PENGARUH DOSIS DEKOMPOSER M-FA PADA PROSES PEMBUATAN KOMPOS JERAMI PADI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL DUA KULTIVAR KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) Dewi Oktavianti 1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Dwi Pangesti S. 2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Fitri Kurniati 3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] ABSTRACT This experiment was conducted at Malaganti village Sukaharja Dristict of Sariwangi Singaparna, Tasikmalaya on July until November 2013. With the altitude about 822 meters above sea level, the type of soil is Regosol with the type of C according to Schmidt and Ferguson. This research aims to determine the influence of the dosage of M-FA decomposers in compost straw on the growth and yield of two cultivars Long bean (Vigna sinensis L.). The experiment used an experimental method by randomized blok design pattern factorial consisting of two factors and repeated four times. The first factor is the dosage of decomposer (V), which is consists of three levels, that is v1= decomposer 0.5 L per tons of compost material, v2= 1.0 L per tons of compost material, v3= 1.5 L per tons of compost material. The second factors is long bean cultivars (K), which is consists of two levels, that is k1= Super Sainan cultivar and k2= 777 cultivar. The result of the research shows that there is interaction between the decomposers dosage and long bean cultivars on the weight of pods per plot. Super Sainan cultivars shows the highest of the weight of pods to decomposers dosage 1.0 L per tons of compost material, for about 7.75 kg per plot, or equivalent with 11.23 tons per hectare. The decomposer dosage 1.5 L per tons compost material gives the best result the other decomposer dosage, on the high of plant at the age of 2 weeks after planting, the number of leaves at the age of 4 and 6 weeks after planting, the number of pods per plant and the length of pods. The Super Sainan cultivars give the best result than other 777 cultivars, on the high of plant at the age of 2, 4 and 6 weeks after planting, the number of leaves at the age of 4 and 6 weeks after planting and the length of pods. Keyword: long bean, dosage decomposer, long bean cultivar ABSTRAK Percobaan ini dilaksanakan di Kampung Malaganti Desa Sukaharja Kecamatan Sariwangi Singaparna Kabupaten Tasikmalaya pada bulan Juli sampai Nopember 2013. Dengan ketinggian tempat 822 m di atas permukaan laut, jenis tanah Regosol dengan curah hujan termasuk kedalam tipe C menurut Schmidt dan Ferguson. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis dekomposer M-FA pada proses pembuatan kompos jerami padi yang baik untuk pertumbuhan dan hasil dua kultivar kacang panjang (Vigna sinensis L.). Percobaan ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
berpola faktorial yang terdiri dari dua faktor dan diulang empat kali. Faktor pertama adalah dosis dekomposer (V), yang terdiri dari tiga taraf, yaitu v1 = dekomposer 0,5 L/t bahan kompos, v2 = dekomposer 1 L/t bahan kompos, v3 = dekomposer 1,5 L/t bahan kompos. Faktor kedua adalah kultivar kacang panjang (K) yang terdiri dari dua taraf, yaitu k1 = kultivar Super sainan dan k2 = kultivar 777. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: terjadi interaksi antara dosis dekomposer dan kultivar kacang panjang terhadap bobot polong per petak. Kultivar Super Sainan menunjukkan bobot polong tertinggi pada dosis dekomposer 1,0 L/t bahan kompos yaitu 7,75 kg/petak setara dengan 11,23 t/ha. Dosis dekomposer 1,5 L/t bahan kompos memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan dosis dekomposer lainnya, yaitu terhadap tinggi tanaman pada umur 2 minggu setelah tanam, jumlah daun pada umur 4 dan 6 minggu setelah tanam, jumlah polong per tanaman, dan panjang polong. Kultivar Super sainan memberikan hasil terbaik di bandingkan dengan kultivar 777, yaitu terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam, jumlah daun pada umur 4 dan 6 minggu setelah tanam, dan panjang polong. Kata kunci : kacang panjang, dosis dekomposer, kultivar kacang panjang. PENDAHULUAN Kacang panjang (Vigna sinensis L.)
