PENGARUH KEPRIBADIAN, KEKOSMOPOLITAN, DAN ORIENTASI NILAI TERHADAP KUALITAS HIDUP SUBJEKTIF KELUARGA DI KOTA BOGOR
OLIVIA SABRINA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kepribadian, Kekosmopolitan, dan Orientasi Nilai terhadap Kualitas Hidup Subjektif Keluarga di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Olivia Sabrina NIM I24080069
ABSTRAK OLIVIA SABRINA. Pengaruh Kepribadian, Kekosmopolitan, dan Orientasi Nilai terhadap Kualitas Hidup Subjektif Keluarga di Kota Bogor. Dibimbing oleh MEGAWATI SIMANJUNTAK dan ALFIASARI. Kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai dapat memengaruhi kualitas hidup keluarga yang menetap di kota. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga di Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode purposive yang melibatkan 56 responden. Hasil menunjukkan bahwa nilai keluarga, kesadaran dalam masyarakat, dan orientasi nilai memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya. Tradisionalisme memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya yaitu kualitas hidup personal subjektif. Kesadaran dalam masyarakat memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya yaitu kualitas hidup sosial subjektif. Kata kunci: kekosmopolitan, kepribadian, kualitas hidup subjektif keluarga, orientasi nilai
ABSTRACT OLIVIA SABRINA. The Effect of Personality, Cosmopolitanism, and Value Orientation on Subjective Life Quality of Family in Bogor City. Supervised by MEGAWATI SIMANJUNTAK and ALFIASARI. Personality, cosmopolitanism, and value orientation can affect the life quality of families who lived in the city. The objective of the research was to analyze the effect of personality, cosmopolitanism, and value orientation on subjective life quality of family in Bogor city. This research used a cross sectional study design with purposive method and involved 56 respondents. The result showed that family value, societal consciousness, and value orientation was correlated significantly with subjective life quality of family and also with two dimension of subjective life quality of family. Traditionalism correlated significantly with subjective life quality of family and also with subjective life quality personal. Societal consciousness had an effect on subjective life quality of family and the dimensions of subjective life quality of family, subjective life quality social. Keywords: cosmopolitanism, personality, subjective life quality of family, value orientation
PENGARUH KEPRIBADIAN, KEKOSMOPOLITAN, DAN ORIENTASI NILAI TERHADAP KUALITAS HIDUP SUBJEKTIF KELUARGA DI KOTA BOGOR
OLIVIA SABRINA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Pengaruh Kepribadian, Kekosmopolitan, dan Orientasi Nilai terhadap Kualitas Hidup Subjektif Keluarga di Kota Bogor Nama : Olivia Sabrina NIM : I24080069
Disetujui oleh
Dr. Megawati Simanjuntak, S.P.,M.Si Pembimbing I
Alfiasari, S.P., M.SI Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan anugerah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2012 ini berjudul Pengaruh Kepribadian, Kekosmopolitan, dan Orientasi Nilai terhadap Kualitas Hidup Subjektif Keluarga di Kota Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Orang tua yang telah memberi dukungan dan nasehat kepada penulis. 2. Dosen pembimbing skripsi yaitu Dr. Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si dan Alfiasari, S.P., M.Si yang telah sabar dan banyak memberi saran serta nasehat. 3. Dosen pembimbing akademik yaitu bapak Ir. M.D. Djamaluddin yang telah sabar membimbing penulis selama menempuh pendidikan di IPB. 4. Dosen pemandu seminar yaitu ibu Nur Islamiah, S.Psi., M.Psi yang telah bersedia menjadi pemandu seminar penulis. 5. Dosen penguji sidang yaitu Dr. Ir. Istiqlaliyah Muhflikhati, M.Si dan Ir. Retnaningsih, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji sidang penulis. 6. Ibu Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, Msi dan dosen-dosen lain yang telah mengingatkan, memberi semangat, nasehat dan dukungan kepada penulis. 7. Teman-teman saya yaitu Yuliana, Delanita, dan Melati yang telah memberi semangat, dukungan, dan nasehat kepada penulis. 8. Responden penulis di Kelurahan Baranang Siang dan Sukasari. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2015 Olivia Sabrina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Data Jenis dan Teknik Pengambilan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Demografi, Sosial, dan Ekonomi Kepribadian Kekosmopolitan Orientasi Nilai Kualitas Hidup Subjektif Keluarga Hubungan Kepribadian, Kekosmopolitan, dan Orientasi Nilai dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya Pengaruh Kepribadian Kekosmopolitan, dan Orientasi Nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
1 1 3 4 4 5 6 6 7 7 8 10 11 11 11 13 13 14 15
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
24 26
16 17 19 21 21 21 22
DAFTAR TABEL 1
Sebaran dan analisis deskriptif karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi 2. Sebaran dan analisis deskriptif kepribadian 3 Sebaran dan analisis deskriptif kekosmopolitan 4 Sebaran dan analisis deskriptif orientasi nilai dan dimensinya 5 Sebaran dan analisis deskriptif kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya 6 Nilai koefisien korelasi antara kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya 7 Hasil uji regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga 8 Hasil uji regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kesejahteraan personal subjektif 9 Hasil uji regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kesejahteraan sosial subjektif
12 13 13 14 15
16 17 18 18
1
PENDAHULUAN Latar Belakang United Nations Development Programme (UNDP 2011) menyatakan bahwa Pembangunan Manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia dengan pilihan terpenting adalah berumur panjang dan sehat, berilmu pengetahuan dan mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Manusia adalah kekayaan bangsa dan sekaligus modal dasar pembangunan. Pembangunan manusia yang sesungguhnya adalah menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan dan bukan sebagai alat dari pembangunan. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi masyarakat untuk menikmati hidup sehat, panjang umur, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pengukuran pembangunan manusia membutuhkan alat ukur yang biasa disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM secara khusus mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Indikator IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living). Selain mengukur kualitas hidup fisik, juga mengukur kualitas nonfisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf juga mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat di wilayah tertentu (BPS 2011). Komponen-komponen dasar pembangunan manusia tersebut bila dikembangkan dapat menghasilkan sebuh konsep kesejahteraan. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suamiistri, suami-istri dan anaknya, ayah dan anaknya, serta ibu dan anaknya dan dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah (UU Nomor 10 Tahun 1992). Perkembangan keluarga di perkotaan didorong oleh beberapa sebab. Dorongan utama terletak pada perkembangan kehidupan sosial yang sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan besar dengan pertumbuhan industri modern (Tangdilintin 1999). Kesejahteraan keluarga adalah keadaan untuk melepaskan diri dari segala tekanan, kesulitan, kesukaran, dan gangguan untuk mencapai suatu keadaan yang relatif tercukupi. Kondisi ini dapat dicapai jika keluarga memiliki dan dapat mengakses pekerjaan, pendapatan, kebutuhan pangan, keluarga berencana, pendidikan, kepemilikan aset, kondisi fisik, lingkungan tempat tinggal, akses lembaga finansial, dan kebijakan regional (Iskandar 2007). World Health Organization (WHO), mengemukakan bahwa lima domain atau bidang yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologi, keleluasaan dalam beraktivitas, hubungan sosial, dan lingkungan (Silitonga 2007). Berdasarkan definisi WHO, kualitas hidup menunjukkan persepsi individual dari posisinya dalam konteks kehidupan dan budaya yang sesuai dengan sistem nilai sosial yang berlaku, tujuan personal, harapan, dan concerns of life (Cramer et al. 2004). Kualitas hidup adalah suatu pendekatan untuk mengukur kepuasan atau kesenangan seseorang secara subjektif. Ukuran kepuasan ini dapat berbedabeda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut dan tujuan yang ingin dicapai, nilai dapat
2
