SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
PENGARUH BEBERAPA JENIS LARUTAN ASAM PADA PEMBUATAN GELATIN DARI KULIT IKAN SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus) KERING SEBAGAI GELATIN ALTERNATIF Revi Yenti, Dedi Nofiandi dan Rosmaini Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang Email :
[email protected] ABSTRACT Nowadays cow bones, cow skins and pig skins are comodities used in gelatin industry production. Actually so many problems in using gelatin from mamalia. In this research, gelatin was made from dry skins of sepat rawa fish (Trichogaster trichopterus) by using acid process (type A). HCI 2% v/v, H3PO4 2% v/v dan CH3COOH 2% v/v solutions were used as a soaking solution variations. The objective of this research was to investigate which one of acid solutions could give biggest yield and best gelatin characteristics as the result. Statistic analysis showed that solution variations gave significant effect on the yield, the gel strength, viscosity, acid degree (pH), moisture content and ash content, but did not significantly affected on protein and lipid content. The result showed thatbiggest gelatin yield (3,51 %.)was produced by CH3COOH 2% v/v solution (GC) Keywords: Trichogaster trichopterus, acid solution, gelatin
PENDAHULUAN Penggunaan gelatin cukup luas dalam berbagai aplikasi. Gelatin merupakan bahan tambahan yang banyak digunakan di industri pangan, di industri farmasi dan kosmetika. Fungsi gelatin pada produk pangan dan non pangan adalah membantu menciptakan kualitas produk yang baik (Jaswir, 2007). Indonesia mengimpor sekitar 2.000-3.000 ton gelatin per tahun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2007 menyebutkan impor gelatin mencapai 2.715.782 kg dengan nilai sebesar 9.535.128 dolar AS dari berbagai negara (Perancis, Jepang, India, Brazil, Jerman, Cina, Argentina, dan Australia) untuk kebutuhan dalam negeri. Sampai saat ini bahan baku yang banyak digunakan untuk produksi industri gelatin adalah tulang sapi, kulit sapi dan kulit babi. Pemanfaatan gelatin dari mamalia tersebut masih banyak menemui kendala diantaranya adalah kepercayaan yang dianut oleh konsumen dimana umat Hindu dilarang mengkonsumsi sapi. Sebagian orang juga khawatir mengkonsumsi limbah sapi karena adanya penyakit sapi gila (mad cow disease), penyakit mulut dan kuku (foot and mouth), dan Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE). Selain itu, bahan-bahan yang berasal dari babi tidak boleh dikonsumsi oleh umat Islam (Wahyuni dan Peranginangin, 2007). ISSN : 2087-5045
Oleh karena itu, perlu dicari alternatif untuk mengatasi kendala tersebut mengingat kebutuhan gelatin yang cukup besar. Sebagai sumber gelatin halal dan sehat, gelatin dari ikan juga mendapat perhatian dari kalangan industri. Meskipun secara umum gelatin dari mamalia lebih kuat dibandingkan gelatin ikan, tetapi pemilihan spesies ikan tertentu serta metode hidrolisis yang tepat bisa menghasilkan gelatin yang setara dengan gelatin mamalia (Jaswir, 2007). Berdasarkan proses pembuatan terdapat dua jenis gelatin yaitu Tipe A dan Tipe B. Gelatin Tipe A diproduksi melalui proses asam sedangkan Tipe B diproduksi melalui proses basa (Utama, 1997). Proses asam umumnya lebih sesuai untuk kulit ikan. Jenis larutan asam yang digunakan bervariasi, baik larutan asam organik maupun anorganik (Martianingsih dan Atmajaya, 2010). Penelitian penelitian tentang pemanfaatan kulit ikan sebagai sumber alternatif gelatin telah banyak dilakukan. Pada penelitian sebelumnya diperoleh informasi bahwa kombinasi perlakuan perendaman selama 24 jam dan ekstrak pada suhu 80oC memberikan hasil rendemen paling banyak pada pembuatan gelatin dari kulit ikan tuna (Irawan dkk, 2006). Salah satu bahan kulit ikan yang berpotensi digunakan adalah kulit ikan yang 114
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
berasal dari ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) kering. Ikan sepat merupakan salah satu ikan kering yang banyak dikonsumsi. Ikan sepat merupakan ikan asin yang dikonsumsi terbesar ke empat setelah ikan teri, tongkol dan peda. Volume dan nilai produksi ikan sepat rawa di perairan Sumatera Barat pada tahun 2008 mencapai 72 ton (WPI, 2010). Kebanyakan masyarakat di Sumatera Barat biasanya sebelum mengolah ikan sepat kering untuk digoreng, terlebih dahulu kulitnya dikelupas dan dibuang. Berdasarkan banyaknya kegunaan dan kebutuhan gelatin serta keinginan memanfaatkan limbah kulit ikan sepat kering yang ada, maka dilakukan penelitian mengenai pembuatan gelatin dari kulit ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) kering dengan menggunakan beberapa jenis larutan asam pada konsentrasi dan waktu perendaman yang sama.
