Hukum dan PembanguniJn
566
PENGARUH HUKUM PEMBUKTIAN BE LANDA TERHADAP HUKUMPEMBUKTIAN INDONESIA •
•
•
Oleh: Ibrahin Idham, S. H., MH. •
•
. Indonesia telah meniru sistim pembuktian da~ lam hokum acara pidana yang terdapat di Negeri Belanda dengan menganut · sistiml)e-· gatif-wettelijk. Menurut pemilis karangan ini, hal terse but memberikan weweriang yang . berlebihan kepada hakim. Seharusnya Indone. . sia menganut sistim dimana keyakinan hakim harus tunduk pada alatbukti .yang sah menurut undang..,undang. Di samping itu alat bukti "petunjok" seharusnya dihilangkan karena di negara yang menganut sistim negatif-wettelijk sendiri hal itu sudah ditinggalkan. ,
"
•
BAB I PENDAHULUAN l. Masalah Penempatan Hukum Pembuktian Belanda. Dalam suatu masyarakat pnmitif, setiap orang mempertahankan sendiri ha.knya iika dilanggar oleh pihak lain. Waktu itu belum ada kekuasaan kehakiman yang terpiS!h dengan kektnsaan legislatif dan eksekutif seperti sekarang. Mempertahankan hak dalarri abad modem telah diambil alih oleh Peng~, yang dinamakan . KektnS!an Kehakiman. ' . Pada m ulapya ora ng da pat menjadi "hakim sendiri", yang sampai sekarang masih terdapat siS! tingkah laku tersebut, seperti tercantum dalam pasal551 dan 666 BW, • dan dalam pasaJ 48 KUHP. (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana): Penempatan Hukum Pembuktiandalam buku IV sesungguhnya kurang tepat. Dia . . dianggap sebagai bagian dari hukum acara, tetapi mengapa dia tidakdimasukkan ke dalam Wetboek van Burgerlijke Rechtsvordering. Menurut Pitlo hal terse but disebabkan kekacaua n mempergunakan istilah hukum materiil dan hukum formi!. (Pitlo : Bewijs en VeIjaring , 1953, p 1-4). Pengertian yang pertama, bahwahukum materii! ialah hukum dalam keadaan diaci (recht in vrede), hukum formi! ialah hukum dalam keadaan bergerak (recht in oorlog).Dalam pengertian ini hukum pembuktian termasuk ke dalam hukum formil, karena dia termasuk bagian da~i hukum acara dan hukum ilcara tersebut adalah hukum dalam keadaallbergerak. Pengertian yang kedua, bahwa hukum materiil ialah peraturan yang menetapkan "isi", subtansi, sedang peraturan hukum formil menetapkan "bentuk" •
.
,Perq:aruh Hukum
567 /
Peraturan daIam arti materiildan fonnil menurut pengertian yang kedua, kitajumpai juga • daIam peraturan dalam arti Illlteriil dan formil· menurut pengertian yang pertama. Umpamanya daIamBW tentangeigendom ps57(jdst, disitudisebutsiapa "eigenaAr", aIXl yang dikatakan "eigendom';. Ini adalah mengenai isi. DisituJuga dianir oagalmana.· ~~ora ng rnenjadi"eigenaar", aIXl pell3Yaratannya (612). Ini adalah pernturan . inengenai bentuk. Dalilm hukum acara kita jumpai hak apa atau upaya hukum apa yang ada pada , orang yang kalah berpekara ditingkat pertama. Dia dapat naik banding" kasasi, dst Perturan ter~but membenkan wewenang (bevoegdheid),jadi penituran ,mengenai "isi". Juga dijumIXli bagaimana orang yang kalah harus naik banding, perbuatanapa yang diparlukan. PemttJran tersebut mengenai bentuk.(titel VII dst. Rv.). Menurut pengertian kedua diatas, hukum pembulftiaIi termasuk hUlCum materiil. Dia mem:tapkan bagian dari "actienrecht", yaitu semua peraturan tentang hukum materill (pengertian kedua) dalam hukum fOllnil (pengertian pertama). Jadi peraturan' , tentang pembuktian dan tentang timbuldan gugurnya gtigatan. 