merupakan tanaman sayuran polong, yang
hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda atau polong tua. Kacang panjang dapat menjadi komoditas pilihan yang dapat diandalkan untuk dibudidayakan, terutama untuk perbaikan gizi keluarga dan masyarakat. Dalam upaya peningkatan gizi masyarakat, kacang panjang penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Sayuran ini mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C terutama pada polong muda. Bijinya banyak mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Dengan demikian komoditi ini merupakan sumber protein nabati yang cukup potensial (Haryanto, Suhartini dan Rahayu, 2011 ; Firnando, 2009). Tanaman ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha tani karena selain mudah dibudidayakan, pangsa pasarnya juga cukup tinggi. Secara ekonomis, tanaman ini memiliki kekuatan pasar yang cukup besar. Pasar mampu menyerapnya meskipun produksi kacang panjang melimpah pada musim panen.
Kacang panjang juga dipasarkan keluar
negeri, salah satunya adalah negeri Belanda yang membutuhkan lebih dari 3 t tiap minggunya (Haryanto dkk., 2011). Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor tanaman dan faktor lingkungan tempat tumbuh. Faktor tanaman yang sangat penting adalah sifat genetis yang terdapat dalam tanaman atau faktor kultivar. Dalam dunia pertanian kultivar diartikan sebagai sekelompok tumbuhan yang telah dipilih atau diseleksi untuk suatu atau beberapa ciri tertentu yang khas dan dapat dibedakan secara jelas dari kelompok lainnya, serta tetap mempertahankan ciri-ciri khas jika diperbanyak dengan cara tertentu, baik secara seksual maupun aseksual (Gusti Prasojo, 2012).
Faktor lingkungan diantaranya yaitu suhu, kelembaban dan kesuburan tanah. Untuk meningkatkan kesuburan tanah maka dapat dilakukan dengan cara pemupukan. Belakangan ini telah digalakan usaha-usaha perbaikan lahan dengan pengembalian jerami kembali ke lahan dengan tujuan agar petani memiliki kesadaran untuk mengembalikan kesuburan lahan sawahnya dengan tidak membakar jerami melainkan membenamkannya ke dalam lapisan olah tanah atau dikomposkan terlebih dahulu (Direktorat Pengelolaan Lahan, 2009). Kompos adalah hasil penguraian, pelapukan dan pembusukan bahan organik seperti kotoran hewan, daun maupun bahan organik lainnya (Hery Soeryoko, 2011). Proses pengomposan melibatkan jasad hidup tanah. Proses pengomposan akan lebih cepat dengan penambahan inokulan sebagai aktivator dari kultur jasad hidup. Penambahan inokulan sebagai aktivator mempunyai pengaruh yang menguntungkan, karena mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kandungan unsur hara kompos (Parwanayoni, 2005). Beberapa dekomposer yang sudah beredar di pasaran dapat digunakan sebagai aktivator dalam proses pembuatan kompos diantaranya M-FA (Mikroorganisme Fermentasi Alami), yang mengandung Bacillus, Saccharomyces dan Lactobacillus. M-FA adalah mikroorganisme fermentasi bahan organik yang dapat mempercepat ketersediaan nutrisi tanaman, mengikat pupuk dan unsur hara serta mencegah erosi tanah. Selain itu, M-FA dapat menekan aktivitas dan siklus kehidupan serangga, hama serta mikroorganisme pathogen pada kompos, pupuk kandang, tanah dan tanaman (Sentika Jaya Abadi (PT), 2009). Kultivar unggul sangat berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan serta merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan hasil kacang panjang persatuan luas. Ada beberapa keuntungan dengan dikembangkannya kultivar unggul selain produksinya tinggi, toleran lingkungan iklim lebih tinggi, lebih toleran terhadap hama dan penyakit. Setiap kultivar memiliki sifat genetis yang berbeda, sehingga setiap kultivar memiliki respon yang berbeda terhadap perlakuan kompos yang berbeda, pada percobaan ini digunakan dua kultivar kacang panjang yaitu kultivar Super Sainan dan kultivar 777.
