PENGARUH INOKULASI Azotobacter sp. TERHADAP PERAKARAN JAGUNG PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KNO3 DI MEDIA PADAT WATANABE
XENIA A14053651
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN XENIA. Pengaruh Inokulasi Azotobacter sp. terhadap Perakaran Jagung pada Beberapa Tingkat Pemberian KNO3 di Media Padat Watanabe. (Di bawah bimbingan FAHRIZAL HAZRA dan ETTY PRATIWI). Pemupukan N merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan hara N yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Sumber nitrogen yang terdapat dalam tanah, tidak selalu mencukupi kebutuhan tanaman, sehingga perlu diberikan pupuk sintetik yang merupakan sumber nitrogen untuk mempertinggi produksi pertanian. Akan tetapi penggunaan pupuk sintetik yang berlebihan menimbulkan residu yang membahayakan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain untuk mengatasinya, salah satunya adalah penggunaan pupuk hayati yang mengandung mikroba tanah. Salah satu mikroba tersebut adalah Azotobacter sp. Azotobacter sp. dikenal sebagai bakteri penambat N2 non simbiotik dan penghasil zat pengatur tumbuh. Inokulasi Azotobacter sp. mampu meningkatkan produksi dan memperbaiki pertumbuhan tanaman pangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan beberapa isolat Azotobacter sp. dalam memperbaiki perakaran jagung pada beberapa tingkat pemberian hara N dalam bentuk KNO3 pada media padat Watanabe. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi BB-Biogen, Cimanggu, Bogor. Kegiatan penelitian ini diawali dengan melakukan penapisan terhadap bakteri Azotobacter sp. berdasarkan kemampuannya menghasilkanenzim nitrogenase, zat pengatur tumbuh asam indol asetat (AIA) dan kemampuannya dalam menghasilkan enzim fosfatase untuk kemudian diseleksi sebagai isolat terpilih pada uji perakaran jagung pada medium padat Watanabe. Selain itu juga dilakukan pengujian terhadap kandungan zat pengatur tumbuh sitokinin dan giberelin untuk mengetahui peran dari zat pengatur tumbuh dalam memperbaiki perakaran jagung. Uji perakaran menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sebanyak tiga ulangan dengan tiga isolat terpilih ( 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK) + satu kontrol, serta lima perlakuan hara N, yakni 100% N (3800 mg KNO3/ 1 L), 75% N, 50% N, 25% N,dan tanpa pemberian KNO3 pada medium padat Watanabe. Hasil penelitian menunjukan terdapat isolat unggul Azotobacter sp. yang mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh asam indol asetat (AIA), sitokinin, giberelin dan melarutkan fosfat. Pemberian inokulan Azotobacter sp. secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan akar yang diukur dari berat kering akar, serta mampu mengefisiensikan kebutuhan hara N. Isolat terbaik dalam memperbaiki akar adalah Azotobacter 1 CM. Pemberian inokulan 1 CM dapat mengefisiensikan kebutuhan hara N sebesar 18.73%, 7 NTB sebesar 5.78%, dan 19 CK sebesar 2.89% terhadap perlakuan 100% KNO3. Pada level hara tanpa dipupuk N tetapi diinokulasi dengan Azotobacter 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK terjadi peningkatan berat kering akar sebesar 2.28%, 0.55%, dan 0.51% dibandingkan dengan kontrol (tanpa dipupuk, tanpa inokulasi). Kemampuan Azotobacter sp. dalam memfiksasi nitrogen, memproduksi zat pengatur tumbuh dan melarutkan fosfat menunjukan potensi rizobakteri ini dalam memperbaiki pertumbuhan perakaran jagung.
SUMMARY XENIA. Influence of Azotobacter sp. Inoculation to Maize Root with the Level of KNO3 at Watanabe Solid Media. (Supervised by FAHRIZAL HAZRA and ETTY PRATIWI). N fertilization is one of the efforts to increase the N nutrient availability for the necessary of plant growth. Nitrogen source which is contens in the soil not always sufficient for plant, until need a synthetic fertilizer as nitrogen source to enhance agricultural production. But the use of synthetic fertilizer may lead to environmentally harmful residues. Therefore require an alternative to solve it, one of alternative is the use of bio-fertilizers containing soil microbes. One of these microbes is Azotobacter sp. Azotobacter sp. known as non simbiotic N fixing bacteria and growth regulator substance producer. Azotobacter sp. inoculation able to increase production and improve the growth of crops. This research was conducted to know the ability some isolates Azotobacter sp. in improve maize roots at different levels of KNO3 fertilization as N source in Watanabe solid media. This research was conducted at the Laboratory of Microbiology BBBiogen, Cimanggu, Bogor. Azotobacter sp. was screened based on its ability to produce indole acetic acid (IAA) and the ability to produce the phosphatase enzyme. Three chosen isolates were tested on maize root test in Watanabe solid media, also the tests of cytokines and giberelin growth regulators substance to know the function of growth regulator substances in improving maize root. Maize root test using Group Random Design with three repetition and three selected isolates (1 CM, 7 NTB, 19 CK) + 1 control and five treatment of KNO3: 100% (3800 mg/ 1 L), 75%, 50%, 25%, and without KNO3 in Watanabe solid media. The results showed that there are some Azotobacter sp. isolates capable to producing indole acetic acid (IAA), cytokines, giberelin growth regulation substance and dissolving phosphate. Azotobacter inoculation can significantly increase root growth as measured by dry weight of roots, and able to give efficiently at 0% level of KNO3. The best isolates in improving the root is Azotobacter 1 CM. Inoculation of Azotobacter 1 CM can give efficiently to N nutrient needs about 18.73%, Azotobacter 7 NTB is about 5.78%, and Azotobacter 19 CK is about 2.89% at the 100% KNO3 treatment. At the level without KN03 fertilization but inoculated with Azotobacter 1 CM, 7 NTB, and 19 CK, root dry weight increase are 2.28%, 0.55%, and 0.51% if compared with control (without KNO3 fertilization, without inoculation). The ability of Azotobacter in fixing nitrogen, produces growth regulator subtance and dissolving phosphate shows the rizobacteria potency in improve the growth of maize root.
PENGARUH INOKULASI Azotobacter sp. TERHADAP PERAKARAN JAGUNG PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KNO3 DI MEDIA PADAT WATANABE
XENIA A14053651
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
:.Pengaruh Inokulasi Azotobacter sp. terhadap ..Perakaran Jagung pada Beberapa Tingkat Pemberian ..KNO3 di Media Padat Watanabe
Nama Mahasiswa
: Xenia
NIM
: A14053651
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi I
Pembimbing Skripsi II
(Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc)
(Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si)
NIP.19631120 198903 1 002
NIP. 19630419 199203 2 001 Mengetahui,
Ketua Departemen
(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc) NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus tahun 1987, sebagai putri bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan Sendy Gunawan dan Yanti Christiawaty. Pendidikan formal yang pernah dilalui adalah SD Katolik Bhakti Prima, Pamulang-Tangerang (1993-1999), SLTP Katolik Bhakti Prima, PamulangTangerang (1999-2002), SMA Katolik Mater Dei Pamulang-Tangerang (20022005) dan kemudian diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Pertanian Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005. Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Katolik (KEMAKI) dan mengikuti kepanitiaan pada masa MPD/MPF serta pernah menjadi asisten Praktikum Mata Kuliah Bioteknologi Tanah.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerahNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Inokulasi Azotobacter sp. terhadap Perakaran Jagung pada Beberapa Tingkat Pemberian KNO3 di Media Padat Watanabe” ini tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan strata-1 (SI) di Institut Pertanian Bogor. Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan didalamnya, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan beberapa isolat Azotobacter sp. dalam memperbaiki perakaran jagung dengan tingkat pemberian level hara N yang berbeda. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga selama proses penyusunan skripsi dari tahap awal hingga akhir kepada: 1. Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc. dan Dr. Ir. Etty Pratiwi, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis, memberikan kritik dan saran bagi kesempurnaan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Arief Hartono, M.Sc. sebagai penguji yang telah memberi saran bagi kesempurnaan skripsi ini. 3. Seluruh dosen program studi Ilmu Tanah yang telah memberikan saran kepada penulis. 4. Keluarga tercinta, terima kasih atas segala kemudahan, dukungan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat merasakan segalanya. 5. Ka Ariesta atas motivasinya, teman-teman satu bimbingan: Andri Suryadinata, Bambang Adhitya Rachman, dan Reni yang telah membantu, teman-teman seperjuangan saat melakukan penelitian dan praktek lapang di BB-Biogen atas bantuan dan motivasinya, serta teman-teman Soilers 42. 6. Seluruh Staf BB - Biogen yang telah memberikan bantuannya.
