PENGARUH DIMENSI RESONATOR SILINDRIS TERHADAP KINERJA SUATU PENDINGIN TERMOAKUSTIK Ikhsan Setiawan*, Agung Bambang Setio Utomo**, Mahmudah Erdhi Santi, Susilowati, dan Dwi Sampurna Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Gadjah Mada Sekip Utara, Yogyakarta 55281, Indonesia * E-mail:
[email protected] ** E-mail:
[email protected]
INTISARI Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh dimensi resonator silindris, meliputi panjang dan diameternya, terhadap kinerja suatu pendingin termoakustik. Secara sederhana, kinerja piranti pendingin ini dapat dilihat dari besar penurunan suhu tandon dingin yang dapat dicapai dan teramati bahwa penurunan suhu cenderung berbanding terbalik dengan panjang resonator. Selain itu, teramati adanya diameter optimum yang memberikan penurunan suhu yang maksimum dan diameter optimum cenderung bergeser menuju nilai yang lebih besar bila panjang resonator semakin panjang. Kata kunci: Pendingin termoakustik, panjang resonator, diameter resonator
THE INFLUENCE OF CYLINDRICAL RESONATOR DIMENSION ON THE PERFORMANCE OF A THERMOACOUSTIC REFRIGERATOR ABSTRACT It has been done the investigation of the influence of cylindrical resonator dimension, which are included its length and diameter, on the performance of a thermoacoustic refrigerator. The performance can simply be seen from the magnitude of temperature drop of the cold reservoir that can be achieved by the device, and it has been observed that the temperature drop tends to inversely proportional to the resonator length. In addition, there is an optimum diameter which gives a maximum temperature drop, and the optimum diameter tends to shift to a larger value when the resonator length is being longer. Keywords: Thermoacoustic refrigerator, resonator length, resonator diameter
1. PENDAHULUAN Piranti
pendingin
termoakustik
bekerja
dengan
memanfaatkan
efek
termoakustik, yaitu suatu perbedaan suhu yang dibangkitkan oleh gelombang bunyi. (Fenomena gelombang bunyi yang dibangkitkan oleh adanya perbedaan suhu juga merupakan efek termoakustik; pirantinya disebut mesin kalor termoakustik.) Dalam pendingin temoakustik, gelombang bunyi melakukan usaha untuk memindahkan kalor dari tandon dingin ke tandon panas melalui sebuah komponen yang disebut stack. Pendingin termoakustik memiliki keunggulan dibandingkan dengan pendingin konvensional, terutama karena piranti ini tidak menggunakan medium pendingin yang berbahaya bagi lingkungan, seperti CFC dan HFC, melainkan menggunakan medium pendingin yang ramah lingkungan, seperti udara dan gas-gas mulia. Keunggulan lainnya di antaranya adalah konstruksinya relatif lebih sederhana dan ketersediaan medium kerja yang melimpah, sehingga pembuatannya memerlukan biaya yang relatif murah. Prinsip kerja piranti pendingin termoakustik telah banyak dipaparkan, seperti oleh Russell dan Weibull (2002) dan Wheatley dkk (1985). Sebuah pustaka yang secara komprehensif membahas tentang termoakustika telah ditulis oleh Swift (2002). Suatu prototipe pendingin termoakustik yang pertama telah dibuat oleh Hofler (1986). Bentuk resonator yang termudah dibuat untuk piranti termoakustik adalah bentuk silinder, meskipun piranti termoakustik seperti ini memiliki efisiensi rendah (Swift, 1988). Studi eksperimental
dan
analisis
terhadap
komponen-komponen
piranti
pendingin
termoakustik telah dilakukan oleh Nohtomi dan Katsuta (1999). Sedangkan prosedur mendesain pendingin termoakustik telah disajikan oleh Tijani dkk (2002a), dan pembuatan serta pengukuran kinerjanya (performance) telah juga dipaparkan oleh Tijani dkk (2002b). Suatu demonstrasi eksperimental tentang konversi energi termoakustik dalam sebuah resonator telah sajikan oleh Biwa dkk (2004). Sedangkan penyelidikan teoritis dan eksperimental tentang karakteristik frekuensi pada pendingin termoakustik telah dilakukan oleh Tu dkk (2006) dan suatu pemodelan numerik untuk integrasi gradien suhu di dalam stack termoakustik telah dilakukan oleh Jensen dkk (2006). Terdapat banyak faktor yang menentukan kinerja piranti pendingin termoakustik, diantaranya adalah dimensi resonator. Ikhsan dkk (2007) telah membuat sebuah piranti termoakustik sederhana sebagai pemompa kalor yang menggunakan resonator silindris.
