi Ardiansyah,Misnen, 2003, Pengaruh Variabel Keuangan terhadap Return Awal dan Return 15 Hari Setelah IPO di Bursa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi VI, Hal.360-381 Bernad, V.L, and Stober, D.L, 1989, The Nature and Amount of Information in Cahs Flows and Accrual, The Accounting Review, Oktober,Vol. IV, P.624-652 Choundry, Taufik, 2001, Inflation and Rate of Return on Stock: Evidence from High Inflation Countries, Journal of International Financial Market, Institutions, and Money. No. 11. P.75-96 Cohen, Jerome B, Zinbarg, Edward D, and Zeikel, Arthur, 1987, Invesment Analysis and Portfolio Management, Fitht edition, Richard D.Irwin, Inc Cohen, Richard A, and Lessard, Donald R, 1981, The Effect of Inflation on Stock Prices: International Evidence, Journal of Finance, Vol. XXXVI, No.2 Damodoran, Aswath, 2001, Corporate Finance, Theory and Practice, John Wiley and Sons.Inc. Djarwanto, 1996, Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam Penelitian, Edisi Pertama, Penerbit Liberti, Yogyakarta Domain, Dale L, Gilster, Jonh E, and Louton, David A, 1996, Expected Inflation, Interest Rates, and Stock Return, The Financial Review, Vol 3, No.4, P.809830 Ewijaya dan Nur Indriantoro, 1999, Analisis Pengaruh Pemecahan Saham Terhadap Perubahan Harga Saham, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Harianto, Farid dan Sudomo, Siswanto, 1998, Perangkat dan Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia, Edisi Pertama, PT.Bursa Efek Jakarta, Jakarta. Harrison, Walter.T and Horngren, JR, Charles T,1998, Financial Accounting, Third Edition, Prentice-Hall International Inc
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
15
Hirt,Geoffrey A, and Block, Stanley B, 1999, Fundamental of Invesment Management, Sixth Edition, McGraw-Hill Honrgren, Charles T, Sundem, Gary L, dan Elliot, John A, 1999, Introduction to Financial Accounting, Sevent Edition, Prentice -Hall Inc. Husnan, Suad, 1998, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Ketiga, Cetakan Pertama, YKPN, Yogyakarta. Jones,Charles.P.,1998, Introduction to D.Irwin,Inc.United State of America
Financial
Management,Richard
Kim, Il-Woon, Chen, Kung H, and Nance, Jon, 1992, Information Content of Financial Leverage: An Emperical Study, Journa of Business Finance and Accounting, Januari,P.133-151 Kim, Jeong-Bon, Krinsky, Itzhak, dan Lee, Jason, 1993, Motives For Going Public And Underpricing: New Findings From Korea, Journal of Business Finance and Accounting, 20(2). P.195-211. Lasher,William R 1997, Practical Financial Management, West Publishing Company, Los Angeles San Francisco Martinez,1999, Fundamental and Macroeconomic Information for the Security Prices Valuation: The French Case, Managerial Finance. Vol.25, Number 12, P.17-30. Perwira, Daniel, 2001, Pengaruh Perubahan Kondisi Ekonomi Makro Terhadap Permintaan Saham Sektor Pertanian di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia,Vol.XLIX no.4. Hal.349-374 Scott, William Robert, 1997, Financial Accounting Theory, Prentice-Hall Inc, New Jersey Sharpe, William F, Alexander, Gordon J, and Bailey, Jeffery V, 1999, Invesment, Sixth Edition, Prentice –Hall. Inc Sivy,M, 1998,Wall Street Sivy on Stock When to Pick Up a Fallen Stock and When to let One Slide, Money Journal,Vol.27, P.29-30 Strong, Norman, dan Walker, Martin ,1993, The Explanatory Power of Earning for Stock Return, The Accounting Review, Vol.66 ,No.2,P.385-399 Sudjana, 1996, Statistika Untuk Ekonomi dan Niaga, Edisi Kelima, Tarsito, Bnadung
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
16
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Tandelilin, Enduardus, 2001,Analisis Investasi dan Manajemen Fortfolio,Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta Triyono dan Hartono, Jogiyanto, 2000, Hubungan Kandungan Informasi arus Kas, Komponen Arus Kas, dan Laba Akuntansi dengan Harga Saham atau Return Saham, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.Vol.3, No.1, Hal.54-68 Tucker, Irvin B, 1995, Survey of Economic, Second Edition, Cincinnati Ohio, SouthWestern College Publishing Utami, Wiwik dan Suharmadi,1998, Pengaruh Informasi Penghasilan Perusahaan terhadap Harga Saham di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia ,Vol.1 N0.2, Hal. 255-268, Weston, J.F., and Brigham, E.F.,1993, Essensials of Managerial Finance, Tenth Edition, The Dryden Press, United State of America Wolk, Harry I, Francis, Jere R and Tearney, Michael G., 1992, “Accounting Theory: A Concept and Instituional Approach”, Third Edition, South-western College Publishing, Cincinnati, Ohio.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
17
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN SUPERMARKET DI KOTA MALANG
Faisal Matriadi
The purpose of this research are, to recognize the effect of education level, income level, services, price, promotion, and location to the supermarker costumer behavior at Malang city, secondly, this research also to identify which factor dominantly effect to the costumer behavior. By purposive sampling technique, the number of research samples are 96 respondents. They shop for themselves and others for their family as well. The research result show that education level, income level, services, price, promotion and location, in fact, effect to the consumer behavior. However, income level has a strong effect and services are the weak one. Therefore, the hypotesis that said the service level has strong effect to the consumer behavior, in fact, not true.
Keyword : supermarket, consumer behavior.
Faisal Matriadi adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
17
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
18
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Pendahuluan Dalam konsep pemasaran perusahaan harus mampu memahami konsumennya secara keseluruhan agar dapat maju dan berkembang. Perlunya memahami ini didasarkan atas pikiran bahwa konsumen merupakan pasar sasaran produk. Diterima atau tidak diterimanya produk yang dipasarkan akan sangat bergantung pada penerimaan konsumen, maka konsumen tentu akan membelinya. Sebaliknya jika produk tersebut dinggap belum mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka konsumen tentu tidak akan membelinya . Memahami konsumen mutlak diperlukan terlebih lagi pada era informasi dan persaingan yang semakin ketat. Kompleksnya konsumen disebabkan oleh faktor manusiawi yakni adanya kebutuhan manusia yang tak terbatas, selain pengaruh kondisi eksternal dan internal lainnya yang berakibat langsung pada perilaku mereka. Perilaku inilah yang perlu mendapat perhatian para pemasar, karena dengan mengetahui bagaimana konsumen berperilaku, pemasar akan dapat dengan mudah mempengaruhi agar mau mengadopsi produk yang ditawarkan. Konsumen sebagai individu memiliki kriteria dan kondisi yang berbeda satu sama lain dan perbedaan ini pula yang menyebabkan kompleksnya perilaku konsumen. Secara umum bagaimana konsumen berperilaku dalam pembelian dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah faktor yang ada pada diri konsumen itu sendiri ( spikologis ) yang meliputi: motivasi, belajar, kepribadian dan konsep diri serta sikap. Sedangkan faktor eksternal meliputi kebudayaan dan sub budaya, kelas social, kelompok social dan kelompok referensi, dan keluarga. Supermarket sebagai suatu bentuk bisnis juga sangat perlu memperhatikan dan mempelajari perilaku konsumen dengan sebaik-baiknya terlebih lagi karena bisnis ini merupakan bisnis enceran yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir. Supermarket dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari pasar tradisional, karena dalam supermarket ini dijual beraneka produk mulai dari barang-barang kebutuhan pokok sampai dengan produk superior. Supermarket merupakan bisnis yang bergerak dalam bidang perdagangan enceran sebagaimana halnya took kelontong yang tersebar dimana-mana. Kelengkapan barang yang dijual, system pengelolaan dan sasaran yang disediakan yang membuatnya berbeda dengan took kelontong dan juga pasar tradisional. Dengan demikian supermarket termasuk dalam katagori bisnis yang tidak memproduksi produk, melainkan menjual produk yang diproduksi perusahaan lain ( reseller ). Berarti supermarket malaksanakan fungsi kegunaan waktu, kegunaan milik dan kegunaan tempat. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Stanton, et. al. (1991: 143) in economic terms, reseller create time, place, and posession utilities, rather than form utility. Berkembangnya bisnis supermarket sekarang ini tak semata-mata disebabkan oleh fungsinya, melainkan juga oleh fasilitas pendukung yang umumnya disediakan keseluruhan fasilitas pendukung tersebut tentu saja ditujukan untuk menggaet konsumen sebanyak-banyaknya, yang pada gilirannya diharapkan mau berbelanja disana. Fasilitas pendukung yang mendatangkan kemudahan dan kenyamanan tersebut sudah dapat dimasukkan dalam kebutuhan konsumen saat ini dan harus
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
19
dipenuhi oleh seluruh perusahaan atau pemasar bila ingin tetap survive dalam persaingan yang semakin tajam. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Hamonagan ( 1993: 25 ), bahwa semakin maju suatu bangsa atau masyarakat kebutuhan kenyamanan dan kemudahan dalam berbelanja semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan pertama, apakah faktor-faktor tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, layanan, harga, promosi, dan lokasi mempengaruhi perilaku konsumen supermarket dikota Malang, dan kedua, faktor mana diantara faktor-faktor tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, layanan,harga, promosi dan lokasi yang memberikan pengaruh dominan terhadap perilaku konsumen supermarket dikota Malang. Perilaku Konsumen Sebagaimana konsep pemasaran, penganalisian perilaku konsumen dalam bidang pemasaran juga merupakan hal yang relative masih baru. Meskipun demikian studi tentang perilaku konsumen ini semakin berkembang, bahkan perkembangannya menunjukkan hasil yang sangat mengagumkan. Berkman, et. al. (1987:7) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mendorong semakin berkembangnya studi tentang perilaku konsumen yaitu : The centrality of the consumer in contemporary marketing practisc. The interdisciplinary nature of the field, which permits borrowing from many older disciplines. The growth of computer technology, which has enable researchers to simulate consumer behavior electronically. Perilaku konsumen sebenarnya merupakan manifestasi dari perilaku manusia yang sangat kompleks dan cukup sulit dipelajari, terutama disebabkan oleh banyak variabel yang berpengaruh dan kecenderungannya untuk saling berinteraksi. Oleh karena itu, untuk mudah mempelajarinya dikembangkan model-model sebagai penyederhanaan dari bentuk nyatanya. Menurut Winardi (1991:52 ) secara histories, perilaku manusia merupakan garapan bidang ilmu jiwa, sosiologi dan antropologi, dan pada tingkat tertentu juga dipelejari oleh ilmu-ilmu social seperti ilmu ekonomi. Keberhasilan dalam menganalisis perilaku konsumen juga berarti keberhasilan dalam menyelami jiwa konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, kebanyakan bisnis yang berhasil tak hanya menggunakan ilmu ekonomi dalam aktivitas bisnisnya, namun juga menerapkan atau memasukkan ilmu lain seperti ilmu jiwa tadi. Dengan analisis perilaku konsumen, perusahaan akan mempunyai pandangan yang lebih luas, dan akan mengetahui kesempatan baru yang berasal dari belum terpenuhinya kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, Wilkie ( 1986 : 2 ) berpendapat bahwa secara umum perilaku konsumen adalah A widespread and ongoing phenomenon, Economically and socially significant, Subtle, and complex, Personally and professionally relevant. Mengenai pengertian perilaku kosumen belum ada rumusan yang seragam, masing-masing memberikan defenisi sesuai dengan pandangannya. Perilaku konsumen merupakan tindakan konsumen ( baik kelompok maupun individu ) dalam kaitannya dengan proses mendapatkan dan mengunakan barang atau jasa. Bagi pemasar memahami proses pembelian tersebut penting, karena proses tersebut
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
20
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
merupakan sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada kegiatan manusia untuk membeli suatu produk dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pemasar harus dapat merancang program pemasarannya agar produknya dapat masuk dalam informasi yang diterima konsumen, sehingga masuk pula dalam perangkat pertimbangan dan perangkat pilihan untuk dibeli. Perangkat pertimbangan dan perangkat pilihan tersebut akan dinilai oleh konsumen sebelum menentukan produk yang akan dibeli. Pemasar perlu mengetahui bagaimana konsumen memilih diantara beberapa alternative produk yang tersedia. Untuk melakukan evaluasi alternative yang ada, konsumen biasanya mengembangkan seperangkat cirri atau karakteristik produk untuk dinilai. Penilaian yang dilakukan ini bersifat subjektif, karena bergantung pada konsumen itu sendiri. Selain itu pula belum ada suatu metode yang seragam dalam melakukan penilaian ini. Namun demikian pemasar dapat memperkirakan secara umum karakteristik atau atribut produk yang akan masuk dalam penilaian konsumen. Setelah menilai dan mengevaluasi alternative tersebut konsumen dapat memutuskan produk yang akan dibeli. Namun bukan berarti produk atau merk yang terpilih tersebut akan langsung dibeli oleh konsumen. Seringkali timbul hal-hal tak terduga yang mempengaruhi minat atau keinginan konsumen tersebut, seperti pendapat yang tak mencukupi, cara pembayaran, resiko yang mungkin dihadapi selain juga pengaruh karena pandangan atau sikap orang lain. Setelah hal-hal tak terduga tersebut masuk dalam pertimbangan konsumen, pembelian akan dilakukan. Pemasar yang berorientasi ke depan tak akan melihat proses keputusan membeli konsumen selesai pada saat pembelian nyata terjadi, namun lebih dari itu. Pemasar juga akan melihat sampai sejauh mana produk yang dipasarkan serta pelayanan yang diberikan mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumennya. Kepuasan konsumen ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan dimasa yang akan datang. Konsumen yang merasa puas akan cenderung untuk kembali membeli produk dengan merk tersebut atau berbelanja ditempat ini jika kebutuhannya terhadap produk itu timbul kembali. Demikian juga sebaliknya jika konsumen belum merasa puas. Kepuasan konsumen merupakan hasil evaluasiatas berbagai alternative yang dipilhnya secara konsisten. Menurut Balton, et.,al (1991:2 ). A customer is satisfied when and offering erforms better than expected and is dissatisfied when ecpectation exceed performance. Customer satisfaction or dissatisfaction typically is a medelled as a fungtion of disconfirmation arising from discrepancies between prior ecpectations and actual performance.” Dari penjelasan tersebut dapat dimengerti bahwa setelah melakukan pembelian konsumen akan melakukan perbandingan antara harapan dengan keadaan sesungguhnya secara sadar dan sengaja. Jika harapannya tidak sesuai dengan kenyataan maka konsumen akan merasa kurang puas atau tidak puas, dan akan merasa puas jika kenyataan yang diperolehnya sama atau melebihi apa yang diharapkannya. Kepuasan konsumen merupakan tujuan perusahaan, oleh karena itu, pemasaran diukur sejauh mana dia mampu memberikan kepuasan kepada konsumen. Namun menurut McCharthy ( 1985:505 ) “sayangnya kepuasan konsumen suka didefinikasikan dan lebih suka lagi untuk diukur”
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
21
Proses pengambilan keputusan untuk membeli pada dasarnya sama untuk setiap individu, namun untuk pembelian ulang yang bersifat rutin atau kebiasaan tahap-tahap tadi tidak dilalui semuanya yakni tidak lagi melalui tahap pemilihan alternative bahkan kadang kala tidak perlu lagi malalui tahap pencarian informasi. Menurut Kinsey (1988: 68) pembelian umumnya dipengaruhi beberapa faktor yaitu, buyer characteristics, product characteristics, seller characteristics, and situasional characteristics. Dengan demikian secara umum keempat faktor tersebut akan selalu mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian dalam situasi pembelian manapun, dengan memahami uraian tersebut proses keputusan membeli tersebut menjadi makin jelas bahwa aktifitas pembelian sebenarnya bermula jauh sebelum dan berakibat panjang setelah pembelian nyata dilakukan. Alasan inilah yang menyebabkan perlunya pemasar mengetahui dan lebih memusatkan perhatian pada proses pembelian dari pada keputusan membeli itu sendiri. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku konsumen Salah satu tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi konsumen untuk bersedia membeli barang dan jasa yang dipasarkan perusahaan. Sebelum kegiatan pemasaran ini dilakukan, perusahaan terlebih dahulu harus mengerti perilaku konsumen. Dengan mempelajari perilaku konsumen, perusahaan akan dapat mengetahui dan menentukan kegiatan pemasaran yang tepat. Namun untuk mempelajari perilaku konsumen ini sangat sulit karena banyak faktor yang berpengaruh selain kadangkala bertentangan satu sama lain. Engel, et.al.,( 1990:39) mengelompokkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen menjadi tiga kelompok yaitu (1) environment influences;(2) individual differences and influences, and (3) psychological prosses. Sedangkan Stanton ( 1991:113) mengelompokkan faktor-faktor yang berpengaruh tersebut menjadi dua yaitu socio and group forces dan psychological forces. Meskipun terjadi perbedaan dalam pengelompokan tersebut, faktor –faktor yang diperhatikan tetap sama, yakni yang berasal dari dalam diri ( intern ) dan pengaruh lingkungan dari luar diri konsumen (ekstern). Faktor-faktor dari dalam (psikologis) yang menjadi faktor dasar dalam perilaku konsumen meliputi (1) motivasi, (2) belajar, (3) sikap, dan (4) kepribadian dan konsep diri. Sedangkan faktor-faktor dari luar diri konsumen (faktor lingkungan) yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah (1) budaya dan sub budaya (2) kelas social (3) kelompok social dan kelompok referensi, dan (4) keluarga. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini pertama, bahwa variabelvariabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, layanan, harga, promosi dan lokasi mempengaruhi perilaku konsumen supermarket dikota malang. Metodelogi Defenisi Operasional Variabel Variabel dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut. Perilaku Konsumen (Y) adalah tindakan-tindakan konsumen yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh barang. Dalam penelitian ini perilaku konsumen diukur dari
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
22
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
jumlah pemberian yang dilakukan responden disupermarket saat itu (pada saat pengambilan data) dalam satuan rupiah. Digunakannya jumlah pembelian ini sebagai satu-satunya indicator dalam variabel perilaku konsumen adalah dengan pertimbangan bahwa jumlah pembelian merupakan manifestasi atau perwujudan secara nyata dari perilaku konsumen dalam berbelanja. Tingkat pendidikan (X1) adalah tingkat pendidikan yang pernah ditempuh dihitung dari lamanya pendidikan yang pernah diikutinya diluar taman kanak-kanak, yaitu SD (skor 1), SLTP (skor 2), SLTA (skor 3), D1 (skor 4), D2 (skor 5), D3 (skor 6), S1 (skor 7), pasca sarjana (skor 8). Tingkat pendapatan (X2) adalah pendapatan bersih dalam sebulan yang diperoleh keluarga (suami dan istri) bagi yang telah berkeluarga atau pendapatan pribadi bagi yang masih sendiri (bujangan atau gadis) dalam rupiah. Layanan (X3) Faktor-faktor layanan yang dijadikan indicator pengukuran dalam penelitian ini adalah penataan ruangan dan barang, dan keterampilan pelayan. Pengukuran dilakukan dengan memberikan skor tanggapan konsumen terhadap faktor-faktor layanan tersebut, selanjutnya dijumlahkan. Untuk indicator penataan ruangan dan barang diberi skor 4 (sangat rapi), skor 3 (rapi), skor 2 (kurang rapi), skor 1 ( tidak rapi). Sedangkan untuk indicator keterampilan pelayanan diberi skor 4 (sangat terampil), skor 3 (terampil), skor 2 (kurang terampil), skor 1 (tidak terampil). Skor kedua indicator layanan tersebut dijumlah. Harga (X4) dalam variabel ini dilihat tanggapan konsumen terhadap harga yang ditetapkan supermarket dibandingkan dengan harga di tempat lain dan tanggapan konsumen terhadap penggunaan harga tetap (tak dapat ditawar) diukur dengan menggunakan skor. Tangapan terhadap harga yang ditetapkan yang dibandingkan dengan harga ditempat lain dibedakan menjadi empat yakni: sangat rendah (skor 4), rendah/sedang (skor 3), tinggi (skor 2), sangat tinggi (skor 1). Sedangkan tanggapan terhadap penggunaan harga yang tak dapat ditawar dibedakan menjadi sangat setuju (skor 4), setuju (skor 3), kurang setuju (skor 2), tidak setuju (skor 1). Skor kedua indicator harga tersebut dijumlahkan. Promosi (X5) variabel ini ingin melihat pengaruh promosi terhadap perilaku konsumen dalam berbelanja disupermarket, pengukurannya dengan menggunakan metode scoring. Indicator yang dipakai adalah periklanan dan promosi penjualan yang dilakukan supermarket. Pengaruh kedua indicator tersebut masing-masing dibedakan menjadi empat, yakni : sangat berpengaruh (skor 4), berpengaruh (skor 3), kurang berpengaruh (skor 2), tidak berpengaruh (skor 1). Skor kedua indicator harga tersebut dijumlahkan. Lokasi (X6) yakni melihat tanggapan konsumen terhadap jarak antara supermarket dengan tempat tinggal dan kemudian menjangkau lokasi supermarket dengan alat transportasiyang ada dengan menggunakan metode scoring. Tangapan terhadap jarak dibedakan menjadi empat, sangat dekat (skor 4), dekat (skor 3), jauh (skor 2), sangat jauh (skor 1). Sedangkan indicator kemudahan menjangkau supermarketdibedakan menjadi sangat mudah (skor 4), mudah (skor 3), sulit (skor 2), sangat sulit (skor 1). Skor kedua indicator harga tersebut dijumlahkan Populasi dalam penelitian ini seluruh konsumen supermarket dengan populasi sasaran meliputi : Keluarga ( suami/istri) dan bujangan/gadis yang telah
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
23
berpenghasilan. Populasi supermarket ini sulit diketahui jumlahnya secara pasti (tak terbatas), sehingga peneliti tak dapat menentukan banyaknya sample yang sesuai atau ideal. Sample yang diambil sebanyak 96 responden dengan menggunakan purposive sampling yaitu konsumen yang benar-benar berbelanja untuk keperluan pribadi (bagi yang belum berumah tangga) dan keluarganya (bagi yang telah berumah tangga) saat pengumpulan data, dengan catatan telah memiliki pendapatan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Regresi baik secara parsial maupun simultan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah secara individu variabel bebas mempunyai pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tergantung, dan juga untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tergantung. Analisis Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa kegiatan berbelanja disupermarket didominasi Ibu rumah tangga yakni sebesar 63,54%, sedangkan sisanya dibagi oleh tiga jenis status perkawinan responden lainnya, yaitu gadis sebesar 14,58%, Bapak rumah tangga sebesar 17,17% serta bujangan sebesar 4,17%. Dari data tersebut juga terungkap bahwa konsumen supermarket umumnya adalah kaum wanita (ibu rumah tangga dan gadis ) yaitu sebesar 78,13%. Angka ini dapat dijadikan indicator bahwa berbelanja keperluan sehari-hari masih merupakan tugas kaum wanita/ibu. Dilihat dari segi pekerjaan, konsumen supermarket yang bekerja sebagai PNS sebesar 35,42%, sebagai pegawai swasta sebesar 20,83% dan yang tidak bekerja sebesar43,75%. Dengan demikian konsumen supermarket lebih banyak dari golongan yang sudah bekerja baik sebagai PNS maupun pegawai swasta sebesar 56,25%. Lebih banyaknya konsumen yang memiliki pekerjaan ini mungkin saja disebabkan oleh kepraktisan berbelanja di supermarket. Jika dilihat hubungan antara pekerjaan dengan status perkawinan, Ibu rumah tangga yang tak bekerja menempati peringkat teratas sebagai konsumen supermarket, yaitu sebesar 42 responden. Hal ini wajar, karena ibu rumah tangga yang tidak bekerja mempunyai waktu yang relative lebih banyak sehingga dapat menyediakan waktunya untuk berbelanja, untuk setiap status perkawinan responden PNS menduduki urutan pertama dalam berbelanja disupermarket dibandingkan dengan responden swasta, yaitu sebesar 34 responden disbanding 20 responden. Frekuensi pembelian rata-rata seorang konsumen dalam sebulan sebahagian besar responden melakukan pembelian disupermarket rata-rata lebih dari satu kali dalam sebulan, hanya 4,17% responden yang melakukan pembelian satu kali dalam sebulan. Frekuensi pembelian terbesar yang dilakukan responden adalah sebanyak dua kali dalam sebulan yakni sebanyak 39 responden atau sebesar 40,63%. Sebagian besar konsumen supermarket yang dijadikan responden berpendidikan menengah yakni 23 responden berijazah SLTP dan 35 responden berijazah SLTA. Pendapatan responden tersebar antara Rp 150.000,00 sampai dengan Rp 850.000,00 sebulan dengan rata-rata sebesar Rp 370.690,50. Responden terbanyak memiliki pendapatan disekitar pandapatanrata-rata tersebut. Penyebaran tingkat pendapatan responden konsumen supermarket. Responden terbanyak berada pada
