Erwin Rommel, Pengaruh Jumlah Tulangan Bagi Dan Arah Sengkang Pada Kemampuan Geser Balok Tinggi
PENGARUH JUMLAH TULANGAN BAGI DAN ARAH SENGKANG PADA KEMAMPUAN GESER BALOK TINGGI Erwin Rommel Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang, email :
[email protected] ABSTRAK
Pemakaian balok tinggi pada konstruksi beton sudah banyak digunakan, tetapi penggunaannya hanya sebatas untuk memenuhi keinginan estetika saja. Biasanya digunakan penulangan minimum baik untuk lentur maupun geser balok. Penelitian ini akan melihat pengaruh rasio bentang geser terhadap tinggi efektif balok (a/d) dan pemakaian tulangan bagi pada perilaku dan kekuatan geser balok 15 (limabelas) balok berukuran (13x45x150) cm dengan mutu beton 34 MPa diuji pada dua titik beban dengan skala penuh. Terdiri dari 5 (lima) type balok yang diberi beban pada rasio a/d masing-masing 0,8 ; 1,0 dan 1,2. Perbedaan setiap type balok antara lain; arah sengkang (vertikal dan miring 450), tulangan bagi (ρV masing-masing 0%, 0,128%, dan 0,256%). Penulangan lentur dipakai 4φ10 mm pada daerah tarik dan 2φ10 mm pada daerah tekan, serta φ 6-10 mm untuk penulangan geser. Hasil penelitian diperoleh bahwa pemakaian tulangan bagi (ρV = 0,256%) dapat meningkatkan kemampuan beban ultimit balok hingga 20%, pemakaian sengkang miring meningkatkan beban ultimit hingga 13%, sedangkan beban retak tidak begitu berpengaruh, bahkan pada beban retak diagonal justru terjadi penurunan beban. Beban ultimit terbesar terjadi pada rasio a/d = 0,8 yakni 14.800 kg. Rasio a/d yang makin besar akan dapat membuat gap antara beban ultimit dan beban retak makin besar. Kekakuan geser lebih tinggi dari kekakuan lentur balok untuk semua type balok dan rasio a/d, kecuali pada rasio a/d = 1,2. Kekakuan lentur balok terbesar adalah 63.551 kg/cm pada balok dengan tulangan bagi (ρV = 0,256%) sedangkan kekakuan geser terbesar adalah 63.102 kg/cm pada balok dengan sengkang miring dan tulangan bagi (ρV = 0,128%) dengan rasio a/d = 0,8 Kata kunci : balok tinggi - geser ultimit - kekakuan balok PENDAHULUAN Balok tinggi pada beton bertulang sering digunakan pada konstruksi beton antara lain pada balok penghubung, struktur lepas pantai (caisson, dermaga), dinding geser, dinding penahan, sistem
pondasi (roof foundation), serta balok diafragma. Penggunaan balok tinggi yang ada sekarang ini belum menyentuh kepada fungsi dan peran dari balok tersebut, adanya balok yang ditumpangi kolom di atasnya sedangkan balok tersebut lebih 17
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 17, No. 01, April 2006 : 17 - 25
difungsikan sebagai balok yang terlentur, bukan sebagai balok yang difungsikan untuk menerima beban geser yang besar. Penulangan geser yang kurang mencukupi serta terkesan hanya memenuhi syarat penulangan minimum saja, walaupun pada titik beban dimana terjadi konsentrasi geser yang cukup besar. Pemanfaatan balok-balok pracetak pada diafragma jembatan yang justru diberi gaya aksial dengan sistem prategang, menyebabkan fungsi geser menjadi berkurang. Persyaratan dimensi panjang dan penampang balok balok tinggi, menyebabkan kurang kakunya tersebut, sehingga jika salah pemakaian justru akan membuat keruntuhan balok sebelum mencapai beban maksimal. Berdasarkan