PENGARUH KEPEMIMPINAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PERPUSTAKAAN
Lilik Kurniawati Uswah Abstrak: Kepemimpinan menjadi faktor utama dalam lingkungan kerja yang melibatkan lebih dari satu orang. Sementara itu, untuk menghasilkan kinerja secara optimal di dalam sebuah perpustakaan, diperlukan pemimpin yang tidak hanya mempunyai kemampuan menggerakkan orang-orang yang ada dalam satuan kerjanya, tetapi yang lebih penting adalah sensivitas pimpinan terhadap kebutuhan nyata dari masing-masing pegawainya. Kepemimpinan pada dasarnya kembali kepada diri kita masing-masing. Memimpin haruslah efisien (memperhatikan hal yang urut dari paling penting sampai ke paling tidak penting) dan efektif untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Kepemimpinan pada dasarnya adalah upaya memberikan pengaruh social, memberi dukungan kepada kawan untuk mencapai yang terbaik tanpa merasa tersaingi. Kata kunci: kepemimpinan, optimalisasi, kinerja perpustakaan
Pendahuluan Dalam dunia kepustakawan Indonesia, kepemimpinan masih terasa sangat kecil baik dalam hal jumlah maupun kualitasnya. Hal ini juga sangat terkait dengan sistem dan struktur kepustakawanan yang telah terbangun yang masih kurang mendukung lahirnya pemimpin-pemimpin baru dalam bidang kepustakawanan. Tidak kalah penting, dunia pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi di Indonesia lebih banyak memberikan mata kuliah dalam pengelolaan perpustakaan, sedangkan materi kepemimpinan hampir tidak tersentuh sama sekali. Hal ini dibarengi lagi dengan sistem yang kurang mendukung kepemimpinan dan regenerasi yang baik serta adanya model discouragement atau pembuat ketidak beranian untuk maju sebagai pemimpin atau karena atasan yang takut adanya persaingan yang akan melemahkannya. Terjadinya
discouragement
tersebut
telah
menjadikan
banyak
pustakawan lebih banyak melakukan hal-hal administratif tanpa ada keinginan untuk melakukan inovasi atau perubahan-perubahan yang dapat mengangkat kepustakawanan di Indonesia pada umumnya. Dalam kegiatan layananlayanan perpustakaan pun sebetulnya para pustakawan masih perlu adanya peningkatan dalam berbagai hal. Untuk
melakukan
tugas
pelayanan
informasi
di
perpustakaan
diperlukan pustakawan yang memiliki kompetensi profesional dan berkualitas untuk
menjalankan
tugas
pekerjaannya.
Dengan
begitu
diharapkan
pustakawan mampu merespon aspirasi publik yang dituangkan dalam kegiatan
dan program lembaga disamping juga melahirkan inovasi baru yang bertujuan untuk
mempermudah
pemenuhan
kebutuhan
pengguna
informasi.
Pustakawan juga diharapkan mampu menghadapi berbagai tantangan perubahan sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam diri seorang pustakawan sangat dibutuhkan. Untuk satu hal saja, misalnya, setelah bisa berbicara di dalam forum pertemuan di lingkungan unit kerjanya sendiri, maka dia harus berusaha meningkatkan diri dengan berusaha agar dia mampu berbicara di lingkungan wilayahnya dan kemudian di kancah nasional dan dilanjutkan dengan kancah internasional. Rasa percaya diri dan optimisme harus selalu dibangun dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Tentu saja pengetahuan dan ketrampilan diri juga harus selalu ditingkatkan. Perlu diingat bahwa keilmuan yang dimiliki biasanya sudah akan out-of-date setelah 3 tahun. Untuk itu dalam setiap kesempatan seorang pustakawan harus selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya melalui berbagai kesempatan. Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan adalah sebuah kebijakan yang dapat memberikan inspirasi kepada pustakawan dan calon pustakawan untuk dengan sungguh-sungguh menekuni profesinya. Bagi sebuah perpustakaan, pustakawan adalah aset yang sangat berharga [the most valuable assets]. Namun demikian di sisi lain, pustakawan juga dapat menjadi beban atau liability bagi perpustakaan, jika tidak mampu memberikan yang terbaik bagi perpustakaan. Oleh karena itu dalam menghadapi derasnya arus teknologi informasi dan guna meningkatkan pelayanan kepada pemustaka,
dibutuhkan pustakawan-pustakawan yang kompeten, berkualitas, aktif, dinamis, konseptual, dan adaptif, serta berani keluar dari zona nyaman. Sementara itu, untuk menghasilkan kinerja secara optimal di dalam sebuah perpustakaan, diperlukan pemimpin yang tidak hanya mempunyai kemampuan menggerakkan orang-orang yang ada dalam satuan kerjanya, tetapi yang lebih penting adalah sensivitas pimpinan terhadap kebutuhan nyata dari masing-masing pegawainya. Artinya bahwa bilamana seseorang pimpinan mengerti setiap pegawai merupakan satu kebulatan sifat-sifat individualnya, suka dukanya, dorongan dan harapan-harapannya, maka akan dapat tercipta pemimpin yang baik. Menurut Robert D. Stuart (2002: 352) pemimpin adalah seorang yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, memberi petunjuk dan juga mampu menentukan individu untuk mencapai tujuan organisasi.
