PENGARUH KADAR GARAM DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS MIKROBIOLOGI BAKASANG SEBAGAI BAHAN MODUL PEMBELAJARAN BAGI MASYARAKAT PENGRAJIN BAKASANG Farida Bahalwan* Staf Pengajar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Darussalam Ambon Diterima 1-07-2011; Terbit 30-11-2011
ABSTRACT Bakasang is on of the Bandanesse’s traditional food. People make bakasang with added salt, but how much salt needed in the making of bakasang is unknown. In other hand, the standart of bakasang quality based on Total Bacterials is unknown to. This research is done to knowing the effect of salt, storage time, protein and fat of bakasang. The research result showing that the qualitiy of bakasang based on Total Bacterial have salt concentrate 250 grams and storage time 28 days. The highest protein of bakasang contained in bakasang that get treatment with added 200 grams salt and storage time 35 days. The highest fat of bakasang contained in bakasang that get treatment with added 300 grams salt and storage time 21 day. Keywords: salt, microbiology, and bakasang Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya mengandung mineral, vitamin, dan lemak tak jenuh. Protein sangat dibutuhkan tubuh untuk proses pertumbuhan dan mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak. Selain air, protein merupakan bagian utama dari unsur-unsur penyusun tubuh manusia. Di samping itu, ternyata ikan juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh ikan yang mendekati netral, dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis menyebabkan daging sangat lunak, sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk (Adawyah, 2007). Kerusakan ikan oleh enzim baik berasal dari mikrobia atau dari dalam jaringan tubuh ikan itu sendiri (autolitic) tidak lain adalah pemecahan atau penguraian terhadap makromolekul protein, lemak, dan lain-lain yang menghasilkan senyawa yang lebih sederhana. Kekurangan yang terdapat pada ikan dapat menghambat usaha pemasaran hasil perikanan sering menimbulkan kerugian besar terutama di saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, diperlukan proses pengolahan untuk menambah nilai dari segi gizi. Salah satu cara pemanfaatan ikan melalui proses fermentasi untuk menghasilkan bakasang yang dilakukan dengan cara mencampurkan garam dengan daging ikan yang sudah dihaluskan. Fermentasi merupakan proses mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia untuk memperoleh
produk yang berguna, dimana terjadi pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob. Penguraian senyawa-senyawa dari kompleks menjadi sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi. Pemanfaatan hasil tangkap ikan yang berlebihan biasanya dilakukan dengan melalui pengawetan dan pembuatan berbagai menu makanan lainnya seperti bakasang yang diproses dari ikan dan jeroan ikan. Jenis ikan yang biasanya digunakan ialah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Bakasang yang dibuat biasanya menggunakan daging ikan yang ditambahkan dengan garam dan dijemur selama 14 hari, tapi ada sebagian kecil juga yang memanfaatkan jeroan dari ikan, dengan tujuan memanfaatkan limbah dari ikan tersebut. Secara empiris, masyarakat di Pulau Banda lebih menyukai bakasang yang telah disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini sangat memiliki resiko karena tidak diketahui dengan secara pasti kelayakan bakasang yang telah disimpan dalam jangka waktu yang lama untuk dikonsumsi. Uji kelayakan bakasang untuk dikonsumsi dapat dilakukan dengan menentukan Angka Lempeng Total bakteri dalam bakasang dan dibandingkan dengan standar batas maksimum Angka Lempeng Total bakteri dalam bakasang yang layak dikonsumsi. Selain itu pula, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji kualitas biokimia bakasang.