2
Makalah ini membahas tentang pengaruh dimensi resonator, meliputi panjang dan diameternya, terhadap kinerja piranti pendingin termoakustik yang dibuat. Secara sederhana, kinerja pendingin ini dapat dilihat dari seberapa besar penurunan suhu tandon dingin yang dapat dicapai.
II. DASAR TEORI Pada resonator silindris dengan satu ujung terbuka dan satu ujung tertutup, dapat hadir gelombang bunyi tegak dengan frekuensi resonansi fn =
nv , 4L
(1)
dengan n = 1, 3, 5, … adalah orde harmonik, v adalah cepat rambat gelombang bunyi di udara, dan L adalah panjang resonator. Bila koreksi ujung diterapkan pada resonator silindris, maka selain panjang resonator, diameter resonator (D) juga akan berpengaruh terhadap frekuensi resonansinya menurut persamaan (Kinsler dkk, 1999)
nv . 1 4D ⎞ ⎛ 4⎜ L + ⎟ 2 3π ⎠ ⎝
fn =
(2)
Di sisi lain, berkaitan dengan transfer kalor antara plat-plat stack dan gas pengisi resonator, frekuensi bunyi (f) mempengaruhi besaran kedalaman penetrasi, yaitu kedalaman penetrasi termal (δκ) dan kedalaman penetrasi viskos (δv), berturut-turut B
B
melalui persamaan (Russell dan Weibull, 2002)
δκ =
κ π f ρ cp
(3)
dan (Wetzel dan Herman, 1997; Wheatley dkk,1985)
δv =
η , πρ f
(4)
dengan κ adalah konduktivitas termal gas, ρ adalah kerapatan gas, cp kalor spesifik B
B
isobarik gas, dan η adalah viskositas dinamik gas. Kedalaman penetrasi termal terkait dengan porositas stack, dimana jarak antar plat-plat stack yang optimum berkisar antara tiga hingga empat kali kedalaman penetrasi termal (Swift, 1995; Tijani dkk, 2002). Sedangkan kedalaman penetrasi viskos menggambarkan ketebalan lapisan fluida (gas) di sekitar plat-plat stack yang geraknya terhambat akibat pengaruh gaya viskos,
3
sehingga terdapat rugi energi kinetik (rugi viskos) yang akan memberi dampak negatif terhadap efek termoakustik. Di sisi lain, diameter resonator silindris juga mempengaruhi faktor kualitas (Q) resonator yang merupakan gambaran rugi energi yang terjadi di dalam resonator, sehingga akan mempengaruhi laju transfer kalor. Ketergantungan faktor kualitas (Q) resonator akustik silindris terhadap diameternya dapat dinyatakan sebagai (Moloney dan Hatten, 2001) Q=
(c d D )(c r
D2 ) cd D + cr D 2
(3)
dengan cd dan cr berturut-turut adalah tetapan-tetapan yang berkaitan dengan rugi B
B
B
B
dinding resonator (termal dan viskos) dan rugi radiasi bunyi, yang menggambarkan adanya diameter optimum yang memberikan faktor kualitas yang maksimum.
III. EKSPERIMEN
Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan resonator yang terbuat dari pipa PVC, dengan beragam ukuran panjang dan diameter. Untuk keperluan eksperimen variasi panjang resonator, disiapkan resonator berdiameter 1¼ in., dengan panjang 50 cm, 60 cm, 70 cm, 80 cm, 90 cm, dan 100 cm.