METODE PENELITIAN Bahan Bahan – bahan yang digunakan adalah kulit ikan sepat rawa kering, HCl pekat, H3PO4 pekat, dan CH3COOH pekat, aqua destilata, selenium, H2SO4 pekat, petroleum eter, H3BO3, indikator conway, natrium hidroksidathiosulfat, gliserin, dan gelatin komersial. Alat Alat – alat yang digunakan dalam adalah timbangan, waterbath, oven, loyang aluminium, desikator, magnetic stirrer, kompor, panci, termometer, kertas pH indikator universal, spatel, kertas saring, kain flanel, pH meter, cawan porselen, gelas ukur, beaker glass, erlenmeyer, buret, labu ukur, pipet volume, corong, blender, peralatan mikro Kjeldahl, alat soxhlet, viskometer Stormer, viskometer Hoppler, pisau, saringan, baskom, dan alat digital force gauge. Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Sampel ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) kering dibeli di Pasar Raya Padang. Pembuatan Gelatin Ikan sepat rawa kering dikupas kulitnya dan kulit tersebut dibersihkan dari daging dan ISSN : 2087-5045
sisik yang masih menempel. Kulit ditimbang sebanyak 3 kali dengan berat masing-masing ± 100 g dan diberi kode A, B, dan C. Kulit secara terpisah dicuci dengan air mengalir, kemudian direndam dengan air bersuhu 60°70°C selama 1-2 menit. Kulit dibersihkan, ditiriskan dan dipotong ukuran 1x1 cm. Kemudian dicuci dengan air mengalir dan ditiriskan kembali. Masing-masing kulit direndam dalam larutan asam yang berbeda, kulit A direndam larutan HCl 2% v/v, kulit B direndam larutan H3PO4 2% v/v, dan kulit C direndam larutan CH3COOH 2% v/v. Perendaman selama 24 jam dengan perbandingan kulit dengan larutan asam adalah 1:2. Masing-masing kulit yang telah direndam lalu dicuci dengan air mengalir hingga pH menjadi netral (6-7). Kulit diekstraksi dalam waterbath pada suhu 80°C selama 5 jam dengan perbandingan kulit dengan air adalah 1:2. Larutan gelatin yang diperoleh difiltrasi dengan kain flanel sehingga diperoleh filtrat A, B dan C. Setelah penyaringan filtrat dimasukkan dalam loyang aluminium, dikeringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 24 jam (sampai diperoleh lapisan gelatin kering). Lapisan gelatin yang diperoleh dimasukkan dalam wadah kemudian dimasukkan desikator. Setelah itu, ditimbang dan dilakukan penghalusan gelatin dengan cara diblender sehingga diperoleh gelatin kering serbuk. GA untuk gelatin dari hasil perendaman dengan larutan HCl 2% v/v, GB gelatin dari hasil perendaman dengan larutan H3PO4 2% v/v, dan GC gelatin dari hasil perendaman dengan larutan CH3COOH 2% v/v. Pembuatan gelatin ini dilakukan kali pengulangan. Rendemen (AOAC, 1995) Rendemen diperoleh dari perbandingan berat kering gelatin yang dihasilkan dengan berat kulit ikan kering yang diekstrak.