301
Bimafika, 2011, 3, 301-306
METODE Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan eksperimen yang bertujuan untuk melihat pengaruh kadar garam dan lama penyimpanan terhadap kualitas mikrobiologi berdasarkan jumlah Angka Lempeng Total. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan pola faktorial. Menurut Sastrosupadi (1995), Rancangan Acak Lengkap digunakan untuk percobaan yang dilakukan pada media atau tempat yang relatif tidak homogen. Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap Angka Lempeng Total maka perlakuan akan diulang sebanyak 3 kali, maka pola faktorial yang digunakan adalah 4x6x3=72 unit analisis. HASIL PENELITIAN I. Kualitas Mikrobiologi Perhitungan Angka Lempeng Total bakteri dilakukan untuk mengetahui kualitas mikrobiologi bakasang. Pengujian kualitas mikrobiologis dilakukan setelah perlakuan dengan beberapa jenis perlakuan. Jenis perlakuan dalam penelitian ini adalah penambahan konsenstrasi kadar dan lama penyimpanan. Perlakuan kadar garam dalam penelitian ini terdiri dari 4 taraf yaitu: 150, 200, 250 dan 300, sedangkan lama penyimpanan terdiri dari 6 taraf yaitu: 0, 7, 14, 21, 28 dan 35 hari. Ringkasan hasil perhitungan Angka Lempeng Total bakteri pada bakasang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel di atas memperlihatkan bahwa rerata Angka Lempeng Total bakteri tertinggi terlihat pada perlakuan kadar garam 150 gram dan lama penyimpanan 0 hari dengan rerata 4 sebesar 6x10 cfu/g, sedangkan rerata Angka Lempeng Total terendah terlihat pada perlakuan kadar garam 250 gram dan lama penyimpanan 2 28 dengan rerata 0,6x10 cfu/g. Secara visualisasi, gambar rerata Angka Lempeng Total bakteri pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Profil Angka Lempeng Total bakteri bakasang pada setiap perlakuan
Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat variasi Angka Lempeng Total bakteri pada setiap perlakuan pemberian kadar garam maupun lama perlakuan. Rerata Angka Lempeng Total bakteri tertinggi terlihat pada lama penyimpanan 0 hari sedangkan rerata Angka Lempeng Total terendah terlihat pada lama penyimpanan 28 hari. Dari data hasil penelitian di atas terlihat bahwa Angka Lempeng Total bakteri masih dalam kisaran layak, ini disesuaikan dengan batas kelayakan berdasarkan BPOM yang merujuk pada standar kelayakan petis yaitu 1 x 5 10 atau 5 bila dilog 10 atau disederhanakan dengan menggunakan transformasi logaritma dengan rumus Log x + 1 , dimana dengan 4 macam perlakuan penggaraman dan lama waktu penyimpanan terlihat semakin lama penyimpanan semakin menurun Angka Lempeng Total bakteri sehingga semakin layak untuk dikonsumsi. II.
Kadar Protein Bakasang Analisis dilakukan pula untuk mengetahui kadar protein bakasang ikan cakalang. Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Semi mikro Kjeldahl.
302
Bimafika, 2011, 3, 301-306
Penentuan kadar protein dilakukan untuk melihat kadar protein bakasang ikan cakalang pada
garam dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 3
setiap kelompok perlakuan, baik berdasarkan penambahan garam maupun perlakuan lama penyimpanan. Hasil analisis kadar protein bakasang ikan cakalang menunjukkan bahwa pada tiap-tiap perlakuan penambahan kadar garam terbukti bahwa makin lama waktu penyimpanan, makin meningkat kadar protein yang terkandung dalam bakasang. Terlihat pada penambahan 150 gram garam menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi pada lama penyimpanan 35 hari, yaitu sebesar 22,24%. Kemudian penambahan 200 gram kadar garam menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi pada lama penyimpanan 35 hari yaitu sebesar 22,87%. Dilanjutkan dengan penambahan 250 gram kadar garam menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi pada lama penyimpanan 35 hari yaitu sebesar 20,12%. Dan penambahan 300 gram kadar garam menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi pada lama penyimpanan 35 hari yaitu sebesar 19,22%. Secara keseluruhan protein yang paling rendah terlihat pada perlakuan 200 gram garam pada lama penyimpanan 0 hari yaitu sebesar 15,31%, sedangkan peningkatan kadar protein yang tertinggi terlihat pada perlakuan 200 gram garam pada lama penyimpanan 35 hari yaitu sebesar 22,87%.