Sedangkan untuk
eksperimen variasi diameter resonator, disiapkan resonator dengan panjang 50 cm dan 80 cm masing-masing dengan diamater 1 in., 1¼ in., 1½ in., 2 in., 2½ in., dan 3½ in., (Ukuran diameter pipa tetap dinyatakan dalam satuan inchi, karena satuan ini telah dipergunakan secara luas secara komersial untuk pipa PVC). Sistem pendingin termoakustik beserta peralatan pengukurannya diperlihatkan secara skematik oleh Gambar 1. Dua macam stack yang digunakan pada penelitian ini adalah stack dari film fotografi dan stack dari kertas kardus, dengan panjang 3,5 cm dan jarak antar plat sekitar 1 mm. Bunyi yang digunakan untuk melakukan kerja transfer kalor dihasilkan oleh sebuah loudspeaker 6½ in. 8 Ω 60 W yang memperoleh sinyal dari sebuah audio function generator (AFG) digital yang diperkuat oleh sebuah penguat audio 60 W. Tegangan sinyal masukan loudspeaker dibuat maksimum yaitu sekitar 12 volt yang memberikan kuat intensitas bunyi sekitar 120 dB (dB-meter tidak diperlihatkan di dalam Gambar 1). Pemantauan bunyi di dalam resonator menggunakan sebuah mikrofon kecil jenis mic-condensor yang dipasang di ujung tertutup resonator,
4
sinyalnya diperkuat oleh sebuah pre-amp, kemudian diteruskan ke komputer melalui sebuah sound card. Pada komputer, sinyal ini diamati dengan menggunakan perangkat lunak Oscilloskop 2,51 yang dapat menampilkan bentuk gelombang (waveform) maupun spektrum bunyi yang dideteksi oleh mikrofon tersebut. Sedangkan suhu pada tandon dingin dan tandon panas diukur dengan menggunakan dua buah termometer digital dengan sensor suhu tipe LM-35. Eksperimen dengan variasi panjang resonator pada diameter tetap dilakukan dengan cara mengukur suhu tandon dingin dan suhu tandon panas sebagai fungsi waktu pengoperasian piranti.
Hal ini dilakukan pada berbagai frekuensi bunyi di sekitar
frekuensi resonansi yang diestimasi berdasarkan persamaan (1). Sedangkan eksperimen dengan variasi diameter resonator dilakukan dengan cara mengukur suhu masingmasing tandon seiring dengan waktu pengoperasian piranti untuk berbagai diameter resonator dengan panjang tetap. Hal ini juga dilakukan pada berbagai frekuensi bunyi di sekitar frekuensi resonansi yang diestimasi berdasarkan persamaan (2). Frekuensi resonansi yang teramati dapat berbeda dengan nilai frekuensi yang diestimasi oleh persamaan (1) atau persamaan (2) karena berbagai faktor seperti adanya stack di dalam resonator.
Gambar 1. Skema susunan peralatan eksperimen piranti pendingin termoakustik.
5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu tandon sebagai fungsi waktu
Dari tampilan spektrum bunyi, kondisi resonansi diketahui terjadi bila puncak spektrum mencapai maksimum. Dalam hal ini, frekuensi resonansi tabung resonator merupakan frekuensi kerja piranti termoakustik. Sesaat piranti mulai dioperasikan pada frekuensi resonansi, mulai teramati terjadinya penurunan suhu tandon dingin dan kenaikan suhu tandon panas. Hal ini menunjukkan telah terjadi pemompaan (transfer) kalor dari tandon dingin ke tandon panas yang dilakukan oleh gelombang bunyi. Gambar 2 menunjukkan hasil yang diperoleh untuk piranti dengan panjang L = 50 cm dan diameter D = 1¼ in., menggunakan stack film pada frekuensi f = 165 Hz serta stack kardus pada frekuensi f = 160 Hz. Kondisi stabil tercapai setelah piranti dioperasikan selama sekitar 8 menit, hal ini menandakan telah terjadinya kesetimbangan termal antara piranti dengan lingkungannya. Pada kondisi stabil untuk stack film, terlihat bahwa penurunan suhu yang dapat dicapai oleh tandon dingin sebesar ∆Tdingin = 6 °C, sedangkan kenaikan suhu yang dapat B