7. Semua pihak yang selama
ini telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR TABEL ....................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 2 1.3 Hipotesis ............................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Azotobacter sp.................................................................................... 3 2.1.1 Karakteristik Azotobacter sp. ...................................................... 3 2.1.2 Manfaat Azotobacter sp............................................................... 3 2.2 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ............................................................... 4 2.2.1 Asam Indol Asetat ...................................................................... 4 2.2.2 Giberelin .................................................................................... 5 2.2.3 Sitokinin .................................................................................... 5 2.3 Plant Growth Promoting Rhizobacteria ............................................... 5 2.4 Penambatan Nitrogen oleh Bakteri ...................................................... 6 2.5 Pelarut Fosfat ..................................................................................... 7 2.6 Jagung ................................................................................................ 8 2.7 Pupuk Hayati ...................................................................................... 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu ............................................................................. 10 3.2 Bahan dan Alat .................................................................................. 10 3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 10 3.3.1..Seleksi Tiga Isolat Terpilih Berdasarkan Kemampuan Menghasilkan Asam Indol Asetat, Enzim Fosfatase dan Nitrogenase ........................................................................ 11 3.3.1.1..Pengujian Produksi Zat Pengatur Tumbuh Asam Indol Asetat (AIA) oleh Azotobacter sp. ............... 11 3.3.1.2..Pengujian Produksi Enzim Fosfatase oleh Azotobacter sp. ........................................................ 12 3.3.1.3..Pengujian Produksi Nitrogenase oleh Azotobacter sp. dengan Metode Acetylene Reduction Assay (ARA) (Abidin, 2005) ................................................................ 13 3.3.2 Pengujian Kemampuan Tiga Isolat Terpilih Azotobacter sp. dalam Menghasilkan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin dan Giberelin ............................................................ 13 3.3.3 Pengaruh Inokulasi Tiga Isolat Terpilih Azotobacter terhadap Kering Akar Jagung .................................................................. 14
3.3.4 Analisis Data ............................................................................ 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Seleksi Tiga Isolat Terpilih Berdasarkan Kemampuan Menghasilkan Asam Indol Asetat (AIA), Enzim Fosfatase dan Nitrogenase ………………………………………………………16 4.1.1 Pengujian Produksi Zat Pengatur Tumbuh Asam Indol Asetat (AIA) oleh Azotobacter sp......................................................... 16 4.1.2 Pengujian Produksi Enzim Fosfatase oleh Azotobacter sp. ........ 19 4.1.3 Pengujian Produksi Nitrogenase oleh Azotobacter sp. dengan Metode Acetylene Reduction Assay (ARA) (Abidin, 2005) .......................................................................... 21 4.1.4 Pemilihan Tiga Isolat Terbaik untuk Pengujian Perakaran Jagung ...................................................................... 21 4.2 Pengujian Kemampuan Tiga Isolat Terpilih Azotobacter sp. dalam Menghasilkan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin dan Giberelin ……………………………………………….21 4.3 Pengaruh Inokulasi Tiga Isolat Terpilih Azotobacter terhadap Berat Kering Akar Jagung ……………………………………………22 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 32 5.2 Saran ................................................................................................. 33 VI. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 34 LAMPIRAN ………………………………………………………….……..38
DAFTAR TABEL No
Teks
Halaman
1
Susunan Kombinasi Perlakuan Pemberian Inokulan dan Level KNO3 terhadap Jagung .......................................................... 15
2
Produksi AIA dari Isolat Azotobacter selama 3 Hari Masa Inkubasi ...... 17
3
Produksi Enzim Fosfatase Beberapa Isolat Azotobacter sp. 72 jam setelah Inokulasi ....................................................................... 20
4
Kemampuan Produksi Nitrogenase, AIA, dan Enzim Fosfatase dari Tiga Isolat Azotobacter sp. yang Terpilih ....................................... 21
5
Kemampuan Azotobacter sp. dalam Menghasilkan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin dan Giberelin ....................................... 22
6 Pengaruh Inokulasi Azotobacter terhadap Berat Kering Akar (BKA) Jagung ........................................................................................................... 23 7
Efisiensi Pemberian Inokulan pada Level KNO3 0% ............................. 26
8
Peningkatan Akar dengan Pemberian Azotobacter Dibandingkan dengan Kontrol pada Beberapa Level KNO3 ................... 27
Lampiran 1
Larutan Standar AIA (+ triptofan 0.02%) .............................................. 42
2
Larutan Standar AIA (+ triptofan 0.05%) .............................................. 43
3
Larutan Standar Fosfatase ..................................................................... 44
4
Hasil Seleksi Azotobacter sp. Berdasarkan Kemampuannya Mereduksi Asetilen (ARA) (Abidin, 2005) ............................................ 45
5
Pengukuran Standar Etilen Metode Asetylene Reduction Assay (ARA) (Abidin, 2005) ........................................................................... 46
6
Sampel Rizosfer Sumber Isolat Azotobacter sp. ..................................... 47
DAFTAR GAMBAR No
Teks
Halaman
1
Diagram alir pengukuran asam indol asetat ........................................... 11
2
Diagram alir pengukuran fosfatase ........................................................ 12
3
Perubahan warna pada larutan standar yang menunjukan . konsentrasi AIA yang dihasilkan .......................................................... 16
4
Grafik produksi AIA dari isolat Azotobacter selama 72 jam masa inkubasi ............................................................... 18
5
Perbandingan perakaran dengan pemberian inokulan 1 CM pada beberapa level KNO3 dalam media Watanabe ............................... 27
6
Perbandingan perakaran dengan pemberian inokulan 7 NTB pada beberapa level KNO3 dalam media Watanabe ............................... 29
7
Perbandingan perakaran dengan pemberian inokulan 1 CM dan 7 NTB pada level KNO3 0% dalam media Watanabe ............. 29
8
Perbandingan perakaran tanpa pemberian inokulan dan dengan inokulan pada level KNO3 75% dalam media Watanabe ...... 30
Lampiran 1
Kurva larutan standar AIA (+ triptofan 0.02%)...................................... 42
2
Kurva larutan standar AIA (+ triptofan 0.05%)...................................... 43
3
Kurva larutan standar fosfatase ............................................................. 44
4
Kurva standar etilen .............................................................................. 46
5
Grafik produksi AIA dari isolat Azotobacter selama 3 hari masa inkubasi .................................................................. 48
DAFTAR LAMPIRAN No
Teks
Halaman
1
Komposisi media Ashby cair ................................................................. 38
2
Komposisi media Pikovskaya cair ......................................................... 39
3
Komposisi media Watanabe .................................................................. 40
4
Komposisi buffer untuk pengukuran produksi enzim fosfatase .............. 41
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Nitrogen adalah unsur yang diperlukan tanaman untuk membentuk senyawa penting di dalam sel, termasuk protein. Tanaman mengambil kebutuhan nitrogennya dari dalam tanah dalam bentuk NH4 dan NO3. Sumber nitrogen yang terdapat di dalam tanah, tidak selalu mencukupi kebutuhan tanaman, sehingga perlu diberikan pupuk sintetik yang merupakan sumber nitrogen untuk mempertinggi produksi pertanian. Akan tetapi penggunaan pupuk sintetik dalam jangka panjang dan berlebihan dapat menimbulkan residu yang membahayakan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain yang lebih efisien dan ramah lingkungan agar sistem pertanian menjadi berkelanjutan. Salah satunya adalah penggunaan pupuk hayati yang mengandung mikroba tanah. Peran dan fungsi mikroba tanah juga menentukan berhasilnya keberlanjutan sistem produksi pertanian. Penambatan N2 atmosfer oleh mikroba dapat membantu ketersediaan unsur N bagi tanaman dan dapat mengefisienkan penggunaan N yang berasal dari pupuk buatan. Pemanfaatan mikroba penambat N2 ini akan mengurangi biaya produksi (Razie dan Syaifuddin, 2005). Salah satu mikroba yang dikenal mampu menambat N2 serta menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh AIA, sitokinin, dan giberelin sehingga dapat memacu pertumbuhan akar
adalah Azotobacter sp. (Alexander, 1977).
Kemampuan Azotobacter dalam menambat N2 dan menghasilkan zat pengatur tumbuh ini dapat memberikan keuntungan tersendiri. Keuntungan tersebut diantaranya adalah meningkatkan pertumbuhan akar tanaman dan produksi hasil. Sejumlah kajian mengindikasikan bahwa Azotobacter merupakan rizobakteri yang selalu terdapat di tanaman serealia seperti jagung dan gandum (Hindersah dan Simarmata, 2004) serta sayuran.
Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan pengujian pengaruh Azotobacter sebagai agen hayati dalam mengkolonisasi perakaran jagung dan mengefisiensikan hara N pada skala laboratorium, dengan menggunakan media semi padat Watanabe yang mengandung KNO3 sebagai sumber hara N pada tingkat pemberian yang berbeda.
2
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan beberapa isolat Azotobacter sp. dalam memperbaiki perakaran jagung pada beberapa tingkat pemberian level hara N dalam bentuk KNO3 di media padat Watanabe pada skala laboratorium.
1.3 Hipotesis Azotobacter yang diisolasi memiliki kemampuan dalam menambat N 2, menghasilkan zat pengatur tumbuh, dan mampu melarutkan fosfat. Pemberian Azotobacter sp. sebagai mikroba penambat N2 non simbiotik dan penghasil zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan ketersediaan serapan N oleh tanaman serta pertumbuhan perakaran tanaman jagung.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Azotobacter sp. 2.1.1 Karakteristik Azotobacter sp. Azotobacter merupakan bakteri penambat nitrogen aerobik nonsimbiotik yang mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi + 2 - 15 mg nitrogen/gram sumber karbon yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan (Subba Rao, 1982). Ciri-ciri Azotobacter lainnya adalah termasuk ke dalam bakteri Gram negatif dan bergerak dengan flagel peritrik. Kisaran pH untuk pertumbuhan dengan adanya nitrogen tambahan adalah 4,5-8,5 sedangkan pH optimal untuk pertumbuhan dan pengikatan nitrogen adalah 7-7,5.
Bakteri ini
terdapat di tanah dan di air. Kelompok bakteri Azotobacter memiliki sel dengan diameter 1.5 – 2.0 µm, pleumorfik, berbentuk batang hingga bulat, tunggal, berkoloni tidak beraturan, dan kadang-kadang membentuk rantai dengan panjang bervariasi. Walaupun bakteri ini bersifat aerobik, namun dapat tumbuh dengan kadar oksigen yang rendah.
Setiap spesies
menghasilkan pigmen yang dapat larut dalam air sehingga menimbulkan warna yang khas pada lingkungan habitatnya (Holt et al., 1994). 2.1.2 Manfaat Azotobacter sp. Azotobacter diketahui mampu menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh giberelin, sitokinin, dan asam indol asetat, sehingga dapat memacu pertumbuhan akar (Alexander, 1977).
Kemampuan Azotobacter dalam
memproduksi zat pengatur tumbuh sitokinin dan AIA dilaporkan pertama kali oleh Vancura dan Macura pada tahun 1960 (Vancura, 1988). Tidak bisa diabaikan bahwa Azotobacter mendukung fungsi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman karena rizobakteri ini memiliki aktivitas lain yang berkenaan dengan kesehatan tanah. Azotobacter juga memproduksi ferrisiderofor (Page, 1987) pada kondisi kahat besi, mengakumulasi polimer poli-β- hidroksibutirat (pHB) yang berperan sebagai cadangan makanan dan merupakan indikator kemampuan rizobakteri ini dalam bioremediasi tanah
4
terkontaminasi minyak, melarutkan fosfat anorganik (Kumar dan Narula 1999).
2.2 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan vitamin merupakan senyawa yang dalam jumlah sangat sedikit berpengaruh besar terhadap pertumbuhan atau produksi tanaman, yang telah diketahui mampu diproduksi oleh mikroba tertentu. Oleh karena itu, peran mikroba dalam hal ini sangat penting, kadangkala lebih diharapkan dibanding perannya dalam penyediaan hara (Hanafiah et al., 2005). 2.2.1 Asam Indol Asetat AIA adalah auksin eksogenus yang terbentuk dari triptofan yang merupakan suatu senyawa dengan inti indol dan selalu terdapat dalam jaringan tanaman. Di dalam proses biosintesis, triptofan diubah menjadi AIA dengan membentuk indole pyruvic acid dan indole-3-acetaldehyde. Tetapi AIA ini dapat pula terbentuk dari tryptamine yang selanjutnya menjadi indole-3acetaldehyde, selanjutnya menjadi indole-3-acetic acid. Sedangkan mengenai perubahan dari indole-3-acetonitrile menjadi AIA dengan bantuan enzim nitrilase prosesnya masih belum diketahui (Abidin, 1982). Biosintesis AIA oleh mikroba dapat ditingkatkan melalui penambahan triptofan eksogenus sebagai prekursor (Arkhipchenko, 2004). Asam indol-3 asetat (AIA) pertama kali diidentifikasi pada tahun 1934 sebagai senyawa alami yang menunjukkan aktivitas auksin yang mendorong pembentukan akar adventif.
AIA sintetik juga telah terbukti mendorong
pertumbuhan akar adventif. Pada era yang sama juga ditemukan asam indol butirat dan asam naptalen asetat yang mempunyai efek sama dengan AIA. Dan sekarang telah dibuktikan bahwa inisiasi sel untuk membentuk akar tergantung dari kandungan AIA (Harjadi, 2009) Pembentukan inisiasi akar dalam batang terbukti tergantung pada tersedianya AIA di dalam tanaman ditambah pemacu AIA yang secara bersama-sama mengatur sintesis RNA untuk membentuk primordia akar (Hartmann and Kester, 1975)
5
2.2.2 Giberelin Giberelin adalah suatu golongan ZPT yang berfungsi merangsang pembelahan sel, pemanjangan sel, dan fungsi pengaturan lain. Giberelin telah terbukti terlibat dalam banyak proses fisiologi tumbuhan, namun marga dan jenis tanaman, serta faktor-faktor lain akan menentukan giberelin khusus mana yang paling efektif meningkatkan respon tertentu. Beberapa jenis respon yang diatur oleh giberelin antara lain: pertumbuhan batang, pembungaan, perkecambahan biji, dormansi, senescens, partenokarpi, pembentukan buah, menunda pematangan dan pematangan buah (Harjadi, 2009).