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
24
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
tingkat pendapatan Rp 301.000,00 sampai dengan Rp 400.000,00 yakni sebanyak 27 responden atau sebesar 28,13%, sedangkan yang paling sedikit berada pada tingkat pendapatan antara Rp 501.000,00 sampai dengan Rp 600.000,00 yakni sebesar satu respondenatau sebesar ,04% Dalam kaitannya dengan penataan ruangan dan barang , seluruh responden memberikan penilaian yang positif (rapi dan sangat rapi) kepada supermarket, sebanyak 66 responden atau sebesar 68,75% memberikan penilaian sangat rapid an sebanyak 30 responden atau sebesar 31,25% memberikan penialaian rapi. Penataan ruangan dan barang yang dilakukan supermarket sudah dapat memenuhi keinginan konsumennya, sehingga pihak supermarket perlu mempertahankan apa yang sudah dilakukannya selama ini, malah bila perlu ditingkatkan. Konsumen memerlukan layanan tertentu (misalnya membantu menunjukan letak jenis produk, mencoba produk tertentu) pada saat berbelanja disupermarket, untuk itu pelayan yang terampil sangat dibutuhkan. Dari setengah responden memberikan tanggapan sangat terampil kepada pelayan supermarket, yaitu sebanyak 58 responden atau sebesar 60,42%. Sisanya sebanyak 38 responden atau sebesar 39,58% memberikan tanggapan terampil. Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli suatu produk. Tanggapan konsumen terhadap harga pada supermarket diMalang, dibagi menjadi dua indicator. Pertama, tanggapan terhadap harga yang ditetapkan supermarket ( dibandingkan dengan harga ditempat lain), kedua, tanggapan terhadap harga tetap (tidak dapat ditawar). Harga yang ditetapkan oleh supermarket masih dipandang wajar oleh sebagian responden, sebanyak 74 responden (77,09%) menganggap harga yang ditetapkan supermarket rendah atau sedang. Tidak ada responden yang menganggap harga yang ditetapkan supermarket sangat tinggi. Dari dat tersebut dapat dikatakan bahwa harga yang ditetapkan supermarket umumnya masih dapat dijangkau konsumen dalam arti tak berbeda jauh dengan harga yang ditetapkan pengecer lain. Tanggapan konsumen terhadap periklanan yang dilakukan supermarket memiliki penyebaran yang berbeda dengan tanggapan variabel lain. Jika tanggapan terhadap harga dan layanan positif , maka tanggapan terhadap periklanan lebih banyak negative. Hanya 44 responden atau 45,83% responden yang menganggap bahwa periklanan berpengaruh terhadap keputusan membeli, sedang sisanya menganggap kurang berpengaruh, bahkan terhadap 6 responden atau 6,25% yang menganggap tidak ada pengaruh sama sekali. Kurang berpengaruhnya periklanan terhadap perilaku konsumen supermarket mungkin disebabkan beberapa hal. Diantaranya, kurang tepatnya media yang digunakan, seperti penggunaan media surat kabar (local) yang hanya dapat menjangkau kalangan tertentu saja, dan penggunaan media radio swasta yang kurang efektif. Sebagaimana diketahui bahwa sebahagian besar konsumen supermarket telah bekerja baik sebagai PNS maupun pegawai swasta. Dengan demikian mereka jarang mendengarkan atau memperhatikan radio karena kesibukannya. Ibu rumah tangga yang tak bekerja juga mungkin tidak selalu memperhatikan radio untuk hiburan dirumah. Mereka lebih menyukai menonton televisi.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
25
Mengenai promosi, sebagian besar responden terpengaruh oleh promosi penjualan yang dilakukan supermarket, sebanyak 81 responden atau 84,38% menyatakan promosi penjualan berpengaruh terhadap perilaku konsumsi mereka, sedangkan sisanya sebanyak 15 orang atau 15,63% menyatakan kurang berpengaruh. Sebagian besar responden menganggap bahwa lokasi supermarket dari tempat tinggalnya sedang/dekat, yakni sebanyak 58 responden atau sebesar 60,42%. Sedangkan responden yang menganggap lokasi supermarket sangat jauh hanyalah hanyalah 1 responden. Kemungkinan responden yang menyatakan jauh atau sangat jauh tempat tinggalnya berada dipinggiran atau luar kota, untuk kemudahan menuju supermarket, sebagian besar responden menganggap lokasi supermarket mudah dijangkau baik dengan kendaraan umum ataupun pribadi. Sebagian besar responden yaitu 101 responden atau 94,80% menyatakan lokasi supermarket sangat mudah atau mudah dijangkau dengan kendaraan. Hanya lima responden yang menyatakan sulit dan tidak ada yang beranggapan lokasi sangat sulit dijangkau. Hal ini berkaitan erat dengan lokasi supermarket yang berada dipusat kota sehingga mudah dijangkau dengan kendaraan. Besarnya pembelian yang dilakukan responden berkisar antara Rp 4.625,00 sampai dengan Rp 27.350,00 jumlah responden terbanyak berada pada pembelian antara Rp 10.025,00 sampai dengan Rp 15.000,00 yakni sebanyak 30 responden (31,25%). Sedangkan responden terkecil berada pada pembelian diatas Rp 25.025,00 ke atas yakni sebanyak dua responden atau 2,08%. Hasil-hasil Penelitian Penelitian ini ingin melihat ada tidaknya pengaruh antara faktor-faktor tingkat pendidikan, pendapatan, layanan, harga, promosi penjualan dan lokasi terhadap perilaku konsumen supermarket diKota Malang, serta melihat variabel mana yang dominan pengaruhnya. Analisis yang digunakan model regresi linier berganda, hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rangkuman Hasil Analisis Regresi Perilaku Konsumen Supermarket Dikota Malang Variabel No. 1 Pendidikan (X1) 2 Pendapatan (X2) (X3) 3 Layanan Harga (X4) 4 (X5) 5 Promosi Lokasi (X6) 6 7 Konstanta R Square =7000 Multiple R = 8366
Koef. Regresi -1051.6568 1114.2701 1156.6647 1066.8939 -2227.085 1277.148 5226.8231
T hitung -5.685 6.273 2.879 3.009 -5.735 4.206 F Ratio Probabilitas
Prob .00000 .00000 00499 00341 00000 00006
r2 .2664 3066 0852 0923 2698 1658
=34.607 = 0.000E+00
Sumber : hasil pengolahan data, 2005
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
26
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Dari tabel tersebut persamaan regresi yang diperoleh adalah : Y = 5226.8231 – 1051.6568X1 + 1114.2701X2 + 1156.6647X3 + 1066.8939X4 – 2227.1480X6 Variabel-variabel tingkat pendapatan, layanan, harga dan lokasi mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku konsumen supermarket. Sedangkan tingkat pendidikan dan promosi mempunyai pengaruh negatif. Pengaruh positif menunjukkan bahwa perilaku konsumen akan berubah seiring (searah) dengan perubahan variabelvariabel bebasnya (tingkat pendapatan, layanan, harga dan lokasi). Sedangkan pengaruh negative berarti perubahan perilaku konsumen kearah yang berlawanan dengan perubahan variabel bebasnya (tingkat pendidikan dan promosi ). Konstanta positif sebesar 52226.8231 menunjukkan adanya pengaruh variabel- variabel lain diluar variabel-variabel yang diteliti secara positif. Konstanta ini dapat diartikan sebagai besarnya pembelian yang akan dilakukan seorang konsumen sebagai besarnya pembelian yang akan dilakukan seorang konsumen sebagai manifestasi perilakunya, bila tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, layanan, harga, promosi dan lokasi. Variabel diluar variabel penelitian tersebut dapat berupa antara lain sikap, motivasi dan kebudayaan. Uji F digunakan untuk melihat keberartian pengaruh antara variabel-variabel bebas secara serentak atau bersam-sama terhadap variabel tergantung. Uji F ini dilakukan dengan membandingkan Fhitung dengan Ftabel pada taraf nyata (α) 0,05. Dari hasil analisis diperoleh hasil Fhitung sebesar 34,607. Nilai ini lebih besar daripada nilai Ftabel pada taraf signifikasi (α) 0,05 yang sebesar 2,278. uji t digunakan untuk melihat kebeartian pengaruh antara variabel-variabel bebas secara parsial terhadap variabel tergantung. Sebagaimana uji F, Uji t juga dilakukan dengan cara membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel pada taraf signifikasi (α) 0,05. Dari hasil analisis nilai thitung yang diperoleh masing-masing variabel, tingkat pendidikan sebesar-5,685, tingkat pendapatan sebesar 6,273, layanan sebesar 2.879, harga sebesar 3,009, promosi sebesar -5,735, lokasi sebesar4,2006. keseluruhan nilai thitung tersebut ternyata lebih besar nilainya daripada ttabel pada taraf signifikasi (a) 0,05 sebesar 1,96. Dengan demikian Ho yang menyatakan tak ada pengaruh yang bermakna antara variabelvariabel bebas secara parsial terhadap variabel tergantungnya ditolak. Sedangkan Ha yang menyatakan ada pengaruh yang bermakna antara variabel-variabel secara persial terhadap variabel tergantungnya diterima, dengan demikian hasil uji F dan uji t sebenarnya model regresi yang diperoleh telah dapat digunakan untuk menjelaskan keadaan sesungguhnya. Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh negative terhadap perilaku konsumen tampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa konsumen yang memiliki pendidikan tinggi umumnya memiliki jabatan yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan menengah atau bawah. Dengan demikian mereka memiliki kesibukan yang relative lebih banyak daripada yang lain sehingga kurang mempunyai waktu dan perhatian kepada hal-hal yang menyangkut belanja keperluan
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
27
sehari-hari. Mereka lebih banyak menyerahkan urusan belanja tersebut kepada orang lain seperti pembantu rumah tangga. Promosi juga mempunyai koefesian negative, dimana disatu sisi promosi penjualan sebagian besar ditanggapi positif, sedangkan periklanan ditanggapi negative bahkan ada yang lebih eksterm lagi, dimana sebagian responden menganggap periklanan tidak ada pengaruhnya sama sekali. Dengan demikian pihak pengelola supermarket perlu menata kembali periklanannya, agar pesan yang disampaikan mengenai pada sasaran di antaranya pemilihan media yang tepat. Harga memiliki pengaruh positif terhadap perilaku konsumen supermarket di Malang, menunjukkan masih adanya kepekaan konsumen terhadap harga, dalam arti konsumen supermarket masih menyukai harga yang dianggap relative murah. Meskipun demikian, kecilnya nilai koefisien harga menunjukkan bahwa walaupun harga mempengaruhi perilaku konsumen, namun tidak terlalu menjadi perhatian bagi mereka. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh penerapan harga tetap pada supermarket, sehingga konsumen dapat terlebih dahulu memutuskan untuk berbelanja atau tidak pada supermarket bersangkutan, baik sebelum ke supermarket maupun pada saat berada di supermarket. Lokasi juga memiliki pengaruh positif terhadap perilaku konsumen supermarket di Malang, menunjukkan bahwa konsumen mempertimbangkan kemudahan menjangkau lokasi supermarket dan memperhitungkan jarak supermarket dengan tempat tinggal. Jika jarak supermarket jauh atau sulit menjangkau dengan kendaraan terutama dengan kendaraan umum, maka konsumen lebih memilih tempat berbelanja yang lain yang dekat dan mudah dijangkau. Hubungan antara variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap perilaku konsumen supermarket dapat dilihat dari nilai koefisien keseluruhan (Multiple R), yakni sebesar 0,8366. koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap perilaku konsumen adalah sebesar 83,66%. Hubungan tersebut dapat dikatakan cukup erat karena besarnya koefisien korelasi tersebut mendekati nilai 100% atau satu, hubungan dikatakan sempurna. Selanjutnya dengan melihat angka koefisien determinasi keseluruhan (R squared atau R2) akan diketahui derajat hubungan yang sebenarnya antara variabelvariabel bebas dengan variabel-variabel tergantung. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien determinasi keseluruhan (R2) sebesar 0,7000, nilai koefisien tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi variabel tergantung sebesar 70%. Denga demikian variabelvariabel lain yang berada di luar variabel penelitian hanya mampu menjelaskan variasi perilaku konsumen supermarket sebesar 30%. Pada tabel 1 diketahui bahwa nilai probabilitas sangat kecil (ρ< 0,01), sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh variabel bebas yang diteliti memang benar mampu menjelaskan perilaku konsumen secara sangat signifikan sebesar 70%. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan diduga bahwa variabel-variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, layanan, harga, promosi, dan lokasi mempengaruhi perilaku konsumen supermarket di Kota Malang.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
28
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Berdasarkan tabel yang disajikan tersebut dapat pula dilihat hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung secara parsial. Hubungan tersebut sangat signifikan yaitu dengan melihat angka probabilitas yang sangat kecil (ρ < 0,01). Derajat hubungan variabel-variabel bebas terhadap variabel tergantung terbesar dimiliki oleh variabel tingkat pendapatan dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0,3066 yang berarti variasi atau perubahan perilaku konsumen supermarket yang mampu dijelaskan oleh variabel tingkat pendapatan dengan sebenarnya adalah sebesar 30,66%. Kemudian berturut-turut diikuti oleh oleh variabel promosi sebesar 26,98%, variabel tingkat pendidikan 26,64%, variabel lokasi 16,58%, variabel harga sebesar 9,23% dan variabel layanan 8,52%. Variabel layanan mempunyai variabel lain. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan diduga bahwa variabel layanan memiliki pengaruh dominan terhadap perilaku konsumen supermarket di Kota Malang tidak terbukti benar. Temuan tersebut tampaknya dapat dijadikan indicator bahwa walaupun layanan merupakan sesuatu yang membedakan supermarket dengan bentuk bisnis eceran konvensional, bukan berarti merupakan faktor dominant yang mendorong seseorang untuk berbelanja di supermarket. Meskipun demikian, bukan berarti layanan dapat diabaikan oleh pengelola supermarket. Terlepas dari dominant atau tidak, layanan tetap diperlukan oleh semua bentuk bisnis, karena tanpa adanya layanan sulit rasanya suatu bisnis akan berkembang dengan baik. Variabel tingkat pendapatan merupakan faktor dominan mempengaruhi perilaku konsumen supermarket di Malang, tampaknya bukan merupakan sesuatu yang baru dalam arti sudah sewajarnya terjadi. Bagaimanapun juga kemampuan untuk membeli merupakan hal yang penting dalm melakukan konsumsi suatu produk. Kemampuan dalam membeli tersebut dapat ditunjukkan lleh basarnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang. Semakin besar tingkat pendapatan seseoarng, maka kemampuan untuk membelinya akan semakin besar pula, dan sebaliknya semakin kecil. Kesimpulan Terjadi pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, layanan, harga, promosi dan lokasi terhadap perilaku konsumen supermarket di Kota Malang. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil analisis yang menunjukkan Fhitung yang lebih besar daripada Ftabel , pada taraf nyata (α) 0,05. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan diduga bahwa variabel-variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, layanan, harga, promosi dan lokasi mempengaruhi perilaku konsumen supermarket di Kota Malang terbukti benar.dari bebrapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen (terbatas pada faktor-faktor yang diteliti), ternyata tingkat pendapatan merupakan fakto yang memiliki pengaruh paling besar, sedangkan layanan merupakan faktor yang memiliki pengaruh paling kecil. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil analisis yang menunjukkan koefisien determinasi (r2) tingkat pendapatan merupakan yang terbesar, sedangkan koefisien determinasi (r2) layanan merupakan yang terkecil. Kesimpulan ini pula didukung oleh probabilitas (ρ) variabel tingkat pendapatan yang terkecil, sedangkan probabilitas (ρ)
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
29
variabel layanan yang terbesar. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan diduga bahwa variabel layanan memiliki pengaruh dominan terhadap perilaku konsumen supermarket di kota Malang tak terbukti benar. Rekomendasi Berusaha terus meningkatkan kualitas layanan kepada konsumen, mengingat faktor layanan inilah yang membedakan bentuk bisnis supermarket dengan bisnis eceran lainnya ( seperti took, kios dan bahkan pasar tradisional). Selain meningkatkan kualitas layanan tersebut, supermarket perlu juga menemukan bentuk layanan baru yang mampu mengikat konsumen untuk menjadi pelanggan supermarket. Bentuk layanan baru dimaksud antara lain dapat dilakukan dengan jalan melayani pengantaran ke rumah khusus untuk pasanan dalam jumlah dan nilai tertentu. Layanan ini dapat dilakukan menginget konsumen sudah mengetahui secara pasti produk yang dijual, termasuk harganya. Tentu saja untuk mewujudkan bentuk layanan ini diperlukan tambahan biaya dan tenaga selain pengaturan yang baik. Meninjau kembali kebijaksanaan promosi yang telah dijalankan selama ini. Implikasi ini diajukan setelah melihat tanggapan konsumen terhadap promosi yang dilakukan dan juga berdasarkan analisis yang menunjukkan adanya pengaruh iklan yang negative terhadap perilaku konsumen. Pemberian hadiah sebagai media promosi penjualan mungkin masih tetap dapat dilakukan, namun perlu diperhatiakn periode waktunya, dalam arti tidak dilakukan terus-menerus, perlu ada variasi bentuk. Periklanan yang dilakukan melalui radio swasta dan Koran daerah perlu diubah pesan dan penampilannya, sehingga akan lebih menarik perhatian masyarakat, termasuk waktu penayangan untuk media radio agar dapat menjangkau kalangan yang diingikan. Tingkat penyebaran informasi perlu ditambah, mengingat sebagian besar konsumen juga dipengaruhi oleh pihak lain dalam berbelanja di supermarket. Dengan semakin tersebernya informasi, diharapkan akan melekat dalam ingatan konsumen dan pada akhirnya akan dapat mempengaruhi pihak lain agar berbelanja di supermarket. Mengubah citra masyarakat bahwa supermarket merupakan bentuk bisnis yang ekslusif, sebab dengan masih melekatnya image masyarakat tentang sifat eksklusif tersebut, akan mempengaruhi sikap masyarakat untuk berani masuk supermarket, terutama untuk kalangan tertentu. Ada rasa enggan atau malu kalaukalau supermarket tersebut supermarket tersebut bukan tempat mereka berbelanja. Mengubah image masyarakat ini ditujukan untuk menarik konsumen baru. Untuk mengubah image masyarakat ini dapat dilakukan melalui promosi khususnya periklanan. Mempertahankan kebijaksanaan harga, sebab tingkat harga yang ditetapkan selama ini masih dipandang memadai oleh konsumen. Andaipun akan dinaikkan maka diharapkan kenaikannya relativef tidak terlalu besar, masih dalam batas-batas jangkauan konsumen sasarannya.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
30
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Referensi Brekman, H.W., And Gilson, C.C 1997.Consumer behavior: Concept and Strategies. Boston : Kent Publishing CO. Balton, R.N. and Drew, J.H. 1991. A. Longitudinal Analysis of the Impact of Service Changes on Cutomer Attitudes, Journal of Marketting, coume 44, Ilionis. Engel, J.F.,Blakwell, R.D. and Miniard, P.W.1990. Consumer Behavior, Fiffh Edition. Chicago: The Dryden Press. Hawkin, D.L,Coney, K.A.and Best, R.J.1980. Consumer Behavior : Implication for marketing strategy. Texas: Business Publication, Inc. Loudon, D.L, Bitta, D. 1998. Consumer behavior. Third Edition.Singapore: Mc Graw Hill. Mangkunegara,A.A.A.P. 1992. perilaku konsumen. Bandung : penerbit PT Enerco. Pawitra, T. 1992. Konsep Pemasaran sebagai Falsafah penggerak Manajemen Bisnis: Pedoman Lama. Tafsiran Baru. Majalah Usahawan. Nomor 4 Th. XXI. Jakrata. Rogers, E.M. Tanpa tahun. Communication of Inovation. Chicago: Collier of Milland Pub. Co. Inc. Xalman, G and Wallendrof, M. 1989. Consumer Behavior Basic Finding and Management Uniplication. New York : John Willey and Sons, Inc.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
31
PERSEPSI PELANGGAN TERHADAP PELAYANAN JASA INTERNET PADA PT. POS INDONESIA (PERSERO) BANDA ACEH
T. Edyansyah dan Adnan
In this information era, information technology (IT) and communication is that an integral part of the essensial people life, in addition in the future, information era will give an incredible bussiness chance in the internet . Internet is the future information network that will be an interactive marketing way.PT Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh , as one of information service provider, had supplied a new service, that is internet, with name nusantara net all people can get the information more quickly, accurate and excellent.This research is to know about customer perception towards internet service providing that given by PT Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh . Data collecting done with direct observation at the research subject, interview with prinsipal and employee and so that distribute the quisioner to 100 wasantara – net customer, and it is analyzed with SPSS (Statistical Package for the Sosial Science ). This research result shows that, the service providing network of wasantara- net which be operated by PT Pos Indonesia is good and satisfy. And so contact relation between customer & wasantara, will create the guanrranted information and can form and discuss forum & lower advertizing and subscribing, too. From this research result can be concludes that customer perception towards internet service providing of wasantara net at PT Pos Indonesia is good and satisfy.But service quantity must be optimalized.As an example with add facility,add items of information and contact relation items. In addition too, promotion must be more aggressive and need give incentive of certain discount for customer tarif to candidate of customer .
Keywords : Perception, Customer,Service Providing, Internet
T. Edyansyah, adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Adnan, adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 31
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
32
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Pendahuluan Di era informasi seperti saat ini, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dunia informasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia yang sangat esensial, terlebih di masa yang akan datang. Di awal Melinium Ketiga, kita dihadapkan pada keadaan dimana era baru dalam sejarah kehidupan manusia, sudah terbentang di depan mata, di saat itulah dunia informasi merupakan hal yang mutlak diperlukan dan bukan merupakan suatu hal yang aneh dan langka bahwa peralatan informasi dan komunikasi akan terdapat dimana-mana. Era informasi akan memberikan peluang bisnis yang tak terkira pada internet. Internet adalah saluran informasi masa depan yang akan menjadi jalur komunikasi pemasaran yang interaktif. Perkembangan teknologi informasi dan internet yang cepat serta efisien telah membuka potensi pemasaran global yang meliputi jutaan pengguna. Wasantara-net (W-net) merupakan suatu jaringan informasi nasional yang berhasil dikembangkan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) bekerja sama dengan PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) dan STT Telkom. W-net ini disediakan bagi masyarakat luas sebagai layanan kemudahan untuk memperoleh dan mempertukarkan informasi secara elektronik. Wasantara-net (W-net) adalah produk baru dibidang teknologi informasi dan komunikasi yang memiliki karakteristik dan manfaat yang berbeda dibandingkan dengan jenis produk lain yang dihadirkan oleh PT. Pos Indonesia (Persero), sehingga akan lebih menarik perhatian konsumen selaku calon pelanggan. Setelah konsumen mengenal suatu produk yang baru, dan mengetahui manfaat yang diberikan oleh produk baru itu, diharapkan konsumen tadi akan membeli produk itu dan menjadi pelanggan yang setia terhadap produk baru tersebut. Terkait dengan masalah tersebut, maka persepsi yang ada pada pelanggan terhadap pelayanan jasa internet selaku produk baru yang ditawarkan amatlah penting bagi perusahaan. Bagi pihak perusahaan selaku pemasar, dengan mengetahui persepsi pelanggan terhadap pelayanan jasa suatu produk baru yang mereka tawarkan, akan memberi masukan dan memudahkan mereka dalam merancang berbagai kebijaksanaan perusahaan mengenai strategi dan model periklanan, mutu pelayanan, dan berbagai kemudahan fasilitas lainnya yang diberikan oleh perusahaan, sehingga akan meningkatkan citra dan keberhasilan perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan judul : “Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Jasa Internet Pada PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh”.