Hasil analisis kadar lemak menun-jukkan bahwa pada tiap-tiap perlakuan pe-nambahan kadar garam terbukti bahwa pe-ningkatan kadar lemak yang terkandung da-lam bakasang terjadi pada lama penyimpan-an 21 hari. Terlihat pada penambahan 150 gram garam menunjukkan bahwa kadar lemak tertinggi pada lama penyimpanan 21 hari, yaitu sebesar 5,81%. Kemudian pe-nambahan 200 gram kadar garam menun-jukkan bahwa kadar lemak tertinggi pada lama penyimpanan 21 hari yaitu sebesar 6,54%. Dilanjutkan dengan penambahan 250 gram kadar garam menunjukkan bahwa kadar lemak tertinggi pada lama penyimpan-an 21 hari yaitu sebesar 6,27%. Dan penambahan 300 gram kadar garam menun-jukkan bahwa kadar lemak tertinggi pada lama penyimpanan 21 hari yaitu sebesar 6,74%. Secara keselu-ruhan kadar lemak terendah terlihat pada perlakuan 250 gram garam pada lama penyimpanan 0 hari yaitu sebesar 4,46%, sedangkan peningkatan kadar lemak yang tertinggi terlihat pada perlakuan 300 gram garam pada lama penyimpanan 21 hari yaitu sebesar 6,74%.
III.
Kadar Lemak Bakasang Kandungan nutrisi lainnya yang dianalisis pada bakasang ikan cakalang adalah lemak. Analisis kandungan lemak bakasang ikan cakalang dilakukan dengan menggunakan metode Acid hydrolysis. Ringkasan hasil analisis penentuan kadar lemak bakasang ikan cakalang berdasarkan perlakuan penambahan kadar
IV. Kadar Air Bakasang Selanjutnya, dilakukan pula analisis untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam bakasang ikan cakalang setelah perlakuan pemberian kadar garam dan lama penyimpanan. Analisis kandungan air bakasang ikan cakalang dilakukan dengan menggunakan metode Oven AOAC. Ringkasan hasil analisis kadar air pada bakasang ikan cakalang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Hasil analisis memperlihatkan bahwa pada tiap-tiap perlakuan penambahan kadar garam
303
Bimafika, 2011, 3, 301-306
terbukti bahwa makin lama waktu penyimpanan, makin menurun kadar air yang terkandung dalam
tertinggi terlihat pada kelompok perlakuan penambahan garam 200 gram dengan rerata
bakasang. Terlihat pada penambahan 150 gram garam menunjukkan bahwa kadar air terendah pada lama penyimpanan 35 hari, yaitu sebesar 38,73%. Kemudian penambahan 200 gram kadar garam menunjukkan bahwa kadar air terendah pada lama penyimpanan 35 hari yaitu sebesar 34,49%. Dilanjutkan dengan penambahan 250 gram kadar garam menunjukkan bahwa kadar air terendah pada lama penyimpanan 35 hari yaitu sebesar 30,53%. Dan penambahan 300 gram kadar garam menunjukkan bahwa kadar air terendah pada lama penyimpanan 35 hari yaitu sebesar 29,81%. Secara keseluruhan kadar air tertingi terlihat pada perlakuan penambahan 150 gram garam pada lama penyimpanan 0 hari yaitu sebesar 54,87%, sedangkan kadar air yang terendah terlihat pada perlakuan 300 gram garam pada lama penyimpanan 35 hari yaitu sebesar 29,81%
sebesar 19,40%, sedangkan rerata kadar protein terendah terlihat pada kelompok perlakuan penambahan garam 300 gram dengan rerata sebesar 17,42. Berdasarkan lama penyimpanan, hasil analisis memperlihatkan bahwa rerata kadar protein tertinggi tampak pada lama penyimpanan 35 hari dengan rerata sebesar 21,11%, sedangakan rerata kadar protein terendah yaitu 15,42% terlihat pada kelompok perlakuan lama penyimpanan 0 hari. Ada perubahan komposisi protein pada bakasang disebabkan karena proses metabolisme yang terjadi selama proses fermentasi bakasang. Meningkatkanya kadar protein bakasang diduga disebabkan karenanya berkurangnya sel bakteri pada bakasang sehingga proses penguraian protein menjadi asam amino tidak dapat berjalan dengan baik. Protein merupakan bagian yang sangat penting karena pada sebagian besar jaringan tubuh, protein adalah komponen terbesar setelah air. Protein juga merupakan sumber asam-asam amino, yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 1997).