2.2.3 Sitokinin Sitokinin merupakan senyawa pengganti adenine yang meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan pertumbuhan. Sitokinin alami yang pertama diisolasi adalah zeatin dalam biji jagung muda. Zeatin merupakan sitokinin yang paling sering ditemukan pada hampir semua tumbuhan tinggi, lumut, cendawan patogenik dan non-patogenik, bakteri, serta dalam tRNA sel mikroba dan sel hewan. Dewasa ini ada lebih dari 200 sitokinin alami dan sintetik (Harjadi, 2009). Sitokinin ditemukan paling banyak di daerah meristem dan arena dengan potensi tumbuh berkesinambungan termasuk akar, daun muda, buah yang berkembang, dan biji. Sitokinin diduga diproduksi dalam akar dan diangkut ke pucuk, karena zat tersebut ditemukan dalam larutan xylem. Namun, sitokinin ditemukan dalam jumlah banyak pada jaringan buah dan biji, kemungkinan diproduksi di kedua lokasi tersebut. Perannya dalam tumbuhan adalah sebagai berikut: mengatur pembelahan sel, pembentukan organ, pembesaran sel dan organ, pencegahan kerusakan klorofil, pembentukan kloroplas, penundaan senescencens, pembukaan dan penutupan stomata, serta perkembangan mata tunas dan pucuk (Harjadi, 2009).
2.3 Plant Growth Promoting Rhizobacteria Selama
dasawarsa terakhir
istilah
“rhizobacteria”
digunakan untuk
menggambarkan bakteri rizosfer yang membentuk koloni di akar (Kloepper et al.,
6
1983). Kolonisasi akar adalah suatu proses di mana bakteri bertahan melakukan inokulasi ke dalam benih tanaman atau ke dalam tanah, penggandaan diri dalam spermosfer dalam responnya terhadap eksudat benih yang kaya akan karbohidrat dan asam amino, menempel pada permukaan akar, dan mengkoloni sistem perakaran yang sedang berkembang. Berbagai manfaat positif dari bakteri dalam rizosfer telah menjadikannya sumber potensial bagi ketersediaan nutrisi dalam tanah serta mendorong pertumbuhan tanaman sehingga menjadi lebih baik. Beberapa bakteri tanah berasosiasi dengan akar tanaman budidaya dan memberikan pengaruh yang bermanfaat pada tanaman inangnya.
Bakteri ini
dikelompokkan ke dalam PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) (Dewi, 2008). Beberapa spesies bakteri rizosfer (di sekitar perakaran) yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sering disebut Plant Growth Promoting Rhizobacteria atau Rhizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT). RPPT kebanyakan terdiri atas genus Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, Bacillus, Arthrobacter, Bacterium, Mycobacterium, dan Pseudomonas (Kloepper, 1983).
2.4 Penambatan Nitrogen oleh Bakteri Udara mengandung sekitar 80% nitrogen. Tetapi walaupun udara di atas sebidang tanah sangat kaya akan unsur tersebut, tetapi yang secara langsung dapat digunakan oleh tanaman hanya sedikit (Suriawiria, 1995), sehingga setiap saat para petani harus menambahkan sumber nitrogen ke dalam tanah dalam bentuk pupuk yang mengandung nitrogen seperti urea, ZA, atau NPK. Nitrogen memasuki tanah dalam bentuk amonia dan nitrat bersama air hujan, dalam bentuk hasil penambatan nitrogen-bebas atau dalam bentuk penambahan pupuk sintesis. Tetapi kenaikan kandungan nitrogen tanah yang cukup tinggi, lebih banyak disebabkan oleh adanya kemampuan beberapa mikroba untuk memfiksasi (Cano, 1986). Fikasi nitrogen non simbiotik memanfaatkan mikroba yang hidup bebas di alam. Di antara bakteri non simbiotik yang berpotensi sebagai pupuk hayati adalah Azotobacter. Bakteri Azotobacter selain dapat mensubsitusi hara khususnya nitrogen juga menghasilkan zat pengatur tumbuh dan senyawa
7
fungisida yang dapat mencegah pertumbuhan cendawan yang dapat menekan pertumbuhan dan produksi tanaman. Kemampuan bakteri dalam menambat nitrogen dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: sumber energi dan mineral, keberadaan nitrogen yang terpakai, reaksi tanah dan faktor lingkungan yang lain, serta kehadiran bakteri tertentu (Waksman, 1952). Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen adalah kelembaban tanah, pH tanah, sumber karbon, cahaya dan penambahan nitrogen. Di samping itu jumlah bakteri penambat nitrogen pada perakaran, potensial redoks, dan konsentrasi oksigen juga dapat mempengaruhi aktivitas penambatan nitrogen (Sylvia, 2005).
2.5 Pelarut Fosfat Fosfor (P) merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan tanaman dan memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Di dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, dan HPO42-. Ketersediaan fosfor anorganik sangat ditentukan oleh pH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta kegiatan jasad mikro dalam tanah (Lal, 2002). Azotobacter sp. dapat digolongkan sebagai bakteri pelarut fosfat karena dapat melarutkan fosfat (Taller dan Wong, 1989). Bakteri pelarut fosfat mempunyai kemampuan untuk melarutkan P anorganik menjadi bentuk fosfat terlarut yang tersedia bagi tanaman.
Efek pelarutan umumnya disebabkan oleh adanya
produksi asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, asam oksalat, asam malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh mikroba tersebut. Mikroba tersebut juga memproduksi asam amino, vitamin dan growth promoting substance seperti AIA dan asam giberelin yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Gyaneshwar, 2002). Mekanisme pelarutan P dari bahan yang sukar larut terkait erat dengan aktivitas mikroba bersangkutan dalam menghasilkan enzim fosfatase dan fitase (Alexander, 1977) dan asam-asam organik hasil metabolisme seperti asetat, propionat, glikolat, fumarat, oksalat, suksinat, dan tartrat (Banik and Dey 1982).
8
2.6 Jagung Rukmana (1997) mengemukakan bahwa kedudukan tanaman jagung dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophita
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Poales
Famili
: Poaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays, L.
Tanaman jagung mempunyai akar rambut yang menyebar ke samping dan ke bawah pada lapisan tanah sepanjang 25 cm. Sistem perakaran tanaman jagung meliputi tiga macam akar, yakni akar seminal, akar koronal, dan akar udara. Akar seminal tumbuh pada saat biji berkecambah yang dicirikan dengan arah pertumbuhan akar ke bawah atau menembus tanah. Akar koronal muncul dari jaringan batang setelah plumula tumbuh. Akar udara tumbuh pada buku-buku di atas permukaan tanah yang berfungsi untuk asimilasi dan mendukung batang terhadap kerebahan (Rukmana, 1997). Sejumlah kajian mengindikasikan bahwa Azotobacter merupakan rizobakteri yang terdapat di banyak tanaman (monokotil dan dikotil) seperti jagung dan gandum (Abbass and Okon 1993) maupun sayuran (Hindersah et al., 2004).
2.7 Pupuk Hayati Usaha penghematan dan pengurangan pupuk buatan diperlukan adanya suatu penelitian tentang pemanfaatan sumber hayati yang berpotensi sebagai pupuk hayati untuk mengganti pupuk buatan. Pupuk hayati mengandung mikroba hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Oleh karena itu, pupuk hayati sering juga disebut pupuk mikroba (Simanungkalit, 2001). Pupuk hayati merupakan suatu bahan amandemen yang mengandung mikroba bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil
9
tanaman, melalui peningkatan aktivitas biologi yang akhirnya dapat berinteraksi dengan sifat-sifat fisik dan kimia media tumbuh (tanah). Mikroba yang umum digunakan sebagai bahan aktif pupuk hayati ialah mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan pemantap agregat (Subba Rao, 1982). Penambatan N2 atmosfer oleh mikroba dapat membantu ketersediaan unsur N bagi tanaman dan dapat mengefisienkan penggunaan N yang berasal dari pupuk buatan. Pemanfaatan mikroba penambat N2 ini dapat mengurangi biaya produksi pertanian (Razie dan Syaifuddin, 2005).
10
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Cimanggu Bogor mulai Februari 2009 sampai November 2009.
3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian produksi asam indol asetat (AIA) adalah media Ashby cair, isolat Azotobacter sp., larutan standar AIA, larutan triptofan, dan pereaksi Salkowski. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji fosfatase adalah media Pikovskaya cair, isolat Azotobacter sp., larutan standar fosfatase, p-NPP 0.115 M, Modified Universal Buffer 1x, dan NaOH 0.5 M. Bahan-bahan untuk pengujian pengaruh Azotobacter sp. terhadap perakaran adalah media Watanabe (George et al., 1987), benih jagung varietas Pioneer, dan isolat Azotobacter sp. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian produksi AIA dan uji fosfatase adalah tabung reaksi, Eppendorf, vorteks, ose, shaker, refrigerated centrifuge, waterbath dan Hitachi Spectrophotometer 150-20 dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) untuk uji zat pengatur tumbuh sitokinin dan giberelin.
3.3 Metode Penelitian Kegiatan penelitian ini diawali dengan melakukan pemilihan 26 isolat Azotobacter sp. berdasarkan kemampuannya menghasilkan nitrogenase (Abidin, 2005), menghasilkan zat pemacu tumbuh asam indol asetat (AIA), sitokinin, dan giberelin serta kemampuannya menghasilkan enzim fosfatase untuk kemudian diseleksi sebagai isolat terpilih pada pengujian perakaran jagung pada media padat Watanabe.
11
3.3.1..Seleksi Tiga Isolat Terpilih Berdasarkan Kemampuan Menghasilkan Asam Indol Asetat, Enzim Fosfatase dan Nitrogenase 3.3.1.1...Pengujian Produksi Zat Pengatur Tumbuh Asam Indol Asetat (AIA) oleh Azotobacter sp. Pengukuran AIA. Pengukuran dilakukan sesuai dengan prosedur Gordon & Weber (1951). 26 isolat Azotobacter ditumbuhkan pada media Ashby cair yang disuplementasi dengan triptofan 0%, 0.02% (0.02 g/100ml) & 0.05% (0.05 g/100 ml)
1
dishaker selama 72 jam pada suhu ruang 2
disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm; 10 menit
3
lalu dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf sebanyak 2 ml
4
supernatan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
5
6
diinkubasi 1 jam pada suhu ruang
7
ditambahkan Reagen Salkowski (1:1) konsentrasi AIA diukur dengan Spektrofotometer (Hitachi Spectrophotometer 150-20); λ 530 nm
Gambar 1. Diagram alir pengukuran asam indol asetat
Pembuatan kurva standar AIA. Asam indol asetat 100 ppm diencerkan menjadi konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, dan 80 ppm di dalam tabung reaksi. Ke dalam setiap tabung reaksi ditambahkan 2 mL pereaksi Salkowski (20 mL FeCl3 0,1 M; 400 mL H2SO4 pekat; 580 mL air suling) dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu ruang. Kemudian larutan diukur absorbansinya pada λ = 530 nm menggunakan Hitachi Spectrophotometer 150-20 dan dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi larutan.