kriteria dan persyaratan rasio bentang geser dan tinggi balok (a/d) dikenal adanya ; balok lentur (slenderness beam), intermediate beam, balok pendek (short beams) serta balok tinggi (deep beams). Bentang geser yang dimaksud adalah bagian dari panjang balok yang menerima tegangan geser pada arah yang sama akibat beban-beban yang bekerja. Kriteria balok tinggi jika rasio a/d kurang dari 1, balok pendek rasio a/d antara 1 sampai 2,5 serta a/d lebih dari 2,5 masuk kategori balok lentur. Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana pengaruh dari rasio a/d yang bervariasi, arah penulangan geser serta pemberian tulangan bagi pada balok tinggi terhadap kemampuan geser balok dan kekakuan balok. TINJAUAN PUSTAKA Pemakaian serat karbon polimer (CFRP) yang ditempel pada sisi samping balok tinggi sebagai perkuatan geser dapat meningkatkan kapasitas geser 50% sampai 100% untuk balok dengan satu titik beban 18
di tengah bentang, sedangkan peningkatan 40% sampai 66 % diperoleh pada dua titik beban. Demikian juga penempatan posisi atau arah CRFP juga mempengaruhi kapasitas geser balok tinggi, yakni peningkatan terbesar terjadi pada posisi CFRP 45 derajat terhadap sumbu balok, pada CFRP arah 90 derajat (arah vertikal) kapasitas geser meningkat 78% untuk satu titik beban dan 44% untuk dua titik beban, sedangkan pada sudut mendatar (nol derajat) tidak berpengaruh (hanya terjadi peningkatan sebesar 3%). Peningkatan daktilitas juga terjadi pada balok tinggi yang diberi CFRP pada arah 45 derajat dan arah vertikal hingga 2 kalinya (Zhang, etc., 2004). Usulan perhitungan untuk balok tinggi yang berlobang pada bagian badan telah dibuat dengan mengacu pada model strutand-tie yang sederhana dimana pengaruh kemiringan penulangan geser menjadi pertimbangan utama. Penulangan geser yang miring berfungsi untuk menahan retak diagonal yang terjadi pada balok tinggi (Tan, etc., 2004). Penyelidikan keruntuhan tekan geser telah dilakukan pada balok tinggi dengan mengambil variasi rasio a/d antara 1,0 sampai 2,5 dengan beban satu titik dan beban dua titik pada balok. Dijelaskan bahwa mutu beton, rasio penulangan utama, rasio penulangan geser pada rasio a/d 1,0 sampai 2,5 akan mempengaruhi keruntuhan tekan geser pada balok tinggi (Zararis, 2003). Telah dilakukan desain balok tinggi dengan metode CIRIA untuk memperkirakan geser ultimit yang terjadi. Variabel yang diberikan antara lain ; ratio a/d antara 0,27 sampai 2,7 ; rasio penulangan utama (1,23% sampai 5,80%), jumlah penulangan geser dan mutu beton
Erwin Rommel, Pengaruh Jumlah Tulangan Bagi Dan Arah Sengkang Pada Kemampuan Geser Balok Tinggi
yang digunakan antara 25 sampai 100 MPa (Leong and Tan, 2003). Perkiraan lokasi dan daerah keruntuhan tekan geser juga dapat dilakukan pada balok tinggi dengan memakai metode AE, dengan cara mengukur besarnya energi lokal dari sensor-sensor yang ditempelkan pada permukaan beton. Evaluasi daerah keruntuhan dapat diketahui dari pengujian tekan uniaxial pada balok berdasarkan amplitudo maksimum yang diukur dari tegangan maksimum. Panjang daerah keruntuhan balok hasil pengujian ternyata lebih dari 30% dari hasil pengukuran sensor yang dilakukan dari berbagai bentuk dan ukuran benda uji (Watanabe, 2002). Pengaruh