Pengaruh Infiltrasi terhadap Parameter Tanah Jenuh Sebagian dalam Analisis Stabilitas Lereng Heriansyah Putra Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
[email protected]
Ahmad Rifa’i Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
[email protected] Joko Sujono Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia
[email protected]
ABSTRACT Infiltration causes the soil condition changes, from unsaturated to saturated, so that matric suction increase until zero and become positive pore water pressure. Pore water pressure decreases normal stress and soil shear strength, so that safety factor of the slope is reduced. The aim of this research is analysis effect of infiltration to unsaturated soil parameters change as matric suction, degree of saturated, shear strength parameters and safety factor of the slope. The laboratory test of matric suction uses filter paper method. This results are fitting soil water characteristic curve parameters with SoilVision program. Hydraulic conductivity function analysis uses Brooks and Corey’s equation (1964). Rainfall intensity analysis uses WindRose program and is obtained dominant rainfall duration. This results are used for rainfall models in infiltration analysis with modified Green Ampt infiltration method. Pore water pressure change analysis uses SEEP/W program and is used as parameters in shear strength parameters change analysis in slope stability analysis uses SLOPE/W program. Infiltration analysis indicates that the highest cumulative infiltration is caused by rainfall model III, namely average rainfall with longtime duration, meanwhile, average rainfall and high intensity rainfall in same duration (rainfall model I and rainfall model II) cause cumulative infiltration that relative similar. The pore water pressure change are significantly in initial rain season. The critic condition of the slope reaches if intensity rainfall 40 mm/day occurs during 15 days in October.
Keywords: unsaturated soil, infiltration, pore water pressure, slope stability I. PENDAHULUAN Infiltrasi menyebabkan perubahan kondisi tanah dari kondisi jenuh sebagian (unsaturated) menjadi jenuh (saturated), akibatnya tekanan air pori negatif (suction) berkurang hingga mencapai nol pada saat tanah jenuh sempurna dan berubah menjadi tekanan air pori positif pada tanah yang berada di bawah posisi muka air tanah. Dengan naiknya tekanan air pori, maka tegangan normal tanah akan berkurang dan mengakibatkan turunnya kuat geser tanah, sehingga stabilitas tanah berkurang (Hardiyatmo, 2006). Metode analisis stabilitas lereng secara umum sering mengabaikan pengaruh tingkat kejenuhan tanah berupa suction. Dalam analisis stabilitas lereng tanah dianggap dalam kondisi jenuh atau kering, hasil analisis faktor aman lereng pun sering tidak akurat karena mengabaikan pengaruh suction.
Permasalahan utama aplikasi konsep tanah jenuh sebagian dalam analisis yaitu dalam penentuan parameter tanahnya. Menurut Fredlund et al (1997), terdapat beberapa pendekatan untuk menentukan parameter tanah jenuh sebagianseperti menggunakan tes laboratorium dan knowledge-based system. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Matric Suction Matricsuction merupakan selisih antara tekanan udara pori (ua) dengan tekanan air pori (u w). Pengujian matric suction dilakukan dengan dengan metode filter paper berdasarkan ASTM D 5298–03. Pada dasarnya metode filter paper berdasarkan pada asumsi bahwa sebuah filter paper akan mendatangkan keseimbangan dengan tanah yang mempunyai matric suction tertentu. Keseimbangan dapat dicapai oleh
1
liquid atau perubahan kelembaban antara tanah dan filter paper. Ketika terjadi kontak langsung antara filter paper dengan sampel tanah, diasumsikan bahwa aliran air dari tanah ke paper terjadi hingga keseimbangan tercapai. Menurut Ho dan Fredlund (1982) dalam Ambramson (1995) peningkatan kuat geser tanah akibat tekanan air pori negatif dapat dijelaskan dengan persamaan berikut: ) tan = +( (1) dengan: c c’ (ua-uw)
kohesi tanah (kN/m2), kohesi efektif (kN/m2 ), matric suction (kN/m2), Sudut gesek internal relatif terhadap matric suction (o).