berubah akibat banyaknya pengalaman (Iskandar 2007). Kepuasan masingmasing bagian hidup akan dinilai secara individual dan secara keseluruhan menjadi rasa kesejahteraan secara menyeluruh (Kau dan Wang 1995). Bagian tertentu dari kehidupan seseorang sangat penting bagi kepuasan hidup yang dimiliki secara keseluruhan. Bagian yang paling penting adalah kehidupan keluarga dan pernikahan, serta hubungan dengan orang lain yang tidak berbeda jauh dengan kehidupan keluarga dan pernikahan (Campbell 1976). Kualitas hidup didefinisikan sebagai seberapa jauh rasa kebahagiaan atau kesejahteraan dan kepuasan yang dialami. Secara khusus perasaan kebahagiaan adalah hedonis atau dimensi afektif dari kualitas hidup dan rasa kepuasan merupakan dimensi kognitif atau kesejahteraan (Park dan Shin 2005). Kualitas hidup di suatu tempat dapat dianalisis dalam dua bentuk dimensi utama, yaitu dimensi subjektif dan objektif. Dimensi objektif seperti indeks sosial ekonomi pada tingkatan lokal, regional, dan nasional yang dapat digunakan untuk menilai tingkat hidup dan untuk menggambarkan pencapaian dan kegagalan dalam domain tertentu dari kualitas hidup pada suatu tempat. Dimensi subjektif yaitu persepsi kognitif individu atau kepuasan, karena persepsi dapat mengungkapkan evaluasi subjektif dari pengalaman hidup. Kualitas hidup memiliki tujuh domain yaitu layanan kesehatan, pekerjaan, pendidikan, waktu luang, kualitas lingkungan, keuangan domestik, dan keamanan publik (Liao 2009). Kualitas hidup merupakan hal yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti materi, kesehatan fisik, produktivitas, keamanan, komunitas, psikologis, ekonomi, pendidikan, hubungan sosial, lingkungan, kesejahteraan emosi, dan keleluasaan dalam beraktivitas (Khizindar 2009). Pertambahan jumlah penduduk yang besar akan berpengaruh terhadap keleluasaan dalam beraktivitas karena ruang gerak seseorang akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta mobilitas seseorang akan menurun yang diakibatkan kemacetan karena bertambahnya jumlah penduduk. Lingkungan yang tidak sehat seperti lingkungan kumuh karena terlalu padatnya jumlah penduduk juga akan berpengaruh terhadap kualitas hidup keluarga yang tinggal dalam lingkungan padat tersebut. Kepribadian merupakan perbedaan karakteristik yang paling dalam pada manusia yang memiliki ciri-ciri unik dan mempengaruhi perilaku. Kepribadian dapat menunjukkan perbedaan individu, konsistensi dan berlangsung lama, serta kepribadian yang dapat berubah (Sumarwan 2004). Kekosmopolitan adalah keterbukaan seseorang pada informasi yang dapat dilakukan dengan melakukan kunjungan ke daerah lain untuk mendapatkan informasi. Individu yang memiliki kekosmopolitan yang tinggi akan mencari informasi dari luar lingkungannya (Rogers 1971). Individu dengan kekosmopolitan yang tinggi tidak berarti memiliki respon yang tinggi terhadap informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri (Murtiyeni 2002). Orientasi nilai yang ditemukan dalam literatur sosial termasuk dalam nilainilai relasional atau yang menekankan pada kebutuhan orang lain dan nilai-nilai individualitas atau yang menekankan pada kepentingan diri sendiri. Nilai mewakili tujuan penting yang dapat memotivasi perilaku manusia. Orientasi adalah sebuah penentuan posisi, arah dimana pikiran, kepentingan, atau kecenderungan seseorang untuk mengatakan ketidakjujuran (Ensiklopedia Encarta dalam Duncan 2007). Prioritas nilai berhubungan dengan pola perilaku tertentu dan digunakan untuk membandingkan individu dengan individu lainnya. Orientasi nilai adalah sudut pandang etis yang mencerminkan cara yang berbeda dalam mengalami dan memahami diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Orientasi nilai mencerminkan cara seseorang dalam memutuskan untuk
3
meningkatkan kepentingan pribadi atau mengatasi masalah yang lebih mementingkan diri sendiri untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain (Liddell dan Davis 1996 dalam Duncan 2007). Penelitian sebelumnya menungkapkan bahwa kepribadian, sebagian besar tidak memiliki hubungan secara langsung, tetapi harus melalui kesehatan (Eklund et al. 2010). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kesejahteraan personal subjektif dipengaruhi oleh orientasi nilai terhadap nilai keluarga dan kesadaran dalam masyarakat. Secara khusus, nilai keluarga yang kuat dan kesadaran dalam masyarakat yang tinggi memiliki kontribusi positif terhadap kepuasan hidup seseorang. Kesejahteraan sosial subjektif dijelaskan secara signifikan oleh orientasi terhadap nilai keluarga, materialisme, dan kesadaran dalam masyarakat. Secara khusus, nilai keluarga dan kesadaran dalam masyarakat berkontribusi positif, sementara materialisme memberikan kontribusi negatif terhadap kepuasan hidup masyarakat Singapura (Tan et al. 2006). Penelitian sebelumnya juga meneliti hubungan antara kepuasan hidup dengan nilai seperti materialisme (Ahuvia 2002). Dari ulasan mengenai kulitas hidup diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai kulitas hidup subjektif keluarga di kota dengan beberapa faktor yang memengaruhinya seperti kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai. Perumusan Masalah Bogor merupakan kota yang memiliki letak dekat dengan Ibu kota negara yaitu Jakarta. Walaupun saat ini, Bogor belum termasuk dalam kota metropolitan di Indonesia, namun jumlah penduduk, gaya hidup, dan sebagainya telah memiliki ciri yang kurang lebih sama dengan kota Jakarta. Letaknya yang tidak terlalu jauh dari ibu kota negara berimplikasi pada pesatnya pembangunan serta pertambahan penduduk yang cepat. (BPS Kota Bogor 2011). Perekonomian Kota Bogor memiliki laju pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 6,07 persen atau mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 6,01 persen. Namun demikian, upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak hanya diukur dari aspek pertumbuhan ekonomi semata, tetapi yang lebih penting lagi adalah seberapa jauh pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak selalu berarti tingginya tingkat kesejahteraan penduduknya. Kota Bogor yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah penduduk miskin dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Data tahun 2010 menunjukkan persentase penduduk miskin Kota Bogor mencapai 9,47 persen dari total penduduk sebesar 950.334 jiwa. Pada kurun waktu yang sama, TPT Kota Bogor adalah 17,20 persen (BPS 2011). Masyarakat kota terdiri dari beberapa kelas sosial, mulai dari kelas sosial rendah, menengah, hingga tinggi. Setiap kelas sosial memiliki tujuan hidup yang berbeda dengan begitu kualitas hidup keluarga juga akan berbeda. Perbedaan faktor tersebut dipengaruhi oleh pencapaian yang berbeda-beda yang ingin diperoleh seseorang pada kelas sosial tertentu. Namun faktor individu dan nilai terdapat pada setiap kelas sosial, karena sudah sejak dulu nilai yang dianut keluarga dapat memengaruhi hidup bahkan kualitas hidupnya. Diener et al. (1993) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang jelas antara pendapatan dan kebahagiaan pada kelompok dengan penghasilan rendah, individu yang dikaruniai secara finansial menunjukkan hubungan yang sama rata.
4
Zaman yang telah maju menyebabkan perpindahan masyarakat dari desa menuju kota. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi di kota yang lebih maju dibandingkan dengan desa. Oleh karena itu, masyarakat desa berlomba-lomba ingin menetap di kota agar memiliki tingkat hidup atau kualitas hidup yang lebih baik. Individu yang memiliki kekosmopolitan yang tinggi akan mencari informasi dari luar lingkungannya (Rogers 1971). Dari beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas hidup, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi terhadap kualitas hidup keluarga yang menetap di kota. Untuk menjawab masalah tersebut maka ditarik beberapa pertanyaan spesifik dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai keluarga di Kota Bogor? 2. Bagaimana kualitas hidup subjektif keluarga di Kota Bogor? 3. Bagaimana hubungan antara kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai dengan kualitas hidup subjektif keluarga di Kota Bogor dan dua dimensinya yaitu kualitas hidup personal subjektif dan kualitas hidup sosial subjektif? 4. Bagaimana pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga di Kota Bogor dan dua dimensinya yaitu kualitas hidup personal subjektif dan kualitas hidup sosial subjektif?
Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga di Kota Bogor. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai keluarga di Kota Bogor 2. Mengidentifikasi kualitas hidup subjektif keluarga di Kota Bogor 3. Menganalisis hubungan antara kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai keluarga dengan kualitas hidup subjektif keluarga di Kota Bogor dan dua dimensinya, yaitu kualitas hidup personal subjektif dan kualitas hidup sosial subjektif 4. Menganalisis pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai keluarga terhadap kualitas hidup subjektif keluarga di Kota Bogor dan dua dimensinya, yaitu kualitas hidup personal subjektif dan kualitas hidup sosial subjektif
Manfaat Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat luas agar mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan rasa puas dan sejahtera serta kebahagiaan hidup. Penelitian ini dapat memberi informasi mengenai faktorfaktor yang dapat meningkatkan rasa puas dan sejahtera mengenai kehidupan
5
sehingga pemerintah dan jajarannya seperti kementerian pembangunan manusia dan budaya dapat membuat kebijakan yang tepat terkait dengan kepuasan dan kesejahteraan serta kebahagiaan hidup individu maupun keluarga.
