Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4, No. 4: 293-304
PENGARUH JARAK LAMPU NEON TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KAILAN (Brassica oleraceae) DENGAN SISTEM HIDROPONIK SUMBU DI DALAM RUANGAN THE EFFECT OF FLUORESCENT LAMP DISTANCE ON PLANT GROWTH KAILAN (Brassica oleraceae) WITH WICK SYSTEM HYDROPONIC IN THE ROOM (Indoor) Eka Susilowati 1, Sugeng Triyono 2, Cicih Sugianti
1
2
Mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2 Dosen Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung komunikasi penulis e-mail :
[email protected]
Naskah ini diterima pada 27 November 2015; revisi pada 14 Desember 2015; disetujui untuk dipublikasikan pada 18 Desember 2015
ABSTRACT
Fluorescent light is one kind of lamp that can be used in hydroponics systems in the room (indoor). The distance of lights placement to the plant needs to be precisely determined to obtain optimal plant growth. The objectives of this study was to determine the effect of fluorescent lamp distance on plant growth of kailan (Brassica oleraceae) with wick system hydroponics in the room (indoor). Research used a randomized complete block (RCB). There were five treatments such as one treatment used sun exposure (N0), and four artificial lights each using a 5x36 watt fluorescent bulb. Four artificial lights treatment were done indoors using different distances between the light to the surface of the planting media. The 4 treatments were 20 cm (N1), 40 cm (N2), 60 cm (N3), and 80 cm (N4). Each treatment consisted of 4 plants totaling 20 plant samples. Plants treated in the room were placed in compartments or growth chambers with the dimension of 60 cm x 60 cm x 110 cm. While plants treated out the room were placed in a greenhouse. Data of plants production was analyzed using analysis of variance, followed LSD comparision with á = 0,05. The result showed that distance treatment of 20 cm from the bulb to the surface of planting media (N1) was the best among the other artificial lighting treatment based on all parameters observed such as number of leaves, plant height, leaf area, leaf area index, biomass weight with upper part and lower part. However, it was still less optimal as compared to the treatmen of sun exposure (N0). Keywords: fluorescent lamps, kailan, indoor hydroponics, wick system hydroponics
ABSTRAK
Lampu neon adalah salah satu jenis lampu yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik di dalam ruang (indoor). Jarak peletakan lampu dengan tanaman perlu ditentukan secara tepat agar diperoleh pertumbuhan tanaman yang optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jarak lampu neon pada pertumbuhan tanaman kailan (Brassica oleraceae) dengan hidroponik sistem sumbu di dalam ruang (indoor). Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Ada lima perlakuan meliputi satu perlakuan menggunakan pencahayaan sinar matahari (N0), dan empat perlakuan cahaya buatan masing-masing menggunakan 5x36 watt lampu neon. Empat perlakuan cahaya buatan dilakukan di dalam ruangan menggunakan jarak cahaya yang berbeda dari lampu ke permukaan media tanam. Empat perlakuan tersebut yaitu 20 cm (N1), 40 cm (N2), 60 cm (N3), dan 80 cm (N4). Setiap perlakuan terdiri dari 4 tanaman dengan total 20 sampel tanaman. Perlakuan tanaman di dalam ruang ditempatkan di wadah atau ruang pertumbuhan dengan dimensi 60 cm x 60 cm x 110 cm. Sedangkan perlakuan tanaman di luar ruang di tempatkan dalam greenhouse. Data produksi tanaman dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, dilanjutkan uji BNT dengan á = 0,05. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan N1 dengan jarak lampu 20 cm ke permukaan media tanam lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan penyinaran buatan lainnya berdasarkan semua parameter yang diamati meliputi jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas, dan bobot brangkasan bawah. Namun, masih kurang optimal jika dibandingkan dengan perlakuan pencahayaan sinar matahari (N0). Kata kunci : Lampu neon, Kailan, Hidroponik indoor, Sistem sumbu
293
Pengaruh jarak lampu neon.... (Eka S, Sugeng T dan Cicih S)
I. PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan dalam pembangunan perekonomian nasional. Oleh karena itu Indonesia perlu meningkatkan kualitas produksi di bidang pertanian agar menghasilkan produk yang bersih, aman, dan memiliki gizi yang tinggi, sehingga hasil pertanian Indonesia dapat bersaing di pasar dalam negeri maupun di luar negeri.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan produktivitas tanaman secara hidroponik. Hidroponik merupakan cara bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah, melainkan dapat menggunakan air atau bahan porous lainnya seperti kerikil, pecahan genteng, arang sekam, pasir, dan batu bata (Lingga, 2005). Sistem sumbu merupakan salah satu sistem hidroponik. Sistem sumbu memanfaatkan prinsip kapilaritas larutan nutrisi yang diserap langsung oleh tanaman melalui sumbu (Lee et al., 2010).