: : : :
b
volumetric water content ( w), kadar air gravimetric (w), atau derajat kejenuhan (S). SWCC juga sering diartikan sebagai retention curve atau volumetric water content curve yang menggambarkan kemampuan tanah untuk menyimpan dan melepaskan air. SWCC memberikan gambaran tentang distribusi ukuran butir tanah dan informasi penting mengenai hidrolik, sama seperti karakteristik mekanik dan perilaku tanah jenuh sebagian (Leroueil dan Hight, 2003). Banyak sifat tanah yang bisa diperoleh dari SWCC, seperti kuat geser tanah, koefesien permeabilitas dan derajat kejenuhan.
Fredlund dan Rahardjo (1993) mengusulkan persamaan kuat geser tanah pada kondisi jenuh sebagian seperti berikut.
c' (
ua )
(u a
u w ) tan
(2) dengan: ( ) : tekanan normal pada bidang runtuh (kN/m2), =
Gambar 2.1 :Volumetric water content functions (Fredlund. Et al.,1996)
: parameter derajat kejenuhan.
Sementara itu, Rifa’i (2011) mengusulkan suatu hubungan non-linier antara kohesi dan matric sution, seperti persamaan berikut:
c rc
c' rc ((u a rk
u w ) (u a
uw )b ) pa
3 (3 sin ' ) 6 cos '
(3) (4)
dengan : rc : perubahan parameter kohesi, c’ : kohesi tanah jenuh (kN/m2), s : matric suction (kN/m2), se : air-entry value (kN/m2), pa : tekanan atmosfer (kN/m2), rk : perubahan parameter, ’ : sudut gesek internal tanah jenuh (0).
B. Soil Water Characteristic Curve(SWCC) SWCC merupakan hubungan antara matric suction dengan gravimetric water content, volumetric water content atau derajat kejenuhan seperti pada Gambar 2.1. SWCC merupakan salah satu parameter utama yang digunakan untuk pemodelan aliran air tanah (Xiaoli, et al., 2011). SWCC merupakan kurva yang menggambarkan hubungan jumlah air dalam tanah yang mempengaruhi perubahan suction tanah (L’Heureux, 2005). Jumlah air biasa diartikan sebagai
C. WindRose Analisis curah hujan dilakukan dengan menggunakan program WindRose. Program ini merupakan program yang biasanya digunakan dalam perencanaan dan perancangan bandar udara yaitu untuk menentukan arah landasan pacu yang memungkinkan di lokasi rencana pembangunan tersebut. Penentuan arah landasan pacu ini didasarkan pada data arah dan kecepatan angin. Dari data tersebut dapat diperoleh pendekatan terbaik untuk mengetahui karakteristik dan pola arah angin di lokasi rencana (Triatmodjo,1996). Dalam penelitian ini program
WindRose digunakan untuk menentukan durasi hujan dominan yang terjadi di lokasi penelitian berdasarkan data hujan jam-jaman selama 15 tahun. D. Green Ampt Infiltration Method Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah (Chow, et al., 1988). Adapun kapasitas infiltrasi merupakan kapasitas maksimum rata- rata air yang bisa masuk ke dalam tanah. Infiltrasi mencakup tiga proses berurutan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu proses masuknya air di permukaan tanah, diikuti proses aliran air dalam
2
tanah, dan perubahan tampungan dalam tanah (Harto, 2000). Green dan Ampt mengembangkan pendekatan teori fisik yang dapat diselesaikan dengan persamaan analitis exact (exact analytical solution) untuk menentukan kapasitas infiltrasi. Dalam pendekatan metode Green-Ampt dikemukakan istilah front pembasahan, yaitu suatu batas yang jelas antara tanah yang mempunyai kelembaban tertentu di bawah tanah dengan tanah jenuh di atasnya. Front pembasahan ini terdapat pada kedalaman L yang dicapai pada waktu t (Chow, et al., 1988), seperti pada Gambar 2.2. Ponded water
i
s
Wetted zone
ho
=H
z = 0 h1= 0
L
Wetting front
=
f
z = L h2=
f
+L
i
n
Gambar 2.2: Metode infiltrasi Green Ampt (Chow, et al., 1998) Model infiltrasi Green–Ampt dikembangkan untuk memodelkan infiltrasi pada permukaan tanah horizontal. Sementara itu untuk permukaan tanah dengan kemiringan tertentu memerlukan modifikasi. Persamaan berikut dapat digunakan untuk menghitung infiltrasi pada permukaan tanah miring yang diajukan oleh Chen dan Young (2006).