METODE PENELITIAN Percobaan dilaksanakan pada lahan kering di Kampung Malaganti Desa Sukaharja Kecamatan Sariwangi Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Dengan ketinggian tempat 822 m di atas permukaan laut, dengan jenis tanah Regosol. Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Nopember 2013.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih kacang panjang kultivar Super Sainan dan kultivar 777, pupuk kompos sebagai perlakuan, dan pupuk anorganik (NPK 15-15-15 200 kg/ha). Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) berpola faktorial yang terdiri dari dua faktor dan diulang empat kali. Faktor pertama adalah dosis dekomposer M-FA (V), yang terdiri dari tiga taraf, yaitu v1 = dekomposer 0,5 L/t bahan kompos, v2 = dekomposer 1 L/t bahan kompos, v3 = dekomposer 1,5 L/t bahan kompos. Faktor kedua adalah kultivar kacang panjang (K) yang terdiri dari dua taraf, yaitu k1 = kultivar Super sainan dan k2 = kultivar 777. Kompos diberikan sekaligus pada saat pembentukan bedengan sesuai perlakuan, sedangkan pupuk NPK 15-15-15 diberikan satu minggu setelah tanam dengan cara ditabur disekitar tanaman dengan takaran 200 kg/ha. Parameter yang diamati meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), jumlah polong per tanaman (buah), panjang polong (cm), bobot polong per tanaman (g), bobot polong per petak (kg) dan per hektar (ton). Data dianalisis menggunakan sidik ragam dan apabila uji F berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman (cm) Tidak terjadi interaksi antara dosis dekomposer dengan kultivar kacang panjang terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam. Tabel 5. Pengaruh Dosis Dekomposer dan Kultivar Kacang Panjang terhadap Tinggi Tanaman pada Umur 2, 4, dan 6 MST (Minggu Setelah Tanam) (cm) Perlakuan Tinggi Tanaman 2 MST 4 MST 6 MST Dosis Dekomposer 0,5 8,62 a 61,67 a 153,35 a 1,0 9,38 a 65,84 a 161,38 a 1,5 9,42 a 62,15 a 147,79 a Kultivar Kacang Panjang Super Sainan 777
9,89 b 8,39 a
64,67 a 61,77 a
156,94 a 151,40 a
Keterangan: Angka rata-rata yang ditandai huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %.
Pada umur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam dosis dekomposer tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini diduga dari hasil analisis kompos, unsur N yang terkandung di dalam berbagai perlakuan dosis dekomposer pada proses pembuatan kompos jerami padi
unsur N yang terkandung antara sedang dan rendah. Menurut Pinus Lingga (2006) unsur N mempunyai peranan merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan terutama batang dan daun. Selain itu, unsur N merupakan bahan pembentuk klorofil yang terdapat pada daun dan berfungsi sangat penting dalam proses fotosintesis. Dengan adanya unsur N dalam jumlah tinggi fotosintesis akan lebih efektif sehingga tanaman akan mempunyai energi dan senyawa yang cukup untuk proses pemanjangan tinggi tanaman. Adapun pada kultivar kacang panjang pada umur 2 minggu setelah tanam berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Kultivar Super Sainan menunjukkan tinggi tanaman lebih baik dibanding dengan kultivar 777, hal ini disebabkan oleh kemampuan dari masing-masing kultivar untuk menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik dan faktor genetik pada kultivar tersebut. Tetapi pada umur 4 dan 6 minggu setelah tanam baik kultivar Super Sainan ataupun kultivar 777 tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Allard (1960), menyatakan bahwa gen-gen tidak dapat menyebabkan perkembangan karakter kecuali adanya perbedaan pada lingkungan yang sesuai dan sebaiknya tidak ada pengaruh terhadap perkembangannya terhadap perkembangan karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Jumlah Daun (helai) Tidak terjadi interaksi antara dosis dekomposer dengan kultivar kacang panjang terhadap jumlah daun pada umur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam. Tabel 6. Pengaruh Dosis Dekomposer dan Kultivar Kacang Panjang terhadap Jumlah Daun pada Umur 2, 4, dan 6 MST (Minggu Setelah Tanam) Perlakuan Jumlah Daun 2 MST 4 MST 6 MST Dosis Dekomposer 0,5 4,04 a 8,86 a 19,21 a 1,0 4,06 a 9,10 a 19,31 a 1,5 4,00 a 9,48 a 20,33 a Kultivar Kacang Panjang Super Sainan 777
4,01 a 4,06 a
11,60 b 6,70 a
21,14 a 19,11 a
Keterangan: Angka rata-rata yang ditandai huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %.