'Kekacauan timbul, karena'nukum acara sebagian besar terdiri. .dan hukum for mil (pengertian kedua). Akibatnya dimasa lamJllU, maka bagian dari hukum acara, yang bukan hukum • formil (pengertian kedua), diterhIXltkan diluarhukum acara, yaitu dalam buku IV BW. . Andai kata pikimn demikian diIaksanakan secara konsekwen, inaka tidaklah terjadi persoalan. Tetapi sisa "actienrecht" yang lain ditemIXltkan dalam buku Burgerlijke Rechtsvordering, sehingga membingungkan samIXli sekarang. Disamping uraian yang sistimatis tentang Pembuktian dalam Buku IV BW, terdapat peraturan ter~bar tentang hukum pembuktian. Dalam BW : ps 22 dst, 150, 165" 166, 261 dst, 533, 1336, 1965. DaIam Wetboek van Burgelijke Rechtsvordering dijumIXli peratumn pembuktian: ps 148 dst dan 825. Ilmu peng\!tahuan menemIXltkan hukum pembuktian dalam hukum , perdata. Bila dilihat huk urn acara perdatasebagai bagian dari hukum publik, maka harus pula dianggap hukum pembuktian sebagai hukum publik. Perbedaan antara kepentingan perdata dan kepentingan publik sekarang tidak terlalu , tajam. Melindungi kepentingan peidata juga dapat , diartikan melindungi . kepentingan publik. • Dia han~ daJ!lt dibedakan, tetapi ti Perbedaan pertama, bahwa kepentingan dilindungi oleh Penguasa dengan . '. mengadakan alat perlengkaIXln polisi,jaksa, hakim. , . Perbedaan kedua, dalam me Ii nd \.lng i kepentingan publik (hukum acara pidana) hakim berkewajiban mencari kebenaran materiil. Dalam hukum acara perdata, • hakim hanya mencari kebenaran, seIXlnjang dikehendaki oleh para pihak. . . Kel
-.
~~."
~
,
I
.
-
.
,
,
,
,
,
,
'
•
•
•
•
. 568
Hu,kum dan l'embanguntLn... ~
ngambil ahll hukum dan sistem yang berlaku di negeri Belanda. 2. Fungsi Hukum Aeara Pidana Ilmu Hukum mempelajari timbulnya, hakekatnya, keadilan dan kepatutan tingkah laku manusia. llmu Hukum Aeara Pidana mempelajari peraturan yang ditetap• kan oleh negara , dalam hal ada dugaan terjadinya pelanggaran terhi\dap undangundang pidana untuk : I. mengusut kebenarannya oleh alat perlengkapannya. 2. mengusut segera pelaku daTi perbuatan terse but. 3. memperlakukan ketentuan untuk segera menangkapdanjika perlu menahannya. 4. mengumpul alat-alat bukti dalam mengusut kebenaran untuk diajukan dihadapan hakim dan mengajukan tertuduh di depan hakim . . 5. memohon putwan hakim mengenai pertanyaan berikut a. apakah terbukti atau tidak terbukti tertuduh melakukan perbuatan yang ditu;;. duhkan. • b. apakah terbukti perbuatan tersebut suatu perbuatan yang dapat dipidana dan • atau pelakunya juga dapltdipidaria . . e. ketentuan pidana mana yang diperlakukan. 6. mengajukan upaya hukum terhadap keputu~n. 7. melak~nakan putu~n terakhir mengenai pidana . • 2. Fungsi Aeara Pidana Tiga fungsi aeara pidana, ialah : I. meneari dan menemukan kebenaran. 2. memberikan keputu~n oleh hakim 3. melak~nakan putu~n Mengenai fUllgsi menemukan kebenaran tersebut, de.Bosch Kemper menekankan bahwa acara pidana adalah "seluruh azas dan ketentuan perundang-undangan, berdasarkan mana padapelanggaran undang-undang pidana, negara memperlakukan. haknya. Simons menyatakan : ." Hukum pidana formil mengatur, bagaimana negara melalui alat perlengkapmny.l merw:atur hak-pidananya dan memherikan pidana". l<.emper: "Het geheel der beginselen en wettig~ voorschriften, volgens welke bij . . overtreding der strafwet de Staat zijn reehten doet gelden". . . Simons: "Het fonnele strafreeht regelt,hoe de Staat door middel van zijn organen zijn reeht tot straffen en straf oplegging regelt". 1) Sekarang telah ada pula pendapat fungsi aeara pidana yang lain dari yang lazim >eperti tersebut diatas. • " ..... kiranya dapat diketahui bahwa aeara pidana, terlepas dari pengujudan hukum pidana materiil mempunyai fungsi tersendiri. Mengetahui dan memahami fungsi ini, kelihatannya lebih merupakansyarat bagi kemungkinan diterapkannya p6litik kriminil yang rasional. Dalam hukum aeara tersimpul •
•
•
•
•
• •
•
I) Van Bemmelen, Mr. J.M. Stralvordering. (Leerboek van het Nede:ilandse Strafproces-
rechl.) h. 2.