f (t ) Ft
(5)
k sat cos ksat t
cos
F
k sat (t t p ) F p
Cos
Ln
FCos (9) Fp Cos
E. Pengaruh Infiltrasi terhadap Stabilitas Lereng Menurut Hasrullah (2009), infiltrasi air hujan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air, derajat kejenuhan tanah dan angka pori, semakin lama hujan maka peningkatan yang terjadi semakin besar. Sedangkan tekanan air pori negatif dan kohesi akan mengalami penurunan akibat adanya infiltrasi. Keruntuhan lereng sering disebabkan oleh proses meningkatnya regangan geser atau menurunnya tegangan geser tanah. Peningkatan kadar air akibat hujan akan menurunkan suction tanah dan menaikkan berat tanah (Abramson, et al.,1995). Infiltrasi hujan menyebabkan air meresap ke dalam lereng sehingga mengakibatkan peningkatan berat isi tanah (peningkatan beban massa tanah), berkurang atau hilangnya tegangan suction pada zona tidak jenuh air, peningkatan tekanan air pori di dalam tanah, erosi internal dan perubahan kandungan mineral penyusun massa tanah pada lereng (Karnawati, 2006). III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lereng di KM 15.9 sekitar Saluran Induk Kalibawang, Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti pada Gambar 3.1.
Ft ln 1
Ft cos
(6)
Besarnya infiltrasi sangat dipengaruhi oleh waktu ponding. Waktu ponding (tp) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh tanah untuk mencapai kondisi jenuh (S=100%). Infiltrasi yang terjadi selama waktu ponding akan sama besarnya dengan curah hujan yang terjadi. Waktu ponding dapat dihitung dengan persamaan berikut:
tp
sedangkan ,infiltrasi kumulatif berdasarkan waktu ponding dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut. Untuk :t tp, maka F = i x t (8) Untuk : t>tp, makaF dihitung dengan persamaan:
k sat i(i k sat Cos )
Desa Banjararum
(7) Gambar 3.1: Lokasi Penelitian
3
B. Prosedur Penelitian
Pengujian matric suction di laboratorium dilakukan dengan metode filter paper. Hasil uji ini merupakan parameter fitting soil water characteristic curve (SWCC) menggunakan program SoilVision. Analisis hydraulic conductivity function menggunakan persamaan Brooks and Corey (1964). Analisis curah hujan menggunakan program WindRose dan diperoleh durasi hujan dominan.Hasil ini dipakai untuk pemodelan hujan dalam analisis kapasitas infiltrasi dengan Green Ampt infiltration method. Analisis perubahan tekanan air pori dilakukan
menggunakan program SEEP/W dan dijadikan sebagai parameter dalam analisis perubahan parameter kuat geser tanah dalam analisis stabilitas lereng menggunakan program SLOPE/W. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Lereng Dari hasil penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium maka diketahui terdapat beberapa jenis lapisan tanah pada lokasi penelitian seperti pada Gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1: Profil lapisan tanah pada lereng Kalibawang
Derajat Kejenuhan, S (%)
B. Fitting SWCC Data hasil pengujian matric suction dengan metode filter paper kemudian digunakan sebagai data fitting SWCC menggunakanprogram SoilVision Database sehingga diperoleh kurva Soil – Water Characteristic Curve (SWCC) seperti pada Gambar 4.2 berikut. 100 80 60 40 20 0 0,01
1
100
10000
1000000
Matric Suction, Ua - Uw (kPa) Lanau Kelempungan
Batu Lempung
Lempung
Gambar 4.2: Soil – Water Characteristic Curve (SWCC)