Pada umur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam dosis dekomposer tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah daun. Hal ini diduga tanaman masih memanfaatkan unsur hara di dalam tanah dan berdasarkan hasil analisis tanah, kandungan unsur N total di dalam tanah percobaan sangat tinggi, sehingga dosis dekomposer tidak memberikan pengaruh terhadap
jumlah daun. Menurut Mahdiannoor (2012), unsur N pada tanaman akan mendorong pertumbuhan organ-organ yang berkaitan dengan fotosintesis yaitu daun. Tanaman yang cukup mendapat suplai unsur N akan membentuk daun yang memiliki helaian lebih luas, sehingga tanaman mampu menghasilkan karbohidrat dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan vegetatif. Kultivar kacang panjang pada umur 2 dan 6 minggu setelah tanam tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun, tetapi pada umur 4 minggu setelah tanam kultivar kacang panjang berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Menurut Mahdiannoor (2012), tanaman kacang panjang mendapatkan unsur N dari fiksasi N secara biologi yang dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang terdapat pada bintil-bintil akar tanaman kacang panjang. Jumlah Polong, Bobot Polong, dan Panjang Polong per Tanaman Tabel 7. Pengaruh Dosis Dekomposer dan Kultivar Kacang Panjang terhadap Jumlah Polong, Bobot Polong, dan Panjang Polong per Tanaman Jumlah Polong Bobot Polong Panjang Polong Perlakuan (cm) (kg) (cm) Dosis Dekomposer 0,5 1,0 1,5
17,38 a 17,40 a 19,71 a
303,96 a 314,10 a 320,29 a
47,68 a 47,71 a 51,08 a
Kultivar Kacang Panjang Super Sainan 777
16,47 a 19,85 a
300,37 a 325,17 a
50,39 b 47,25 a
Keterangan: Angka rata-rata yang ditandai huruf yang sama, tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan taraf nyata 5 %.
Terlihat bahwa jumlah polong, bobot polong, dan panjang polong per tanaman yang menggunakan dosis dekomposer 0,5 L/t bahan kompos, 1,0 L/t bahan kompos dan 1,5 L/t bahan kompos hasilnya tidak berbeda nyata. Hal ini diduga berdasarkan hasil analisis kompos, pemberian berbagai dosis dekomposer pada proses pembuatan kompos jerami padi unsur P yang terkandung di dalam kompos tersebut semuanya rendah (Lampiran 10. 11, dan 12), sehingga dengan kadar unsur P yang sama, maka tidak berpengaruh terhadap jumlah polong, bobot polong, dan panjang polong. Menurut Bambang Cahyono (2008), unsur P diperlukan tanaman untuk pembentukan dan kesuburan akar tanaman. Akar tanaman yang subur dapat memperkuat berdirinya tanaman dan dapat meningkatkan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu, unsur P juga diperlukan untuk memperbanyak pertumbuhan generatif (bunga dan buah), mempercepat pemasakan buah, meningkatkan daya tahan terhadap penyakit, memperkuat dan cabang, dan dapat menghasilkan biji yang baik.
