PENGARUH BILANGAN ASAM TERHADAP HIDROLISA MINYAK KELAPA SAWIT M.YUSUF RITONGA Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Minyak sawit (Crude Palm Oil) adalah salah satu jenis trigliserida yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan gliserin dan asam lemak, disamping minyak inti sawit (Crude Palm Hemel Oil), minyak kelapa kopra (Crude Coconut Oil). Masing-masing trigliserida tersebut diatas memiliki spesifikasi yang berbedabeda dan dapat dipilih sebagai bahan baku sesuai dengan produk asam lemak yang ingin dihasilkan dari proses hidrolisa. Minyak sawit (Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku proses hidrolisa harus memiliki spesifikasi sebagai berikut : Bilangan asam (AV, Acid Value), mgKOH/g = 10,0 Bilangan penyabunan (SV, Safonificition Value), mgKOH/g = 195-205 Bilangan iodium (IV, Iodin Value), g/100g = 44-54 Kandungan air, % berat = 0,3 mol Pengotor tak terlarut, % berat = 0,3 mol Materil tak tersabunkan % berat = 2,5 mol Distribusi karbon, % berat C12 = 1,0 mol C14 = 2,0 mol C16 = 43-47 mol C18 = 3-6 mol C18,1 = 35-45 mol C18,2 = 5-15 mol Kualitas minyak sawit tersebut diatas harus tetap dipertahankan, karena perubahan pada kualitas tersebut dapat menyebabkan menurunnya kualitas asam lemak dan gliserin yang dihasilkan dari proses hidrolisa atau splitting atau pemasakan asam lemak dan gliserin dari trigliserida minyak sawit. Perubahan kualitas bahan baku minyak sawit yang digunakan pada hidrolisa juga berpengaruh pada pemakaian steam bertekanan tinggi. Pada akhimya sangat berpengaruh pada pemakaian bahan bakar pada boiler yang digunakan untuk menghasilkan uap bertekanan tinggi sampai 64 BAR. Salah satu parameter keberhasilan proses produksi secara massal atau skala besar, adalah kapasitas produksi disamping kualitas yang baik tentunya. Perubahan kualitas bahan baku minyak sawit, menurut pengalaman selama bertahun-tahun ternyata berpengaruh pada kapasitas produksi asam lemak dan gliserin. Berdasarkan pengalaman tersebut diatas, amatlah penting menjaga kualitas bahan baku minyak sawit dan seleksi penerimaan bahan baku agar sesuai dengan spesifikasinya. Pengaruh perubahan bahan baku minyak sawit terhadap proses hidrolisa serta kualitas produknya akan lebih jelas pada bab selanjutnya.
© 2004 Digitized by USU digital library
1
Pada Bab II pembaca akan mendapat penjelasan lebih rinci tentang hidrolisa minyak sawit dilengkapi kondisi operasinya. Pada Bab III pembaca akan lebih memahami pengaruh perubahan kualitas bahan baku minyak sawit terhadap kualitas produk, kwantitas,produk pemisahan asam lemak dan gliserin dari hidrolisa minyak sawit atau splitting minyak sawit. BAB II HIDROLISA MINYAK SAWIT 2.1. Hidrolisa Alami Secara alami minyak sawit mengandung air yang tidak dapat dipisahkan. Jumlah kandungan air pada minyak dapat menambah karena pengolahan minyak sawit itu sendiri serta pada saat penyimpanan. Kenaikan kandungan air pada saat penyimpanan disebabkan oleh udara limbah dan kebocoran coil pemanas pada tangki penyimpan. Secara alami hidrolisa minyak sawit terjadi karena dipacu oleh enzim lipase yang dibantu oleh sinar matahari pada kondisi atmosfer. Reaksi hidrolisa minyak sawit terjadi sama dengan reaksi hidrolisa yang umum pada trigliserida sebagai berikut : enzim Trigliserida
+
Air
CPO
+
Air
C3H8(OOCR)3 +
3H2O
enzim enzim
Asam lemak +
Gliserin
Asam lemak +
Gliserin
C3H8(OH)3
3RCOOH
+
Reaksi inilah salah satu penyebab perubahan kwalitas minyak sawit selama pengolahan dan penyimpanan. Reaksi ini menyebabkan asam lemak bebas dan digliserida serta monogliserida pada minyak akan berubah banyak. Reaksi hidrolisa diatas berlangsung sangat lambat, tetapi dapat mengubah kwalitas produk hidrolisa. Karena reaksinya yang sangat lambat, hidrolisa dengan bantuan enzim diatas dapat dipakai untuk produksi massal asam lemak dan gliserin serta turunannya. 2.2. hidrolisa Produksi Massal Untuk memenuhi pemenuhan kebutuhan pemakaian pada industri kosmetik, obat-obatan, detergen dan industri hilir oleochemical, asam lemak dan gliserin diproduksi secara massal. Keadaan ini dapat diwujudkan dengan hidrolisa minyak sawit pada suhu dan tekanan yang sangat tinggi pada reaktor yang disebut splitter suhu dan tekanan yang tinggi, menggantikan fungsi enzim pada hidrolisa alami minyak sawit agar dapat berlangsung cepat dan dengan kapasitas sangat besar. Pada kondisi suhu dan tekanan yang tinggi yang sesuai, pemakaian minyak sawit dapat mencapai 180 MT per hari (Design Feld & Hahn) dan 130 MT per hari (Design Lurgi GmbH). Suhu hidrolisa mencapai 250-260°C dan tekanannya mencapai 54-56 BAR. Asam lemak yang bisa diproduksi sekitar 93% dari jumlah minyak sawit yang dikonsumsi dan gliserin yang dihasilkan sekitar 90% dari minyak sawit yang dikonsumsi dengan kadar sekitar 12%.