=
100%
Analisis Karakteristik Gelatin a. Pemeriksaan organoleptis Pemeriksaan organoleptis meliputi pengamatan bentuk, warna, bau dan rasa dari gelatin yang dihasilkan.
115
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kekuatan Gel (British Standard 757, 1975) Larutan gelatin konsentrasi 6,67% disiapkan dengan aquadest. Larutan diaduk menggunakan magnetic stirrer sampai homogen, dipanaskan suhu 60°C selama 15 menit. Tuang larutan dalam beaker glass 100 ml, tutup dan diamkan selama 2 menit. Inkubasikan pada suhu 10°C selama 17 ± 2 jam. Selanjutnya diukur menggunakan alat digital force gauge. Viskositas (British Standard 757, 1975) Larutan gelatin konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquadest, kemudian diukur viskositasnya menggunakan alat viskometer stormer pada suhu 60°C. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoise (cP). Derajat Keasaman (pH) (British Standard 757, 1975) Larutan gelatin konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquadest. Larutan sampel dipanaskan pada suhu 70°C dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer, kemudian diukur derajat keasamannya pada suhu kamar dengan pH meter. Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105°C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram. Cawan yang telah berisi sampel dimasukkan dalam oven bersuhu 105°C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Ulangi sampai beratnya konstan. Kadar Abu (AOAC, 1995) Lebih kurang 2 g sampel yang telah digerus ditimbang seksama. Sampel yang telah diuapkan airnya dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600°C. Sebelumnya berat cawan kering dan berat sampel telah diketahui. Proses pengabuan dilakukan sampai semua bahan berubah warna menjadi abu-abu, kemudian ditimbang. Kadar Protein (BSN, 2006) Timbang seksama 1 gram sampel dan masukkan ke dalam labu Kjeldahl.
ISSN : 2087-5045
h.
Tambahkan katalis (1 gram selenium) dan 15 ml H2SO4 pekat (95-97%) secara perlahan-lahan dan diamkan selama 2 jam dalam ruang asam. Destruksi pada suhu 410°C selama ± 2 jam atau sampai larutan jernih. Diamkan hingga mencapai suhu kamar dan tambahkan 50 ml aquadest. Siapkan erlenmeyer berisi 25 ml larutan H3BO3 4% yang mengandung indikator conway sebagai penampung destilat. Pasang labu yang berisi hasil destruksi pada rangkaian alat destilasi uap. Tambahkan 50 ml larutan natrium hidroksida-thiosulfat. Lakukan destilasi dan tampung dalam erlenmeyer yang telah disiapkan tadi hingga volume mencapai minimal 75 ml. Titrasi hasil destilat dengan HCl 0,5N yang sudah dibakukan sampai warna berubah dari hijau menjadi pink muda. Kadar Lemak (Apriyantono dkk, 1989) Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxhlet (labu sebelumnya dikeringkan dalam oven, dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang). Dimasukkan pelarut petroleum eter kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Evaporasi campuran lemak dan pelarut sampai kering. Lalu labu tersebut dipanaskan dalam oven dengan suhu 105°C untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. %
=
−
100%
Keterangan : A = berat labu kosong B = berat sampel C = berat labu + lemak hasil ekstraksi Analisa Data Untuk menganalisa data hasil penelitian yang diperoleh digunakan ANOVA (analysis of variensi) satu arah. Dan dilanjutkan dengan Uji Lanjut Berjarak Duncan (Duncan New Multiple Range Test), menggunakan software statistic SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version. 116
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
