Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
PENGARUH KONSELING KELOMPOK REGULASI DIRI TERHADAP PENINGKATAN REGULASI DIRI PADA PENDERITA PEMBELIAN KOMPULSIF THE EFFECT OF SELF-REGULATION GROUP COUNSELING TO INCREASE SELF REGULATION ON SUBJECT WITH COMPULSIVE BUYING DISORDER Dinda Dwarawati Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung, Bandung Email:
[email protected] ABSTRACT The purpose of this research is to understand the effect of self-regulation group counseling for subjects with Compulsive Buying Disorder. The research method was Quasi-experimental, One-group pretestposttest design. Analysis technique used is descriptive statistics. Subjects consist of three, with the criteria are students in college, women, have compulsive buying disorder, and in medium category for selfregulation. The results of this research after 5 group-counseling sessions are: the counselee 1 (AP) and counselee 3 (MM) show that they get self-regulation increased scores, but the criteria still exist in the medium category. Counselee 2 (ABF) show that her self-regulation increased scores, with increased category of the category of medium to high category. Key words: self-regulation, compulsive buying, group-counseling. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling kelompok self-regulation terhadap peningkatan self-regulation pada penderita gangguan Compulseive Buying. Metode penelitian yang dipakai adalah Quasi experimental, desain One-Group Pretest-Posttest Design. Teknik analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif. Subjek penelitian berjumlah 3 (tiga) orang, dengan kriteria: mahasiswa, perempuan, memiliki gangguan pembelian kompulsif, dan diduga memiliki self-regulation sedang. Hasil yang diperoleh setelah melakukan konseling kelompok 5 sesi, yaitu Konseli 1 (AP) dan konseli 3 (MM) mengalami peningkatan peningkatan skor self-regulation sebelum dan sesudah konseling kelompok, namun kriterianya masih ada di kategori sedang. Konseli 2 (ABF) mengalami peningkatan peningkatan skor self-regulation sebelum dan sesudah konseling kelompok, serta mengalami peningkatan kategori dari kategori sedang ke kategori tinggi. Kata Kunci: self-regulation, pembelian kompulsif, konseling kelompok.
Bagi banyak orang konsep adiksi
perilaku adiksi telah berkembang pada
biasanya berkaitan dengan obat-obatan.
tingkah laku tertentu yang memiliki
Tidak mengherankan jika adiksi didefini-
potensi sebagai perilaku adiktif, seperti
sikan sebagai penggunaan obat-obatan
seks, internet, pornografi, games, dan
secara kompulsif dan tidak terkontrol
sebagainya. Oleh karena itu, Orford
(Diclemente, 2003). Namun, saat ini
(Diclemente, 2003) menyatakan bahwa
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
191
Dinda Dwarawati
adiksi adalah perilaku tertentu yang
dirasa sebagai cara yang paling ampuh
berulang, kompulsif, self destructive, dan
untuk menghilangkannya. Pelaku pembe-
sulit untuk
diubah.
lian kompulsif mengalami kepuasan dan
Perilaku adiksi tertentu dilakukan sebagai
dengan berbelanja seperti telah mem-
cara untuk menghindari atau menunda
berikan makna hidup dan membuatnya
masalah–masalah tersebut. Perilaku adik-
lupa akan kesedihan-kesedihannya.
dihentikan atau
si merupakan suatu pola perilaku yang
Pembelian kompulsif didasari ada-
memiliki konsekuensi buruk bagi para
nya hasrat menginginkan dari pada mem-
pecandu dan keluarganya (Peele, dalam
butuhkan item tertentu, sehingga hasrat
Thombs, 2006)
untuk belanja dapat muncul kapanpun
Salah satu jenis adiksi yang yang
dan di manapun (O’Guinn & Faber,
ada adalah Shopping Addiction atau yang
1989). Individu dengan perilaku pem-
disebut
belian kompulsif sering berada pada
juga
(compulsive
pembelian buying).
kompulsif
Sebutan
bagi
kondisi
mendesak
sehingga
akan
pelakunya adalah shoppacholic. Definisi
mengalami tension (ketegangan) yang
dari compulsive buying adalah perilaku
mengharuskan
berbelanja yang kronis dan berulang,
membeli. Hal tersebut sering terjadi
yang telah menjadi respon utama dalam
bahkan sebelum individu tersebut berada
situasi atau perasaan negatif (O’Guinn
dalam
dan Faber, dalam
demikian,
2011).
Menurut
dengan
berbelanja,
perilaku
Muller & Mitchel,
buying
mereka
untuk
environment.
secara
segera
Dengan
sederhana
dapat
O’Connor
(2003),
dikatakan bahwa pembelian kompulsif
individu
dengan
itu berkaitan dengan tindakan membeli
tidak
(act of buying), sementara itu Impulse
pembelian
kompulsif
mengantisipasi reward layaknya seorang
Buying
penjudi, tetapi sebuah pikiran atau ide
barang yang dibeli. Pada penelitian ini,
ketika berbelanja yaitu seperti telah
yang menjadi variabel penelitian adalah
memiliki suatu objek dan timbulnya
individu dengan gangguan pembelian
kesenangan dan perasaan optimis. Kese-
kompulsif.
nangan tersebut terasa sangat dihayati
berkaitan
Peneliti
dengan
melakukan
item
atau
wawancara
dalam diri individu sehingga menjadi
terhadap
kekuatan utama ketika berbelanja. Ketika
pembelian kompulsif. Individu dalam
menghadapi perasaan-perasaan negatif
melakukan kegiatan belanja seringkali
dan kesulitan dalam hidup, berbelanja
memiliki beberapa tujuan, seperti meng-
192 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
individu
dengan
gangguan
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
ikuti mode atau trend yang selanjutnya akan timbul
keyakinan bahwa
jika
Dorongan untuk membeli besar dirasakan oleh subjek. Keinginan untuk
menggunakan barang yang bermerk akan
belanja
menaikkan harga dirinya dan menghin-
keseharian mereka. Dorongan belanja
dari menggunakan barang bermerk yang
bisa sampai muncul dalam mimpi. Ketika
palsu. Tujuan lainnya adalah untuk
mereka berada dalam lingkungan belanja
menghilangkan stres. Mereka merasa
(pertokoan), subjek sering merasa barang-
dengan melakukan aktivitas berbelanja,
barang yang terpajang di etalase seakan-
maka akan terbebas dari masalah yang
akan meminta mereka untuk membeli-
saat itu sedang mereka hadapi. Prinsip
nya, “mereka seolah-olah
mereka bahwa dengan berbelanja dan
lambaikan tangan, meminta untuk saya
kemudian barang-barangnya akan mem-
beli. Jantung saya berdebar ketika meli-
buat mereka terkesan mengikuti mode
hat mereka”. Kegiatan berbelanja pun
adalah penting.
mereka lakukan tanpa mempertimbang-
sering
mengganggu
kegiatan
melambai-
Tujuan-tujuan tersebut tanpa mem-
kan kondisi keuangan mereka, sehingga
pertimbangkan apakah barang yang di-
sering mereka melakukan berbagai cara
belinya dibutuhkan atau tidak, sehingga
untuk dapat berbelanja, seperti membu-
barang-barang
sering
juk orang tua, menggunakan kartu kredit
tidak digunakannya, bahkan ada juga
sampai melebihi batas, sampai berbo-
yang subjek lupa menyimpan barang
hong pada orang tua. Bagi mereka,
yang telah dibelinya, yang mengakibat-
bukan masalah berapa banyak uang yang
kan subjek akan membeli lagi. Banyak-
mereka keluarkan, tetapi kesenangan
nya barang yang dibelinya pun seringkali
ketika melakukan aktifitas belanja adalah
melebihi dari yang direncanakan. Demi-
yang utama. Mereka rela melakukan
kian juga waktu yang dibutuhkan pun
berbagai cara untuk bisa berbelanja.
