PENGARUH FINANCIAL DISTRESS TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2006-2010 ABSTRAK Oleh: WINDA JULIANA NPM : 0851031063 Tlpn : 08978921547 Email :
[email protected] Pembimbing I : Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. Pembimbing II : Retno Yuni Nur S, S.E., M.Sc, Akt
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh financial distress terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2006-2010. Opini audit going concern sebagai variabel dependen diukur dengan variabel dummy. Financial distress sebagai variabel independen diukur dengan menggunakan metoda Revised Altman. Opini audit tahun sebelumnya sebagai variabel kontrol diukur dengan menggunakan variabel dummy. Dengan dugaan hipotesis bahwa financial distress berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu sebanyak 141 perusahaan, namun setelah digunakan teknik purposive sampling didapatkan sampel sebanyak 21 perusahaan dengan perioda pengamatan selama 5 tahun (2006-2010). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menggunakan tingkat signifikasi 5% menunjukkan bahwa variabel financial distress mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dan opini audit tahun sebelumnya mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Kata Kunci : Opini audit going concern, financial distress, opini audit tahun sebelumnya
THE EFFECT OF FINANCIAL DISTRESS TOWARDS THE ACCEPTANCE OF AUDIT OPINION “GOING CONCERN” IN MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE 2006-2010 PERIOD
ABSTRACT By: WINDA JULIANA NPM : 0851031063 Tlpn : 08978921547 Email :
[email protected] Pembimbing I : Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. Pembimbing II : Retno Yuni Nur S, S.E., M.Sc, Akt
This research aims to find out the effect of financial distress towards the the acceptance of audit opinion “going concern” in manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange 2006-2010 period. Audit opinion “going concern” as dependent variable is measured with dummy variables. Financial distress as independent variable is measured with “Revised Altman” method. Audit opinion in the previous years as controling variable is measured with dummy variables. The hypothesis are financial distress negatively affect the acceptance of audit opinion “going concern” and the previous year audit opinion positively affect the acceptance of audit opinion “going concern”. Population of data which used in this research are 141 manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange, but after using “purposive sampling method” only 21 companies qualified for being sample with 5 years observation period. Hypothesis examining using logistic regression analysis. The results of the research using 5% level of significance shows financial distress negatively significant affect the acceptance of audit opinion “going concern” and the previous year audit opinion positively significant affect the acceptance of audit opinion “going concern”. Keywords : Audit opinion “going concern”, financial distress, the previous year audit opinion.
1. 1.1.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Krisis keuangan global telah mengubah bentuk perekonomian dunia dan sebagian besar di setiap negara merasakan dampak dari krisis keuangan global termasuk negara-negara di Asia salah satunya adalah Indonesia yang membawa dampak yang signifikan terhadap keberadaan entitas bisnis. Contohnya adalah kelangsungan hidup perusahaan di Indonesia. Dikarenakan mengalami keterpurukan, sehingga banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan sehingga tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah perusahaan yang mendapatkan opini audit Qualified Going Concern dan Disclaimer (Praptitorini dan Januarti, 2007). Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas bisnis, sehingga jika suatu entitas bisnis tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai satu perioda atau satu tahun kedepan, maka going concern perusahaan diragukan dan entitas bisnis tersebut mengalami masalah (Petronela, 2004). Banyak kasus mengenai manipulasi data keuangan yang tidak dapat dideteksi dan informasi mengenai going concern yang belum diungkapkan oleh auditor menyebabkan hilangnya kepercayaan pengguna informasi kepada auditor itu sendiri. Sehingga apabila masalah ini terus berlanjutan maka akan berdampak pada hilangnya kepercayaan terhadap auditor dan menyebabkan kerugian pada pihak lain pengguna informasi seperti stakeholders dan shareholders. Auditor sebagai pihak independen yang diharapkan dapat mendeteksi kecurangan dan mengungkapkan informasi mengenai laporan keuangan perusahaan secara menyeluruh. Peran auditor diperlukan untuk mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan, sehingga dengan menggunakan laporan keuangan yang telah diaudit para pemakai laporan keuangan diharapkan dapat membuat keputusan dengan benar. Menurut SA Seksi 341 (IAPI, 2011) auditor juga bertanggungjawab untuk menilai apakah ada kesangsian terhadap perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit. Dengan demikian, topik mengenai