B
dicapai oleh tandon panas sebesar ∆Tpanas = 9 °C. B
B
B
B
(Kenaikan dan penurunan suhu
tandon diukur relatif terhadap suhu awal (suhu kamar).) Dengan demikian, beda suhu antara kedua tandon yang dapat dicapai oleh piranti ini adalah sebesar ∆T = 15 °C. Sedangkan untuk stack kardus ∆Tdingin = 5 °C, ∆Tpanas = 7 °C, dan ∆T = 12 °C. B
B
Stack Stack Stack Stack
44 Suhu tandon (derajat celcius)
B
40
B
Film, 165 Hz Tandon Panas Film, 165 Hz Tandon Dingin Kardus, 160 Hz Tandon Panas Kardus, 160 Hz Tandon Dingin
36 32 28 24 20 0
2
4
6
8
10
12
Waktu operasi (menit)
Gambar 2. Grafik suhu tandon panas dan tandon dingin sebagai fungsi waktu operasi piranti dengan L = 50 cm dan D = 1¼ in., menggunakan stack film pada f = fres = 165 Hz dan stack kardus pada f = fres = 160 Hz. B
B
B
6
B
Penurunan suhu dan beda suhu sebagai fungsi frekuensi bunyi
Eksperimen untuk memperoleh hasil seperti yang telah ditunjukkan oleh Gambar 2 (suhu vs waktu) dilakukan juga untuk berbagai frekuensi bunyi di sekitar frekuensi resonansi, sehingga diperoleh hasil seperti yang diperlihatkan oleh Gambar 3. Gambar 3(a) memperlihatkan penurunan suhu yang dapat dicapai oleh tandon dingin, sedangkan Gambar 3(b) memperlihatkan beda suhu antara tandon panas dan tandon dingin. (Nilai-nilai penurunan suhu dan beda suhu pada Gambar 3 diambil dari nilainilainya pada keadaan stabil dari gambar-gambar seperti pada Gambar 2.) Pada kedua gambar tersebut tampak jelas bahwa terdapat nilai fre-kuensi optimum yang memberikan penurunan suhu dan perbedaan suhu yang maksimum, yaitu pada frekuensi resonansinya. Hal ini dikarenakan transfer energi optimum terjadi pada saat resonansi. Hasil yang diperoleh pada frekuensi resonansi yaitu penurunan maksimum suhu tandon dingin adalah 6 °C dan 5 °C berturut-turut untuk piranti dengan stack film dan stack kardus. Sedangkan beda maksimum suhu kedua tandon panas dan dingin berturut-turut adalah 15 °C dan 12 °C.
16
7 Penurunan suhu (derajat celcius)
6
Beda suhu kedua tandon (derajat celcius)
stack film
stack kardus
12
5
10
4 3 2 1 152
stack film
14
stack kardus
156 160 164 168 Frekuensi bunyi (Hz)
8 6 4 152
172
(a)
156 160 164 168 Fekuensi bunyi (Hz)
172
(b)
Gambar 3. (a) Grafik penurunan suhu tandon dingin dan (b) grafik beda suhu kedua tandon sebagai fungsi frekuensi, menggunakan stack film dan stack kardus, dan dengan L = 50 cm dan D = 1¼ in. Pengaruh panjang resonator (L) terhadap penurunan suhu dan beda suhu
Eksperimen untuk memperoleh hasil seperti pada Gambar 3 dilakukan juga untuk berbagai panjang resonator (dengan D = 1¼ in.), sehingga diperoleh hasil yang diperlihatkan oleh Gambar 4(a) dan Gambar 4(b), yaitu penurunan suhu tandon dingin dan beda suhu kedua tandon sebagai fungsi panjang resonator, menggunakan stack film
7
7
18 Stack film
Stack film Stack kardus
16
Stack kardus
Beda suhu (derajat celcius)
Penurunan suhu (derajat celcius)
6 5 4 3 2 1
14 12 10 8 6
0
4 40
60 80 100 Panjang resonator (cm)
40
(a)
60 80 100 Panjang resonator (cm)
(b)
Gambar 4. (a) Grafik pengaruh panjang resonator terhadap penurunan suhu tandon dingin, dan (b) grafik beda suhu kedua tandon, dengan diamter D = 1¼ in., menggunakan stack film dan stack kardus.
dan stack kardus. Pada Gambar 4(a) tampak adanya kecenderungan bahwa semakin pendek resonator yang digunakan, maka semakin besar penurunan suhu tandon dingin yang dapat dicapai oleh piranti ini, baik untuk piranti dengan stack film maupun piranti dengan stack kardus. Pada ukuran resonator yang pendek (L kecil), frekuensi resonansi akan cukup besar (f besar) menurut persamaan (1).