.
•
•
•
PenParuh Hukum
..569. '
banyak ~kalt kemungkman untuk menymgklrKan hal-hal yang bersifat tidak rasional.'? 2) . BAB. II. PEMBUKTIAN l. Apayang dikatakan "membukttkan".
Kembali kepada tiga fungsi aeara pidana dalam Bab Pendahuluan, hukum pembuktian hanya menyangkut penemuan kebenaran materiil. Dapat juga diajukan pertanyaan : Apakah perbedaan antara pembuktian juridis dan pembuktian ilmiah. Van Bemmelen berpendapat sarna, asal~ri diingat ~rwa dalam ilmiah tidilk ~inua penyelidikan dan pembuktian dilakukan dengan eara yang sarna. Dapatj uga dibedakan antara penyelidikan ~eara abstrak. dan. konkrit. Yang pertama kita bekerja .~eara umum dan meneari hukum yang . berlaku urn urn. Yang kedua sebaliknya, gejala-gejala tertentu yang timbu~ dijelaskan menurut hukum ter~but. J elaslah bahwa pembuktian jurudis menyangkut pembuktian yang diperoleh', dari penyelidian konkrit. Perbedaannya. dengan penyelidikan abstrakialah . .. - --.. ._bahwa penyelidikankonkrit tidak pernah memberikan suatu kepastianyang ~mpurna, seperti dalam ilmu pasti, tetapi memberikan suatu tingkat kebena- ' • ran setinggi-tingginya. Jadi menurut Bemmelen, membuktikan itu ialah "menyam[llikan kepada hakim melalui penyelidikan dan menyampaikan sua tu kepastian ditingkat penalaran : l. mengenai pertanyaan atau perbuatan tertentu yang telah ~rjadi. 2. mengenai pertanyaan me~apa terjadi peristiwa ter~but. Haruslah diingat bahwa pembuktian dalam Rasus pidana, bukanlah . merupa ka n sua tu pembuktia n ya ng lain ~perti pembuktian dalam ilm u pengetahuan. ~\
~.
-"
~
•
•
2. Sistem Pembuktian. Sistem .pembuktian tereantum dalam pasal 183 KUHAP, yang berbunyi sebagai berikut : "Hakimtidakbolehmenjatuhkanpidana kepada seseorang keeuali a'pabila dengan ~kurang-kurangnya duaalat bukti yang sah ia memperoleh keyaki~ nan, bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang benalah melakukannya." Dalam pasal ter~but terlihat tidaklah eukup hanya alat bukti saja, tetapi juga harus mempunyai keyakinan hakim. Sebaliknya juga tak eukup kalau hanya ada keyakinan hakim tanpa bukti-bukti. Sistem ini dinamak.an "negatief wettelijk". sampai "Wettelijik", karena diperlukan alat bukti menurut uk ura n tertentu. "Negatief', karena dengan adanya alat-alat bukti, tidak dipaksa untuk memperlakukan alat~alat bukti tersebut. Masih diperlukan keyakinanhakim. •
2)Prof. Roe slan Saleh, Hukum Pidana sebagai KOIIfrontasi Manusia dan Manusia (Ghalia Inlonesia, 1983, p. 17-27).
. Desembi!r 1988
,;Jfuklim 'dan Pembangunan. •
.
Penilaian terhaclap kekuatan pembuktian alat-alat bukVdiserahkan sepenuhnya kepicla hakim. , , Sistem negatief-~~ttelijk ini menurut kami meniru stelselpembuktian di Negeri Belanda dan rnasih dipertanyakan aPakah sistem tersebut sudah ses~i dengan sistem Pemerintahan Republik Indonesia yang berdasar atas bukum (Rechtsstaat) Pasal 338 Strafvordering di Negeri Belanda yang menganut , stelselNegatief wettelijk diambil alih oleh HIR pasal 298. ' '
"
"Geenerlij be~jsmiddel zal ter veroordeling van een beklaagde verplichtend zijn, wanneer de rechter niet volkOinen overtuigd is, data de strafbare daad, hem ten laste, hem ten laste gelegd, waarlijk heeft gepleegd of daaraan medeplichtig is." (Sv.374) 3. Jalan Pikimn Hakim Waktu Membuktikan Hakim harus berpikir logis dan melakukan penalaran waktu membuktikan, seperti pekerjaan seorang ahlipikir dibidang ilmu pengetahuan! Segala gejala . . diterangkannya dalamhubungan satu dengan yang lainnya ~mpai kepada kesimpulan sesuai menurut undang-undang. Fakta yang menunjang keputusannya harus diucapkannya. Tidak perlu dicantumkan semua jalan pikiran hakim dalam keputusannoya. Yang diperlukan ialah, bahwa orang yang membaca putusan hakim berdasarkan bahan-bahanJ;ang diberikan akan menarik kesimpulan yang sama dengan kesimpulan hakim dan untuk setiap bagian yang dituduhkan harus ada alat bukti. . •
.