going concern sangat menarik untuk dilakukan penelitian karena masih sering terjadi dan berhubungan dengan kepentingan banyak pihak baik eksternal dan internal perusahaan. Auditor dapat memberikan opini audit going concern jika terdapat keraguan pada perusahaan dalam menjalankan kelangsungan usahanya selama setahun kedepan terhitung dari dikeluarkannya laporan audit (IAPI, 2011). Opini audit going concern merupakan „kabar buruk‟ bagi pengguna laporan keuangan baik internal (stakeholders) maupun eksternal (shareholders). Masalah yang sering timbul adalah sulit untuk memperkirakan going concern suatu perusahaan, sehingga auditor menghadapi pilihan antara moral dan etika dalam memberikan opini audit going concern. Hal ini disebabkan adanya self fulfilling prophecy (Venuti, 2007). Penyebab lainnya adalah tidak terdapatnya pedoman penetapan status going concern yang terstruktur (Joanna, 1994). Perusahaan akan menerima opini audit going concern jika terdapat masalah pada pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini audit going concern tahun sebelumnya, dan dalam proses likuidasi mengalami modal yang negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, mengalami kerugian selama 2 s/d 3 tahun berturut-turut, laba ditahan negatif (Mutchler, 1985 dalam Januarti, 2009). Perkiraan pada perusahaan akan mengalami kebangkrutan dimasa mendatang dan keraguan terhadap kelangsungan hidup perusahaan juga merupakan pertimbangan bagi auditor dalam pengeluaran opini audit going concern. Kondisi kebangkrutan suatu perusahaan yang mengalami financial distress, yaitu adalah keadaan dimana kondisi keuangan perusahaan selama perioda tertentu menghasilkan laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun yang akhirnya akan mengarah ke kebangkrutan dan arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk melakukan tindakan perbaikan untuk mencegah terjadinya kebangkrutan (Endri, 2009). Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno, dkk., (2006) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) mengatakan bahwa tingkat prediksi
kebangkrutan dengan menggunakan model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82% dibandingkan dengan menggunakan metoda lain seperti hanya melihat laba bersih sebelum pajak yang negatif dan menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan apakah perusahaan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Masalah financial distress akan mengarah pada going concern yang diragukan dalam waktu pantas. Ross et al., (2002) menyatakan bahwa financial distress akan menyebabkan perusahaan mengalami gangguan dalam keuangan seperti: arus kas negatif, rasio keuangan yang buruk, dan gagal bayar pada perjanjian utang. Fanny dan Saputra (2005) dan Setyarno,dkk (2006) menemukan bukti bahwa jika kondisi perusahaan dengan kondisi kinerja keuangan yang baik maka kemungkinan kecil perusahaan tersebut akan mendapat opini going concern dari auditor. Hal ini bertentangan dengan penelitian Januarti (2009) bahwa financial distress tidak memiliki pengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Sehubungan dengan penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisa pengaruh faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern yaitu financial distress terhadap penerimaan opini audit going concern. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama perioda 2006-2010. Penelitian ini hanya menggunakan perusahaan-perusahaan manufaktur sebagai sampel karena sektor manufaktur dominan di Asia, khususnya di Indonesia (Achmad et al., 2009), menjaga homogenitas data sehingga hanya menggunakan perusahaan manufaktur saja, untuk menghindari terjadinya industrial effect yaitu risiko industri yang berbeda antar suatu sektor industri yang satu dengan yang lain (Setyarno, dkk., 2006), memiliki peran yang relatif besar dalam nilai ekspor Indonesia terhadap perekonomian dan memiliki tingkat kompetisi yang kuat sehingga rawan terhadap kasus-kasus kecurangan dan masalah going concern. Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Financial Distress terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010.”
1.3.
Perumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah Apakah financial distress berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern? 1.2.2 Batasan Masalah Proksi yang digunakan untuk mengetahui keadaan financial distress perusahaan adalah metoda Revised Altman karena metoda ini menurut Fanny dan Saputra (2005) yang paling tepat jika dibandingkan dengan The Zmijeski Model dan The Springate Model. Revised Altman merupakan revisi dari The Altman Model sehingga dapat digunakan untuk perusahaan manufaktur yang go publik.
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
Menganalisis pengaruh financial distress terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda tahun 2006 - 2010. 1.3.2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: 1. Dapat menjadi bukti empiris serta memberikan kontribusi tambahan terhadap penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya. 2. Bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang ilmu akuntansi, terutama berkaitan dengan pengauditan, khususnya dalam bidang keputusan pemberian opini audit. 3. Bagi pemberi pinjaman (kreditur) mengenai informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan perusahaan mana saja yang akan diberi pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang telah diberikan.
4. Bagi praktisi akuntan publik terutama bagi auditor dalam memberikan penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup (going concern) perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini dengan memperhatikan kondisi keuangan pada perusahaan.