Pembuatan Gelatin Persiapan bahan baku merupakan tahap awal dalam penelitian ini. Ikan sepat diambil kulitnya dan dibersihkan dari sisa-sisa daging dan sisik yang masih menempel. Kulit ikan ditimbang menjadi tiga bagian, masing-masing bagian dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Untuk memudahkan pembersihan maka dilakukan pula perendaman pada air bersuhu antara 60-70°C selama 1-2 menit (12). Selanjutnya kulit ikan dipotong dengan ukuran ± 1 cm tujuannya untuk memperbesar luas penampang saat perendaman sehingga hasil ekstraksi dapat maksimal. Gelatin kulit ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A karena pada penelitian ini digunakan larutan asam sebagai larutan perendam. Menurut Ward (1977) (13), asam mampu mengubah serat kolagen triple-helix menjadi rantai tunggal, berbeda dengan basa yang hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Masing-masing bagian kulit ikan direndam dengan larutan yang berbeda yaitu dengan larutan HCl 2% v/v (pH= 0,87), H3PO4 2% v/v (pH = 1,43), dan CH3COOH 2% v/v (pH = 2,66). Proses perendaman bertujuan mengkonversi kolagen menjadi bentuk yang sesuai untuk ekstraksi. Proses ini mengakibatkan terjadi penggembungan (swelling) yang dapat membuang materialmaterial yang tidak diinginkan, seperti lemak dan protein non-kolagen pada kulit dengan kehilangan kolagen yang minimum (14). Kulit ikan yang telah direndam dengan larutan asam selama 24 jam, dicuci dengan air mengalir hingga mencapai pH netral (6-7), karena pada umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen protein non-kolagen pada kulit sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan (Hinterwaldner, 1997). Masing-masing kulit diekstraksi dengan aqua destilata selama 5 jam dengan menggunakan waterbath suhu 80°C, perbandingan kulit dengan air adalah 1:2. Pemanasan perlu dilakukan karena gelatin umumnya akan melarut dalam air hangat (T ≥ 40oC) (Ross-Murphy, 1991). Ekstraksi dengan air hangat akan melanjutkan perusakan ikatanikatan silang, serta untuk merusak ikatan hidrogen yang menjadi faktor penstabil struktur kolagen. Larutan gelatin yang diperoleh dari ekstraksi disaring dengan kain flanel agar ISSN : 2087-5045
diperoleh larutan filtrat. Larutan tersebut kemudian dioven dengan tujuan untuk pengeringan sehingga diperoleh gelatin kering (padat). Pengovenan dilakukan pada suhu 60ºC selama 24 jam. Suhu tidak dibuat terlalu tinggi untuk menghindari denaturasi rantai polipeptida. Setelah terbentuk lapisan tipis kering yang merupakan gelatin kering pada loyang aluminium, gelatin tersebut didinginkan dalam desikator. Lapisan ini dikerik dan diblender hingga membentuk serbuk.Gelatin ini disebut dengan GA untuk gelatin dari hasil perendaman dengan larutan HCl 2% v/v, GB gelatin dari hasil perendaman dengan larutan H3PO4 2% v/v, dan GC gelatin dari hasil perendaman dengan larutan CH3COOH 2% v/v. Rendemen Hasil analisa statistik ANOVA terhadap rendemen rata-rata setiap gelatin memperlihatkan bahwa sig. 0,002 (<0,05), ini menyatakan bahwa rendemen rata-rata gelatin berbeda secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rendemen rata-rata GA dan GB tidak berbeda nyata, tapi keduanya berbeda nyata dengan GC. GC memiliki rendemen rata-rata tertinggi di antara ketiganya yaitu 3,51%, sedangkan GA yaitu 2,67% dan yang terendah adalah GB yaitu 2,20%, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Persentase (%)
HASIL DAN PEMBAHASAN
4 2 0 GA
GB
GC
Jenis Gelatin Gambar 1. Diagram Hasil Rendemen Gelatin
Menurut Lehninger 1982 bahwa protein akan rusak terdenaturasi tidak hanya oleh panas, tetapi juga oleh pengaruh pH. Jika protein terdenaturasi susunan ikatan rantai polipeptida terganggu dan molekul protein terbuka menjadi struktur acak dan selanjutnya terkoagulasi, sehingga jumlah kolagen terekstraksi lebih rendah. Konsentrasi asam yang berlebih dan suhu yang tinggi menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi 117
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
dan menyebabkan turunnya jumlah gelatin. Konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH (Courts dan Johns, 1977). Analisis Karakteristik Ketiga gelatin yang diperoleh dari penelitian ini, dibandingkan dengan gelatin komersial (GK) yang dibeli di pasaran.