yang
dibelinya
cenderung lama, namun tidak jarang juga
Mereka menyadari bahwa perilaku
sangat cepat. Pada akhirnya mereka akan
mereka dalam berbelanja tidak seperti
membeli barang yang tidak direncanakan
teman sebayanya, namun mereka sulit
tanpa mempertimbangkan fungsi atau
mengendalikan
kebutuhan. Subjek nampak tidak memi-
berbelanja. Mereka merasa lebih percaya
liki strategi dalam berbelanja, dan cende-
diri jika sudah menggunakan barang-
rung tidak terkontrol.
barang yang telah dibelinya. Mereka
dorongannya
untuk
menyukai reaksi orang-orang disekitarnya
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
193
Dinda Dwarawati
terhadap
dirinya
yang
menggunakan
keadaan atau situasi yang tidak nyaman,
barang yang dibelinya. Bahkan, subjek
yang mempengaruhi perilaku membeli-
merasa senang melihat dirinya sendiri di
nya, karena itu akhirnya mereka sering
depan cermin menggunakan barang yang
mengalami kesadaran diri yang justru
dibelinya, sekalipun tidak pernah diguna-
menyakitkan. Padahal, kesadaran diri
kannya keluar rumah. Sering teman atau
merupakan faktor penentu penting untuk
keluarga mengingatkan mereka, namun
menjaga regulasi diri. Untuk mengatur
semakin mereka dilarang, mereka akan
diri, seseorang harus memantau keadaan-
semakin sering berbelanja, dan akhirnya
nya,
memilih
melalui lingkungan kemajuan, pelacakan
berbelanja
sendiri
tanpa
ditemani.
yang
meliputi
perkembangan
menuju atau jauh dari tujuan, dan meng-
Berdasarkan data wawancara terse-
evaluasi kembali hasil yang diinginkan.
but, peneliti melakukan analisis terhadap
Penurunan
penjelasan dari subjek dengan gangguan
awareness) terkait dengan rasa malu,
pembelian kompulsif tersebut. Diperoleh
yang
kesimpulan
belanja
kegagalan regulasi diri (Heatherton &
subjek tidak memiliki tujuan, tidak ada-
Baumeister, 1991; see Carver, Bab 2).
nya strategi dalam melakukan kegiatan
Regulasi diri memfokuskan perhatiannya
berbelanja yang mengakibatkan kegiatan
kepada cara seseorang mengarahkan dan
berbelanja
mengontrol
bahwa
menjadi
kegiatan
tidak
terkontrol.
kesadaran
pada
diri
gilirannya
dirinya
(self
menyebabkan
atau
perilakunya
Subjek sudah melakukan upaya pengen-
(Markus & Wurf, dalam Fiske & Taylor,
dalian, namun selalu gagal. Kemudian
1991).
meskipun evaluasi terhadap kegiatan
Regulasi diri memiliki komponen
belanja sudah dilakukan, subjek selalu
yang penting, yaitu penetapan tujuan,
akan
persiapan
mengulang
kembali
kegiatan
kognitif
untuk
berperilaku
belanja yang berlebihannya. Dari papa-
sesuai
ran tersebut, variable yang diperkirakan
dicapai (seperti perencanaan, strategi
bermasalah pada subjek adalah pada
latihan), monitoring dan evaluasi terha-
variabel regulasi diri.
dap semua aktivitas dalam mencapai
Berdasarkan penelitian pada subjek dengan gangguan pembelian kompulsif
dengan
tujuan
yang
hendak
tujuan yang sudah dicapai (Fiske & Taylor, 1991).
mungkin sangat rentan terhadap pola
Beberapa intervensi telah dilaku-
yang negatif untuk berusaha mengubah
kan untuk mengatasi individu dengan
194 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
gangguan pembelian kompulsif.
Salah
(Seligman & Reichenberg, 2007). Melalui
satunya yang dikemukakan oleh James E.
konseling kelompok individu akan saling
Mitchel yang telah menangani individu
menceritakan pengalaman yang serupa
dengan pembelian kompulsif dengan
berkaitan dengan gangguannya. Dalam
pendekatan CBT dengan metode kelom-
konseling kelompok juga akan saling
pok (Muller & Mitchel, 2011). Namun,
bertukar informasi mengenai keberhasil-
dalam Mithell dan Muller dikemukakan
an dan kegagalan dalam mengatasi gang-
bahwa perlunya memberi intervensi yang
guannya, serta saling memberikan feed-
melibatkan upaya meningkatkan regulasi
back dan dukungan satu sama lain. Kon-
diri, karena regulasi diri yang rendah
seling kelompok juga akan meningkatkan
sangat
minat
memiliki
kontribusi
terhadap
sosialnya
serta
meningkatkan
dalam
bersosialisasi.
munculnya gangguan pembelian kompul-
kemampuannya
sif. Dalam intervensi untuk meningkatkan
Selain itu juga, memfasilitasi individu
regulasi diri harus juga diupayakan untuk
untuk berlatih dan menguji defence,
mengajarkan
membandingkan diri, meningkatkan self-
kontrol
kepada
subjek
dapat mengarahkan dirinya agar berbe-
understanding
lanja secara lebih sehat dan bertujuan.
Proses
tersebut
Dalam
subjek
untuk
intervensi
juga
perlu
pada
self-acceptance.
dan akan
mengantarkan
meningkatkan
regulasi
awalnya subjek dberikan insight akan
dirinya, sehingga perilaku berbelanja
self-awareness yang ada pada dirinya,
mereka menjadi lebih terarah. Konseling
sebagai upaya untuk mengenali masalah-
kelompok
masalah dalam dirinya.
bertujuan menghilangkan perilaku belan-
yang
dilakukan
bukan
Seperti yang telah dikemukakan,
ja subjek, akan tetapi untuk dapat meng-
bahwa gangguan pembelian kompulsif
arahkan perilaku belanjanya sehingga
merupakan gangguan pada pengendalian
lebih bertujuan, terkendali dan senantiasa
impuls, sehingga diperlukan intervensi
dapat mengevaluasi kegiatan belanjanya,
yang memberikan informasi dan pela-
sesuai dengan konsep regulasi diri.
tihan mengenai dampak negatif dari
Proses/mekanisme
regulasi
diri
perilakunya serta mempelajari perilaku
berguna untuk membantu individu dalam
baru yang lebih efektif untuk mengganti
monitoring, evaluasi dan mengatur setiap
perilakunya yang lama. Individu dengan
kemajuan
dalam
gangguan ini, bisa diberikan intervensi
(Bandura,
Carver
dalam
Lavallee & Campbel, 1995). Untuk dapat
bentuk
konseling
kelompok
mencapai &
Scheier,
tujuan dalam
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
195
Dinda Dwarawati
melakukan monitoring dan evaluasi guna
yang telah diyakininya, nilai-nilai dan
mengarahkan dan mengontrol tindakan
tujuan (Showers & Cantr, dalam Fiske &
agar sesuai dengan tujuan yang akan
Taylor, 1991).
dicapai,
pertama-tama
orang
harus
Kedua:
Persiapan
kognitif
agar
menyadari permasalahannya dengan cara
dapat berperilaku sesuai dengan tujuan
bertanya kepada diri sendiri seterusnya
yang akan dicapai (perencanaan dan
dilanjutkan dengan memberikan instruksi
strategi yang terlatih). Persiapan kognitif
kepada diri sendiri (Woolfolk, 1993).
agar dapat berperilaku sesuai dengan
Regulasi diri telah ditandai dengan tiga
tujuan yang akan dicapai dapat diterang-
komponen, yaitu membangun tujuan
kan dengan menggunakan hierarki tujuan.
(establishing a goal), bertindak yang
Carver dan Scheier (Lavalle & Campbell,
mengarah
tujuan
1995) menunjukkan pula bahwa ke-
tersebut (engaging in actions that lead to
banyakan perilaku regulasi diri manusia
obtaining this goal), dan memantau
terjadi pada tahap mempersiapkan dan
kemajuan menuju tujuan (monitoring
melaksanakan
progress toward the goal) (Baumeister &
disebut program. Bila muncul kejadian
Vohs, 2003).
yang
untuk
memperoleh
Ahli Social Cognition (Fiske &
tindakan
dirasakan
konkrit
menganggu,
yang
barulah
manusia meninjau kembali hierarki di
Taylor, 1991) mengemukakan tiga kom-
atasnya
ponen penting regulasi diri. Pertama:
mendasari penetapan tujuan atau prinsip.