5. Bagi investor, saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agency Theory Jensen dan Meckling (1976) dalam Januarti (2009) menyatakan adanya hubungan kontrak antara agent (manajemen) dengan principal (pemilik). Dalam pandangan keagenan, timbulnya konflik kepentingan antara principal atau pemegang saham dan agent perusahaan karena kemungkinan adanya tindakan dari agent yang tidak sesuai dengan kepentingan principal. Agent mungkin enggan mengungkapkan informasi yang tidak diharapkan oleh principal, sehingga terdapat kecenderungan untuk memanipulasi laporan keuangan (Januarti, 2009). Berdasarkan asumsi tersebut, maka dibutuhkan pihak ketiga yang independen, yaitu akuntan publik (auditor) yang memiliki tugas memberikan jasa untuk menilai laporan keuangan yang dibuat oleh agen, dengan hasil akhir adalah opini audit (Januarti, 2009). Masalah timbul ketika banyak terjadi kegagalan audit (audit failures) yang menyangkut opini audit going concern (Mayangsari, 2003). Penyebabnya adalah masalah self fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going concern dalam laporan auditnya. Hal ini terkait dengan kekhawatiran auditor tentang akibat opini going concern yang justru dapat mempercepat financial distress. Namun dilain pihak, opini audit going concern yang diungkapkan dengan secepatnya dapat mempercepat upaya perbaikan perusahaan yang akan mengalami financial distress. Masalah kedua yang menyebabkan audit failures adalah tidak ada pedoman penetapan status going concern yang terstruktur (Joanna, 1994) Dengan adanya konflik ini, principal diharapkan dapat lebih awal mendeteksi financial distress dan kemudian bertindak aktif menganalisa penyebab financial distress sehingga dapat mengendalikan kondisi tersebut. Penurunan dalam kinerja perusahaan setelah munculnya tahap awal financial distress dapat berkelanjutan sebagai akibat dari manajemen yang buruk.
2.2 Signaling Theory Signaling theory adalah pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik dan pihak luar (investor, kreditor). Salah satu cara untuk mengurangi asimetri informasi adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan memiliki integritas dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan mempercayai keandalan informasi keuangan yang disampaikan agent, perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang dapat memberikan pendapat tentang laporan keuangan seperti auditor independen. Sinyal opini yang diberikan oleh auditor independen merupakan sinyal yang mencerminkan keandalan informasi keuangan yang dihasilkan perusahaan yang telah di audit. 2.3. Opini Audit Going Concern Going concern merupakan kelangsungan hidup usaha suatu entitas bisnis. Dengan adanya going concern maka suatu entitas bisnis dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek (Setyarno dkk, 2006). SA Seksi 508 paragraf 11 huruf c (IAPI, 2011) menyatakan bahwa keragu-raguan yang besar pada kemampuan entitas usaha untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jadi jika terdapat keragu-raguan yang besar terhadap kemampuan perusahaan untuk dapat mempertahankan keberlangsungan hidupnya, maka auditor dapat memberikan opini audit going concern. SA Seksi 341 (IAPI, 2011) memberikan petunjuk bagi auditor mengenai dampak kemampuan entitas usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor yaitu: a. Tanggung Jawab Auditor Auditor bertanggung jawab mengevaluasi jika terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus: 1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, dan 2) Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan. Auditor tidak bertanggung jawab untuk memprediksi kondisi atau peristiwa yang akan datang. Fakta bahwa entitas kemungkinan akan berakhir kelangsungan hidupnya setelah menerima laporan auditor yang tidak memperlihatkan kesangsian besar, dalam jangka waktu satu tahun setelah tanggal laporan keuangan, tidak berarti dengan sendirinya menunjukan kinerja audit yang tidak memadai. Oleh karena itu, tidak dicantumkannya kesangsian besar dalam laporan auditor tidak seharusnya dipandang sebagai jaminan mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. b. Prosedur Audit Auditor tidak perlu merancang prosedur audit dengan tujuan tunggal untuk mengidentifikasi kondisi dan peristiwa yang, jika dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Hasil prosedur audit yang dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang lain harus cukup untuk tujuan tersebut. c. Pertimbangan atas Kondisi dan Peristiwa Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan tergantung atas keadaan, dan beberapa di antaranya kemungkinan hanya menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa yang lain. Berikut ini adalah contoh kondisi dan peristiwa tersebut: 1) Trend negatif. Sebagai contoh, kerugian operasi yang berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek. 2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan. Sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa,
penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metoda pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aset. 3) Masalah intern. Sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. 4) Masalah luar yang telah terjadi. Sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan, membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai. d. Pertimbangan atas Rencana Manajemen 1) Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak negatif merugikan dari kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan entitas usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor akan mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion). 2) Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak negatif merugikan kondisi dan peristiwa di atas, maka auditor mempertimbangkan keefektifan rencana tersebut, yaitu: a) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) b) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif dan auditee mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
c) Jika auditor berkesimpulan rencana tesebut efektif tapi auditee tidak mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion). e. Pertimbangan Dampak Informasi Kelangsungan Hidup Entitas Terhadap Laporan Auditor Apabila setelah mempertimbangkan rencana dari manajemen, auditor berkesimpulan terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor harus mempertimbangkan dampak yang kemungkinan timbul pada laporan keuangan dan cukup atau tidaknya pengungkapannya. Beberapa informasi yang dapat diungkapkan meliputi: 1) Kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, 2) Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh peristiwa atau kondisi tersebut 3) Evaluasi manajemen terhadap signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa dan faktor-faktor yang melemahkan dampak negatifnya, 4) Kemungkinan diberhentikannya operasi suatu waktu, 5) Rencana manajemen (termasuk informasi keuangan prospektif yang relevan), 6) Informasi mengenai kemungkinan pulihnya kembali keadaan satuan usaha, atau klasifikasi aset yang dicatat atau klasifikasi utang. 2.4