Demikian pula halnya dengan kultivar keduanya menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap jumlah polong dan bobot polong. Akan tetapi panjang polong pada dua kultivar menunjukkan perbedaan, seperti yang dideskripsikan bahwa kultivar Super Sainan memiliki panjang polong yang lebih panjang daripada kultivar 777. Menurut Chindy, Murdaningsih dan Karuniawan (2010), lingkungan yang menunjang akan memberikan penampilan yang optimal pada suatu sifat, demikian pula sebaliknya lingkungan yang kurang menunjang menyebabkan potensi genetik suatu tanaman tidak dapat dicapai secara optimal. Panjang polong, banyak polong, ukuran polong sangat menentukan hasil, sehingga bobot tubuh polong semakin berat dan hasilpun akan tinggi. Bobot Polong per petak (kg) dan Konversi per hektar (t) Terjadi interaksi antara dosis dekomposer dengan kultivar kacang panjang terhadap hasil polong per petak. Tabel 9. Pengaruh Dosis Dekomposer dan Kultivar Kacang Panjang terhadap Bobot Polong per petak (kg) Dosis Dekomposer (L/t bahan kompos) 0,5 1,0 1,5
Kultivar Kacang Panjang Super Sainan
777
6,62 a A 7,75 c B 7,08 b A
6,39 a A 6,65 a A 7,45 b B
Keterangan: Angka yang diikuti huruf kecil yang sama arah vertikal dan huruf besar yang sama arah horizontal tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
Pada bobot polong per petak menunjukkan adanya interaksi antara dosis dekomposer dan kultivar. Dosis dekomposer 1,0 L/t bahan kompos lebih baik dibanding dengan dosis dekomposer lainya pada kultivar Super Sainan yang memberikan bobot polong tertinggi, adapun pada kultivar 777 pemberian dosis dekomposer 1,5 L/t bahan kompos lebih baik dibanding dengan dosis dekomposer lainnya. Hal ini diduga dari hasil penelitian, kultivar Super Sainan mampu menghasilkan jumlah daun yang lebih baik dibandingkan dengan kultivar 777 (Tabel 6). Karena dengan jumlah daun yang lebih baik maka ada kemungkinan produksi tanaman akan baik pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Achmad Djunaedy (2009), produksi tanaman biasanya dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatifnya. Jika pertumbuhan vegetatifnya baik dalam hal ini yaitu jumlah daun, maka kemungkinan produksinya akan baik pula. Fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan juga disimpan oleh tanaman sebagai cadangan makanan. Fotosintat yang
terdapat dalam daun diangkut ke seluruh tubuh tanaman, yaitu bagian-bagian meristem di titik tumbuh dan ke buah-buah yang sedang dalam perkembangan. Jika fotosintesi yang dilakukan oleh tanaman optimal maka fotosintat yang dihasilkan akan optimal juga, yang akhirnya akan berpengaruh pada ukuran dan berat buah. Tabel 10. Pengaruh Dosis Dekomposer dan Dua Kultivar Kacang Panjang terhadap Bobot Polong Konversi per ha (t) Perlakuan Bobot Polong (t/ha) Dekomposer 0,5 L/t + Super Sainan 9,59 Dekomposer 0,5 L/t + 777 9,26 Dekomposer 1,0 L/t + Super Sainan 11,23 Dekomposer 1,0 L/t + 777 9,63 Dekomposer 1,5 L/t + Super Sainan 10,26 Dekomposer 1,5 L/t + 777 10,81 Pada Tabel 10 di atas, kultivar Super Sainan dengan pemberian dosis dekomposer 1,0 L/t bahan kompos dapat memberikan bobot polong tertinggi sebesar 11,23 t/ha. Berbeda dengan kultivar 777 untuk memberikan bobot polong tertinggi diberikan dosis dekomposer yang lebih tinggi yaitu dengan pemberian dosis dekomposer 1,5 L/t bahan kompos sebesar 10,81 t/ha.