V. Hasil Pengukuran Intensitas Penyinaran, Suhu dan Kelembaban Ruangan. Selama proses fermentasi, dilakukan pula pengukuran terhadap faktor fisika kimia ruangan yang meliputi intensitas penyinaran, suhu dan kelembaban. Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa rerata intensitas penyinaran selama perlakuan adalah 48600,93, o sedangkan rerata suhu ruangan adalah 28,65 C, dan kelembaban pada ruangan selama perlakuan adalah 55,68%. PEMBAHASAN A. Uji Kimiawi Bakasang 1. Kadar Protein Kadar protein bakasang ikan cakalang menunjukkan bahwa rerata kadar protein
2. Kadar Lemak Rerata kadar lemak tertinggi terlihat pada kelompok perlakuan penambahan garam 200 gram dengan rata-rata kadar lemak sebesar 5,52%,, sedangkan kadar lemak terendah terlihat pada kelompok perlakuan pemberian kadar garam 150 gram dengan rerata sebesar 5,01%. Berdasarkan lama penyimpanan, rerata kadar lemak tertinggi terlihat pada kelompok perlakuan lama penyimpanan 21 hari dengan rerata sebesar 6,34%, sedangkan rerata kadar lemak terendah terlihat pada perlakuan lama
304
Bimafika, 2011, 3, 301-306
penyimpanan 0 hari dengan rerata sebesar 4,67. Minyak dan lemak ikan sebagian besar terdiri atas asam lemak tak jenuh atau asam lemak esensial, yaitu jenis asam lemak yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Karena rendahnya kandungan lemak dan karbohidrat, ikan tergolong bahan pangan dengan energi rendah. Kandungan vitamin dalam ikan sangat bervariasi tergantung pada kandungan lemaknya. Ikan-ikan berlemak tinggi seperti salmon dan mackerel adalah sumber vitamin A yang bagus. Vitamin A dan D terdapat pada minyak hati dan jeroan ikan. Telur ikan (fish roe) merupakan sumber tiamin, yaitu vitamin B1 dan riboflavin, yaitu vitamin B2. Umumnya ikan merupakan sumber tiamin, riboflavin dan niasin yang berfungsi sebagai antipelagra. Ikan merupakan sumber mineral, kalsium, fosfor, dan besi. Lemak merupakan bagian integral dari semua bahan makanan. Lemak berperan dalam penambahan kalori serta untuk memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan (Winarno, 1997). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, kadar lemak bakasang akan semakin meningkat. Meningkatnya kadar lemak bakasang disebabkan karena menurunnya kadar air yang terdapat di dalam bakasang, dimana semakin lama penyimpanan bakasang maka kadar air akan semakin berkurang dari dalam bakasang. Dengan mengurangi kadar air, bahan pangan akan mengandung senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam konsentrasi tinggi namun vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi berkurang. 3.