Financial Distress
Financial distress merupakan gambaran kesehatan atas kinerja keuangan sebuah perusahaan sebenarnya dalam suatu perioda kerja. Hofer (1980:20) dalam (Endri, 2009) mengumpamakan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun dan juga sebagai indikasi perusahaan mengarah ke kebangkrutan. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 47 menyatakan bahwa jika perusahaan mengalami kerugian sebesar 50% dari modal perusahaan, maka perusahaan berkewajiban mendaftarkan perusahaan dalam pengadilan dan
mengumumkannya dalam surat kabar resmi. Tetapi jika perusahaan mengalami kerugian sebesar 75% maka perusahaan tersebut demi hukum bubar dan para pengurus bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas perjanjian-perjanjian yang telah terjadi setelah mereka tahu mengenai kerugian tersebut. Agar kebangkrutan tidak terjadi menurut pasal 48, perusahaan harus membuat kas cadangan untuk menutupi kerugian yang terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, dalam pasal 2, perusahaan dikatakan bangkrut apabila debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor tidak dapat membayar satu utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih dengan keputusan pengadilan yang diajukan permohonan kepailitan oleh Bank Indonesia , Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan. Pembubaran atau likuidasi perseroan dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas dalam pasal 142 ayat 1, dapat terjadi karena: a. Berdasarkan keputusan RUPS. b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir. c. Berdasarkan penetapan pengadilan. d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. e. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. f. Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kesangsian terhadap kelangsungan hidup perusahaan merupakan indikasi terjadinya kebangkrutan pada perusahaan. Pengguna laporan keuangan sering kali menganggap bahwa opini audit going concern sebagai tanda perusahaan akan segera mengalami kebangkrutan atau tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Mc Keown (1991) dalam Januarti (2009) juga mengemukakan
perusahaan yang tidak pernah mengalami financial distress, auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern dan sebaliknya, jika kondisi keuangan perusahaan semakin memburuk maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern dari auditor. Pada perusahaan yang kondisi keuangannya buruk, maka banyak ditemukan indikator masalah going concern . Fanny dan Saputra (2005) menemukan bahwa penggunaan model prediksi kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman mempengaruhi ketepatan pemberian opini audit dibandingkan dengan The Zmijeski model dan The Springate model. Penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, et al., (2006) juga berhasil membuktikan bahwa model prediksi kebangkrutan Altman berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Model yang telah dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya digunakan untuk perusahaan-perusahaan manufaktur yang private melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaanperusahaan manufaktur yang go publik. Hasil penelitian yang dikembangkan Altman: Z' = 0,717Z1+ 0,874Z2 + 3,107Z3 + 0,420Z4 + 0,998Z5 Dalam hal ini: Z1 = net working capital / total assets Z2 = retained earnings / total assets Z3 = earnings before interest and taxes / total assets Z4 = book value of equity / book value of debt Z5 = sales / total assets Kriteria yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model diskriminan adalah dengan melihat zone of ignorance yaitu daerah nilai Z, dimana dikategorikan sebagai berikut:
TABEL 2.1 Kriteria titik cut off Model Z Score Kriteria
Nilai Z
Tidak bangkrut/ sehat jika Z lebih dari (>)
2,99
Bangkrut jika Z kurang dari (<)
1,20
Daerah rawan bangkrut (grey area)
1,20-2,99
2.5. Pengembangan Hipotesis 1. Financial Distress dan Opini Audit Going Concern Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor dikarenakan memiliki tingkat prediksi kebangkrutan mencapai tingkat keakuratan 82% untuk memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Setyarno, dkk (2006) dan Fanny dan Saputra (2005) penggunaan model prediksi kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman mempengaruhi ketepatan dalam pemberian opini audit dibandingkan jika menggunakan The Zmijeski model dan The Springate model untuk memprediksi keadaan financial distress perusahaan. Financial distress merupakan faktor perusahaan yang banyak dipakai untuk memprediksi going concern atau keberlangsungan hidup perusahaan dan kebangkrutan yang akan terjadi. Mc Keown (1991) dalam Januarti (2009) mengemukakan bahwa perusahaan yang tidak pernah mengalami financial distress, auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress ( Z Score rendah) berpeluang mendapatkan opini audit going concern dari auditor karena perusahaan tersebut mengindikasikan kelangsungan hidupnya diragukan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ha : Financial distress berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern
3. METODA PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data penelitian yang meliputi laporan keuangan yang telah dipublikasi yang diambil dari database Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006 sampai 2010 yang meliputi laporan auditor independen dan laporan keuangan perusahaan. 3.2.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan-perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006-2010. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metoda penyampelan bersasaran (Purposive Sampling). Oleh karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2006 hingga tahun 2010 dan tidak sedang berada pada proses delisting pada perioda tersebut. 2. Memiliki laporan auditor independen yang dipublikasi bersamaan dengan perioda pengamatan, dan opini yang diterima adalah going concern unqualified / qualified opinion dan going concern disclaimer opinion maupun opini non going concern. 3. Mengalami laba bersih setelah pajak negatif sekurang-kurangnya dua perioda laporan keuangan selama perioda pengamatan (2006-2010). Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria No 1 2 3