Tinjauan Pustaka Pengertian Persepsi Setiap perusahaan memiliki peranan sebagai promotor dan komunikastor bagi produk yang dihasilkan. Oleh karena itu suatu perusahaan dapat pula disebut sebagai pemasar yang harus bekerja keras dalam menyampaikan pesan kepada pelanggannya. Stanton (1991 :128) mengemukakan definisi persepsi adalah “Makna yang kita
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
33
pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu dari rangsangan yang kita terima melalui panca indra”. Selain itu Kotler (1991 :248) juga memberi tanggapannya bahwa “Persepsi merupakan proses seseorang individu memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia”. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses yang memerlukan penafsiran dan pemahaman dari seseorang individu atas kejadian atau pengalaman masa lalu yang terjadi di lingkungan sekitarnya yang diterima melalui panca indra. Pemahaman ini sendiri memberikan persepsi yang berbeda antara seseorang dengan orang lain. Pelayanan Pelayanan merupakan kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan uang yang bersifat jasa. Peranannya akan dirasakan dan bersifat menentukan manakala dalam kegiatan-kegiatannya di masyarakat terdapat kompetesi dalam merebut langganan atau pasaran. Persaingan yan ada pada tingkat produsen sekarang ini tidak hanya pada segi mutu dan jumlah suatu produk saja melainkan juga dalam hal pelayanannya. Justru hal yang terakhir inilah menyebabkan persaingan semakin seru dengan pengenalan sistem layanan baru yang serba cepat, nyaman dan memuaskan bagi pihak pelanggan. Untuk itu Baduara dan Sirait (1984:11) menjelaskan bahwa : “Pelayanan atau servis mengandung esensi : berikanlah servis (pelayanan) dan kualitas (mutu) yang terbaik bagi langganan anda, sehingga pemasaran akan tampil di depan anda. Berbuat jasa dengan pelayanan yang baik kepada konsumen pemakai jasa sehingga konsumen merasa puas, tentu ia akan tertarik untuk menjadi pemakai jasa yang tetap dan setia” Pemasaran Jasa Pengertian pemasaran menurut Engel et al., (1994 : 4), “Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran individual dan organisasional”. Sedangkan Kotler (1993 : 4) mendefinisikan sebagai berikut : “Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai”. Jasa Industri jasa memiliki keanekaragaman, pada sector pemerintah yang memiliki bidang jasa seperti pengadila, rumah sakit, sekolah negeri dan lain sebagainya. Di sektor swasta yang bertujuan untuk tidak mencari laba memiliki bidang jasa seperti lembaga sosial, yayasan, rumah sakit dan lain-lain. Sedangkan sector swasta yang mencari laba, memiliki bidang jasa seperti bank, operator telepon, bengkel dan lain sebagainya. Kotler (1993 : 96) mengemukakan bahwa “Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
34
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
mungkin dan mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik”. Dari definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa jasa adalah suatu bentuk kegiatan pihak produsen terhadap konsumen yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak dapat disimpan atau dipertahankan. Internet Internet adalah singkatan dari Interconection Networking atau disebut pula denga Cyberspace (asal kata dari Novel Science Fiction William Gibson, berjudul Neuromancer, di pertengahan tahun 1980). Sedang Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore menamainya sebagai informasi superhighway. Internet yang disingkat net, merupakan koneksi antar jaringan komputer (terbesar dan terbanyak yang menggunakan basis protocol TCP/IP-Protokol Komunikasi Transmisi, Control Protokol/Internet Protokol) diseluruh dunia. Melalui jaringan internet ini kita dapat berhubungan antar jaringan komputer (pada April 1995 telah terdapat 5,5 juta host dan lebih dari 1.950.000 mesin komputer). Adapun system akses yang paling popular ialah World Wide Web, akibat kepopulerannya ini, maka istilah internet sendiri kadang-kadang disebut dengan web saja. Melalui internet kita dapat berhubungan dengan 30 juta lebih pengguna internet, dimanapun dan kapanpun. Dari sisi pemasaran, kegunaan internet antara lain : 1. Sebagai marketing tools. Salah satu bagian dari pemasaran adalah iklan. Pemuasan para pelanggan dengan memberikan jasa layanan terbaik ialah presentasi produk yang efektif . 2. Sebagai Information Distribution tools Penyebaran informasi guna mengumumkan sesuatu kepada para public atau pelanggan, misalnya perubahan suku bunga, perubahan bentuk produk jasa , merupakan hal yang mudah dilakukan melalui internet. Metode Penelitian Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian Untuk mendapatkan data dan informasi dalam mempersiapkan penelitian ini, penulis mengadakan serangkaian penelitian lapangan pada PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh yang berlokasi di Jalan Kuta Alam No. 33 Banda Aceh (23121).Objek yang diteliti adalah Wasantara-Net yang merupakan salah satu unit usaha yang dijalankan oleh PT.Pos Indonesia Persero Banda Aceh dimana produk yang dijual adalah layanan jasa internet . Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mereka yang menggunakan jasa internet yang terdiri dari 150 pelanggan rumah tangga, 50 pelanggan dari instansi dan juga pengguna Warung Pos Internet (WARPOSNET). Adapun yang menjadi sampel adalah 100 orang pelanggan yang terdiri dari 75 orang pelanggan rumah tangga dan 25 orang pelanggan dari instansi. Sedangkan pengguna dari Warung Pos Internet tidak turut diambil menjadi sampel karena mereka bukan pelanggan tetap.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
35
Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan dengan penulisan skripsi ini, penulis melakukan serangkaian kegiatan pengumpulan data sebagai berikut : a. Data Primer Data primer adalah data yang bersumber dari kuisioner yang disebarkan kepada responden, baik dari pelanggan rumah tangga maupun pelanggan dari instansi. b. Data Sekuder Data skunder adalah data yang bersumber dari laporan yang diterbitkan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) yang berhubungan dengan objek penelitian. Metode Analisis Data Untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian, maka digunakan dua metode yaitu : c. Metode Kualitatif Data yang diperoleh di lapangan dikumpulkan dalam bab hasil penelitian, kemudian dibahas dan dianalisis dengan pendapat para ahli yang menjadi landasan teori. d. Metode Kuantitatif Data yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk angka yang selanjutnya akan dibahas dan dianalisis melalui distribusi frekuensi dengan bantuan program SPSS (Statistical Package for the Social Science). Hasil Penelitian Karakteristik Pelanggan Karakteristik pelanggan yang dimaksud di sini, meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan formal tertinggi, pekerjaan, pendapatan dan status dalam berlangganan. Seperti diperlihatkan pada tabel 1 ini, bahwa jenis kelamin dari 100 orang pelanggan lebih banyak yang pria, dengan jumlah 68 orang atau 68 % dan pelanggan wanita berjumlah 32 orang atau 32 % dari seluruh total sampel. Jika ditinjau dari segi usia, maka pada umumnya bervariasi mulai dari usia di bawah 20 tahun hingga usia 59 tahun. Secara keseluruhan dari lima kelompok usia, usia 40 sampai 49 tahun merupakan yang terbanyak, yaitu berjumlah 41 orang, lalu usia 30 sampai 39 tahun berada pada urutan kedua sebanyak 30 orang, disusul selanjutnya usia 50 sampai 59 tahun merupakan yang ketiga yang terbanyak dengan jumlah 17 orang. Sedangkan usia 20 sampai 29 tahun merupakan keempat yang terbanyak dengan jumlah 10 orang. Adapun usia di bawah 20 tahun merupakan yang paling sedikit dengan jumlah 2 orang. Dari status perkawinan dapat dperhatikan bahwa terdapat 9 orang yang belum menikah, sedangkan yang telah menikah berjumlah 91 orang. Pada jenjang pendidikan formal yang diselesaikan oleh responden, yang terbanyak adalah jenjang sarjana sebanyak 35 orang, diurutan kedua adalah jenjang SLTA sebanyak 30 orang, jenjang Akademi/Sarjana Muda sebanyak 21 orang, lalu jenjang Pascasarjana berjumlah 11 orang dan jenjang pendidikan Doktor yang paling sedikit yaitu sebanyak 3 orang.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
36
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Tabel 1 Karakteristik Pelanggan No. 1
2
3
4
5
6
7
Uraian Usia - Di bawah 20 tahun - 20 s/d 29 tahun - 30 s/d 39 tahun - 40 s/d 49 tahun - 50 s/d 59 tahun Jenis Kelamin - Pria - Wanita Status Perkawinan - Belum menikah - Menikah Pendidikan Formal Tertinggi - SLTA - Akademi/Sarjana Muda - Sarjana - Pasca Sarjana - Doktor Pekerjaan - Pegawai Negeri - Pegawai Swasta - Wiraswasta - Mahasiswa (i) Pendapatan per Bulan - Rp. 200.000 – Rp. 399.999 - Rp. 400.000 – Rp. 599.999 - Rp. 600.000 – Rp. 799.999 - Rp. 800.000 – Rp. 999.999 - Diatas Rp. 1.000.000 Status Berlangganan - Pelanggan Rumah Tangga - Pelanggan Instansi Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
2 10 30 41 17
2,0 10,0 30,0 41,0 17,0
68 32
68,0 32,0
9 91
9,0 91,0
30 21 35 11 3
30,0 21,0 35,0 11,0 3,0
51 31 14 4
51,0 31,0 14,0 4,0
3 9 21 27 40
3,0 9,0 21,0 27,0 40,0
75 25 100
75,0 25,0 100,0
Sumber : Hasil Penelitian (2003)
Pekerjaan para responden yang menjadi pelanggan ini dikelompokkan de dalam empat kelompok, yaitu kelompok pekerjaan pegawai negeri, merupakan yang terbanyak dengan jumlah 51 orang, lalu kelompok pekerjaan pegawai swasta sebanyak 31 orang, kemudian kelompok pekerjaan wiraswasta sebanyak 14 orang disusul selanjutnya kelompok pekerjaan yang terkecil yaitu mahasiswa (i) berjumlah 4 orang. Adapun dari kelompok ABRI, pensiun dan ibu rumah tangga tidak ada sama sekali. Adapun pendapatan perbulan dari responden yang terbesar adalah pendapatan di atas Rp. 1.000.000,- dengan jumlah 40 orang, lalu pendapatan antara Rp. 800.000 sampai dengan Rp. 999.999 sebanyak 27 orang. Kemudian pendapatan antara Rp.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
37
600.000 sampai dengan Rp. 799.999 berjumlah 21 orang, disusul selanjutnya pendapatan antara Rp. 400.000 sampai dengan Rp. 599.999 sebanyak 9 orang, dan terakhir pendapatan antara Rp. 200.000 sampai dengan Rp. 399.999 sebanyak 3 orang. Apabila dilihat dari segi status berlangganan para responden, maka dapat diketahui bahwa yang terbanyak adalah pelanggan rumah tanga sebanyak 75 orang, dan pelanggan instansi 25 orang. Tabel 2 Lamanya Responden Berlangganan Wasantara-net No. 1
Lamanya Waktu Berlangganan 0 – 5 bulan 6 – 10 bulan 11 – 15 bulan 16 – 20 bulan 21 – 25 bulan Jumlah Sumber : Hasil Penelitian (2003)
Frekuensi 9 28 30 18 15 100
Persentase (%) 9,0 28,0 30,0 18,0 15,0 100,0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa, dari 100 orang responden yang menjadi sample dalam penelitian ini, 30 orang telah berlangganan selama 11 – 15 bulan, 28 orang telah berlangganan selama 6 – 10 bulan, 18 orang telah berlangganan selama 16-20 bulan, 15 orang telah berlangganan selama 21-25 bulan, dan 9 orang baru berlangganan selama 0-6 bulan. Dalam berlangganan terhadap suatu produk jasa, terlebih lagi jika produk jasa yang baru dikenal, maka pelanggan seringkali dipengaruhi juga oleh anggota keluarga yang lain, kantor/perusahaan, maupun saran dari teman maupun relasi. Hal ini seperti diperlihatkan pada tabel 3. Tabel 3 Yang Mempengaruhi Pelanggan dalam Berlangganan Wasantara-net No. 1. 2. 3. 4
Yang Mempengaruhi Responden Anda Sendiri Anggota Keluarga yang lain Kantor/perusahaan Saran dari Teman/relasi
frekuensi 72 46 49 45
Ya Persentase 72,0 46,0 49,0 45,0
Tidak frekuensi Persentase 28 28,0 54 54,0 51 51,0 55 55,0
Sumber : Hasil Penelitian (2003)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, terdapat 72 orang responden menyatakan bahwa mereka berlangganan karena kemauan sendiri, dan 28 orang bukan karena kemauan sendiri. Lalu 49 orang dari total sampel menyatakan bahwa pengaruh dari kantor/perusahaan adalah salah satu sebab mereka berlangganan, dan 51 orang menyatakan tidak dipengaruhi. Selanjutnya terdapat 55 orang yang menyatakan tidak dipengaruhi oleh saran dari teman/relasi, dan 54 orang responden dalam berlangganan Wasantara-net ini juga tak dipengaruhi oleh anggota keluarga yang lain, sedang 46 orang lainnya menyatakan tidak dipengaruhi. Adapun rata-rata biaya langganan perbulan yang dikeluarkan responden adalah sebagai berikut:
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
38
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Tabel 4 Rata-rata Biaya Langganan Perbulan No. 1. 2. 3.
Biaya Langganan Perbulan < Rp. 60.000 Rp. 60.000 – Rp. 99.999 Rp. 100.000 – Rp. 199.999 Jumlah
Frekuensi 66 26 8 100
Persentase (%) 66,0 26,0 8,0 100,0
Sumber : Hasil Penelitian (2003)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, tariff berlangganan Wasantara-Net masih terjangkau oleh rata-rata pendapatan para responden. Terdapat 66 orang responden yang rata-rata mengeluarkan biaya kurang dari Rp. 60.000,- lalu 66 orang responden mengeluarkan biaya berlangganan Rp. 60.000 sampai dengan Rp. 99.999, serta hanya sebagian kecil atau 8 orang yang mengeluarkan biaya berlangganan cukup besar yaitu sebesar Rp. 100.000 sampai dengan Rp. 199.999 Informasi yang Dicari pada Wasantara-net Adapun informasi yang diinginkan oleh para pelanggan melalui WasantaraNet sangat beraneka ragam. Pada Tabel 5 di bawah ini dapat dilihat bermacam informasi yang diinginkan oleh para pelanggan. Tabel 5 Informasi yang Dicari Pada Wasantara-Net
No
Informasi yang dicari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Pekerjaan Berita dan Cerita Fotografi Film Meseum Seni Internet Humor Saluran cuaca Valuta asing IPTEK dan Fosil Informasi kota sedunia Games Olah raga Petunjuk Bisnis Investor Layanan Untuk Anak2 Layanan Utk orangtua Layanan media Politik Bahasa Sedunia Yang gratis di internet Dokter internet Elektronik
Tidak Pernah Fr 85 48 77 47 82 20 35 17 21 41 83 19 11 31 32 30 69 6 73 71 13 11
Sumber : Hasil Penelitian (2003)
% 85,0 48,0 77,0 47,0 82,0 20,0 35,0 17,0 21,0 41,0 83,0 19,0 11,0 31,0 32,0 30,0 69,0 6,0 73,0 71,0 13,0 11,0
Tingkat Keseringan KadangSering kadang % Fr % Fr % 1,0 1 3,0 3 10,0 5,0 5 7,0 7 32,0 1,0 1 3,0 3 13,0 6,0 6 11,0 11 28,0 2,0 2 5,0 5 10,0 18,0 18 24,0 24 16,0 5 5,0 17 17,0 35,0 24,0 15,0 24 15,0 15 14,0 14 24,0 24 24,0 8,0 8 15,0 15 31,0 3,0 3 5,0 5 7,0 17,0 17 15,0 15 11,0 26,0 26 24,0 24 5,0 21,0 21 13,0 13 6,0 20,0 20 7,0 7 6,0 19,0 19 7,0 7 8,0 5,0 5 5,0 5 15,0 16,0 22,0 16 9,0 22 0,00 0 8,0 8 18,0 3,0 3 5,0 5 21,0 30,0 29,0 30 12,0 29 18,0 18 25,0 25 27,0
Pernah Fr 10 32 13 28 10 16 35 15 24 31 7 11 5 6 6 8 15 9 18 21 12 27
Sangat Sering Fr % 1,0 1 8,0 8 6,0 6 8,0 8 1,0 1 22,0 22 8 8,0 29,0 29 17,0 17 5,0 5 2,0 2 38,0 38 34,0 34 29,0 29 35,0 35 36,0 36 6,0 6 17,0 17 1,0 1 0,0 0 16,0 16 19,0 19
Ratarata 1,230 1,930 1,460 2,000 1,300 3,060 2,160 3,330 2,820 2,050 1,340 3,440 3,670 3,110 3,200 3,230 1,640 3,890 1,380 1,400 3,240 3,070
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
39
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa informasi yang sangat sering dicari oleh para responden adalah informasi mengenai olahraga, dimana sebanyak 38 orang responden sangat sering mencari informasi tersebut. Disamping itu, informasi mengenai dokter internet juga merupakan informasi yang sering dicari oleh sebanyak 30 orang responde. Juga ada sebanyak 26 orang responden yang sering mencari informasi mengenai petunjuk bisnis, yang merupakan salah satu informasi yang cukup penting bagi responden. Selanjutnya terdapat pula 29 orang responden yang kadang-kadang mencari informasi mengenai dokter internet, 25 orang responden juga kadang-kadang mencari informasi tentang elektronik. Disamping itu juga terdapat 24 orang responden yang kadang-kadang mencari informasi tentang humor, IPTEK dan fosil, serta petunjuk bisnis. Sedangkan informasi mengenai saluran cuaca, ada sebanyak 35 orang responden yang pernah mencari informasi ini, serta yang pernah mencari informasi tentang berita dan cerita sejumlah 3 orang responden. Namun adapula informasi yang tidak pernah dicari oleh para responden. Misalnya ada sebanyak 85 orang responden yang tidak pernah mencari informasi tentang pekerjaan. Begitu pula dengan games, ada sejumlah 83 orang responden yang tidak pernah mencari informasi tersebut. Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Untuk mengetahui bagaimana penilaian atau tanggapan pelanggan terhadap pelayanan Wasantara-Net secara umum dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6 Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Dibandingkan Rata-rata Biaya yang Dikeluarkan Per Bulan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Persepsi Pelanggan Frekuensi Persentase (%) Sangat tidak memuaskan 0 0,0 Tidak memuaskan 0 0,0 Netral 7 7,0 Memuaskan 67 67,0 Sangat Memuaskan 26 26,0 Jumlah 100 100,0 Sumber : Hasil Penelitian (2003) Jika dilihat dari Tabel 6 di atas, maka dapat diketahui bahwa 67 orang responden yang menjadi pelanggan Wasantara-Net memberi penilaian memuaskan terhadap pelayanan yang diberikan oleh Wasantara-Net. Bahkan sebanyak 26 orang menyatakan sangat memuaskan, sedangkan yang menyatakan netral ada 7 orang. Dalam hal ini tidak ada responden yang menyatakan sangat tidak memuaskan dan tidak memuaskan.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
40
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Persepsi Pelanggan Terhadap Kecepatan Mengakses Informasi Mendapat informasi secara cepat dan akurat adalah salah satu fungsi utama dari penggunaan jaringan internet. Tabel 7 berikut ini menjelaskan tanggapan pelanggan dalam mendapatkan informasi secara cepat dan akurat melalui jaringan Wasantara-Net. Tabel 7 Persepsi Pelanggan dalam Mendapatkan Informasi Secara Cepat dan akurat. No. Persepsi Pelanggan Frekuensi Persentase (%) 1 Sangat tidak setuju 1 1,0 2 Tidak setuju 0 0,0 3 Netral 7 7,0 4 Setuju 65 65,0 5 Sangat Setuju 27 27,0 Jumlah 100 100,0 Sumber : Hasil Penelitian (2003)
Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat dijelaskan bahwa, sebanyak 65 orang responden menyatakan bahwa mereka setuju jika melalui Wasantara-Net akan mendapat informasi secara cepat dan akurat. Lalu 27 orang menyatakan sangat setuju, 7 orang menyatakan netral, dan hanya 1 orang yang sangat tidak setuju. Sedangkan yang menyatakan tidak setuju tidak ada seorangpun. Persepsi Pelanggan Terhadap Keamanan Mengakses Informasi Salah satu hal yang menjadi pertimbangan para pengguna sewaktu mempergunakan jaringan internet adalah adanya jaminan keamanan sewaktu mengakses berbagai informasi yang mereka inginkan. Hal ini bertujuan agar semua informasi yang diakses benar-benar lengkap dan utuh. Tanggapan responden mengenal keamanan mengakses informasi melalui Wasantara-Net dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Persepsi Pelanggan Terhadap Keamanan Mengakses Informasi No.