Keempat gelatin tersebut dianalisis meliputi pemeriksaan organoleptis, kekuatan gel, viskositas, derajat keasaman (pH), kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Rekapan hasil rendemen dan analisis karakteristik gelatin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapan Hasil Rendemen dan Analisis Karakteristik Gelatin No 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Evaluasi Rendemen (%) Organoleptis - Bentuk - Warna - Bau - Rasa Kekuatan Gel (N) Viskositas (cP) Derajat Keasaman (pH) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Protein (%) Kadar lemak (%)
GA 2,67 Serbuk Coklat kekuningan Khas Tidak Berasa 0,667 41,3849 4,60 5,7154 0,2889 85,5085 6,7495
Pemeriksaan organoleptis Hasil pemeriksaan organoleptis menunjukkan bahwa GA, GB, GC, dan GK semuanya berbentuk serbuk kering. GA, GB, dan GC memiliki bau yang khas dan tidak berasa. Hal ini agak sedikit berbeda dengan GK yang hampir tidak berbau dan tidak berasa. GB berwarna kuning kecoklatan, GA dan GC coklat kekuningan, sedangkan GK berwarna putih kekuningan. Gelatin dari kulit ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) kering dan gelatin komersial dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Gelatin dari Kulit Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) Kering dan Gelatin Komersial ISSN : 2087-5045
GB 2,20
Jenis Gelatin GC 3,51
Serbuk Kuning Kecoklatan Khas Tidak Berasa 0,700 37,8509 4,67 5,7129 2,2437 88,1566 5,8044
Serbuk Coklat Kekuningan Khas Tidak Berasa 1,467 41,9073 6,05 6,3199 0,2612 86,1350 5,9663
GK Serbuk Putih Kekuningan Tidak Berbau Tidak Berasa 2,133 48,6682 5,78 9,5976 0,2611 72,0537 3,8863
Kekuatan Gel Nilai kekuatan gel rata-rata yang tertinggi terdapat pada GC yaitu 1,467 N, sedangkan GA yang terendah yaitu 0,667 N. Namun nilai kekuatan gel rata-rata GA, GB dan GC masih lebih rendah jika dibandingkan dengan GK yang nilai kekuatan gel rataratanya sebesar 2,133 N. Hasil analisa statistik ANOVA terhadap nilai kekuatan gel rata-rata gelatin memperlihatkan bahwa sig. 0,000 (<0,05), ini menyatakan bahwa nilai kekuatan gel rata-rata gelatin berbeda secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai kekuatan gel rata-rata ketiga gelatin berbeda nyata dengan GK. GA dan GB, nilai kekuatan gel rata-rata antara keduanya tidak berbeda nyata, sedangkan GC nilai kekuatan gelnya berbeda nyata dengan gelatin lainnya. Gelatin sapi memiliki kekuatan gel sebesar 3,22 N, sedangkan kekuatan gel gelatin ikan sebesar 1,81 N (Wahyuni dan Peranginangin, 2007). Berdasarkan hal ini, dapat diketahui kekuatan gel GC lebih mendekati pernyataan tersebut daripada GA dan GB. Kekuatan gel merupakan sifat fisik gelatin yang utama, karena kekuatan gel menunjukan kemampuan gelatin dalam 118
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
pembentukan gel (Glicksman, 1969). Rendahnya kekuatan gel yang dihasilkan dimungkinkan karena proses konversi kolagen menjadi gelatin belum berlangsung dengan baik (Stainsby, 1977). Viskositas Nilai viskositas rata-rata terendah terdapat pada GB yaitu 37,8509 cP, sedangkan nilai viskositas tertinggi terdapat pada GC yaitu 41,9073 cP. Namun jika dibandingkan dengan GK, nilai viskositas rata-rata GA, GB dan GC masih lebih rendah. Hasil analisa statistik ANOVA terhadap nilai viskositas ratarata gelatin memperlihatkan bahwa sig. 0,000 (<0,05), ini menyatakan bahwa nilai viskositas rata-rata gelatin berbeda secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan nilai viskositas rata-rata ketiga gelatin berbeda nyata dengan GK. GA dan GC nilai viskositas rata-rata antara keduanya tidak berbeda nyata, sedangkan GB nilai viskositas rata-ratanya berbeda nyata dengan gelatin lainnya. Viskositas merupakan salah satu sifat fisik gelatin yang cukup penting. Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan gelatin sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas gelatin biasanya diukur pada suhu 60°C dengan konsentrasi 6,67% (b/b) (Leiner, 2006). Derajat Keasaman (pH) Nilai pH rata-rata terendah terdapat pada GA yakni 4,60, sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada GC yaitu 6,05. Nilai pH GA dan GB lebih rendah, dan GC lebih tinggi jika dibandingkan dengan GK yaitu 5,78. Hasil analisa statistik ANOVA terhadap derajat keasaman (pH) rata-rata setiap gelatin memperlihatkan bahwa sig. 0,000 (<0,05), ini menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) rata-rata setiap gelatin berbeda secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan derajat keasaman (pH) rata-rata ketiga gelatin berbeda nyata dengan GK dan berbeda nyata terhadap satu sama lain. Hal ini berarti jenis larutan asam untuk perendaman berpengaruh nyata terhadap pH gelatin yang dihasilkan. Rendahnya nilai pH GA dan GB dalam penelitian ini bisa disebabkan karena larutan yang digunakan saat perendaman merupakan larutan asam kuat (HCl 2% v/v (pH= 0,87) dan H3PO4 2% v/v (pH = 1,43)). Pada saat terjadi pengembangan kolagen waktu perendaman, ISSN : 2087-5045
banyak sisa asam yang tidak bereaksi terserap dalam kolagen yang mengembang dan terperangkap dalam jaringan fibril kolagen sehingga ikut terhidrolisis pada proses ekstraksi dan mempengaruhi tingkat keasaman gelatin yang dihasilkan (Yustika, 2000).
Kadar Air Kadar air perlu dihitung karena akan berpengaruh pada mutu dan lama penyimpanan gelatin. Hal ini karena gelatin merupakan senyawa hidrokoloid yang dapat larut dalam air dan bisa menyerap air dalam jumlah yang cukup besar (Glicksman, 1969). Kadar air ratarata terendah terdapat pada GA yakni 5,7154 %, sedangkan kadar air rata-rata tertinggi terdapat pada GC yaitu 6,3199 %. Akan tetapi, nilai kadar air rata-rata GA, GB dan GC masih lebih rendah jika dibandingkan dengan GK. Hasil analisa statistik ANOVA terhadap kadar air rata-rata gelatin memperlihatkan bahwa sig. 0,000 (<0,05), ini menyatakan bahwa kadar air rata-rata gelatin berbeda secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kadar air rata-rata ketiga gelatin berbeda nyata dengan GK. GA dan GB, kadar air rata-rata antara keduanya tidak berbeda nyata. Sedangkan GC, kadar air rata-ratanya berbeda nyata dengan gelatin lainnya. Kadar Abu Nilai kadar abu suatu bahan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan tersebut (Apriyantono, 1989). Penghilangan mineral dalam proses ekstraksi gelatin terjadi pada saat demineralisasi. Besar kecilnya kadar abu gelatin sangat ditentukan pada saat demineralisasi. Demineralisasi pada penelitian ini dilakukan dengan perendaman dalam larutan asam selama 24 jam. Hasil analisa statistik ANOVA terhadap kadar abu rata-rata gelatin memperlihatkan bahwa sig. 0,000 (<0,05), ini menyatakan bahwa kadar abu rata-rata gelatin berbeda secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kadar abu rata-rata GA dan GC tidak berbeda nyata dengan GK, sedangkan kadar abu rata-rata GB berbeda nyata dengan GK. Kadar abu rata-rata terendah terdapat pada GC yakni 0,2612 %, sedangkan kadar abu ratarata tertinggi terdapat pada GB yaitu 2,2437 %. Akan tetapi jika dibandingkan dengan GK, nilai kadar abu rata-rata GA, GB dan GC 119