4
Kriteria Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2006-2010 Perusahaan manufaktur yang melakukan delisting tahun 2006-2010 dari BEI Mengalami laba bersih setelah pajak negatif sekurangkurangnya dua perioda laporan keuangan dan memiliki laporan auditor independen yang dipublikasi bersamaan selama perioda pengamatan (2006-2010) Tidak ada data penelitian
Jumlah sampel total selama perioda penelitian
Jumlah
Akumulasi 141
(20)
121
(92)
29
(8)
21 105
3.3.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.3.1 Variabel Dependen (Y) Variabel dependen pada penelitian ini adalah opini audit (Audit Opinion). Opini audit diukur dengan menggunakan variabel dummy, bernilai 1 untuk opini going concern dan bernilai 0 untuk opini non going concern. Opini going concern dalam penelitian ini terdapat pada unqualified opinion with explanatory, qualified opinion dan disclaimer. 3.3.2 Variabel Independen (X) Dalam penelitian ini terdapat satu variabel independen yang akan diuji tehadap opini audit going concern yang diterima perusahaan dari auditor independen. Variabel independen tersebut adalah sebagai berikut: Financial Distress (X1) Financial distress diukur dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan Revised Altman, yang terkenal dengan istilah Z score. Z score yang merupakan suatu formula yang dikembangkan oleh Altman untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan pada beberapa perioda sebelum terjadinya kebangkrutan. Formulanya adalah: Z’ = 0.717Z1 +0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4+ 0.998Z5 Dalam hal ini: Z1 = net working capital/ total assets Z2 = retained earnings/ total assets Z3 = earnings before interest and taxes/ total assets Z4 = book value of equity/ book value of debt Z5 = sales/ total assets 3.3.3 Variabel Kontrol Opini Audit Tahun Sebelumnya Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidup pada perusahaannya, semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan (Januarti, 2009). Variabel ini menggunakan variabel dummy,
1 jika opini audit tahun sebelumnya opini audit going concern dan 0 jika opini audit tahun sebelumnya opini audit non going concern. 3.5 Alat Analisis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik (logistic regretion), yang variabel terikatnya merupakan non parametrik (nominal) dan variabel bebasnya merupakan parametrik (rasio). Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap satu variabel dependen yang merupakan variabel dummy. Pada teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2007). Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
Ln
= α + β1 FD + β2 PO
Keterangan: GC
= Opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika opini non going concern)
FD
= Prediksi kebangkrutan menggunakan persamaan revised Altman
PO
= Opini audit tahun sebelumnya (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika non going concern)
α
= konstanta = kesalahan residual
3.5.1
Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif meliputi jumlah, sampel, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi. 3.5.2 Pengujian Hipotesis Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Uji Kelayakan Model Regresi Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya jika ( Ghozali, 2007): 1. Jika nilai statistik Homer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya 2. Jika nilai statistik Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05 , maka hipotesis nol diterima dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya. b. Uji Model Fit Uji model fit digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak terhadap data baik sebelum maupun sesudah variabel bebas dimasukkan ke dalam model. Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka Ho harus diterima atau Ha harus ditolak (Ghozali, 2007). Statistik yang digunakan berdasarkan metode maximum likelihood. Metode maximum likelihood adalah mencari koefisien regresi sehingga probabilitas kejadian dari variabel dependen bisa setinggi mungkin atau semaksimal mungkin. Besarnya probabilitas yang memaximumkan kejadian ini disebut log of Likelihood (LL) (Widarjono, 2010). Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, -2 dikalikan dengan LL sehingga menjadi -2LL. Semakin kecil nilai -2LL, yang memiliki nilai minimum 0, maka semakin baik model dan sebaliknya semakin besar nilai -2LL semakin kurang baik model (Widarjono, 2010) c. Estimasi Parameter dan Interpretasinya Estimasi parameter dapat dinilai melalui koefisien regresi dari masing-masing variabel yang diuji apakah menunjukkan bentuk suatu hubungan antar variabel dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sign) untuk
melakukan pengujian hipotesis. Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5% maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya variabel dependen. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Statistik Deskriptif
Hasil pengujian secara statistik menunjukkan jumlah sampel (N) penelitian sebanyak 105 yang merupakan laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama perioda 2006-2010 dan memenuhi kriteria yang ditetapkan. Variabel financial distress yang diproksi dengan Z Score menunjukkan bahwa nilai Z Score minimum yang dihasilkan adalah sebesar – 1.548,47 dimiliki oleh PT Hanson International, Tbk pata tahun 2009. Pada tahun 2009 PT Hanson International tidak melakukan penjualan. Hal ini menunjukan bahwa semakin rendah nilai Z Score maka semakin buruk kondisi keuangan perusahaan. Sedangkan nilai Z Score maksimum adalah sebesar 9,96 yang dimiliki oleh PT Intanwijaya Internasional, Tbk pada tahun 2010. Ini berarti bahwa semakin baik nilai Z Score maka semakin baik kondisi keuangan perusahaan. Ini berarti bahwa berdasarkan nilai Z Score yang dimiliki oleh PT Intanwijaya Internasional pada tahun 2010 memiliki kondisi keuangan yang paling sehat di antara semua observasi penelitian dan PT Hanson International, Tbk pada tahun 2009 mengalami keadaan financial distress paling buruk. Total observasi (SUM) financial distress dalam penelitian ini adalah 2.377, 93. Rata-rata (Mean) nilai Z Score yang diperoleh dengan cara membagi total observasi (SUM) dengan total sampel penelitian (N) adalah -22,6470 menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan yang dalam berada sampel berada dalam kondisi financial distress. Standar deviasi yang menunjukan ukuran penyebaran financial distress yaitu sebesar 170,85710, artinya jarak antara nilai minimum dan nilai maksimum dari nilai rata-rata (mean) adalah 170,85710.