Metode Fredlund and Xing merupakan metode fitting yang dipilih, karena nilai koefesien determinasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode van Genuchen yaitu dengan R2= 0.89 pada lanau kelempungan, R2= 0.86 pada batu lempung dan R2= 0.99 pada lempung. Selain itu nilai air entry value (se) yang dihasilkan dua model tersebut juga relatif sama. Hasil fitting metode Fredund and Xing ini juga digunakan dalam estimasi hydraulic conductivity function dan perubahan matric suction untuk setiap bulannya. C. Analisis Curah Hujan Analisis sebaran hujan dilakukan dengan menggunakan program WindRose. Dari hasil analsis diperoleh durasi hujan harian dominan pada setiap bulannya dalam bentuk grafik “Mawar Angin” atau WindRose. Dengan menggunakan data hujan jamjaman sebagai data masukan, maka diperoleh sebaran hujan seperti pada Gambar 4.3. Gambar tersebut menunjukkan sebaran hujan dominan hasil grafik WindRose. Sebaran hujan ditunjukkan oleh arsiran warna sesuai dengan intensitasnya, sementara durasi hujan dominan ditunjukkan oleh resultant vector yang berupa garis putus-putus dalam grafik.
4
Gambar 4.3: Sebaran hujan hasil analisis WindRose pada bulan Februari
D. Pemodelan Hujan Model hujan rancangan diperoleh dari durasi hujan dominan hasil analisis program WindRose yang dikombinasikan dengan curah hujan maksimum yang terjadi di lokasi penelitian. Model hujan rancangan akan digunakan dalam analisis infiltrasi, sehingga diperoleh hubungan model hujan dengan infiltrasi yang terjadi. 1. Model hujan I Model hujan I berupa hujan maksimum dengan durasi dominan yang dihasilkan dari grafik WindRose untuk setiap bulannya.
2. Model hujan II Model hujan II berupa hujan maksimum rata-rata dengan durasi hujan dominan yang dihasilkan dari grafik mawar angin untuk setiap bulannya. 3. Model hujan III Model hujan III berupa curah hujan maksimum berdurasi panjang. Model hujan III memiliki nilai hujan kumulatif yang sama dengan hujan I, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh intensitas dan durasi hujan terhadap kapasitas infiltrasi. Adapun pemodelan hujan rancangan secara lengkap seperti pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1: Pemodelan hujan rancangan Model hujan rancangan Bulan I II i t i t Januari 7.01 2.53 6.51 2.53 Februari 4.00 2.58 6.36 2.58 Maret 4.46 2.58 5.00 2.58 April 3.53 2.27 4.53 2.27 Mei 2.74 2.04 3.49 2.04 Juni 3.60 2.49 2.39 2.49 Juli 1.91 2.76 0.87 2.76 Agustus 0.50 2.04 0.20 2.04 September 2.86 2.53 0.96 2.53 Oktober 5.26 2.44 4.00 2.44 November 7.32 2.80 6.57 2.80 Desember 4.80 2.71 6.39 2.71
III i 2.34 1.33 1.49 1.18 0.91 1.20 0.64 0.17 0.95 1.75 2.44 1.60
t 7.60 7.73 7.73 6.80 6.13 7.47 8.27 6.13 7.60 7.33 8.40 8.13
5
E. Analisis Infiltrasi
F. Perubahan Tekanan Air Pori Berdasarkan simulasi numeris menggunakan program SEEP/W maka diperoleh perubahan tekanan air pori setiap bulannya. Perubahan tekanan air pori yang terjadi kemudian diplotkan pada grafik perubahan tekanan air pori versus kedalaman untuk setiap bulannya seperti pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5. Gambar tersebut merupakan grafik perubahan tekanan air pori bulanan pada proses wetting (dari musim kemarau ke musim penghujan) untuk ketiga model hujan rancangan. Secara umum terdapat kecendrungan perubahan tekanan air pori yang sama dari ketiga model hujan di atas. Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa nilai tekanan air pori yang terjadi relatif lebih besar dibandingkan Gambar 4.4. Hal ini karena infiltrasi yang terjadi pada model hujan III ini relatif lebih besar dari pada infiltrasi model hujan I dan model hujan II.