Kendala yang sering dialami oleh petani konvensional di Indonesia adalah kondisi lingkungan yang kurang mendukung seperti curah hujan yang tinggi (Rosliani dan Sumarni, 2005). Sehingga tanaman tidak dapat melakukan proses fotosintesis secara sempurna karena kekurangan cahaya matahari. Menurut Lingga (1999), peran sinar matahari pada sistem hidroponik dapat diganti dengan pemberian sinar khusus dari lampu. Lampu neon merupakan salah satu lampu yang dapat digunakan dalam sistem hidroponik di dalam ruangan (indoor). Berdasarkan penelitian Kobayashi et.al. (2013), penggunaan lampu neon pada sistem hidroponik indoor menghasilkan bobot kering akar dan total berat kering selada yang lebih besar dibandingkan lampu LED merah dan biru. Menurut penelitian Lin et.al. (2013), penggunaan lampu neon dalam sistem hidroponik indoor menghasilkan luas daun dan indeks luas daun selada paling tinggi dibandingkan dengan pencahayaan menggunakan kombinasi LED merah, biru dan kombinasi LED merah, biru, putih. Shimizu, et.al. (2011) mendapatkan bahwa berat segar selada meningkat dengan pencahayaan menggunakan 294
lampu neon. Acero (2013) juga melaporkan penelitiannya bahwa warna putih lampu neon dapat memberikan hasil yang lebih tinggi pada pertumbuhan tanaman pakcoy dibandingkan dengan lampu neon warna hijau, biru, kuning, dan merah.
Tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara hidroponik yaitu sayuran seperti kailan. Kailan (Brassica oleraceae) merupakan sayuran yang masih satu spesies dengan kol atau kubis (Pracaya, 2005). Kailan tergolong sayuran berdaun tebal, berwarna hijau dengan batang tebal (Hendra dan Andoko, 2014). Kailan memiliki nilai ekonomi tinggi karena pemasarannya untuk kalangan menengah keatas, terutama banyak tersaji di restoran dan hotel (Samadi, 2013).
Kailan berpotensi untuk dibudidayakan di dalam ruang dengan bantuan penyinaran buatan yaitu dengan lampu, namun jarak lampu ke tanaman perlu diteliti terlebih dahulu. Lindawati (2015) menyatakan bahwa lampu LED 36 watt dan neon 42 watt yang ditempatkan dengan jarak 50 cm dari tanaman pakcoy mengakibatkan ujung-ujung daun tanaman pakcoy mengalami tip burn seperti terbakar. Jarak lampu neon yang paling efektif untuk pertumbuhan tanaman dalam sistem hidroponik di dalam ruangan belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji pengaruh jarak lampu neon terhadap pertumbuhan tanaman kailan yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik sumbu (Wick System) di dalam ruangan (indoor).
II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di greenhouse dan Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan (RSDAL) Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah penyemaian, ruang tanam yang dilapisi alumunium foil, toples tandon nutrisi berdiameter 12 cm dan tinggi 11 cm, pot media tanam, lampu neon 36 watt 10 buah, penggaris, gelas ukur, timbangan, pH meter, TDS meter, lux meter, kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kailan, arang sekam, air, kain flannel, rockwool, dan larutan nutrisi yang terdiri dari larutan stok A dan stok B.