4. Peristiwa yang tak perlu dibuktikan . •
Yang tak perlu dibuktikan ialah peristiwa yang umum diketahui (pasa1184 (2) KUHAp). Datam hal peristiwa yang dianggap umum diketahtii itu masih banyak per~lisihan pendapat. Sekumng-kumngnya disepakati perlstiwa sejarah, ge~mfi, ilmu alat, peristiwa medis. J) Masalah timbul bila suatu peristiwa dikenal disuatu tempat dan ditempat lain tidak dikenal. Atau dengan perkataan l~in, sampai dimana hakirridapat niempergunakan pengetahuannya sendiri dalam pembuktian dan penalaran• nya. Pertanyaan ter~but dijawab kasus demi kasus. ,
Dalam putusan H.R.. Belanda dinyatakan peristiwa yang'dikenal umum, , yaitu a.l. ~. Ke~mpitan menang loterei, ditentukan oleh nasib, saat terbenamnya mata· hariterjadi pada saat tertentu, bahwa suatu jalan merupakan jalan umum, , bahwa dalam pengertian menyembelih termasuk memotong dalam beberapa potong binatang yang telah mati, \)ng telah dillm'umkandalamberita resmi . , pemerinta h, Brendi adalah minllman\keras, Pada bulan Oktober 1945, permaciani ya rig dimiliki tentem Jerman berasal dari barang curian.
3) Loc. cit h. 310
Pellf(DruhHukum , •
.
.
Dru~ker dalam tulisannya "Eigen W etenschap des Rechters" mengemukakan, ,
bahwa hakim harus menerapkan peristiwa yang diirenal umum (notoire feiten),juga harus menterapkan pengetahuan umum dan pen~alaman. Ada tiga kemungkinan : 1. . Hakimhany.t harus mempergunakan ilmu hukumnya,teiapi dibidang lain harus . berpegang keptda alat bukti yang resmi. 2. Hakim boleh l11empergunakan pengetahuannya, seperti yang 4tzim dimiliki <]>leh ora ng terpelajar lainnya, teta pi tidak pengetahuan yang termasuk dibidang khusus atau secara kebetulan dimilikinya. 3. Bahwa hakim dapttmempergunakan "zaakkulldige kennis"nya, baik secaril umum maupun secarakllusus. MenurutH.R. hakim dapat menggali dari ilmlJnya~endiri,sepanjang yangdapat, dimiliki oleh seorang ahli, tetapi tidak boleh memwergunakanpengetahuan tnengenat • , peristiwa, dimana diperlukan keterangan saksi. •
BAB III ALA T BUKTI lsi alat'bukti merupakan dasar penalaran dan keyakinan hakim. Secara teoritis daptt dipisahkan antara bentuk a1at bukti dan isi alat bukti. Bentuk alat bukti ialah : . a. ketera ngan sa ksi b. keterangan ahli c. sura t d. petunjuk . e. Keterahgan terdakwa. 4) .
-
1. ad. a. Keterangan saksi Melihat uru13 n alat bukti dalam pasal dia13s, ternyata keterangan saksi merupakan alat bukti yang terpenting:, baik dalam perkara yang ringan rnaupunyang berat. . Ada beb~rapa syarat diperlukan bagi saksi, yaitllj : syarat positif dan sy
---,-:4) KUHAP, Pasal184 . 5) H.R. 13 Jannari 1936, N.J. 36 No. 275 OesemberJ988; - .. ."