Elevasi (m)
Banyaknya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah selama hujan berlangsung dinyatakan dalam infiltrasi kumulatif (F). Besarnya infiltrasi kumulatif tergantung pada kondisi tanah, curah hujan dan durasi hujan. Dari hasil analisis diketahui bahwa infiltrasi kumulatif yang disebabkan oleh pengaruh model hujan III lebih besar daripada infiltrasi kumulatif yang disebabkan oleh pengaruh hujan model I dan model hujan II, sementara itu infiltrasi kumulatif yang disebabkan oleh hujan model I dan II relatif sama. Dari kondisi tersebut diketahui bahwa pada kondisi tanah yang sama, maka curah hujan rata-rata berdurasi lama lebih berpengaruh secara signifikan terhadap kapasitas infiltrasi suatu tanah.
-200
Tekanan Air Pori (kPa) -150 -100 -50 0
50
138 136 134 132 130 128 126 124 122 120 118 116 Initial Oktober Januari
Agustus November Februari
September Desember
Gambar 4.5: Perubahan tekanan air pori model hujan III
Perubahan tekanan air pori yang relatif linier terjadi pada kondisi steady state (tanpa hujan). Pada bulan Agustus tekanan air pori mengalami perubahan sampai pada elevasi 127 m. Kondisi ini terjadi karena adanya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah. Sementara itu, tekanan air pori pada kedalaman 121 m – 126 m terlihat masih bernilai negatif, karena infiltrasi belum mencapai kedalaman tersebut, sehingga tanah masih dalam kondisi jenuh sebagian. Perubahan tekanan air pori mulai konstan pada bulan September, karena kondisi tanah sudah mengalami proses penjenuhan. Sehingga infiltrasi air ke dalam tanah akan berkurang. Ketika tanah sudah mulai jenuh, hujan yang terjadi akan cenderung menjadi aliran permukaan karena tanah sudah tidak mampu lagi menyerap air.
Elevasi (m)
Tekanan Air Pori (kPa) -200 138 136 134 132 130 128 126 124 122 120 118 116
Initial Oktober Januari
-150
-100
-50
Agustus November Februari
0
50
September Desember
Gambar 4.4: Perubahan tekanan air pori model hujan I dan model hujan II
G. Pengaruh Infiltrasi terhadap Faktor Aman Infiltrasi air ke dalam tanah akan menyebabkan menurunnya stabilitas lereng dan perubahan tekanan air pori tanah. Pada kondisi kering, tanah memiliki daya hisap (suction) atau tekanan air pori negatif. Tekanan air pori negatif akan berubah apabila terjadi pembasahan tanah. Tekanan air pori yang awalnya bernilai negatif akan meningkat hingga bernilai nol pada kondisi tanah yang berada tepat setinggi muka air tanah (MAT) dan akan bernilai positif untuk tanah yang berada di bawah MAT. Perubahan tekanan air pori ini juga mengakibatkan perubahan terhadap parameter kuat geser tanah seperti kohesi dan kuat gesek internal tanah. Perubahan parameter kuat geser tanah yang terjadi akibat adanya infiltrasi seperti pada Gambar 4.6 sampai Gambar 4.8.