Penetapan tujuan. Tujuan pribadi yang
Tindakan memikirkan satuan program
telah ditetapkan akan membentuk peri-
pencapaian tujuan inilah yang disebut
laku-perilaku khusus. Dalam menghadapi
mempersiapkan strategi kognitif untuk
situasi sosial, tujuan pribadi sangat erat
kemudian diterapkan dalam perilaku-
berkaitan dengan perilaku dan kemam-
perilaku khusus agar tujuan yang telah
puan seseorang dalam menyesuaikan
ditetapkan tercapai. Di antara sejumlah
persepsinya terhadap situasi tertentu dan
besar kontrol tersebut, Fiske dan Taylor
terhadap
faktor-faktor
muncul.
(1991) mengemukakan beberapa yaitu
Manusia
dapat
beberapa
kontrol perilaku, kontrol kognitif, kontrol
alternatif untuk menginterpretasi kejadian
keputusan, kontrol informasi, kontrol
tertentu, mengubah pemahaman karena
retrospektif dan sekunder.
yang
meninjau
adanya masukan-masukan yang dipelajari lewat pengalaman, menerapkan sesuatu
yaitu
sistem
konsep
yang
Ketiga: Monitoring dan evaluasi aktivitas
196 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
pencapaian
tujuan.
Dalam
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
melakukan
monitoring
dan
evaluasi
rung
terikat
secara
konsisten
untuk
aktivitas pencapaian tujuan, manusia
membeli baik secara rutin/ harian atau-
dibantu oleh proses atau mekanisme
pun ketika mereka mengalami emosi
regulasi diri (Bandura, Carver & Scheier,
negatif. Oleh karena itu, mereka meraih
dalam Lavalle & Campbel, 1995). Proses
titik di mana kegiatan membeli yang
atau mekanisme regulasi diri itu adalah
mereka lakukan menciptakan konflik
melakukan
dan
utama dalam kehidupannya. CB dapat
keseimbangannya, melakukan evaluasi
dihubungkan dengan kegagalan dalam
perilaku,
serta
reaksi
regulasi diri (Faber & Vohs, 2004). CB
terhadap
perilaku
ditentukan
dipandang sebagai kerusakan yang lebih
peninjauan
perilaku
mengevaluasi yang
(Bandura & Stenberg, dalam Woolfolk,
besar dari proses self-regulatory.
1993).
Pembelian kompulsif telah didefi-
Ketiga komponen tersebut ber-
nisikan sebagai kondisi kronis, pem-
orientasi kepada tujuan. Tujuan itu sen-
belian berulang yang, dipelajari terus-
diri secara tersirat dan khas merupakan
menerus, yang kemudian otomatis seba-
fungsi dari kebutuhan, motif dan nilai-
gai respon untuk perasaan negatif (Faber,
nilai individual. Komponen Fiske dan
2000a; O'Guinn & Faber, 1989). Mem-
Taylor (1991) tersebut didukung oleh
beli menyuguhkan kesenangan jangka
pakar yang sependapat bahwa tujuan
pendek tetapi akhirnya menyebabkan
pribadi adalah sesuatu yang diperjuang-
kerugian bagi individu dan atau untuk
kan untuk dicapai serta merupakan
orang lain. Pembelian kompulsif adalah
komponen penting dan utama yang
kegagalan terus menerus dalam regulasi
mengarahkan semua aktivitas (Emmon,
diri. Konseling kelompok (group coun-
dalam Lavelle & Campbell, 1995) CB lebih merupakan hasrat atau kebutuhan
untuk
daripada
konseling dengan memanfaatkan kelom-
menginginkan item tertentu (O’Guinn &
pok untuk membantu, memberi umpan
Faber, 1989). Orang-orang yang meng-
balik (feedback) dan pengalaman belajar.
idap CB seringkali mengalami desakan
Konseling kelompok dalam prosesnya
atau ketegangan untuk membeli. Hal ini
menggunakan prinsip-prinsip dinamika
sering muncul sebelum seseorang berada
kelompok (group dynamic). Konseling
dalam
kelompok
suatu
membeli
seling) merupakan salah satu bentuk
lingkungan
berbelanja.
Orang-orang yang mengidap CB, cende-
menurut
Gazda
(Latipun,
2010), adalah:
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
197
Dinda Dwarawati
serta tahap tindak lanjut dan evaluasi. “Group Counseling is a dynamic interpersonal process focusing on conscious thought and behavior and involving the therapy funcstions of permissiveness, orien-tation to reality, catharsis, and mutual trust, caring, understanding, acceptance, and support. The therapy functions are created and nurtured in small group through the sharing of personal concerns with one’s peer and the counselor(s).”
Pertama:
Prakonseling:
Pembentukan
kelompok. Tahap ini merupakan tahap persiapan pelaksanaan konseling kelompok. Dalam konseling kelompok yang dipandang penting adalah adanya seleksi anggota. Klien yang dimasukkan sebagai anggota dalam konseling kelompok itu diseleksi terlebih dahulu. Ketentuan yang mendasari
penyelenggaraan
konseling
jenis ini adalah (1) adanya minat bersama (common interest). Dikatakan demikian
Berdasarkan pengertian-pengertian
jika secara potensial anggota itu memiliki
di atas, maka konseling kelompok secara
kesamaan masalah dan perhatian yang
prinsipil adalah sebagai berikut: (1) Kon-
akan dibahas; (2) suka rela atau atas
seling kelompok merupakan hubungan
inisiatifnya sendiri, karena hal ini ber-
antara (beberapa) konselor dengan bebe-
hubungan dengan hak pribadi klien; (3)
rapa klien, (2) Konseling kelompok berfo-
adanya kemauan untuk berpartisipasi di
kus pada pemikiran dan tingkah laku
dalam proses kelompok; dan (4) mampu
yang
untuk berpartisipasi di dalam proses
disadari,
(3)
Dalam
konseling
kelompok terdapat faktor-faktor yang
kelompok.
merupakan aspek terapi bagi klien, (4)
Kedua: Tahap I, yaitu Tahap Per-
Konseling kelompok bermaksud mem-
mulaan (Orientasi dan Eksplorasi). Pada
berikan dorongan dan pemahaman klien,
tahap ini mulai menentukan struktur
untuk
kelompok,
memecahkan
masalah
yang
dihadapi klien. Menurut Corey (1995) dan Yalom (1977), konseling kelompok dilaksanakan secara bertahap. Terdapat 6 (enam) tahap
mengeksplorasi
harapan
anggota, anggota mulai belajar fungsi kelompok, sekaligus mulai menegaskan tujuan kelompok. Kelompok
mulai
membangun
dalam konseling kelompok, yaitu pra-
norma untuk mengontrol aturan-aturan
konseling, tahap permulaan, tahap tran-
kelompok dan menyadari makna kelom-
sisi, tahap kerja-kohensi, tahap akhir,
pok untuk mencapai tujuan. Peran konselor pada tahap ini membantu menegas-
198 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
kan tujuan untuk kelompok dan makna
fase
kelompok untuk mencapai tujuan. Pada
resistensi, konflik dan bahkan ambi-
tahap ini, menurut Prawitasari (Latipun,
valensi tentang keanggotaannya dalam
2010), anggota kelompok diajak untuk:
kelompok,
bertanggung jawab terhadap kelompok,
membuka diri.
terlibat dalam proses kelompok, men-
ini
justru
atau
terjadi
enggan
kecemasan,
jika
harus
Keempat: Tahap III atau Tahap
dorong klien agar berpartisipasi sehingga
Kerja-Kohesi
keuntungan akan diperoleh.
masalah yang dihadapi oleh masing-
dan
Produktivitas.