Optimalisasi Kinerja dan Kepemimpinan Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat kemampuan pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam periode waktu tertentu berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah ditentukan guna mewujudkan visi dan misi organisasi. SDM merupakan tulang punggung perpustakaan yang masih dapat dikembangkan lebih lanjut agar memiliki daya saing yang tinggi. Hal ini karena daya saing merupakan potensi terpenting yang harus dikembangkan pada diri setiap pegawai. Adanya peningkatan kualitas SDM akan berimplikasi pada
optimalisasi kinerja pegawai, karena dengan pendidikan mereka akan memiliki wawasan yang lebih luas dan memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Faktor kepemimpinan memiliki peran penting dalam mengoptimalkan kinerja pegawai/pustakawan. Dengan dukungan kepemimpinan dan kualitas SDM yang handal perpustakaan diharapkan mampu memberikan sensivitas terhadap kebutuhan para customer (pemustaka), sehingga dapat memenuhi kebutuhan para pengguna informasi. Adanya peluang bagi para pustakawan untuk memberikan ide-ide barunya (kreatif dan inovatif) dalam mengelola semua informasi akan membuat para pustakawan mampu memenuhi kebutuhan pengguna dan mampu bersaing dengan kemajuan teknologi dan informasi. Selain itu diharapkan para pegawai memiliki kemauan menerima resiko-resiko yang mungkin saja terjadi. Perlu disadari bahwa pustakawan harus selalu siap dalam melaksanakan setiap tugas yang kadang ada di luar rencana atau karena terjadi sesuatu yang tidak sesuai, atau perubahanperubahan yang terjadi dalam organisasi akibat perubahan kebijakan politik negara atau akibat kemajuan zaman (teknologi dan informasi) atau bahkan karena adanya perubahan internal di dalam perpustakaan sehingga resikoresiko tersebut dapat dihadapi oleh pegawai bersama dengan pimpinan. Pemimpin pada hakekatnya laksana sebuah lokomotif yang membawa gerbong-gerbong organisasi. Modernitas organisasi telah membangkitkan kesadaran akan hakekat dan eksistensi kepemimpinan. Bahkan dasawarsa terakhir ini disebut sebagai era revolusi kepemimpinan. Tuntutan akan pemimpin yang profesional semakin terasa, sejalan dengan tuntutan akan hadirnya manusia organisasional yang semakin sadar bahwa sistem manajemen bergerak dari sifat amatiran menuju kematangan profesional yang
dibarengi dengan faktor pendukung yang akurat. Dengan kata lain, pemimpin dituntut agar mampu memberdayakan segala kekuatan organisasi secara benar dan tepat sesuai dengan gelombang perubahan atau tantangan masa depan yang mempengaruhi kehidupan organisasi (Toyang, 2007).