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4, No. 4: 293-304
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari lima perlakuan dan setiap perlakuan terdapat empat tanaman. Kelima perlakuan tersebut terdiri dari satu perlakuan penyinaran dengan matahari di dalam greenhouse (N0) dan empat perlakuan jarak lampu ke media tanam di dalam ruang tanam. Perlakuan jarak lampu ke media tanam tersebut masing-masing adalah 20 cm (N1), 40 cm (N2), 60 cm (N3), 80 cm (N4). Penelitian dimulai dengan pembuatan ruang penanaman dan pemasangan lampu. Ruang penanaman terbuat dari kerangka kayu dan sekat papan triplek dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 110 cm. Lampu dipasang pada bagian atas kotak ruang penanaman sebanyak 5 buah lampu untuk 2 ruang penanaman, sehingga jumlah lampu yang digunakan sebanyak 10 buah. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan pembutan sistem hidroponik yaitu penyiapan toples sebagai penampung nutrisi, pot, arang sekam sebagai media tanam, dan kain flannel sebagai sumbu. Tanaman kailan disemai selama 3 minggu pada nampan dengan media arang sekam. Setelah 3 minggu, bibit kailan siap untuk dipindah ke media tanam hidroponik. Hidroponik sumbu yang telah ditanami bibit kailan kemudian diletakkan didalam greenhouse selama satu minggu sebagai proses adaptasi. Hal ini bertujuan agar akar tanaman kailan menyatu dengan media tanam sehingga akar tanaman
Keterangan:
sudah kokoh. Setelah itu kailan diletakkan didalam ruang penanaman yang telah dipasang lampu neon.
Pengamatan dilakukan selama 3 minggu setelah tanam (MST) yang terdiri dari pengamatan parameter lingkungan, larutan nutrisi, dan pertumbuhan tanaman. Masing-masing parameter ini ada yang diukur harian, mingguan, dan pengamatan saat panen. Data hasil pengamatan kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sedangkan data produksi tanaman dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan uji BNT (á = 0,05). III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengamatan Lingkungan Pengamatan lingkungan dalam penelitian ini meliputi intensitas cahaya, suhu lingkungan dan kelembaban udara. Pengamatan dilakukan pada pagi hari (07.00-08.00 WIB), siang hari (12.0013.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB). Pengukuran intensitas cahaya dilakukan di dalam greenhouse dan di dalam ruang penanaman. Selama penelitian berlangsung, rata-rata intensitas cahaya pada pagi hari sebesar 12.120 Lux, siang hari sebesar 45.570 Lux, dan sore hari sebesar 7.387 Lux. Dalam ruang penanaman, cahaya matahari digantikan dengan cahaya lampu neon. Setiap lampu memberikan
a) Lampu neon; b) Sistem sumbu; c) Penyangga
Gambar 1. Gambar masing-masing perlakuan
295
Pengaruh jarak lampu neon.... (Eka S, Sugeng T dan Cicih S)
intensitas cahaya yang berbeda sesuai dengan jarak penempatan lampu tersebut. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan setiap hari dengan jarak pengukuran mengikuti pertumbuhan tinggi tanaman. Selama penelitian berlangsung rata-rata intensitas cahaya pada perlakuan N1 sebesar 6.460 Lux, perlakuan N2 sebesar 2.631 Lux, perlakuan N3 sebesar 1.479 Lux, dan perlakuan N4 sebesar 973 Lux.
Menurut Vandre (2008), tanaman sayur dapat tumbuh dengan optimal dengan kisaran cahaya 15 sampai 20 W/ft2, atau setara dengan 161 sampai 215 W/m2. Pada penelitian ini, intensitas cahaya tertinggi dalam perlakuan N1 6460 Lux atau setara dengan 9,46 W/m2. Nilai intensitas tertinggi dalam penelitian ini masih kurang sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman kailan akan terpengaruh. Cahaya berpengaruh dalam proses fotosintesis berdasarkan intensitas cahaya, lama penyinaran, dan kualitas cahaya. Umumnya semakin tinggi intensitas cahaya maka akan semakin bertambah besar kecepatan fotosintesis suatu tanaman (Sugara, 2012).
Selama penelitian berlangsung, suhu greenhouse pada pagi hari berkisar 28,7- 31,1ºC, siang hari berkisar 30,6- 36,5 ºC, dan sore hari berkisar 29,6- 35,7 ºC. Sedangkan pada ruang penanaman suhu pagi hari berkisar 28,5- 30,9 ºC, siang hari berkisar 30,1- 36,4 ºC, dan sore hari berkisar 31,2- 34,4 ºC. Greenhouse dan ruang penanaman memiliki suhu yang relatif sama pada siang hari sedangkan pada sore hari memiliki suhu yang relatif lebih rendah dibandingkan suhu siang hari. Samadi (2013), menyatakan bahwa suhu ratarata harian yang sesuai untuk pertumbuhan kailan adalah 15°C- 25°C. Dari pengamatan menunjukkan bahwa suhu lingkungan terlalu tinggi untuk pertumbuhan kailan sehingga tanaman kailan sering mengalami kelayuan terutama pada siang hari.