6
40
3,0 2,5
30 b, ( o)
Kohesi, kPa
2,0 20
1,5 1,0
10
0,5 0
0,0
Model I
Model II
Model III
Model I
Rifa'i
Model II
Model III
Gambar 4.6: Perubahan parameter kuat geser tanah pada lanau kelempungan 60
40 b, (o)
Kohesi, kPa
50
30 20 10 0
Model I
Model II
Model III
4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0
Model II
Rifa'i
Model II
Model III
60
3,5
50
3,4 3,3
40 b, (o)
Kohesi, kPa
Gambar 4.7: Perubahan parameter kuat geser tanah pada batu lempung
30
3,2 3,1 3,0
20
2,9 10
2,8
0
2,7
Model I
Model II
Model III
Rifa'I
Model I
Model II
Model III
Gambar 4.8. Perubahan parameter kuat geser tanah pada lempung
7
Tabel 4.2: Nilai faktor aman (SF) lereng Hasil Simulasi dengan SLOPE/W Model Hujan Bulan Initial Agustus September Oktober November Desember Januari Februari
Metode Rifa’i 1.742 1.716 1.084 1.001 0.999 0.996 0.994 0.992
Ho and Fredlund I II III 1.165 1.139 1.025 1.012 1.008 1.004 1.002 1.000
1.165 1.139 1.025 1.012 1.008 1.004 1.002 1.000
1.165 1.137 1.019 1.01 1.007 1.004 1.002 0.999
2,00 Faktor Aman, SF
Gambar tersebut menunjukkan perubahan parameter kuat geser tanah akibat adanya infiltrasi. Secara umum kohesi mengalami penurunan seiring dengan waktu. Semakin kering tanah maka kohesi tanah akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin jenuh tanah maka kohesi akan semakin rendah. Perubahan kohesi dianalisis menggunakan metode Ho and Fredlund (1982) dan metode Rifa’i (2011). Secara umum perubahan kohesi yang terjadi memiliki kecendrungan yang sama. Perbedaan nilai kohesi hanya terjadi pada awal musim hujan saja, hasil perhitungan metode Rifa’i (2011) menghasilkan nilai kohesi yang lebih besar dari pada hasil perhitungan metode Ho and Fredlund (1982). Perubahan juga terjadi pada sudut gesek internal tanah relatif terhadap matric suction ( b). Perubahan b berbanding terbalik dengan perubahan kohesi. b mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya derajat kejenuhan tanah. Secara umum terlihat perilaku perubahan yang sama dari parameter kuat geser tanah, perubahan secara signifikan terjadi dari kondisi initial (tanpa hujan) sampai kondisi pada bulan Agustus, dan untuk selanjutnya perubahan yang terjadi relatif konstan. Hal ini terjadi karena pada kondisi initial sampai dengan bulan Agustus terjadi perubahan tekanan air pori yang signifikan sehingga merubah kondisi tanah dari kondisi jenuh sebagian menuju kondisi jenuh. Untuk pemodelan stabilitas lereng dengan SLOPE/W menggunakan parameter kuat geser tanah yang berasal dari hubungan parameter kuat geser tanah dengan perubahan tekanan air pori yang terjadi pada setiap bulannya, sementara itu distribusi tekanan air pori diperoleh dari hasil pemodelan SEEP/W dengan berbagai variasi model hujan. Dari hasil simulasi, diperoleh perubahan faktor aman lereng setiap bulannya seperti pada Tabel 4.2 dan Gambar 4. 9 berikut
1,50 1,00 0,50 0,00
Metode Rifa'i
Ho and Fredlund
Gambar 4.9: Perbandingan Faktor aman Metode Ho and Fredlund (1982) dengan metode Rifa’i (2011) Gambar di atas menunjukkan perubahan SF lereng yang terjadi dengan menggunakan parameter kuat geser tanah dari dua persamaan, yaitu persamaan Ho and Fredlund (1982) dan persamaan Rifa’i (2011). Secara umum SF hasil analisis dengan parameter hasil persamaan Rifa’i (2011) menghasilkan faktor aman lereng yang lebih besar dari pada persamaan Ho and Fredlund (1982) pada awal terjadinya hujan. Setelah itu nilai SF lereng yang terjadi cenderung sama dan konstan. Perubahan faktor aman ini memiliki kecendrungan yang sama dengan perubahan nilai kohesi tanah. Perubahan faktor aman kemudian dihubungkan dengan nilai infiltrasi kumulatif yang terjadi, sehingga dapat diketahui pengaruh infiltrasi terhadap faktor aman, seperti pada Gambar 4.10 sampai dengan Gambar 4.12. 1,20