Richard L. Daff (2005) mengemukakan konsep kepemimpinan dalam satu definisi yaitu “kepemimpinan merupakan suatu pengaruh hubungan antara pimpinan dan pengikut (followers) yang bermaksud pada perubahan dan hasil nyata yang mencerminkan tujuan bersama”. Definisi tersebut mencakup tujuh unsur yang penting dalam sebuah kepemimpinan, (1) pemimpin (leader), (2) pengaruh (influence), (3) pengikut (follower), (4) maksud (intention), (5) tujuan bersama (shared purpose), (6) perubahan (change), dan (7) tanggung jawab pribadi (personal responsibility). Hakekat kepemimpinan terletak pada kemampuan seorang pemimpin mengajak dan mempengaruhi pihak lain termasuk bawahan, untuk bekerja bersama untuk melakukan kegiatan tertentu dalam rangka merealisasi tujuan utama secara efektif dan efisien dalam suasana kerja yang menyenangkan. Oleh
karena
itu
kepemimpinan
perpustakaan
yang
kondusif
adalah
kepemimpinan yang memenuhi kriteria berikut: a) tidak ada reaksi bawahan atau atasan yang menentang kepemimpinannya (attacking reaction); b) tidak ada yang meninggalkan tugas (escaping reaction); dan c) adanya rasa kesatuan (sense of unity) dan rasa solidaritas (sense of solidarity). Kajian tentang kepemimpinan tidak mampu mengungkapkan sifat tunggal yang dimiliki oleh pemimpin yang baik. Hal ini karena setiap pemimpin
yang
dianggap
berhasil
memiliki
gaya,
metode,
ataupun
pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Selain itu perbedaan setiap pemimpin juga dipengaruhi oleh perbedaan sistem, kultur dan kondisi yang dipimpin. Dalam dunia perpustakaan, kepemimpinan sangat jarang dibahas. Tidak banyak pula tulisan mengenai kepemimpinan di dalam media kepustakawanan. Kini sudah waktunya bagi para pustakawan untuk memahami apa dan bagaimana kepemimpinan itu. Dalam Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Leadership) disebutkan bahwa: Leadership has been described as the “process of social influence in which one person can enlist the aid and support of others in the accomplishment of a common task”. Definitions more inclusive of followers have also emerged. Alan Keith of Genentech states that, "Leadership is ultimately about creating a way for people to contribute to making something extraordinary happen." Kepemimpinan
atau
leadership
diartikan
sebagai
proses
mempengaruhi orang lain secara sosial. Kepemimpinan membangun cara agar orang-orang dapat berkontribusi untuk menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Membangun kepemimpinan membutuhkan tanggung jawab diri terhadap profesinya atau tempat kerjanya. Tanggung jawab bukan berarti membuat
semua
orang
terpenuhi
apa
yang
dimintanya,
melainkan
membangun visi dan merealisasi rencana sesuai dengan apa yang telah digariskan sebelumnya dan orang lain dengan mudah dapat memahami karena disampaikan dengan bahasa yang mudah meskipun standar yang diharapkan sangat tinggi. Orang yang memiliki jiwa kepemimpinan pada umumnya sangat accessible dan dapat ditemui dengan mudah. Demikian halnya untuk seorang pustakawan. Pustakawan yang memiliki jiwa kepemimpinan biasanya mudah
ditemui dan mampu menjelaskan dengan bahasa yang bisa diterima oleh orang lain, bahkan mereka yang di luar profesinya. (Priyanto, 2011). Kepemimpinan
mendorong
setiap
orang
melakukan
evolusi.
Pustakawan yang sulit ditemui atau sulit dipahami kepiawaian atau keahliannya, tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Demikian halnya, visi dan gagasan pustakawan yang tidak dapat direalisasi adalah gagasan atau visi dari seorang pustakawan yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Untuk bisa memiliki jiwa kepemimpinan, pustakawan dapat belajar dari pengalamanpengalaman orang lain untuk bisa diterapkan. Seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan bisa mendelegasikan orang lain tetapi dirinya tidak mau sekedar mendelegasikan saja, melainkan dia selalu berusaha untuk memahami berbagai hal secara lebih rinci. Dengan kata lain, seorang pustakawan yang berjiwa pemimpin biasanya selalu belajar dengan tekun dan menjadikan dirinya mengetahui secara rinci. Menilai apakah seseorang memiliki jiwa kepemimpinan atau tidak dapat diukur dengan melihat seberapa bagus orang tersebut bekerja, melainkan seberapa besar dia berubah dan seberapa besar dia dapat memberikan pengaruh kepada orang lain. Banyak teori dan model kepemimpinan dan kepustakawanan pun sebetulnya telah mengalaminya tetapi kurang disadari bahwa hal itu adalah kepemimpinan. Menurut Martin Chemers, “leadership is a process of social influence in which one person is able to enlist the aid and support of others in the accomplishment of a common task” (1997). Pemimpin juga sering diartikan sebagai orang yang diikuti oleh sejumlah orang lain untuk mencapai masa depan yang baik. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan proses, bukan sekedar sebuah peran. Hal ini karena kepemimpinan sangat terkait
dengan hubungan yang sangat kompleks antar individu di dalam maupun di luar lembaga serta lingkungan yang terus berubah.