Selain intensitas cahaya dan temperatur, kelembaban udara juga merupakan faktor lingkungan yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Kelembaban udara dalam greenhouse pada pagi hari berkisar 80,1- 97,1 %, siang hari berkisar 56,6- 86,9 %, dan sore hari berkisar 55,3- 85,1%. Sedangkan untuk ruang penanaman kelembaban udara pada pagi hari berkisar 80,4296
94,2%, siang hari 74,1- 91,1%, dan sore hari 62,386,9%. Peningkatan dan penurunan suhu akan berpengaruh terhadap kelembaban udara. Kelembaban udara dalam greenhouse pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari. Selama penelitian berlangsung, rata-rata kelembaban udara dalam greenhouse pagi, siang, dan sore hari masing-masing yaitu 90%, 74,5%, dan 75,6%. Sedangkan rata-rata kelembaban di dalam ruang penanaman yaitu pagi 89,7%, siang 82,7% dan sore 78,6%. Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kailan adalah 60%-90% (Samadi, 2013). Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata kelembaban udara sudah sesuai untuk pertumbuhan tanaman kailan.
3.2 Pengamatan Larutan Nutrisi Pengamatan larutan nutrisi yang dilakukan meliputi pengukuran EC (Electrical Conductivity) larutan, pH larutan, dan evapotranspirasi. Nutrisi untuk tanaman hidroponik memegang peranan penting dalam pertumbuhan tanaman, karena nutrisi merupakan satu-satunya sumber makanan. Setiap jenis dan umur tanaman membutuhkan larutan nutrisi dengan EC yang berbeda-beda. Pemberian hara meningkat jumlahnya sesuai dengan tingkat pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan EC larutan hara mulai pada fase vegetatif sampai fase generatif (Susila, 2006). Pengamatan larutan nutrisi dilakukan dengan menggunakan alat TDS meter. Larutan nutrisi diganti setiap satu minggu sekali. Namun pada minggu ke 2 sampai akhir panen sering dilakukan penambahan larutan nutrisi terutama pada perlakuan N0 dan N1. Hal ini disebabkan karena pada minggu tersebut laju evapotranspirasi tanaman kailan sangat tinggi sehingga nutrisi sering habis. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan umur tanam dan kebutuhan tanaman. EC yang digunakan pada minggu pertama yaitu 2.000 µS/cm, minggu kedua dan minggu terakhir sebelum panen dinaikkan menjadi 2.500 µS/cm. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebelum dilakukan penggantian nutrisi tiap minggu, nilai electrical conductivity (EC) larutan cenderung mengalami kenaikan setiap harinya, hal ini dapat disebabkan karena ada sebagian nutrisi yang mengendap dan lebih banyak mengalami evaporasi sehingga larutan nutrisi semakin pekat. Namun, pada minggu
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4, No. 4: 293-304
terakhir masa tanam EC mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh semakin lebatnya akar tanaman sehingga penyerapan hara lebih cepat dari pada evapotranspirasi sehingga laruran nutrisi semakin encer. Konsentrasi larutan hara cenderung semakin menurun dengan bertambahnya umur tanaman (Susila dan Koerniawati, 2004).