© 2004 Digitized by USU digital library
2
2.3. Kondisi Operasi Hidrolisa Kondisi operasi hidrolisa minyak sawit berbeda dengan hidrolisa minyak inti sawit, minyak kelapa kopra dan RBD Ps. Tetapi berkisar pada suhu 250-260°C dan tekanan berkisar 54-56 BAR. Hidrolisa minyak sawit berdasarkan design Feld & Hahn GmbH dapat diperhatikan pada gambar 2.1. Pemakaian air pada hidrolisa minyak tetap pada prinsip berlebihan dari reaksi stokiometrinya, seperti halnya yang dikembangkan oleh Lurgi GmbH. Hal yang sangat penting diperhatikan adalah perbandingan jumlah, pemakaian air terhadap minyak sawit adalah 0,8B. bahan baku minyak sawit yang digunakan sesuai dengan spesifikasi yang dicantumkan pada bagian PENDAHULUAN. Perubahan terhadap kwalitas minyak sawit yang dipakai menyebabkan perbandingan jumlah pemakaian air terhadap pemakaian minyak sawit akan berubah pula. Penurunan bilangan asam akan menyebabkan perbandingan tersebut akan bertambah. 2.4. Kwalitas Asam Lemak Asam lemak yang diperoleh dari minyak sawit lewat proses hidrolisa akan memiliki komposisi asam lemak yang sama dengan komposisi asam lemak pada minyak sawit. Salah satu parameter yang harus dianalisa pada asam lemak hasil hidrolisa minyak sawit adalah bilangan penyabunan (SV = SAPONIFICATION EQUIVALENT). Bilangan penyabunan asam lemak yang normal berada pada kisaran 205-207 mgKOH/g. Tingkat keberhasilan proses hidrolisa baru dapat ditentukan jika bilangan asam dari asam lemak yang dihasilkan telah ditentukan. Bilangan asam (AV = Acid Value) asam lemak hasil hidrolisa minyak sawit berada pada kisaran 200-206 mgKOH/g. Kedua parameter diatas sangat tergantung pada bilangan penyabunan serta bilangan asam bahan baku minyak sawit. Tingkat keberhasilan hidrolisa minyak sawit yang baik adalah 98% minimum. Tingkat konversi hidrolisa dinyatakan sebagai "SPLITTING DEGREE (SD)" dengan hubungan sebagai berikut : AV SD = ------ x 100% SV Perbandingan bilangan asam dengan bilangan penyabunan pacta formula diatas harus dari asam lemak hasil hidrolisa. Dalam hidrolisa minyak sawit adalah sangat penting memonitor bilangan asam dan penyabunan secara berkala dan berkesinambungan agar kwalitas produk hidrolisa dan kesinambungan proses dapat dijaga dan dikendalikan dengan baik. 2.5. Kwalitas Gliserin Mutu gliserin yang dihasilkan dari hidrolisa minyak sawit berkadar 12% dan memiliki pH berkisar 4-5. Rendahnya pH gliserin ini disebabkan asam lemak terlarut dalam jumlah yang sedikit pada gliserin. Asam lemak dapat terlarut pada gliserin pada suhu dan tekanan proses hidrolisa. Dalam INDUSTRI OLEOKIMIA gliserin yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida disebut glyserine water (air gliserin). Air gliserin ini masih mengandung bahan-bahan seperti trigliserida, digliserida, monogliserida berkisar 2% serta asam lemak yang terlarut pada saat hidrolisa minyak dilakukan. Dalam pengolahan air gliserin bahanbahan tersebut diatas harus dipisahkan bagi pemurnian gliserin.