KERANGKA PEMIKIRAN Pada penelitian terdahulu faktor yang memengaruhi kepuasan dan kualitas hidup adalah kepribadian. Pada penelitian ini, faktor lainnya yang diduga memengaruhi kualitas hidup subjektif keluarga adalah kekosmopolitan. Kepribadian merupakan perbedaan karakteristik yang paling dalam pada manusia yang memiliki ciri-ciri unik dan mempengaruhi perilaku. Kepribadian dapat menunjukkan perbedaan individu, konsistensi dan berlangsung lama, serta kepribadian yang dapat berubah (Sumarwan 2004). Individu dengan kepribadian tipe A adalah individu yang saling dapat berhubungan dengan tulisan maupun lisan. Individu dengan kepribadian yang cenderung komunikatif dan terbuka terhadap informasi menyebabkan individu tersebut mudah menyerap informasi yang diperlukan agar kualitas hidup subjektif keluarga mengalami peningkatan. Terdapat hubungan yang positif antara kepribadian dan kepuasan hidup (Halama 2010). Individu yang memiliki pergaulan dan mobilitas yang luas berarti individu tersebut memiliki kekosmopolitan yang tinggi. Individu dengan kekosmopolitan yang tinggi tidak berarti memiliki respon yang tinggi terhadap informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri (Murtiyeni 2002). Individu dengan mobilitas yang tinggi seperti sering mengunjungi daerah lain akan menyebabkan individu tersebut mengetahui informasi-informasi baru yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup subjektif keluarganya. Orientasi nilai diduga memengaruhi kualitas hidup. Hal ini dikarenakan nilai mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan budayanya dan biasanya berlangsung lama dan sulit berubah (Sumarwan 2004). Orientasi nilai terdiri dari orientasi nilai terhadap nilai keluarga, materi, kesadaran dalam masyarakat, kesadaran akan status, dan tradisionalisme. Semakin baik orientasi nilai terhadap nilai-nilai tersebut diduga akan membuat kualitas hidup subjektif keluarga menjadi semakin baik. Tan et al. (2006) mengemukakan bahwa nilai keluarga, materi, dan kesadaran dalam masyarakat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan sosial subjektif. Kualitas hidup subjektif keluarga pada penelitian ini diukur dengan menggunakan kualitas hidup personal subjektif dan kualitas hidup sosial subjektif yang juga diduga memengaruhi kualitas hidup subjektif keluarga. Kualitas hidup personal subjektif terdiri dari hubungan dengan anak, orang tua, saudara, pasangan, teman, dan waktu senggang serta rekreasi. Kualitas hidup sosial subjektif terdiri dari kebersihan kota, tranportasi umum, keamanan, pelaksanaan hukum, pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan konsumen, peluang karir, dan biaya hidup. Gambar 1 adalah kerangka pemikiran pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga.
6
Kepribadian
Kekosmopolitan
Orientasi nilai: Nilai keluarga Materialisme Kesadaran dalam masyarakat Kesadaran akan status Tradisionalisme
Kualitas hidup subjektif keluarga Kualitas hidup personal subjektif: Hubungan dengan anak Hubungan dengan orang tua Hubungan pernikahan Hubungan dengan saudara Teman Kegiatan diwaktu luang
Kualitas hidup sosial subjektif: Kebersihan kota Keamanan Transportasi umum Pelaksanaan hukum Pendidikan Pelayanan kesehatan Pelayanan konsumen Peluang karir Biaya hidup
Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini menggunakan metode survei melalui wawancara menggunakan kuesioner. Penelitian dilakukan di Kota Bogor dengan pemilihan lokasi dikalukan secara purposive dengan pertimbangan karakteristik kecamatan yang berbatasan langsung dengan ibu kota Kota Bogor, yaitu Bogor Tengah. Kecamatan Bogor Timur terpilih dari beberapa kecamatan melalui pengacakan. Selanjutnya, kelurahan dipilih secara acak dari dua kelurahan yang memenuhi karakteristik, yaitu kelurahan yang berbatasan langsung dengan Bogor Tengah, yaitu Kelurahan Baranang Siang dan Kelurahan Sukasari. Berdasarkan hasil pengacakan, terpilihlah Kelurahan Sukasari. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2012 dan Desember 2012 hingga Februari 2013.
7
Jumlah dan Cara Pemilihan Responden Populasi pada penelitian ini adalah keluarga di Kelurahan Sukasari dengan kepala keluarga yang berusia 41-60 tahun (dewasa madya) dan keluarga lengkap. Alasan pemilihan kepala keluarga yang berusia 41-60 tahun karena dirasa cukup untuk memiliki pengalaman tentang kehidupan berkeluarga, yang dipilih secara acak dari dua Rukun Warga (RW) yang terpilih. Jumlah contoh pada penelitian ini adalah 100 keluarga. Responden pada penelitian ini adalah istri pada keluarga contoh yang bersedia untuk diwawancara. Jumlah responden yang diwawancara adalah 100 istri, namun untuk kuesioner yang dapat ditindaklanjuti untuk diolah hanya 56 orang.
Jenis dan Teknik Pengambilan Data Jenis data pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur terhadap responden yang menjadi objek penelitian ini. Data primer meliputi kepribadian, kekosmopolitan, orientasi nilai, kualitas hidup personal subjektif, dan kualitas hidup sosial subjektif. Data sekunder diperoleh melalui dokumendokumen dan internet yang meliputi data keluarga yang berada di Kota Bogor. Variabel kekosmopolitan dan kepribadian adalah data primer dengan skala data adalah rasio untuk kekosmopolitan dan ordinal untuk kepribadian. Variabel orientasi nilai yang terdiri dari nilai keluarga, materialisme, kesadaran dalam masyarakat, kesadaran status, dan tradisionalisme merupakan data primer dengan skala data ordinal. Kualitas hidup pada penelitian ini dioperasionalkan dan diukur dengan menggunakan penilaian kognitif dan evaluatif dari kualitas hidup subjektif pada dua bagian hidup, yaitu kehidupan personal dan sosial. Kualitas hidup personal terdiri dari enam dimensi, yaitu hubungan dengan anak, hubungan dengan orang tua, hubungan dengan pasangan, hubungan dengan saudara, teman, dan waktu luang serta rekreasi, merupakan data primer dengan skala data ordinal. Kualitas hidup sosial subjektif terdiri dari kebersihan kota, transportasi umum, keamanan, pelaksanaan hukum, pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan konsumen, peluang karir, dan biaya hidup, merupakan data primer dengan skala data ordina. Keadaan umum Kota Bogor merupakan data sekunder yang dikumpulkan dengan browsing internet dan data dari instansi terkait. Pengukuran variabel kepribadian dan kekosmopolitan mengacu pada Murtiyeni (2002). Kepribadian terdiri dari enam belas sifat dan masing-masing sifat diisi berdasarkan kecenderungan sifat responden. Kepribadian diukur dengan sifat yang lebih dominan pada diri resonden. Kekosmopolitan diukur dengan menggunakan kuesioner tertutup yang menunjukkan frekuensi kunjungan atau perjalanan responden dalam satu tahun. Pengukuran variabel orientasi nilai didasarkan atas lima dimensi yang dikembangkan dari konsep Tan et al. (2006). Dimensi-dimensi yang terdapat pada orientasi nilai adalah nilai keluarga, materialisme, kesadaran dalam masyarakat, kesadaran status, dan tradisionalisme yang masing-masing dimensi terdiri dari delapan pernyataan untuk dimensi nilai keluarga dan materialisme, sembilan pernyataan untuk dimensi kesadaran dalam masyarakat, enam pernyataan untuk dimensi kesadaran status, dan tujuh pernyataan untuk dimensi tradisionalisme. Masing-masing pernyataan diberi nilai dengan ketentuan: “sangat setuju” diberi nilai 4, “setuju‟ diberi nilai 3, “tidak setuju” diberi nilai 2, dan “sangat tidak setuju” diberi nilai 1. Uji validitas dan reliabilitas dimensi orientasi
8
nilai menghasilkan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,610 untuk nilai keluarga, 0,730 untuk materialisme, 0,609 untuk kesadaran dalam masyarakat, 0,345 untuk kesadaran status, dan 0,599 untuk tradisionalisme. Dimensi dari kualitas hidup, yaitu kualitas hidup personal subjektif terdiri dari enam subdimensi yang dikembangkan dari konsep Kau dan Wang (1995). Subdimensi yang terdapat pada kualitas hidup personal subjektif adalah hubungan dengan anak, hubungan dengan orang tua, hubungan dengan saudara, hubungan dengan pasangan, teman, dan waktu senggang atau rekreasi. Masing-masing subdimensi terdiri dari sepuluh pernyataan untuk subdimensi hubungan dengan anak, sembilan pernyataan untuk subdimensi hubungan dengan orang tua, hubungan dengan teman, dan rekreasi serta waktu senggang atau luang. Delapan pernyataan untuk subdimensi hubungan dengan saudara dan enam pernyataan untuk subdimensi hubungan dengan pasangan. Masing-masing pernyataan diberi nilai dengan ketentuan: “sangat puas” diberi nilai 4, “puas” diberi nilai 3, “tidak puas” diberi nilai 2, dan “sangat tidak puas” diberi nilai 1. Pengujian validitas dan reliabilitas untuk dimensi kualitas hidup yaitu kualitas hidup personal subjektif menghasilkan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,604. Dimensi dari kualitas hidup yaitu kualitas hidup sosial subjektif terdiri sembilan subdimensi yang dikembangkan dari konsep Tan et al. (2006). Subdimensi yang terdapat pada kesejahteraan sosial subjektif adalah kebersihan kota, transportasi umum, keamanan, pelaksanaan hukum, pendidikan, kesehatan, pelayanan konsumen, peluang karir, dan biaya hidup. Sembilan subdimensi diukur dengan menggunakan kuesioner tertutup dengan jumlah 25 pernyataan. Masing-masing pernyataan diberi nilai dengan ketentuan: “sangat setuju” diberi nilai 4, “setuju‟ diberi nilai 3, “tidak setuju” diberi nilai 2, dan “sangat tidak setuju” diberi nilai 1, dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0,662.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data mencakup tahapan editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Pengolahan data menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows. Kepribadian digolongkan menjadi tipe A atau ekstrovert dan tipe B atau introvert. Penghitungan kepribadian dilakukan dengan cara menjumlah skor kepribadian sehingga digolongkan menjadi 2, tipe A atau ekstrovert (> 40) dan tipe B atau introvert (16-40). Tipe A adalah individu yang komunikatif, dapat saling berhubungan, dengan tulisan maupun lisan, sebaliknya dengan tipe B. Tipe A memiliki ciri-ciri: 1) ramah, dominan, pemberani, 2) lunak, mudah setuju, percaya, 3) mandiri, jujur, modern, 4) percaya diri, terkendali, santai, humoris, 5) praktis, perasa, lebih cerdas. Tipe B memiliki ciri-ciri: 1) pendiam, mengalah, malu-malu, 2) keras hati, penuh pertimbangan, curiga, 3) tergantung, lihai, tertutup, 4) rendah diri, tak terkendali, tegang, serius, 5) imaginatif, emosional, kurang cerdas. Pengelompokan kekosmopolitan didasarkan pada ketentuan frekuensi sehingga diperoleh total skor antara 0-12, dengan asumsi setiap bulan istri melakukan perjalanan minimal satu kali. Berdasarkan interval kelas, kekosmopolitan dikategorikan menjadi dua, yaitu kurang kosmopolit (0-6) dan kosmopolit (>6). Pengelompokan orientasi nilai didasarkan pada ketentuan pemberian nilai sehingga diperoleh total skor antara 38-152. Berdasarkan interval kelas, orientasi nilai dikategorikan menjadi tiga, yaitu kurang (38-76), sedang (77-114), baik (> 114). Berdasarkan variabel orientasi nilai maka dimensi nilai keluarga memiliki
9
skor 8-32 dengan kategori kurang (8-16), sedang (17-24), dan baik (> 24). Materialisme memiliki skor 8-32, sama dengan nilai keluarga. Kesadaran dalam masyarakat memiliki skor 9-36 dengan kategori kurang (9-18), sedang (19-27). dan baik (> 27). Kesadaran status memiliki skor 6-24 dengan kategori kurang (612), sedang (13-18), dan baik (> 18). Tradisionalisme memiliki skor 7-28 dengan kategori kurang (7-14), sedang (15-21), dan baik (> 21). Pengelompokan kualitas hidup personal subjektif didasarkan pada ketentuan pemberian nilai, sehingga diperoleh total skor antara 51-204. Berdasarkan interval kelas, dikategorikan menjadi tiga, yakni kurang sejahtera (51-102), cukup sejahtera (103-153), dan sejahtera (> 153). Pengelompokan kualitas hidup sosial subjektif didasarkan pada ketentuan pemberian nilai, sehingga diperoleh total skor antara 25-100. Berdasarkan interval kelas, dikategorikan menjadi tiga, yakni kurang sejahtera (25-50), cukup sejahtera (5175), dan sejahtera (> 75). Pengelompokkan kualitas hidup subjektif keluarga didasarkan pada ketentuan penjumlahan skor kualitas hidup personal dan sosial subjektif, sehingga diperoleh total skor antara 76-304. Berdasarkan interval kelas, dikategorikan menajdi tiga yaitu kurang sejahtera (76-152), cukup sejahtera (153-228), dan sejahtera (> 228). Analisis yang digunakan sesuai tujuan penelitian adalah analisis deskriptif dan inferensia. Identifikasi kepribadian dan keksomopolitan, identifikasi dan telaah orientasi nilai keluarga, serta identifikasi kualitas hidup subjektif keluarga menggunakan analisis deskriptif. Analisis inferensia digunakan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Pearson dan regresi linier berganda. Analisis korelasi Pearson dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel-variabel penelitian, yaitu hubungan antara kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya. Analisis regeresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh varibel kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya, yaitu kualitas hidup personal subjektif dan kualitas hidup sosial subjektif. Model regresi berganda pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Y = β 0 + β 1X1 + β 2X2 + … + β kXk + Ɛ Keterangan: Y : Varibel dependen b0 : Konstanta bi-k : Koefisien regresi Xi-k : Variabel independen Dalam penelitian ini, dirumuskan sebagai berikut Y1-3 = β 0 + β 1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + Ɛ Keterangan:
Y1 Y2 Y3 β0 β 1-8 X1 X2 X3
: kualitas hidup subjektif keluarga : kualitas hidup personal subjektif : kualitas hidup sosial subjektif : konstanta : koefisien regresi kepribadian, kekosmopolitan, orientasi nilai, nilai keluarga, materialisme, kesadaraan dalam masyarakat, kesadaran status, tradisionalisme : kepribadian (dummy) : kekosmopolitan (skor) : orientasi nilai (skor)
10
X4 X5 X6 X7 X8 Ɛ
: nilai keluarga (skor) : materialisme (skor) : kesadaran dalam masyarakat (skor) : kesadaran status (skor) : tradisionalisme (skor) : eror Definisi Operasional
Kepribadian adalah kecenderungan sifat yang melekat pada diri istri yang dikelompokkan menjadi ekstrovert dan introvert Kekosmopolitan adalah mobilitas yang dilakukan oleh istri untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dengan cara melakukan kunjungan ke daerah lain Orientasi nilai adalah prioritas istri dalam memutuskan kecenderungan terhadap suatu nilai tertentu untuk meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan keluarga yang terdiri dari nilai keluarga, materialisme, kesadaran dalam masyarakat, kesadaran status, dan tradisionalisme Nilai Keluarga adalah nilai-nilai yang cenderung menempatkan keluarga dalam prioritas yang tinggi dalam hidup oleh keluarga Materialisme adalah nilai yang cenderung menempatkan materi dalam prioritas yang tinggi dalam hidup oleh keluarga Kesadaran dalam masyarakat adalah nilai yang cenderung menempatkan keluarga sebagai makhluk sosial didalam masyarakat Kesadaran status adalah kesadaran keluarga akan status sosialnya dalam masyarakat Tradisionalisme adalah sifat atau kecenderungan keluarga dalam melakukan tradisi-tradisi suku maupun budaya timur Kualitas hidup subjektif keluarga adalah ukuran mengenai kepuasan dan kesejahteraan hidup keluarga yang terdiri dari kualitas hidup personal dan sosial subjektif Kualitas hidup personal subjektif adalah perasaan puas dan sejahtera yang dirasakan secara individu oleh istri dan terdiri dari hubungan dengan anak, hubungan dengan orang tua, hubungan dengan saudara, hubungan dengan pasangan, hubungan dengan teman, dan waktu senggang atau rekreasi Hubungan dengan anak adalah kepuasan dan kesejahteraan istri dalam hubungannya dengan anak Hubungan dengan orang tua adalah kepuasan dan kesejahteraan istri dalam hubungannya dengan orang tua Hubungan dengan saudara adalah kepuasan dan kesejahteraan istri dalam hubungannya dengan saudara Hubungan dengan pasangan adalah kepuasan dan kesejahteraan istri dalam hubungannya dengan pasangannya Hubungan dengan teman adalah kepuasan dan kesejahteraan istri dalam hubungannya dengan teman-teman, teman sekolah, maupun teman di lingkungan perumahan Hubungan dengan waktu senggang atau rekreasi adalah kepuasan dan kesejahteraan istri dengan waktu senggang yang dimiliki dan dinikmati oleh diri sendiri maupun bersama keluarga Kualitas hidup sosial subjektif adalah perasaan kepuasan dan kesejahteraan yang dirasakan oleh istri mengenai keadaan sosial sekitarnya yang terdiri
11
dari kebersihan kota, transportasi umum, keamanan, pelaksanaan hukum, pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan konsumen, peluang karir, dan biaya hidup Kebersihan kota adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai kebersihan Kota Bogor Transportasi umum adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai keadaan transportasi umum di Kota Bogor Keamanan adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai keamanan Kota Bogor Pelaksanaan hukum adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai pelaksanaan hukum di Kota Bogor Pendidikan adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai pendidikan di Kota Bogor Pelayanan kesehatan adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai keadaan pelayanan kesehatan di Kota Bogor Pelayanan konsumen adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai keadaan pelayanan konsumen di Kota Bogor Peluang karir adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai peluang karir di Kota Bogor Biaya hidup adalah kepuasan dan kesejahteraan istri mengenai biaya hidup di Kota Bogor
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi Besar keluarga. Besar keluarga dalam penelitian ini terdiri dari tiga kelompok besar (Tabel 1) yaitu keluarga dengan besar keluarga sebanyak kurang dari atau sama dengan empat orang, lima hingga tujuh orang, dan lebih dari tujuh orang. Lebih dari separuh (60,7%) contoh termasuk dalam keluarga kecil (≤ 4 orang) dan sisanya (39,3%) termasuk dalam keluarga sedang (5-7 orang) (BKKBN 1998), dengan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah empat orang. Artinya 34 dari 56 responden adalah keluarga kecil. Usia Istri. Pada penelitian ini, usia istri dikelompokkan menjadi tiga kelompok usia yaitu 31-40 tahun, 41-50 tahun, dan 51-60 tahun. Hampir seluruh (91,1%) usia istri termasuk dalam usia pertengahan (41-60 tahun) (Hurlock 1980). Hanya 8,9 persen responden yang masuk dalam kategori dewasa awal (18-40 tahun). Lebih dari separuh (51,7%) usia istri berada pada rentang usia 41-50 tahun dan 39,4 persen berada pada rentang usia 51-60 tahun, dengan rata-rata usia istri adalah 48,93 tahun (Tabel 1). Pendidikan suami dan istri. Pengelompokan pendidikan suami dan istri adalah sama, yaitu terdiri dari lima kelompok (Tabel 1). Pendidikan suami yang berada pada kelompok 7-9 tahun sebesar 39,2 persen, dengan rata-rata lama pendidikan yang ditempuh oleh suami adalah sembilan tahun atau sampai pada sekolah menengah pertama. Pendidikan suami yang berada pada kelompok 1-6 tahun atau sampai pada sekolah dasar sebesar 30,2 persen. Suami responden yang menempuh pendidikan selama 10-12 tahun sebesar 26,8 persen, dapat
12
dikatakan bahwa lama pendidikan suami responden hampir menyebar secara rata pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas dengan rata-rata lama pendidikan yang ditempuh suami adalah 8,79 tahun.
Tabel 1 Sebaran dan analisis deskriptif karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi Karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi Besar keluarga ≤ 4 orang 5-7 orang > 7 orang Usia istri 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun Pendidikan suami 0 tahun 1-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun > 12 tahun Pendidikan istri 0 tahun 1-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun > 12 tahun Pekerjaan suami PNS Pegawai swasta Wiraswasta Pensiun Lain-lain Pekerjaan istri PNS Pegawai swasta Wiraswasta Pensiun Ibu rumah tangga Lain-lain Pendapatan suami ≤ Rp 1.174.200 > Rp 1.174.200 Pendapatan total ≤ Rp 1.174.200 > Rp 1.174.200
Frekuensi (n)
Persentase (%)
MinimumMaksimum
Ratarata±SD
34 22
60,7 39,3
3-6
4,21±0,868
5 29 22
8,9 51,7 39,4
32-59
48,93±6,123
1 17 22 15 1
1,8 30,2 39,2 26,8 1,8
0-15
8,79±2,762
0 25 17 14 0
0,0 44,6 30,4 25,0 0,0
4-12
8,36±2,526
1 13 19 6 17
1,8 23,2 33,9 10,7 30,4
-
-
0 1 4 3 48 0
0,0 1,8 7,1 5,4 85,7 0,0
-
-
26 30
46,4 53,6
0-4.500.00
1.325.893
18 38
32,1 67,9
300.0005.000.000
1.621.429
Hampir separuh (44,6%) responden menempuh lama pendidikan pada rentang 1-6 tahun atau sampai sekolah dasar. Responden yang menempuh lama pendidikan pada rentang 7-9 tahun atau sampai pada sekolah menengah pertama sebesar 30,4 persen, dan seperempat (25%) responden menempuh
13
lama pendidikan 10-12 tahun, dengan rata-rata istri contoh menempuh lama pendidikan 8,36 tahun (Tabel 1). Pekerjaan suami dan istri. Pengelompokan pekerjaan suami dan istri hanya berbeda pada kelompok ibu rumah tangga yang terdapat pada pekerjaan istri. Kelompok tersebut adalah PNS, pegawai swasta, wiraswasta, pensiun, dan lain-lain. Persentase pekerjaan suami sebagai wiraswasta sebesar 33,9 persen dan sebanyak 30,4 persen pekerjaan suami responden termasuk dalam kategori lain-lain seperti buruh, tukang bangunan, supir, petani, dan lain-lain. Hampir seluruh (85,7%) responden berprofesi sebagai ibu rumah tangga (Tabel 1). Pendapatan suami dan pendapatan total. Pendapatan suami dan pendapatan total dikelompokkan menjadi dua yaitu kurang dari atau sama dengan UMR (Rp 1.174.200) dan lebih dari UMR. Lebih dari separuh (53,6%) pendapatan suami berada diatas UMR yaitu sebesar dan sisanya (46,4%) berada dibawah UMR. Lebih dari separuh (67,9%) pendapatan total keluarga responden berada diatas UMR dan 32,1 persen berada dibawah UMR. Rata-rata pendapatan suami adalah Rp 1.325.893 dan rata-rata pendapatan total keluarga responden adalah Rp 1.621.429 (Tabel 1). Kepribadian Kepribadian dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu ektrovert dan introvert Lebih dari separuh (69,6%) kepribadian responden termasuk dalam kepribadian tipe A atau ekstrovert (Tabel 2). Sisanya termasuk dalam kategori B atau introvert (30,4%). Artinya 39 dari 56 responden memiliki ciri-ciri 1) ramah, dominan, pemberani, 2) lunak, mudah setuju, percaya, 3) mandiri, jujur, modern, 4) percaya diri, terkendali, santai, humoris, 5) praktis, perasa, lebih cerdas.