Jika
Secara sistematis, pada tahap ini
masing anggota kelompok diketahui,
langkah yang dilakukan adalah perke-
langkah berikutnya adalah menyusun
nalan, agenda (tujuan yang ingin dicapai)
rencana-rencana tindakan. Penyusunan
norma kelompok dan penggalian ide dan
tindakan ini disebut pula produktivitas
perasaan.
ini
(productivity). Kegiatan konseling kelom-
anggota memulai menjalin hubungan
pok terjadi yang ditandai dengan: mem-
sesama anggota kelompok. Selain klien
buka diri lebih besar, menghilangkan
mulai memperkenalkan satu sama lain,
defensifnya, terjadinya konfrontasi antar
menyusun saling kepercayaan. Tujuan
anggota kelompok, modeling, belajar
lanjutnya
perilaku baru, terjadi transferensi. Kohe-
berpusat
Jadi
tahap
adalah pada
permulaan
menjaga
kelompok
hubungan dan
tidak
sivitas mulai terbentuk, mulai belajar
berpusat pada ketua, mendorong komu-
bertanggung jawab, tidak lagi mengalami
nikasi dalam iklim yang saling menerima
kebingungan. Anggota merasa berada
dan saling memberi dorongan, mem-
dalam kelompok, mendengar yang lain
bantu memiliki sikap toleran diantara
dan
anggota kelompok terhadap perbedaan
kelompok.
terpuaskan
dengan
kegiatan
dan memberikan reinforcement untuk
Kelima: Tahap IV atau Tahap Akhir
masing-masing anggota (Black dalam
(Konsolidasi dan Terminasi). Anggota
Latipun, 2010).
kelompok mulai mencoba melakukan
Ketiga:
Tahap
II
atau
Tahap
perubahan-perubahan tingkah laku dalam
Transisi. Pada tahap ini diharapkan
kelompok.
masalah yang dihadapi masing-masing
member umpan balik terhadap yang
klien dirumuskan dan diketahui apa
dilakukan
sebab-sebabnya.
kelompok
Umpan balik ini sangat berguna untuk
mulai terbuka, tetapi sering terjadi pada
perbaikan (jika diperlukan) dan dilanjut-
Anggota
Setiap oleh
anggota anggota
kelompok yang
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
lain.
199
Dinda Dwarawati
kan atau diterapkan dalam kehidupan
digunakan adalah One Group Design.
klien jika dipandang telah memadai.
One
Saling mentransfer pengalaman dalam
merupakan pengamatan terhadap satu
kelompok dalam kehidupan yang lebih
kelompok subjek dengan dua kondisi
luas. Jika ada klien yang memiliki
eksperimen yaitu sebelum dan sesudah
masalah dan belum terselesaikan pada
treatment, dilakukan untuk mengamati
fase sebelumnya, pada fase ini harus
perbedaan individual yaitu perubahan
diselesaikan. Jika semua peserta merasa
perilaku
puas dengan proses konseling kelompok,
treatment yang diberikan. Berdasarkan
maka konseling kelompok dapat diakhiri.
hal tersebut, rancangan penelitian yang
Keenam: Tahap Setelah Konseling
digunakan adalah One Group Pretest
atau Tindak Lanjut dan Evaluasi. Setelah
Group
Design
setiap
dipilih
individu
karena
terhadap
Posttest Design.
berselang beberapa waktu, konseling
Desain penelitian ini berfungsi
kelompok perlu dievaluasi. Tindak lanjut
menyediakan pengukuran langsung dari
dilakukan jika ternyata ada kendala-
perubahan perilaku setiap subjek di
kendala dalam pelaksanaan di lapangan.
bawah dua kondisi observasi yaitu sebe-
Mungkin diperlukan upaya perbaikan
lum dan sesudah pemberian treatment.
terhadap rencana-rencana semula, atau
Pengukuran pertama terhadap regulasi
perbaikan terhadap cara pelaksanaannya.
diri
dilakukan
sebelum
mengikuti
konseling kelompok dan pengukuran METODE PENELITIAN
regulasi diri kedua dilakukan sesudah perlakuan diberikan yaitu setelah selesai
Desain Penelitian
mengikuti konseling kelompok. Gamba-
Penelitian ini menggunakan satu kelompok, maka desain eksperimen yang
ran dari rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Table 1. One Group Pretest-Posttest Design Group 1
Pretest Y1
Tratment X
Posttest Y2
Keterangan : Y1 = Pengukuran Regulasi diri sebelum memperoleh Konseling Kelompok X = Konseling Kelompok Regulasi diri Y2 = Pengukuran Regulasi diri setelah memperoleh Konseling Kelompok
200 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
Subjek Penelitian
diambil sampelnya atau jika peneliti
Penelitian melibatkan 3 (tiga) orang
hanya
ingin
mendeskrispsikan
data
subjek yang memiliki karakteristik (1)
sampel,
Wanita
usia
kesimpulan yang berlaku untuk populasi
perkembangan dewasa awal. Berdasar-
di mana sampel diambil (Sugiyono,
kan penelitian, 80% penderita Pembelian
2008). Secara teknis dapat dapat diketa-
kompulsif
(2)
hui bahwa dalam statistik deskriptif tidak
Mahasiswa, karena pada kriteria ini
ada uji signifikansi, tidak ada taraf kesa-
subjek
untuk
lahan, karena peneliti tidak bermaksud
pendidikannya
membuat generalisasi, sehingga tidak ada
namun karena gangguan Pembelian kom-
kesalahan generalisasi (Sugiyono, 2008.
pulsif menjadi terganggu. (3) Memiliki
Penyajian data dalam statistik deskriptif
gangguan
kompulsif, ber-
dapat melalui tabel, grafik, diagram
dasarkan Edward Compulsive Buying dan
lingkaran, pictogram, perhitugan modus,
Questionnaire about Buying Behavior
median, mean
(Black, 2011); (4) Memiliki regulasi diri
sentral, perhitungan desil, persentil, per-
dengan kategori sedang yang bersedia
hitungan penyebaran penyebaran data
mengikuti perlakuan yang akan diberikan
melalui perhitungan rata-rata dan standar
sampai selesai. Pemilihan kriteria rendah
deviasi, perhitungan prosentase.
yang
sudah
adalah bertanggung
menyelesaikan
tugas
Pembelian
memasuki
perempuan. jawab
dan
tidak
ingin
(pengukuran
membuat
tendensi
dan atau sedang, karena pada rentang ini
Berdasarkan alat ukur regulasi diri,
ada kemungkinan untuk Regulasi dirinya
dibuat 3 kategori, yaitu rendah, sedang,
meningkat.
tinggi sebagai tolok ukur untuk skor setiap subjek penelitian, dengan cara
Teknik Analisis Data
sebagai berikut. Pertama: Menentukan
Teknik analisis data yang diguna-
rentang skor maksimal, yaitu jumlah item
kan adalah analisis statistik deskriptif.
dikalikan dengan skor maksimal item.
untuk menganalisis data dengan cara
Skor maksimal adalah 4 x 31 = 124.
mendeskripsikan atau menggambarkan
Kedua:
data yang telah terkumpul sebagaimana
minimal, yaitu jumlah item dikalikan
adanya tanpa bermaksud membuat ke-
dengan skor minimal item. Skor minimal
simpulan umum atau generalisasi. Teknik
adalah 1 x 31 = 31. Ketiga: Menentukan
ini dapat digunakan untuk penelitian
lebar rentang skor minimal dan maksi-
yang dilakukan pada populasi tanpa
mal, kemudian dibagi 3, sehingga diper-
Menentukan
rentang
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
skor
201
Dinda Dwarawati
oleh rentang untuk kategori rendah,
(124-31) dibagi 3 = 31.
sedang dan tinggi. Rentang skor adalah 31
62
93
rendah
124
sedang
tinggi
Keempat: Untuk penskoran setiap
Skor maksimal item aspek Penetapan
subjek penelitian, maka dilakukan pen-
Tujuan adalah 4 x 7 =28. Skor maksimal
jumlahan skor total dari semua item, baik
item aspek Strategi Kognitif adalah 4 x 42
sebelum dan sesudah intervensi. Kelima:
= 168. Skor maksimal untuk aspek
Membandingkan antara skor total sebe-
Monitoring dan Evaluasi adalah 4x7=
lum dan skor total sesudah intervensi,
28. (b) Menentukan skor minimal, yaitu
kemudian menghitung selisihnya serta
jumlah
kemudian
minimal item. Skor minimal item aspek
menghitung
persentasenya.
item
dikalikan
dengan
skor
Tahapan berikutnya dilanjutkan dengan
Penetapan Tujuan
membuat deskripsi mengenai penurunan
Skor minimal item aspek Strategi Kognitif
derajat stres.
adalah 1 x 42 = 42. Skor minimal untuk
adalah 1 x 7 = 7.