•
572
_lfukum dan Pembangunan
Mahkamah Agung pemah memutus, bahwa mendengar keterangan seorang saksl adalah termasuk kebijaksanaan hakim 6). fsteri yang sah dari tertuduh tidak darnt dijadikan sebagai saksi yang disumpah. 7). H.R negeri Belanda membenarkan keterangan saksi : "Wanneer daar iemand geweest was, dan had ik hem moeten zien" 8t Saksi memberikan keterangan dibawah sumrnh sesuai menumt agamanya : "dat hij de gehele waarheid en niets dan de waarheid zal zeggen". . Di Negeri Belanda dan mungkin di Indo,nesia terdakwa tak mungkin disumpah sebagai saksi. Di Inggeris hal tersebut mungikin menurut Criminal Evidence Act. Nederburgh berpendapat, bahwa hakim dalam si
2. ad. b Keterangan Ahli KUHAP hanya menyebut dalam satu pasal, yaitu pasal 186, yang berbunyi : Keterangan ahli ialahapa yang seorang ahli nyatakan disidang p!!ngadilan. Dalam penjelasannya diterangkan: . •
•
"Ketera nganahli ini dapatj uga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik aiau penuntut.umum yang dituangkan dalam suatu bentuk lapomn dan dibuat dengan rnengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pckerjaan.'Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik 6) MA No. 100 K / Kr/1963 7) M.A . No: 18 K / Kr / 1972 X) H.R. 28 Oct. 40 N.J. No. 194 m.o. T. ,
•
•
Pengaruh
Hukum
.-
penuntut umum, maka pada pemeriksaan disidang, diminta untuk memberi keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan - tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim". iilliU
•
•
•
Bagaimana penjelasan keterangan ahli, perlu dilihat dalam yurisprudensi dan dok• tnn. • Negeri Belanda dengan tegas membedakan keterangan saksi dan keierangan ahli. Keterangan ahli ialah : . "gevoelen van de deskundige betreffende hetgeen zijn wetenschap hem leert omtrent datgene wat a~n zijn oOldeel onderworpen is. Wetens::hap rnaksudnya, bukanlah sesuatu kategori pengetahuan tertentu., seperti heelkunde, psychiatrie, chemie, tetapi pengetahuan khususyang dianggap dimiliki wetenschap dalam arti sempit. Termasuk oleh seseorang walaupun tidak sebagai . didalamnya ilmu tenlang tulisan, ilmu senjata, dan ilmu sidikjari. Wala up un di negeri Belanda dibedakan dengan tegas ~eteranganahli dan keterangan . . ;;aksi, akhimya sangat sulit untuk membedakan kedua keterangan tersebut. Juga .seoia ng hali. dalam membentuk "gevoelen"nya sering memerlukan "waarneming". . . . Menurut KUHAP keterangan ahli harusjuga disertai sumpah, baik sumpahjabatan• maupun sumpah dihadapan hakim. Di negeri Belanda bunyi sumpah ahli : "dat hij zijn taak naar zijn geweten zal vervullen. " '
.
•
3. ad c. Sura' • • KUHAP tidakada memberikandefinisi tentang sural. Alat bukti surat dalam perkara . . pidana memang kurang peranannya, dibandingkan 'dengan alat bukti saksi. Surat keterangan ahli juga swah dimaksudkan dalam alat bukti surat (Pasal 187 ayat c). Apa yang dimakswkan'dengan sura t dalam perkara pidana samajawa bannya seperti dala m perkara perdata. Asser Annema merumuskan : "Geschriften zijnalle zaken, die dragers zijn van verstaanbare leestekens, . dienende om een gedachteninhow te vertolken". . Fotografi suatu barang selain "sural", gambar denah, gambar situasi, kerfstokken bukanlah dianggap sebagai surat dalam hukum acarapidana. Dia merupakan bahan • untuk keyakina n. Suatu sura t dapat merupakan bagian keyakinan, seperti surat yang uicuri atau yang diplisukan. Walaupun dia merupakan bahan.untuk keyakinan, di ualam sidang harus dibacakan, atau sekurang-kurangnya ·disebut isi ringkasnya, . untuk uaplt dijadikan bukti. Dalam KUHAP tidak diterangkan kekuatan pembuktian suatu alat bukti sural. • Mungkin pembentuk undang-undang menyerahkan kepada hakim untuk menilai kekuatan hukumnYJ. Yangjelas hakim pidana tidak terikat dengan pasall875 BW mengenai kekuatan pembuktian akte dibawah tangan. Dia hanya terikat dengan . I11cnggunakan sebagai alat bukti. . akte dibawah tangan . . Jaui ,agaknyJ sa ma seperti kekw ta n pembuktian petunjuk, sebagaimana tersebut ualam pasal 188 (3) KUHAr, •
•
•
"Pcnilaian atas kckuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap; ke.