Hal ini berakibat pada gerak
molekul-molekul gas yang cepat di dalam kanal-kanal stack, sehingga transfer kalor dari tandon dingin ke tandon panas dapat berlangsung dengan baik (cepat). Dalam hal ini laju transfer kalor tersebut masih jauh lebih besar dari pada laju aliran balik kalor dari tandon panas ke tandon dingin secara konduksi melalui bahan stack. Sedangkan saat resonator semakin panjang (L besar), maka frekuensi resonansi semakin kecil (f kecil). Hal ini berakibat pada gerak molekul-molekul udara yang lebih lambat, sehingga transfer kalor dari tandon dingin ke tandon panas menjadi kurang efektif. Dalam hal ini laju aliran kalor hanya sedikit lebih besar dari pada laju aliran balik kalor secara konduksi melalui bahan stack. Dapat diperkirakan adanya kemungkinan bahwa untuk panjang resonator yang terus diperpendek, penurunan suhu tidak lagi bertambah besar, melainkan akan semakin kecil. Hal ini disebabkan f yang terlalu besar untuk L yang terlalu kecil, berakibat pada tidak efektifnya transfer kalor dari paket gas (kumpulan molekul gas) ke bahan stack karena geraknya yang sudah sangat cepat. Dalam hal ini, molekul-molekul telah bergerak kembali menuju ke posisi semula padahal transfer kalor antara paket gas dan dinding stack belum terjadi secara sempurna. Selain itu, dalam hal
8
ini frekuensi yang sangat besar mengakibatkan jarak antar plat stack yang digunakan tidak lagi masuk dalam daerah optimumnya (persamaan (3)). Pada eksperimen variasi panjang resonator ini, penurunan suhu terbesar, yaitu sekitar 6 °C (stack film), diperoleh dari penggunaan resonator yang terpendek (L = 50 cm). Di samping itu, dari hasil secara umum terlihat adanya kecenderungan penurunan suhu berbanding terbalik dengan panjang resonator yang digunakan. Oleh karena itu, ada baiknya diselidiki lebih lanjut tentang pengaruh panjang resonator yang lebih pendek lagi terhadap penurunan suhu yang dapat dicapai oleh piranti ini, dengan tetap mempertimbangkan kesesuaian antara jarak antar plat resonator dan kedalaman penetrasi termal. Dengan kata lain, stack dengan jarak antar plat yang lebih kecil digunakan ketika panjang resonator semakin pendek. Gambar 4(b) memperlihatkan pengaruh panjang resonator terhadap beda suhu antara kedua tandon piranti ini. Tampak adanya kecenderungan yang serupa seperti halnya pengaruh panjang resonator terhadap penurunan suhu, yaitu semakin pendek resonator yang digunakan maka semakin besar pula beda suhu antara kedua tandon yang dapat dicapai. Pengaruh diameter resonator (D) terhadap penurunan suhu dan beda suhu
Secara teori, dengan memperhitungkan koreksi ujung, maka frekuensi resonansi dipengaruhi juga oleh diameter resonator (persamaan (2)). Frekuensi resonansi yang ditemukan secara eksperimen ini sedikit berbeda dengan nilai teoritisnya karena adanya stack di dalam resonator. Teramati bahwa resonansi terjadi pada frekuensi sekitar 165 Hz untuk resonator dengan L = 50 cm, dan sekitar 103 Hz untuk resonator dengan L = 80 cm. Pengaruh diameter resonator terhadap penurunan suhu diperlihatkan oleh Gambar 5(a) dan Gambar 5(b), yang diamati pada dua buah resonator masing-masing dengan panjang 50 cm dan 80 cm, dan menggunakan stack kardus maupun stack film. B
Tampak adanya kecenderungan bahwa terdapat nilai diameter optimum yang B
memberikan penurunan maksimum suhu tandon dingin. Selain itu, diameter optimum ini cenderung semakin besar bila resonator semakin panjang. B
B
Pada penelitian ini,
diperoleh bahwa diameter optimum adalah sebesar 1¼ in. untuk resonator dengan panjang 50 cm, dan sebesar 2½ in. untuk resonator dengan panjang 80 cm. Adanya nilai diameter optimum ini berkaitan dengan laju transfer kalor antara gas dan stack
9
yang maksimum. Pada dasarnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan saling berkompetisi mempengaruhi laju transfer kalor antara gas dan stack, yaitu (i) volume gas yang terlibat berinteraksi dengan stack, semakin besar volume gas akan semakin besar laju transfer kalor antara gas dan stack; (ii) faktor kualitas Q resonator yang menggambarkan besar kecilnya rugi energi (energy losses) di dalam resonator. Menurut Moloney dan Hatten (2001),
terdapat
dua
mekanisme
rugi
energi yang
mempengaruhi faktor kualitas resonator akustik sebagai fungsi diameter resonator, yaitu berasal dari medium di dekat dinding resonator (efek termal dan efek viskositas) dan dari radiasi bunyi itu sendiri.
