PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN (Studi pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia)
Rizky Arifani Universitas Brawijaya
ABSTRACT This study examined the effect of corporate governance on financial performance of the company. Good corporate governance was identified by the number of audit committee, the proportion of managerial ownership, the proportion of institutional ownership, and the proportion of independent commissioners. Indicators of financial performance were measured by return on equity (ROE). The sample used 186 companies from a population of 347 companies listed on the Indonesian Stock Exchange which issued GCG reports with total of observation data 372 in period 20102011. The sample was determined using proportionate sampling method. The study used multiple regression analysis and processed using SPSS. The results showed that there was significant effect between audit committees, institutional ownership, and independent commissioner to financial performance. However it was not found that managerial ownership had an influence on financial performance. Keywords: good corporate governance, financial performance, return on equity (ROE)
1. Latar Belakang Penerapan Good Corporate Governance semakin gencar dilakukan semenjak munculnya skandal akuntansi seperti kasus Enron, dan Worldcom yang melibatkan akuntan. Di Indonesia juga telah tercatat beberapa kasus yang melibatkan persoalan laporan keuangan seperti PT. Lippo dan PT. Kimia Farma yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi (Boediono, 2005). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada saat ini bukan lagi sekedar kewajiban, namun telah menjadi kebutuhan bagi setiap perusahaan dan organisasi. Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan, menjadikan perusahaan berumur panjang dan bisa dipercaya.
Pengelolaan perusahaan berdasarkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan upaya untuk menjadikan GCG sebagai pedoman bagi pengelolaan perusahaan dalam mengelola manajemen perusahaan. Penerapan prinsip-prinsip GCG saat ini sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan dan tangguh dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, serta agar dapat menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan. GCG merupakan sarana untuk menjadikan perusahaan lebih baik, antara lain dengan menghambat praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), meningkatkan disiplin anggaran, mendayagunakan pengawasan, serta mendorong efisiensi pengelolaan perusahaan. Dalam kaitannya dengan dengan kinerja keuangan, laporan keuangan menjadi patokan untuk mengukur bagaimana kinerja suatu perusahaan itu dikatakan baik. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Beberapa penelitian tentang pengaruh good corporate governance menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan indikator tiap variabel untuk mengukur GCG dan kinerja keuangan berbeda-beda. Darmawati dkk. (2004) meneliti tentang hubungan corporate governance dan kinerja perusahaan. Variabel independen, yaitu GCG diukur melalui indeks persepsi corporate governance dan kinerja keuangan diukur melalui ROE dan Tobin’s Q. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara corporate governance dengan tobin’s Q. akan tetapi terdapat hubungan signifikan antara corporate governance terhadap ROE. Rosyada (2012) yang menganalisis pengaruh mekanisme GCG terhadap manajemen laba dan kinerja keuangan menyimpulkan bahwa mekanisme Corporate Governance tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba, namun mekanisme Corporate Governance X1, X2 dan X3 (kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen) terbukti berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Sedangkan manajemen laba juga terbukti berpengaruh terhadap kinerja keuangan. 2. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis 2.1 Teori Agensi Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Teori agensi merupakan suatu konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual
antara principal (pemilik) dan agent (manajer). Dalam hubungan keagenan ini, pihak manajer adalah pihak yang memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak daripada pemilik, sehingga disini timbul asimetri informasi yaitu suatu keadaan dimana terdapat pihak yang mempunyai informasi lebih banyak dari pihak luar sehingga menguntungkan mereka (Deegan, 2004:220). Untuk meminimalisasi asimetri informasi ini, maka perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian pengelolaan perusahaan untuk memastikan bahwa pengelolaan perusahaan ini dapat berjalan dengan penuh kepatuhan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya pengawasan ini dapat disebut biaya agensi, yang menurut teori ini harus dikeluarkan sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul.