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Terjadi interaksi antara dosis dekomposer dan kultivar kacang panjang terhadap bobot polong per petak. Kultivar Super Sainan menunjukkan bobot polong tertinggi pada dosis dekomposer 1,0 L/t bahan kompos yaitu 7,75 kg/petak setara dengan 11,23 t/ha. 2. Dosis dekomposer 1,5 L/t bahan kompos memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan dosis dekomposer lainnya, yaitu
terhadap tinggi tanaman pada umur 2
minggu setelah tanam, jumlah daun pada umur 4 dan 6 minggu setelah tanam, jumlah polong per tanaman, dan panjang polong. 3. Kultivar Super Sainan memberikan hasil terbaik di bandingkan dengan kultivar 777, yaitu terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam, jumlah daun pada umur 4 dan 6 minggu setelah tanam, dan panjang polong. Saran Dalam upaya meningkatkan hasil tanaman kacang panjang, berdasarkan hasil penelitian disarankan dalam proses pembuatan kompos jerami padi menggunakan dosis
dekomposer 1,0 L/t bahan kompos untuk kultivar Super Sainan yang memberikan hasil bobot polong tertinggi dan dosis dekomposer 1,5 L/t bahan kompos untuk kultivar 777. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh dosis dekomposer M-FA terhadap pertumbuhan dan hasil dua kultivar kacang panjang (Vigna sinensis L. ) untuk memperoleh hasil yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Achmad Djunaedy. 2009. Pengaruh jenis dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan dan hasil kacang panjang (Vigna sinensis L.). Vol 2. No 1: 42-46. Allard R.W. 1960. Pemuliaan Tanaman. Penerbit Rinaka Cipta. Jakarta. Bambang Cahyono. 2008. Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Penerbit Kanisus : Yogyakarta. Chindy U z. Murdaningsih H.K. dan Karuniawan A. 2010. Penampilan fenotipik dan respon seleksi karakter komponen hasil generasi F4 beberapa kombinasi persilangan kacang panjang di Jatinangor. Zuriat. Vol 21. No 1. Bandung. Direktorat Pengelolaan Lahan. 2009. Pedoman Teknis Perbaikan Kesuburan Lahan Sawah Berbasis Jerami. Dir. Pengelolaan Lahan, Dirjen PLA, Deptan. Firnanado, 2009. Kacang panjang. Tersedia dalam: http://firnandoez.blogspot.com/2009/04/kacangpanjang.html?zx=7de690f8e364f08). (diakses pada tanggal 24 Mei 2013) Gusti Prasojo. 2012. Varietas, kultivar, galur, kloning/cloning, benih unggul bersertifikat, macam-macam benih dan pemuliaan tanaman. Tersedia dalam: http://shaylife.blogspot.com/2012/04/varietas-kultivar-galur-kloning-cloning. (di akses pada tanggal 24 Mei 2013) Haryanto E., Suhartini T., Rahayu E. 2011. Budidaya Kacang Panjang. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Hery Soeryoko. 2011. Kiat Pintar Memproduksi Kompos dengan Pengurai Buatan Sendiri . Lily Publisher. Yogyakarta. Mahdiannoor. 2012. Efektivitas pemberian trichoderma spp. dan dosis pupuk kandang kotoran ayam pada lahan rawa lebak terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.). Vol 33. No 1: 91-98. Parwanayoni, Ni M.S. 2005. Peranan Trichoderma sp. dalam dekomposisi serasah daun. Agritrop. J.Agric. Sci 24(2), 67-71. Pinus Lingga, Marsono. 2006. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Sentika Jaya Abadi (PT). 2009. M-FA (Mikroorganisme Fermentasi Alami). Jawa Barat.