Kedua mekanisme rugi energi ini, sebagai fungsi
diameter resonator, saling berkompetisi sehingga terdapat diameter resonator optimum yang memberikan faktor kualitas Q resonator yang maksimum. Adanya kecenderungan pergeseran diameter optimum ke arah nilainya yang lebih besar jika panjang resonator L semakin besar juga merupakan kombinasi efek-efek tersebut di atas bersama dengan efek yang ditimbulkan oleh variasi panjang resonator yang telah dibahas di muka. Gambar 6(a) dan Gambar 6(b) memperlihatkan hasil eksperimen tentang pengaruh diameter resonator terhadap beda suhu tandon dingin dan tandon panas, diamati pada dua buah resonator dengan panjang 50 cm dan 80 cm, dan menggunakan stack kardus maupun stack film. Terlihat juga adanya kecenderungan bahwa diameter resonator optimum memberikan beda suhu yang maksimum antara kedua tandon, dengan mekanisme serupa seperti yang terjadi pada penurunan suhu tandon dingin (Gambar 5(a) dan Gambar 5(b)). 6
6
5
Stack kardus
Penurunan suhu (derajat celcius)
Penurunan suhu (derajat celcius)
Stack film 4
L = 50 cm 3 2 1 0
5 4 3
L = 80 cm
2
Stack film Stack kardus
1 0
0
1 2 3 Diameter resonator (in.)
0
4
(a)
1 2 3 Diameter resonator (in.)
(b)
Gambar 5. Grafik pengaruh diameter resonator terhadap penurunan suhu tandon dingin untuk (a) panjang resonator L =50 cm dan (b) panjang resonator L = 80 cm, menggunakan stack kardus maupun stack film.
10
4
14
14 Stack film Stack kardus
10
12 Beda suhu (derajat celcius)
Beda suhu (derajat celcius)
12
L = 50 cm
8 6 4 2
10 8 6
L = 80 cm
4
Stack film
2
0
Stack kardus
0 0
1
2 3 Diameter (in.)
4
0
(a)
1
2 3 Diameter (in.)
4
(b)
Gambar 6. Grafik pengaruh diameter resonator terhadap beda suhu kedua tandon dingin untuk (a) panjang resonator L =50 cm dan (b) panjang resonator L = 80 cm, menggunakan stack kardus maupun stack film.