© 2004 Digitized by USU digital library
3
2.6. Mekanisme Hidrolisa Hidrolisa minyak sawit tidak berlangsung seperti reaksi yang dikemukakan pada sub pokok bahasan 2.1, akan tetapi lebih kompleks dari reaksi tersebut. Reaksi
tersebut berlangsung dalam 3 tahapan reaksi sampai seluruh konversi minyak sawit sebesar 98% menjadi asam lemak dan gliserin. 1. C3H8(OOCR)3 trigliserida
+
H2O air
C3H8(OH)(OOCR)2 digliserida
+
RCOOH as. lemak
2. C3H8(OH)(OOCR)2 + digliserida
H2O air
C3H8(OH)2(OOCR) monogliserida
+
RCOOH as. lemak
3. C3H8(OH)2(OOCR)2 + monogliserida
H2O air
C3H8(OH)3 Gliserin
+
RCOOH as. lemak
+ 3H2O air
C3H8(OH)3 gliserin
+
3RCOOH as. Lemak
4. C3H8(OOCR)3 trigliserida
© 2004 Digitized by USU digital library
4
Ketiga tahap reaksi diatas tidak berlangsung 100%, sehingga tetap saja trigliserida, digliserida, monogliserida yang tetap terdapat pada gliserin yang dihasilkan. Digliserida dan monogliserida membentuk emulsi pada gliserin water dan trigliserida sedikit terapung pada bagian atas air gliserin yang dihasilkan. Dalam prakteknya hidrolisa minyak sawit menggunakan air berlebih dari reaksi stokiometri yang dibutuhkan pada splitter yang dioperasikan secara counter current (berlawanan arah). Air yang dipakai dimasukkan dari atas splitter dan minyak sawit yang dipakai dimasukkan dari bawah splitter pada tekanan tinggi sekitar 54-56 BAR. Air pada proses hidrolisa ini disamping berguna untuk mengkonversikan minyak sawit menjadi asam lemak dan gliserin juga untuk memisahkan asam lemak dan gliserin secara berkesinambungan dari splitter berdasarkan perbedaan berat jenis antara asam lemak dan gliserin. Dengan kelebihan air pada proses hidrolisa, minyak sawit tetap dalam keseimbangan dan berkesinambungan. Karena air gliserin memiliki density lebih besar dari density asam lemak maka air gliserin dikeluarkan dari bawah splitter dan asam lemak dari atas splitter. 2.7. Dinamika Hidrolisa Hidrolisa minyak sawit harus tetap dalam keadaan kesetimbangan dan berkesinambungan. Artinya bilangan asam asam lemak harus berkisar 200-206 mgKOH/g (sesuai kualitas minyak sawit) dan kadar air gliserin harus berkisar 12% berat. Kedua parameter ini merupakan parameter yang optimum bagi hidrolisa minyak sawit. Perubahan yang menonjol dari kedua parameter diatas menunjukkan bahwa proses hidrolisa tidak dalam keadaan setimbang dan harus diupayakan kembali pada keadaan optimumnya. Jika tidak hidrolisa tidak akan berlangsung dengan baik. Keadaan tidak setimbang hanya dan akan diperoleh pada awal reaksi hidrolisa sebagai upaya mendapatkan kondisi optimum atau setimbang dan berkesinambungan.Keadaan tidak setimbang dapat terjadi karena : a. Suhu splitter melewati suhu kisarannya. b. Jumlah pemakaian air terlalu kecil. c. Jumlah pemakaian minyak sawit terlalu besar. d. Temperatur air terlalu besar (>90°C). Untuk pengendalian kwalitas (asam lemak) pada saat awal hidrolisa, adalah sangat baik jika sampel asam lemak yang representatif diambil tiap 2 jam sekali, sampai diperoleh kesetimbangan pada reaksi hidrolisa minyak sawit. Mengacu kepada diagram diatas, pada keadaan awal reaksi hidrolisa asam lemak yang terbentuk masih sedikit. Dengan bertambahnya waktu asam lemak yang terbentuk akan semakin banyak sampai akhirnya mencapai sekitar 98%, setelah hidrolisa berjalan selama 8 jam. Dalam prakteknya waktu 8 jam merupakan saat yang tepat untuk meyakinkan kesetimbangan hidrolisa minyak sawit telah tercapai. Tentu saja semua kondisi operasi yang diperlukan harus sesuai dengan kisarannya. Dengan tetap mengacu kepada diagram diatas, adalah tidak mungkin mencapai kesetimbangan hidrolisa minyak sawit pada satu, dua atau tiga jam pertama, akan tetapi tingkat konversi pada saat ini naik dengan sangat tajam sampai selama 4 jam waktu hidrolisa dan hampir mencaapi kesetimbangan hidrolisa minyak sawit. Bilangan asam dari asam lemak pada periode ini meningkat dengan sangat tajam. Pada saat hidrolisa telah berlangsung selama 5 jam, konversi minyak sawit menjadi asam lemak mencapai hampir 95%. Dalam pengendalian dan pengawasan,