12
3.3.1.2.. Pengujian Produksi Enzim Fosfatase oleh Azotobacter sp. Pengukuran kemampuan melarutkan P dilakukan setelah isolat membentuk zona bening pada media Pikovskaya padat tanpa menghitung indeks pelarutan, setelah itu dilakukan pengukuran kemampuan melarutkan P pada media Pikovskaya cair dengan waktu inkubasi 3 hari yang kemudian diukur dengan menggunakan Hitachi Spectrophotometer 150-20. Pengukuran fosfatase. Pengukuran dilakukan sesuai dengan prosedur Tabatabai & Bremner (1969) yang dimodifikasi. 26 isolat Azotobacter ditumbuhkan pada media Pikovskaya cair
dishaker selama 72 jam pada suhu ruang
1
2
disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm; 15 menit
3
dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf sebanyak 2 ml
4
supernatan dimasukan ke dalam tabung reaksi
5
ditambahkan Modified Universal Buffer 1x pH 5.5, 0.5 ml p-NPP 0.115 M 6
kemudian ditambahkan 2 ml NaOH 0.5 M
7
diinkubasi 1 jam dalam waterbath selama 1 jam; suhu 370 C
8
konsentrasi fosfatase diukur dengan Spektrofotometer (Hitachi Spectrophotometer 150-20); λ 410 nm Gambar 2. Diagram alir pengukuran fosfatase
Pembuatan kurva standar fosfatase. Larutan standar dibuat dari pnitrofenol 100 ppm yang diencerkan menjadi konsentrasi 50 ppm di dalam tabung reaksi, kemudian inkubasi selama 1 jam. larutan diukur absorbansnya pada λ= 410 nm menggunakan Hitachi Spectrophotometer
13
150-20 dan dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi larutan.
3.3.1.3..Pengujian Produksi Nitrogenase oleh Azotobacter sp. dengan Metode Acetylene Reduction Assay (ARA) (Abidin, 2005) Penyiapan kultur. Sebanyak satu ose isolat Azotobacter sp. dikultivasi dalam tabung berulir berisi 7 mL media NFB kemudian divorteks dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari. Kultur sel dipanen setelah terjadi perubahan kekeruhan pada media.
Sebagai kontrol diberikan
media NFB yang tidak diinokulasikan bakteri.
Kultur selanjutnya
digunakan untuk pengujian aktivitas nitrogenase dan produksi AIA. Pembuatan kurva standar etilen. Sebanyak 5 µmol, 10 µmol, 15 µmol gas etilen diinjeksikan ke dalam kolom kromatografi gas. Kurva yang dihasilkan dibaca dan dikonversi ke dalam satuan mm/jam. Hasil yang diperoleh kemudian diplotkan menjadi kurva standar hubungan antara konsentrasi etilen dan luas kurva. Pengukuran aktivitas nitrogenase. Sebanyak 1 mL kultur yang telah disiapkan dipipet ke dalam Eppendorf 1.5 mL dan disentrifugasi kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Pelet yang dihasilkan diresuspensi dan dipipet ke dalam tabung reaksi yang berisi media Ashby semi cair kemudian diinkubasi selama 3 hari. Pada hari ketiga inkubasi, tutup kapas tabung diganti dengan penutup karet (rubber stopper) bersih. Sebanyak 10% udara dalam tabung diambil menggunakan microsyringe dan menggantinya dengan gas asetilen kemudian diinkubasi pada sehu ruang selama 5 jam. Gas etilen yang terbentuk kemudian diambil dan dianalisis menggunakan kromatografi gas.
3.3.2 Pengujian Kemampuan Tiga Isolat Terpilih Azotobacter sp. dalam Menghasilkan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin dan Giberelin Pengujian ini merupakan pengujian lanjutan untuk mengetahui zat pengatur tumbuh sitokinin yang dihasilkan oleh tiga isolat terpilih Azotobacter. Kandungan sitokinin dan giberelin dilukur di Balai Besar
14
Pasca Panen, Cimanggu-Bogor menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Pengukuran dilakukan sesuai dengan prosedur Rivier dan Crozier (1987). Penentuan Kandungan Sitokinin Isolat ditumbuhkan pada media Ashby cair selama 72 jam masa inkubasi. Setelah itu, disentrifuse untuk didapatkan supernatannya. 0.2 ml supernatan diekstraksi dengan McOH 80% (100 ml x 3) pada 5oC selama 48 jam. Filtrat diuapkan dengan vacum pada 35oC sampai tingkat fase cair. Kemudian diencerkan dengan H2O sampai 50 ml.
Atur pH sampai 2.5
dengan HCl 1 N. Lalu tambahkan dengan PVP 1 g dan disaring. Ekstraksi dengan etil asetat 10 ml. Filtrat dalam fase cair tersebut disaring dengan Dowex 50Wx4, lalu elusi dengan 200 ml NH4OH 5 N, sehingga dihasilkan eluat amoniak yang kemudian diukur dengan menggunakan HPLC. Penentuan Kandungan Giberelin Isolat ditumbuhkan pada media Ashby cair selama 72 jam masa inkubasi. Setelah itu, disentrifuse untuk didapatkan supernatannya. 10 ml supernatan diekstraksi dengan McOH 80% (100 ml x 3) pada 5 oC selama 48 jam. Filtrat diuapkan dengan vacum pada 35oC sampai tingkat fase cair. Kemudian diencerkan dengan H2O sampai 50 ml.
Atur pH sampai 2.5
dengan HCl 1 N. Lalu tambahkan dengan PVP 1 g dan disaring. Ekstraksi dengan etil asetat 10 ml x 4. Etil asetat dibuang, kemudian fase air biasa ditambahkan dengan petroleum eter 10 ml x 3. Petroleum eter dibuang, pH diatur 2.5 dengan HCl 1 N, kemudian etil asetat 10 ml x 4 dibuang. Etil asetat diuapkan dalam vacum, lalu disaring dengan membran 0.45 µm. Selanjutnya diukur dengan menggunakan HPLC.
3.3.3 Pengaruh Inokulasi Tiga Isolat Terpilih Azotobacter terhadap Berat Kering Akar Jagung Pengujian dilakukan guna mengetahui pengaruh bakteri dalam pertumbuhan akar. Pengujian diawali dengan penanaman benih jagung pada media Watanabe dengan pemberian masing-masing inokulan dan yang tidak diberi inokulan.
15
Inokulasi Azotobacter sp. pada Benih Jagung. Isolat ditumbuhkan dalam 150 ml media Ashby cair selama 3-5 hari dengan cara digoyang pada kecepatan 100 rpm. Benih jagung varietas Pioneer dipilih yang sehat dan seragam, lalu disterilisasi dengan NaOCl 0.05% selama 15 menit. Setelah itu dibilas dengan aquades steril sebanyak empat kali. Sebanyak 1 ml inokulan diinokulasikan pada 1 buah benih jagung pada media Watanabe. Inkubasi pada suhu 220C dan pengamatan dilakukan 2 minggu setelah tanam. Perlakuan Level KNO3. Komposisi KNO3 terdiri dari beberapa perlakuan, yaitu 100% (3800 mg/ 1 L), 75%, 50%, 25%, 0% dimana dosis KH2PO4 yang digunakan sama (170 mg/ 1 L) dalam media Watanabe, menggunakan isolat Azotobacter sp. 1CM, 7 NTB, 19 CK, dan Kontrol (tanpa inokulan) sebanyak 3x ulangan sehingga didapatkan 60 satuan percobaan.
Tabel. 1. Susunan Kombinasi Perlakuan Pemberian Inokulan dan Level KNO3 terhadap Jagung
100% A.I.1 A.I.2 A.I.3
75% B.I.1 B.I.2 B.I.3
Level KNO3 / ulangan 50% C.I.1 C.I.2 C.I.3
1 CM
A.II.1 A.II.2 A.II.3
B.II.1 B.II.2 B.II.3
C.II.1 C.II.2 C.II.3
D.II.1 D.II.2 D.II.3
E.II.1 E.II.2 E.II.3
7 NTB
A.III.1 A.III.2 A.III.3
B.III.1 B.III.2 B.III.3
C.III.1 C.III.2 C.III.3
D.III.1 D.III.2 D.III.3
E.III.1 E.III.2 E.III.3
19 CK
A.IV.1 A.IV.2 A.IV.3
B.IV.1 B.IV.2 B.IV.3
C.IV.1 C.IV.2 C.IV.3
D.IV.1 D.IV.2 D.IV.3
E.IV.1 E.IV.2 E.IV.3
Kode Isolat Kontrol
25% D.I.1 D.I.2 D.I.3
0% E.I.1 E.I.2 E.I.3
3.3.4 Analisis Data Data diolah secara statistik menggunakan analisis keragaman (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui respon dan pengaruh masing-masing perlakuan.
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Seleksi Tiga Isolat Terpilih Berdasarkan Kemampuan Menghasilkan Asam Indol Asetat, Enzim Fosfatase dan Nitrogenase 4.1.1 Pengujian Produksi Zat Pengatur Tumbuh Asam Indol Asetat (AIA) oleh Azotobacter sp. Pengujian aktivitas Azotobacter sp. dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh AIA dilakukan untuk pemilihan isolat terbaik Azotobacter sp. yang akan digunakan dalam pengujian pengaruh pemberian Azotobacter sp. terhadap perakaran jagung pada media Watanabe.
Isolat yang diuji
didapatkan dari beberapa daerah asal, yaitu diantaranya Nusa Tenggara Barat (NTB), Cimanggu (CM), Nusa Tenggara Timur (NTT), Cikabayan (CK), dan Gunung Putri (GP). Pengukuran kandungan AIA yang dihasilkan oleh isolat-isolat Azotobacter dilakukan menggunakan reagen Salkowski. Reagen Salkowski merupakan pereaksi yang digunakan untuk mendeteksi indol sehingga menghasilkan warna.
Konsentrasi AIA yang terbentuk ditandai dengan
perubahan warna pada larutan standar menjadi warna merah muda setelah pemberian reagen Salkowski (Gambar 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin pekat warnanya maka semakin tinggi produksi asam indol asetat (AIA) yang dihasilkan.
Gambar 3. Perubahan warna pada larutan standar yang menunjukkan .konsentrasi AIA yang dihasilkan
17
Pengujian produksi AIA ini dilakukan pada 26 isolat dengan perlakuan penambahan konsentrasi triptofan yang berbeda-beda, yaitu 0% (Abidin, 2005), 0.02 %, dan 0.05% karena diketahui triptofan merupakan suatu prekursor dalam pembentukan AIA. Asam Indol Asetat (AIA) adalah produk umum dari metabolisme L-triptofan oleh beberapa mikroba termasuk PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) (Frankerber, 1983). Pada Tabel 2 ditampilkan data peningkatan kandungan AIA akibat penambahan triptofan. Hasil pengukuran absorbansi menunjukan adanya variasi kemampuan Azotobacter dalam menghasilkan AIA.