2.2 Good Corporate Governance Forum for Corporate Governance in Indonesia dalam Tjager dkk. (2003:25) mendefinisikan corporate governance sebagai: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eskternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder). Menurut
Keputusan
Menteri
BUMN
Nomor
Kep-117/M-MBU/2002,
Corporate
Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa corporate governance adalah suatu sistem yang mengatur hubungan antara pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dibuat untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan antara hubungan tersebut. Tjager dkk. (2003:50) mengutip FCG, terdapat lima prinsip utama yang penting dalam Corporate Governance yaitu: 1. Keadilan (Fairness)
2. Transparansi (Tranparency) 3. Kemandirian (Independency) 4. Akuntabilitas (Accountability) 5. Pertanggungjawaban (Responsibility) Mekanisme Good Corporate Governance dibagi menjadi menjadi dua bagian yaitu internal dan eksternal. Mekanisme internal dilakukan oleh dewan direksi, dewan komisaris, komite audit serta struktur kepemilikan, sedangkan mekanisme eksternal lebih kepada pengaruh dari pasar untuk pengendalian pada perusahaan tersebut dan sistem hukum yang berlaku (Dennis dan McConnell dalam Diyanti 2010). Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Menurut Farida, Prasetyo, dan Herwiyanti (2010) dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan. Komposisi dewan komisaris independen diukur berdasarkan presentase jumlah dewan komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam susunan dewan komisaris perusahaan. Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal). Komite audit ditempatkan sebagai mekanisme pengawasan antara manajemen dengan pihak eksternal. Kurnianingsih dan Supomo (1999) juga menjelaskan bahwa komite audit pada aspek akuntansi dan pelaporan keuangan diharapkan dapat melaksanakan beberapa fungsi yaitu: menelaah seluruh laporan keuangan untuk menjamin objektivitas, kredibilitas, reliabilitas, integritas, akurasi dan ketepatan waktu penyajian laporan keuangan; menelaah kebijakan akuntansi dan memberikan perhatian khusus terhadap dampak yang ditimbulkan oleh adanya perubahan kebijakan akuntansi; menelaah efektifitas Struktur Pengendalian Internal (SPI) dan memastikan tingkat kepatuhan SPI; mengevaluasi kemungkinan terjadinya penipuan dan kecurangan; menilai estimasi, kebijakan dan penilaian manajemen yang dipertimbangkan mempunyai pengaruh material terhadap laporan keuangan. Kepemilikan saham manajerial adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen, yang dapat diukur dari presentase saham biasa yang dimiliki oleh pihak manajemen yang secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan perusahaan. Menurut Bagnani dkk dalam Nuraeni (2010) struktur kepemilikan saham manajerial diukur sebagai presentase saham biasa dan atau opsi saham yang dimiliki direktur dan officer. Semakin besar proporsi kepemilikan
manajerial pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham karena bila terdapat keputusan yang salah manajemen juga akan menanggung konsekuensinya. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. 2.3 Kinerja Keuangan Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisien suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Pengukuran kinerja keuangan dapat dilihat menggunakan analisis laporan keuangan atau analisis rasio. Ross dkk. (2009:78) menyatakan bahwa rasio merupakan cara untuk membandingkan dan menyelidiki hubungan yang ada diantara berbagai bagian informasi keuangan. Rasio yang umum digunakan adalah rasio likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas. Dalam rasio likuiditas, hal-hal utama yang diukur adalah kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajibannya dalam jangka pendek tanpa ada tekanan yang berlebihan (Ross dkk., 2009:79). Rasio ini memfokuskan pada aset lancar dan kewajiban lancar. Solvabilitas adalah kemampuan jangka panjang perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya (Ross dkk., 2009:83). Pengukuran solvabilitas ini dapat disebut juga leverage ratio. Profitabilitas adalah ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan asset dan mengelola operasinya secara efisien (Ross dkk., 2009:89). Rasio Profitabilitas, yaitu rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mencetak laba. Untuk para pemegang saham (pemilik perusahaan), rasio ini menunjukkan tingkat penghasilan mereka dalam investasi. 2.4 Pengembangan Hipotesis Sam’ani (2008) menyebutkan bahwa jumlah komite audit memiliki pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Menurut Sam’ani (2008) komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi secara umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan illegal. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pertama yang dapat dibentuk adalah: H1: Komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan Mehran (1994) dalam Puspitasari dan Ermawati (2010) menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan positif antara persentase saham yang dimiliki pihak manajer dengan kinerja keuangan badan usaha. Rosyada (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan saham manajerial terhadap kinerja keuangan. Kepemilikan saham perusahaan oleh manajer cenderung melakukan strategi untuk meningkatkan kinerja keuangan jangka panjangnya. Insentif berupa saham yang diberikan kepada pihak manajer memacu mereka untuk bekerja lebih keras dan cerdas dalam meningkatkan nilai badan usaha, yang juga merupakan milik pihak manajer Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat dibuat yaitu: H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja keuangan Murwaningsari (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan institusional mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Chantrataragul (2007) dalam Puspitasari dan Ermawati (2010) meneliti mengenai konsentrasi kepemilikan dalam hubungannya dengan kinerja keuangan badan usaha di Thailand. Hasil penelitian adalah semakin tinggi konsentrasi kepemilikan, maka akan menghasilkan kinerja keuangan yang lebih baik. Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan pada kinerja keuangan perusahaan juga ditunjukkan dari hasil penelitian Rosyada (2012). Adanya
kepemilikan Institusional dianggap sebagai kontroler bagi perusahaan untuk menciptakan kinerja yang baik dan semakin meningkat. Dari uraian tersebut, diambil hipotesis ketiga yaitu: H3: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja keuangan Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Dalam penelitian Farida, Prasetyo, dan Herwiyanti (2010), menyatakan bahwa dewan
komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Pathan, Skully, dan Wickramanayake (2007), dan Abor dan Biekpe (2007) dalam Santoso (2012) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan positif antara proporsi komisaris independen dengan kinerja perusahaan, khususnya profitabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Rosyada juga menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Berbagai penelitian yang dilakukan menunjukan hasil bahwa terdapat pengaruh komisaris independen terhadap kinerja perusahaan. Semakin besar jumlah komisaris independen maka keputusan yang dibuat dewan komisaris lebih mengutamakan keapada kepentingan perusahaan, sehingga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Santoso, 2012). Berdasarkan dari penjelasan tersebut, maka hipotesis yang dapat diambil yaitu: H4: Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
3. Metode Penelitian 3.1 Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2011 yang menyajikan laporan tata kelola perusahaan (good corporate governance) dalam laporan tahunannya. Populasi yang terhitung sebanyak 347 perusahaan (lihat tabel). Pemilihan sampel berdasarkan metode Probability sampling yaitu stratified random sampling dengan tujuan untuk mempertimbangkan relevansi aspek yang ada. Rumus slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel karena jumlah populasinya diketahui dengan pasti dan perhitungannya mudah (Setiawan, 2007). Perhitungan menggunakan rumus Slovin: n = N / (N .α2+1)
Keterangan : n = Sampel N = Populasi α = Taraf signifikansi (0,05) Berdasarkan rumus slovin tersebut, diketahui jumlah sampel sebanyak 186 perusahaan tiap tahunnya. Berikut merupakan daftar sampel perusahaan: Tabel 3.1 Tabel Penentuan Sampel Sektor
Manufacturing Banking, Credit Agencies, Securities, Insurance & Real Estate Mining and Mining Services Wholesale and Retail Trade Other Transportation Services Hotel and Travel Services Agriculture, Foresty and Fishing Constructions Holding and Other Investment company Animal Feed and Husbandry Telecommunication Total Sumber: Data yang diolah, 2013
Jumlah Proporsi Sampel perusahaan
118 85 30 25 22 16 13 9 9 8 6 6 347
0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54
63 46 16 13 12 9 7 5 5 4 3 3 186
3.2 Pengukuran Variabel Penelitian ini menggunakan empat variabel independen (komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris independen) dan satu variabel dependen (kinerja keuangan, diukur menggunakan ROE), antara lain: 1. Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit diukur dengan menghitung jumlah anggota komite audit dari setiap perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. 2. Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola yang diukur dengan persentase kepemilikan saham yang dimiliki dewan direksi dan dewan komisaris dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
3. Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak institusi seperti perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, dan institusi lain yang diukur dengan persentase kepemilikan saham oleh perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, dan institusi lain dibagi dengan total jumlah saham beredar. 4. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar pemegang saham perusahaan, yang bebas dari hubungan bisnis ataupun hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (KNKG, 2006). Proporsi komisaris independen diukur dengan persentase jumlah komisaris independen dibagi dengan total jumlah anggota dewan komisaris. 5. Kinerja keuangan diukur melalui rasio Profitabilitas, yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan mencapai laba yang diharapkan. perhitungan rasio yang digunakan yaitu Return On Equity (ROE) yang membandingkan laba bersih dengan ekuitas. Rumus ROE : Return On Equity =
Profit after Tax_ x 100% Equity
3.3 Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear. Dalam analisis regresi linier ini, dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas, serta pengujian hipotesis secara statistik. Analisis regresi linier ini menggunakan alat bantu Statistical Package For Social Science (SPSS). Secara sistematik persamaan dalam regresi ini dapat dilihat dalam model matematis sebagai berikut : Y
= α + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 +ε
Dimana: Y
= kinerja keuangan (ROE) sebagai variabel dependen
α
= konstanta
β
= koefisien regresi
X1
= komite audit
X2
= kepemilikan manajerial
X3
= kepemilikan institusional
X3
= komisaris independen
ε
= error
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Gambaran Obyek Penelitian Obyek penelitian pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010 sampai dengan 2011 yang menampilkan laporan good corporate governance dalam laporan tahunannya. Total populasi seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2010-2011 sesuai kriteria yang ditentukan adalah 347 perusahaan tiap tahunnya. Setelah dilakukan probability sampling method dengan stratified random sampling menggunakan rumus Slovin, sampel yang digunakan sebagai obyek penelitian pada penelitian ini yaitu 186 perusahaan, dengan total data observasi selama 2 tahun yaitu 372 data. Berdasarkan pada hasil analisis statistik deskriptif melalui program SPSS, berikut dalam tabel 4.1 ditampilkan karakteristik sampel yang ditunjukkan dengan jumlah data observasi (N), nilai minimum dan maksimum sampel, rata-rata, dan standar deviasinya untuk masing-masing variabel. Tabel 4.1 Deskripsi Variabel Penelitian Variabel
N
Minimum Maximum Rata-rata Std. Deviation
Komisaris independen
372
14,29
83,33
40,8545
11,28417
Manajerial
372
0,00
70,00
4,1120
10,24357
Institusional
372
10,11
98,98
66,9507
18,90787
Komite audit
372
2,00
7,00
3,1398
0,58446
ROE
372
0,07
625,40
19,4378
36,14215
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
4.2 Uji Asumsi Klasik Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Jika terdapat korelasi antar variabel independen, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2005:91). Hasil uji multikolinearitas tiap variabel independen menunjukkan tidak terdapat masalah korelasi antar variabel. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang paling baik adalah yang bebas dari autokorelasi (Ghozali,2005:95). Dalam penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson (DW test) untuk melihat adanya masalah autokorelasi atau tidak dalam model regresi yang dipakai. Berdasarkan dari analisis, diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1,526. Jika dilihat dengan tabel Durbin Watson, bahwa nilai 1,526 tersebut terdapat diantara nilai du dan 4-du yang artinya tidak ada autokorelasi. Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda akan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:105). Untuk melihat ada tidaknya gejala heteroskedastisitas, dapat menggunakan uji Glejser. Hasil menunjukkan bahwa nilai signifikansi semua variabel independen diatas 0,05. Ini menandakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini. Uji normalitas dilakukan bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi yang normal. Ada dua cara untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak. Yaitu dengan menggunakan analisis statistik atau analisis grafik. Pada penelitian ini, digunakan analisis uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat apakah distribusi data yang ada normal atau tidak. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai sebesar 0,195. Nilai tersebut lebih tinggi dari nilai probabilitas yaitu 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data telah terdistribusi secara normal.