Persepsi Pelanggan
1 Sangat tidak setuju 2 Tidak setuju 3 Netral 4 Setuju 5 Sangat setuju Jumlah
Frekuensi 0 0 11 58 31 100
Persentase (%) 0,0 0,0 11,0 58,0 31,0 100,0
Sumber : Hasil Penelitian (2003)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, ada 58 orang responden yang menyatakan setuju bahwa keamanan mengakses informasi melalui jaringan
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
41
Wasantara-Net lebih terjamin. Lalu 31 orang menyatakan sangat setuju, dan yang netral ada 11 orang. Tidak seorangpun dari para responden yang menyatakan sangat tidak setuju maupun tidak setuju. Persepsi Pelanggan Terhadap Biaya Berlangganan yang Relatif Murah Biaya berlangganan yang relatif murah disertai dengan pelayanan yang baik dan memuaskan, biasanya akan dapat memikat para pelanggan untuk tetap berlangganan jaringan internet ini. Tabel 9 berikut ini menjelaskan tentang tanggapan para responden mengenai biaya berlangganan yang relatif murah pada WasantaraNet. Tabel 9 Persepsi Pelanggan Terhadap Biaya Berlangganan yang Relatif Murah No. Persepsi Pelanggan Frekuensi Persentase (%) 1 Sangat Tidak Setuju 0 0,0 2 Tidak Setuju 2 2,0 3 Netral 30 30,0 4 Setuju 29 29,0 5 Sangat Setuju 39 39,0 Jumlah 100 100,0 Sumber : Hasil Penelitian (2003)
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa ada sebanyak 39 orang responden yang sangat setuju bahwa biaya berlangganan Wasantara-Net relatif murah. Selanjutnya 30 orang menyatakan netral, 29 orang setuju, 2 orang tidak setuju dan tidak ada seorangpun yang menyatakan sangat tidak setuju. Analisis Pelayanan Jasa Internet Pada PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh Mutu pelayanan jasa dalam dunia bisnis jasa merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Apabila pelayanan yang diberikan dapat memuaskan pelanggan, maka volume penjualannya akan meningkat. Dengan demikian pendapatan perusahaan akan meningkat pula. Untuk itu, salah satu cara guna meningkatkan penjualan agar dapat meraih keuntungan sebesar-besarnya adalah melalui peningkatan mutu pelayanan. Sebagai salah satu Information Service Provider yang menyediakan layanan jasa internet bagi masyarakat luas, PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh juga dituntut agar menampilkan suatu pelayanan yang baik dan memadai. Pelayanan yang baik dan memadai di berbagai lini dan aspek, tentunya akan mempengaruhi penilaian pelanggan dan masyarakat luas secara keseluruhan terhadap nama dan citra perusahaan. Berdasarkan jumlah pelanggan yang ada, maka dapat diketahui bahwa tingkat kebutuhan dan minat masyarakat di Banda Aceh relatif besar untuk berlangganan internet pada PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh. Besarnya tingkat kebutuhan dan minat masyarakat untuk berlangganan internet ini tentunya berkaitan pula dengan adanya pelayanan yang baik dan memadai yang ditampilkan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
42
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Menurut hasil penelitian terhadap 100 orang responden, 30% pelanggan telah berlangganan layanan Wasantara-Net selama 11-15 bulan, 28% telah berlangganan selama 6-10 bulan, 18% telah berlangganan selama 16-20 bulan, 15% telah berlangganan selama 21-25 bulan, dan hanya 9% yang baru berlangganan selama 0-5 bulan. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa para pelanggan umumnya belum begitu lama berlangganan Wasantara-Net. Hal ini disebabkan karena layanan Wasantara-Net merupakan produk jasa terbaru yang ditawarkan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh. Dalam berlangganan layanan Wasantara-Net ini, 72% pelanggan yang menjadi responden berlangganan karena kemauan sendiri. Lalu 49% karena pengaruh dari kantor/perusahaannya, 46% karena dipengaruhi anggota keluarga yang lain, dan ada 45% karena pengaruh saran dari teman/relasi. Berdasarkan kenyataan ini dapat diketahui bahwa dalam mengenal dan berlangganan layanan Wasantara-Net, disamping karena kemauan sendiri, seorang pelanggan juga dipengaruhi oleh orang lain di sekitarnya. Untuk mengenal dan mengetahui segala informasi mengenai layanan Wasantara-Net, seorang pelanggan mendapatkannya dari bermacam sumber. Dari hasil penelitian diketahui bahwa, 77% responden mendapatkannya dari Custumer Service, 65% dari brosur, 49% dari teman/relasi, 37% dari majalah, 25% dari televisi, 19% dari surat kabar, dan hanya 1% yang mendapatkan informasinya dari radio. Dalam kaitan ini, maka pihak manajemen harus lebih tanggap agar informasi mengenai layanan Wasantara-Net melalui media radio, surat kabar, televisi dan majalah, agar lebih ditingkatkan. Karena bagaimanapun juga, hal ini merupakan ajang promosi yang cukup efektif bagi masyarakat luas. Hanya saja, tentu perlu disesuaikan dengan keadaan keuangan perusahaan pada saat ini. Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui tarif berlangganan layanan Wasantara-Net ini cukup terjangkau oleh pendapatan rat-rata responden. Terdapat 66% responden yang mengeluarkan biaya kurang dari Rp. 60.000, lalu 26% mengeluarkan biaya antara Rp. 60.000 sampai dengan Rp. 99.999, selanjutnya hanya 8% yang mengeluarkan biaya cukup besar yaitu Rp. 100.000 sampai dengan Rp. 199.999. Tarif biaya berlangganan saat ini perlu dipertahankan, mengingat tarif biaya tersebut relatif cukup terjangkau oleh kalangan masyarakat yang memerlukan layanan akses jaringan Wasantara-Net. Jaringan Wasantara-Net dilengkapi oleh berbagai fasilitas yang beragam dan menarik. Hal ini merupakan salah satu faktor bagi responden untuk tetap berlangganan layanan Wasantara-Net ini. Dari keseluruhan responden yang diteliti, 100% menyatakan Wasantara-Net memiliki kehandalan jaringan, lalu 95% menyatakan memiliki kinerja jaringan, keamanan jaringan dan sering menggunakan untuk mengirim E-Mail. Selanjutnya ada 92% responden yang sering menggunakan fasilitas kotak pos elektronik, 82% menyatakan biayanya relatif murah, dan yang menyatakan adanya keterbatasan jaringan adalah 78%. Lalu 36% dari responden yang sering menggunakan sarana untuk berbelanja dan hanya 24% yang menggunakan Wasantara-Net sebagai sarana penayangan iklan. Berkenaan dengan hal ini, maka perlu kiranya fasilitas ini diperbanyak lagi dan perlu diperbaiki kualitasnya. Informasi yang tersedia di layanan jaringan Wasantara-Net pada dasarnya juga sangat banyak dan beraneka ragam. Dari keseluruhan responden ini, 30% sering
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
43
mencari informasi mengenai dokter internet, 26% mengenai petunjuk bisnis, 24% mengenai valuta asing, dan 21% mengenai investor. Dengan Analisis Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Jasa Internet Perbedaan persepsi dari pelanggan pemakai jasa (sangat memuaskan, memuaskan, netral, tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan) disebabkan oleh perbedaan persepsi dari masing-masing pelanggan dalam menilai suatu produk. Secara umum dapat dikatakan bahwa pelayanan jasa internet (Wasantara-Net) pada PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh telah memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan dari konsumen selaku pelanggannya. Dari hasil penelitian terhadap 100 orang responden, dapat diketahui bahwa, 67% menyatakan memuaskan, 26% sangat memuaskan, dan 7% netral. Hal ini tentunya akan menjadi bagian tersendiri bagi pihak manajemen, mengingat kesemua ini tentunya dicapai dengan kerja keras dan penuh semangat, oleh segenap karyawan yang terlihat dalam pelayanan Wasantara-Net ini. Adapun penilaian para responden terhadap hubungan kontak yang terjadi antara mereka dengan layanan Wasantara-Net pada saat mengakses adalah baik. Hal ini terlihat dari keseluruhan responden yang ada, 60% responden menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas data yang terkumpul serta kecepatan tanggapan adalah baik. Lalu 51% menyatakan pula bahwa fleksibilitas informasi yang diperoleh juga baik, dan 45% menyatakan tukar-menukar berita dan bias efek pewawancara yang ada juga sudah baik. Di samping itu 44% responden menilai bahwa dalam menerima kiriman E-Mail sudah baik, 43% menilai baik terhadap kecepatan pengumpulan data melalui Wasantara-Net, 40% menyatakan dalam menemukan dan tukar menukar pesan juga baik, dan 35% yang juga menilai baik terhadap kapasitas mengakses jaringan yang ada di luar negeri. Dalam kaitan ini tidak ada seorangpun dari para responden yang menyatakan bahwa hubungan kontak yang ada ini sangat tidak baik ataupun kurang baik. Oleh karena itu, kehandalan dan kinerja jaringan akses Wasantara-Net perlu terus dikembangkan, agar hubungan kontak yang terjadi antara pihak pelanggan selaku pengguna dengan jaringan Wasantara-Net akan lebih baik lagi kualitasnya. Dengan menggunakan layanan Wasantara-Net para pengguna umumnya kan mendapatkan informasi yang diinginkan secara cepat dan akurat. Dari 100 orang responden yang diteliti ini, 65% menyatakan setuju jika melalui layanan WasantaraNet ini mereka akan mendapatkan informasi secara cepat dan akurat. Selanjutnya 27% sangat setuju, 7% menyatakan netral dan hanya 1% yang santa tidak setuju. Dengan demikian, jelaslah bahwa internet merupakan salah satu media informasi yang dapat diandalkan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Keamanan sewaktu mengakses berbagai informasi dan data melalui jaringan Wasantara-Net, merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan cukup penting bagi para pelanggan. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa ada 58% responden yang setuju bahwa keamanan mengakses informasi melalui jaringan Wasantara-Net lebih terjamin. Lalu 31% menyatakan sangat setuju dan yang menyatakan netral ada 11%. Dalam hal ini tak ada responden yang menyatakan sangat tidak setuju ataupun tidak setuju. Berdasarkan uraian ini, maka jelaslah bahwa keamanan mengakses
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
44
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
berbagai informasi melalui layanan Wasantara-Net lebih terjamin. Sehingga semua informasi yang diakses akan diperoleh dengan lengkap dan utuh. Layanan Wasantara-Net dapat pula digunakan sebagai media untuk forum berdiskusi. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, 41% dari para responden menyatakan setuju jika melalui E-Mail yang terdapat pada jaringan Wasantara-Net mereka bisa membentuk forum diskusi. Bahkan 36% menyatakan sangat setuju dan yang menyatakan netral ada 23%. Dalam kaitan ini, tak ada responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan tidak setuju. Dari hal ini, tentu diharapkan agar penggunaan layanan Wasantara-Net melalui E-Mail untuk keperluan forum berdiskusi agar lebih meningkatkan lagi penggunaannya di masa-masa mendatang. Pada dasarnya biaya berlangganan layanan Wasantara-Net relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat. Dari hasil penelitian terhadap keseluruhan responden dapat diketahui bahwa 39% dari keseluruhan responden menyatakan sangat setuju bahwa biaya berlangganan Wasantara-Net relatif murah. Lalu 30% menyatakan netral, 29% menyatakan setuju, 2% menyatakan tidak setuju dan tidak ada responden yang menyatakan sangat tidak setuju. Berkenaan dengan hal ini, maka wajar kiranya agar biaya berlangganan tidak dinaikkan. Biaya belangganan yang relatif murah dan terjangkau yang diikuti pula oleh pelayanan yang baik dan memadai tentunya akan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelanggan untuk tetap berlangganan layanan Wasantara-Net ini. Sebagaimana diketahui, layanan Wasantara-Net dapat digunakan sebagai media periklanan yang sangat efektif dan potensial bagi pihak-pihak yang mempergunakannya. Adapun biaya periklanan melalui layanan Wasantara-Net ini tergolong relatif murah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa, 39% responden menyatakan netral bahwa biaya periklanan di Wasantara-Net relatif murah dibandingkan media lainnya. Lalu 33% menyatakan setuju, 27 % menyatakan sangat setuju, 1% menyatakan tidak setuju, dan tak ada responden yang menyatakan sangat tidak setuju. Dalam kaitan ini, maka biaya periklanan yang ada sekarang perlu dipertahankan dan jangan dulu dinaikkan. Hal ini mengingat media periklanan melalui layanan Wasantara-Net sangat diperlukan oleh kalangan pengusaha di Banda Aceh dan sekitarnya guna memperkenalkan produk-produk yang mereka hasilkan, baik kepada pasar dalam negeri maupun luar negeri. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Wasantara-Net yang dioperasikan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh sejak tanggal 27 Juli 1996 hingga kini telah memiliki 200 orang pelanggan tetap. Pada umumnya pelanggan ini berusia 40 sampai dengan 49 tahun, dengan tingkat pendidikan formal tertingginya rata-rata sarjana. Para pelanggan ini bekerja sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta dan mahasiswa(i) yang tingkat ekonomi mereka adalah menengah ke atas. Sebagian besar pelanggan telah berlangganan layanan Wasantara-Net selama 11-15 bulan, dengan rata-rata biaya langganannya sebesar di bawah Rp. 60.000,-. Dalam
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
45
berlangganan ini, disamping karena kemauan sendiri, mereka juga dipengaruhi oleh kantor/perusahaan, anggota keluarganya yang lain serta saran dari teman/relasi. Para pelanggan ini memperoleh informasi mengenai WasantaraNet dari customer service, brosur, teman/relasi, majalah, televisi, surat kabar dan radio. Layanan Wasantara-Net juga dilengkapi oleh berbagai fasilitas dengan informasi yang tersedia sangat beraneka ragam dan menarik. 2.
Persepsi pelanggan terhadap pelayanan jaringan Wasantara-Net yang dioperasikan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Banda Aceh adalah baik dan memuaskan. Adapun hubungan kontak yang terjadi antara para pelanggan dengan jaringan Wasantara-Net juga baik. Selanjutnya, melalui jaringan Wasantara-Net informasi akan didapatkan secara cepat dan akurat, keamanan mengakses informasi lebih terjamin, dapat membentuk forum diskusi, serta biaya berlangganan dan periklanan yang relatif murah.
Rekomendasi 1
2 3
Kuantitas dan kualitas pelayanan Wasantara-Net perlu ditingkatkan lagi, guna mengantisipasi persaingan yang semakin ketat diantara sesama penyedia layanan jasa internet lainnya. Misalnya saja dengan menambah berbagai fasilitas serta memperbanyak jenis informasi. Agar lebih dikenal, maka promosi diarahkan secara lebih agresif lagi kesemua lapisan masyarakat, tidak hanya kepada kalangan tertentu saja. Untuk meningkatkan volume pemasaran dan menarik minat calon pelanggan, maka perlu diberikan bonus atau potongan harga tertentu untuk tarif berlangganannya.
Referensi Adam, Indrawijaya. (1996). Perilaku Organisasi. Cetakan Ketiga, CV. Sinar Baru, Bandung. Assael, Henri. (1987). Costumer Behavior and Action. Wadswerth, Inc. California Engel, J.F, R.D. Blackwell da P.W. Minardi. (1994). Perilaku Konsumen Binarupa Aksara, Jakarta. Kotler, Philip (1991). Manajemen Pemasaran. Jilid I, Erlangga. Jakarta. __________ (1993). Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi Keenam, Jilid I dan II, Erlangga, Jakarta. Khoe Yao Tung. (1996). Pemasaran dan Bisnis di Internet. PT. Alex Media Komputindo, Jakarta.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
46
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Merpati Pos (1996), Era Baru Teknologi Informasi dan Komunikasi. PT. Pos Indonesia (Persero). Moenir, HAS. (1992). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia Cetakan Kedua, Bumi Aksara, Jakarta. Purbo, Onno, W. (1996). Penggunaan Internet Secara Maksimal. Konferensi Internet Indonesia, Jakarta. Snell, Ned. (1996). Menjelajah Internet dengan Windows 95. Andi dan Sams, Yokyakarta. Stanton, William, J. (1991). Prinsip Pemasaran. Terjemahan Drs. Y. Lamarto. Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Supriadi, Dedi, (1995). Era Bru Bisnis Telekomunikasi. STT Telkom dan PT. Rosda Jaya Putra, Bandung. Swastha, DH, Basu (1984). Azas-azas Marketing. Edisi Ketiga, Penerbit Leberty, Yokyakarta. Winardi (1984), Marketing dan Perilaku Konsumen. CV. Bandar Maju, Jakarta.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
47
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR SEKTOR EKONOMI DI ERA OTONOMI KHUSUS STUDI KASUS PADA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH UTARA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Wahyuddin Regional autonomy followed by balancing fund between center and local Government was aimed in accelerating regional economic growth. Economic growth of a certain area is signed by the change of contribution of each economic sectors in the Gross-Regional domestic product, so that will improve socialize per capita income. The aim of research is to identify disparity of income distribution among sectors, in North Aceh regency for the last ten years (1995-2004). Income distribution among sector is measured by the Williamson coefficient. Result of analysis show for average of 0.20-0.31 as moderate deviate category. Regarding to each sector average : primary sector reaches 0.05-0.08 including at low deviate category, secondary sector stand in 0.39-0.58 (initially in lower then increase to severe category) and tertiary sector stay in 0.12-0.27 (within intermediate category). All these sectors show to increase.
Key Word : Economic Growth, Disparity of income distribution among sectors, and Special Autonomy
Wahyuddin, adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 47
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
48
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara memegang peranan yang sangat penting di satu sisi, namun pertumbuhan yang cukup tinggi akan menjadi malapetaka bagi suatu negara apabila tidak diikuti oleh pemerataan. Pertumbuhan yang tinggi akan memperlebar ketimpangan yang akhirnya menimbulkan gejolak sosial dalam masyarakat. Sementara itu Herman E. Daly dalam Mubyarto (2001:254) mengemukakan bahwa kebijakan ekonomi yang menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan tidak hanya diukur dengan pertumbuhan yang tinggi, tetapi harus memenuhi 4 kriteria pokok yaitu : keberlanjutan (sustainable), kecukupan dan keadilan (sufficiency and equity) dan efisien (efficiency). Berkaitan dengan hal tersebut pembangunan jangka panjang tahap pertama walaupun tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dicapai oleh Indonesia namun belum mampu untuk meratakan pendapatan secara adil, sehingga melahirkan persoalan baru dalam perekonomian yakni terjadinya ketimpangan baik antar sektor ekonomi maupun antar daerah. Mengacu pada fenomena di atas memperlihatkan berbagai kegagalan pemerintahan orde baru dengan pendekatan kebijakan sentralistik yang menghasilkan ketimpangan ekonomi dan sosial, seperti semakin melebarnya kesenjangan (gap) antara orang kaya dan orang miskin, antara desa dan kota, antara sektor ekonomi dan daerah. Sistim sentralistik dan penyeragaman secara berlebihan akan menghambat kreativitas daerah untuk berkembang. Semua ini disebabkan oleh adanya perbedaan antar daerah, baik secara geografis, budaya serta sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Bertolak dari kenyataan maka pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi yang dikenal dengan sebutan reformasi ekonomi. Reformasi ekonomi adalah upaya perbaikan dalam kebijakan ekonomi baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dengan adanya reformasi diharapkan efisiensi ekonomi nasional meningkat dan sekaligus dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Reformasi ekonomi berarti memperbaiki kebijakan yang keliru atau tidak tepat yang telah mengakibatkan berbagai masalah ekonomi dan sosial yang dirasakan berat oleh masyarakat. Pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dititik beratkan pada kabupaten/kota, otonomi khusus menitik beratkan pada empat pondasi utama yaitu : pemberlakuan syariat Islam, bagi hasil sumber daya alam, pemilihan langsung kepala daerah dan penerapan kembali nilai-nilai adat ke dalam Pemerintahan Daerah. Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam yang kaya akan sumber daya terutama minyak dan gas alam, namun tingkat kehidupan masyarakat relatif miskin jika dibandingkan dengan mayarakat daerah lain yang ada di Indonesia. Dengan diberlakukannya Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, akan membawa dampak yang luas pada kehidupan tata pemerintahan dan tata keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Secara substansial
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
49
merupakan babak baru dalam penyelenggaan pemerintahan sesuai dengan tuntutan reformasi. Undang-undang tersebut memberikan angin segar kepada Daerah khususnya Kabupaten Aceh Utara untuk menyelenggarakan pemerintahannya atas azas desentralisasi. Kabupaten Aceh Utara merupakan Kabupaten yang kaya dengan sumber daya alam, maka dengan diberlakukannya azas desentralisasi akan mendapatkan dana perimbangan yang lebih besar di satu sisi. Di sisi yang lain pemberlakuan kedua undang-undang tersebut membawa konsekuensi terhadap pertanggungjawaban daerah atas pengalokasian dana yang dimiliki. Dengan kewenangan yang dimiliki Kabupaten Aceh Utara melalui azas desentralisasi memberikan harapan untuk dapat meningkatkan pembangunan ekonomi dalam segala aspek kehidupan, sehingga akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus memperkecil jurang ketimpangan pendapatan yang selama ini cukup signifikan dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan pada uraian diatas, maka penulis mencoba untuk melihat sejauh mana konsistensi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan-kebijkan sehingga dapat memperkecil tingkat ketimpangan ekonomi antar sektor di Kabupaten Aceh Utara. Metode Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Utara yang memiliki sumber daya alam yang sangat banyak, namun sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kombinasi kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai konsistensi pemerintah daerah mempercepat pembangunan ekonomi daerah, melalui kebijakan dan peraturan-peraturan yang ditetapkan, sedangkan pada pendekatan kuantitatif data yang digunakan berupa data sekunder meliputi data Pendapatan Domistik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur antar sektor Kabupaten Aceh Utara dalam kurun waktu 2000-2004. Data tersebut dikumpulkan dengan cara mendokumentasikan dari beberapa instansi pemerintah seperti Biro Pusat Statistik, Dinas Pendapatan Daerah, Departemen Perindustrian, Depertemen Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Departemen Perindustrian serta departemen lainnya yang terkait. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan 3 sektor utama (cross sectional data) pada kurun waktu 5 tahun dan (time series data), maka secara keseluruhan penelitian ini menggunakan pooled data yaitu data gabungan antara time series dengan cross section. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder digunakan metode dokumentasi dan wawancara. Untuk melihat
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
50
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
ketimpangan distribusi pendapatan antar sektor ekonomi di gunakan formulasi Williamson dalam Sanusi (2003:34). Penelitian yang dilakukan Sanusi melihat ketimpangan antar daerah seluruh Indonesia. Sedangkan penelitian ini melihat ketimpangan antar sektor dalam satu daerah. Adapun spesipikasi model yang digunakan untuk melihat ketimpangan distribusi antar sektor adalah sebagai berikut: Adapun spesifikasi model yang digunakan untuk melihat ketimpangan distribusi antar sektor adalah sebagai berikut: TKj ∑ ( yj
−
Y )2 . Popd
Vw= Y
= Koefisien variasi yang menunjukkan tingkat kesenjangan distribusi pendapatan antar sektor. yj = Produk domestik regional bruto per kapita masing-masing sektor j dengan harga konstan 1993. Y = Produk domestik regional bruto per kapita total, harga konstan 1993.
Vw
TKj = Jumlah tenaga kerja masing-masing sektor j. Popd = Jumlah penduduk total (daerah) Adapun nilai Koefisien indeks Williamson berkisar antara nol dan satu. Jika mendekati nol, maka tingkat kesenjangan distribusi pendapatan relatif rendah, sedangkan mendekati satu, maka tingkat kesenjanagn distribusi pendapatan relatif tinggi. Penelitian ini mengacu pada kriteria tingkat kesenjangan Oshima (1980 : 3039) dalam Sanusi (2003 : 34), yakni nilai koefisien variasi kurang dari 0,35 (kategori tingkat kesenjangan ringan), 0,35 – 0,5 (kategorikan tingkat kesenjangan sedang) lebih dari 0,5 dikategorikan tingkat kesenjangan berat. Hasil dan Pembahasan Kemajuan perekonomian suatu daerah ditandai oleh terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi yang menyebabkan terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat daerah tersebut. Indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat kesenjangan distribusi pendapatan adalah Produk Domestik Regional Brurto (PDRB) per kapita tiga sektor utama dan kemampuan masing-masing sektor dalam menyediakan lapangan kerja yaitu melalui jumlah tenaga kerja yang dapat tertampung dalam masing-masing sektor selama kurun waktu 1995-2004.
51
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Tiga Sektor Utama Kab. Aceh Utara (dengan Minyak dan Gas) Atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun 1995 – 2004 No Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Total PDRB Sektor Primer 3535645 3438408 3146807 2597438 2277939 2162205 2183840 2195938 2229508 2.273.561
Jumlah
PDRB Per Kapita Sektor
Sekunder Tersier Penduduk Primer 347584,6 250797,4 448712 7,879541 414783,1 257548,8 452117 7,60513 458525,9 267626,1 459917 6,842119 392476,5 292557,6 466522 5,567664 304278,4 287052,4 463032 4,919615 275819,7 291405,9 459741 4,703094 258032,8 298897,6 461468 4,732375 265019,7 305336,5 473513 4,637546 267901,4 316058,4 477745 4,666732 273.421,5 328.140,7 481085 4,725903
Sekunder 0,774627 0,917424 0,996975 0,841282 0,657143 0,599946 0,559156 0,559688 0,560762 0,568343
Tersier 0,558927 0,569651 0,581901 0,627104 0,619941 0,633848 0,64771 0,644832 0,661563 0,682084
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara, PDRB Sektoral Kabupaten Aceh Utara menurut lapangan usaha 2000 - 2004 (diolah).
Tabel 2. Perkembangan PDRB Per Kapita Tiga sektor Utama Kabupaten Aceh Utara Termasuk Migas Atas dasar Harga Konstan tahun 1993,Tahun 1995 – 2004
PDRB Per Kapita Sektor Tahun
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Rata-rata
Pertumbuhan PDRB Per Kapita Sektor
Primer
Sekunder
Tersier
Primer %
7,879541 7,60513 6,842119 5,567664 4,919615 4,703094 4,732375 4,637546 4,666732 5,116763
0,774627 0,917424 0,996975 0,841282 0,657143 0,599946 0,559156 0,559688 0,560762 0,557119
0,558927 0,569651 0,581901 0,627104 0,619941 0,633848 0,64771 0,644832 0,661563 0,674072
-3,48 -10,03 -18,63 -11,64 -4,40 0,62 -2,00 0,63 0,02 -4,89
Sekunder % Tersier % 18,43 8,67 -15,62 -21,89 -8,70 -6,80 0,10 0,19 -0,65 -2,63
1,92 2,15 7,77 -1,14 2,24 2,19 -0,44 2,59 1,89 1,92
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara, Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Kabupaten Aceh Utara 1995 – 2004 (diolah).