letak beban dengan penulangan geser yang berbeda pada balok tinggi dari beton mutu tinggi (f’c > 55 MPa) juga telah diteliti, dimana dilakukan pengujian dengan meletakkan beban seluruhnya pada tepi atas balok, dan semua pada tepi bawah balok serta kombinasi tepi atas dan tepi bawah balok dengan ratio Ptop/Pbottom masing-masing 1:1 dan 2:1. Sedangkan variasi penulangan geser yang diteliti antara lain balok tinggi dengan tulangan utama yang dimiringkan, tulangan geser vertikal serta kombinasi tulangan geser vertikal dan horizontal. Penelitian ini juga menjelaskan bidang defleksi balok, lebar retak yang terbentuk, pola retak, model keruntuhan, beban retak diagonal, kekuatan layan dan ultimit (Tan and Wei, 1999). METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Dibuat 15 (limabelas) balok dengan skala penuh berukuran (13x45x150) cm dengan penulangan seperti terlihat pada Gambar-2. Masing-masing 3 (tiga) balok diberi sengkang vertikal (BT-SV0), 3 (tiga)
balok dengan sengkang vertikal dan rasio tulangan bagi 0,128 % (BT-SV1), 3 (tiga) balok dengan sengkang vertikal dan rasio tulangan bagi 0,256% (BT-SV2), 3 (tiga) balok dengan sengkang miring (BT-SM0), serta 3 (tiga) balok dengan sengkang miring dan rasio tulangan bagi 0,128% (BT-SM1). Balok diuji dengan dua titik beban (lihat Gambar-1) dengan rasio a/d diambil sebesar 0,8 ; 1,0 ; dan 1,2 dengan jarak titik beban terhadap tumpuan balok masing-masing berjarak 30 cm, 37,5 cm dan 45 cm. Mutu beton yang digunakan 34 MPa dan mutu baja 386 MPa untuk tulangan lentur diameter 10 mm dan 306 MPa untuk sengkang diameter 6 mm. Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan untuk pengujian antara lain ; loading frame kapasitas 25 ton, hidraulic jack dan pump hidrolis kapasitas 50 ton, load cell kapasitas 30 ton dilengkapi digital load indicator, dial gauge dengan ketelitian 0,01 mm, crack detector dengan ketelitian 0,02 mm, electrical strain gauge beserta digital strain indicatornya. Setting Pengujian Pengujian balok uji dilakukan dengan memakai Loading Frame seperti terlihat pada Gambar-3. Pembacaan yang dilakukan pada pengujian antara lain ; data beban yang diberikan setiap kenaikan 100 kg untuk mengetahui beban retak awal, beban retak diagonal, beban ultimit, defleksi pada titik beban, regangan pada tulangan baja. Pengamatan yang dilakukan pada pola retak yang terjadi mulai retak awal sampai kondisi ultimit tercapai, dengan membaca lebar dan panjang retak setiap interval kenaikan beban. Perkembangan retak balok dilakukan dengan cara melakukan plotting mulai retak ke-1, retak ke-2 dan seterusnya pada balok sampai tercapai kondisi ultimit. 19
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 17, No. 01, April 2006 : 17 - 25
a
a
d
45 cm 150 cm
Gambar 1. Pembebanan Pada Balok Uji
Lokasi strain gauge
φ 6-100 mm
BT-SV0
2 φ 10 mm
45 cm 150 cm
13 cm
φ 6-100 mm
BT-SV1
4 φ 10 mm
2 φ 10 mm 2 φ 6 mm 4 φ 10 mm
45 cm
150 cm
13 cm
φ 6-100 mm
BT-SV2
2 φ 10 mm 4 φ 6 mm
45 cm 150 cm
13 cm 2 φ 10 mm
φ 6-100 mm
BT-SM0
45 cm 150 cm φ 6-100 mm
BT-
4 φ 10 mm
13 cm 2 φ 10 mm 2 φ 6 mm 4 φ 10 mm
45 cm 150 cm
Keterangan : baja strain gauge
13 cm
Gambar 2. Penulangan Pada Balok Uji
20
Erwin Rommel, Pengaruh Jumlah Tulangan Bagi Dan Arah Sengkang Pada Kemampuan Geser Balok Tinggi