4.3 Analisis Hasil Penelitian Penelitian ini menguji hipotesis-hipotesis dengan menggunakan metode analisis regresi. Analisis ini memprediksi bagaimana variabel independen yaitu komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komisaris independen berpengaruh terhadap variabel dependen, yaitu kinerja keuangan yang diukur melalui ROE. Berikut merupakan hasil analisis regresi linier:
Variabel
Tabel 4.2 Hasil Analisis Regresi B Std error
Sig t
(Constant)
0,418
0,692
0,546
Komite audit
0,189
0,079
0,018
Manajerial
-0,004
0,005
0,494
Institusional
0,302
0,146
0,040
Komisaris independen
0,171
0,056
0,002
Adjusted R Square = 37,7% Variabel dependen = ROE Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013 Dari hasil analisis diatas, dapat diketahui pengaruh variabel independen komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komisaris independen terhadap ROE dengan persamaan matematis berikut: Y = 0,418 + 0,189X1 - 0,04X2 + 0,302X3 + 0,171X4 + e Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap ROE. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan dapat diterima. Semakin banyak komposisi komite audit maka kinerja keuangan akan terawasi dengan baik sehingga kinerja akan meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Bachtiar (2004), dan Wedari (2004). Komite audit ditempatkan sebagai mekanisme pengawasan antara manajemen dengan pihak eksternal, sehingga komite audit dipandang dapat meningkatkan kinerja perusahaan melalui pengawasan tersebut.
Pengujian hipotesis kedua menunjukkan hasil bahwa kepemilikan manajerial negatif tidak signifikan terhadap ROE, sehingga hipotesis kedua ditolak. Hasil pengujian ini tidak mendukung penelitian Rosyada (2012) yang menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Dengan memperbesar kepemilikan saham oleh manajemen dapat meningkatkan proporsi saham yang dimiliki manajer sehingga akan menurunkan kecenderungan manajer untuk melakukan tindakan yang berlebihan. Kepemilikan saham manajerial dapat dilakukan sebagai bentuk kompensasi bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Pada umumnya, besarnya kompensasi yang diterima pihak manajemen tergantung pada besarnya aset perusahaan (Puspitasari dan Ermawati, 2010). Untuk mendapatkan kompensasi tersebut, pihak manajemen akan berusaha secara maksimal untuk mengelola aset perusahaan secara efektif. Kompensasi yang diterima biasanya berupa kepemilikan saham. Setelah kepemilikan saham manajerial semakin tinggi, maka manajemen akan berusaha mempertahankan kekayaan perusahaan, yang salah satu didalamnya terdapat kepemilikan saham oleh pihak manajemen. Hasil pengujian hipotesis ketiga yaitu kepemilikan institusional mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rosyada (2012), Kartikawati (2007). Kepemilikan saham oleh institusional yang lebih besar daripada kepemilikan saham oleh manajerial, memungkinkan pihak institusional, yaitu pihak atau badan usaha yang berasal dari luar perusahaan untuk menjadi controller atau yang mengawasi tindakan manajer sehingga manajer tidak bertindak sesuai kepentingannya sendiri, sehingga antara manajerial dan institusional dapat saling bekerjasama untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Dengan terlaksananya fungsi pengawasan oleh pihak institusional melalui kepemilikan sahamnya, maka kinerja manajemen akan semakin terawasi dan dapat meminimalisasi tindak kecurangan yang dapat dilakukan oleh manajemen sehingga kinerja keuangan perusahaan dapat meningkat. Menurut Kartikawati (2007) kepemilikan oleh institusi akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan
akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat (Wijayanti dan Mutmainah, 2012). Pada pengujian hipotesis keempat, komisaris independen mempunyai pengaruh positif secara signifikan terhadap ROE. Hasil ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rosyada (2012), Midiastuty dan Machfoedz (2003). Fama dan Jensen (1983) dalam Sam’ani (2008) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Dalton dan Daily (1994) dalam Sam’ani (2008) menjelaskan bahwa hubungan antara anggota dewan komisaris dengan kinerja serta nilai perusahaan didukung oleh perspektif fungsi service dan kontrol yang dapat diberikan oleh dewan komisaris. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Semakin besar jumlah komisaris independen maka keputusan yang dibuat dewan komisaris lebih mengutamakan kepada kepentingan perusahaan, sehingga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa komite audit mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan dibentuknya komite audit mampu untuk mengawasi manajemen dalam meningkatkan kinerja keuangannya. Kepemilikan institusional juga mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh institusi diluar perusahaan mampu menjadi kontroler dalam pengambilan keputusan oleh manajemen sehingga tercipta kinerja keuangan yang baik. Demikian halnya dengan adanya komisaris independen yang terbukti memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan. Dengan ditunjuknya komisaris independen pada RUPS, akan secara langsung memberikan pengawasan terhadap direksi dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk mencapai tujuan perusahaan. Hasil penelitian tidak dapat membuktikan bahwa kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kepemilikan manajerial yang minoritas tidak dapat mempengaruhi peningkatan kinerja keuangan karena pengambilan keputusan manajemen