Sebagai pendingin termoakustik, maka penekanan perhatian utama adalah pada penurunan suhu tandon dingin. Untuk dapat memaksimalkan penurunan suhu ini maka haruslah kalor yang terkumpul pada tandon panas sedapat mungkin segera dibuang ke lingkungannya, agar gradien suhu disepanjang stack tidak menjadi semakin besar. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan menggunakan bahan konduktor kalor yang baik sebagai bahan tandon panas. Di lain pihak, sedapat mungkin diusahakan agar tidak ada kalor dari lingkungan yang masuk ke tandon dingin, misalnya dengan melingkupi tandon dingin dengan dinding adiabatik (bahan isolator kalor).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, bahwasanya kinerja piranti pendingin termoakustik pada penelitian ini dipengaruhi secara nyata oleh dimensi resonator silindris yang digunakan, meliputi panjang dan diameter resonator. Kinerja pendingin termoakustik ini cenderung semakin baik bila menggunakan resonator yang semakin pendek sehingga memberikan pendinginan yang semakin besar. Selain itu, terdapat diameter optimum yang memberikan kinerja pendingin yang maksimum. Diameter optimum ini cenderung bergeser ke nilai yang lebih besar bila resonator semakin panjang. Beberapa hal yang dapat disarankan adalah bahwa resonator yang digunakan agar dibuat dari bahan yang lebih tegar, supaya energi dari sumber bunyi tidak banyak diserap oleh bahan resonator akibat ia turut bergetar. Serapan energi ini akan semakin
11
besar bila amplitudo bunyi yang digunakan sangat besar. Di samping itu, variasi panjang resonator agar diperluas ke ukuran yang lebih pendek dari 50 cm (resonator tependek pada penelitian ini) dan variasi diameter agar diperbanyak dan diperhalus supaya pengetahuan tentang pengaruh kedua parameter ini terhadap kinerja pendingin termoakustik semakin baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Universitas Gadjah Mada, yang telah membiayai penelitian ini melalui Anggaran DIPA UGM tahun 2006.
DAFTAR PUSTAKA
Biwa, T., Yashiro, Y., Kozuka, M., Yazaki, T. dan Mizutani, U., 2004, Experimental Demonstration of Thermoacoustic Energy Conversion in a Resonator, Phys. Rev. E 69, 066304. Hofler, T.J., 1986, Thermoacoustic Refrigerator Design and Performance, Doctoral Dissertation, Physics Department, University of California, San Diego, CA. Ikhsan S., Agung, B.S.U., Guntur M., dan Andi R.W., 2007, Rancang Bangun Piranti Termoacoustic sebagai Pemompa Kalor, Sigma Vol. 10 No.1, 23−33. Jensen, C., Raspet, R. dan Slaton, W., 2006, Temperatur gradient integration in thermoacoustic stacks, App. Acoust. 67, 689−699. Kinsler, L.E., Frey, A.R. Coppens, A.B. dan Sanders, J.V., 1999, Fundamentals of Acoustics, Wiley, Ney York, Edisi ke-4, Bab 8. Moloney, M.J. dan Hatten, D.L., 2001, Acoustic Quality Factor and Energy Losses in Cylindrical Pipes, Am. J. Phys. 69(3), 311−314. Nohtomi, M. dan Katsuta, M., 1999, Experimental Study and Analysis on Components of a Thermoacoustic Refrigerator and a Thermoacoustic Prime Mover, Proceedings of the 5th ASME/JSME Thermal Engineering Joint Conference, March 15-19, San Diego, California. P
P
Russell, D.A. dan Weibull, P., 2002, Tabletop Thermoacoustic Refrigerator for Demonstration, Am. J. Phys. 70, 1231−1233. Swift, G.W., 1988, Thermoacoustic Engines, J. Acoust. Soc. Am. 84, 1145−1180 Swift, G.W., 1995, Thermoacoustic engines and refrigerators, Phys. Today 48, 22−28 Swift, G.W., 2002, Thermoacoustics: A Unifying Perspective for Some Engines and Refrigerators, Los Alamos National Laboratory, Acoustical Society of America Publications.
12
Tijani, M.E.H., Zeegers, J.C.H., dan de Waele, A.T.A.M., 2002a, Design of Thermoacoustic Refrigerator, Cryogenics 42, 49−57. Tijani, M.E.H., Zeegers, J.C.H., dan de Waele, A.T.A.M., 2002b, Construction and Performance of a Thermoacoustic Refrigerator, Cryogenics 42, 59−66. Tu, Q., Gusev, V., Bruneau, M., Zhang, C., Zhao, L., dan Guo, F., 2006, Experimen-tal and theoretical investigation on frequency characteristic of loudspeaker-driven thermoacoustic refrigerator, Cryogenics 45, 739−746. Wetzel, M. dan Herman, C., 1997, Design optimization of thermoacoustics refrigerators, Int. J. Refrig. 20, 3−21. Wheatley, J., Hofler, T., Swift, G.W., dan Migliori, A., 1985, Understanding some simple phenomena in thermoacoustics with applications to acoustical heat engines, Am. J. Phys 53, 147−162.
13