Tabel 2 Sebaran dan analisis deskriptif kepribadian Kepribadian Skor 16-40 = B, introvert Skor >40 = A, ekstrovert
Frekuensi (n)
Persentase (%)
MinimumMaksimum
Ratarata±SD
17 39
30,4 69,6
32-56
44,48±6,057
Kekosmopolitan Pengelompokan kekosmopolitan dikelompokkan menjadi dua kelompok yang didasarkan pada perhitungan interval. Hampir seluruh (94,6%) responden termasuk dalam kategori kurang kosmopolit (Tabel 2). Hanya 5,4 persen responden yang termasuk dalam kelompok kosmopolit. Artinya 53 dari 56 responden hanya mengunjungi daerah lain dengan frekuensi kurang dari enam kali dalam setahun
Tabel 3 Sebaran dan analisis deskriptif kekosmopolitan Kekosmopolitan Skor 0-6 : Kurang kosmopolit Skor >6 : kosmopolit
Frekuensi (n)
Persentase (%)
MinimumMaksimum
Ratarata±SD
53 3
94,6 5,4
0-9
2,39±1,997
14
Orientasi Nilai Orientasi nilai menekankan pada kebutuhan orang lain dan kebutuhan diri sendiri. Dalam penelitian ini, orientasi nilai diukur melalui 5 dimensi yang masingmasing dimensi terdiri dari beberapa pernyataan dengan skala likert 1-4. Masingmasing dimensi dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu kurang, sedang, dan baik. Sebaran dan analisis orientasi nilai dan dimensinya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 4 Sebaran dan analisis deskriptif orientasi nilai dan dimensinya Orientasi nilai NIlai keluarga Skor 8-16 : kurang Skor 17-24 : sedang Skor >24 : baik Materialisme Skor 8-16 : kurang Skor 17-24 : sedang Skor >24 : baik Kesadaran dalam masyarakat Skor 9-18 : kurang Skor 19-27 : sedang Skor >27 : baik Kesadaran status Skor 6-12 : kurang Skor 13-18 : sedang Skor >18 : baik Tradisionalisme Skor 7-14 : kurang Skor 15-21 : sedang Skor >21 : baik Orientasi nilai Skor 38-76 : kurang Skor 77-114 : sedang Skor >114 : baik
Frekuensi (n)
Persentase (%)
MinimumMaksimum
Rata-rata±SD
0 0 56
0,0 0,0 100
25-32
30,30±1,726
15 38 3
19,6 75,0 5,4
12-27
18,41±3,426
0 1 55
0,0 1,8 98,2
27-36
33,00±1,935
6 50 0
10,7 89,3 0,0
11-18
14,29±1,648
0 1 55
0,0 1,8 98,2
21-28
26,28±1,416
0 2 54
0,0 3,6 96,4
111-140
122,68±5,497
Nilai Keluarga. Dari seluruh dimensi orientasi nilai, hanya dimensi nilai keluarga yang memiliki persentase 100 persen (Tabel 3) pada kategori nilai keluarga yang baik, sedangkan sisanya berada dibawah 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh keluarga responden memiliki perhatian yang besar untuk keluarga dan selalu mengutamakan kepentingan keluarga. Materialisme. Dimensi orientasi nilai yaitu materialisme mencapai tiga perempat (75%) dari seluruh keluarga responden yang berada pada kategori sedang (Tabel 3), dan sisanya berada pada kategori kurang (19,6%) dan baik (5,4%).Ini berarti bahwa tiga perempat keluarga responden beranggapan bahwa materi adalah salah satu penunjang kehidupan tetapi tidak menjadi salah satu faktor yang membuat kehidupan keluarga menjadi bahagia. Kesadaran dalam masyarakat. Kesadaran dalam masyarakat menunjukkan partisipasi untuk membantu orang lain. Kesadaran dalam masyarakat dalam penelitian ini menujukkan bahwa, hampir seluruh (98,2%) keluarga responden memiliki kesadaran dalam masyarakat yang baik (Tabel 3).
15
Artinya, hampir seluruh keluarga responden mengetahui statusnya sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain dan berpartisipasi dalam membantu orang lain. Kesadaran status. Sebagian besar (89,3%) keluarga responden memiliki kesadaran status yang termasuk dalam kategori sedang (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga responden cukup mengetahui bahwa dengan membeli barang-barang mahal ataupun menunjukkan kekayaan didepan orang lain tidak akan meningkatkan status keluarga dimasyarakat. Tradisionalisme. Hampir seluruh (98,2%) keluarga responden memiliki nilai tradisionalisme yang baik (Tabel 3). Artinya, hampir seluruh keluarga responden mempercayai dan melakukan hal-hal yang sesuai dengan budaya. Secara umum, orientasi nilai keluarga responden termasuk dalam kategori baik (96,4%) (Tabel 3) dan sisanya terdapat pada kategori sedang (3,6%) dengan rata-rata 122,68. Hal ini menujukkan bahwa keluarga responden mengutamakan keluarga, materi bukanlah hal utama yang menjadi tujuan, ikut berpartisipasi untuk membantu orang lain, menyadari bahwa status keluarga tidak berdasarkan materi, dan melaksanakan kehidupan berdasarkan budaya yang berlaku. Kualitas Hidup Subjektif Keluraga Kualitas hidup subjektif keluarga pada penelitian ini diukur melalui dua dimensi, yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjektif. Kualitas hidup personal subjektif dalam penelitian ini diukur dengan enam subdimensi yang masing-masing terdiri dari beberapa pernyataan dengan skala likert 1-4. Total seluruh dimensi dikeompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kurang sejahtera, cukup sejahtera, dan sejahtera. Kualitas hidup sosial subjektif dalam penelitian ini diukur dengan beberapa pernyataan mengenai kondisi dan fasilitas yang terdapat dilingkungan dan menggunakan skala likert 1-4. Total skor kesejahteraan sosial subjektif dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kurang sejahtera, cukup sejahtera, dan sejahtera.
Tabel 5 Sebaran dan analisis deskriptif kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya Kualitas hidup subjektif keluarga Kualitas hidup personal subjektif Skor 51-102 : kurang puas dan sejahtera Skor 103-153 : cukup puas dan sejahtera Skor >153 : puas dan sejahtera Kualitas hidup sosial subjektif Skor 25-50 : kurang puas dan sejahtera Skor 51-75 : cukup puas dan sejahtera Skor >75 : puas dan sejahtera Kualitas hidup subjektif
Frekuensi (n)
Persentase (%)
MinimumMaksimum
Ratarata±SD
0
0,0
148-179
167,62±5, 535
1
1,8
55
98,2
1
1,8
40-90
77,21±7,2 76
18
32,1
37
66,1
16
Lanjutan Tabel 5 Kualitas hidup subjektif keluarga Skor 76-152 : kurang puas dan sejahtera Skor 153-228 : cukup puas dan sejahtera Skor >228 : puas dan sejahtera
Frekuensi (n)
Persentase (%)
MinimumMaksimum
Ratarata±SD
0
0,0
209-261
244,84±9, 777
3
5,4
53
94,6
Hampir seluruh (98,2%) responden memiliki kualitas hidup personal subjektif yang berada pada kelompok sejahtera (Tabel 4). Artinya, responden merasa puas dan sejahtera mengenai hubungannya dengan orang-orang disekitarnya termasuk teman dan waktu luang serta rekreasi. Lebih dari separuh (66,1%) responden memiliki kualitas hidup sosial subjektif pada kategori sejahtera. Sisanya, sebesar 32,1 persen adalah cukup sejahtera dan hanya 1,8 persen tidak sejahtera. Hal ini berarti lebih dari separuh responden merasa puas dan sejahtera dengan kondisi dan fasilitas yang tersedia dilingkungannya. Hampir seluruh (94,6%) responden memiliki kualitas hidup subjektif yang berada pada kelompok sejahtera. Artinya, responden merasa puas dan sejahtera mengenai kehidupannya, baik personal maupun sosial. Hubungan kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya Nilai keluarga memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya, yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjektif. Kesadaran dalam masyarakat memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya, yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjektif. Tradisionalisme memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya yaitu kualitas hidup personal subjektif. Orientasi nilai secara keseluruhan memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya, yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjektif (Tabel 5).
Tabel 6 Nilai koefisien korelasi antara kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya Variabel independen Kepribadian Kekosmopolitan Orientasi nilai Nilai keluarga Materialisme Kesadaran dalam masyarakat
Lanjutan Tabel 6
Kualitas hidup subjektif keluarga 0,109 0,007 0,458** 0,497** -0,101 0,579**
Dimensi kualitas hidup subjektif keluarga Kualitas hidup personal subjektif
Kualitas hidup sosial subjektif
0,012 -0,057 0,447** 0,418** 0,051 0,375**
0,138 0,053 0,275* 0,351** -0,175 0,493**
17
Variabel independen
Kualitas hidup subjektif keluarga
Kesadaran status Tradisionalisme
0,155 0,444**
Dimensi kualitas hidup subjektif keluarga Kualitas hidup personal subjektif
Kualitas hidup sosial subjektif
0,104 0,469**
0,130 0,240
Keterangan: * Signifikan pada p-value ≤ 0,05, ** Signifikan pada p-value ≤ 0,01.
Pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya Hasil analisis regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualits hidup subjektif keluarga menghasilkan nilai adjusted R square sebesar 0,404. Artinya, model hanya dapat menjelaskan variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup subjektif keluarga sebesar 40,4 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Dimensi dari variabel orientasi nilai yang memengaruhi kualitas hidup subjektif keluarga adalah kesadaran dalam masyarakat. Kesadaran dalam masyarakat berpengaruh positif nyata (β = 0,462 ; p = 0,004) terhadap kualitas hidup subjektif keluarga (Tabel 6).
Tabel 7 Hasil uji regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup subjektif keluarga Variabel independen
Koefisien tidak terstandarisasi (B)
Koefisien terstandarisasi (β)
Konstanta Kepribadian Kekosmopolitan Orientasi nilai Nilai keluarga Materialisme Kesadaran dalam masyarakat Kesadaran status Tradisionalisme 2 Adjusted R Signifikansi model (p)
92,174 0,662 -0,843
0,031 -0,172
0,001 0,782 0,206
1,353 -0,146 2,333**
0,239 -0,051 0,462**
0,077 0,690 0,004**
0,939 0,956
0,158 0,138 0,404 0,000
Nilai p
0,188 0,308
Keterangan: ** Signifikan pada p-value ≤ 0,01.