Keenam: untuk menghitung per-
aspek Monitoring dan Evaluasi adalah
ubahan setiap aspeknya, maka cara
1x7= 7. (c) Menentukan rentang skor
menghitungnya adalah (a) Menentukan
minimal dan maksimal, kemudian dibagi
skor
3, sehingga diperoleh rentang untuk
maksimal
yaitu
jumlah
item
dikalikan dengan skor maksimal item.
kategori rendah, sedang dan tinggi.
Rentang skor aspek Penetapan Tujuan adalah ( 28 - 7) dibagi 3 = 7 7
14 rendah
21 sedang
28 tinggi
Rentang skor aspek Strategi Kognitif adalah ( 168 - 42) dibagi 3 = 42 42
84 rendah
126 sedang
202 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
168 tinggi
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
Rentang skor aspek Monitoring dan Evaluasi adalah ( 28 - 7) dibagi 3=7 7
14
21
rendah Sementara
sedang
untuk
analisis
data
28 tinggi
Dengan
tujuan
untuk
meningkatkan
kualitatif yang dilakukan antara lain : (1)
regulasi diri sehingga perilaku CB akan
Membuat pencatatan hasil wawancara
turun. Berikut adalah proses pelaksaan
berdasarkan
yang
konseling yang didalamnya terdapat 6
dilakukan dengan subjek. (2) Pengolahan
(enam) tahap dalam konseling kelompok.
data yang diperoleh dari hasil observasi
(1) Prakonseling: Pembentukan kelom-
dan wawancara untuk melihat hal-hal
pok, (2) Tahap I : Tahap Permulaan
apa
dapat
(Orientasi dan Eksplorasi), (3) Tahap II :
berpengaruh terhadap hasil penelitian
Tahap Transisi, (4) Tahap III: Tahap Kerja-
yang tidak dapat dilihat secara kuantitatif.
Kohesi dan Produktivitas, (5) Tahap IV:
saja
proses
yang
konseling
diperkirakan
Tahap Akhir (Konsolidasi dan Terminasi), Prosedur Penelitian
(6) Setelah Konseling: Tindak Lanjut dan
Penyusunan konseling kelompok sesuai
dengan
tahapan
Evaluasi.
konseling HASIL PENELITIAN
kelompok menurut Corey (1995) dan Yalom (1977). Selain itu dintegrasikan juga dengan konsep sabar dari Islam.
Hasil Perhitungan Statistik
Tabel 2. Tingkat Perubahan Regulasi diri Subjek 1. AP 2. ABF 3. MM
Skor Pre-Test
Kategori
77 82 78
sedang sedang sedang
Skor Post-Test
Kategori
83 102 84
sedang tinggi sedang
Peningkatan Angka % 6 7,79 20 24,39 6 7,69
Berdasarkan hasil pengukuran ter-
hasil pengukuran awal regulasi diri yaitu
hadap peningkatan Regulasi diri yang
sebesar 77, berada pada kategori sedang,
tergambar
diperoleh
dan pengukuran kedua setelah diberikan
gambaran bahwa pada subjek 1 ( AP ),
intervensi Konseling Kelompok, meng-
pada
tabel
2,
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
203
Dinda Dwarawati
alami peningkatan skor menjadi 83, yang
(ABF) sebesar 20 poin dengan persentase
masih pada kategori sedang. Peningkatan
sebesar 24,39 %.
regulasi diri pada Subjek 1 (AP) sebesar 6 poin dengan persentase sebesar 7,79 %. Pada subjek 2 (ABF), hasil peng-
Pada subjek 3 (MM), hasil pengukuran awal regulasi diri yaitu sebesar 72, berada pada kategori sedang, dan
ukuran awal regulasi diri yaitu sebesar
pengukuran
82, berada pada kategori sedang, dan
intervensi Konseling Kelompok, meng-
pengukuran
diberikan
alami peningkatan skor menjadi 78, yang
intervensi Konseling Kelompok, meng-
masih pada kategori sedang. Peningkatan
alami peningkatan skor menjadi 102,
regulasi diri pada Subjek 3 (MM) sebesar
yang
6 poin dengan persentase sebesar 7,69%.
kedua
masuk
setelah
pada
kategori
tinggi.
kedua
setelah
diberikan
Peningkatan Regulasi diri pada Subjek 2 Tabel 3. Perubahan skor aspek-aspek Regulasi diri pada subjek 1 ( AP ) No.
Aspek
1. 2.
Penetapan Tujuan Strategi Kognitif Monitoring dan Evaluasi
3.
Hasil
10
Rendah
14
rendah
Peningkatan Angka (%) 3 42,86 3 5,36 4
40
sebesar 3 poin dengan persentase sebesar
mengalami
5,36% yang masih berada pada kategori
peningkatan sebesar 3 poin, dengan
rendah. Untuk aspek monitoring dan
persentase 42,86% yang masih berada
evaluasi mengalami peningkatan sebesar
pada kategori rendah. Untuk aspek
4 poin dengan persentase sebesar 40%
strategi kontrol mengalami peningkatan
yang masih berada pada kategori rendah.
penetapan
tujuan
akhir
Post Test Skor Kriteria 10 rendah 59 rendah
untuk
aspek
pengukuran
Pre Test Skor Kriteria 7 Rendah 56 Rendah
Tabel 4. Perubahan skor aspek-aspek Regulasi diri pada subjek 2 ( ABF ) No. 1. 2. 3.
Aspek Penetapan Tujuan Strategi Kognitif Monitoring dan Evaluasi
Skor 9 63 10
Pre Test Kriteria Rendah Sedang Rendah
Post Test Skor Kriteria 15 sedang 73 sedang 14
204 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
sedang
Peningkatan Angka (%) 4 44,4 12 19,05 4
40
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
Hasil pengukuran akhir untuk aspek
penetapan
tujuan
mengalami
persentase sebesar 19,05% yang masih berada pada kategori sedang. Aspek
peningkatan sebesar 4 poin, dengan
monitoring
persentase 44,4% yang bergerak dari
peningkatan sebesar 4 poin dengan
kategori rendah ke kategori sedang.
persentase sebesar 40% yang bergerak
Untuk aspek strategi kontrol mengalami
dari kategori rendah ke kategori sedang.
dan
evaluasi
mengalami
peningkatan sebesar 12 poin dengan Tabel 5. Perubahan skor aspek-aspek Regulasi diri pada subjek 3 ( MM) No. 1. 2. 3.