Kadar Air Kadar air terendah terlihat pada kelompok perlakuan pemberian kadar garam 300 gram dengan rerata sebesar 35,84%, sedangkan rerata kadar air tertinggi terlihat pada terlihat pada kelompok perlakuan pemberian kadar garam 150 gram. Berdasarkan lama penyimpanan, hasil analisis memperlihatkan bahwa rerata kadar air tertinggi terlihat pada perlakuan lama penyimpanan 0 hari dengan rerata sebesar 47,66%, sedangkan rerata kadar air terendah terlihat pada perlakuan lama penyimpanan 35 hari dengan rata-rata 33,39%. Kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan karena mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi, dan perubahan enzimatis. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan penerimaan konsumen, kesegaran, dan daya tahan bahan. Kandungan air yang tinggi dalam bahan menyebabkan daya tahan
bahan rendah. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan berbagai cara tergantung dari jenis bahan (Winarno 1997). Air yang terikat di dalam otot daging dapat dibagi menjadi tiga kompartemen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolekuler pertama. Air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, kira-kira sebesar 4%, dan lapisan ketiga adalah molekulmolekul air bebas diantara molekul protein, berjumlah kira-kira 10% (Soeparno 1998). Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air karena keseimbangannya dalam bahan terganggu sebagai akibat penambahan garam. Garam akan menarik air dari dalam bahan lalu masuk ke dalam jaringan. Akibatnya, kadar air bahan menurun sedangkan kadar garamnya meningkat. Menurut Voskrensky (1965) bahwa proses penggaraman akan berhenti setelah terjadi keseimbangan antara larutan di dalam daging ikan dengan larutan garam di luarnya selama waktu penggaraman tertentu. Stanby (1963) menyatakan bahwa pada proses penggaraman akan terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan tergantung dari kemurnian garam yang digunakan. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi efektivitas penggaraman adalah konsentrasi garam, suhu penggaraman, ketebalan daging ikan dan tingkat kesegaran ikan. Lamanya waktu penggaraman ditentukan oleh kecepatan garam melarut membentuk ’brine’ (larutan garam), kecepatan garam masuk ke dalam daging ikan dan menarik air, jumlah garam atau kepekatan brine, suhu penggaraman, ukuran ikan. Penggaraman dapat menghilangkan air pada permukaan tubuh ikan. Konsentrasi garam yang semakin tinggi dapat menghilangkan air lebih banyak dari tubuh ikan (Moelyanto 1992). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bakasang yang mempunyai kualitas terbaik ditinjau berdasarkan Angka Lempeng Total bakteri adalah kadar garam 250 gram dan lama penyimpanan 28 hari. Bakasang dengan kadar protein yang terbaik terdapat pada perlakuan kadar garam 200 gram dan lama penyimpanan 35 hari. Bakasang dengan kadar lemak yang terbaik ialah pada perlakuan kadar garam 300 gram dan lama penyimpanan 21 hari. Saran Bagi masyarakat pengrajin bakasang, penggunaan kadar garam dalam pembuatan
305
Bimafika, 2011, 3, 301-306
bakasang seharusnya memperhatikan aspek rasa sehingga tidak menimbulkan efek samping bagi pengguna, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjutnya untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi bakteri dan jenis-jenis bakteri yang berperan dalam proses fermentasi bakasang.
Stanby ME. 1963. Cured Fishery Products in Industrial Fishery Technology. Reinhold Publ. Co. New York. 312 hal Sukarsa DR. 1980. Bahan kuliah mata ajaran teknologi hasil perikanan. Voskrensky NA. 1965. Salting in Herring. Dalam Borgstrom, G. (Eds). Fish as Food. Vol. III. Academic Press. New York. 489 hal
DAFTAR RUJUKAN Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara . Klaveren FWV. dan R. Legendre. 1965. Salted Cod. Dalam Borgstrom G. (Eds). Fish as Food. Vol. III. Academic Press: New York.
Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Moeljanto R. 1982. Penggaraman dan Pengeringan Ikan. PT Penebar Swadaya: Jakarta. Rahayu PW, Ma’oen S, Suliantari, Fardiaz S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Rochima E. 2005. Dinamika Jumlah Bakteri Selama Fermentasi Selama Prosesing Ikan Asin Jambal Roti. Laporan Hasil Penelitian. Lemlit Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung. Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogjakarta. Suparno. 1998. Pembuatan Filet Ikan. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Penelitian Perikanan.
306