© 2004 Digitized by USU digital library
5
bilangan asam dari asam lemak akan meningkat dari waktu sebelumnya. Kenaikan bilangan asam relatif sedikit selama 3 jam berikut sampai 8 jam waktu hidrolisa. Berdasarkan diagram diatas, diagram diatas mengajarkan kepada kita dinamika hidrolisa minyak sawit, sehingga dapat dilakukan : a. Pengawasan bilangan asam pada saat kesetimbangan. b. Penjadwalan pengawasan bilangan asam dari asam lemak sebelum kesetimbangan. c. Waktu untuk memperoleh kesetimbangan hidrolisa. Keadaan setimbang pada hidrohsa minyak sawit ditandai oleh bilangan asam (AV) asam lemak berada pada 200-206 (tergantung bilangan penyabunan minyak sawit) dan kadar air gliserin sekitar 12% berat. Penyimpangan terhadap kedua parameter ini menandai menurunnya tingkat derajat hidrolisa minyak sawit pada splitter. Jika diperhatikan gambar 2.3 kenaikan kadar air gliserin menyebabkan penurunan bilangan asam dari asam lemak atau derajat hidrolisa menurun atau sebaliknya. Dengan demikian kenaikan kadar air gliserin dari hidrolisa minyak sawit diatas 12% berat, adalah pertanda tingkat derajat hidrolisa mulai menurun dan harus dinetralisir dengan mengencerkan air gliserin dengan penambahan air secara proporsional. Diagram pada gambar 2.3 tidak dapat diartikan bahwa hidrolisa minyak sawit mempunyai beberapa keadaan kesetimbangan, tetapi merupakan dinamika hidrolisa minyak sawit dari saat awal sampai mencapai kesetimbangan yang optimum, bagi kesinambungan proses hidrolisa minyak sawit. Pada saat awal reaksi hidrolisa kadar air gliserin akan lebih rendah dari 12% atau bahkan bisa lebih dari 12% berat, akan tetapi kenaikan bilangan asam pada asam lemak menunjukkan hidrolisa sedang menuju kesetimbangan akan berkisar 12% saat mendekati kesetimbangan hidrolisa atau saat kesetimbangan reaksi hidrolisa terjadi. Dinamika hidrolisa berdasarkan gambar 2.3 mengajarkan kepada kita bahwa sangat penting : a. Memonitor kadar air gliserin secara teratur pada saat awal hidrolisa. b. Mengontrol kadar air gliserin selama kesetimbangan hidrolisa secara teratur. c. Untuk meyimpulkan perbaikan yang dilakukan untuk memperoleh kembali keadaan setimbang pada gliserin. Kedua diagram pada gambar 2.2 dan gambar 2.3 dapat dipergunakan sebagai dasar memaharni dinamika hidrolisa trigliserida, dasar mengoperasikan splitter dari keadaan awal hidrolisa sampai mencapai kesetimbangan serta menangani masalah yang timbul karena penyimpangan keadaan kesetimbangan pada splitter. BAB III PENGARUH BILANGAN PENYABUNAN 3.1. Bilangan Penyabunan Optimum Parameter yang penting pada minyak sawit untuk dimonitor dan dipertahankan adalah bilangan asam dan bilangan penyabunan disamping parameter lain yang tidak dikemukakan pada PENDAHULUAN tulisan ini. Pada hidrolisa minyak sawit kedua parameter diatas cukup memadai untuk dikontrol, karena kedua parameter ini yang menjadi dasar persoalan tingkat derajat hidrolisa minyak sawit. Oleh sebab ini monitoring kedua parameter tersebut sebaiknya dilakukan secara teratur, terutama pada saat penyimpanan bahan baku, penerimaan bahan baku serta saat awal akan dipergunakan untuk proses hidrolisa. Dengan demikian jika terdapat masalah yang menyangkut kualitas asam lemak yang