Separator Load Frame
Hidraulic-Jack Load cell Balok-uji
a
Pin supporting
Load Indicator
Dial gauge Loading Frame Hidraulic Pump L = 150 cm
Gambar-3 : Set-up Pengujian Balok
HASIL DAN PEMBAHASAN Balok tinggi yang dibebani dengan dua titik beban dengan ratio a/d yang lebih kecil akan memiliki kemampuan menerima beban lebih besar. Dari Tabel-1 dan Gambar-4(b) terlihat bahwa terjadi kenaikan beban retak maupun beban ultimit balok hampir pada semua type balok dengan rasio yang makin kecil, walaupun pada rasio a/d = 0,8 tidak terlihat adanya retak diagonal pada balok. Beban retak awal paling besar terjadi pada balok yang tidak diberikan tulangan bagi (BTSV0 dan BT-SM0) dengan a/d = 0,8, yakni masing-masing 7.900 kg dan 7.600 kg. Beban ultimit terbesar terjadi pada hampir semua type balok dengan rasio a/d = 0,8 yakni 14.800 kg kecuali balok BTSV1. Sedangkan untuk balok dengan rasio a/d = 1,0 dan 1,2 beban ultimit terbesar terjadi pada balok BT-SV2. Dari hasil tersebut terlihat bahwa peningkatan beban retak tidak bergantung pada bagaimana bentuk penulangan geser dan jumlah tulangan bagi. Bahkan balok yang memiliki jumlah penulangan minimum, tanpa tulangan bagi akan memberikan hasil yang relatif baik. Berbeda dengan beban
ultimit balok dimana terlihat jelas pengaruh dari jumlah tulangan bagi yang relatif banyak akan meningkatkan beban ultimit balok, sedangkan arah penulangan tidak begitu berpengaruh, termasuk pemakaian sengkang miring. Kenaikan beban ultimit balok dapat mencapai ratarata 20 % dibandingkan dengan balok tanpa tulangan bagi dan meningkat ratarata 13 % jika dibandingkan dengan balok yang diberi sengkang miring saja. Rasio a/d juga sangat mempengaruhi kemampuan balok pasca retak hingga mencapai kondisi ultimit. Pada balok dengan rasio a/d yang makin besar memberikan gap yang makin besar juga pada bebannya. Pada balok dengan rasio a/d = 1,2 beban ultimit dapat mencapai hingga 3,5 kali beban retak awalnya, rasio a/d = 1,0 dapat mencapai 2,5 kali beban retaknya. Hal tersebut tidak berlaku pada balok dengan a/d = 0,8 karena pada pengujian balok belum dicapai kondisi ultimitnya.
21
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 17, No. 01, April 2006 : 17 - 25
Tabel-1 : Data pembebanan pada balok tinggi Beban retak awal (kg) Beban retak diagonal (kg) Beban ultimit (kg) Type balok a/d=0.8 a/d=1 a/d=1.2 a/d=0.8 a/d=1 a/d=1.2 a/d=0.8 a/d=1 a/d=1.2 BT-SV0 7.900 4.500 4.750 ** ** 9.450 14.800 12.450 10.550 BT-SV1 5.850 4.150 5.200 ** ** 9.050 10.550 12.750 11.900 BT-SV2 6.800 5.650 3.650 ** 10.300 4.700 14.800 14.800 12.800 BT-SM0 7.600 4.950 4.000 ** 8.100 6.550 14.800 13.500 11.050 BT-SM1 7.100 4.550 4.900 11.800 6.050 6.500 14.800 11.750 11.150 **) retak diagonal tidak bisa diamati a/d=0.8
a/ d=1
a/ d=1.2
Tw o-point Loading (a/d = 0.8)
15000
15000
Beban (kg)
20000
Beban ultimit (kg)
20000
10000
10000
first crack ultimit diagonal crack
5000
5000
0
0 BT-SV0
BT-SV0
BT-SV1 BT-SV2 BT-SM0 BT-SM1
Type balok a/d=0.8
a/ d=1
Two-point loading (a/d = 1.0)
a/d=1.2
20000 First crack Ultimit diagonal crack
15000
Beban (kg)
15000
10000
5000
10000
5000
0
0 BT-SV0
BT-SV1
BT-SV2 BT-SM 0 BT-SM 1
BT-SV0
BT-SV1
Type balok a/d=0.8
a/d=1.0
BT-SV2 BT-SM0 BT-SM1