Tabel 2. Produksi AIA dari Isolat Azotobacter selama 3 Hari Masa Inkubasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Isolat 1CM 1 NTT 3 NTT 7 NTB 10 NTB 23 GP 27 GP 19 CK 37 SP
Konsentrasi AIA (ppm) dengan perlakuan triptofan 0% 0.02% 0.05% 0.61 788 840 0.695 113 317 0.492 16 229 * 169 347 0.085 504 182 * 1140 534 0.525 717 808 * 765 75 0.068 286 1061
Keterangan: * : tidak terdeteksi
Isolat
Azotobacter
yang
memiliki
kemampuan
terbesar
dalam
menghasilkan AIA tanpa pemberian triptofan (Abidin, 2005) adalah 1 NTT, 1 CM dan 27 GP masing-masing sebesar 0.695 ppm, 0.61 ppm dan 0.525 ppm; sedangkan yang terkecil adalah 37 SP sebesar 0.068 ppm. Isolat Azotobacter yang memiliki kemampuan menghasilkan AIA pada pemberian triptofan 0.02% (0.2 mg/ml (200 ppm)) yang terbesar adalah 23 GP yaitu 1140 ppm (1.140 g/L), sedangkan yang terkecil adalah 3 NTT yaitu 16 ppm (0.016 g/L). Isolat Azotobacter yang memiliki kemampuan menghasilkan AIA terbesar dengan pemberian triptofan sebesar 0.05% (0.5 mg/ml (500 ppm)) berturut-turut
18
adalah 37 SP sebesar 1061 ppm (1.061 g/L), dan 1 CM sebesar 840 ppm (0.84 g/L) dan yang terkecil adalah 19 CK sebesar 75 ppm (0.075 g/L). Dari isolat-isolat yang diuji tersebut, pada perlakuan tanpa penambahan triptofan, terdapat beberapa isolat yang tidak menghasilkan AIA (Tabel 2). Ada dua kemungkinan yang menyebabkan tidak terdeteksinya produksi AIA pada kultur isolat, yaitu: isolat-isolat tersebut memang tidak menghasilkan AIA dan isolat-isolat tersebut hanya menghasilkan sedikit AIA sehingga konsentrasinya tidak terdeteksi dengan metode ini. Hasil pengamatan pada Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan nyata dengan penambahan triptofan yang ditunjukkan oleh 6 isolat, diantaranya adalah isolat 1 CM dan 7 NTB. Konsentrasi AIA yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya penambahan konsentrasi triptofan, akan tetapi dari hasil tersebut juga terdapat 3 isolat lainnya yang tidak berbanding lurus, dengan kata lain ternyata pemberian triptofan tidak selalu meningkatkan konsentrasi AIA yang dihasilkan. Contohnya pada isolat 10 NTB, 23 GP, dan 19 CK (Gambar 4). Hal tersebut diduga karena beberapa hal, yaitu: biosintesis triptofan menjadi AIA tidak terjadi atau AIA yang dihasilkan pada penambahan triptofan 0.05% memang lebih kecil dibanding dengan penambahan triptofan 0.02 % walaupun sebenarnya biosintesis AIA oleh mikroba dapat ditingkatkan dengan penambahan triptofan eksogenus sebagai prekursor (Arkhipchenko, 2004).
Konsentrasi AIA
Konsentrasi triptofan
Isolat Gambar 4. Grafik produksi AIA dari isolat Azotobacter selama 72 jam masa inkubasi
19
Meskipun masih terlihat adanya inkonsistensi kuantitas zat pengatur tumbuh yang diekskresikan, rizobakteri ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber zat pengatur tumbuh eksogen tanaman. Kemampuan ini penting untuk dieksplorasi karena memiliki peran sebagai zat pengatur tumbuh yang sangat penting bagi perkecambahan dan perkembangan akar di awal pertumbuhan tanaman. Penambahan triptofan dapat meningkatkan produksi AIA karena diketahui triptofan merupakan prekursor bagi jalur AIA. Menurut Ahmad et al. (2004), isolat Azotobacter tanpa penambahan triptofan dapat memproduksi AIA sebesar 0.00268 - 0.0108 ppm (2.68 - 10.8 mg/mL), sedangkan isolat Azotobacter yang ditambah dengan triptofan dengan konsentrasi 1-5 ppm (0.001 - 0.005 mg/ml (0.0001 - 0.0005%))
dapat memproduksi AIA mencapai 0.0328 ppm (32.8
mg/mL), atau tiga kali lebih besar daripada produksi AIA tanpa penambahan triptofan. Produksi zat pengatur tumbuh AIA oleh bakteri tidak berfungsi sebagai hormon bagi sel bakteri itu sendiri, namun lebih mengarah kepada perkembangan hubungan interaksi antara bakteri dengan tanaman. Tanaman menggunakan zat pengatur tumbuh AIA untuk mendukung proses pertumbuhan, sedangkan bakteri memanfaatkan senyawa metabolit hasil fiksasi karbon yang dilakukan tanaman. Produk metabolit tersebut dilepaskan ke rizosfer sebagai eksudat, lisat, dan getah (Patten and Glick, 2002).
4.1.2 Pengujian Produksi Enzim Fosfatase oleh Azotobacter sp. Selain pengujian dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh, pemilihan untuk
isolat
terpilih
juga
dilakukan
melalui
kemampuan
Azotobacter
menghasilkan enzim fosfatase, karena berhubungan dengan kemampuan Azotobacter dalam melarutkan fosfat. Dari hasil penapisan kemampuan 26 isolat dalam melarutkan P pada media Pikovskaya padat, diketahui ada 15 isolat Azotobacter yang menghasilkan zona bening di sekeliling koloni. Zona bening ini mengindikasikan kemampuan isolat Azotobacter tersebut melarutkan P pada media tersebut.
20
Fosfatase di dalam zona rizosfer berperan penting membantu akar menyerap hara, terutama unsur fosfor ke dalam jaringan tanaman.
Produksi
fosfatase di dalam rizosfer dapat berasal dari akar-akar tanaman, jamur tanah pada umumnya, jenis-jenis jamur mikoriza ekto dan endo atau dari bakteri, yang distimulasi oleh adanya bahan-bahan organik dan senyawa fosfat organik (Tarafdar dan Marschner, 1994). Enzim fosfatase dari isolat-isolat yang menghasilkan zona bening selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometer. Pada Tabel 3 terlihat isolatisolat Azotobacter yang paling tinggi menghasilkan enzim fosfatase, yaitu 7 NTB yaitu sebesar 95.2 ppm, kemudian berturut-turut diikuti 18 CK sebesar 78.8 ppm, 19 CK sebesar 66 ppm dan 1 CM sebesar 52.2 ppm sedangkan yang terkecil adalah 24 GP yaitu 1 ppm.
Tabel 3. Produksi Enzim Fosfatase Beberapa Isolat Azotobacter sp. 72 Jam setelah Inokulasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Isolat 1 CM 1 NTT 3 NTT 6 NTB 7 NTB 23 GP 24 GP 26 GP 32 CT 33 CT 35 CT 36 CT 18 CK 19 CK 37 SP
Konsentrasi Fosfatase (ppm) 52.2 24 40 17 95.2 15.8 1 26.8 19.2 34.8 49 18.8 78.8 66 26.4
Keterangan: Konsentrasi enzim fosfatase diperoleh dengan mensubstitusikan absorbansi ke dalam persamaan standar Y = 0.005X + 0.027 (R2= 0.971)
21
4.1.3 Pengujian Produksi Nitrogenase oleh Azotobacter sp. dengan Metode Acetylene Reduction Assay (ARA) (Abidin, 2005) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi nitrogenase (Lampiran 4) yang dihasilkan oleh Azotobacter.
4.1.4 Pemilihan Tiga Isolat Terbaik untuk Pengujian Perakaran Jagung Isolat yang dipilih untuk pengujian perakaran jagung didasarkan pada penilaian dari kemampuan isolat-isolat Azotobacter dalam menghasilkan nitrogenase (Abidin, 2005), zat pengatur tumbuh AIA dan enzim fosfatase (Tabel 4). Tabel 4. Kemampuan Produksi Nitrogenase, AIA, dan Enzim Fosfatase dari Tiga Isolat Azotobacter sp. yang Terpilih No.
Kode Isolat
1 2 3
1 CM 7 NTB 19 CK
Konsentrasi AIA (ppm) Tanpa Dengan Triptofan Triptofan 0.02% 0.61 788 * 169 * 765
Enzim Fosfatase (ppm) 52.2 95.2 66
Enzim Nitrogenase (nmol C2H2/jam) 709.26 769.3 413.4
Tabel 4 menunjukkan kemampuan dari masing-masing isolat berbeda satu sama lain karena memiliki kelebihan dan kekurangan. Isolat 1 CM dipilih karena memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan AIA dan nitrogenase. Isolat 7 NTB dipilih karena memiliki kemampuan menghasilkan AIA dan nitrogenase yang tinggi.
Isolat 19 CK dipilih karena memiliki kemampuan
menghasilkan AIA dan fosfatase memiliki nilai yang cukup tinggi.
4.2
Pengujian Kemampuan Tiga Isolat Terpilih Azotobacter sp. dalam Menghasilkan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin dan Giberelin Setelah didapatkan tiga isolat terpilih (1 CM, 7 NTB, dan 19 CK), isolat-
isolat tersebut diuji kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh lain seperti sitokinin dan giberelin, karena Azotobacter juga menghasilkan zat pengatur tumbuh tersebut. Diketahui Azotobacter merupakan bakteri fiksasi N2
22
yang mampu menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh sitokinin dan giberelin (Alexander, 1977). Taller dan Wong (1989), membuktikan adanya sitokinin dari jenis zeatin ribosida (ZR), Zeatin (Z), isopenteniladenosin (2iPR), isopenteniladenin (2iP), metiltiozeatin (MSZ) dan metiltioisopentenil-adenin (MS2iP) yang diekskresikan oleh A. vinelandii. Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang mendorong pembelahan (sitokinesis).
Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami (misal:
kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin secara mandiri tidak mempunyai efek.
Akan tetapi, apabila sitokinin itu
ditambahkan bersama-sama dengan AIA, maka sel itu dapat membelah (Dewi, 2008). Kemampuan giberelin dalam meningkatkan pertumbuhan pada tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh AIA apabila diberikan secara tunggal (Dewi, 2008).
Tabel 5. Kemampuan Azotobacter sp. dalam Menghasilkan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin dan Giberelin No. 1 2 3
Isolat 1 CM 7 NTB 19 CK
ZPT (ppm) Sitokinin Giberelin 104.56 152.64 97.95 173.93 90.85 103.08
Pada Tabel 5 dapat diamati bahwa isolat yang menghasilkan zat pengatur tumbuh sitokinin paling besar adalah 1 CM, yaitu 104.56 ppm sedangkan yang terkecil adalah 19 CK yaitu 90.85 ppm. Isolat yang menghasilkan zat pengatur tumbuh giberelin terbesar adalah 7 NTB yaitu 173.93 ppm sedangkan yang terkecil adalah 19 CK sebesar 103.08 ppm.
4.3
Pengaruh Inokulasi Tiga Isolat Terpilih Azotobacter terhadap Berat Kering Akar Jagung Setelah dilakukan pemilihan isolat terbaik, isolat tersebut kemudian
diinokulasikan pada benih jagung yang ditanam pada media Watanabe selama 14
23
hari untuk diketahuinya pengaruhnya dalam perkembangan akar.