4.2 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis menggunakan model regresi logistik. Regresi logistik digunakan untuk menguji pengaruh financial distress dan opini audit tahun sebelumnya dengan penerimaan opini audit going concern. Pengujian dilakukan pada tingkat signifikasi (α) 5%. 4.2.1 Uji Kelayakan Model Regresi (Goodness of Fit Test) Analisa pertama yang dilakukan adalah menilai kelayakan model regresi logistik yang akan digunakan. Pengujian kelayakan ini dilakukan dengan menggunakan Goodness of fit test yang diukur dengan nilai Chi-Square pada bagian bawah uji Hosmer and Lemeshow. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model. Secara statistik menunjukkan bahwa nilai dari pengujian Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test nilai chi square adalah 8,196 dengan signifikansi sebesar 0,415. Dengan tingkat signifikansi lebih besar dari tingkat signifikasi (α) sebesar 0,05 artinya H0 tidak dapat ditolak (diterima) karena model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya (Ghozali, 2007). Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Atau dapat dikatakan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya. 4.2.2 Uji Model Fit (Overall Model Fit) Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall model fit). Pengujian overall model fit dilakukan untuk mengetahui apakah model fit dengan data baik sebelum maupun sesudah variabel bebas dimasukkan ke dalam model. Secara statistik menunjukkan perbandingan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block number = 0) dengan nilai -2LL akhir (Block number = 1). Nilai -2LL awal adalah sebesar 135,012. Setelah dimasukkan kesebelas variabel independen, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 54,406. Penurunan nilai -2 log likehood menunjukan bahwa model penelitian ini dinyatakan fit, artinya penambahan-penambahan variabel bebas yaitu financial
distress dan variabel kontrol yaitu opini audit tahun sebelumnya kedalam model penelitian ini akan memperbaiki model fit penelitian ini. 4.2.3 Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) Nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,741 yang berarti variabilitas variabel dependen opini audit going concern yang dapat dijelaskan dan dipengaruhi oleh variabel independen (financial distress) dan variabel kontrol (opini audit tahun sebelumnya) adalah sebesar 74,1%, sedangkan sisanya sebesar 25,9% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. 4.2.4 Matrik Klasifikasi Matrik klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern pada auditee (Setyarno, dkk, 2006). Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern adalah sebesar 95,7%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model regresi yang digunakan, terdapat sebanyak 66 laporan keuangan yang diprediksi menerima opini audit going concern dari total 69 laporan keuangan yang menerima opini audit going concern. Kekuatan prediksi model perusahaan yang menerima opini audit non going concern adalah sebesar 86,1%, yang berarti bahwa dengan model regresi yang digunakan ada sebanyak 31 laporan keuangan yang diprediksi menerima opini audit going non concern dari total 36 laporan keuangan yang menerima opini audit going non concern. Tingginya persentase ketepatan tabel klasifikasi tersebut mendukung tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap data hasil prediksi dan data observasinya yang menunjukkan sebagai model regresi logistik yang baik. 4.2.5 Uji Koefisien Regresi Secara statistik menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada tingkat signifikasi 5%. Dari pengujian persamaan regresi logistik diatas maka diperoleh model regresi logistik sebagai berikut : Ln
=- 0,032 + -1,630 FD + 2,112 PO
Konstanta -0,032 artinya jika financial distress dan opini audit tahun sebelumnya, mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern akan turun sebesar 0,032% untuk perusahaan yang opini audit going concern atau opini audit non going concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris paribus). Koefisien regresi financial distress -1,630 artinya jika financial distress mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern akan turun sebesar -1,630% untuk perusahaan yang opini audit going concern atau opini audit non going concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris paribus). Koefisien regresi opini audit tahun sebelumnya positif 2,112 artinya jika opini audit tahun sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern akan naik sebesar 2,112% untuk perusahaan yang opini audit going concern atau opini audit non going concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris paribus). 4.2.6 Estimasi dan Interprestasinya Pengujian hipotesis dengan regresi logistik cukup dengan melihat tabel 4.8 Variables in the Equation pada kolom signifikan dibandingkan dengan nilai signifikansi (α) yang digunakan, yaitu 0,05 (5%). Apabila tingkat signifikansi < 0,05, maka Ha diterima, jika tingkat signifikan > 0,05, maka Ha tidak dapat diterima. Dari hasil perhitungan berdasarkan tabel 4.8 secara statistik maka disimpulkan bahwa financial distress berdasarkan memiliki koefisien -1,630 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p < 0,05).Dari hasil tersebut dapat disimpulkan financial distress berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa perusahaan dengan financial distress berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern diterima. Variabel Kontrol (Opini Audit Tahun Sebelumnya) Hasil koefisien regresi yang terdapat pada tabel 4.8 untuk variabel kontrol yaitu opini audit tahun sebelumnya menunjukan arah positif 2,112 dengan tingkat signifikansi 0,003 (p<0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern.