Duember 1988
JI4
HIIk,," dali Pembang~' . I
. .
- -. adaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan :arifbijakmna, setelah ia rnenga Jakan -pemerikman kesekmrllaan beldasarkan-- dengan penuh kecermatanctan . - .b:ltinummnw." . KUHAP rnenetapkan alat bukti"keterangan sakSl, keterangan ahli sumt, petunjuk dan ketel!lngan terdakwa, (pasaI184), HIR rnenetapkan sarna dengan Sv, getuigenis, . . ~hriftelijk be~heiden, bekentenis dan aanwijzingen, (295 HIR. 371 Sv). dan Sv negeri Belanda menetapkan, Verklaring van Getuige, deskundige, verdachte, schrittelijk be~heid, eigen waameming des rechteiS-: nisin! terlihat -Repubiik.-1iid-onesia . Iangsung rnengambil yang berlaku di Negeri Belanda, tanpa memikirkan alat bukti . yang sesuai dengan jiwa rnasyarakat Indonesia, padahal kebudayaan rnasyarakat lndonesia berbedadengan kebudayaan Belanda. A I akah perubahan sosiallndonesia sekamng sudah sarna dengan keadaan sosial di Neg ri Belanda? Padahal ,penyesuaian . diri hukurn kepada perubahan sosial sudah dianggap .sebagai 'suatu hal yang tidak . . perl u dim guka n Ia gi:!9) . - 4. ad. d Petunjuk. . '
' ;
hakim dapat menernukan peristiwa lain · Berdasarkan peristiwa yang tela h terbukti, . . melalui pemlaran (redenering) Dalam KUHAP pasal 188 disebuthal dernikian sebagai petunjuk, sbb : . .
'
,
"Petunj uk adala h pe rb ua ta ri, kejadian a ta u keadaan, ya ng karena persesuaiannya, baikantara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak J?idana itu • sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindakc pidana dan siapa pelakuitya." . . , . Van Bemmelen berpendapat tidak tepat petunjuk itu disebut alat bukti. Misalnya 'suatu alat bukti keterangansaksi, yang rnenerangkan suatu peristiwa (perbuatan, kejadian, atau keadaan;), maka kepida hakim telah diperbolehkan, sesuai dengan " . J logika, melalui penalarannya menyimp,ulkan terjadinya peristiwa B. Jadi peristiwa Ii dibuktikan melalui jalan tidak Iangsung. ., Dalam hukurn acara pidana, bukti. melalui petunjuk terjadi apabila hakim berdasarkan suatu peristiwa A, rnenyirnpulkan adanya suatu peritiwa B. Dalarn hukum acara perdata dikatakan bahwa peristiwa B dibuktikan dengan rnelalui " vermoedens" Dalam hukurn acara pidana di Negeri Belanda cara pernbuktian , tersebut dimrnakan "verwijzing". Sekarang telah dihapus "verwijzing" sebagai alat bukti, karemmemang swah salah kapmh. Dalam hukum acam pidana didapitjuga pm nata rechtsvermoedens. Dalarn hukum acara. perdata dikeml j~a perbedaan antara wederlegbare rechsvermoedens dan onwederlegbare rechtsvermoedens. Dalam h~um acam pidam tidak djkemJ-~nwederlegbare rechtsverrnoedens . . Wederiegbare verIlloedens dikeml dalam hukurn acam pidana, yang terbagi atas : L Yang sebemmya. . Dimana jJemoentuk undang-undang mengatakan;kepada hakim,jika suatu penstiwa telah terbukti,Iiakim boleh mernberi keputusan tanpaperneriksaan lanjutan terhadap peristiwa lain. .. . ,
'
9tPnif. DR. Satjipto Rahardjo, S.H. Hukum dan Perubahan Sosial. (1979; 63)
•
.