Selain nilai Electrical Conductivity (EC), pH merupakan faktor yang penting untuk dikontrol. pH pada perlakuan N0 berkisar 5,52- 6,31 sedangkan pH pada perlakuan N1, N2, N3, dan N4 berkisar antara 5,5- 6,34. pH larutan cenderung mengalami penurunan setiap harinya, hal ini dapat disebabkan karena tanaman lebih banyak menyerap anion daripada kation. Pernyataan ini sesuai dengan Sibarani (2005) yang menyatakan bahwa pada periode pertumbuhan tanaman, jika tanaman cenderung mengambil anion maka dalam larutan nutrisi akan lebih banyak mengandung kation sehingga larutan bersifat asam. Penurunan pH secara drastis terjadi pada perlakuan N4 di 12 HST yaitu pH mencapai 4,9. Untuk mengantisipasi penurunan pH tersebut maka dilakukan penggantian nutrisi sehingga pada 13 HST pH mengalami kenaikan. Kenaikan pH juga terjadi pada perlakuan N0 di 13 HST dan 18 HST hal ini karena laju evapotranspirasi pada N0 sangat tinggi yang menyebabkan larutan nutrisi cepat habis dan diganti dengan nutrisi baru sehingga pH nutrisi berbeda dengan perlakuan yang lain. Menurut Susila (2013), pH optimal untuk pertumbuhan tanaman berkisar antara 5,5- 6,5. pH yang optimal dapat mempengaruhi
penyerapan unsur hara pada tanaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai pH yang diperoleh selama penelitian sudah optimal untuk pertumbuhan tanaman. Pengukuran evapotranspirasi dilakukan untuk melihat volume kehilangan air pada setiap harinya. Evapotranspirasi tanaman diperoleh dari hasil pengamatan perubahan ketinggian air dalam toples menggunakan penggaris. Toples yang digunakan untuk tandon nutrisi memiliki luas alas sebesar 113,04 cm2. Evapotranspirasi harian yang terjadi pada tanaman kailan setiap perlakuan mengalami kenaikan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan kondisi tanaman. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi besarnya penguapan tanaman. Kondisi tanaman seperti luas daun tanaman juga berpengaruh terhadap besarnya penguapan. Pada saat penelitian luas daun tanaman kailan pada periode awal memiliki luas daun relatif kecil sedangkan pada periode akhir (panen) memiliki luas daun relatif besar. Lebih lanjut menurut penelitian Simangunsong, dkk. (2013), mengenai analisis efisiensi irigasi tetes dan kebutuhan air tanaman sawi (brassica juncea) pada tanah inceptisol bahwa luas permukaan tanaman sawi pada periode akhir (panen) sudah mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. sedangkan pada periode awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil sehingga luas permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil. Evapotranspirasi kumulatif dari semua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Evapotranspirasi kumulatif
297
Pengaruh jarak lampu neon.... (Eka S, Sugeng T dan Cicih S)
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa evapotranspirasi kumulatif pada N0 sebesar 292 mm, N1 sebesar 175 mm , N2 sebesar 103 mm, N3 sebesar 87 mm, dan N4 sebesar 70 mm. Evapotranspirasi tertinggi terletak pada perlakuan N0 karena pertumbuhan tanaman tertinggi terletak pada perlakuan N0. Sedangkan pada penanaman di dalam ruang, evapotranspirasi tertinggi terjadi pada perlakuan N1. Hal ini diikuti dengan pertumbuhan tanaman pada perlakuan N1 yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan dalam ruang penanaman lainnya sehingga proses evapotranspirasi tanaman semakin tinggi pula.
3.3 Pertumbuhan Tanaman 3.3.1 Tinggi Tanaman Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali dengan mengukur tinggi dari batas pangkal batang sampai dengan ujung daun tertinggi pada masing-masing tanaman. Hasil pengamatan tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan N0 sebesar 30,78 cm diikuti dengan N1 sebesar 21,1 cm, N3 sebesar 19,03 cm, N3 sebesar 17,63 cm, dan N4 sebesar 15,33 cm. Pada perlakuan N3 dan N4 tanaman terlihat kurus dan tidak mengalami perkembangan daun sesuai dengan pengamatan luas daun. Hal ini diduga karena tanaman kurang mendapat cahaya sehingga tanaman mengalami gejala etiolasi. Tanaman kailan pada perlakuan N0 (penyinaran dengan cahaya matahari) tumbuh secara normal karena cahaya matahari akan menghambat kerja hormon auksin yang berperan dalam proses pemanjangan sel. Hal ini sependapat dengan pernyataan Lukitasari (2012), bahwa tanaman kedelai dengan cahaya 25% mengalami etiolasi, sehingga batang tanaman tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sebaliknya, pada perlakuan dengan cahaya 100% menunjukkan tinggi tanaman terlihat pendek tetapi pertumbuhan tanaman terlihat lebih baik dengan batang tanaman lebih kokoh dan berwarna hijau tua.