Aspek Penetapan Tujuan Strategi Kognitif Monitoring dan Evaluasi
Hasil
pengukuran
akhir
Pre Test Skor Kriteria 12 Rendah 53 Rendah 13 Rendah
Post Test Skor Kriteria 12 rendah 57 rendah 16 rendah
Peningkatan Angka (%) 0 0 4 7,54 3 23,07
untuk
menunjukkan konseling kelopok regulasi
aspek penetapan tujuan tidak mengalami
diri terhadap peningkatan regulasi diri
peningkatan, sehingga pratest dan pasca-
penderita. Konseling kelompok dengan
test masih berada pada kategori rendah.
tujuan meningkatkan regulasi diri telah
Untuk aspek strategi kontrol mengalami
dilakukan selama 5 (lima) sesi, dengan
peningkatan sebesar 4 poin dengan
jumlah pertemuan yang sama yaitu 5
persentase sebesar 7,54% yang masih
(lima).
berada pada kategori rendah. Untuk
terdapat 3 (tiga) aspek yang menjadi
aspek monitoring dan evalua.si meng-
sasaran dalam diri konseli, yaitu: (1)
alami peningkatan sebesar 3 poin dengan
perubahan dalam tindakan (action) yang
persentase sebesar 23,07% yang masih
teramati, (2) perubahan dalam aspek
berada pada kategori rendah.
perasaan, (3) perubahan dalam aspek
Dalam
konseling
kelompok
berpikir konseli. Sasaran perubahan yang PEMBAHASAN
ingin dicapai pada diri konseli bisa salah satu dari ketiga aspek tersebut, atau
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
perubahan dalam ketiga aspek tersebut
mengetahui pengaruh konseling kelom-
(Paterson, 1986). Konseling kelompok
pok regulasi diri terhadap peningkatan
yang telah dilakukan nampaknya telah
regulasi diri penderita. Hasil penelitian
menyentuh aspek berpikir konseli. Hal
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
205
Dinda Dwarawati
tersebut sesuai dengan konsep teori dari
menjadi prinsip, meskipun agak menurun
regulasi diri yang berada pada ranah
pada
cognition. Berikut adalah pembahasan
berbelanja untuk lebih bermanfaat dan
secara keseluruhan dari ketiga subjek
terarah,
sebagai konseli yang yang mengikuti
signifikan mengalami perubahan. Akibat-
rangkaian sesi sebagai sebuah kelompok,
nya, dengan bahasan pasda aspek ini,
Pada aspek penetapan tujuan, hasil
tampaknya ketiga subjek dapat meng-
keseluruhan dari aspek ini menunjukkan
alami kegagalan dalan regulasi diri yang
terjadi peningkatan setelah dilakukan
terus menerus jika prinsip dan konsepnya
konseling kelompok. Namun peningkat-
masih diliputi oleh pengaruh dari luar
an sebetulnya hanya diperlihatkan oleh
dirinya.
AP dan ABF, sementara MM tidak meng-
berlangsung,
alami perubahan. Perubahan signifikan
berulang menyampaikan bahwa tujuan
pada aspek ini terlihat pada konsep dari
dari konseling kelompok adalah mening-
melaksanakan aktivitas berbelanja adalah
katkan
untuk menghilangkan stres, namun yang
berbelanja harus lebih terkendali dan
menarik adalah hasil yang diperoleh oleh
terarah,
MM, setelah konseling justru MM makin
evaluasinya. Hal ini perlu disampaikan
memperkuat prinsipnya, sementara AP
berulang, karena hasil dari observasi
dan ABF menurun. Hal tersebut diasum-
tampaknya ketiga subjek masih mema-
sikan karena masih kuatnya emosi negatif
hami bahwa dengan regulasi diri yang
yang MM rasakan kepada saudara dari
meningkat
ibunya. Namun demikian MM menyadari
berbelanja. Hal tersebut menurut analisis
bahwa
peneliti membuat konseli mengalami
yang
dilakukannya
tidaklah
ABF.
Belum
kuatnya
nampaknya
Selama
belum
konseling
konselor
pemahaman serta
terlalu
kelompok
perlu
bahwa
harus
mereka
konsep
secara
kegiatan
mampu
tidak
meng-
akan
bisa
efektif, karena reaksi yang diperlihatkan
konflik,
oleh MM membuatnya makin terdorong
berhenti membeli adalah suatu yang
untuk belanja berlebihan. Bagi MM harga
tidak mungkin. Mereka baru sangat
diri di depan saudara menjadi penting.
memahami
Kenaikan yang belum signifikan pun sebetulnya ditunjukkan pada prinsip
karena
di
mereka
sesi
merasa
ketiga,
jika
setelah
konselor menyampaikan berulang-ulang. Asumsi lain yang membuat tidak
ketiga subjek dalam melakukan kegiatan
signifikannya
berbelanja.
ketiga
penetapan tujuan adalah Self-awareness
subjek mengikuti trend/mode juga tetap
pada diri konseli. Kesadaran bahwa
Tampaknya
bagi
206 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
kenaikan
pada
aspek
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
setiap melakukan aktivitas itu harus jelas
empat masing-masing konseli menyam-
tujuannya, dan memiliki daya guna
paikan usaha yang sudah mereka lakukan
(manfaat), belum sepenuhnya disadari
bahwa mereka sudah menyampaikan
oleh
masih
kepada
cenderung sulit menggambarkan tentang
bahwa
dirinya sendiri, bagi mereka lebih mudah
terarah. Selain itu upaya self-instruction
jika menceritakan penilaian orang lain
pun mereka coba aplikasikan. Meme-
padanya, daripada mereka menilai diri
rintahkan kepada diri secara konsisten
sendiri. Sementara ketika menilai diri
untuk tidak belanja berlebihan. ABF
sendiri, mereka cenderung lebih mudah
menjadikan rincian barang yang akan
menilai yang negatif daripada yang
dibelinya sebagai motivator bagi dirinya
positif. Tampak bahwa konsep diri yang
(sebagai reward). Hal tersebut tampaknya
terbentuk pun cenderung negative tampil
merupakan upaya dari konseli untuk
seperti tidak percaya diri, secara fisik
terhindar dari perbaikan sementara pada
terlalu gemuk, tidak mampu memadu-
mood atau harga diri.
konseli.
Konseli
pun
padankan cara berpakaian atau kurang
pihak-pihak mereka
yang
ingin
signifikan
belanja
lebih
Pada aspek kedua, yaitu Strategi
mampu menyampaikan pendapat. Kon-
Kognitif,
sep-konsep ini ditemukan ketika konse-
bervariasi antara sebelum dan sesudah
ling kelompok dilakukan. Mereka menya-
konseling kelompok. Pertama, dalam
dari, bahwa mereka belum sepenuhnya
kontrol perilaku, yaitu AP dan ABF
aware pada diri mereka sendiri, bahkan
mengalami kenaikan, sedangkan MM
ABF menyatakan bahwa dirinya kurang
tetap. Kedua, pada kontrol kognitif yaitu
memperhatikan diri daripada orang lain.
AP dan ABF hasilnya tetap, sedangkan
Dengan demikian persepsi dari ling-
MM meningkat. Ketiga, kontrol keputus-
kungan masih tampak kuat menjadi dasar
an,
dari konseli dalam menetapkan tujuan.
peningkatan,
yaitu
menunjukkan
AP
dan
MM
sedangkan
hasil
yang
mengalami ABF
tetap.
Namun demikian, telah terjadi
Keempat, kontrol informasi yaitu AP dan
perubahan pada self-awareness berkaitan
ABF mengalami peningkatan, sedangkan
dengan
MM hasilnya tetap. Kontrol retrospektif,
mereka
aktifitas
berbelanjanya, yaitu
menyadari
bahwa
mereka
yaitu
AP
dan
ABF
hasilnya
tetap,
aktivitas berbelanja mereka memiliki
sementara MM mengalami peningkatan.
masalah, yaitu sangat berlebihan. Dalam
Keenam, kontrol sekunder yaitu AP dan
proses konseling, pada pertemuan ke-
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
207
Dinda Dwarawati
MM
hasilnya
tetap, sementara ABF
mengalami peningkatan. Bervariasinya
harus menyadari permasalahan dengan bertanya pada diri sendiri lalu memberi
hasil
perubahan
instruksi.