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
52
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Tabel 2. menjelaskan bahwa selama kurun waktu 1995– 2004 pertumbuhan Produk Domestik Regional bruto per kapita tiga sektor utama Kabupaten Aceh Utara secara umum mengalami penurunan, kecuali sektor tersier yang mengalami pertumbuhan positif. Sektor Primer mengalami penurunan rata-rata sebesar –4,89 % dan sektor Sekunder mengalami penurunan rata-rta sebesar –2, 63% %, sementara sektor tersier mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1, 92 %. Mengacu kepada Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 yang diperbahrui menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah, ditambah dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan berlakunya Undang-undang tersebut terbuka peluang yang lebih besar bagi daerah untuk mencapai kemajuan. Hal ini cukup beralasan dimana undang-undang tersebut diikuti dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dengan demikian maka daerah memperoleh dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan. Namun dalam kenyataannya undang-undang tersebut hanya sampai di tingkat Kabupaten, yang semestinya harus sampai ke kecamatan dan desa. Dampak yang dihasilkan masih sama seperti sebelum otonomi digulirkan, dimana kecamatan dan desa hanya memberikan masukan saja terhadap daerah (Kabupaten) tanpa menerima imbalan apapun. Padahal jika dicermati lebih jauh makna yang terkandung dalam undang-undang tersebut maka kecamatan dan desa mempunyai hak yang mesti diterima dan tidak hanya memberi semata. Kenyataan ini membuat desa tidak berdaya dan tidak mampu mengembangkan diri, sehingga kehidupan masyarakat desa tetap menjadi miskin. Keadaan ini semakin parah akibat penggunaan indikator yang kurang tepat dalam menggambarkan kemajuan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah atau negara. Selama ini yang menjadi patokan kemajuan ekonomi dan kemakmuran suatu daerah adalah PDRB dan PDRB per kapita. PDRB itu sendiri merupakan akumulasi dari keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan oleh beragai desa, kecamatan kemudian menjadi satu daerah atu kabupaten. Sebagaimana kita ketahui bahwa baik PDRB maupun PDRB per kapita di susun atau dibuat oleh Badan Pusat Statistik dengan metoda yang berlaku. Jika dicermati lebih jauh tentang kinerja BPS maka akan timbul suatu pertanyaan tentang tingkat kebenaran data yang ada. Dengan mengacu PDRB suatu daerah merupakan akumulasi dari sejumlah desa, kecamatan yang ada, maka untuk menjamin kebenaran semestinya data tentang PDRB tersebut mutlak harus tersedia di masing-masing kecamatan dan desa. Hal utama yang harus dipenuhi dalam otonomi adalah menata dan mendata ulang tentang potensi yang dimiliki terutama di tingkat pedesaan, dengan demikian data-data dasar seperti PDRB desa dapat diketahui dengan jelas yang akhirnya akan memberi dampak terhadap peningkatan penerimaan desa yang lebih besar. Penelitian ini tidak terfokus terhadap persoalan tersebut, itu merupakan tugas dari peneliti lain yang ingin mengetahui lebih jauh dan mendalam tentang hal tersebut. Namun yang jelas bahwa dalam era otonomi saat ini PDRB dan PDRB per
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
53
kapita yang digunakan sebagai indikator kemajuan ekonomi dan kemakmuran masyarakat suatu daerah tidak layak untuk dipertahankan. Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Penyerapan Tenaga Kerja di Tiga Sektor Ekonomi Utama Kabupaten Aceh Utara Tahun 1995 – 2004 Tahun
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tenaga Tenaga kerja Tenaga kerja Jumlah kerja sektor sektor sektor Penduduk Sekunder Tersier Primer 448.712 6580 12600 2817 452.117 6632 12774 2845 459.917 6632 12774 2845 466.522 9022 14624 3393 463.032 9013 16194 3595 459.741 6731 16183 2811 461.468 2926 14162 2727 473.513 3311 14255 2632 477.745 3435 14451 2817 481.085 3783 14651 2990
Sumber: Departemen Tenaga Kerja Kabupaten Aceh Utara, 2005
Tabel 4. Koefisien Tingkat Kesenjangan Distribusi Perdapatan Antar Sektor di Kabupaten Aceh Utara Tahun 1995 – 2004
Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Sekto Primer 0,052221 0,052915 0,057133 0,068379 0,077641 0,081038 0,081006 0,082354 0,081697 0,080504
Sektor Sekunder 0,378617 0,383651 0,41423 0,495765 0,562917 0,587552 0,587319 0,597088 0,592324 0,583674
Rata-rata SektorTersier 0,17741 0,179769 0,194098 0,232303 0,263769 0,275312 0,275203 0,27978 0,277548 0,273495
0,20814 0,21090 0,22772 0,27253 0,30945 0,32300 0,32303 0,32824 0,32562 0,32086
Sumber: Hasil Analisis
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
54
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Sebagai mana telah dijelaskan terdahulu bahwa nilai variasi Williamson terletak antara nol dan satu. Jika mendekati nol, maka tingkat kesenjangan distribusi pendapatan antar sektor relatif rendah, sedangkan bila mendekati satu, maka tingkat kesenjangan distribusi pendapatan antar sektor relatif tingi. Dalam penelitian criteria tingkat kesenjangan mengacu kepada criteria Oshima dalam Sanusi (2003 : 98), yakni: nilai koefisien variasi kurang dari 0,35 (kategori tingkat kesenjangan ringan), dan 0,35-05 (kategori tingkat kesenjangan sedang), serta 0,5 keatas kategori tingkat kesenjangan berat. Berdasarkan Tabel 4. menunjukkan bahwa sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2002 koefisien Williamson menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu dari 0,052 pada tahun 1995 menjadi 0,082 pada tahun 2002. Untuk dua tahun terakhir yaitu tahun 2003 dan 2004 mengalami penurunan yakni dari 0,082 pada tahun 2002 turun menjadi 0,081 pada tahun 2003, dan kembali turun menjadi 0,080 pada tahun 2004. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan sektor Primer mengacu pada kriteria Ketimpangan Oshima dikategorikan pada tingkat ketimpangan rendah. Sama halnya dengan sektor primer koefisien Williamson untuk sektor sekunder dalam periode yang sama juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada awal tahun penelitian yakni tiga tahun pertama (tahun 1995,1996 dan 1997) koefisien Williamson sektor sekunder termasuk kategori sedang berkisar antara 0,379 sampai dengan 0,414. Kesenjangan distribusi pendapatan sektor sekunder terus meningkat, sehingga untuk tahun berikutnya termasuk dalam kategori kesenjangan berat. Kesenjangan tertingi terjadi pada tahun 2002, koefisiien Williamson pada tahun tersebut mencapai 0,597. Sedangkan untuk dua tahun terakhir sedikit mengalami penurunan walaupun masih dalam kategiri kesenjangan berat yaitu menjadi 0,592 pada tahun 2003 dan 0,584 pada tahun 2004. Selanjutnya koefisien Williamson sektor tersier selama kurun waktu 1995 2004 juga menunjukkan kecenderungan meningkat. Koefisien Williamson sektor tersier tahun 1995 adalah sebesar 0,177, kemudian meningkat menjadi 0,180 pada tahun 1996 dan meingkat lagi menjadi 0,194 pada tahun 1997. Selanjutnya untuk tahun 1998 indek Williamson sebesar 0,323, kemudian meningkat menjadi 0,264 tahun 1999, meningkat lagi menjadi 0,275 tahun 2000. Kecenderungan peningkatan kesenjangan distribusi pendapatan sektor tersier terus berlanjut hingga mencapai puncaknya pada tahun 2002, dimana koefisien Williamson menjadi sebesar 0,280. Setelah tahun 2002 koefisien Williamson sektor tersier sedikit mengalami penurunan yakni dari 0,280 pada tahun 2002 turun menjadi 0,276 pada tahun 2003, kemudian turun kembali menjadi 0,273 pada tahun 2004. Merujuk pada kriteria Oshima koefisien Williamson sektor tersier termasuk dalam kriteria tingkat kesenjangan sedang, yaltu berkisar antara 0,177 sampai dengan 0,280. Kesenjangan yang terjadi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang diciptakan oleh masing-masing sektor. Berdasarkan perhitungan selama kurun waktu 1995-2004 sektor primer mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar –2,11%, sektor sekunder mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 13,86%, dan sektor tersier mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 10,89%.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
55
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu 1995-2004 sektor sekunder mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua sektor lainnya. Sementara kesenjangan yang terjadi di sektor sekunder mengacu kepada kriteria Oshima termasuk kesenjangan berat. Seterusnya pertumbuhan sektor tersier berada diurutan kedua dengan tingkat kesenjangan sedang, disusul oleh sektor primer dengan tingkat pertumbuhan paling rendah dengan kesenjangan ringan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan suatu sektor semakin tinggi pula tingkat kesenjangan distribusi pendapatan antar sektor yang terjadi. Dengan demikian hipotesa ke 4 yang menyatakan terdapat hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan distribusi pendapartan antar sektor di Kabupaten Aceh Utara dapat diterima kebenarannya. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan tentang ketimpangan distribusi pendapatan antar sektor di Kabupaten Aceh Utara termasuk kategori ketimpangan sedang yaitu berkisar 0,20–0,31. Apabila dilihat per sektor maka sektor sekunder termasuk kategori ketimpangan berat yaitu berkisar 0,39-0,58, kemudian diikuti oleh sektor tersier termasuk ketimpangan sedang berkisar 0,12-0,27, serta sektor primer termasuk kategori ketimpangan rendah yaitu berkisar 0,05-0,08. Semakin tinggi pertumbuhan sektor primer semakin kecil tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, sedangkan semakin tinggi tingkat pertumbuhan sektor sekunder semakin tinggi ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi. Sektor tersier menunjukkan pola yang tidak stabil. Rekomendasi Walaupun tingkat kesenjangan sektoral secara rata-rata di Kabupaten Aceh Utara dikategorikan sedang, namun jika dilihat per sektor maka tingkat kesenjangan sektor sekunder dan sektor tersier menunjukkan kecenderungan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat. Namun ketimpangan sektor sekunder sudah mencapai pada tingkat yang mengkhawatirkan (ketimpangan berat). Untuk mengantisipasi agar tingkat kesenjangan sektoral tidak berlanjut terus, diharapkan kepada pemerintah agar membuat suatu program kebijakan terpadu lintas sektoral terutama dalam hal pemeratan pendanaan, sehingga semua sektor memperoleh manfaat dari dana yang besar dan dapat tumbuh secara proporsional dengan tingkat kesenjangan yang tidak terlalu melebar.
Referensi Mubyarto, 2001. Siklus Tujuh Tahun Ekonomi Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.16.No.3, 246-260, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
56
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Sanusi, A. 2003. Sumber Dana Pembangunan Daerah, Pengaruhnya Terhadap Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesenjangan Distribusi Pendapatan Antar Daerah, Penerbit Buntara Media. Malang. BPS Aceh Utara, Statistik Keuangan Pemerintahan Kabupaten Aceh Utara 19952004. Lhokseumawe. BPS Aceh Utara, Produk Domertik Regional Bruto Sektoral Kabupaten Aceh Utara 1995-2004. Lhokseumawe. BPS Aceh Utara. 1995-2004. Aceh Utara Dalam Angka. Undang-Undang No.22 Tahun 1999. Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Undang-Undang No.18 Tahun 2001. Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Nanggroe Aceh Darussalam. Provinsi Daerah Istimewa Aceh Undang-Undang No.44 Tahun 1999. Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
57
PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP PANGSA PASAR PRODUK AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) MEREK AQUA PADA PT AQUA DANONE INDONESIA DI LHOKSEUMAWE
Rusydi Abubakar Adanya kesenjangan antara kebutuhan dan persediaan air untuk kebutuhan minum yang disebabkan oleh terbatasnya sumber air bersih yang ada di Indonesia menyebabkan industri AMDK tumbuh dengan pesatnya. Peluang mendapatkan keuntungan yang besar disektor bisnis AMDK ini menyebabkan persaingan semakin ketat, seiring dengan semakin tingginya kebutuhan akan hidup sehat dari 200 juta penduduk Indonesia, tidak saja dikota-kota besar tetapi juga di desa-desa. Disisi lain, PT.Aqua Danone Indonesia yang merupakan perintis dan pemimpin pasar AMDK di Indonesia, belum sepenuhnya mampu menjalan program pemasarannya dengan bear dan efektif sehingga pangsa pasarnya sedikit demi sedikit terkikis oleh 2 pesaing utamanya, yaitu Ades dan 2 Tang. Untuk dapat menjadi pemimpin pasar atau paling tidak dapat mempertahankan profit yang sudah diraih sejak berdirinya maka perusahaan harus menjalankan bauran pemasaran secara benar dan efektif, yaitu mengarahkan keputusan tentang produk, harga, saluran distribusi dan promosi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Keberhasilan dari strategy bauran pemasaran yang ditetapkan perusahaan seharusnya tercermin dari adanya kenaikan pangsa pasar atau kenaikan volume penjualan diseluruh outlet-outlet Aqua yang ada di Kota Lhokseumawe, yang merupakan sumber data primer dalam penelitian ini. Data responden diatas dikumpulkan dengan cara mengirimkan koesioner terhadap 140 outlet Aqua yang tersebar di Kota Lhokseumawe. Analisa yang digunakan untuk melihat pengaruh dari empat elemen bauran pemasaran terhadap kenaikan pangsa pasar ini adalah analisa jalur, dimana masingmasing variabel diukur kontribusinya terhadap peningkatan pangsa pasar penjualan produk Aqua. Dari hasil penelitian terbukti bahwa pelaksanaan keempat elemen bauran pemasaran yang diterapkan perusahaan semuanya secara bersama-sama berpengaruh terhadap peningkatan pangsa pasar Aqua sebesar 83.330 %, dan sisanya 16.67% merupakan pengaruh dari luar yang tidak dihitung. Keywork :Bauran Pemasaran,Pangsa Pasar Rusydi Abubakar, adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 57
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
58
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Pendahuluan Pola hidup masyarakat yang sangat dinamis, termasuk pola konsumsi makan, minum dan sandangnya sejalan dengan tingkat kemampuan ekonomi, daya beli dan sikap seseorang. Tingkat penghasilan konsumen yang sangat bervariasi dari berbagai profesi serta sikap hidup yang juga sangat bervariasi menyebabkan struktur pasar pun menjadi sangat heterogen. Kondisi dari konsumen-pasar-pesaing ini boleh dikatakan sangat dinamis yang bisa berubah setiap saat. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pola konsumsi konsumen dalam memenuhi kebutuhannya akan AMDK. Alokasi dana yang disediakan oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhan akan air minum yang bersih dan sehat inipun menjadi sangat beragam. Kebutuhan akan air bersih dan minum yang sehat, cenderung meningkat saat ini, peningkatan ini dipacu tidak hanya semata oleh kebutuhan akan air minum yang bersih dan sehat tetapi juga disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang tersevar tidak merata di tanah air ini menyebabkan sumber air yang ada tidak mampu lagi memenuhi permintaan tersebut ditambah semakin langkanya sumber air bersih yang ada. Kondisi ini menyebabkan masyarakat / pelanggan mencari alternatif lain dalam memenuhi kebutuhan primernya ini. Salah satu cara yang mudah didapat adalah membeli air minum dalam kemasan (AMDK). Situasi ini menyebabkan pasar produk AMDK semakin besar dan memancing para investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya dibisnis AMDK. Saat ini ada 100 merek AMDK yang ikut berkompetisi meramaikan pasar dari total 150 merek yang telah terdaftar 3 tahun lalu didalam negeri. Permintaan terhadapAMDK ini diperkirakan telah meningkat dari tahun ketahun, oleh sebab itu PT. Aqua Danone telah memproyeksikan 3.3 miliar liter untuk tahun 2001, dengan cara melakukan perluasan pabriknya yang berada di Bogor, Tanggerang, dan Sukabumi. Peluang yang sangat menarik ini ternyata mendapatkan perhatian yang sama dari beberapa pesaing utamanya seperti Ades, 2 Tang, Perrier,dll. AMDK merek Ades sendiri pada Agustus 2001 ini telah diakuisisi oleh PT. Coca Cola Indonesia, raksasa bisnis air minum berkarbohidrat dari USA. Dengan target dapat menguasai 20 % AMDK di Indonesia maka Ades merupakan pesaing terberat Aqua dalam bisnis air ini. Penurunan yang pangsa pasar Aqua yang turun secara gradual dari sejak berdirinya tahun 1974 sebesar 100% sampai tahun 2000-2001 sebesar 49% diperkirakan banyak disebabkan oleh tumbuh kemabangnya produsen sejenis yang menggerogoti pangsa pasar Aqua. Tabel 1 Pangsa pasar Aqua terhadap Pangsa Pasar Pesaing 1999 – 2003 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003
Aqua 71.5 69.3 59.9 52.4 49
Ades 4.7 4.3 13.1 17.0 14.3
Sumber Perusahaan Survey “X” 2004
2 Tang 3.7 2.8 6.4 12.5 14.4
Lainnya 20.1 23.6 20.6 18.1 22.3
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
59
Dari latar belakang diatas, maka sangat menarik untuk diketahui melalui penelitian tentang seberapa besar pengaruh program bauran pemasaran terhadap peningkatan pangsa pasar Aqua relatif terhadap para pesaingnta dilihat melalui volume penjualan produk AMDK Aqua di outlet-outletnya. Oleh sebab itu penelitian ini mengambil judul ; Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Pangsa Pasar Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Merek Aqua Pada PT. Aqua Danone Indonesia di Lhokseumawe. Penelitian ini memilih outlet sebagai respondennya dan bukan konsumen akhir, dengan alasan bahwa outlet diasumsikan dapat merepresentasikan keinginan dan kebutuhan pelanggan dengan melihat profile, keinginan dan kebutuhan, pola dan tingkat pembelian konsumen di outlet-outlet. Tinjauan Teoritis Istilah Bauran Pemasaran atau Marketing Mix (4P) diperkenalkan pertama sekali oleh McCarthy, dan digunakan dalam dunia bisnis sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan. Bauran pemasaran adalah strategi perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarnya dalam pasar sasaran. Marketing mix sebagai berikut : “ Marketing mix is the set of marketing tools that firms uses to pursue its marketing objectives in the target market”, jadi bauran pemasaran, ini adalah sebuah alat pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Mc Carthy membagi strategi pemasaran ini menjadi empat elemen utama (4P) yaitu ; pruduct, price, promotion dan place atau distribusi. Berbagai macam variabel dari masingmasing P tersesebut diperlihatkan pada gambar 1. Bauran Pemasaran Produk Kualitas Ragam Ukuran Kemasan Garansi Harga Harga dasar Potongan harga Cara pembayaran Tenaga penjual PR
Distribusi Cakupan Lokasi Transportasi
Promosi Iklan Promosi Penjualan
Gambar 1 : Variabel Bauran Pemasaran Sumber kotler (1997-92)
Produkdan Siklus Produk Produk adalah barang yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Produk tidak hanya yang berbentuk fisik tetapi termasuk juga karakteristik yang menyertai seperti jasa, kemasan dan harga. Kotler (1994:432) mendefinisikan produk sebagai berikut : “ A product is anything than can be offered to a market for attention, acquisition, use, or comsumption that might satisfy a want or nedd” jadi produk adalah sesuatu barang / jasa ditawarkan kepada pasar agar diperhatikan, diminta, dipakai, atau dikonsumsikan sehingga memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk bisa berupa benda fisik, jasa orang, tempat, organisais, dan gagasan. Lebih khusus lagi Levitt mengatakan (Kotler 1997:441):The new competition is not between what
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
60
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
companies product intheir factories, but between what they add to their output in the form of packing, services, adversiting, customer, financing, delivery arragement, warehousing, and other things that people value. Dalam mengembangkan suatu produk, perusahaan harus memikirkan suatu produk dalam beberapa tingkatan : 1. Tingkat paling mendasar disebut Core Product (produk inti), untuk menjawab pertanyaan produk apa sebenarnya yang dibeli oleh pembeli? Produsen suatu alat kecantikan tidak hanya menjual alat-alat kecantikan semata tetapi juga menjual harapan kepada sipemakai agar bisa terlihat lebih cantik. 2. Tingkatan selanjutnya adalah dari produk inti menjadi produk nyata yang mengandung 5 sifat; ciri, kualitas, kemasa, style dan merek. Tingkatan terakhir adalah ketika perusahaan memberikan jasa dan manfaat tambahan terhadap produk, bisa berupa perhatian pribadi, pengiriman, garansi. Penambahan jasa pada produk akan membantu para pemasar melihat system konsumsi pembeli secara keseluruhan. Keberhasilan pemasaran produk suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh kemampuan manajemen dalam memahami dan mengeloa daur hidup sebuah produk. Daur hidup produk terdiri dari lima tahap (Stanton :252): perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, kemunduran dan ditinggalkan. Perlu bagi manajemen untuk mengetahui sampai tahapan yang mana suatu produk di pasar sehingga dapat menentukan strategy pemasaran yang tepat. Untuk hal tersebut maka manajemen harus mengenal karakteristik setiap produk sebagai berikut : - Perkenalan (Introduction), tahapan ini produk diluncurkan kepasar dengan dukungan program pemasaran efektif dan produk berada dalam skala penuh. - Pertumbuhan (growth), pada tahun ini penjualan dan profit meningkat dengan cepats ekali. Pesaing mulai memasuki pasar, produsen mulai bereser ke strategy promosi, jumlah distribusi meningkat, skala ekonmi mulai berheser ke strategy promosi, jumlah distribusi meningkat, skala ekonomi mulai dirintis, dan harga mungkin sedikit ditunrunkan. - Kedewasaan (manurity), tahap awal perioda ini penjualan masih terus meningkat meski tidak setinggi tahap eprtumbuhan, pada saat penjualan mulai mendatar, laba mulai turun. Kompetisi harga semakin keras, produsen meningkatkan upaya promosi produk untuk menjaga agar penyalur tidak lari ke produk lain. Penurunan (decline), produk mengalami tahap keusangan, pengendalian biaya menjadi bertambah penting pada saat permintaan terhadap produk merosof. Iklan pun mulai jarang ditayangkan, pesaing mulai menarik diri dari pasar. Pada tahap ini manajemen memutuskan apakah terus ataupun menghentikan produk tersebut. Harga dan Metode Penetapan Harga Harga merupakan elemen yang terpenting dari bauran pemasaran, karena harga adalah satu-satunya dari elemen bauran pemasaran yang menghasilkan turnover pada perusahaan, sedangkan elemen-elemen yang lain merupakan variable biaya, biaya untuk mendesain dan memproduksikannya. Elemen harga harus dapat menyokong semua elemen-elemen bauran pemasaran. Keputusan harga adalah suatu keputusan yang rumit, harga harus mencerminkan hubungan permintaan dan
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
61
penawaran. Harga yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bisa mengakibatkan penurunan penjualan. Ada beberapa metoda penetapan harga yang paling sederhana berdasarkan biaya seperti cost-plus pricing method dan mark up pricing method dan break e\ven pricing; • Cost-plus pricing, produsen akan menetapkan harga jual untuk satu unit barang dari biaya produksi satu unit barang ditambah suatu jumlah tertentu untuk menutup laba yang diinginkan (margin) Harga Jual = Biaya Total + Margin •
Mar5k up pricing, penetapan harga dengan metoda ini hampir sama dengan costplus pricing, penjual atau pedagang menentukan harga jualnya dengan cara menentukan harga jualnya dengan cara menambah harga beli dengan sejumlah mark-up. Harga Jual = Harga Beli + Mark Up
•
Break-even pricing,. Harga jual produk sama besarnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk membuat produk. Berdasarkan metoda ini, perusahaan dikatakan memperoleh laba jika jumlah penjualan melebihi break even point.