Fokus Kepemimpinan Ada empat kompetensi dalam diri seorang pemimpin: mengelola perhatian, mengelola makna, membangun kepercayaan dan mengelola diri sendiri. Mengelola perhatian dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus mampu menyampaikan fokus atas komitmen dan dapat menyampaikan hal tersebut secara sederhana, tergantung dari level para pegawainya. Setiap pegawai dalam level manapun harus dapat memahami fokus tersebut dengan mudah. Selain mengelola perhatian para pegawainya, pemimpin juga harus mampu membangun kepercayaan—baik kepercayaan dari semua pegawai maupun kepercayaan dari mitra lembaga. Sementara itu makna atau hakikat dari sebuah perpustakaan harus dapat ditanamkan pada setiap pegawai di dalam perpustakaan. Pegawai perpustakaan atau pustakawan harus memahami arti dari sebuah perpustakaan dan kemudian dapat bertindak dan menjalankan tugas-tugasnya dalam kerangka kepustakawanan. Namun demikian, yang paling penting dalam kepemimpinan adalah mengelola diri sendiri. Bagaimana kita harus bertindak, peran apa yang harus kita lakukan dan sebagai apa diri kita dalam sebuah lembaga. Menjadi seorang pemimpin harus mengetahui jangkauan tugas yang wajib ditangani dan juga harus mampu menyampaikan pesan-pesan yang dapat dipahami dan dijalankan oleh setiap orang secara proporsional. Bahasa dan kesopanan penyampaian pesan dari seorang pemimpin
menjadi
kunci
dalam
hal
ini.
Arogansi
kekuasaan
akan
menimbulkan penolakan dari orang lain dan menjadikan diri tidak memiliki
jiwa kepemimpinan lagi. Dengan kata lain, pemimpin “deal with the complex exchange of emotion, influence, motivation and ideas in order to ins pire people to engage in desired behaviors or actions”(Germano, 2012). Pemimpin dalam kepustakawanan harus memiliki rasa pertukaran emosional, pengaruh motivasi dan gagasan-gagasan guna memberi isnpirasi bagi para pustakawan lain sehingga para pustakawan terinspirasi untuk melakukannya dengan senang hati.
Kepemimpinan dan Perilaku yang tepat Kepemimpinan yang efektif memiliki tiga fungsi utama (Chemer 1997): yaitu image management; relationship development; dan resource utilizations. Image management atau manajemen citra merupakan hal penting dalam sebuah kepemimpinan. Tentu saja diperlukan kerja keras dan cerdas untuk membangun citra yang baik. Citra yang bagaimana yang akan dibangun, tentu saja juga menjadi hal yang sangat penting untuk didefinisikan. Apakah perpustakaan akan dicitrakan sebagai perpustakaan berwawasan teknologi informasi canggih, berjejaring internasional, memiliki pustakawan handal, layanan cepat dan menyenangkan. Tentu saja pencitraan tidak hanya terfokus pada satu hal saja, melainkan berbagai citra perlu dikelola agar perpustakaan yang dipimpin dapat memiliki daya tarik yang besar. Dengan rancangan citra seperti ini maka pemimpin dapat membuat strategi pengembangannya dengan gaya dan pendekatan secara subyektif tetapi dapat diterima oleh berbagai kalangan. Sisi lain dari kepemimpinan adalah membangun hubungan. Dalam kaitannya dengan perpustakaan, tentu saja hubungan yang dikembangkan
akan sangat bervariasi. Yang pertama, adalah hubungan dengan lembaga atasan yang menaungi perpustakaan, karena lembaga atasan ini adalah lembaga atau unit yang mengelola perpustakaan secara makro. Persetujuan dan kelancaran dari apa yang akan dilakukan oleh perpustakaan sangat bergantung pada atasan dari perpustakaan. Semua pemimpin dalam perpustakaan harus mengetahui dan harus mampu membangun hubungan yang baik dan akrab dengan atasan. Perpustakaan harus mampu membangun citra yang baik di mata atasan agar dukungan dari perpustakaan dapat terus berjalan dengan baik. Yang kedua, hubungan dengan para pegawai di lingkungan internal perpustakaan. Hubungan akrab yang dibangun akan dapat menjadikan pemimpin dapat menjadi panutan dan arah gerak langkah para pegawai. Sangat penting membangun rasa percaya diri dan bangga para pegawai dan pustakawan. Rasa percaya diri dan bangga akan menjadi asset penting