Sebetulnya
selama
proses
kontrol yang diperoleh setelah konseling
konseling berlangsung, ketiga subjek
kelompok,
oleh
menunjukkan kemampuan dalam meng-
beberapa faktor. Asumsi pertama yang
evaluasi dirinya, hanya saja kecende-
membuat
rungannya selalu yang negatif. Konseli
juga
dipengaruhi
perubahan
control,
yaitu
menunjukkan dominasi kontrol yang
kurang
dipersepsi paling efektif bagi ketiga
sifatnya positif. Ketika kemudian, dalam
subjek untuk dijadikan strategi agar
konseling kelompok ditekankan pada
tujuan yang sudah ditetapkan dapat
salah satu kontrol bahwa pengalaman
tercapai. Kedua, perbedaan hasil pun
yang positif memiliki kontribusi, mereka
muncul dari keyakinan yang selanjutnya
baru
dijadikan
pengalaman
kontrol
oleh
subjek
(self-
mengapresiasi
menyadari positif
evaluasi
bahwa
yang
sebetulnya
dapat
dijadikan
efficacy). Meskipun, masing-masing sub-
reward, misalnya AP yang menyatakan
jek menunjukkan sama-sama mengalami
dengan mengendalikan kegiatan ber-
kenaikan pada tiga kontrol dan yang
belanja maka ia bisa liburan ke tempat
lainnya hasilnya sama sebelum dan
yang diinginkannya. Konseli juga sudah
sesudah konseling, namun jika diban-
memperlihatkan kemampuan mengeva-
dingkan
ABF
luasi perilaku disesuaikan dengan norma
memiliki skor paling tinggi. Hal tersebut
sosial, namun karena ketiga konseli
karena dari hasil observasi, ABF yang
memiliki karakter yang sama, yaitu sama-
paling
memiliki
sama
dengan
memanfaatkan
rentang
kenaikannya,
keyakinan
bahwa
kontrol-kontrol
orang
keberadaan
yang orang
tergantung lain
akan
(dependent),
tersebut, maka upayanya untuk mengon-
reaksi orang sekitar atau sosial bisa
trol aktivitas berbelanjanya akan lebih
menjadi faktor yang membuat konseli
terarah.
belanjanya akan berlebihan atau tidak.
Pada aspek ketiga, yaitu Moni-
Begitu juga dengan evaluasi terhadap
toring dan Evaluasi, yang dihasilkan oleh
reaksi. Selain itu pengetahuan tentang
ketiga subjek adalah pada aspek inilah
agama juga belum begitu terinternalisasi
semua konseli mengalami penigkatan.
pada diri konseli, sehingga informasi
Secara
mengenai “dilarang hidup berlebihan
konsep
melakukan
teori
monitoring
untuk dan
dapat
evaluasi,
208 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
dan boros”, belum menjadi kendali yang
tidak sendirian dengan perasaan dan
signifikan.
problemnya. Ketika mereka saling men-
Konseli
pun
belum
ceritakan dan bertukar Informasi menge-
secara konsisten menerapkan tujuan yang
nai pengalaman mereka dalam melaku-
dibuatnya, hal itu diakui oleh konseli.
kan kegiatan berbelanja serta mengen-
Mereka
oleh
dalikan dorongan berbelanjanya. Dalam
pengaruh dari luar, sementara kebutuhan
konseling kelompok ini pun terjadi faktor
untuk konsisten, menurut Swamn dan
altruisme, yaitu saling mendukung dan
Pelham (Fiske & Taylor, 1991), memiliki
memberikan saran
peranan dalam proses regulasi diri.
bantu anggota lain mengatasi masalah-
masih
tampaknya
sangat
tergoda
untuk saling mem-
Terdapat sebelas aspek dari faktor-
nya. Misalnya ketika MM mengalami
faktor kuratif, menurut Yalom (1977), di
masalah dengan tantenya yang sering
mana pada dasarnya kesebelas faktor
sirik, ABF dan AP memberi feedback
kuratif ini adalah satu kesatuan yang
kepada MM bahwa dirinya harus bangga
harus terjadi dalam konseling kelompok.
karena menjadi orang yang dijadikan
Berikut adalah faktor kuratif yang terjadi
acuan oleh tantenya dari segi fashion.
pada proses konseling kelompok dalam
ABF pun mendapatkan feedback dari
peningkatan regulasi diri. Pada faktor
MM untuk bisa asertif kepada ayahnya,
membina harapan, setiap konseli meng-
karena MM akhirnya mampu menyam-
ungkapkan harapan mereka pada sesi
paikan kepada ayahnya untuk tidak
pertama. Semua konseli memiliki hara-
selalu memenuhi keinginannya.
pan yang sama yaitu berbelanja berlebihannya
menjadi
keyakinan
harapan
Namun,
proses pengulangan korektif keluarga
akan
primer, yaitu saat konselor memberikan
terwujud baru muncul ketika di perte-
latihan untuk kegiatan berbelanja subjek
muan ketiga dan keempat, saat masuk ke
menjadi
tahap
produktivitas
strategi dan adanya monitoring dan
terjadi. Awalnya mereka tidak terlalu
evaluasi pada kegiatan belanja yang
yakin,
direncanakan. Pada konseling kelompok
kohesivitas karena
hilang.
Pada saat tahap keempat, terjadi
tersebut
dan
orang-orang
terdekat
tampak banyak yang menyangsikan.
lebih
bertujuan,
memiliki
ini ternyata diperoleh data bahwa subjek
Dalam proses konseling pun di-
memilki hubungan yang kurang optimal
pengaruhi oleh faktor universalitas, yaitu
dengan orangtuanya. MM dengan ayah-
klien tampak menyadari bahwa dirinya
nya yang selalu dipersepsi memberikan
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
209
Dinda Dwarawati
janji ketika MM memiliki keinginan, ABF
akan
yang
mereka. Tampak setelah hal tersebut
mempersepsi
bahwa
ayahnya
disampaikan
pada
orang
tua
menyatakan sayang hanya melalui materi
dilakukan
dan AP mempersepsi ibunya yang sering
lebih meningkat. Nampak ABF belum
mengkritik cara berpakaiannya. Kesama-
mampu menyelesaikan kesulitan asertif
an persepsi mereka pada orang tua
kepada orang tuanya.
adalah, orang tua
yang menunjukkan
keyakinan
subjek
menjadi
Pada konseling kelompok ini pun
kebiasaan belanja berlebihan. Ibu AP
nampak
yang sering belanja jika ayah tidak ada,
feedback dan saling meniru perilaku,
Ibu ABF yang suka belanja ketika sedang
misalnya
kesal, dan Ibu MM yang juga suka
bahwa dengan menabung maka dirinya
belanja namun MM mengatakan tidak
akan memberikan reward pada dirinya
terlalu parah jika dibandingkan dengan
berupa pergi liburan, maka MM dan ABF
dirinya. Sehingga mereka menangkap
mengatakan bahwa perlu diberikan juga
kesimpulan bahwa pihak-pihak itu harus
punishment jika mereka berbelanja seca-
diinformasikan
subjek-subjek
ra berlebihan lagi. Subjek juga tempak
sedang mengikuti konseling kelompok
mampu mengekspresikan dirinya kepada
dan ingin kegiatan belanjanya bukan
anggota lain. Namun, prosesnya berta-
berdasarkan emosi negatif dan bukan
hap. ABF atau MM secara bergan-tian
yang tanpa tujuan.
selalu mulai pertama mengungkapkan
bahwa
sudah ketika
saling AP
memberikan menyampaikan
MM dan AP berhasil mengemuka-
pendapat, sementara AP selalu terakhir
kan kepada orang tuanya mengenai
karena menghormati AP dan ABF yang
harapannya mengikuti konseling kelom-
merupakan kakak kelasnya.
pok dan strategi yang sudah dibuatnya
Kohesivitas Kelompok terjadi seca-
untuk kegiatan berbelanjanya menjadi
ra optimal pada kelompok ini. Setiap
lebih terarah. Mereka menyampaikan
konseli terlihat merasa memiliki dan
tujuan, strategi (seperti jadwal belanja,
diterima oleh anggota kelompok, mereka
daftar
serta
secara terus menerus menjalin kontak
evaluasi yang akan mereka lakukan,
dengan anggota kelompok selama proses
kepada orangtua mereka. Hal tersebut
berlangsung. Konseli tampak selalu saling
disampaikan setelah pertemuan ketiga,
memberi
setelah pada pertemuan ini mereka
tampak
melakukan roleplay untuk content yang
menceritakan masalahnya.
belanja,
dan
lain-lain)
210 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
feedback. masih
Meskipun
malu
ketika
selalu harus
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
Konseli pun dalam menceritakan
kriterianya masih ada di kategori sedang.