Saluran Distribusi dan Jenisnya Craven (2000:303) menyatakan fungsi saluran distribusi : The channel of distribution is a network of value-chain organization performing funcions that connect goods and service with end-user. The distribution channel consist of interdependent and…. Umumnya produsen bekerja sama dengan perantara untuk menyalurkan produk-produknya kepasar. Jadi saluran distribusi adalah sekumpulan organisasi, institusi, agen dll, yang melakukan kegiatan bersama-sama dalam proses menyediakan barang dan jasa pada konsumen. Perlu disadari bahwa menangani saluran distribusi sangatlah sulit, bukan hal yang gampang yang bisa dilaksanakan sambil lalu, keran struktur distribusi difatnya sangat dinamis dan cenderung seiring berubah. Ada beberapa perantara yang beroperasi menyalurkan barang dan jasa dari produsen sampai ketangan konsumen akhir, baik untuk penyalur barang konsumsi. Untuk barang konsumsi bisa diilustrasikan pada Gambar berikut ini Producer
Consumers
Producer Producer Producer
Agents
Retailers
Consumers
Whoesalers
Retailers
Consumers
Whoesalers
Retailers
Consumers
Gambar Saluran Distribusi Untuk Barang Konsumsi Sumber: Kotler 2000:493 STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
62
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Sedangkan untuk barang industri diilustrasikan pada Gambar Producer
Consumers
Producer
Distributors
Producer
Agents
Producer
Agents
Consumers Consumers
Distributors
Consumers
Gambar Saluran Distribusi Untuk Barang Industri Sumber: Kotler 2000:493
Promosi dan Bauran Promosi Patut untuk diingat bahwa tidak akan ada orang yang akan membeli suatu produk apabila mereka tidak eprnah mendengar keberadaan produk tersebut. Promosi harus dilakukan untuk mempengaruhi cara dan kebiasaan membeli dari konsumen. Tujuan dari promosi adalah untuk menyampaikan pesan kepada pasar sasaran bahwa produsen menawarkans uatu produk yang berkualitas pada harga yang sangat menarik ditempat-tempat yang strategis, jadi inti dari promosi uini adalah bagaimana mengkomunikasikan keberdaan suatu produk pada pelanggan secara benar Bauran promosi adalah kombinasi strategi terbaik dari variabel-variabel peiklanan, personal, selling, sales promotion, direct marketing dan publicity untuk mencapai sasaran program pemasaran perusahaan. Fungsi promosi dalam program pemasaran adalah mendapatkan objektif komunikasi pada setiap pelanggan. Tanggung jawab utama bagian pemasaran dalam hal ini dengan merencanakan dan mengkoordinir strategi yang tepat dan terpadu, memilih secara khusus strategi untuk komponen-komponen pemasaran. Pada dasarnya adalah 4n variabel bauran promosi : • Adversiting / iklan: segala bentuk prsentasi dan promosi non personal tentang organisasi, ide, barang, dan jasa yang dibayar oleh dponsor tertentu. Dponsor membayar untuk setiap penayangan, pemuatan iklan dll melalui satu atau lebih media, baik elektronik (televisi, radio) maupun non elektronik (Koran, majalah, direct mail). • Personal selling: merupakan prsentasi lisan dalans uatu percakapan dengan calon pemebli. Biasanya pengeluaran tahunan dalam sektor personal selling lebih besar dari iklan. Walaupun begitu iklan dan personal seling bisa digabungkan bersamasama untuk memperoleh dan menciptakan product awareness, memberikan informasid an erayu konsumen untuk membeli. Walaupun cukup mahal, personal selling mmepunyai kekuatan yang cukup ampuh seperti berhubungan langsung dengan pembeli
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
•
•
•
63
Sales promotion: kegiatan pemasaran yang memberikan insentif untuk menstimulasi pembelian, umumnya dalam jangka waktu yang relatif pendek. Ada beberapa aktivitas sales promotion seperti pameran erdagangan, kontes, sampel, point orang\ purchase, insentif dan kupon. Direct Marketing: membuat channel komunikasi/kontak secara langsung dengan pembeli secara individu, seperti direct mail, telemarketing, television selling, radio/magazine selling, electronic shopping dan kios shopping. Proporsi pengeluaran dalam kegiatan direct marketing cukup besar pada total biaya promosi keseluruhan. Public relation/Publicity: merupakan pemberian secara komersial dimedia masa atau sponsor secara non personal dengan tujuan untuk mendorong permintaan atas barang/jasa, seperti informasi peluucuran produk baru melalui majalah perdagangan, perusahaan tidak mengeluarkan biaya untuk hal tersebut. Objektif dari public relation adalah mendorong media untuk memuat berita dari produk / perusahaan. Apabila direncanakan dengan baik maka kegiatan public relation ini bisa memberikan kontribusi yang besar pada strategy promosi perusahaan.
Pengertian Pangsa Pasar Pangsa pasar adalah volume penjualan perusahaan dibagi dengan volume total penjualan seluruh perusahaan atau industri untuk produk-pasar tertentu. Penentuan pangsa pasar bisa bervariasi tergantung besaran yang digunakan, apakah penentuan volume total penjualan atau pendapatan (Craven 2000:99). Apabila pangsa pasar suatu perusahaan naik, maka perusahaan tersebut mendapat keuntungan penjualan rekatif terhadap pesaing, sebaiknya pangsa pasar yang turun berarti perusahaan relatif kehilangan total penjualan. Terhadap 4 macam ukuran pangsa pasar (Kotler 1997:767) seperti dibawah ini: • Overall Market Share: jumlah total penjualan yang dieksprsikan dengan persentasi dari total penjualan seluruh pasar/industri. Ada dua keputusan yang penting pada ukuran ini, yang pertama adalah apakah digunakan ukuran volume penjualan atau dolar untuk menentukan pangsa pasar, yang kedua adalah keputusan menentukan pangsa pasar seluruh perusahaan / industri • Served Market Share : pangsa pasar perusahaan yang diekspresikan sebagai persentasi jumlah penjualan terhadap total jumlah penjualan semua perusahaan / industri pada dasar yang dilayani. served market perusahaan berarti mmebli yang ingin dan mampu membeli produk perusahaan tersebut. • Relative Market Share (untuk 3 pesaing utama): adalah pangsa pasar relatif perusahaan dalam persentasi terhadap gabungan dari 3 pesaing utama. Misalnya perusahaan mempunyai 30% market share, dan dua pesaing utamanya mempunyai 20% dan 10%, maka pangsa pasar relatif perusahaan tersebut adalah 30/60 = 50%. Pangsa pasar diatas 30% dianggap kuat. • Relative Market Share (terhadap pesaing utama): beberapa perusahaan mengukur pangsa pasarnya dengan mengacu pada pangsa pasar pesaing utama. Perusahaan dengan pangsa pasar lebih dari 50% bisa diindentifikasikan sebagai pemimpin pasar.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
64
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Beberapa asumsi yang kurang sesuai dan sering digunakan dalam menganalisa pangsa pasar perusahaan: • Asumsi bahwa pengaruh dari luar mengakibatkan hal sama pada semua perusahaan sering sekali tidak tepat. • Asumsi bahwa kinerja perusahaan harus selalu mengacu pada kinerja rata-rata semua perusahaan sering sekali tidak tepat. • Jika perusahaan baru memasuki industri akan mengaibatkan pangsa pasar semua perusahaan akan turun. • Kadang-kadang penurunan pangsa pasar disengaja untuk meningkatkan profit • Pangsa pasar dapat berfluktuasi disebabkan oleh banyak alasan sepele, misalnya: pangsa pasar perusahaan dipengaruhi oleh penjualan yang besar pada hari terakhir pada bulan tertentu. Peningkatan Pangsa Pasar Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi pangsa pasar suatu perusahaan, tetapi yang diperkirakan paling berpengaruh adalah apa dan bagaimana sebuah perusahaan merencanakan program pemasarannya terhadap keputusan empat elemen bauran pemasaran, yaitu: produk, harga, distribusi dan promosi (Kotler 1997:382). Perusahaan dapat meningkatkan profit dengan cara meningkatkan pangsa pasarnya di industri. Harga satu point pangsa pasar bisa bernilai relatif tinggi untuk keuntungan perusahaan, sehingga kompetisi untuk peningkatan pangsa pasar sangat ketat. Dibawah ini ilustrasikan hasil sebuah studi beberapa tahun lalu oleh Strategic Planning Institute (Kotler 1997:382) yang dinamau Profit Impact of Market Strategy (PIMS). Hasil study menujukkan bahwa keuntungan perusahaan sebelum pajak meingkat secara linier terhadap pangsa pasar relatif. Terlihat bahwa pangsa pasar perusahaan pada 29% menunjukkan profit pangsa pasar sekitar 10%. Melihat kenyataan diatas maka variable dari pangsa pasar, yaitu produk, harga, lokasi dan promosi harus dilaksanakan dengan benar dan efektif agar perusahaan dapat meningkatkan pangsa pasarnya relatif terhdap pesaing. Metode Penelitian Objek Penelitian Penelitian ini menganalisa pengaruh bauran pemasaran terhadap kenaikan pangsa pasar produk Aqua dilihat dari volume penjualan Aqua pada semua outlet di Lhokseumawe. Adapun yang menjadi objek penelitian sebagai variabel independen (variable bebas) adalah elemen-elemen bauran pemasaran yang terdiri dari empat variable yaitu : produk, harga, lokasi, dan promosi. Sementara objek penelitian yang merupakan variable dependen (variable terikat) adalah pangsa pasar produk Aqu pada PT. Aqua Danone Indonesia di Lhokseumawe. Penelitian dilakukan untuk tujuan penyeragaman tingkat sumberdata, dirasa perlu menyederhanakan proses pengumpulan data dari responden. Dalam hal ini pilihan jatuh kepada responden tingkat penyalur, yaitu outlet-outlet Aqua yang berada di Kota Lhokseumawe. Pemilihan outlet sebagai responden dianggap bisa mewakili karakteristik konsumen
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
65
akhir dari produk Aqua, karena tingkat permintaan konsumen akhir terhadap produk Aqua dianggap sama dengan permintaan produk pada outle-outlet. Dari objek penelitian diatas maka dapat dianalisa besarnya pengaruh bauran pemasaran yang dirancang oleh PT. Aqua Danone terhadap peningkatan pangsa pasar Aqua dilihat dari volume penjualan produk Aqua di outlet-outlet seluruh Kota Lhokseumawe, dan elemen mana dari bauran pemasaran tersebut yang paling berpengaruh, atau paling dirasakan pengaruhnya oleh outlet terhadap keputusan bauran pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan. Sifat dan Metoda Penelitian Berdasarkan pada tujuan penelitian, maka sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penelitian tentang pengaruh bauran pemasaran terhadap kenaikan pangsa pasar Aqua bersifat verifikatif,sedangkan sifat penelitian tentang pengungkapan kontribusi elemen-elemen bauran pemasaran dalam menstimulir tingkat penjualan adalah deskriptif. Penelitian verifikatif bermaksud mengungkapkan kebenaran dari suatu hipotesis yang diajukan melalui pengumpulan data dilapangan, apakah bauran pemasaran berpengaruh terhadap kenaikan pangsa pasar AMDK Aqua dilihat dari jumlah penjualannya di outlet-outlet. Sementara metoda deksriptif bermaksud memberikan gambaran tentang tanggapan responden terhadap keputusan pemasaran PT. Aqua Danone dalam menstimulir tingkat penjualan. Oleh karena penelitian ini bersifat deskriptif dan verifikatif, maka metoda explanatory survey. Informasi yang terkumpul secara empirik dari responden produk Aqua, dalam hal ini adalah outlet-outlet yang tersebar disekitar Lhokseumwe, diteliti dan dianalisa untuk mengetahui bagaimana pendapat konsumen terhadap objek yang sedang diteliti. Operasionalisasi variabel Dalam penelitian ini ada dua variabel utama yang akan diteliti dan diuji yaitu; pertama adalah variable-variable pada bauran pemasaran (variabel X1, X2, x3, X4), dan yang kedua variable terikat pangsa pasar produk AMDK PT. Aqua Danone Indonesia (Variabel Yang diteliti). Jenis dan Sumbet data Data yang digunakan bagi keperluan penelitian ini berasal dari dua sumber data, yaitu : 1. Data Primer, data yang diperoleh melalui penelitian yang dilakukan dilapangan. Data ini diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan melalui electronic mail dan surat pos kepada responden, dalam hal ini dengan outlet produk. 2. Data Sekunder, data yang diperoleh dari alhasil penelitian perusahaan dan lembaga penelitian sebelumnya, serta distributor perusahaan. Teknik Pengumpulan Data Populasi penelitian ini dengan responden yang menjual produk Aqua pada beberapa outlet-outlet AMDK Aqua di Lhokseumawe dan sekitarnya, berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan/ distributor Aqua. Penentuan outlet sebagai
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
66
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
responden, didasarkan pada asumsi bahwa outlet merupakan representasi dari konsumen produk Aqua, outlet diperkirakan mengetahui secara pasti keinginan dan kebutuhan, pola dan kuantitas pembelian konsumen akhir, dan juga keputusan bauran pemasaran yang dirasakan oleh outlet-outlet Aqua. Teknik Penentuan Sampel Penentuan sample dilakukan dengan cara menentukan outlet-outlet yang ada di Lhokseumawe sebagai responden yang telah menjadi rantai penyalur terakhir sebelum konsumen akhir. Outlet dianggap mewakili konsumen akhir karena outlet dianggap telah memiliki pola dan kuantitas pembelian yang tetap dan teratur, sehingga dapat memberikan masukan informasi dan data yang representatif serta uptudate. Terdapat sebanyak 140 outlet yang akan disurvey disekitar Lhokseumawe. Untuk menentukan jumlah minimun sampel dari populasi 140 outlet di Kota Lhokseumawe dan sekitarnya, digunakan persamaan finite population sebagai berikut (Weires, 1998:140): n=
p (1 − p ) E p (1 − p ) + 2 Z N 2
Dimana : n = jumlah minimun sampel yang diperlukan Z = unit standarrd error dari distribusi yang akan menghasilkan tingkat kepercayaan yang diinginkan, contoh untuk 95% tingkat kepercayaan maka Z=1.96 p = proporsi populasi yang akan diteliti (jika tidak dapat memperkirakan proporsi populasi gunakan p=0.5) E = tingkat ketelitian atau perbedaanmaksimum antara proporsi sampel dengan proporsi yang dapat diterima untuk tingkat kepercayaan yang telah ditetapkan, dalam penelitian ditentukan E=0.1 N = jumlah populasi outlet di Kota Lhokseumawe Untuk tingkat keperayaan 95%, Z=1.96, p= 0.5, dan E = 0.1 didapat jumlah sampel minimun yang diperelukan dalam penelitian ini adalah : 0.5 (1 − 0.5) n= (0.1)2 + 0.5 (1 − 0.5) 140 (1.96)2 n = 57 jadi dalam penelitian ini diperlukan minimum 57 unit sample (outlet) Metode Analisis Pengolahan data yang terkumpul dari koesioner dapat dikelompokkan menajdi 3 bagian, yaitu: persiapan, tabulasi, dan aplikasi data tersebut pada pendekatan penelitian. Persiapan adalah pengumpulan dan pemeriksaan kelengkapan kuesioner serta memeriksa score sesuai dengan system penilaian yang telah ditetapkan. Skala
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
67
yang digunakan adalah skala ordinal 5, sedangkan nilai yang diperoleh dianggap sebagai indikator untuk pasangan variable bebas X1, X2, X3, X4, dan variable terikat Y seperti dinyatakn dalam hubungan X1Y, X2Y, X3Y, dan X4Y. Untuk memproleh data dari variable kualitatif, setiap variale terlebih dahulu dijabarkan kedalam variable dan setiap subvariable dioperasionalisasikan kedalam indikator, yang diukur dengan ukuran peringkat jawaban berskala ordinal. Analisa kuantitatif berupa uji statistik dimaksudkan untuk mengungkapkan perilaku variabel-variabel penelitian, sedangkan analisa deskriptif digunakan untuk menggali perilaku faktor-faktor penyebab. Untuk keperluan analisis pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan proses sebagai berikut :. • Teknik analisis jalur mensyaratkan agar data ditetapkan dalam interval, untuk semua variabel dengan pengukuran berskala ordinal harus diubah/tranformasi menjadi skala interval melalui methods of successive intervals (MSI) sebagai berikut : - untuk setiap item pertanyaan dihitung frekuensi jawaban (f), berupa jumlah responden yang memperoleh skor 1,2,3,4 atau 5 - tentukan proporsi (p) dengan cara membagi frekuensi dengan jumlah responden. - Hitung proporsi kumulatif (p) - Hitung nilai Z untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh dengan menggunakan table distribusi normal - Tentukan nilai skala (scale value) untuk setiap nilai Z dengan rumus: Density at lower limit – density at upper limit Scale Value = Area below upper limit – Area below lower limit •
Menyiapkan pasangan data variabel bebas dan variabel terikat dari semua sampel penelitian untuk pengujian hipotesis sedangkan untuk meneliti pengaruh antar sub variabel bauran pemasaran digunakan teknik analisi jalur (path analysis) seperti model Gambar X1
є X2 X3 X4
Gambar 3-1 Hubungan Operasional Sub Variabel
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
68
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Dimana : X1 : Sub variabel produk X2 : Sub variabel harga X3 : Sub variabel lokasi X4 : Sub variabel promosi Y : Kenaikan pangsa pasar dilihat dari volumen penjualan є : Variabel Residu PYX1, 2, 3, 4 : Koefisien jalur
Stuktur hubungan antara sub-variable dan Y pada gambar diatas bisa dinyatakn kedalam persamaan regresi, sebagai berikut :
Y = b0 + b1 X1+ b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 Dimana : b0 b1, b2, b3, b4 Y X1 X2 X3 X4
: : : : : : :
Koefisien regresi Koefisien multipel regresi Pangsa pasar Produk Harga Lokasi Promosi
Rancangan Pengujian Hipotesis Untuk menentukan apakah suatu hipotesis penelitian diterima atau ditolak maka dilakukan uji statistik terhadap hipotesis mayor maupun minor dengan uji statistik F dan Uji statistik t. Berdasrkan tujuan penelitian ini, maka variabel yang dianalisa adalah sub variabel bebas (independen) dari bauran pemasaran (X) dan variabel terikat (dependen), yaitu kenaikan pangsa pasar produk AMDK Aqua, Y, di Lhokseumawe. Jadi penelitian ini akan menguji seberapa besar pengaruh dari strategy bauran pemasaran terhadap pangsa pasar Aqua. Hipotesis Mayor Hipotesis umum yang diajukan dalam penelitian ini adalah secara umum hipotesis mayor penelitian ini bisa dituliskan sebagai berikut: Ho : kinerja bauran pemasaran tidak mempengaruhi pangsa pasar atau tingkat penjualan Aqua pada beberapa outlet di Kota Lhokseumawe, atau bisa dinyatakan sebagai berikut : Ho : PYX1 = 0
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
H1 :
69
Sekurang – kurangnya ada satu sub variabel bauran pemasaran yang mempengaruhi pangsa pasar atau tingkat penjualan Aqua, atau bisa dinyatakan sebagai ; H1 : PYX1 ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah : k
(n − k −1)∑ (P yxi )y yxi Fo =
i =1
k 1 − ∑ (P yxi )y yxi i =1 Jika nila yang diperopleh dari Fhitung dibandingkan dengan Ftabel maka kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : Tolak Ho Jika F hitung ≥ F tabel; α(n-k-1), pengujian siginifikan Terima H1 Jika F hitung ≤ F tabel; α(n-k-1), pengujian tidak siginifikan k
Hipotesis Minor Uji statistik yang digunakan adalah : P YXi t oi = i = 1,2,3,4 2 1 − RY X 1 X 2 X 3 X 4 Crii n − k1 jika nilai yang diperoleh dari Thitung dibandingkan dengan T pengambilan keputusan adalah sebagai berikut ; Tolak Ho Jika T hitung ≥ T tabel; α(n-k-1), pengujian siginifikan Terima H1 Jika T hitung ≤ T tabel; α(n-k-1), pengujian tidak siginifikan
(
)
tabel
maka kriteria
Hasil Penelitian dan Pembahasan Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) merek Aqua, merupakan perusahaan perintis yang memproduksi dan sekaligus menjual AMDK yang pertama di Indonesia. Didirikan pada tahun 1973 oleh Tirto Utomo (Alm) dengan nama PT. Aqua Golden Missisipi. Diawal pendiriannya perusahaan ini hanya mentargetkan produknya pada pekerja dan wisatawan asing dengan perkembangan dan kemajuan yang dialami perusahaan, produk Aqua mulai, merambah keberbagai segmen, khususnya konsumen kelas menengah ke atas. Melewati usia operasi yang ke 28 tahun, dengan penguasaan pangsa pasar AMDK lebih dari 36% di Indonesia, maka PT. Aqua Danone boleh bangga memproklamirkan dirinya sebagai perusahaan terbesar dan leader dibidangnya Dari total produksi AMDK semua mereka ternyata belum mampu memenuhi permintaan air mineralyang cenderung meningkat tajam dari tahun ke tahun. Kecilnya penambahan kapasitas produksi ini bukan semata disebabkan oleh kecilnya modal investasi yang tersedia tetapi lebih disebabkan oleh semakin langkanya sumber air alami yang tersedia. Dengan 14 pabrik AMDK yang terbesar dibeberapa kota di
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
70
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Indonesia (termasuk pabrik dengan status lisensi), Aqua ternyata belum mampu meningkatkan produksinya secara berarti, jumlah produksinya dalam 5 tahun terakhir dari 2000-2004 . Tabel 1 Penjualan air minum dalam kemasan merek Aqua 2000-2004 PT. Aqua Danone Indonesia. Tahun Produksi Volume Penjualan, Persentase Kenaikan (000 liter) Penjualan, % 2000 714.526 2001 958.553 34 2002 1.025.226 7 2003 1.226.300 20 2004 1.582.339 29 Sumber : RUPS-1999-2004-PT.Aqua Danone Indonesia.
Tabel 2 Laba Bersih PT. Aqua Danone Indonesia. Tahun Produksi 1999 2000 2001 2002 2003
Laba Bersih, (Juta Rupiah) 10.377 7.773 18.907 20.055 38.465
Persentase Kenaikan Laba Penjualan, % 25 140 6 91
Sumber : RUPS 2000-2004 PT. Aqua Danone Indonesia.
Dari hasil survey terhadap 60 (enam puluh) outlet aqua yang menjadi responden pada penelitan ini dari total 141 outlet yang berada di Lhokseumawe dan sekitarnya), ternyata data-data responden yang terkumpul baik melalui jasa hantaran pos dan elektronik mail bervariasi baik dari segi usia maupun pendidikan. Berdasarkan usia responden yang mengelola outlet diberbagai tempat seperti mini market, hyper market, , agen, wholeseller dan pedagang indenpenden yang mengisi dan mengembalikan kuesioner, ternyata usianya cukup bervariasi, namun terkonsentrasi pada usia yang cukup dewasa, mulai dari usia 26 tahun sampai usia diatas 35 tahun. konsumsi, seperti yang diperlihatkan pada Tabel
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
71
Tabel 3 Usia Responden (pemilik outlet) penjual Aqua di Lhokseumawe Usia, Tahun ≤ 21 - 25 26 - 30 31 - 35 > 36
Frekuensi 1 6 13 24 16
% 1.6 10 21.7 40 26.7
Sumber : diolah dari kuesioner penelitan
Berdasarkan asumsi gambar diatas, maka akan dicari koefisiensi korelasi antar veriabel eksogenus untuk mengetahui intensitas keeretan hubungan korelasionalnya, dan koefisien jalur (path coefficient) antar variabel eksogenus dan endogenus untuk mengetahui besarnya pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap Y. Pertama-tama dicari matrik korelasi antar variabel yang menyusun struktur hubungan diatas dengan bantuan program pengelola data statistik SPSS edisi 10 dan Pasth Cell sebagai berikut : Tabel 4 Matrik Korelasi Variabel Bauran Pemsaran dan Tingkat Penjualan Aqua.