Hasil analisis regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kesejahteraan personal subjektif menghasilkan nilai adjusted R square sebesar 0,238. Artinya, model hanya dapat menjelaskan variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup personal subjektif sebesar 23,8 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Penelitian terdahulu mengemukakan bahwa kualitas hidup personal subjektif dipengaruhi oleh nilai keluarga dan kesadaran sosial.
18
Tabel 8 Hasil uji regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup personal subjektif Variabel independen
Koefisien tidak terstandarisasi (B)
Koefisien terstandarisasi (β)
Nilai p
Konstanta Kepribadian Kekosmopolitan Orientasi nilai Nilai keluarga Materialisme Kesadaran dalam masyarakat Kesadaran status Tradisionalisme 2 Adjusted R Signifikansi model (p)
88,405 -1,038 -0,267
-0,087 -0,090
0,000 0,499 0,529
0,931 0,222 0,608
0,293 0,138 0,213
0,058 0,344 0,226
0,121 0,992
0,036 0,254 0,238 0,004
0,788 0,101
Tidak terdapat variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup personal subjektif. Nilai signifikansi model lebih rendah (0,004) daripada taraf signifikansi sebesar lima persen atau 0,01 maka dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai serta dimensinya terhadap kualitas hidup personal subjektif (Tabel 7). Hasil analisis regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup sosial subjektif menghasilkan nilai adjusted R square sebesar 0,222. Artinya, model hanya dapat menjelaskan variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup sosial subjektif sebesar 22,2 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Penelitian terdahulu menemukan bahwa kesejahteraan sosial subjektif dipengaruhi secara signifikan oleh nilai keluarga, materialisme, dan kesadaran sosial. Dimensi variabel orientasi nilai yang memengaruhi kualitas hidup sosial subjektif adalah kesadaran dalam masyarakat. Kesadaran dalam masyarakat berpengaruh positif nyata (β = 0,459; p = 0,012) terhadap kualitas hidup sosial subjektif (Tabel 8).
Tabel 9 Hasil uji regresi pengaruh kepribadian, kekosmopolitan, dan orientasi nilai terhadap kualitas hidup sosial subjektif Variabel independen
Koefisien tidak terstandarisasi (B)
Koefisien terstandarisasi (β)
Konstanta Kepribadian Kekosmopolitan Orientasi nilai Nilai keluarga Materialisme Kesadaran dalam masyarakat Kesadaran status Tradisionalisme 2 Adjusted R Signifikansi model (p)
3,769 1,700 -0,576
0,108 -0,158
0,866 0,405 0,308
0,422 -0,368 1,724*
0,100 -0,173 0,459*
0,510 0,239 0,012*
0,818 -0,036
0,185 -0,007 0,222 0,007
0,177 0,964
Keterangan: * Signifikan pada p-value ≤ 0,05.
Nilai p
19
Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepribadian memiliki hubungan yang positif dengan kualitas hidup subjektif dan dua dimensinya walaupun tidak signifikan. Individu dengan kepribadian ekstrovert cenderung mengetahui keadaan dan informasi mengenai orang lain. Individu merasa senang atau puas mengenai kehidupannya bergantung pada pandangannya yang lain mengenai kesejahteraan subjektif dan kepribadiannya (Dobewall et al. 2013). Wrosch dan Scheier (2003) mengemukakan bahwa kepribadian memengaruhi kualitas hidup. Kepribadian diharapkan mencerminkan pola karakteristik dari perilaku, oleh karena itu optimisme dan penyesuaian tujuan diperlukan agar kualitas hidup semakin meningkat. Penelitian ini juga menunjukkan nilai keluarga memiliki hubungan yang postif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjektif. Semakin memiliki perhatian yang besar untuk keluarga dan selalu mengutamakan kepentingan keluarga maka responden semakin merasa puas dan sejahtera mengenai kehidupannya secara keseluruhan maupun secara personal dan sosial. Hal ini sesuai dengan Tan et al. (2006) yang mengemukakan bahwa memiliki orientasi pada keluarga dan yang didasarkan pada nilai-nilai yang memelihara ikatan keluarga yang kuat akan membuat kehidupan menjadi bahagia. Yao, Cheng, dan Cheng (2008) juga mengungkapkan bahwa salah satu prioritas nilai yang paling penting adalah keluarga, yaitu dengan menghabiskan waktu bersama keluarga dan membesarkan anak-anak. Orientasi terhadap materialisme dalam penelitian ini memiliki hubungan yang negatif dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya yaitu kualitas hidup sosial subjektif walaupun tidak signifikan. Ini berarti bahwa, individu yang memiliki pendapat bahwa materi merupakan hal terpenting dalam hidup merasa kurang puas dan kurang sejahtera mengenai hidupnya secara keseluruhan maupun secara sosial. Ini serupa dengan Sirgy et al. (2012) dan Kau et al. (2000) yang mengemukakan bahwa materialisme memiliki pengaruh yang negatif pada kepuasan hidup dan kesejahteraan subjektif. Ketidakpuasan merupakan hasil dari orientasi terhadap materi. Individu dengan materialisme yang tinggi merasa kurang puas dengan hidup secara keseluruhannya dan juga dengan bagian hidup yang lebih spesifik seperti kehidupan keluarga, standar hidup, dan tingkat kenikmatan serta kesenangan hidup (Ryan dan Dziurawiec 2001). Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa kesadaran dalam masyarakat memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjektif. Selain itu kesadaran dalam masyarakat juga memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya yaitu kualitas hidup sosial subjektif. Semakin tinggi kesadaran dalam masyarakat responden maka responden semakin merasa puas dan sejahtera mengenai hubungannya dengan orang-orang sekitarnya termasuk teman dan waktu luang serta rekreasi, merasa puas dan sejahtera dengan kondisi dan fasilitas yang tersedia dilingkungannya, dan merasa puas dan sejahtera dengan kehidupannya secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan Tan et al. (2006) yang mengemukakan bahwa masyarakat yang peduli dengan lingkungan sosialnya serta terlibat dalam membantu orang lain akan menimbulkan rasa sejahtera. Hellevik (2003) mengemukakan bahwa individu yang bersedia memberikan kontribusi yang lebih kepada masyarakat dan menunjukkan empati yang tinggi kepada orang lain merasa lebih bahagia.