© 2004 Digitized by USU digital library
6
dihasilkan akan diketahui penyebabnya lebih awal dan tindakan perbaikan dapat dilakukan juga diawal. Berdasarkan pengalaman penulis, secara langsung pada industri oleokimia bilangan asam fatty acid (asam lemak) dari proses hidrolisa minyak sawit lebih tinggi sekitar 3-4 mgKOH/g pada kondisi operasi hidrolisa yang optimum, seperti dicantumkan pada pasal 2.3. Perbedaan angka diatas hanya berlaku, jika bilangan penyabunan minyak sawit berada pada kisaran angka 201-205 mgKOH/g. Bilangan asam minyak sawit yang optimum pada angka maksimum 10 mgKOH/g. Jika bilangan penyabunan minyak: sawit pada kisaran angka 195-199 mgKOH/g, bilangan asam fatty acid dari hidrolisa minyak: sawit 2-3 mgKOH/g lebih tinggi dari bilangan penyabunan minyak sawit. Jadi kisaran 198-202 mgKOH/g, angka ini akan diperoleh dengan kondisi operasi hidrolisa sama seperti dicantumkan pacta pasal 2.3. 3.2. Penurunan Bilangan Penyabunan Menurunnya bilangan penyabunan minyak sawit akan menurunkan bilangan asam fatty acid serta tingkat derajat hidrolisa. Jika kondisi operasi splitter dipertahankan seperti dicantumkan pada pasal 2.3. memperbaiki kondisi operasi splitter akan dapat meningkatkan derajat hidrolisa splitter serta bilangan asam fatty acid yang dihasilkan. Jika minyak sawit memiliki bilangan penyabunan berkisar 201-205 mgKOH/g, rasio pemakaian air terhadap pemakaian minyak adalah 81 %, akan tetapi jika bilangan penyabunan minyak sawit berkisar 195-200 mgKOH/g, rasio pemakaian air terhadap minyak sawit adalah 83% sampai 86%. Kedua angka tersebut diperoleh atas pemakaian minyak sawit secara langsung dengan bilangan asam 195-200 mgKOH/g. Menaikkan rasio pemakaian air terhadap minyak sawit ternyata tidak cukup untuk meningkatkan bilangan asam fatty atau derajat hidrolisa. Tekanan dan temperatur pada bagian bawah splitter, harus dinaikkan untuk menambah waktu tinggal (live time) reaksi hidrolisa dan agar reaksi berjalan lebih cepat. Tekanan splitter harus dinaikkan menjadi 55.5 BAR dari 54 BAR dan suhu bottom splitter harus dinaikkan menjadi 265°C dari 260°c. Dengan menaikkan kedua parameter tersebut diatas, maka beberapa parameter suhu pada splitter yang cenderung lebih rendah dari yang ditampilkan pada pasal 2.3 (jika tekanan ditahan pada 54 BAR dan suhu bottom splitter ditahan pada 260°C) akan dapat dicapai. Bandingkanlah data pada tabel 3.1 dan tabel 3.2.
© 2004 Digitized by USU digital library
7
3.3. Pemakaian Steam Bertekanan Tinggi Dengan memakai minyak sawit berbilangan asam 195-200 mgKOH/g, tekanan dan suhu bottom splitter menjadi lebih tinggi seperti dikemukakan pada pasal 3.2. Kenaikan tekanan splitter dan suhu diatas menyebabkan tekanan STEAM BERTEKANAN TINGGI menjadi lebih banyak. Jika bilangan penyabunan minyak sawit 201-205 mgKOH/g tekanan steam ke splitter berkisar 55-57 BAR. Kenaikan tekanan splitter menjadi 55.5 BAR, maka tekanan steam ke splitter harus dinaikan menjadi 57-60 BAR. Kenaikan tekanan steam bertekanan tinggi akan menyebabkan meningkatnya penggunaan bahan bakar boiler penghasil steam bertekanan tinggi dan ini berarti kenaikan biaya produksi. DAFTAR PUSTAKA Feld and Huhn, GmbH. Operation of hidrollsys crude palm oil. Bendory, 1998. Lurgi. GmbH.Operation manual of hidrolisys crude palm kernel oil. Frankurt, 1991. Thomas. H. Applewhite.Bailey industrial oil and fat products. volume-3, Thon Wiley & Son, New York, 1985. Patterson. H. B. W.Bleaching and purifying fats and oils.ADCS Press, Illionis, 1992. Carl S. Minner [and] N.N.Dalton.Glycerol.American Chemical Society Monograph Series, New York, 1953.
© 2004 Digitized by USU digital library
8