X1 X2 X3 X4 Y
X1 1.0000 0.7399 0.8439 0.7461 0.8478
X2 0.7399 1.0000 0.7430 0.7506 0.8034
X3 0.8439 0.7430 1.0000 0.7736 0.8454
X4 0.7461 0.7506 0.7736 1.000 0.8168
Y
0.78478 0.8034 0.8454 0.8168 1.0000
Sumber : Data doleh menggunakan program Path Cell
Selanjutnya adalah menghitung matrix inverse dari matrik diatas seperti yang disajikan pada Tabel , sebagai berikut : Tabel 5 Matrik invρρerse antara variabel bauran pemasaran
X1 X2 X3 X4
X1 3.9654 -0.7702 -2.3233 -0.8530
X2 -0.7702 2.8447 -0.6381 -1.0668
X3 -2.3233 -0.6381 4.2922 -1.1083
X4 -0.5830 -1.0668 -1.1083 3.0931
Sumber : Data doleh menggunakan program Path Cell
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
72
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Selanjutnya adalah melakukan uji signifikansi koefisien koralasi antar variabel X1 sampai X4 dengan hipotesis sebagai berikut : Ho : ρxixj = 0 H1 : ρxixj ≠ 0 Dengan menggunakan tabel distribusi t, untuk α = 5 %, df = 55 (n-k-1) maka diperoleh, t(1-α/2;n-k-1) = t(1-0.05/2;55) = 1.6730. Dengan membandingkan t hitung dan tabel, maka dapat dibuat summary dari uji variabel bauran pemasaran diatas seperti disajikan pada Tabel . Tabel 6 Pengujian Hubungan antar Variabel bauran Pemasaran
Rx1x2 Rx1x3 Rx1x4 Rx2x3 Rx2x4 Rx3x4
Koef. kor 0.7399 0.8439 0.7461 0.7430 0.7506 0.7736
T hitung 3.226 3.328 3.470 2.137 1.763 3.244
T tabel 1.6730 1.6730 1.6730 1.6730 1.6730 1.6730
Kesimpulan Terdapat hubungan X1 dan X2 Terdapat hubungan X1 dan X3 Terdapat hubungan X1 dan X4 Terdapat hubungan X2 dan X3 Terdapat hubungan X2 dan X4 Terdapat hubungan X4 dan X3
Sumber : Data diolah menggunakan prgram Path Cell
Maka diperoleh koefisien jalur beserta hasil pengujiannya dengan uji t seperti yang disajikan pada Tabel Tabel 7 Pengujian Hipotesis Minor
Koefisien Pyx1 Pyx1 Pyx1 Pyx1
Jalur 0.3026 0.2214 0.2412 0.2383
t hitung 2.7581 2.3821 2.1129 2.4588
T tabel 1.6730 1.6730 1.6730 1.6730
Kesimpulan Ada pengaruh positif X1 Ada pengaruh positif X1 Ada pengaruh positif X1 Ada pengaruh positif X1
Sumber : Data diolah menggunakan prgram Path Cell
Kontribusi Produk dan harga terhadap pangsa pasar/kenaikan penjualan Aqua Berdasarkan pada hasil penelitian yang digambarkan pada digram jalur diatas, maka tampak bahwa persentase kontribusi total variabel produk terhadap pangsa pasar aqua, baik langsung maupun tidak langsung paling besar yaitu sebesar 25.66% khusus pengaruh tidak langsung produk melalui variabel lain tidak terdapat pengaruh yang signifikan. Jadi bisa disimpulkan bahwa konsumen dapat menerima keberadaan produk aqua, terutama bila ditinjau dari sisi kualitas produk itu sendiri yang menyandang citra merek yang sangat baik dari konsumen. Dan nyatanya konsumen cukup mengerti terhadap produk. Kontribusi harga baik langsung maupun tidak langsung ternyata paling rendah dibandingkan dengan elemen bauran pemasaran yang lain. Pengaruh langsung harga
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
73
terhadap pangsa pasar produk Aqua tercatat sebesar 17.79% sedangkan pengaruh tidak langsung melalui variabel lain relatif tidak ada yang beratti, dan tidak ada pula yang cukup menonjol dari yang lain. Kontribusi distribusi dan promosi terhadap pangsa pasar penjualan Aqua Berdasarkan hasil perhitungan, ternyata lokasi/place merupakan kontribusi terbesar setelah produk yang berpengaruhnya terhadap pangsa/tingkat penjualan produk Aqua. Pengaruh langsung lokasi ini tercatat 20.396% , dan tidak terdapat pengaruh yang berarti pengaruh lokasi ini terhadap Y melalui variabel yang lain. Berdasarkan hasil perhtungan, ternyata promosi merupakan kontributor yang hampir sama besar berpengaruhnya dengan harga terhadap pangsa pasar/tingkat penjualan produk Aqua. Pengsruh langsung promosi ini tercatat sebesar 19.45% , tidak terdapat pengaruh yang cukup berarti dari pengaruh promosi ini terhadap Y melalui variabel yang lain. Dari beberapa penilaian yang diberikan responden jenis promosi yang digunakan produsen, pemilihan produsen terhadap media yang digunakan, kejelasan pesan lewat iklan. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan bauran pemasaran Dalam melaksanakan bauran pemasaran produk air minum dalam kemasan ini, PT. Aqua Danone Indonesia pun menghadapi bebepa hambatan sebagai berikut : 1. Harga jual Aqua dipasar menjadi patokan dari produsen merek lain. Pesaing umumnya menawarkan harga yang sedikit lebih rendah dari harga jual Aqua, mengakibatkan konsumen mempunyai persepsi bahwa produk Aqua lebih mahal dari produk merek lain, dan memilih merek lain bagi kebutuhannya, karena kemasan dan kualitas dari semua merek yang beredar tempat sama, sulit dibedakan satu sama lain. 2. Berdasarkan jawaban responden terhadap pertanyaan terbuka kuesioner, persediaan barang di beberapa outlet sering kosong akibat keterlambatan pengiriman barang. Keadaan ini barangkali bisa diatasi dengan melakukan pengontrolan secara teratur oleh PT. Aqua Danone Indonesia di outlet-outlet.
Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang Pengaruh Kinerja Bauran Pemasaran Terhadap Pangsa Pasar Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Aqua di Lhokseumawe, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan keempat sub variabel bauran pemasarannya bisa dikategorikan tidak terlalu baik dibandingkan dengan pelaksanaan bauran pemasaran produsen meningkatkan pemasaran dilaksanakan dengan benar. 2. Besarnya pengaruh sub variabel bauran pemasaran secara keseluruhan terhadap kemampuan outlet menjual produk Aqua sebesar 83.30%. Persentase ini bisa menunjukkan bahwa kemampuan outlet dalam menjual tidak saja dipengaruhi oleh pelaksanaan bauran pemsaran namun ada juga faktor lain yang tidak terhitung dalam penelitian ini, yaitu 40.87% yang juga turut mempengaruhi pangsa pasar aqua di outlet-outlet.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
74
3.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Sub variabel dari bauran pemsaran yang cukup dominan mempengaruhi langsung pangsa pasar outlet produk Aqua ternyata adalah produk, yaitu sebesar 25.66%, urutan kedua ditempati sub variabel distribusi yang cukup berpengaruh terhadap penigkatan pangsa pasar/kenaikan penualan, yaitu distribusi, sebesar 20.39%. Hal ini bisa dimengerti mengingat status Aqua sebagai perintis AMDK di Indonesia, Aqua sudah berpengalaman da mempunyai saluran distribusi yang beberapa kota besar di Indonesia. Urutan ketiga dan keempat adalah promosi dan harga. Khusus untuk kegiatan promosi tampaknya Aqua sangat mengandalkan pada citra mereknya yang sangat baik, merek Aqua bahkan menjelma menjadi nama generik untuk mendongkrak jumlah penjualan, produsen sangat tergantung, dan banyak mengandalkan “nama besarnya” untuk memikat konsumen. Sedangkan dari sisi harga, konsumen tampaknya bisa menerima yang ditawarkan Aqua saat ini.
Referensi Berita Aqua, Februari 2001, “Buletin Berita Aqua”, No. 114 Th XIV Penerbit Sumber Rezeki – Jakarta. Cravens, david W., 2000, “Strategic Marketing”, Sixth Edition, McGraw-Hill Companies, Icn – Boston. Dickson, Peter R, 1997, “Marketing managemen”, Second Edition, Harcourt Brace & kompuitindo – Jakarta. Dyah Hasto palupi., 2000, “36 Kasus Pemasaran Asli Indonesia (2)”, PT. Elek Media Kompuitindo – Jakarta. Engel, James F., Martin R. Warshaw, Thomas C. Kinnear, 1994, “Promotional Strategy”, Eight Edition, McGraw –Hill Companies, Inc - Boston. Kontan – online com., 13 Agustus 2001, “Dua Gajah Berebut Air”. Kotler Philip, 1997, “Marketing Managemen – Analysis, Planning, Implementation, and Control”, Ninth Edition, Prentice-Hall, A Simon $ Schuster Company – New Jersey. Koteler Philip, 2000, “Marketing Management – The Millenium Edition”, Prentice Hall Inc, Upper Saddle River – New Jersey. Kumar, V., David A. Aaker., George S. Day., 1999, “Essential of Marekting Research”, John Wiley & Sons, Inc-New York.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
75
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendy., 1989, “Metode Penelitian Survai”, LP3S – Jakarta. Porter, Michael E., 1989, “Strategy Bersaing – Teknik Menganalis Industri dan Pesaing”, Alih Bahasa Agus Maulana, Penerbit Erlangga – Jakarta. Robins, Stephen P., 1996, “Organizational Behaviar-Perilaku Organisasi, Konsep Kontravers, Aplikasi”, Alih Bahasa Hadyana Pujatmaka, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer – Jakarta. Rhenald Kasali., 1998, “Membidik Pasar Indonesia: Segmentasi, Targeting dan Positioning”, Gramedia – Jakarta. Yusran Maini,Tesis,”Pengaruh Bauran Pemasaran pada Danone DKI di Jakarta”
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
76
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
SUMBER DANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI ERA OTONOMI KHUSUS Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Provimsi Nanggroe Aceh Darussalam
Saharuddin
Regional autonomy followed by balancing fund between center and local Government was aimed in accelerating regional economic growth. At the local autonomy era development financial sources from center become higher according to condition and potency of regions. Specially, North Aceh famous as one of richer in oil sources, but mostly population are in poverty situations. Economic growth of a certain area is signed by the change of contribution of each economic sectors in the GrossRegional domestic product. The regional economic growth depends on amount and quantity of fund available in developing sectors. Another factors efficiency of fund utilization. The aim of research is to identify how much influence of available fund sources in supporting economic structure change, in North Aceh regency for the last ten years (1995-2004). Results of regression analysis between budget allocation and primary, secondary and tertiary by-sector contributions had indicate changed contribution that any supported by each sector developing GRDP per capita of North Aceh regency. Primary sector show negative relation with GRDP per capita, while secondary and tertiary sector shows positive relation. General test (F-test) displays 99.9% and by-sector additional value influenced by amount of fund which allocation. (DAU, sharing holder, PAD and private investment), while remaining 0.01 % comes from the effect of other variable that out of model. Moreover, partial test (T-test) doesn’t prove statistically validation, except for secondary sector.
Key Word : Resources of Regional Development Fund, Economic Stucture Change`s and Autonomy
Saharuddin, adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh 76
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
77
Pendahuluan Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan mengusahakan pergeseran proses kegiatan ekonomi dari sektor primer ke arah sektor sekunder dan tersier. Hal ini dimaksudkan untuk mengusahakan peningkatan pendapatan masyarakat secara mantap dan diikuti oleh pemerataan yang sebaikbaiknya. Pembangunan nasional atau daerah dapat dilihat dari dua sisi yaitu: 1). Upaya untuk melakukan perubahan-perubahan struktural yang mendasar dalam jangka penjang, 2). Usaha untuk menanggulangi gejolak-gejolak sosial ekonomi dalam jangka pendek (Bintaro, 1996 : 67). Pelaksanaan pembangunan bukan hanya dilaksanakan oleh negara-negara berkembang, tetapi negara maju juga melakukan hal yang serupa. Namun pelaksanaan pembangunan antara negara maju dengan negara berkembang terdapat perbedaan yang nyata, hal ini disebabkan oleh persoalan yang dihadapi oleh masingmasing negara juga berlainan. Bagi negara- negara berkembang persoalannya adalah bagaimana bertahan hidup atau bagaimana meletakkan dasar-dasar ekonominya agar mampu bersaing di pasar internasional, sementara bagi negara-negara maju persoalannya adalah bagaimana melakukan ekspansi lebih lanjut bagi kehidupan ekonominya yang sudah mapan (Arif , 1995 : X) Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Kabupaten dalam propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang kondisi secara umum, terutama dari segi perekonomian tidak terlepas dari kondisi perekonomian nasional dan regional yang sedang mengalami pemulihan dari krisis moneter. Jumlah gampong (desa) miskin di Kabupaten Aceh Utara tahun 1999 sebesar 366 gampong atau sekitar 43,06 % dari 850 gampong yang ada, meningkat menjadi 418 gampong atau sekitar 49,18 %. Selama kurun waktu lima tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah gampong miskin di Kabupaten sebesar 6,12%. Kenyataan ini menjadikan Kabupaten Aceh Utara sebagai Kabupaten yang memiliki gampong miskin terbanyak dibandingkan dengan Kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Fenomena ini suatu hal yang ironis bila dibandingkan dengan letak Kabupaten Aceh Utara berada dikawasan industri dan dikenal sebagai salah satu daerah yang kaya akan sumber daya alam, namun sebahagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan. Menurut Sumodiningrat (1998 : 13) Pembangunan merupakan proses natural dalam mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakan makmur sejahtera secara adil dan merata. Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran yaitu meningkatnya konsumsi disebabkan meningkatnya pendapatan. Pendapatan meningkat sebagai hasil produksi yang semakin meningkat pula. Proses natural di atas dapat terlaksana jika asumsi-asumsi pembangunan yang ada, yaitu partisipasi termanfaatkan secara penuh, setiap orang memiliki kemampuan yang sama, dan masing-masing pelaku bertindak rasional dapat dipenuhi. Kenyataannya asumsi tersebut tidak mampu ditampung dalam proses natural yang ada sehingga melahirkan masalah-masalah pembangunan seperti pengganguran, kemiskinan dan ketidak merataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menumbuhkan masalah kesenjangan.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
78
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Proses natural harus diciptakan melalui intervensi pemerintah melalui serangkaian kebijaksanaan pembangunan yang akan mendorong terciptanya kondisi yang memungkinkan rakyat berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan. Pemerintah berperan sebagi katalisator dalam mewujudkan lankah pemberdayaan masyarakat. Pembangunan pada dewasa ini merupakan periode yang sangat penting untuk menjawab dua pertanyaan: pertama, menuntaskan tantangan yang masih ada, yaitu pengangguran, kemiskinan, dan ketidak merataan, dan kedua memberikan ruang kesempatan yang lebih besar kepada rakyat untuk berpartisipasi secara aktif. Pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dititik beratkan pada kabupaten/kota. Otonomi khusus menitikberatkan pada empat pondasi utama yaitu : pemberlakuan syariat Islam, bagi hasil sumber daya alam, pemilihan langsung kepala daerah dan penerapan kembali nilai-nilai adat ke dalam Pemerintahan Daerah. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, akan membawa dampak yang luas pada kehidupan tata pemerintahan dan tata keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Secara substansial merupakan babak baru dalam penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tuntutan reformasi. Undangundang tersebut memberikan angin segar kepada Daerah khususnya Kabupaten Aceh Utara untuk menyelenggarakan pemerintahannya atas azas desentralisasi. Berdasarkan pada uraian di atas, maka penulis mencoba untuk melihat sejauh mana konsistensi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan sehingga mampu mendorong serta mempercepat proses pembangunan ekonomi daerah (tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai) dan sejauh mana peranan desentralisasi mampu merubah struktur ekonomi daerah di Kabupaten Aceh Utara.
Metode Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Utara yang memiliki sumber daya alam yang sangat banyak, namun sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kombinasi kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya mengenai konsistensi pemerintah daerah mempercepat pembangunan ekonomi daerah, melalui kebijakan dan peraturan-peraturan yang ditetapkan, sedangkan pada pendekatan kuantitatif data yang digunakan berupa data sekunder meliputi data Pendapatan Domistik Regional Bruto (PDRB), jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur antar sektor Kabupaten Aceh Utara dalam kurun waktu 2000-2004. Data tersebut dikumpulkan dengan cara mendokumentasikan dari beberapa instansi pemerintah seperti Biro Pusat Statistik, Dinas Pendapatan Daerah, Departemen Perindustrian, Depertemen Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Departemen Perindustrian serta departemen lainnya yang terkait. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan 3 sektor utama
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
79
(cross sectional data) pada kurun waktu 5 tahun dan (time series data), maka secara keseluruhan penelitian ini menggunakan pooled data yaitu data gabungan antara time series dengan cross section. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Dalam penelitian ini metode pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder digunakan metode dokumentasi dan wawancara. Untuk melihat peranan suatu sektor dalam menciptakan produksi nasional suatu negara dipengaruhi oleh tingkat pendapatan perkapita dan jumlah penduduk negara yang bersangkutan digunakan hipotesis Chenery dan Syrquin (1975:5). Xi = a0 + a1 LnYP+ a2 (LnYP)2 + a3Ln N + a4 (Ln N)2 X i = sumbangan nilai tambahan masingmasing ke I dalam PDRB
YP = PDRB perkapita N = Jumlah Penduduk
Adapun spesifikasi model yang digunakan untuk melihat pengaruh alokasi sumber dana terhadap perubahan struktur produksi digunakan hipotesis Sanusi (2003: 30) yang dinyatakan sebagai berikut: Xit j = β0 + β1 ln Yp i j + β2 (ln Yp I j)2 + β3 lnPopi + β4 (ln Pop i)2 + β5 (LnDAU/Y)tj +β6 (LnBh/Y)ti + β7 (LnPad/Y)tj + β8 (LnIs/Y)t j …………4 Xit j = Sumbangan nilai tambah (value added) sektor I dalam produk domistik regional bruto sector j tahun ke-t; Yp I j = Produk domistik regional bruto perkapita, harga konstan 1993 sektor j tahun ke-t; Pop ij = Jumlah penduduk daerah tahun ke-t (DAU/Y)t j = Persentase Dana Alokasi Umum dalam PDRB untuk sektor j tahun ket = Persentase Dana Bagi Hasil dalam PDRB untuk sektor j tahun ke-t (Bh/Y)t j (Pad/Y)t = Persentase pendapatan asli daerah dalam PDRB untuk sektor j tahun ke-t j Is/Y)t = persentase dana investasi swasta dalam PDRB untuk sektor j tahun ke-t Produk domestik regional bruto masing-masing sektor diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah (value added) masing-masing sektor, dalam penelitian ini digolongkan ke dalam tiga sektor utama menurut lapangan usaha, yaitu : PDRB = Vsp + Vss + Vst Vsp = Nilai tambah sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
80
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Vss = Nilai tambah sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan dan kostruksi. Vst = Nilai tambah sektor tersier yang terdiri dari Perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa. Dengan diketahuinya produk domestik regional bruto maka tingkat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun dapat ditentukan. Dalam penelitian ini digunakan cara tahunan Arsyad (1999 : 17) yaitu : Yrt - Yrt - 1 Gt = --------------------- x 100% Yrt – 1 Gt
= Tingkat pertumbuhan ekonomi dalam persen Yrt = nilai PDRB riil pada tahun t Yrt – 1 = nilai PDRB pada tahun t-1
Hasil Penelitian dan Pembahasan Pola Normal Perubahan Struktur Produksi Antar Sektor Yang dimaksud dengan pola normal menurut hipotesis Chennery dan Syrquin (1975:5) adalah suatu perubahan struktur produksi yang terjadi seiring dengan meningkatnya pendapatan suatu masyarakat. Perubahan tersebut tercermin dari penurunan sumbangan yang diberikan oleh sektor primer terhadap PDRB dan diiringi oleh meningkatnya sumbangan sektor sekunder dan tertier. Umumnya pola normal perubahan struktur produksi terjadi pada setiap negara yang sedang berkembang (sedang melaksanakan pembangunan ekonomi). Berdasarkan hasil penelitian tentang pola normal perubahan strukur ekonomi Kabupaten Aceh Utara kurun waktu 1995–2004 selengkapnya dinyatakan sebagai berikut: Persamaan regresi: Sektor Primer: X1 = 604000000 -10886795LnYp + 3507815 (Ln Yp)2 – 93766516 Ln N + 3700767 (Ln N)2
Sektor Sekunder: X2 = 124000000+ 235386 LnYp + 43225 (Ln Yp)2 - 19828290 Ln N + 791436 (Ln N)2 + e Sektor Tersier: X3 = 29020349+ 753906 LnYp -210048 (Ln Yp)2 - 4788352Ln N + 194296 (Ln N)2 +e
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
81
800000000 700000000 600000000 500000000 400000000 300000000 200000000 100000000 0
Primer Sekunder Tersier
0, 55 8 0, 927 56 2 9 0, 650 58 9 19 0, 62 008 7 0, 103 61 6 99 0, 408 63 0, 384 64 7 8 0, 710 64 4 48 3 0, 2 66 2 0, 156 67 40 3 71 6
Persen Dalam PDRB
Menurut hasil analisis regresi yang diperoleh dapat dikemukakan bahwa berdasarkan uji signifikansi secara simultan pengaruh variabel pendapatan perkapita dan jumlah penduduk terhadap perubahan struktur ekonomi tiga sektor utama di Kabupaten Aceh Utara signifikan pada a = 5 persen dengan nilai F- hitung masingmasing 1267,726 untuk sektor primer, 108,845 untuk sektor sekunder, dan 24,622 untuk sektor tersier. Koefisien determinasi (R2) untuk sektor primer adalah sebesar 0,999. Ini berarti variasi nilai tambah produksi sektor primer 99,9% dijelaskan oleh variasi perubahan variabel bebas, sedangkan 0,1% dijelaskan oleh variasi perubahan variabel lain yang tidak tertampung dalam model. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk sektor sekunder adalah sebesar 0,981. Ini berarti variasi nilai tambah produksi sektor sekunder 98,8% dijelaskan oleh variasi perubahan variabel bebas, sedangkan 1,2% dijelaskan oleh variasi perubahan variabel lain yang tidak tertampung dalam model. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk sektor tersier adalah sebesar 0,979. Ini berarti variasi nilai tambah produksi sektor sekunder 97,9% dijelaskan oleh variasi perubahan variabel bebas, sedangkan 2,1% dijelaskan oleh variasi perubahan variabel lain yang tidak tertampung dalam model. Uji signifikansi secara individu untuk variabel pendapatan per kapita dan jumlah penduduk signifikan pada a = 5% berlaku untuk peimer dengan nilai probabilitas kurang dari 5%, pada sektor sekunder hanya jumlah penduduk saja yang signifikan, sedangkan pada sektor tersier variabel jumlah penduduk dan pendapatan per kapita tidak signifikan sama sekali. Dengan memasukkan nilai pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Aceh Utara ke dalam persamaan regresi, maka akan diperoleh prediksi perubahan nilai tambah sektoral dalam produk domestik regional bruto kurun waktu 1995-2004. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.