F (cm) 1,4
1,15
1,2
SF
1,10 1,05 1,00
1 0,8 0,6 0,4
0,95
0,2
0,90
0
Gambar 4.10: Pengaruh Infiltrasi terhadap faktor aman Hujan model I
8
1,150 1,100 1,050 1,000 0,950 0,900
F (cm) 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
Gambar 4.11: Pengaruh Infiltrasi terhadap faktor aman Hujan model II SF 1,200
F (cm) 3
1,150
2,5
1,100
2
1,050
1,5
1,000
1
0,950
0,5
0,900
0
kondisi basah dari pada tanah yang memiliki derajat kejenuhan yang tinggi. Dari hasil simulasi numeris dengan menggunakan SEEP/W dan SLOPE/W dapat diestimasi waktu hujan kritis untuk setiap kondisi tanah dengan pola hujan pada setiap bulannya seperti pada gambar 5.13 berikut. 80 70 60 Durasi (hari)
SF 1,200
50 40 30 20 10 0
Durasi Hujan
Gambar 4.12:
Pengaruh Infiltrasi terhadap faktor aman Hujan model III
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa secara umum nilai SF lereng mengalami penurunan secara signifikan pada kondisi initial (awal Agustus) sampai September. Hal ini terjadi karena nilai infiltrasi yang terjadi pada bulan September relatif besar sehingga perubahan tekanan air pori dan parameter kuat geser tanah juga signifikan menurun. Pada periode bulan Oktober sampai Februari, faktor aman lereng cenderung konstan, hal ini terjadi karena kondisi tanah sudah mulai jenuh. Dengan demikian perubahan tekanan air pori dan parameter kuat geser tanah akibat adanya infiltrasi cenderung kecil dan stabil. Jadi dapat diartikan bahwa infiltrasi akan lebih berpegaruh signifikan pada kondisi tanah yang kering (derajat kejenuhan rendah) menuju
Matric suction (kPa)
Gambar 4.13: Estimasi waktu hujan kritis Dari gambar di atas, terlihat bahwa pada bulan Agustus dan September kondisi kritis akan tercapai apabila terjadi hujan secara terus menerus selama 75 dan 45 hari. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pada dua bulan tersebut, kondisi kritis lereng tidak akan pernah tercapai karena jangka waktu tersebut lebih dari satu bulan. Sementara itu, pada bulan Oktober, kondisi kritis lereng bisa tercapai apabila intensitas hujan 40 mm/hari yang terjadi selama 15 hari berturut-turut. Hal ini sebabkan oleh nilai matric suction pada akhir bulan September mendekati nilai air entry value atau kondisi jenuh, sehingga dengan hujan 15 hari dapat menyebabkan stabilitas lereng mencapai kondisi kritis. Untuk bulan November sampai dengan Februari, dengan kondisi tanah yang sudah mengalami penjenuhan, maka kondisi lereng sudah mencapai kritis tanpa adanya hujan yang terjadi. V. KESIMPULAN Hujan rata-rata berdurasi lama merupakan hujan yang paling berpengaruh terhadap besarnya infiltrasi yang terjadi, sedangkan hujan rata-rata dan hujan deras pada durasi yang sama menghasilkan infiltrasi kumulatif yang relatif sama. Semakin tinggi infiltrasi yang terjadi, maka perubahan tekanan air pori akan semakin besar. Perubahan tekanan air pori mempengaruhi parameter kuat geser tanah, semakin tinggi tekanan air
9
pori, maka kohesi akan semakin rendah dan sudut gesek internal relatif terhadap matric suction akan semakin tinggi. Pengaruh infiltrasi akan signifikan terhadap perubahan keamanan lereng pada saat kondisi lereng masih kering (derajat kejenuhan kecil) menuju jenuh (awal Agustus-September), yaitu dari 1.165 menjadi 1.025 sementara itu pada kondisi lereng yang mendekati kondisi jenuh (OktoberFebruari) pengaruh infiltrasi yang terjadi tidak signifikan, yaitu 1.012 menjadi 1.000.