Pe'fJuruh Hukum
57,5, ,
Contoh seperti dalam pasal 93 Arbeiswer: "\\'anneer in eene fabriek of werkplaats of in een kantoor een arbeider aangetroffen wordt op eenne besloten plaats, waar arbied wordt verricht en die niet tevens een woonvertrek is, wordt hij geacht, aldaar zelf arbeied te verrichten, tenzij het tegendeel blijkL" 2. Yang tidak sebena rnya. Hakim buka n dibebaskan dari kewajiban membuktikan, tetapi untuk sementara diberikan pembebasan beban pembuktian Contoh seperti dalam Jnsal 59 KUHP. "In de e\allen W
Desember J988
576
- Hukum danPembangunan
Apakah sifat putusan "veroordelen" atau "onstlaan van reehtsverbolging". Van Hamel, BrombeIg, Grunebaum melihat syarat "toerekeningsvatbaar" harus positif. Dalam hal keragu-raguan hakim tidak boleh menjatuhkan putusan "veroordelipg". . . Demikian pula mengenai "onreehtmatigheid" suatu delik, yang dalam perumu;;annya tidak terdapat kata "wederreehtelijk". lika\ tetap diragukan, apakah hakim • harus "veroordelen" atau tidak. Simons dan Pompe menjawab "ja", tetapi Van . Hamel dan ZevenbeIgen menja wa b "tidak". Selanjutnyadalarri membuktikan suatu peristiwa, yang menjadi unsur suatu "strafbare fiet", hakim terikat dengan alat bukti yang tereantum dalam buku undangundang. Hal demikian tidak berlaku terhadap peristiwa dan keadaan (feiten en · omsta ndigheden),seperti tereantum dalam KUHP Pidana pasalS (2), yang berbunyi • •
"aan een feit hetwelk door de Indonesische wettelijke strafbepalaing als misdrijf wordt beschouwed en waaropdoor de wet van het land waar het begaan is, straf is gesteld." Jadi kalau KUHAP mema-kai petunjuk (aanwijzingen), Negeri Belanda memper. gunakan alat bukti "eigen waarneming des reehter" .
•
.
5. ad. e Ketera ngan Terdakwa. Pasa1189.
1. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakandi sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami. Dalam stratvordering Belanda dlrumuskan keterangan terdakwa sebagai berikut: . .
-
"is een opga ve van feiten of omstandigheden, hem uit eigen \\etenscnap bekend" ladi ta k ada disebut '~yang ia lakukan ata u alami sendiri. KUHP tidak merumuskan apa yang dimaksudkandenganketerangan saksi, tetapiada merumuskanketerangan terdakwa. Strafvordering Belanda ada menyebut keterangan saksi, yaitu: "eign waameming en ondervinding" (art 342) . Dalam HIR ada disebut: "Iedere afgelegde getuigenis moet loopen over feiten, welke de getuige zelf gehoord, gezien of ondervonden heeft, en moeten daarbij tevens uit-drukkelijk worden opgegeven de redenen van wetenschap:" Pada azasnya tak ada perbedaan keterangan saksi dengan keterangan' terdakwa. Kemungkinan besar keterangan terdakwa tidak objektif, tetapi ada juga kemungki- . nan terdakwa menyebut yang benar. KUHP seeara negatif merumuskan, bahwa baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi. ladi diluar itu merupakan keterangan saksi dan mempunyai pengertian yang sangat luas. Keterangan terdakwa yang ia ketahui, sesungguhnya sarna saja dengan yang ia lakukan dan yang ia alami ~ndiri. Dengan perkataan lain yang ia ketahui itu identik de~an yang ia lakukan dan yang ia alami. Perumusan yang ia ketahuijnipun mempunyai pengertian yang sangat luas. •
KUHP mempergunakan istilah "keterangan", termasuk didalamnya "pengakua n". Setia p keterangan terdakwa harus menjadi perhatian hakim, tidak perduli mengandung suatu pengakuan, banta han, ataupengakuan sebagian peristiwa atau keadaan. Dalamsegala hal, keterangan terdakwa tak perlu sebagai pengakuan untuk daplt dijadikan bukti. Demikian pula hakim ti~ak perlu mempergunakan semua keterangan ten:lakwa atau saksi. ,
,
llmu psychologibany..tk memberi sumbaIigan dalam menangani masalah terdakwa dan saksi. Dia mengajarkan bahwa manusia yang telah melakukan sesuatu yang salah, mempuny..ti naluri unt~ berkianat. Terdakwa yang membisudisidang pengadilan merasakan pada diriny..t suatu kebebasan dan kemenangan. Psychologi juga mengajarkan suatu pengakuan jangan selalu dipercaya. Terkadang dia mengakui berouat suatu kejahatan, padahal sesungguhny..t dia tidak berbuat. Tidaklah salah pasal 189 (4) men)Cbutkan, ba,hwa keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadany..t, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Demikian pula azas "Unustestisnullus testis" (pasa1185 (2) KUHP). ' Salah satu peIbedaan keteranEan saksi dan ten:lakwa ialah bahwa keterangan terdakwa tidak disumpah terlebih dahu1u. Mengenaf keterangan terdakwa seperti yang . . . .' .dirnaksud dalam pasal 189 94) KUHP diatas tadi, Mahkamah Agung pernah memutusdalam Putusanny..t tanggal19November 1974 No. 37 K/ Kr /1973 mengenai kasus Kasirin. Bahwa Pengadilan Tinggi dan Pengadilan N egeri telah salah menera pkan undang-und,~ng, yaitu hany..t meny..tdarkan pembuktian tentang tuduhan yang ditujukan kepada terdakwa tersebut, tanpa dikuatkan oleh kesaksikan de~an pesy..tratan seperti yang dirnaksudkan dalam pasal 300 RIB dan pasal berikutny..t. '
,
' .