4.3 Pembahasan 4.3.1 Pengaruh financial distress terhadap penerimaan opini audit going concern Menurut Altman, perusahaan dikatakan bangkrut jika hasil Z Score lebih kecil dari 1,20 yaitu perusahan-perusahaan dalam lampiran 3. Dari 105 sampel dalam penelitian ini terdapat 78 sampel yang masuk dalam kategori bangkrut. Artinya dalam penelitian ini 74,29% perusahaan diindikasikan bangkrut. Indikasinya adalah sebagian besar perusahaan tersebut memiliki masalah diefisiensi likuiditas, diefisiensi ekuitas, laba ditahan yang negatif dan EBIT yang mengalami kerugian. Selain itu, perusahaan dikatakan rawan bangkrut jika hasil Z Score antara 1,20 2,99 yaitu perusahan-perusahaan dalam lampiran 3. Dari 105 sampel dalam penelitian ini hanya 22 sampel atau 21% yang masuk dalam kategori rawan bangkrut. Indikasinya adalah perusahaan tersebut memiliki masalah diefisiensi likuiditas, diefisiensi ekuitas, laba ditahan yang negatif dan EBIT yang mengalami kerugian. Dan, perusahaan dikatakan sehat jika hasil Z Score lebih besar dari 2,99 yaitu perusahan-perusahaan dalam lampiran 3. Dari 105 sampel dalam penelitian ini hanya 5 sampel atau 2,8% yang masuk dalam kategori sehat yaitu hanya PT Intanwijaya Internasional Tbk yang selama 5 tahun yaitu tahun 2006-2010 nilai Z Score nya sehat, padahal PT Intanwijaya internasional memiliki masalah berupa nilai EBIT yang negatif pada tahun 2006, 2009, dan 2010. Hasil pengujian secara statistik terhadap variabel financial distress yang diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan Revised Altman pada tabel 4.8 secara statistik menunjukkan nilai koefisien regresi negatif sebesar 1,630 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 artinya jika financial distress mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern akan turun sebesar -1,630% untuk perusahaan yang opini audit going concern atau opini audit non going concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris paribus). Didasarkan pada hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa financial distress perusahaan yang diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan Revised Altman signifikan pada tingkat signifikan 0,000 (<0,05) menunjukkan bahwa hipotesis ini dapat diterima dan dari hasil pengujian terhadap hipotesis tersebut, diperoleh bukti empiris bahwa financial distress perusahaan yang diproksikan
dengan model prediksi kebangkrutan Z Score Revised Altman berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukan bahwa kenaikan financial distress (nilai Z Score semakin rendah) maka kualitas audit yang akan diterima oleh auditee semakin rendah sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk memberikan opini audit going concern. Seorang auditor akan sangat memperhatikan kondisi keuangan perusahaan dalam menerbitkan opini audit going concern. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, dkk (2006) bahwa financial distress yang diproksikan dengan Z Score yang menghasilkan hasil yang signifikan dan memiliki pengaruh negatif terhadap pemberian opini audit going concern perusahaan oleh auditor. Pada variabel kontrol yaitu opini audit tahun sebelumnya secara statistik menunjukan nilai koefisiensi positif 2,112 dengan tingkat signifikansi 0,003 lebih kecil dari 0,05 (5%). Hal ini menunjukan bahwa jika opini audit tahun sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 1%, maka opini audit going concern akan naik sebesar 2,112% untuk perusahaan yang opini audit going concern atau opini audit non going concern dengan asumsi variabel lain adalah konstan (ceteris paribus). Hal ini menunjukan bahwa opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit going concern mempengaruhi pertimbangan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Jadi dapat disimpulkan bahwa opini audit tahun sebelumnya memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern tahun berjalan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, dkk (2006), Praptitorini dan Januarti (2007) dan Januarti (2009), dimana mereka menemukan bukti empiris bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan mengenai pengaruh financial distress yang dapat mempengaruhi auditor dalam pemberian opini audit going concern, maka dapat ditarik kesimpulan: a. Financial distress yang diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan Revised Altman Z Score secara statistik berpengaruh signifikan dengan penerimaan opini audit going concern dengan nilai koefisien negatif sebesar 1,630 dengan signifikansi 0,000 (<0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa financial distress perusahaan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dan hipotesis penelitian dapat diterima. b. Hasil Opini audit tahun sebelumnya secara statistik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dengan nilai kosfiesiensi positif 2,112 dengan signifikansi 0,003 (<0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan dalam pemberian opini audit going concern pada perioda berjalan. 