Gambar 3. Hasil pengamatan tinggi tanaman (cm)
298
Gambar 4. Perbandingan tinggi tanaman pada masing-masing perlakuan
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4, No. 4: 293-304
3.3.2 Jumlah Daun Pengamatan jumlah daun dilakukan pada daun yang telah membuka sempurna setiap satu minggu sekali. Hasil pengamatan jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 5.
3.3.3 Luas Daun dan Indeks Luas Daun Pengamatan luas daun dilakukan satu minggu sekali dengan menggunakan dua metode, yaitu metode perkalian panjang lebar dan dengan metode gravimetri. Pengukuran metode
Gambar 5. Hasil pengamatan jumlah daun (helai)
Jumlah daun terbanyak pada 3MST adalah perlakuan N0, N1, dan N2 rata-rata sebanyak 10 helai, diikuti dengan N3 sebanyak 9 helai, dan N4 sebanyak 7 helai. Perlakuan N0, N1, dan N2 memiliki jumlah daun yang sama namun daun tanaman N0 lebih kokoh dibandingkan dengan tanaman N1 dan N2. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman kailan dalam ruang penanaman masih belum optimal karena intensitas cahaya yang kurang sesuai. Daun merupakan komponen utama suatu tumbuhan dalam berfotosintesis. Proses fotosintesis akan optimal apabila daun yang menjadi tempat utama proses fotosintesis semakin banyak jumlahnya dan semakin besar ukurannya, adanya sinar yang lebih tinggi intensitasnya lebih baik daripada sinar dengan intensitas yang rendah (Pertamawati, 2010).
gravimetri dilakukan dengan cara menggambar daun secara langsung pada sehelai kertas A4. Luas daun di hitung dengan rumus perhitungan sebagai berikut : LD =
x (LK)
Dimana : LD = Luas daun Wr = Berat kertas replika daun Wt = Berat total kertas A4 LK = Luas total kertas A4
Perhitungan selanjutnya yaitu menghitung luas kanopi tanaman. luas kanopi dihitung dengan cara mengambil gambar pada setiap tanaman dengan jarak foto yang sama. Hasil foto di cetak dan di potong mengikuti bentuk daun. Luas kanopi daun di hitung berdasarkan
Gambar 6. Hubungan luas daun metode perkalian panjang lebar dan metode gravimetri
299
Pengaruh jarak lampu neon.... (Eka S, Sugeng T dan Cicih S)
perbandingan berat replika daun dengan berat total kertas dengan rumus perhitungan sama seperti rumus pengukuran luas daun (LD).
Pengamatan menggunakan metode gravimetri dan metode panjang lebar pada 3 MST mendapatkan nilai rata-rata luas daun tertinggi pada perlakuan N0, diikuti perlakuan N1, N2, N3, dan rata-rata luas daun terendah pada perlakuan N4. Kedua metode pengamatan luas daun memberikan hasil nilai yang jauh berbeda namun memberikan kesimpulan yang sama yaitu luas daun tertinggi pada perlakuan didalam ruang terdapat pada perlakuan N1. Berdasarkan data pengamatan luas daun, maka diperoleh garis linearitas untuk keseluruhan luas daun seperti pada Gambar 6. Hubungan luas daun metode perkalian panjang lebar dan metode gravimetri menunjukkan bahwa nilai linearitas yang dihasilkan adalah y = 8,576 x – 72,79 dengan R2 = 0,980. Nilai linearitas ini dapat digunakan untuk pendugaan luas daun sebenarnya. Luas daun hasil pengukuran metode gravimetri dapat digunakan sebagai pembanding untuk menentukan indeks luas daun. Indeks luas daun didapatkan dari hasil perbandingan antara luas total daun pertanaman dengan luas kanopi tanaman tersebut. Hasil pengukuran Indeks luas daun pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
Luas kanopi berpengaruh terhadap besar kecilnya indeks luas daun tanaman. Semakin besar luas kanopi tanaman maka indeks luas daun semakin kecil. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan N3 dan N4 . Perlakuan N3 memiliki
300
indeks luas daun lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan N4 hal ini karena nilai luas kanopi dengan nilai luas daun pada perlakuan N3 memiliki selisih lebih kecil sehingga indeks luas daun semakin kecil. Hasil pengamatan di dalam ruangan, perlakuan N1 mendapatkan hasil indeks luas daun tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun jika dibandingkan dengan perlakuan di greenhouse , perlakuan N1 masih kurang optimal.