PDRB Per Kapita Gambar 1. Pengaruh alokasi dana terhadap perubahan nilai tambah sektoral dalam PDRB pada
berbagai tingkat pendapatan per kapita Kabupaten Aceh Utara Tahun 1995 – 2004.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
82
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada pada tahun 1995 tingkat pendapatan per kapita sebesar Rp 0,5589272 juta, sumbangan nilai tambah sektor primer dalam PDRB adalah sebesar Rp 736.007.337 atau sebesar 38,08% dari keseluruhan nilai tambah yang diciptakan. Kecenderungan tersebut terus menurun hingga pendapatan per kapita pada tahun 2004 sebesar Rp 0,674072 juta, sumbangan nilai tambah sektor primer sebesar Rp 640.133.883 atau sebesar 34,83 %. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Tiga Sektor Utama Kabupaten Aceh (dengan Minyak dan Gas) Atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun 1995 – 2004 No Tahun
Total PDRB Sektor
Jumlah
PDRB Per Kapita Sektor
Primer Sekunder Tersier Penduduk Primer 1 1995 3535645 347584,6 250797,4 448712 7,879541 2 1996 3438408 414783,1 257548,8 452117 7,60513 3 1997 3146807 458525,9 267626,1 459917 6,842119 4 1998 2597438 392476,5 292557,6 466522 5,567664 5 1999 2277939 304278,4 287052,4 463032 4,919615 6 2000 2162205 275819,7 291405,9 459741 4,703094 7 2001 2183840 258032,8 298897,6 461468 4,732375 8 2002 2195938 265019,7 305336,5 473513 4,637546 9 2003 2229508 267901,4 316058,4 477745 4,666732 10 2004 2.273.561 273.421,5 328.140,7 481085 4,725903 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara, PDRB Sektoral menurut lapangan usaha 2000 - 2004 (diolah).
Sekunder 0,774627 0,917424 0,996975 0,841282 0,657143 0,599946 0,559156 0,559688 0,560762 0,568343 Kabupaten
Tersier 0,558927 0,569651 0,581901 0,627104 0,619941 0,633848 0,64771 0,644832 0,661563 0,682084 Aceh Utara
Sementara itu, sumbangan nilai tambah sektor sekunder dan sektor tersier dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara menunjukkan kecendrungan meningkat, sejalan dengan bertambahnya pendapatan per kapita. Besarnya sumbangan nilai tambah sektor sekunder dalam PDRB pada saat pendapatan per kapita sebesar Rp 0,5589272 juta pada tahun 1995 adalah Rp 597.671.646 atau sekitar 30,92% dari keseluruhan nilai tambah yang diciptakan. Kecenderungan ini terus meningkat hingga pendapatan per kapita Rp 0,674072 juta pada tahun 2004, maka sumbangan nilai tambah sektor sekunder menjadi sebesar Rp 599.023.523 atau meningkat menjadi 32,60 % pada tahun 2004. Selanjutnya sumbangan nilai tambah sektor tersier dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1995 pendapatan per kapita adalah sebesar Rp 0,5589272 juta, besarnya nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor tersier adalah sebesar Rp 599.010.914 juta, atau sekitar 30,99%, kemudian pada tahun 1997 meningkat menjadi Rp 598.852.741 juta, atau meningkat menjadi 31,70%. Terakhir pada tahun 2004 sumbangan niali tambah adalah sebesar Rp 598.255.375 juta, atau meningkat menjadi sebesar 32,56%. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Aceh Utara mengakibatkan terjadinya perubahan struktur perekonomian Kabupaten Aceh Utara. Perubahan struktur ekonomi ini mengikuti pola normal, yaitu sumbangan sektor primer terus mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
83
Sebaliknya kecenderungan sumbangan yang diberikan oleh sektor sekunder dan sektor tersier terus mengalami peningkatan seiring dengan terjadinya peningkatan pendapatan per kapita masyarakat di Kabupaten Aceh Utara. Hal ini tidak terlepas dari sifat manusia dalam mengkonsumsi barang dan jasa bila pendapatannya meningkat. Apabila pendapatan meningkat maka elastisitas permintaan untuk bahan-bahan makanan lebih kecil dari satu, sedangkan elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan lebih besar dari satu. Ini berarti makin tinggi tingkat pendapatan masyarakat, makin sedikit persentase pendapatan yang digunakan untuk membeli makanan, sebaliknya persentase pendapatan yang digunakan untuk membeli barang bukan makanan menjadi lebih besar. Dengan demikian hipotesa yang menyatakan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Aceh Utara berpengaruh terhadap perubahan struktur ekonomi yang ditandai oleh penurunan kontribusi sektor primer terhadap PDRB dan diikuti oleh meningkatnya kontribusi sektor lainnya dapat dibuktikan dan dapat diterima kebenarannya. Pengaruh pendapatan perkapita, jumlah penduduk, dana alokasi umum, dana bagi hasil, pendapatan asli daerah, dan dana investasi swasta terhadap Nilai Tambah Sektoral
Berdasarkan hasil perhitungan untuk melihat pengaruh secara serentak dilakukan dengan Uji F yaitu pengujian secara serentak Variabel pendapatan perkapita, jumlah penduduk, dana alokasi umum, dana bagi hasil, pendapatan asli daerah, dan dana investasi swasta menunjukkan pengaruh yang cukup signifikan terhadap Nilai Tambah Sektor Primer (X1), sektor sekunder, dan sektor tersier signifikan pada a = 5 persen. Nilai F-hitung masing-masing sebesar 2305 untuk sektor primer, 97699 untuk sektor sekunder, dan 43.835 untuk sektor tersier. Koefisien determinasi (R2) dari persamaan regresi non linear yang meliputi variabel nilai tambah sektor primer (sebagai variabel tergantung) dan variabel pendapatan perkapita, jumlah penduduk, dana alokasi umum, dana bagi hasil, pendapatan asli daerah, dan dana investasi swasta (sebagai variabel bebas) adalah sebesar 0.999. Artinya variasi perubahan nilai tambah produksi sektor primer 99.9 % dijelaskan oleh variasi perubahan variabel bebas, sedangkan 0.1 % dijelaskan oleh variasi perubahan variabel lain yang tidak tertampung di dalam model. Koefisien determinasi (R2) dari persamaan regresi non linear yang meliputi variabel nilai tambah sektor sekunder (sebagai variabel tergantung) dan variabel pendapatan perkapita, jumlah penduduk, dana alokasi umum, dana bagi hasil, pendapatan asli daerah, dan dana investasi swasta (sebagai variabel bebas) adalah sebesar 0.999. Artinya variasi perubahan nilai tambah produksi sektor sekunder 99.9% dijelaskan oleh variasi perubahan variabel bebas, sedangkan 0.1 % dijelaskan oleh variasi perubahan variabel lain yang tidak tertampung di dalam model. Koefisien determinasi (R2) dari persamaan regresi non linear yang meliputi variabel nilai tambah sektor tersier (sebagai variabel tergantung) dan variabel pendapatan perkapita, jumlah penduduk, dana alokasi umum, dana bagi hasil, pendapatan asli daerah, dan dana investasi swasta (sebagai variabel bebas) adalah
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
84
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
sebesar 0.999. Artinya variasi perubahan nilai tambah produksi sektor tersier 99.9 % dijelaskan oleh variasi perubahan variabel bebas, sedangkan 0.1 % dijelaskan oleh variasi perubahan variabel lain yang tidak tertampung di dalam model. Uji signifikan secara individu untuk variabel Dana Alokasi Umum, Bagi Hasil, Ivestasi swasta signifikan pada a=5% hanya untuk sektor sekunder, sedangkan sektor primer dan tersier tidak signifikan. Hasil selengkapnya persamaan regresi yang diperoleh sebagai berikut: Persamaan regresi Sektor Primer X1 = 604000000 -10886795LnYp + 3507815 (Ln Yp)2 – 93766516 Ln N + 3700767 (Ln N)2 +e
Sektor Sekunder(X2) X2 = 124000000+ 235386 LnYp + 43225 (Ln Yp)2 - 19828290 Ln N + 791436 (Ln N)2 + e Sektor Tersier X3 = 29020349+ 753906 LnYp -210048 (Ln Yp)2 - 4788352Ln N + 194296 (Ln N)2 +e Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Dan Perubahan Struktur Ekonomi
Menurut persamaan regresi di atas koefisien beta Dana Alokasi Umum masingmasing sektor sebesar -10047 untuk sektor primer, -12677 sektor sekunder dan 1415 untuk sektor tersier. Uji statistik pada a = 5% untuk semua sektor produksi, hanya sektor sekunder yang mempunyai nilai probabilitas kurang dari 5%. Berarti dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen variabel Dana Alokasi Umum secara statistik berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tambah sektor sekunder. Sedangkan nilai probabilitas sektor primer dan tersier lebih besar dari 5%, ini berarti variabel Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tambah dua sektor tersebut. Dari hasil perhitungan persamaan regresi juga menunjukkan bahwa, apabila Dana Alokasi Umum meningkat maka akan menurunkan kontribusi nilai tambah semua sektor. Penurunan kontribusi sektor primer terutama disebabkan oleh menurunnya kontribusi sektor pertambangan minyak dan gas yang merupakan sumber daya yang diekploitasi. Sebagai mana diketahui sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap pembentukan produk domestik regional bruto Kabupaten Aceh Utara. Penurunan kontribusi sektor pertambangan disebabkan oleh kandungan minyak dan gas alam semakin menipis dan juga faktor politik, yakni konflik yang tidak kunjung reda yang dialami Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam umumnya dan Kabupaten Aceh Utara khususnya.
85
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
Akibatnya pada awal tahun 2002 terjadi pemutusan hubungan kerja besarbesran di semua proyek vital yang ada di Kabupaten Aceh Utara, sehingga meningkatkan jumlah pengangguran sekaligus memberi dampak buruk terhadap perkembangan ekonomi daerah. Sebaliknya sumbangan nilai tambah sektor pertanian selama periode penelitian (1995-2004) mengalami peningkatan rata-rata pertahun sebesar 9,34%. Namun peningkatan kontribusi sektor pertanian lebih kecil dibandingkan dengan penurunan kontribusi sektor pertambangan. Kedua sektor ini termasuk dalam kategori sektor Primer, dengan demikian kontribusi keseluruhan sektor primer menjadi menurun. Tabel 2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umumdan Investasi Swasta Kabupaten Aceh Tahun 1995 - 2004 Tahun
PAD
(%)
Bagi Hasil
(%)
DAU
(%)
Investasi Swasta
(%)
1995 3.754.222.711 - 31.538.369.827 - 30.349.616.975 - 25.611.655.610 1996 3.895.053.672 3,75 35.732.969.178 13,30 42.631.544.863 40,47 29.208.018.084 14,04 1997 4.540.471.398 16,57 34.235.698.862 95,81 51.249.774.858 20,00 35.497.231.883 21,53 1998 4.156.198.011 -8,46 29.564.207.011 -13,65 61.874.233.140 20,73 37.519.845.776 5,70 1999 7.419.053.326 78,51 38.561.681.642 30,43 83.889.095.994 36,00 62.762.696.619 67,28 2000 9.209.147.091 24,13 37.558.253.296 -2,60 57.307.205.141 -32,00 97.728.022.120 55,71 2001 12.533.049.556 36,09 368.587.411.317 881,4 233.970.123.847 308,00 258.291.350.809 164,3 2002 21.821.162.981 74,11 254.383.822.569 -30,98 200.592.939.250 -14,00 242.746.123.096 -6,02 2003 37.774.708.751 73,11 301.385.047.101 18,48 149.120.000.000 -26,00 247.305.640.370 1,88 2004 38.570.258.408 2,11 239.365.961.426 -20,58 199.895.970.000 34,00 312.394.660.540 26,32 Rata- rata 29,99 97,16 38,72 35,07 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah dan Kabag Keuangan Sekda Kabupaten Aceh Utara 2005 (di0lah)
Peningkatan Dana alokasi umum kontribusi sektor sekunder menurun disebabkan dana tersebut dialokasikan untuk memperbaiki kerusakan infra struktur. Selama konflik berlangsung terjadinya penumbangan sejumlah tower listrik, ratusan sarana pendidikan dan sejumlah kantor pemerintahan hangus dibakar oleh orang yang tak dikenal. Sehingga sebahagian besar dana terserap untuk hal-hal yang tidak produktif (perbaikan fisik). Perbaikan fisik ini merupakan investasi jangka panjang dan dalam waktu jangka pendek tidak dapat memberikan/meningkatkan kontribusi sektor tersebut. Faktor ini menyebabkan kontribusi sektor sekunder selama kurun waktu 1995-2004 menurun. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa koefisien Dana Bagi Hasil masingmasing sektor sebesar 45691 untuk sektor primer, sebesar 12661 sektor sekunder, dan sebesar 23536 sektor tersier. Uji statistik pada a = 5% untuk semua sektor produksi, hanya sektor sekunder yang mempunyai nilai probabilitas kurang dari 5%. Berarti dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen variabel Dana Bagi Hasil secara statistik berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tambah sektor sekunder. Sedangkan nilai probabilitas sektor primer dan tersier lebih besar dari 5%, ini berarti
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
86
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
variabel Dana Bagi Hasil tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tambah dua sektor tersebut. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa koefisien elastisitas Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil sektor primer lebih besar dibandingkan dengan koefisien elastisitas sektor sekunder. Ini berarti apabila Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil meningkat perubahan struktur ekonomi sektor primer lebih besar dibandingkan sektor sekunder. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesa kedua dari penelitian ini diterima dan dapat dibuktikan kebenarannya. Pendapatan Asli Daerah, Investasi Swasta Dan Perubahan Struktur Ekonomi
Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa, koefisien beta dana pendapatan asli daerah untuk sektor primer sebesar 11172, sektor sekunder sebesar 74398, dan sektor tersier sebesar -24679. Uji statistik pada a = 5% untuk semua sektor produksi, sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 5%. ini berarti variabel dana pendapatan asli daerah tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tambah seluruh sektor ekonomi Kabupaten Aceh Utara. Apabila diperhatikan koefisien regresi pendapatan asli daerah memberi dampak yang besar terhadap perubahan struktur produksi sektoral. Hal ini jelas yang mana dana pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber dana pembangunan daerah selama ini. Namun dalam kenyataan sumbangan dana pendapatan asli daerah terhadap total pengeluaran pembangunan daerah relatif sangat kecil. Dari hasi penelitian dapat diketahui kontribusi dana pendapatan asli daerah terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Aceh Utara per tahun selama kurun waktu 1995-2004 kurang dari 5%. Namun demikian Jika dilihat koefisien elastisitas, maka perubahan struktur produksi sektor sekunder lebih besar daripada sektor primer. Selanjutnya, hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa koefisien beta variabel investasi swasta sektor primer primer sebesar -111543, sektor sekunder sebesar -31798, dan sektor tersier -11080. Uji statistik pada a = 5% untuk semua sektor produksi, sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 5%. ini berarti variabel investasi Swasta tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tambah seluruh sektor ekonomi Kabupaten Aceh Utara. Sebagaimana kita ketahui konflik berkepanjangan yang dialami Provinsi NAD umumnya dan Kabupaten Aceh Utara khususnya, telah membuat hancurnya infra struktur yang tersedia. Di satu sisi kita melihat bahwa investasi swasta meningkat, namun peningkatan ini sebahagian besar digunakan untuk memperbaiki kerusakan infra struktur yang di alami. Dengan demikian dalam jangka pendek seluruh sektor produksi mengalami penurunan kontribusi yang dihasilkan, walaupun jumlah investasi meningkat. Ini merupakan suatu kenyataan yang dihadapi Kabupaten Aceh Utara. Namun jika kita lihat koefisien elastisitas perubahan struktur produksi sektor sekunder lebih besar disbanding dengan sektor primer.
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
87
800000000 700000000 600000000 500000000 400000000
Primer Sekunder
300000000
Tersier
200000000 100000000 0 0, 55 8 0, 92 56 72 9 0, 65 58 09 1 0, 90 62 08 7 0, 10 61 36 99 0, 40 63 8 0, 38 64 48 7 0, 71 64 04 48 0, 32 66 2 0, 15 67 63 40 71 6
Persen Dalam PDRB
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien elastisitas dana pendapatan asli daerah dan investasi swasta sektor sekunder lebih besar dibandingkan dengan sektor primer. Ini berarti dampak perubahan struktur produksi sektor sekunder lebih besar daripada sektor primer akibat adanya peningkatan dana pendapatan asli daerah dan investasi swasta dalam produk domestik regional bruto Kabupaten Aceh Utara. Dengan memasukkan nilai pendapatan per kapita tiga sektor utama kurun waktu 1995–2004 ke dalam persamaan regresi maka diperoleh prediksi perubahan nilai tambah sektoral dalam PDRB pada berbagai tingkat pendapatan per kapita seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
PDRB Per Kapita Gambar 2. Perubahan nilai tambah sektoral dalam PDRB pada berbagai tingkat pendapatan per kapita Kabupaten Aceh Utara Tahun 1995 – 2004.
Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa sumbangan nilai tambah sektor primer dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan, sementara sumbangan nilai tambah sektor sekunder dan tersier terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1995 tingkat pendapatan per kapita sebesar Rp 0,5589272 juta, total nilai tambah yang tercipta adalah sebesar Rp. 17.38.605.345, total sumbangan nilai tambah sektor primer dalam PDRB adalah sebesar Rp 677.650.615 atau sebesar 38,08 % dari keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan. Sementara total nilai tambah yang diciptakan sektor sekunder dan tertier masing-masing sebesar Rp. 530.477.365 dan Rp. 532.106.567 atau masing-masing 30,51%dan 30,61 % dari keseluruhan nilai tambah yan diciptakan. Pada tahun 1996 sumbangan sektor primer turun 38,56 %, sedangkan sumbangan nilai tambah sektor sekunder meningkat menjadi 30,72%, demikian juga
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
88
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
halnya dengan sektor tersier meningkat menjadi 30,86%. Pada tahun 1997 sumbangan sektor primer kembali turun, total sumbangan sektor primer adalah sebesar Rp. 631855768 atau menjadi 37,38% dari total nilai tambah yang dihasilkan yaitu sebesar Rp. 1690203855. Sedangkan kedua sektor lainnya terus mengalami peningkatan. Total sumbangan nilai tambah sektor sekunder adalah sebesar Rp. 529.174.043 atau meningkat menjadi 31,31%, sementara total sumbangan nilai tambah sektor tersier adalah sebesar Rp. 532.915.949 atau meningkat menjadi 31,47%. Kecenderungan penurunan sumbangan nilai tambah sektor primer dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara terus berlanjut seiring dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat. Tingkat pendapatan per kapita masyarakat Pada tahun 2002 adalah sebesar Rp. 0,6448322 juta, total sumbangan nilai tambah sektor primer adalah sebesar Rp. 562.137.258 juta atau menjadi 34,56% dari keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan yaitu sebesar Rp. 1.626.997.466 juta. Sementara itu, sumbangan nilai tambah sektor sekunder dan sektor tersier dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara menenunjukkan kecendrungan meningkat, sejalan dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat. Besarnya sumbangan nilai tambah sektor sekunder dalam PDRB pada saat pendapatan per kapita sebesar Rp 0,6448322 juta pada tahun 2002 adalah Rp 532.100.118 juta atau sekitar 32,72% dari keseluruhan nilai tambah yang diciptakan. Selanjutnya sumbangan nilai tambah sektor tersier dalam PDRB Kabupaten Aceh Utara juga terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 pendapatan per kapita adalah sebesar Rp 0,6448322 juta, besarnya nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor tersier adalah sebesar Rp. 531.414.665, atau sekitar 32,68 %, dari total keseluruhan nilai tambah yang diciptakan yaitu sebesar Rp. 1.626.337.634 juta. Untuk dua tahun terakhir pola tersebut sedikit mengalami perubahan, sektor primer sedikit mengalami peningkatan dan diikuti oleh penurunan ke dua sector lainnya yaitu sektor sekunder dan sektor tersier. Pada tahun 2003 total sumbangan niali tambah sektor primer sebesar 34,59%, sementara sektor sekunder dan tersier masing-masing 32,70% dan 32,65%. Kemudian sumbangan nilai tambah sektor primer meningkat menjadi 35,04% pada tahun 2004, diikuti oleh penurunansumbangan nilai tambah sektor sekunder dan tersier masing-masing menjadi 32,48% dan 32,42%.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan tentang perubahan struktur ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan antar sektor di Kabupaten Aceh Utara sebagai berikut: 1. Dalam kurun waktu 1995 – 2004 telah terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Aceh Utara yang ditandai dengan pergeseran kontribusi masingmasing sektor terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Utara. Peningkatan PDRB per kapita diikuti dengan menurunnya peranan sektor pimer sebaliknya
Saharuddin, Sumber Dana Pembangunan Daerah dan Pengaruhnya.........
89
semakin tinggi PDRB per kapita semakin tinggi pula peranan sektor sekunder dan tersier. 2. Apabila Dana Alokasi Umum meningkat maka akan menurunkan kontribusi masing-masing sektor dalam PDRB, proporsi penurunan sektor primer lebih besar dibandingkan dengan sektor sekunder dan tersier. Sebaliknya jika dana bagi hasil meningkat maka akan meningkatkan kontribusi kedua sektor dalam PDRB. Proporsi kenaikan sektor primer lebih besar dibandingkan dengan sektor sekunder. Peningkatan PAD akan meningkatkan kontribusi sektor primer dan sekunder dalam PDRB, dengan proporsi sektor sekunder lebih besar dibandingkan dengan sektor primer. Sebaliknya peningkatan investasi swasta akan menurunkan kontribusi kedua sektor dalam PDRB. Proporsi penurunan sektor sekunder lebih besar dibandingkan sektor primer.
Rekomendasi Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan di atas maka saran peneliti sebagai berikut: 1. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh pertumbuhan sektoral yang ditandai oleh pergeseran sumbangan (kontribusi) masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB. Apabila daerah ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat, maka pergeseran sektor produksi memang harus terjadi. Mengingat kandungan gas di Kabupaten Aceh Utara mulai menipis dan akan segera habis, yang selama ini merupakan subsektor penyumbang terbanyak terhadap pembentukan PDRB daerah, maka untuk mengantisipasi hal itu sudah selayaknya pemerintah daerah kembali memperhatikan pertumbuhan sektor primer. Hal ini dirasakan cukup beralasan, karena pada dasarnya kondisi/ potensi perekonomian Kabupaten Aceh Utara merupakan suatu daerah yang bebasis pertanian. 2. Pemberlakuan otonomi daerah yang disertai dengan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah memberi dampak yang positif bagi Kabupaten Aceh Utara. Jumlah dana perimbangan yang diterima cukup besar dengan harapan Kabupaten Aceh Utara dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah yang selama ini jauh tertinggal. Namun dalam kenyataan efektivitas penggunaan dana selama ini tidak tercapai. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian bahwa hanya sektor sekunder yang memperoleh manfaat positif dari dana tersebut dan dapat dapat dibuktikan kebenarannya secara statistik. Oleh karena itu diharapkan kepada pemerintah agar membuat suatu kebijakan tentang alokasi dana sektoral yang proporsional, sehingga akan mendorong pertumbuhan tiap sektoral pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Referensi Arief, B. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia. Jakarta
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
90
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 7, Nomor 1, Januari 2006
Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan, Edisi ke-4, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta. Bintaro, Tj. 1996. Kebijaksanaan dan Administrasi Pemangunan, LP3ES, Jakarta Chennery, H.B., M. Syrquin. 1975. Pattern of Development 1950-1970, Oxpord University Press. London. Sanusi, A. 2003. Sumber Dana Pembangunan Daerah, Pengaruhnya Terhadap Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesenjangan Distribusi Pendapatan Antar Daerah, Penerbit Buntara Media. Malang. Sumodiningrat, G. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat, Seri Ekonomi Pembangunan. Penerbit Pustaka Pelajar dan IDEA. Yogyakarta. BPS Aceh Utara, Statistik Keuangan Pemerintahan Kabupaten Aceh Utara 19952004. Lhokseumawe. BPS Aceh Utara, Produk Domertik Regional Bruto Sektoral Kabupaten Aceh Utara 1995-2004. Lhokseumawe. BPS Aceh Utara. 1995-2004. Aceh Utara Dalam Angka. Undang-Undang No.22 Tahun 1999. Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Undang-Undang No.18 Tahun 2001. Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Nanggroe Aceh Darussalam. Undang-Undang No.44 Tahun 1999. Tentang Penyelenggaraan KeistimewaanProvinsi Daerah Istimewa Aceh