perasaan yang positif maupun yang
Konseli 2 (ABF) yang mengalami pening-
negatif kepada anggota lain (katarsis),
katan peningkatan skor regulasi diri
yang dapat mengekspresikan perasaan-
sebelum dan sesudah konseling kelom-
nya. Konseli menyadari tentang eksistensi
pok,
hidup, yang
kategori dari kategori sedang bergerak ke
perlu
tanggung
jawab,
serta
mengalami
peningkatan
mereka menyadari bahwa mereka adalah
kategori
perempuan yang akan menajdi seorang
perubahan yang terjadi pada variabel
istri, mereka tidak ingin jika kegiatan
regulasi diri, faktor yang juga paling
belanjanya tetap tidak terarah dan tidak
berpengaruh pada proses regulasi diri
berstrategi maka mereka tidak akan
pada subjek penelitian adalah perhatian
menjadi istri yang baik. ABF bahkan
subjek yang lebih banyak keluar dari diri.
menyadari jika saat ini ia masih belum
Subjek cenderung menunjukkan perilaku
bekerja, ayah yang masih mendukung
self-focus, yang cenderung bertahan pada
kebutuhan keuangannya. Ia tidak ingin
emosi negatif yang dirasakan subjek,
jika nanti sudah bekerja, gajinya hanya
terutama oleh MM. Faktor lainnya adalah
habis untuk belanja berlebihan yang
dalam
tidak bermanfaat.
perubahan, secara
SIMPULAN DAN SARAN
tinggi.
motivasi yaitu
konsisten
Selain
perubahan-
subjek
melakukan
belum
optimalnya
berkomitment
pada
tujuan yang telah ditentukan di awal. Kedua:
Simpulan
Perilaku
orang
tua
secara
signifikan berpengaruh pada munculnya
Berdasarkan hasil penelitian didapat hasil bahwa terdapat pengaruh pemberi-
gangguan pembelian kompulsif pada ketiga subjek.
an konseling kelompok regulasi diri terhadap
peningkatan
regulasi
diri.
Saran
Penelitian menguji dan menganalisis data
Hal yang dapat dijadikan pertim-
kuantitatif dan kualitatif, maka dapat
bangan sebagai masukan dan tindak
ditarik
berikut.
lanjut. Pertama: saran untuk penelitian
Pertama: Konseli 1 (AP) dan konseli 3
serupa, yaitu (a) Melihat perubahan yang
(MM) mengalami peningkatan peningkat-
beragam pada subjek penelitian, dimana
an
hasilnya masih ada yang tidak mengalami
skor
kesimpulan
sebagai
regulasi diri sebelum
dan
sesudah konseling kelompok, namun
perubahan
pada
dua
aspek
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
yaitu
211
Dinda Dwarawati
penetapan tujuan dan strategi kognitif,
sekunder. (c) Untuk subjek 3 (MM) perlu
maka sebaiknya proses evaluasi dari
melihat
kembali
secara
perilaku belanja berlebihan dilakukan
evaluasi
terhadap
penyebab
secara lebih mendalam. Pada penelitian
berlebihannya,
ini, peneliti masih belum secara men-
berpengaruh pada
dalam melakukan proses evaluasi untuk
tujuan. MM juga perlu menurunkan
menggali self-awareness pada subjek. (b)
emosi yang negatif yang muncul karena
Adanya pengaruh significant person yaitu
ketidaksukaannya pada saudara ibunya.
orang tua yang mefasilitasi subjek untuk
Kemudian MM dapat memaksimalkan
perilaku pembelian kompulsif, sehingga
kontrol yang sudah efektif berfungsi
perlu dilibatkan juga orang tua dalam
mengontrol perilaku belanjanya. MM
proses konseling kelompok. Significant
juga dapat meningkatkan kontrol lain
person selain orang tua, sebagai pen-
yang juga berpengaruh. Kontrol yang
dukung
pun
belum mengalami peningkatan adalah
dapat dilibatkan dalam proses konseling
kontrol perilaku, kontrol informasi, dan
kelompok, yang dapat menjadi faktor
kontrol sekunder.
menurunnya
gangguan
karena
hal
mendalam belanja tersebut
kembali penetapan
pendukung peningkatan regulasi diri. DAFTAR PUSTAKA
Kedua: saran untuk subjek penelitian, yaitu (a) Untuk subjek 1 (AP) perlu memantapkan kembali penetapan tujuan. Kemudian AP dapat memaksimalkan kontrol yang sudah efektif berfungsi
Baumeister, R.F & Vois, K.D. (2004). Handbook of Self Regulation (Research, Theory and Application). New York: The Guilford Press
mengontrol perilaku belanjanya. AP juga dapat meningkatkan kontrol lain yang juga berpengaruh. Kontrol yang belum mengalami peningkatan adalah kontrol kognitif, kontrol retrospektif dan kontrol sekunder. (b) Untuk subjek 2 (ABF) dapat memaksimalkan
kontrol
yang
Kontrol
yang
Diclemente. C.C. (2003). Addiction and Change. USA: Guilford Press
sudah
efektif berfungsi mengontrol perilaku belanjanya.
Corey, G. (1995). Theory and Practice the Group Counseling (4th Edition). Monterey, CA: Brooks, Cole
belum
mengalami peningkatan adalah kontrol
Fiske, S.T. & Taylor, E.C. (1991). Social Cognition, Second Edition. Singapore: McGraw-Hill.
kognitif, kontrol keputusan dan kontrol
212 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015
Pengaruh Konseling Kelompok Regulasi Diri Terhadap Peningkatan Regulasi Diri
Fitriyani. (2013). Pengaruh Terapi Kognitif dengan Konsep Sabar terhadap Penurunan Coping Strategy Avoidance pada Mahasiswa Ketergantungan Alkohol di Universitas Islam Bandung. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana Magister Psikologi Universitas Islam Bandung Gazda, G.M. (1989). Group Counseling, 4th Edition. Allyn and Bacon (Boston) Gibson, R.L & Mitchell, M.H. (1981). Introduction to Counseling and Guidance. Second Edition. New York: Mc Millan Publishing Jones, R.N. (1982). The Theory and Practice of Counselling Psychology. Holt, Rinehart and Winston. Hastuti. (1998). Hubungan Antara Religiusitas, Regulasi Diri dan Aktivitas Seksual dalam Berpacaran pada Remaja Kristen. Tesis. Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia Hatta, M.I. (2010). Intervensi Konseling Kelompok Bagi Peningkatan Self Regulation Pada Pemakai Zat Addictive. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana Magister Psikologi Universitas Islam Bandung
Latipun. (2010). Psikologi Konseling, Edisi Ketiga. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang Lavallee, L. F & Capbell, J.D. (1995). Impact of Personal Goals on Self Regulation Processes Elicited by Daily Negative Events. Journal Personality and Social Psychology, 69, 2, 341-352. American Psychology Association Inc. Müller, A. & Mitchell, J.E. (2011). Compulsive Buying, Clinical Foundation and Treatment. New York: Routledge Noor, H. Psikometri- Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Cetakan Kedua. Bandung: Jauhar Mandiri O’Connor, K. (2005). Addicted to Shopping and Other Issues Woman Have with Money. Oregon: Harvest House Publisher Seligman, L. & Reichenberg, L.W. (2007). Selecting Effective Treatments, Third Edition. USA: John Wiley & Sons, Inc Susanto, J. Takeuchi K. & Nakata, H. (2005). Pengantar Penelitian dengan Subyek Tunggal. University of Tsubuka: Centre for Research on
Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015 |
213
Dinda Dwarawati
International Cooperation in Educational Development (CRICED). Thombs, D.L. (2006). Introduction to Behaviors, Third Edition. USA: Guilford Incorporated Thsoleh, S. N. (2011). Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Self Control Pada Santri Putri yang Melanggar Disiplin di Pesantren X Bandung. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana Magister Psikologi Universitas Islam Bandung
Watson, D.L. (1989). Self Directed Behavior: Self Modification for Personal Adjusment. California; Cole Publishing Company Woolfolk, A. E. (1993). Educational Psychology. USA Boston: Allyn & Bacon Yalom, I.D. (1985). The Theory and Practice of Group Psychoterapy, Basic Book. A Division of Harpercollins Publisher.
214 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 7 No. 2 Desember 2015