20
Orientasi terhadap tradisionalisme dalam penelitian ini menujukkan hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya yaitu kualitas hidup personal subjektif. Responden yang semakin mempercayai dan melakukan hal-hal yang sesuai dengan budaya semakin merasa puas dan sejahtera dengan kehidupan yang dijalaninya. Hal ini diduga karena individu yang mempercayai dan melakukan sesuatu berdasarkan nilainilai yang sesuai dengan tradisi dan budaya yang telah diajarkan oleh generasi sebelumnya, merasa puas dan sejahtera bila dapat menerapkannya dalam kehidupannya saat ini. Dengan kata lain, mengamalkan nilai-nilai budaya yang telah diperolehnya sejak dulu. Tan et al. (2006) mengemukakan bahwa masyarakat yang memegang kepercayaan tradisional menjadi enggan untuk mencoba cara-cara atau ide baru untuk melakukan sesuatu. Hellevik (2003) mengemukakan bahwa tradisionalisme memiliki hubungan dengan kebahagiaan walaupun hubungan tersebut lemah. Orientasi nilai secara keseluruhan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjetif. Semakin baik orientasi nilai responden maka responden semakin merasa puas dan sejahtera mengenai hubungannya dengan orang-orang sekitarnya termasuk teman dan waktu luang serta rekreasi, merasa puas dan sejahtera dengan kondisi dan fasilitas yang tersedia dilingkungannya, dan merasa puas dan sejahtera dengan kehidupannya secara keseluruhan. Tiga dari lima dimensi variabel orientasi nilai yaitu nilai keluarga, kesadaran dalam masyarakat, dan tradisionalisme memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas hidup subjektif keluarga dan dimensinya yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjektif. Oleh karena itu, jika orientasi nilai secara keseluruhan dihubungkan, maka terdapat hubungan yang positif signifikan antara orintasi nilai dengan kualitas hidup personal dan sosial subjektif, maupun dengan kualitas hidup subjektif keluarga. Tan et al. (2006) mengemukakan bahwa dua dari lima dimensi orientasi nilai memiliki hubungan dan pengaruh hanya terhadap kesejahteraan personal subjektif, namun hanya hubungan dan pengaruh mengenai orientasi nilai setiap dimensi dan bukanlah orientasi nilai secara keseluruhan. Variabel kekosmopolitan dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang negatif terhadap kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya yaitu kualitas hidup personal dan sosial subjektif walaupun tidak signifikan. Hal ini karena meningkatnya kuantitas perjalanan responden menuju ke suatu tempat, membuat responden merasa kurang puas dan sejahtera dengan hubungannya dengan orang-orang disekitarnya dan kondisi serta fasilitas yang tersedia dilingkungannya. Sesuai dengan Rogers (1971) yang mengemukakan bahwa kekosmopolitan dapat dilakukan dengan melakukan kunjungan ke daerah lain untuk mendapatkan informasi. Individu yang memiliki kekosmopolitan yang tinggi akan mencari informasi dari luar lingkungannya. Secara keseluruhan, kualitas hidup subjektif keluarga pada penelitian ini dipengaruhi secara signifikan oleh kesadaran dalam masyarakat. Hasil ini bertentangan dengan penelitian-penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa kepribadian memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kesejahteraan, kepuasan, dan kualitas hidup walaupun tidak secara langsung (Eklund et al. 2010; Wrosch dan Scheier 2003). Hal ini diduga karena data yang diperoleh mengenai kepribadian dan kekosmopolitan responden cenderung tidak bervariasi. Yao, Cheng, dan Cheng (2008) mengemukakan bahwa variabel subjektif seperti kepuasan, prioritas nilai, harga diri, dan kepercayaan interpersonal lebih kuat dalam memprediksi kualitas hidup secara keseluruhan dibandingkan dengan
21
variabel objektif, seperti demografi. Shu dan Zhu (2009) mengemukakan bahwa kepuasan dengan kehidupan pada lingkungan antar personal merupakan prediktor yang kuat pada kualitas hidup subjektif di China. Secara literatur, prediktor yang paling kuat untuk memprediksi kualitas hidup secara keseluruhan adalah kepuasan per bagian hidup, bukan kepuasan secara struktural (Drews 1990). Oleh karena itu, pada penelitian ini juga variabel kepribadian dan kekosmopolitan tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup secara keseluruhan maupun per bagian hidup. Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu menggunakan metode purposive sampling, oleh karena itu hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan. Selain itu, jumlah data yang seharusnya dapat diolah pada penelitian ini adalah 100, namun pada akhirnya hanya 56 yang dapat ditindaklanjuti untuk diolah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum, kepribadian responden adalah ekstrovert dan individu yang kurang kosmopolit. Secara kesuluruhan, orientasi nilai responden adalah baik. Kualitas hidup subjektif keluarga dan dua dimensinya, yaitu personal dan sosial subjektif berada pada kategori sejahtera. Memiliki orientasi terhadap keluarga dan kesadaran dalam masyarakat, menimbulkan rasa puas dan sejahtera terhadap hidup maupun pada masingmasing bagian hidup, yaitu personal dan sosial. Memiliki orientasi terhadap materi menimbulkan rasa tidak puas terhadap hidup. Secara keseluruhan, memiliki orientasi nilai yang baik menimbulkan rasa puas dan sejahtera terhadap hidup maupun pada masing-masing bagian hidup, yaitu personal dan sosial. Semakin modern seseorang, maka kualitas hidup personalnya mengalami peningkatan maupun pada hidup secara keseluruhan. Kesadaran dalam masyarakat memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup secara keseluruhan dan dimensinya yaitu kualitas hidup sosial subjektif.
Saran Pada penelitian ini, orientasi nilai terhadap nilai keluarga menunjukkan bahwa nilai keluarga atau memiliki perhatian yang besar untuk keluarga dan selalu mengutamakan kepentingan keluarga memiliki hubungan dengan kualitas hidup subjektif keluarga. Oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat lebih mengenalkan program BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) yaitu PPKS (Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera) kepada masyarakat karena dapat membantu permasalahan sosial rumah tangga, kesehatan reproduksi dan hal terkait lainnya. Penelitian berikutnya diharapkan mampu memperluas ruang lingkup penelitian seperti variabel agama dan jumlah responden.
22
DAFTAR PUSTAKA Ahuvia AC. 2002. Individualism/collectivism and culture of happiness: A theoretical conjecture on the relationship between consumption, culture, and subjective well-being at the national level. Journal of Happiness Studies. 3:23-26. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Opini Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2011. Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor 2011. [internet]. [diacu 25 Maret 2012]. Tersedia pada http://bogorkota.bps.go.id/New%20Publikasi/ipm2011/index.html. Campbell A. 1976. Subjective measures of well-being. American Psychologist. 31(2):117-124. Cramer V, Torgersen S, Kringlen E. 2004. Quality of life in a city. The effect of population density. E-journal of Social Indicators Research [internet]. [diunduh 14 Maret 2012]. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/197623182?accountid=32819. Diener E, Sandvik E, Seidlitz L, Diener M. 1993. The relationship between income and subjective well-being: Relative or absolute? Social Indicator Research. 28: 195-223. Dobewall H, Realo A, Allik J, Esko T, Metspalu A. 2013. Self-other agreement in happiness and life-satisfaction: The role of personality traits. Social Indicator Research. 114: 479-492).doi: 10.1007/s11205-012-0157-y. Drews DH. 1990. Social position, value orientation, and perceived quality of life. E-journal of Dissertations and Theses [internet]. [diunduh 11 Juli 2012 ]. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/303873984?accountid= 32819. Duncan TB. 2007. Adult attachment and value orientation in marriage. E-journal of Dissertations and Theses [internet]. [diunduh 5 Mei 2012]. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/304721769?accountid=32819. Eklund M, Bäckström M, Lissner L, Björkelund, Sonn U. 2010. Daily activities mediate the relationship between personality and quality of life in middleaged women. Quality of Life Research. 19: 1477-1486.doi: 10.1007/s11136010-9711-8. Halama P. 2010. Hope as a mediator between personality traits and life satisfaction. Studia Psychologica. 52:309-314. Hellevik O. 2003. Economy, values, and happiness in Norway. Journal of Happiness Studies. 4: 243-283. Hurlock EB. 1980. Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Silabat RM, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Development Psycology: A Life Span Approach. Iskandar A. 2007. Analisis praktek manajemen sumber daya keluarga dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga di Kabupaten dan Kota Bogor [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kau AK, Jung K, Jiuan TS, Wirtz J. 2000. The influence of materialistic inclination on values, life satisfaction, and aspirations: An empirical analysis. Social Indicators Research. 49:317-333. Kau AK, Wang SH. 1995. „Assessing qualityof lifein Singapore: An exploratory study‟. Social Indicators Research. 35:71-91.
23
Khizindar TM. 2009. Quality of life in developing countries: An empirical investigation. The Journal of American Academy of Business, 14(2):162-170. Liao PS. 2009. Parallels between objective indicators and subjective perceptions of quality of life. A study of metropolitan and country areas in Taiwan. Ejournal of Social Indicators Research [internet]. [diunduh 14 Maret 2012]. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/197588962?accountid= 32819 Murtiyeni. 2002. Respon peternak sapi perah terhadap sumber informasi teknologi peternakan (Kasus di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan dan Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Park CM, Shin DC. 2005. Perceptions of life quality among the Korean mass public. Unraveling their dynamics and standards. E-jounal of Social Indicators Research [internet]. [diunduh 14 Maret 2012]. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/197674889?accountid=32819. Rogers EM, Shoemaker FF. 1971. Communication of Innovations: A CrossCultural Approach 2nd ed. New York: Free Press. Ryan L, Dziurawiec S. 2001. Materialism and its relationship to life satisfaction. Social Indicators Research. 55(2): 185-197. Shu X, Zhu Y. 2009. The quality of life in China. E-journal of Social Indicators Research [internet]. [diunduh 11 Juli 2012];92:191-225:USA. Tersedia pada: http://search.proquest.com/docview/197647868?accountid=32819. Silitonga R. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita penyakit Parkinson di poliklinik saraf rumah sakit DR. Kariadi [tesis]. Semarang: Sekolah pascasarjana, Universitas Diponegoro. Sirgy MJ, Eda GA, Webb D, Cicic M, Husic M, Ekici A, Herrmann A, Hegazy I, Lee DJ, Johar JS. 2012. Linking advertising, materialism, and life satisfaction. Social Indicator Research. 107:79-101.doi: 10.1007/s11205-011-9829-2. Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Tangdilintin P. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Tangdilintin P, Ihromi TO, editor. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Tan SJ, Tambyah SK, Kau AK. 2006. The influence of value orientations and demographics on quality of life perceptions. Evidence from a national survey of Singaporeans. Social Indicators Research. 78(1):33-59.doi: 10.1007/s11205-005-7158-z. UU Nomor 10 Tahun 1992. Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera [internet]. [diunduh 20 April 2015]. Tersedia pada: http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_10_1992.htm. Wrosch C, Scheier MF. 2003. Personality and quality of life: The importance of optimism and goal adjustment. Quality of Life Research. 12(1):59-72. Yao G, Cheng YP, Cheng CP. 2008. The quality of life in Taiwan. Social Indicators Research. 92:377-404.doi:10.1007/s11205-008-9353-1.