dalam
membangun
dan
menggeakkan
semua
pegawai
dan
pustakawan. Kerjasama lain adalah kerjasama dengan perpustakaanperpustakaan dan lembaga-lembaga baik yang terkait dengan perpustakaan maupun yang ada di luar garis perpustakaan. Lembaga-lembaga yang terkait dengan perpustakaan termasuk di antaranya adalah industri informasi (penerbit buku, penerbit database di luar negeri dan agen-agennya, perusahaan atau industry informasi lainnya seperti surat kabar dan televisi). Sementara itu lembaga yang tidak terkait dengan perpustakaan perlu kita bangun kerjasama misalnya dengan donator, industri wisata, restaurant, dll. Satu sisi lain dari kepemimpinan adalah resource utilization. Pemanfaatan fasilitas yang ada serta resources lain termasuk di dalamnya menempatkan para pegawai dan pustakawan, mahasiswa dan tenaga
sukarelawan lain sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pada dasarnya pemimpin yang handal mampu melihat potensi dari setiap pegawainya dan mampu menempatkan mereka sesuai kemampuan masing-masing. Rasa ketidaksukaan terhadap pegawai, rasa dendam, dan perasaan negative lainnya harus tidak muncul secara eksplisit dari hati para pemimpin. Pemimpin memilih pegawai atau pustakawan dengan didasarkan kemampuannya. Mutual trust and respect, dan interpersonal warmth merupakan kunci kepemimpinan
yang
akan mendapatkan
dukungan
penuh
dari para
pustakawan dan pegawai lainnya.
Penutup Kepemimpinan pada dasarnya kembali kepada diri kita masing-masing. Memimpin haruslah efisien (memperhatikan hal yang urut dari paling penting sampai ke paling tidak penting) dan efektif untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Kepemimpinan pada dasarnya adalah upaya memberikan pengaruh social, memberi dukungan kepada kawan untuk mencapai yang terbaik tanpa merasa tersaingi. Namun demikian, untuk bisa menjadi berpengaruh kita haruslah self-aware, fokus pada tujuan utama, dan tentu saja memiliki kompetensi. Kepemimpinan juga sangat terkait dengan kemampuan untuk membangun kemitraan dan kerjasama. Seorang pemimpin harus menunjukkan kepercayaan dan rasa mengh ormati. Seorang pemimpin tidak sekedar lahir dengan atribut-atribut di atas, tetapi seorang pemimpin selalu mengembangkan diri dan belajar terus-menerus baik dari orang lain maupun dengan pengalaman diri.
Referensi: Daff, Richard L., The Leadership Experience. Canada: Thomson, 2005. Germano, Michael. Library Leadership that Creates and Sustains Innovation. Library Leaadership and Management. 25 (1): 1-15. 2012. Maxwell, John C. 360 Leader: Mengembangkan Pengaruh Anda dari Posisi Manapun dalam Organisasi. Bhuana Ilmu Poluler, 2011. Priyanto, Ida Fajar. Kepemimpinan dalam Perpustakaan. Makalah Pelatihan Pengelola Perpustakaan Bank Indonesia di Pekanbaru, 2011. Stuart, Robert D. And Barbara B. Morgan. Library and information centre management. USA: Library Unlimited, 2001. Toyang, Diana. Pengaruh Kepemimpinan, Kualitas SDM, dan Budaya Organisasi terhadap Optimalisasi Kinerja Pegawai di Perpustakaan Nasional RI. Tesis. Universitas Gadjah Mada. 2007. Uswah, Lilik Kurniawati. Pustakawan Masa Kini: Sebuah Tantangan Profesi di Era Global. Makalah Lomba Pustakawan Berprestasi DIY, 2010. Uswah, Lilik Kurniawati. Menjadi Pustakawan yang Berbeda: Rahasia Berkarir agar Naik Kelas, Makalah Seminar FPPTI Kepemimpinan dan Profesionalisme, April 2012. *Penulis adalah Direktur World Bank Corner, Perpustakaan UGM, merangkap sebagai staf pengajar di Program Manajemen Informasi dan Perpustakan, Sekolah Pascasarjana UGM.