dalam rangka untuk meningkatkan kinerja keuangan masih dipengaruhi oleh pemegang saham yang lebih besar. Saran yang dapat diberikan bagi penelitian selanjutnya yaitu yang pertama, peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel independen lain tidak hanya variabel independen didalam penelitian ini seperti variabel ukuran perusahaan, aktivitas rapat dewan komisaris, dan ukuran dewan direksi agar data yang dihasilkan dapat lebih lengkap untuk menjelaskan pengaruh GCG terhadap kinerja keuangan. Yang kedua, dapat pula ditambahkan proxy untuk indikator kinerja keuangan selain ROE. Ketiga peneliti menyarankan menggunakan periode penelitian yang lebih panjang agar dapat menggambarkan dengan lebih baik pengaruh GCG terhadap kinerja keuangan di Indonesia.
Daftar Pustaka Boediono, Gideon Setyo Budiwitjaksono. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. Darmawati, Deni., Khomsiyah., dan Rahayu, Rika Gelar. 2004. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar. Deegan, Craig. 2004. Financial Accounting Theory. Australia: McGraw-Hill Australia Pty Limited Diyanti, Ferry. 2010. Mekanisme Good Corporate Governance, Karakteristik Perusahaan, Dan Mandatory Disclosure: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Malang: Universitas Brawijaya. Farida, Yusriati Nur., Prasetyo, Yuli., dan Herwiyanti, Eliada. 2010. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Timbulnya Earnings Management Dalam Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan Di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Volume 12. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). (http://www.fcgi.or.id/corporategovernance/about-good-corporate-governance.html), diakses tanggal 13 Februari 2013) Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Kartikawati, Wening. 2007. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi. (http://hana3.wordpress.com/2009/05/17/pengaruh-kepemilikaninstitusional-terhadap-kinerja-keuangan-perusahaan/), diakses tanggal 8 Maret 2013). Keputusan Menteri BUMN Tahun 2002 Tentang Penerapan Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor Kep-117/M-MBU/200. Midiastuty, Pratana Puspa., dan Machfoedz, Mas’ud. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Nuraeni, Dini. 2010. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham terhadap Kinerja Perusahaan: Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Puspitasari, Filia., dan Ernawati, Endang. 2010. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap kinerja Keuangan Badan Usaha. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan. Tahun 3. Ross, Stephen., Westerfield, Randolph., Jordan, Bradford. 2009. Pengantar Keuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat. Rosyada, Fani Yulia. 2012. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Skripsi. Bekasi: Universitas Gunadharma. Sam’ani. 2008. Pengaruh Good Corporate Governance Dan Leverage Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2007. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro. Santoso, Rudi Tri. 2012. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Bank Merger Di Indonesia (Tahun 1998-2010). Disertasi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret (online) ( http:// ruddytri.blogspot.com /2012/01/pengaruh-corporate-governance-terhadap.html ) diakses 8 Maret 2013). Setiawan, Nugraha. 2007. Penentuan Ukuran Sampel Memakai Rumus Slovin dan Tabel KrejcieMorgan: Telaah Konsep dan Aplikasinya. Makalah disampaikan pada Diskusi Ilmiah Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. 22 November 2007. Tjager, I Nyoman., Alijoyo, Antonius., Djemat, Humprey., Soembodo, Bambang. 2003. Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Di Indonesia. Jakarta: Prenhallindo. Veronica, Sylvia., dan Bachtiar, Yanivi. 2004. Good Corporate Governance Information Asymetry and Earnings Management. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar.
Wedari, Linda Kusumaning. 2004. Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajamen Laba. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar. Wijayanti, Sri., dan Mutmainah, Siti. 2012. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011. Diponegoro Journal of Accounting Volume 1 No 2.