Kolonisasi
bakteri pada akar merupakan kemampuan bakteri dalam menginfeksi perakaran tanaman sehingga perakaran tumbuh menjadi lebih baik. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perakaran dan menghitung total berat kering akar. Hasil uji Duncan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada berat kering akar jagung antara isolat 1 CM, 7 NTB, 19 CK dan kontrol (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh inokulasi Azotobacter terhadap Berat Kering Akar (BKA) Jagung Isolat
Berat Kering Akar (mg) pada Level KNO3 75% 50% 25% 0% 30.30 i 22.90 l 17.80 mn 17.40 n
Kontrol
100% 30.90 hi
1 CM
48.05 b
41.90 c
32.30 gh
30.10 i
57.05 a
7 NTB
37.15 e
35.00 f
28.10 j
22.45 l
39.30 d
19 CK
34.50 f
33.50 fg
25.30 k
19.50 m
35.50 ef
Keterangan: Angka pada kolom dan baris yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%
Pada level KNO3 0%, 25%, 50%, 75%,dan 100% dengan pemberian inokulan Azotobacter, baik isolat 1 CM, 7 NTB maupun 19 CK, ketiganya terbukti memperbaiki perakaran jagung karena menghasilkan berat kering akar yang lebih besar dibandingkan kontrol (Tabel 6). Berat kering akar yang dihasilkan pada level KNO3 0% (tanpa pemberian KNO3) memiliki nilai yang paling besar jika dibandingkan dengan perlakuan KNO3 pada level 100%, 75%, 50%, dan 25% baik pada isolat 1 CM, 7 NTB dan 19 CK yaitu berturut-turut sebesar 57.05 mg, 39.30 mg, 35.50 mg, sedangkan pada perlakuan tanpa inokulan (kontrol) berat kering akar jagung hanya sebesar 17.40 mg (Tabel 6). Begitu juga dengan perlakuan KNO3 pada level 25%, 50%, 75%, dan 100%. Hal tersebut diduga oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: 1. Isolat Azotobacter memiliki kemampuan menambat N yang cukup tinggi sehingga mampu memenuhi hara N walaupun tidak ada hara N anorganik
24
yang diberikan, ini dibuktikan dari hasil pengujian yang menunjukkan bahwa isolat 1 CM, 7 NTB dan 19 CK masing-masing memproduksi nitrogenase sebesar 709.26 nmol C2H2 / jam, 769.3 nmol C2H2 / jam, dan 413.4 nmol C2H2 / jam (Abidin, 2005). 2. Adanya zat pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh Azotobacter sehingga membantu pertumbuhan perakaran. Efek Azotobacter dalam meningkatkan biomassa akar disebabkan oleh produksi AIA di daerah perakaran. Hal ini didukung bukti bahwa eksudat akar mengandung triptofan atau senyawa serupa yang dapat digunakan oleh mikroba tanah untuk memproduksi asam indol asetat (Dewan dan Subba Rao, 1979). Azotobacter sp. dan berbagai mikroba tanah lainnya hanya mampu menghasilkan AIA dalam konsentrasi yang sangat kecil (Subba Rao, 1994). Akan tetapi, penambahan sejumlah isolat bakteri ini ke dalam rizosfer tanaman dapat memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan tanaman. menerangkan
bahwa
kemampuan
Abbass dan Okon (1993) juga A.
paspali
dalam
meningkatkan
pertumbuhan tanaman berhubungan dengan kapasitasnya dalam mensintesis faktor tumbuh. Zat pengatur tumbuh sitokinin dan giberelin yang dihasilkan juga turut membantu pertumbuhan perakaran walaupun pengaruhnya lebih kecil dibandingkan dengan AIA. Hindersah
dan
Simarmata
(2004)
mengemukakan
bahwa
penginokulasian isolat Azotobacter ke dalam media tumbuh tomat dapat memperbaiki perkembangan tajuk, akar, dan tinggi tanaman. 3.
Adanya pengaruh nitrat terhadap konsentrasi asam indol asetat (AIA). Diduga konsentrasi nitrat berpengaruh terhadap kandungan asam indol asetat dan sitokinin seperti penelitian yang dilakukan oleh Zhao et al. (2007) yang menyimpulkan bahwa penghambatan perpanjangan akar dalam jagung oleh kandungan nitrat eksternal yang tinggi diduga karena adanya pengurangan enzim nitrat oksida (NO) sintase endogen. Ada bukti yang menunjukkan bahwa AIA berhubungan dengan nitrat tergantung pada pertumbuhan dan perkembangan akar pada jagung (Gouvea et al., 1997). Sebuah studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa pertumbuhan akar primer, seminalis dan akar koronal jagung berkurang secara signifikan
25
dengan peningkatan konsentrasi nitrat eksternal hingga 5 mM (Tian et al., 2007). Akan tetapi, pada hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 6, pada level hara 100% hingga 25% baik pada isolat 1 CM, 7 NTB dan 19 CK menunjukan hasil yang sama yaitu menurun sesuai dengan penurunan level hara, sehingga dalam penelitian ini, kesimpulan yang diberikan oleh Zhao et al. (2007) bahwa semakin tinggi konsentrasi nitrat maka akan menghambat pertumbuhan akar belum dapat dijelaskan. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Razie dan Anas, (2005) produksi AIA yang dihasilkan Azotobacter pada media yang dipupuk urea (18.28 - 35.54 ppm AIA) relatif lebih rendah dibanding yang dihasilkan pada media yang tidak dipupuk urea (33.89 - 42.01 ppm AIA). 4. Adanya
interaksi
dari
masing-masing
mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan.
zat
pengatur
tumbuh
yang
Misalnya antara sitokinin dengan
AIA. Sitokinin secara mandiri tidak mempunyai efek. Akan tetapi, apabila sitokinin itu ditambahkan bersama-sama dengan AIA, maka sel itu dapat membelah. Begitu juga dengan giberelin dan AIA. Giberelin akan memacu pembentukan enzim yang melunakkan dinding sel terutama enzim proteolitik yang akan melepaskan amino triptofan (prekursor/pembentuk AIA) sehingga kadar AIA meningkat (Dewi, 2008). ZPT (zat pengatur tumbuh) tidak bekerja sendiri dalam menimbulkan suatu respon, melainkan karena adanya interaksi dari beberapa senyawa. Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, respon tumbuhan terhadap ZPT, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT.
Pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari
beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Dewi, 2008). Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian inokulan 1 CM dengan perlakuan KNO3 pada level 0% dapat mengefisiensikan pemberian KNO3 pada level 100%, 75%, 50% dan 25% berturut-turut sebesar 18.73%, 36.15%, 76.62%, 89.53%. Pemberian inokulan 7 NTB dapat mengefisiensikan pemberian KNO 3 pada level 100%, 75%, 50% dan 25% yaitu berturut-turut sebesar 5.78%, 12.28%, 39.85%,
26
dan 75.05%.
Pemberian inokulan 19 CK dapat mengefisiensikan pemberian
KNO3 pada level 100%, 75%, 50%, dan 25%, yaitu berturut-turut sebesar 2.89%, 5.97%, 32.40%, 82.05%. Sehingga inokulan Azotobacter yang paling baik dalam memperbaiki perakaran jagung adalah 1 CM. Hal ini kemungkinan disebabkan karena nitrogenase, zat pengatur tumbuh AIA, sitokinin dan giberelin yang dihasilkan oleh isolat 1 CM cukup besar, yaitu masing-masing sebesar 709.26 nmol C2H2 / jam, 788 ppm, 104.56 ppm, dan 152.64 ppm. Tabel 7. Efisiensi Pemberian Inokulan pada Level KNO3 0% Kode Isolat 1 CM
Perbandingan Efisiensi Pemberian Inokulan pada Level KNO3 0% dengan Level KNO3 100% 75% 50% 25% 18.73%* 36.15% 76.62% 89.53%
7 NTB
5.78%
12.28%
39.85%
75.05%
19 CK
2.89%
5.97%
32.40%
82.05%
Keterangan: *)
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada level hara tanpa diberi KNO 3 tetapi diinokulasi dengan Azotobacter 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK terjadi peningkatan massa akar sebesar 2.28%, 1.26%, dan 1.04% dibandingkan dengan kontrol (tanpa diberi KNO3, tanpa inokulasi), begitu juga dengan pemberian KNO3 sebesar 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Pada level KNO3 25% tetapi diinokulasi dengan
Azotobacter 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK terjadi peningkatan massa akar sebesar 0.69%, 0.26%, dan 0.09% dibandingkan dengan kontrol (tanpa diberi KNO3, tanpa inokulasi). Pada level KNO3 50% tetapi diinokulasi dengan Azotobacter 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK terjadi peningkatan massa akar sebesar 0.41%, 0.22%, dan 0.10% dibandingkan dengan kontrol (tanpa diberi KNO3, tanpa inokulasi). Pada level KNO3 75% tetapi diinokulasi dengan Azotobacter 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK terjadi peningkatan massa akar sebesar 0.38%, 0.15%, dan 0.10% dibandingkan dengan kontrol (tanpa diberi KNO 3, tanpa inokulasi). Pada level KNO3 100% tetapi diinokulasi dengan Azotobacter 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK
27
terjadi peningkatan massa akar sebesar 2.55%, 0.20%, dan 0.12% dibandingkan dengan kontrol (tanpa diberi KNO3, tanpa inokulasi). Tabel 8. Peningkatan Akar dengan Pemberian Azotobacter Dibandingkan dengan Kontrol pada Beberapa Level KNO3 Isolat
Peningkatan Berat Kering Akar (mg) pada Level KNO 3 100%
75%
50%
25%
0%
1 CM
2.55%*
0.38%
0.41%
0.69%
2.28%
7 NTB
0.20%
0.15%
0.22%
0.26%
1.26%
19 CK
0.12%
0.10%
0.10%
0.09%
1.04%
Keterangan: *)
`Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa perakaran pada level KNO3 0% dengan pemberian inokulan Azotobacter 1 CM memiliki massa akar yang lebih besar dibandingkan dengan level KNO3 75%, 50% dan 25% karena memiliki akar rambut yang lebih banyak.
100%
75%
50%
25%
0%
Gambar 5. Perbandingan perakaran dengan pemberian inokulan 1 CM pada beberapa level KNO3 dalam media Watanabe Pertumbuhan akar yang ditunjukkan pada level KNO3 0% lebih baik (Gambar 5) karena adanya kemampuan yang dimiliki oleh Azotobacter 1 CM
28
dalam menambat N dan menghasilkan zat pengatur tumbuh (AIA, sitokinin dan giberelin). Frankerber (1983) mengemukakan bahwa efek AIA pada bibit tanaman tergantung pada konsentrasi, yaitu konsentrasi rendah dapat merangsang pertumbuhan sedangkan konsentrasi tinggi dapat menjadi penghambat. Begitu juga dengan sitokinin dan giberelin.
Konsentrasi sitokinin yang tinggi dapat
menghambat perkembangan akar, diduga sitokinin selalu memiliki efek penghambatan pada pertumbuhan akar. Ini telah dilaporkan dalam literatur yang mendukung bahwa sitokinin menghambat pembentukan akar, salah satunya menunjukan bahwa potongan dari spesies dengan tingkat sitokinin endogen tinggi lebih sulit untuk menjadi akar daripada mereka yang rendah tingkat sitokininnya (Okoro and Grace, 1978). Aplikasi giberelin eksogen (pemberian dari luar) telah terbukti dapat menghambat pembentukan akar dengan meningkatnya konsentrasi giberelin. Ada juga laporan, walaupun dengan jumlah yang lebih rendah, giberelin mampu meningkatkan pembentukan akar (Hartmann et al., 1990). Walaupun sitokinin dan giberelin diduga dapat menghambat pertumbuhan dalam konsentrasi tinggi, akan tetapi pada uji perakaran jagung ini pertumbuhan akar yang dihasilkan menjadi baik karena kemungkinan isolat 1 CM dan 7 NTB menghasilkan zat pengatur tumbuh sitokinin dan giberelin yang konsentrasinya optimal bagi pertumbuhan perakaran jagung tersebut sehingga pertumbuhan akar dan massa akar yang dihasilkan pun menjadi lebih baik. Sitokinin berperan dalam pembelahan sel dan giberelin berperan dalam pertumbuhan akar serta pembungaan. Pada Gambar 6, pemberian inokulan 7 NTB mempengaruhi pertumbuhan akar dengan baik, hal tersebut diduga karena adanya kemampuan menambat nitrogen dan kemampuan menghasilkan zat pengatur tumbuh, nitrogenase yang dihasilkan oleh isolat 7 NTB yaitu sebesar 769.3 nmol C2H2/jam konsentrasi AIA yang dihasilkan sebesar 169 ppm, zat pengatur tumbuh sitokinin yang dihasilkan sebesar 97.95 ppm, dan giberelin yang dihasilkan sebesar 173.93 ppm.