.
•
,
,
Tentang pengakuan ten:lakwa di luar sidang masih diakui oleh KUHP dalam pasal 189 (2), dengan sy..trat didukung oleh suatu alat bukti yang syail. Dalam hubungan • de~an testimonium'de auditu hal tersebut agak bertentangan, karena KUHP sarna sekali tidak rnembemrkan testimonium de auditu. Padahal beritaacara penyidik yang diakui sebagaialat bukti (pasaI187a) mencantumkanjuga "apa yang didengar , dari orang lain". Oleh karem itu suatu pengakuaIi di luar sidang y..tng dibuat dalam berita acara penyidik, belum dapat dikatakan alat bukti. Yang bukti baru berita acarany..t atau keterangan saksi, bahwa terdakwa telah memberikan keterangan. Hal terse but baru mengemi bentuk dan hakim ITJasih harus membuktikan, karena terdakwa telah mengakui bahwa telah melakukan. ,
BAB. III PENUTUP ·DAN SARAN; ,
I.
U
Ternyata Indonesia telah meniru sistem pembuktian Negeri Belanda dengan menganut sistem negatif-wettelijk, yang menurut kami akan memberi wewenang yang belebihan kepada hakim Seharusnya Republik Indonesia menganut positif-wetelijk, dimana keyakinan hakim harus tunduk pada alat bukti yang sah menurut undang-undang
-
- . .Hutllm dan Pembangunan ~-
III. Alat bukti "perunjuk"seharusnya dihilangkan, karena di negara yang menganut . sistem negatif wetelijk sendiri sudah . meninggalkannya, kan:~ dianggap salah . kapmh. IV. Testimonium de auditu sebaiknya diperbolehkan, walau bertentangan dengan "azas larigsung" yang dianutoleh Republik Indonesia, tetapi lebih memperkaya material pembuktian. . V. Kunci terakhir masalah pembuktian terletak ditangan hakim, yang berdasarkan . . keya kinannya pada akhimya menentukan nasib dan nya wa rnanusia. Oleh karena itu, pengangkalan dan pemberhentian hakim harus sangat selektif, mengingat dan mempertimbangkan aspek umur, moral, mentalitas, ilmu umum dan ilmu hukum. VI. Secara langsung Hakim dapatmenerapkan hukum sesuai dengan perubahan . sosial dengan mempergunakan ajaran ' penghalusan hukum dan penemuan hukum. •
•
DAFTAR KEPUSTtXKAAN
•
ASSER's C. ~anclleiding totdeBeoefening van bet Necterfands . . (vijdedeel-vaii lkWijs) NV. · Uitgevers-Maatschapij .. WE.). Tjeenk. Willink, . . Zwolle, 19,53. PRODJOHAMIOJOJO,S:R,MTanyaJawabKUHP(UUNo.8,1981)P.JuP, . -. . . . A. Bewijsen Verjaringl953, RD. Tjeenk Willink & Zoon N.V. Baattern. VAN BEMME'LEN J.M. Strafvordering (Leerboek van bet Nederlandse .Straf.. procesrecbt). B.P. DHARMA BHAKTI. Peraturan Pernerintab No: 27 taboo 1~83 tentang , Pehlksamlarl Kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUlIP). RAHARDJO, . .. SATJIPTO. Hukurndan PerubabanSoSbl'(peQemit Alumni/1983/Bandung). SALEH, ROESLAN, Hukumrn Pidana sebagai Konfrontasi MamJs!1 sia (Ghalia Indonesia, 1983) . ,.
•
•