Hujan yang terjadi pada pada bulan AgustusSeptember tidak akan menyebabkan kondisi lereng kritis. Kondisi tersebut baru akan tercapai apabila terjadi hujan dengan intensitas 40 mm/hari yang terjadi pada bulan Oktober selama 15 hari berturut-turut. VI. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada DIKTI atas dukungan finansial dari Beasiswa Unggulan (BU) DIKTI 2012. DAFTAR PUSTAKA Abramson, Lee W et al., 1995, Slope Stability and Stabilization Methods, John Willey & Sons, Inc, Newyork. ASTM, 2003, “Annual Books of ASTM Standard”, ASTM, Easton, MD, USA. Chen, L. dan Young, M.H., 2006, Green-Ampt Infiltration Model for sloping Surface, Water Resources Research, vol 42, W07420, doi:101029/2005WR004468. Chow, Ven Te, et al., 1988, Applied Hydrology, McGraw-Hill International Editions Civil Engineering Series, Singapura.
Fu, Xiaoli., Shao, Mingan., Lu, Dianqing., Wang, Huimin,2011, Soil water characteristic curve measurement without bulk density changes and its applications in the estimation of soil hydraulic properties, Geoderma176-178:1-8. Hardiyatmo, H.C., 2006, Penaggulangan Tanah Longsor dan Erosi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Harto, Sri Br., 2000, Hidrologi – Teori, Masalah dan Penyelesaian, Nafiri, Yogyakarta. Hasrullah, 2009, Studi Pengaruh Infiltrasi Air Hujan Terhadap Kestabilan Lereng, Jurnal IlmuIlmu Teknik – Sistem, vol 5 No. 2:1-13. Karnawati, 2006, Pengaruh Kondisi Vegetasi dan Geologi Terhadap Gerakan Tanah dengan Pemicu Hujan, Media Teknik No. 3:12-22. Krahn, J., 2004, Seepage Modeling with SEEP/W An Engineering Methodology, Calgary, Alberta, Canada. Leroueil, S.,Hight,D., 2003, Characteritation and Engineering Properties of Natural Soil, Proceeding of the International Workshop, Singapura :170-192. L’Heureux, JS., 2005, Unsaturated Soils and Rainfall Induced Landslides, Master of Theses, University of Oslo, Norwey. Rifa’i, 2011, Effect of Matric Suction Changes on Unsaturated Soil Parameter in Slope Stability Analiysis Due to Rainfall. Seminar Nasional1-BMTTSSI-Konteks 5:G15-G23 Triatmodjo, Bambang, 1996, Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta.
Fredlund, D.G. dan Rahardjo, H., 1993, Soil Mechanicsfor Unsaturated Soils, John Willey & Sons, INC, Canada. Fredlund, D. G., Xing, A., Fredlund, M.D. and Barbour, S.L., 1996, The Relationship of the Unsaturated Soil Shear Strength Function to the Soil-Water Characteristic Curve, Canadian Geotechnical Journal, 33(3): 440448. Fredlund, M.D., Fredlund, D.G. dan Wilson, G.W.,1997, Estimation of unsaturated Soil Properties Using a Knowledge-Based System, University of Saskatchewan, Saskatoon, Sask., Canada.
10