29
75%
50%
25%
0%
Gambar 6. Perbandingan perakaran dengan pemberian inokulan 7 NTB pada beberapa level KNO3 dalam media Watanabe Walaupun konsentrasi AIA yang dihasilkan rendah, seperti isolat 7 NTB, hal tersebut tidak dapat dijadikan patokan karena dalam konsentrasi yang rendah, AIA dapat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman. Selain itu kerja suatu zat pengatur tumbuh juga ditentukan oleh interaksi antara masing-masing zat pengatur tumbuh tersebut maupun dengan kandungan nitrat yang diberikan, sehingga perlu diketahui berapa konsentrasi KNO3 yang tepat untuk suatu tanaman. Begitu juga dengan isolat 19 CK, pada level KNO3 0% massa akar yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan level KNO3 sebesar 75%, 50% dan 25% (Tabel 6).
1 CM
7 NTB
Gambar 7. Perbandingan perakaran dengan pemberian inokulan 1 CM dan 7 NTB pada level KNO3 0% dalam media Watanabe Pada Gambar 7 dapat diamati adanya perbedaan massa akar jagung yang diinokulasi dengan isolat 1 CM dan 7 NTB.
Pemberian inokulan 1 CM
30
memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan inokulan 7 NTB dilihat dari jumlah akar dan massa akar yang dihasilkan.
Hal tersebut
kemungkinan dapat disebabkan oleh konsentrasi AIA yang dimiliki oleh 1 CM lebih besar senilai 788 ppm, sedangkan 7 NTB hanya senilai 169 ppm, walaupun nitrogenase yang dihasilkan oleh 7 NTB lebih besar yaitu 769.3 nmol C2H2/jam, sedangkan 1 CM sebesar 709.26 nmol C2H2/jam. Selain itu zat pengatur tumbuh sitokinin yang dihasilkan oleh isolat 1 CM juga memiliki nilai yang lebih besar dari isolat 7 NTB, yaitu 104.56 ppm, sedangkan 7 NTB hanya sebesar 97.95 ppm. Zat pengatur tumbuh giberelin yang dihasilkan oleh isolat 7 NTB memang lebih besar yaitu 173.93 ppm dibanding isolat 1 CM sebesar 152.64 ppm, akan tetapi menurut Dewi (2008), giberelin menstimulasi pertumbuhan pada daun maupun pada batang dan efeknya dalam pertumbuhan akar sangat sedikit.
Tanpa Inokulan
+Inokulan 7 NTB
Gambar 8. Perbandingan perakaran tanpa pemberian inokulan dan dengan inokulan pada level KNO3 75% dalam media Watanabe Perakaran yang diberi inokulan memiliki akar primer yang lebih banyak jika dibandingkan dengan yang tanpa pemberian inokulan (Gambar 8). Massa akar yang diinokulasi Azotobacter lebih tinggi dibandingkan dengan massa akar yang tidak diinokulasi (Tabel 6). Hal tersebut menunjukan bahwa bakteri Azotobacter mempengaruhi pertumbuhan akar karena adanya kemampuan menambat N dan menghasilkan zat pengatur tumbuh. Dilihat dari hasil tersebut kedua potensi itu (menambat N dan menghasilkan zat pengatur tumbuh) memiliki peran besar dalam memperbaiki perakaran jagung. Dalam hal penambatan N 2 Azotobacter mampu mengefisiensikan kebutuhan N, sedangkan dalam hal memproduksi zat
31
pengatur tumbuh Azotobacter dapat membantu memperbaiki perakaran karena meningkatkan massa akar. Dari hasil penelitian, zat pengatur tumbuh yang kemungkinan memiliki peran paling besar dalam memperbaiki perakaran adalah asam indol asetat (AIA), walaupun sitokinin dan giberelin juga membantu pertumbuhan perakaran. Hartmann and Kester (1975) mengemukakan bahwa dari semua jenis zat pengatur tumbuh yang sangat efektif mengatur pertumbuhan akar adalah golongan AIA. Banyak bukti menyatakan bahwa AIA sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan batang, formasi akar, menghambat pertumbuhan cabang lateral, absisi pada daun dan buah, serta mengaktifkan kerja lapisan kambium dan lainnya.
32
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitan ini didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Diperoleh tiga isolat Azotobacter terpilih yaitu 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK yang diuji untuk mengetahui pengaruhnya terhadap perakaran jagung pada beberapa tingkat pemberian KNO3 dalam media Watanabe. 2. Dari ketiga isolat terpilih tersebut, isolat Azotobacter terbaik dalam menghasilkan asam indol asetat (AIA) adalah 1 CM yaitu dengan nilai 0.61 ppm. Isolat terbaik dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh sitokinin adalah 1 CM sebesar 104.56 ppm dan giberelin adalah 7 NTB sebesar 173.93 ppm. Isolat Azotobacter terbaik dalam menghasilkan fosfatase adalah 7 NTB sebesar 92.5 ppm. 3. Pemberian inokulan Azotobacter sp. secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan akar yang diukur dari berat kering akar. Pemberian inokulan Azotobacter sp. pada level KNO3 0% mampu mengefisiensikan kebutuhan hara N. Pemberian inokulan 1 CM dapat mengefisiensikan kebutuhan hara N 100% sebesar 18.73%, sedangkan inokulan 7 NTB sebesar 5.78%, dan 19 CK sebesar 2.89%. 4. Pada level hara tanpa diberi KNO3 tetapi diinokulasi dengan Azotobacter 1 CM, 7 NTB, dan 19 CK terjadi peningkatan berat kering akar sebesar 2.28%, 0.55%, dan 0.51% dibandingkan dengan kontrol (tanpa diberi KNO3, tanpa inokulasi). 5. Baik kemampuan menambat N maupun menghasilkan zat pengatur tumbuh, keduanya berperan dalam memperbaiki pertumbuhan perakaran jagung. Zat pengatur tumbuh yang paling berperan dalam memperbaiki perakaran adalah asam indol asetat (AIA).
33
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh pemberian hara N dalam bentuk nitrat dan ammonium serta hara P dalam bentuk fosfat terhadap zat pengatur tumbuh AIA, sitokinin atau giberelin serta penelitian lanjutan untuk mengkaji pengaruh pemberian inokulan Azotobacter terhadap pupuk anorganik terutama N dan P dalam skala rumah kaca.
pengurangan
34
VI. DAFTAR PUSTAKA Abbass, Z. and Okon. 1993. Plant growth promotion by Azotobacter paspali in the rhizosphere. Soil Biol Biochem. 8:1075-1083. Abidin, S. 2005. Isolasi dan Penapisan Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil Asam Indol Asetat (Azotobacter sp.). Laporan Praktek Lapang. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Abidin, Z. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Penerbit Angkasa. Bandung. Ahmad, F., I. Ahmad, and M.S. Khan. 2004. Indole acetic acid production by the indigenous isolates of Azotobacter and fluorescent pseudomonas in the presence and absence of triptofan. Turk J Biol. 29: 29-34. Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Mycrobiology. 2nd Ed. John Wiley and Sons. New York. Arkhipchenko, I.A., A.I. Shaposhnikov and L.V. Kravcheno. 2006. Triptophan Concentration of Animal Waste and Organic Fertilizers. Elsevier. Praha. Banik, S. and B.K. Dey. 1982. Available phosphate content of an alluvial soil as influenced by inoculation of some isolated phosphate-solubilizing microorganisms. Plant and Soil. 69: 353-364. Cano, R. J. and J.S. Colome. 1986. Microbiology. West Publishing Company. New York. Dewan G.I. and N..S. Subba Rao. 1979. Seed inoculation with Azospirillum brasilense and Azotobacter chroococcum and the root biomass of rice (Oryza sativa L.). Plant and Soil. 53: 295-302. Dewi, I.R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung. Frankenberger, WT Jr. and W. Brunner. 1983. Methods of detection of auxinindole acetic acid in soil by high performance liquid chromatography. Soil Soc Amer J. 47: 237-241. George, E.F, D.J.M. Puttock, and H.S. George. 1987. Plant Culture Media Vol.1 Formula and Uses. Exegetics Ltd. England. Gordon, S.A. and K.J. Weber. 1951. Colorimetric estimation of indole acetic acid. Plant Phisiol. 26:192-195.
35
Gouvea, C., J.F. Souza, C. Magalhaes, and I.S. Martins. 1997. NO - releasing substances that induce growth elongation in maize root segments. Plant Growth Regulation. 21:183–187. Gyaneshwar.P., G.N. Kumar, L.J. Parekh and P.S. Poole. 2002. Role of soil microorganism in improving P nutrition of plants. Plant soil. 245: 83-93. Hanafiah, K.A, I. Anas, A. Napoleon, dan N. Ghoffar. 2005. Biologi Tanah: Ekologi & Makrobiologi Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Harjadi, S.S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh: Pengenalan dan Petunjuk Penggunaan pada Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. Hartmann, H.T., D.E. Kester and F.T. Davies. 1990. Plant Propagation:Principles and Practices. 5th ed. Prentice-Hall International Inc. London. Hartman, H.T. and D.E. Kester. 1975. Plant Propagation. Prentice Hall International Inc. London. Hindersah R. dan T. Simarmata. 2004. Potensi rizobakteri Azotobacter dalam meningkatkan kesehatan tanah. J. Nature Indonesia. 5: 127 – 133. Holt, J.G., N.R Krieg, P.H.A Sneath, J.T Staley, and S.T Williams. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelpia. Kloepper, J.W. 1983. Effect of seed piece inoculation with plant growth promoting rhizobacteria on populations of Erwinia carotovora on potato roots and daughter tubers. Phytopathology. 73: 217-219. Kumar, V. and Narula. 1999. Solubilization of inorganic phosphate and growth emergence of wheat as affected by Azotobacterchroococcum mutants. Biol Fertil Soil. 28: 301-307. Lal, L. 2002. Phosphate biofertilizers. Agrotech. Publ. Academy. Udaipur. 224p. Okoro, O.O. and J. Grace. 1978 The phisiology of rooting Populus cutting. Phisologia Plantarum. 3: 167-170. Page, W.J. 1987. Iron dependent production of hydroxamate by sodium dependent Azotobacter chroococcum. Appl Environ Microbiol. 53: 1418-1424. Patten, C.L. and Glick. 2002. Role of Pseudomonas putida indole acetic acid in development of the host plant root system. Appl Environ Microbiol. 68: 3795-3801.