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
masih lebih tinggi. Kadar abu GB yang cukup tinggi dan berbeda jauh dengan gelatin lainnya dapat disebabkan oleh masih adanya komponen mineral yang terikat pada kolagen, yang belum terlepas saat proses pencucian sehingga ikut terekstraksi dan terbawa saat proses pengabuan (Astawan dan Aviana, 2002). Kadar Protein Protein merupakan kandungan yang tertinggi di dalam gelatin. Gelatin sebagai salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis kolagen, pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi. Kadar protein rata-rata terendah terdapat pada GA yakni 85,5085 %, sedangkan kadar protein rata-rata tertinggi terdapat pada GB yaitu 88,1566 %. Namun, kadar protein rata-rata GA, GB dan GC masih lebih tinggi dibanding GK. Kadar protein yang tinggi ini dapat disebabkan karena bahan baku yang berupa kulit ikan kering tidak mengalami kerusakan pada struktur kolagennya sehingga saat dikonversi menjadi gelatin kadar proteinnya tetap tinggi. Hasil analisa statistik ANOVA terhadap kadar protein rata-rata gelatin memperlihatkan bahwa sig. 0,000 (<0,05), ini menyatakan bahwa kadar protein rata-rata gelatin berbeda secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kadar protein rata-rata ketiga gelatin berbeda nyata dengan GK, tetapi tidak berbeda nyata antara ketiganya. Kadar Lemak Kadar lemak rata-rata terendah terdapat pada sampel GB yakni sebesar 5,8044 %, sedangkan kadar lemak rata-rata tertinggi terdapat pada sampel GA yaitu sebesar 6,7495 %. Akan tetapi, kadar lemak rata-rata GA, GB dan GC masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan GK. Hasil analisa statistik ANOVA terhadap kadar lemak rata-rata gelatin memperlihatkan bahwa sig. 0,466 (>0,05), hal ini menyatakan bahwa kadar lemak rata-rata gelatin tidak berbeda secara nyata baik terhadap GK maupun terhadap satu sama lain sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Kadar lemak berpengaruh terhadap perubahan mutu produk pangan selama penyimpanan. Gelatin yang bermutu tinggi diharapkan memiliki kandungan lemak yang rendah bahkan diharapkan tidak mengandung ISSN : 2087-5045
lemak (De Man, 1997). Kadar lemak pada gelatin sangat bergantung pada perlakuan selama proses pembuatan gelatin, baik pada tahap pembersihan kulit maupun proses degreasing hingga pada tahap penyaringan filtrat hasil ekstraksi, dimana setiap perlakuan yang baik akan mengurangi kandungan lemak yang ada dalam bahan baku sehingga produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa larutan asam yang paling besar memberikan rendemen gelatin adalah larutan CH3COOH 2% v/v yaitu 3,51 % dengan karakteristik gelatin yang dihasilkan yaitu organoleptisnya berbentuk serbuk, warna kuning kecoklatan, bau khas dan tidak berasa, kekuatan gel 1,467 N, viskositas 41,9073 cP, pH 6,05, kadar air 6,3199 %, kadar abu 0,2612 %, kadar protein 86,1350 % dan kadar lemak 5,9663 %. Saran Diharapkan peneliti selanjutnya untuk dapat memvariasikan konsentrasi larutan asam, lama perendaman dan lama ekstraksi dalam pembuatan gelatin dari kulit ikan sepat rawa kering.
DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, S. Yasni, dan S. Budiyanto, 1989, Analisis Pangan, IPB Press, Bogor. Association of Official Agricultural Chemist (AOAC), 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, Inc, Washington DC. Astawan, M., T. Aviana, 2002, Pengaruh Jenis Larutan Perendam Serta Metode Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Gelatin dari Kulit Cucut, Seminar Nasional PATPI, Malang. Badan Pusat Statistik (BPS), 2007, Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor, Badan Pusat Statistik, Jakarta.
120
SCIENTIA VOL. 5 NO. 2, AGUSTUS 2015
Badan Standardisasi Nasional (BSN), 2006, Standar Nasional Indonesia (SNI) 01.2354.4-2006, Cara Uji Kimia-Bagian 4 : Penentuan Kadar Protein dengan Metode Total Nitrogen Pada Produk Perikanan, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. British Standard 757, 1975, Sampling and Testing of Gelatin di dalam Imeson. 1992. Thikcening and Gelling Agents for Food. Academic Press, New York. Courts, A., P. Johns, 1977, Relationship between collagen and gellatin di dalam Ward, A.G., dan Courts, A., editors., The Science and Technology of Gelatin, Academic Press, New York. De Man, J.M., 1997, Kimia Makanan, Penerjemah Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung. Glicksman, M., 1969, Gum Technology in Food Industry, Academic Press, New York. Hinterwaldner, R., 1977, Technology of Gelatin Manufacture di dalam Ward, A.G., dan Courts, A., (editors.), The Science and Technology of Gelatin, Academic Press, New York. Irawan, D.M., Kristiana, M. Aditia, 2006, Studi Perbandingan Kualitas Gelatin dari Limbah Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp) Kulit Ikan Pari (Dasyatis sp) dan Tulang Ikan Hiu (Carcarias sp) Sebagai Alternatif Penyedia Gelatin Halal, PKMP, Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya, Malang. Jaswir, I., 2007, Memahami Gelatin, http://www.beritaiptek.com[1 Juni 2012]. Lehninger, A.L., 1982, Dasar-Dasar Biokimia Jilid I, alih bahasa M.Thenawijaya, Penerbit Erlangga, Jakarta. Leiner, P.B., 2006, The Physical and Chemical Properties of Gelatin. http://www.pbgelatin.com. Martianingsih,N., L. Atmajaya, 2010, Analisis Sifat Kimia, Fisik dan Termal Gelatin dari Ekstrak Kulit Ikan Pari (Himatura gerrardi) Melalui Variasi Jenis Larutan Asam, Prosiding Skripsi, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh November. Pelu, H., S. Herawati, E. Chasanah, 1998, Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus sp.) melalui Proses Asam.
ISSN : 2087-5045
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. IV No.2, BPTP, Jakarta. Ross-Murphy, S.,B, 1991, Structure and Rheology of Gelatine Gels : Recents Progress. Stainsby, G., 1977, The gelatin gel and the solgel transformation di dalam Ward, A.G., dan Courts, A., editors., The Science and Technology of Gelatin, Academic Press, New York. Utama, H., 1997, Gelatin yang bikin heboh, Jurnal Halal LPPOM-MUI. Wahyuni, M., R. Peranginangin, 2007, Perbaikan Daya Saing Industri Pengolahan Perikanan Melalui Pemanfaatan Limbah Non Ekonomis Ikan Menjadi Gelatin, http://ikanmania.wordpress.com [14 Mei 2012]. Warta Pasar Ikan (WPI), 2010, Ikan Sepat, Ikan Hias Sekaligus Ikan Konsumsi, Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Jakarta. Yustika, R., 2000, Pembuatan dan Analisis Sifat Kimia Gelatin dari Kulit dan Tulang Ikan Cucut, Laporan Penelitian, IPB, Bogor. Zhou, P., J.M. Regeinstein, 2005, Effects of Alkaline and Acid Pretreatments on Alaska Pollock Skin Gellatin Extraction, Journal of Food Science
121