3.4 Produksi Tanaman (Hasil Panen) 3.4.1 Bobot Berangkasan Total Pengukuran brangkasan total dilakukan pada saat pemanenan. Brangkasan total diukur dengan cara menimbang seluruh bagian tanaman kailan pada setiap perlakuan. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap bobot brangkasan total tanaman, sedangkan pengelompokan tidak berpengaruh terhadap bobot brangkasan total tanaman. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa perlakuan N1 memiliki pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan N2, N3, dan N4. Hasil uji lanjut perlakuan terhadap bobot brangkasan total dapat dilihat pada tabel 1. Perlakuan N1 memiliki hasil terbaik jika dibandingkan dengan perlakuan di dalam ruang penanaman lainnya. Hal ini dapat dikatakan bahwa semakin dekat jarak lampu dari tanaman maka intensitas cahaya yang dihasilkan semakit kuat sehingga tanaman yang diperoleh semakin tinggi karena proses fotosintesis berlangsung secara intensif.
Gambar 7. Indeks luas daun pada tiap perlakuan
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4, No. 4: 293-304
1
Tabel 1. Hasil uji lanjut BNT perlakuan terhadap bobot brangkasan total tanaman kailan Perlakuan Bobot brangkasan total (gram) 34,75 (21,27)a N1 15,50 (13,10)b N2 7,75 (2,63)b N3 6,00 (0,82)b N4 Ket: Angka- angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% Hasil fotosintesis akan ditranslokasikan keseluruh jaringan tanaman melalui floem, yang selanjutnya energi hasil fotosintesis akan dipergunakan tanaman untuk mengaktifkan pertumbuhan tunas, daun, dan batang sehingga tanaman dapat tumbuh optimal (Lukitasari, 2012).
Perlakuan N1 memiliki hasil terbaik jika dibandingkan dengan perlakuan di dalam ruang penanaman lainnya. Namun, jika dibandingkan dengan perlakuan N0 (penyinaran matahari) perlakuan N1 masih belum optimal.
3.4.3 Bobot Brangkasan Bawah (akar) Tanaman Bobot brangkasan bawah tanaman diperoleh dari pengurangan bobot brangkasan total dengan bobot tajuk tanaman. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap bobot brangkasan bawah tanaman, sedangkan pengelompokan tidak berpengaruh terhadap bobot brangkasan bawah tanaman. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa perlakuan N1 memiliki pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan N2, N3, dan N4. Hasil uji lanjut perlakuan terhadap bobot brangkasan bawah tanaman kailan dapat dilihat pada tabel 3.
3.4.2 Bobot Brangkasan Atas (tajuk) Tanaman Bobot brangkasan atas (tajuk) tanaman dilakukan dengan memotong bagian akar dan menimbang bagian atas tanaman berupa daun dan batang. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap bobot brangkasan atas tanaman, sedangkan pengelompokan tidak berpengaruh terhadap bobot brangkasan atas tanaman. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT menunjukkan bahwa perlakuan N1 memiliki pengaruh berbeda nyata dengan perlakuan N2, N3, dan N4. Hasil uji lanjut perlakuan terhadap bobot brangkasan atas dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil uji lanjut BNT perlakuan terhadap bobot brangkasan atas (tajuk) tanaman kailan Perlakuan Bobot brangkasan atas (gram) 27,00 (14,99)a N1 13,50 (11,12)b N2 6,75 (2,63)b N3 5,00 (0,82)b N4 1 Ket: Angka- angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
1
Tabel 3. Hasil uji lanjut BNT perlakuan terhadap bobot brangkasan bawah (akar) tanaman kailan Perlakuan Bobot brangkasan bawah (gram) 7,75 (6,75)a N1 2,00 (2,00)b N2 1,00 (0)b N3 1,00 (0)b N4 Ket: Angka- angka yang diikuti huruf yang sama pada satu kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5%. 301
Pengaruh jarak lampu neon.... (Eka S, Sugeng T dan Cicih S)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan N1 (jarak lampu 20 cm dari media tanam) memberikan hasil lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan penyinaran buatan lainnya. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata hasil tertinggi dari semua parameter yang diamati meliputi jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, bobot brangkasan total, bobot brangkasan atas, dan bobot brangkasan bawah. Namun, masih kurang optimal jika dibandingkan dengan perlakuan pencahayaan sinar matahari (N0). 4.2 Saran Penanaman kailan menggunakan lima buah lampu neon masing-masing 36 W untuk dua ruang penanaman memberikan hasil pertumbuhan yang belum optimal, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dilakukan penambahan beberapa lampu dengan pengaturan jarak yang sama agar intensitas cahaya yang dihasilkan semakin kuat. DAFTAR PUSTAKA Acero, L.H. 2013. Growth Response of Brassica rapa on the Different Wavelength of Light. International Journal of Chemical Engineering and applications. 4(6): 415418.