36
Razie, F. dan I. Anas. 2005. Potensi Azotobacter spp. (dari lahan pasang surut Kalimantan Selatan) dalam menghasilkan indole acetic acid (IAA). J. Tanah dan Lingkungan. 1:35-39. Razie, F. dan Syaifuddin. 2005. Potensi Azotobacter spp. dari persawahan lahan pasang surut Kalimantan Selatan:kemampuannya menambat nitrogen dan memasok N untuk pertumbuhan padi IR64. Agroscientiae. 12:106-133. Rivier,L. and A. Crozier. 1987. Principles and practice of plant hormones analyses. Biological Techniques Series. 401 p. Rukmana, H.R. 1997. Budidaya Baby Corn. Kanisius. Jakarta. Simanungkalit, R.D.M. 2001. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia. Buletin AgroBio. 4: 56-61. Subba Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi, Bombay. Calcuta. Suriawiria, U. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung. Sylvia, D.M., J.J. Fuhrmann, P.G. Hartel, and D.A. Zuberer. 2005. Principles and Applications of Soil Microbiology. 2nd Ed. Pearson Prentice Hall. New Jersey. Tabatabai. M.A. and J.M. Bremner. 1969. Use of p-nitrophenyl phosphate assay of soil phosphatase activity. Soil Biol Biochem. 1: 301-307. Taller, B.J. and T.Y. Wong. 1989. Cytokinins in Azotobacter vinelandii culture medium. Appl. Environ. Microbiol. 55: 266-267. Tarafdar, J.C. and H. Marschner. 1994. Phosphatase activity in the rhizosphere and hyphosphere of VA mycorhizal wheat supplied with inorganic and organic phosphorus. Soil Biol.Biochemistry. 3: 387-395. Tian QY, F.J. Chen, J.X. Liu, F.S. Zhang, and G.H. Mi. 2007. Inhibition of maize root growth by high nitrate supply is correlated to reduced IAA levels in roots. J. Plant Physiol. 3:497-503. Vancura, V. 1988. Microorganisms, Their Mutual Relation and Functions in the Rhizosphere. Elsevier. Praha. Waksman, S. A. 1952. Soil Microbiology. John Wiley & Sons, Inc. New York.
37
Zhao, D.Y, Q.Y. Tian, L.H. Li and W.H. Zhang. 2007. Nitric oxide is involved in nitrate-induced inhibition of root elongation in Zea mays. Annals Botany. 100: 497-503.
38
LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi media Ashby cair
1. Glukosa
10.0
g/ 1 L
2. KH2PO4
0.5
g/ 1 L
3. MgSO4. 7H2O
0.2
g/ 1 L
4. NaCl
0.2
g/ 1 L
5. CaSO4. 2H2O
0.2
g/ 1 L
6. CaCO3
5.0
g/ 1 L
7. Na2MoO4
0.002 g/ 1 L
8. Aquades
ditera hingga 1000 ml
9. pH
7.0
39
Lampiran 2. Komposisi media Pikovskaya cair
1. Glukosa
10.0
g/ 1 L
2. Ca3(PO4)2
5.0
g/ 1 L
3. MgSO4. 7H2O
0.1
g/ 1 L
4. NaCl
0.2
g/ 1 L
5.( NH4)2SO4
0.5
g/ 1 L
6. KCl
0.2
g/ 1 L
7. Yeast Extract
0.5
g/ 1 L
8. MnSO4
Sedikit
9. FeSO4. 7H2O
Sedikit
10. Aquades
ditera hingga 1000 ml
11. pH
7.0
40
Lampiran 3. Komposisi media Watanabe Media Watanabe: - Makro Watanabe - Mikro MS - Vitamin - Phytagel 1 g/ 1 L Makro Watanabe: 1. KNO3
3800
mg/ 1 L
2. CaCl2. 2H2O
440
mg/ 1 L
3. MgSO4. 7H2O
370
mg/ 1 L
4. KH2PO4
170
mg/ 1 L
22.3
mg/ 1 L
2. H3BO3
6.2
mg/ 1 L
3. KI
0.83 mg/ 1 L
4. ZnSO4. 7 H2O
8.6
5. CaCl2. 6 H2O
0.025 mg/ 1 L
6. Na2MoO4. 7 H2O
0.25 mg/ 1 L
Mikro MS: 1. MnSO4. 4 H2O
mg/ 1 L
7. FeSO4. 7 H2O
27.8
mg/ 1 L
8. Na2.EDTA.2 H2O
37.5
mg/ 1 L
9. CuSO4. 5 H2O
0.025 mg/ 1 L
Vitamin: - Inositol
100
mg/ 1 L
- Thiamine
400
mg/ 1 L
41
Lampiran 4. Komposisi buffer untuk pengukuran produksi enzim fosfatase Modified Universal Buffer (MUB) (5x) Tris (Hydroxyl Methyl) amino methane
12.10 gr
Maleic Acid
11.60 gr
Citric Acid
14.00 gr
Boric Acid
6.02 gr
NaOH (1 N)
488
ml
Aquades
ditera hingga 1000 ml
pH
5.5
0.115 M p-nitrophenol phosphate: Sebanyak 4.268 gr p-nitrophenol phosphate ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 1 ml MUB 1x.
42
Tabel Lampiran 1. Larutan Standar AIA (+ triptofan 0.02%) Konsentrasi Standar AIA (ppm) 0 5 10 20 80 100
Abs 0 0.008 0.02 0.036 0.097 0.109
Gambar Lampiran 1. Larutan standar AIA (+ triptofan 0.02%)
43
Tabel Lampiran 2. Larutan Standar AIA (+ triptofan 0.05%) Konsentrasi Standar AIA (ppm)
Abs
0 5 10 20 40 80 100
0 0.003 0.01 0.023 0.047 0.12 0.192
Gambar Lampiran 2. Larutan standar AIA (+ triptofan 0.05%)
Abs y = 0.0017x R² = 0.9567
0.25 0.2
Abs
0.15 Abs
0.1
Linear (Abs) 0.05 0 0
50
100
Konsentrasi AIA (ppm)
150
44
Tabel Lampiran 3. Larutan Standar Fosfatase Konsentrasi Standar fosfatase (ppm) 0 50 100
Abs 0 0.364 0.561
Gambar Lampiran 3. Larutan standar fosfatase
y = 0.0056x + 0.0278 R² = 0.9713
0.7 0.6
Absorbans
0.5 0.4 0.3
Abs
0.2
Linear (Abs)
0.1 0 0
50
100
Konsentrasi Fosfatase (ppm)
150
45
Tabel Lampiran 4. Hasil Seleksi Azotobacter sp. Berdasarkan Kemampuannya Mereduksi Asetilen (ARA) (Abidin, 2005) No.
Kode isolat
Luas Area Kurva GC (mm/jam)
[C2H2] ARA (nmol C2H2/jam)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pembanding 1NTT 3NTT 4NTT 6NTB 7NTB 10NTB 12NTB 16CK
4013.73 4447.55 4910.24 5132.69 4223.92 11211.6 3176.67 3456.25 4326.64
709.26 712.88 716.74 718.6 711.02 769.3 702.28 422.63 426.98
10 11
18CK 19CK
11261.65 1612.26
461.67 413.4
12 13
20CK 21GP
* *
* *
14 15
22GP 23GP
4143.69 *
426.07 *
16 17 18 19 20 21
24GP 25GP 26GP 27GP 28BG 29SP
12324.15 * 5416.2 8988.84 8544.65 *
466.99 * 433.33 450.3 448.08 *
22 23 24 25 26 27
30CT 31CT 32CT 33CT 34CT 35CT
* 7387.34 * 5224.23 * 3928.32
* 442.29 * 431.47 * 424.99
28 36CT 2432.89 417.51 29 37SP 253.57 406.61 Keterangan: Konsentrasi C2H2 ARA ditentukan dengan mensubstitusikan luas kurva GC (mm/jam) dalam persamaan standar y = 119.9x – 81027 * : tidak terdeteksi
46
Tabel Lampiran 5. Pengukuran Standar Etilen Metode Acetylene Reduction Assay (ARA) (Abidin, 2005) [Standar etilen] (nmol) Blanko 5000 10000 15000
Luas Area (mm) 0.000 392634 1127372 1754091
Gambar Lampiran 5. Kurva standar etilen (Abidin, 2005)
47
Tabel Lampiran 6. Sampel Rizosfer Sumber Isolat Azotobacter sp. Kode sampel 1 CM 1 NTT 3 NTT 4 NTT 6 NTB 7 NTB
Sumber sampel Tanah Cimanggu Tanah rizosfer pohon mahoni 1 Tanah rizosfer pohon mahoni 2 Pasir sungai pinti Tanah rizosfer di bawah pohon durian Tong Medaye Tanah rizosfer tanaman kedelai
10 NTB
Tanah rizosfer tanaman kangkung aini
16 CK 18 CK 19 CK 20 CK 21 GP 22 GP 23 GP 24 GP 25 GP 26 GP 27 GP 28 BG 29 SP 31 CT
Tanah rizosfer di bawah pohon Sengon Tanah rizosfer tanaman kedelai Tanah rizosfer di bawah pohon turi Tanah rizosfer tanaman jagung Tanah rizosfer tanaman buncis Tanah rizosfer tanaman lobak Tanah rizosfer tanaman sawi Tanah rizosfer tanaman trifolia Tanah rizosfer tanaman bawang Tanah rizosfer tanaman Purwoceng Tanah rizosfer tanaman Harendong Tanah rizosfer kacang tanah Tanah rizosfer tanaman ubi jalar Tanah rizosfer tanaman jagung
32 CT
Tanah rizosfer tanaman pisang kebun
33 CT
Tanah rizosfer tanaman singkong pagar
34 CT 35 CT
Tanah rizosfer tanaman singkong kebun Tanah rizosfer tanaman talas
36 CT
Tanah rizosfer tanaman pisang
37 SP
Tanah rizosfer tanaman padi sawah
Asal sampel Cimanggu Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Timur Desa Peresa, Kec. Normadin, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat Desa Rembige Barat, Kec. Rembige Barat, Mataram, Nusa Tenggara Barat Desa Bukbuk, Kec. Lingsar, Mataram, Nusa Tenggara Barat Kebun percobaan IPB, Cikabayan Kebun percobaan IPB, Cikabayan, Bogor Kebun percobaan IPB, Cikabayan, Bogor Kebun percobaan IPB, Cikabayan, Bogor Gunung Putri, Cipanas, Bogor Gunung Putri, Cipanas, Bogor Gunung Putri, Cipanas, Bogor Gunung Putri, Cipanas, Bogor Gunung Putri, Cipanas, Bogor Gunung Putri, Cipanas, Bogor Gunung Putri, Cipanas, Bogor Kebun Percobaan BB Biogen Semplak, Bogor Barat, Bogor Dusun Pabuaran, Desa Cilendek Timur, Bogor Barat, Bogor Dusun Pabuaran, Desa Cilendek Timur, Bogor Barat, Bogor Dusun Pabuaran, Desa Cilendek Timur, Bogor Barat, Bogor Dusun Pabuaran, Desa Cilendek Timur, Bogor Barat, Bogor Dusun Pabuaran, Desa Cilendek Timur, Bogor Barat, Bogor Dusun Pabuaran, Desa Cilendek Timur, Bogor Barat, Bogor Semplak, Bogor Barat, Bogor
Gambar Lampiran 7. Grafik produksi AIA dari isolat Azotobacter selama 3 hari masa inkubasi
Konsentrasi triptofan
48