Type Balok a/d=1.2
Two-point Loading (a/d = 1.2) 20000
20000
15000
Beban (kg)
Beban retak awal (kg)
BT-SV2 BT-SM 0 BT-SM 1
Type Balok
20000
Beban retak diagonal (kg)
BT-SV1
10000
First crack ultimit diagonal crack
15000
10000
5000
5000
0
0 BT-SV0 BT-SV1 BT-SV2 BT-SM0 BT-SM1
Type balok
(a) Kurva kondisi beban – type balok
BT-SV0
BT-SV1
BT-SV2 BT-SM 0 BT-SM 1
Type Balok
(b) Kurva beban – type balok thd rasio a/d
Gambar-4 : Hubungan beban terhadap type balok
22
Erwin Rommel, Pengaruh Jumlah Tulangan Bagi Dan Arah Sengkang Pada Kemampuan Geser Balok Tinggi
Pada balok tinggi kemampuan menerima gaya geser lebih dominan dibandingkan gaya-gaya lainnya, hal ini dapat dilihat dari kemampuan balok yang cukup besar menerima gaya geser. Pada balok tinggi retak pertama selalu terjadi pada tengah bentang di daerah tarik atau pada sisi bawah balok akibat lenturan. Retak tersebut akan cenderung bertambah kearah tekan balok atau ke sisi atas balok, seiring dengan kenaikan beban pada balok. Pada beban tertentu retak yang terjadi pada daerah geser akan berubah kearah diagonal balok pada bagian tengah-tengah tinggi balok. Hal ini menjelaskan terjadi peralihan pola retak dari retak lentur ke retak geser. Beban saat peralihan ini disebut dengan beban retak diagonal yang menyatakan batas kemampuan geser yang dapat diterima penampang beton. Tidak semua beban retak diagonal tersebut dapat diamati dengan baik dan jelas, kadang ada type balok yang justru retak diagonalnya tidak muncul sampai tercapai beban ultimit balok, seperti pada balok-balok dengan sengkang vertikal untuk rasio a/d = 0,8 dan 1,0. Selain retak geser berupa retak diagonal, kondisi awal terjadinya retak geser pada balok dapat juga terjadi didaerah tumpuan, yakni pada balok BT-SV1 (a/d = 0,8 dan 1,0), BTSV2 (a/d = 1,2), BT-SM0 (a/d = 1,2) dan BT-SM1(a/d = 0,8 dan 1,0). Ada juga retak geser yang tidak muncul sama sekali hingga tercapai ultimit balok, yakni balok
BT-SV0 (a/d = 0,8 dan 1,0), BT-SV2 (a/d = 0,8) dan BT-SM0 (a/d = 0,8). Penambahan tulangan bagi dan perubahan arah sengkang mengakibatkan terjadinya penurunan beban retak diagonal, atau kemampuan geser menjadi berkurang, baik pada ratio a/d = 1,0 maupun 1,2. Beban retak diagonal terbesar terjadi pada balok BT-SM1 (a/d = 0,8), yakni 11.800 kg. Pada balok tinggi yang dibebani dengan dua titik beban terlihat bahwa kekakuan lentur yang terjadi lebih kecil kekakuan geser balok, kecuali pada balok dengan sengkang miring (BT-SM0 dan BT-SM1) dengan rasio a/d = 1,2 dimana kekakuan lentur hampir sama dengan kekauan geser balok. Adanya penulangan bagi akan meningkatkan kekakuan lentur balok, dimana nilai terbesar 63.551 kg/cm terjadi pada balok BT-SV2 rasio a/d = 0,8 dengan kenaikan melebihi 2 kalinya (kenaikan hampir 229%) dibandingkan dengan balok tanpa tulangan bagi pada rasio a/d yang sama. Tetapi pada balok yang diberi sengkang miring, pemakaian tulangan bagi justru mengurangi kekakuan lentur. Pemakaian sengkang miring dan tulangan bagi pada balok tinggi akan meningkatkan kekakuan geser balok pada rasio a/d = 1,2, sedangkan pada rasio a/d = 1,0 kenaikan yang terjadi hampir tidak signifikan. Kekakuan terbesar terjadi pada balok BT-SM1 dengan rasio a/d = 0,8 yakni sebesar 63.102 kg/cm.
23
JURNAL TEKNIK GELAGAR, Vol. 17, No. 01, April 2006 : 17 - 25
Type Balok
BT-SV0
BT-SV1
BT-SV2
BT-SM0
BT-SM1
Tabel-2 : Data kekakuan lentur dan kekakuan geser balok Retak Lentur Retak Diagonal Kekakuan Balok Ratio dcrack dcrack (kg/cm) a/d Pcrack (x 0,001 cm) Pcrack (x 0,001 cm) (kg) (kg) d1 d3 d1 d3 K-lentur K-geser 0,8 7900 307 409.5 * 19,292 1 4500 231 237 * 18,987 1,2 4750 196 191 9450 853 775 24,869 12,194 0,8 5850 363 326 * 17,945 1 4150 315 371 ** 11,186 1,2 5200 410 491 9050 554 640 10,591 14,141 0,8 6800 123 107 * 63,551 1 5650 150 166 10300 288 286.5 34,036 35,951 1,2 3650 140 135 4700 166 161 27,037 29,193 0,8 7600 105 106 ** 71,698 1 4950 95 142.5 8100 182 203 34,737 39,901 1,2 4000 122 125 6550*) 222 203 32,000 32,266 0,8 7100 121 131 11800 189.5 187 54,198 63,102 1 4550 145 127.5 6050*) 177 153 35,686 39,542 1,2 4900 127 107 6500 167 141 45,794 46,099
Catatan : * tidak terjadi retak diagonal *) retak geser dan gagal terjadi pada tumpuan KEKAKUAN GESER BALOK
KEKAKUAN LENTUR BALOK
70,000
80,000
60,000
Kekakuan (kg/cm)
Kekakuan (kg/cm)
60,000
a/d = 0,8 a/d = 1,0 a/d = 1,2
70,000
a/d = 1.2 a/d = 1 a/d = 0.8
50,000 40,000 30,000 20,000
50,000 40,000 30,000 20,000 10,000
10,000 0
0 BT-SV0
BT-SV1
BT-SV2
BT-SM0
BT-SM1
Type Balok
BT-SV0
BT-SV1
BT-SV2
BT-SM0
BT-SM1
Type Balok
Gambar-5 : Hubungan kekakuan balok dengan type balok
KESIMPULAN Bentuk penulangan geser dan pemakaian tulangan bagi pada balok tinggi akan meningkatkan kemampuan beban ultimit balok, kenaikan mencapai 20% pada balok dengan tulangan bagi dan 13% pada balok dengan sengkang miring. Beban ultimit terbesar terjadi pada rasio
24
a/d = 0,8 hampir disemua type balok, dengan nilai mencapai 14.800 kg. Tetapi penulangan geser dan tulangan bagi tidak begitu berpengaruh terhadap beban retak awal yang terjadi bahkan mengakibatkan penurunan pada beban retak diagonal balok. Sedangkan rasio a/d hanya akan mempengaruhi kemampuan balok pasca
Erwin Rommel, Pengaruh Jumlah Tulangan Bagi Dan Arah Sengkang Pada Kemampuan Geser Balok Tinggi
retak balok, yakni beban ultimit mencapai 3,5 kali dari beban retak awal untuk a/d = 1,2 dan 2,5 kalinya untuk rasio a/d = 1,0. Pada balok tinggi kekakuan lentur balok lebih rendah dari kekakuan gesernya kecuali pada balok yang diberi sengkang miring dengan rasio a/d = 1,2 nilai kekakuan tersebut hampir sama. Penambahan tulangan bagi akan meningkatkan kekakuan lentur, dimana nilai terbesar terjadi pada BT-SV2 dengan rasio a/d = 0,8 yakni 63.551 kg/cm dengan kenaikan hampir 2 kalinya dibandingkan balok tanpa tulangan bagi. Pada balok
dengan tulangan bagi dan sengkang miring dimana rasio a/d = 0,8 kekakuan geser balok terjadi paling besar yakni 63.102 kg/cm. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas seluruh pembiayaan penelitian ini yang merupakan bagian dari Program Hibah Kompetisi A2, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta untuk Tahun Anggaran 2005.
DAFTAR PUSTAKA Leong, C.L., and Tan. K.H, 2003, Proposed Revision on CIRIA Design Equation for Normal and High Strength Concrete Deep Beams, Magazine of Concrete Research, Vol.55 Issue.3, pp 267-278. Tan, K.H and Weng, L.W, 1999, High-strength Concrete Deep Beams with Different Web Reinforcement under Combined Loading, Australian Conference on the Mechanics of Structures and Materials, 8-10 December 1999, Sydney. Watanabe, Ken., Mitsuyasu Iwanami, Hiroshi Yokota, and Junichiro Niwa, 2002, Estimation of The Localized Compressive Failure Zone of Concrete by AE Method, Proceeding of the 1st fib Congress, Osaka, Session 13, October 2002, pp.117-124. Zhang, Z., C.T.Hsu, and John Moren, 2004, Shear Strengthening of Reinforced Concrete Deep
25