Hendra, H.A. dan A. Andoko. 2014. Bertanam Sayuran Hidroponik Ala Paktani Hydrofarm. Agromedia. Jakarta. 121 Hal Kobayashi, K., T. Amore., and M. Lazaro. 2013. Light- Emitting Diodes (LEDs) for Miniature Hydroponic Lettuce. Optics and photonics journal (3): 74-77. Lee, C. W., I. S. So., S.W. Jeong., and M. R. Huh. 2010. Aplication of Subirrigation Using Capillary Wick System to Pot Production. Journal of Agriculture & Life Science 44 (3): 7-14. Lin, K.H., M.Y. Huang., W.D. Huang., M.H. Hsu., Z.W. Yang., and C.M. Yang. 2013. The Effects of Red, Blue, and White LightEmitting Diodes on the Growth, 302
Development, and Edible Quality of Hydroponically Grown Lettuce (Lactuca sativa L. var. capitata). Scientia Horticulturae 150: 86-91.
Lindawati, Y. 2015. Pengaruh Lama Penyinaran Lampu LED dan Lampu Neon terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakcoy (Brassica rapa L) dengan Hidroponik Sistem Sumbu (Wick System). Skripsi. fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lingga, P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta. 99 Hal Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta. 80 Hal
Lukitasari, M. 2012. Pengaruh Intensitas cahaya Matahari Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glicine max). PKM-AI IKIP PGRI. Madiun.
Pertamawati. 2010. Pengaruh Fotosintesis Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanium Tuberosum L.) dalam Lingkungan Fotoautrotrof Secara Invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 12(1): 31-37. Pracaya. 2005. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya: Jakarta. 96 Hal.
Rosliani, R dan N. Sumarni. 2005. Budidaya Tanaman Sayur dengan Sistem Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayur Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung. 27 Hal. Samadi, B. 2013. Budidaya Intensif Kailan Secara Organik dan Anorganik. Pustaka Mina. Jakarta. 107 Hal. Shimizu, H., Y. Saito., and H. Nakashima. 2011. Light Environment Optimization for Lettuce Growth in Plant Factory. International Federation of Automatic Control (IFAC): 605-609.
Jurnal Teknik Pertanian LampungVol. 4, No. 4: 293-304
Sibarani, S. M. 2005. Analisis Sistem Irigasi Hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) Pada Budidaya Tanaman Selada (Lactuca sativa var. crispa. L). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Simangunsong, F. T., Sumono., A. Rohanah., dan E. Susanto. 2013. Analisis Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Sawi (Brassica juncea) Pada Tanah Inceptisol. J. Rekayasa pangan dan pert. 2(1) : 8389.
Sugara, K. 2012. Budidaya Selada Keriting, Selada Lollo Rossa, dan Selada Romane Secara Aeroponik di Amazing Farm, Lembang, bandung. Skripsi. Departmen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Susila, A. D dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh Volume dan Jenis Media Tanam pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca Sativa) Pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung. Bul. Agon. 32(3) : 16-21 Susila, A. D. 2006. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran di dalam Greenhouse. Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Susila, A. D. 2013. Sistem Hidroponik. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Modul. IPB. Bogor.
Vandre, W. 2011. Fluorescent Lights For Plant Growth. Journal HGA-00432. University of Alaska Fairbanks.
303
Pengaruh jarak lampu neon.... (Eka S, Sugeng T dan Cicih S)
Halaman ini sengaja dikosongkan
304