5.2 Keterbatasan Penelitian Berikut ini beberapa keterbatasan penelitian yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya : 1. Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian terbatas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Perioda penelitian hanya lima tahun yaitu tahun 2006-2010, sehingga belum dapat melihat kecenderungan tren penerbitan opini audit going concern dalam jangka panjang. 3. Variabel yang digunakan dalam penelitian hanya satu variabel saja, yaitu financial distress. 5.3 Saran Berdasarkan simpulan dan keterbatasan di atas, saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut :
1. Penelitian selanjutnya dapat memperluas sampel penelitian dengan memasukkan seluruh jenis industri, baik industri manufaktur, perdagangan, jasa, maupun keuangan sebagai obyek penelitian sehingga dapat lebih bervariasi. Namun harus diperhatikan mengenai perbedaan karakter tiap jenis perusahaan tersebut. Selain itu juga menambah rentan waktu penelitian sehingga dapat melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern oleh auditor dalam jangka panjang dengan tetap membedakan antara perioda kondisi krisis ekonomi global dan ekonomi normal. 2. Kepada manajemen perusahaan hendaknya mengenali lebih dini tanda-tanda kebangkrutan usaha dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya sehingga dapat mengambil kebijakan sesegera mungkin guna menghindari masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Tarmizi, Rusmin, J. Nelson, Greg Tower. 2009. The Inquitous Influence of Family Ownership Structures on Corporate Performance. Journal of Global Business Issues, Vol.3 Issue 1 pp.41. Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI. Altman, E.I. 1968. Financial Ration, Discriminant Analysis and Prediction of Corporate Bankruptcy. Journal of Financial (September, 1968). Altman, E. 1982. Accounting Implications of Failure Predictions Models. Journal of Accounting, Auditing and Finance. Summer. 4-19. Altman, E dan McGough, T. 1974. Evaluation of a Company as A Going Concern. Journal of Accountancy. December. 50-57. Altman. 1993. Housing Finance for Low Income Groups. Rotterdam. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 1998. AICPA Professional Standards. New York: AICPA. Arens, Alvin, Loebbecke. 1995. Auditing An Integrated Approach Eight Edition. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Endri. 2009. Prediksi Kebangkrutan Bank untuk Menghadapi dan Mengelola Perubahan Lingkungan Bisnis: Analisis Model Altman‟s Z-Score. Perbanas Quarterly Review. Vol. 2, No. 1. Maret 2009.
Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern : Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978. Fraser, M. Lyn. 1995. Understanding Financial Statement, 4th Edition. New Jersey: Prentice-Hall, inc. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Hofer, CW. 1980. Strategic Management: A case book in policy and planning. Minesota: West Publishing Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XII (6): 1-26. Jensen, M. and Meckling, W. 1976.Theory of the Firm: Managerial Behavior Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Finance Economics 3. pp. 305-360. Joanna, L. Ho. 1994. The Effect of Experience on Consensus of Going-Concern Judgments. Behavioral Research in Accounting Vol 6. pp 160-172. Jusuf, Amir Abadu. 1996. Auditing Pendekatan Terpadu. Jakarta: Salemba Empat Kitab Undang-undang Hukum Dagang Koh Hian Chye dan Tan Sen Suan. 1999. A Neural Network Approach to The Prediction of Going Concern Status. Mayangsari, Sekar. 2003. Pengaruh Kualitas Audit, Independensi terhadap Integritas Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. McKeown, J, Mutchler, J dan Hopwood. W. 1991. Towards an Explanation of Auditor Failure to Modify the Audit Opinions of Bankrupt Companies. Auditing: A Journal Practice & Theory. Supplement. 1-13. Mulyadi. 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam. Jakarta: Salemba Empat Mutchler, J. 1985. A Multivariate Analysis of the Auditor's Going Concern Opinion Decision. Journal of Accouning Research. Autumn. 668 - 68. Petronela, Thio. 2004. Perkembangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian Opini Audit. Jurnal Balance. 47-55.
Praptitorini, M. D. dan I. Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin, Makassar, 26-28 Juli 2007. Setyarno, Eko B., I. Januarti, dan Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Venuti, Elizabeth K. 2007.The Going Concern Assumption Revisited : Assessing a Company‟s Future Viability. The CPA Journal Online. Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN