i
PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN ROTI MEREK SARI ROTI
RISA MARTHA MULIASARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis tersebut. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016
Risa Martha Muliasari NIM H351140396
iv
RINGKASAN RISA MARTHA MULIASARI. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti. Dibimbing oleh RATNA WINANDI ASMARANTAKA dan DWI RACHMINA. Roti adalah jenis makanan praktis dan siap saji. Masyarakat perkotaan mengonsumsi roti sebagai menu sarapan. Hal ini menyebabkan industri roti akan semakin berkembang. Sari Roti adalah salah satu merek roti bervariasi jenis dan rasa yang diproduksi oleh PT Nippon Indosari Corpindo. Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan. Segmentasi roti manis adalah kaum muda. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian terkait pengaruh bauran pemasaran (4P) terhadap kepuasan konsumen Sari Roti, khususnya kaum muda. Setelah diketahui pengaruh mana yang paling tinggi dan signifikan, Perusahaan dapat mempertimbangkan kinerja atribut yang berkontribusi pada dimensi tersebut untuk dipertahankan atau diperbaiki. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses keputusan pembelian, menganalisis dimensi dalam bauran pemasaran yang memengaruhi kepuasan konsumen, menganalisis tingkat kepuasan yang dibentuk oleh bauran pemasaran dan merumuskan implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran. Data diperoleh dari 120 responden yang ditentukan dengan metode convenience sampling dan dianalisis menggunakan Structural Equation Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen melewati seluruh tahapan proses keputusan pembelian. Tujuan konsumen melakukan pembelian Sari Roti didasari oleh motivasi memenuhi kebutuhan sebagai makanan pengganti nasi. Konsumen memperoleh informasi tentang Sari Roti dari iklan. Kriteria evaluasi utama bagi konsumen sebelum memutuskan pembelian Sari Roti adalah kondisi roti. Rencana pembelian konsumen tergantung situasi. Waktu pembelian adalah pagi hari di hari kerja dan minimarket sebagai tempat pembelian, karena dekat dengan tempat tinggal. Jenis roti yang dibeli adalah roti sandwich dan frekuensi pembelian hanya 1-2x dalam satu minggu. Pola konsumsi Sari Roti termasuk kategori jarang dan nilai pembeliannya berada di kelas interval lebih dari 2 000 rupiah hingga kurang dari 15 000 rupiah dalam satu minggu. Konsumen berminat melakukan pembelian ulang. Apabila variasi jenis Sari Roti yang dicari tidak tersedia dan terjadi kenaikan harga, tindakan konsumen tetap membeli Sari Roti. Akan tetapi jika roti merek lain memberikan potongan harga, konsumen beralih ke roti merek lain tersebut selama periode itu saja. Bauran pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa peran product, price, place dan promotion terbukti meningkatkan kepuasan konsumen Sari Roti. Dimensi product dan price memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan place dan promotion. Tingkat kepuasan konsumen Sari Roti berada di kategori sangat puas. Implikasi manajerial yang direkomendasikan adalah meningkatkan ketersediaan, penjualan 24 jam, hubungan masyarakat dan promosi penjualan. Kata kunci: distribusi, harga, produk, promosi, Structural Equation Model
v
SUMMARY RISA MARTHA MULIASARI. The Effect of Marketing Mix on Consumer Satisfaction of Sari Roti Brand. Supervised by RATNA WINANDI ASMARANTAKA and DWI RACHMINA. Bread is kind of practical and fast food. Urban society consume bread as breakfast menu. It cause bread industry is growing. Sari Roti is bread products which have variation of types and flavors produced by Nippon Indosari Corpindo, PT. Sari Roti sweet bread sales decreased in 2014 and 2015. Segmentation of sweet bread is youth generation. Therefore, it is important to do research related to the effect of marketing mix on consumers satisfaction of Sari Roti Brand, especially youth generation. After known the highest effect and significant, the company may consider attributes performance that contribute to this dimension to be maintained or improved. The aim of this study was to analyze buying decision process, the effect of marketing mix on consumer satisfaction, analyze the level of satisfaction is affected by marketing mix and formulate managerial implications. Convenience sampling method is applied to obtain 120 respondents, then analyzed by Structural Equation Model. The result showed that consumers passed all stages of buying decision process. Consumers buy Sari Roti because constituted by motivation to suit their need as substitute cooked rice. Consumers get information about Sari Roti from advertisement. The main evaluation criteria before buying decision is condition of bread. Their buying plan depend on situation at that time. Buying time is mornings on weekdays and minimarket as a buying place, because is close to where they lived. Type of bread which is usually bought is sandwich bread and the frequency to buy is only once or twice in a week. Sari Roti consumption pattern including rare category and buying value range between more than IDR 2 000 to less than IDR 15 000 in a week. Consumers are willing to buy Sari Roti again. If variation in types of bread which is sought is not available, they buy other variation. When suddenly the price increase, they still buy, but reduce the quantity. Whereas, if other brands are at a discount, they switch to those brands during that period. The marketing mix have positive effect and significant on consumer satisfaction. It means role of product, price, place and promotion are to increase consumer satisfaction while product and price have stronger effects than place and promotion. The level of consumer satisfaction is very satisfied. Managerial implications are availability, open up sales for 24 hours, intensify public relationship and sales promotion. This study confirms that the company was capable to integrate marketing mix well. Keywords: place, price, product, promotion, Structural Equation Model
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN ROTI MEREK SARI ROTI
RISA MARTHA MULIASARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Roti Merek Sari Roti berhasil diselesaikan. Tujuan penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2015 ini adalah menganalisis proses keputusan pembelian dan dimensi dalam bauran pemasaran yang memengaruhi kepuasan konsumen Sari Roti. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS dan Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku komisi pembimbing yang telah memberikan banyak masukan mulai dari proposal hingga penulisan tesis. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku evaluator, penguji dan pengelola program studi, Dr Ir Suharno, MADev selaku penguji program studi yang telah ikut serta memperbaiki tesis ini. Selain itu, penulis menyampaikan penghargaan kepada para sahabat yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada pihak BU-BPKLN yang telah memberikan beasiswa selama penulis menempuh pendidikan di Magister Sains Agribisnis. Terima kasih kepada Mbak Yuni dan Mbak Dewi yang selalu membantu dalam urusan administrasi dan tidak lupa mengingatkan untuk cepat lulus. Teruntuk semua responden, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaannya mengisi kuesioner. Terima kasih untuk dukungan dan semangat yang telah diberikan para sahabat dan kakakkakak Magister Sains Agribisnis IV. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Risa Martha Muliasari
xii
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Proses Keputusan Pembelian Produk Pangan Atribut Bauran Pemasaran Produk Roti Keterkaitan antara Bauran Pemasaran dan Kepuasan Konsumen 3 KERANGKA PEMIKIRAN Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen Tahapan Proses Keputusan Pembelian Konsep Pemasaran dan Bauran Pemasaran Keterkaitan antara Bauran Pemasaran, Keputusan Pembelian dan Kepuasan Kepuasan Konsumen Kerangka Pemikiran Operasional 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penarikan Sampel Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Definisi Operasional 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Responden Proses Keputusan Pembelian Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Evaluasi Pasca Pembelian Bauran Pemasaran Sari Roti Kepuasan Konsumen Sari Roti Analisis Hasil Estimasi Structural Equation Model Hasil Uji Kecocokan Keseluruhan Model Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Sari Roti Tingkat Kepuasan Konsumen Implikasi Manajerial 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
xiv xv xv 1 1 3 5 5 5 5 5 7 10 11 11 13 14 19 20 25 26 26 26 27 27 28 37 39 39 41 43 43 44 45 46 50 53 56 57 58 60 61 69 70 72 72
xiv
Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
73 73 87 93
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
PDB per kapita atas dasar harga berlaku dan konsumsi bakery Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2010 – 2015 Jumlah perusahaan dalam industri produk roti dan kue tahun 2006 – 2012 Sebaran sampel responden di setiap fakultas dan TPB Variabel laten dan indikator model persamaan struktural Kriteria kecocokan keseluruhan model Interval nilai CSI dan interpretasi tingkat kepuasan konsumen Sebaran karakteristik responden Sebaran motivasi konsumen sebelum melakukan pembelian Sari Roti Sebaran sumber yang memberikan informasi tentang Sari Roti kepada konsumen Sebaran kriteria evaluasi utama bagi konsumen sebelum memutuskan pembelian Sari Roti Sebaran rencana pembelian Sari Roti Sebaran waktu pembelian Sari Roti Sebaran tempat pembelian Sari Roti Sebaran alasan memilih tempat pembelian Sebaran jenis Sari Roti yang dibeli konsumen Sebaran frekuensi pembelian Sari Roti Sebaran frekuensi konsumsi Sari Roti Sebaran nilai pembelian Sari Roti Sebaran kepuasan konsumen Sebaran keinginan konsumen untuk membeli ulang Sari Roti Sebaran tindakan konsumen apabila variasi jenis Sari Roti yang dicari tidak tersedia Sebaran tindakan konsumen apabila Sari Roti mengalami kenaikan harga Sebaran tindakan konsumen apabila roti merek lain memberikan potongan harga Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel product Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel price Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel place Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel promotion Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel satisfaction Hasil kecocokan keseluruhan model Hasil uji reliabilitas variabel laten SEM Pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti Nilai muatan faktor indikator satisfaction Nilai muatan faktor indikator product
1 2 3 27 30 33 37 41 43 44 45 46 47 47 48 48 49 49 50 50 51 51 52 53 53 54 55 55 56 58 61 61 63 64
xv
35 36 37 38
Nilai muatan faktor indikator price Nilai muatan faktor indikator place Nilai muatan faktor indikator promotion Tingkat kepuasan konsumen Sari Roti
65 67 68 70
DAFTAR GAMBAR 1 Model perilaku pengambilan keputusan 2 Model lima tahap proses pembelian 3 Tingkatan produk 4 Pengaruh pada perilaku konsumen 5 Model perilaku konsumen setelah pembelian 6 Bagan kerangka pemikiran operasional 7 Variabel laten eksogen dan endogen 8 Diagram lintas SEM 9 Hasil uji validitas indikator terhadap variabel laten SEM 10 Pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti
13 13 16 19 20 26 35 36 60 62
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil estimasi model pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti
87
xvi
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Roti menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) didefinisikan sebagai produk berbahan dasar tepung terigu melalui proses fermentasi dengan menggunakan ragi dan ditambahkan bahan makanan lain atau bahan makanan yang diperbolehkan kemudian dipanggang. Roti diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu roti tawar dan roti manis, berdasarkan persyaratan mutu fisik, organoleptik, kimia dan mikrobiologi masing-masing aman dikonsumsi (SNI 2006). Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan berbentuk sponge, yaitu makanan yang sebagian besar volumenya tersusun dari gelembung-gelembung gas yang dihasilkan oleh ragi pada proses fermentasi (Matz 1962 dalam Wijayanti 2007). Pada saat proses pembuatan adonan roti, diperbolehkan menambah garam, gula, susu, lemak dan bahan-bahan pelezat seperti cokelat, kismis dan sukade. Selanjutnya setelah proses pembakaran disebut sebagai roti manis. Pasaran roti umumnya menjual dalam bentuk roti tawar dan roti manis (Kemenristek 1994). Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI) menyatakan bahwa omzet industri bakery tahun 2014 mencapai 20 triliun rupiah. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 15 persen dibandingkan dengan 2013. Pada tahun 2013 hanya meningkat 12 persen dan omzetnya bernilai 17 triliun rupiah. Produk industri bakery terdiri dari empat macam yaitu roti, kue tradisional, cake dan kue kering. Produk roti memberikan sumbangan omzet terbesar yaitu mencapai 60 persen dari total omzet produk bakery per tahunnya. Roti memperoleh porsi terbesar karena dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat dan sudah menjadi lifestlye. Sementara kue tradisional 25 persen, cake hanya 5 persen karena tidak setiap hari dimakan dan kue kering 10 persen. Cake dan kue kering sering berfluktuatif karena saat hari raya permintaannya meningkat. Tren peningkatan konsumsi produk bakery diindikasikan oleh kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin bertambah (Tabel 1), dimana di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya banyak masyarakat yang mengkonsumsi roti sebagai menu sarapan (APEBI 2014).1 Tabel 1 PDB per kapita atas dasar harga berlaku dan konsumsi bakery tahun 2009 – 2013 PDB per kapita atas dasar harga berlaku (Rp) 2009 23 880 866.2 2010 27 028 696.5 2011 30 658 976.2 2012 33 531 354.6 2013 36 508 486.3 Laju (% per tahun) 11.21 Tahun
Konsumsi bakery (gram/kap/hari) 13.13 12.95 13.71 12.09 13.39 0.86
Sumber: BPS (2013) dan (2014); BKP (2014) 1
Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI). 2014 Oktober 23. Pertumbuhan omzet industri roti di atas 10%. Omzet bisnis roti tembus Rp 20 T di 2014. Home. Bisnis. Ekonomi. Home. Ekonomi. Sektor Riil [internet]. [diacu 2015 Mar 28]. Tersedia dari: http://bisnis.liputan6.com/read/2123566/pertumbuhan-omzet-industri-roti-di-atas-10 http://economy.okezone.com/read/2014/10/23/320/1056039/omzet-bisnis-roti-tembus-rp20-t-di-2014
2
Berdasarkan hasil penelitian Ma‟sum (2006), modernisasi yang diikuti oleh peningkatan pendapatan salah satunya berdampak pada pola konsumsi makan. Pergeseran pola konsumsi tersebut mengarahkan pada makanan praktis dan siap saji. Masyarakat sekarang menyadari bahwa bahan pangan mereka tidak hanya dipenuhi oleh nasi saja, sehingga mereka memilih roti sebagai jenis makanan yang siap untuk dimakan dan mudah dalam penyajiannya. Selain itu roti juga berdaya simpan lebih lama dibandingkan nasi (Ma‟sum 2006). Tentunya pasar roti akan semakin berkembang karena peluang tersebut dimanfaatkan oleh pendatang baru. Sari Roti adalah salah satu merek roti bervariasi jenis dan rasa yang diproduksi oleh PT Nippon Indosari Corpindo. Sepanjang tahun 2014 dan 2015 penjualan roti manis Sari Roti menurun 15.6 persen. Menurut Churchill (2005) penurunan penjualan produk disebabkan oleh beralihnya konsumen ke merek lain. Tabel 2 Penjualan roti manis Sari Roti tahun 2010 – 2015 Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Nilai penjualan (dalam jutaan Rupiah) 357 000 455 000 862 222 1 143 267 970 874 964 625
Pertumbuhan (%) 27.4 89.5 32.6 -15.0 -0.6
Sumber: Laporan tahunan Sari Roti 2011-2015
Distribusi Sari Roti tidak dapat dilepaskan dari penjualan melalui warung kecil, minimarket dan supermarket, terutama melalui jaringan minimarket Indomaret dan Alfamart. Peran ritel adalah menjangkau konsumen akhir. Sejak tahun 2013 Alfamart telah menjalin kerjasama joint venture dengan salah satu produsen roti terbesar di Jepang, Yamazaki Baking, untuk memproduksi roti bermerek Paroti. Meskipun penetrasi pasar merek baru memerlukan waktu, namun keberadaan kolaborasi dua korporasi tersebut diduga mengkhawatirkan Sari Roti, karena sebanyak 56 persen penjualan Sari Roti dipasarkan melalui peritel modern, bahkan jika suatu hari nanti Alfamart memilih memasarkan produk rotinya sendiri.2 Selain kerjasama joint venture, Yamazaki Baking juga mendirikan PT Yamazaki Indonesia sebagaimana implementasi dari rencana ekspansinya, untuk menjual roti bermerek Myroti dan dipasarkan melalui peritel modern. Supermarket Giant yang merupakan peritel Sari Roti, kini sudah mulai memproduksi roti sendiri dengan konsep dipanggang di tempat dan fresh from the oven. Sementara itu produsen roti lainnya, PT Asa Foodenesia Abadi menjadi pemasok roti di Supermarket Super Indo. Asa Foods memproduksi semua merek roti Super Indo, sedangkan peritel tersebut juga menjual Sari Roti.3 Ajinomoto Co
2
Editor. 18 Februari 2013. Si sekondan Sari Roti yang hendak jadi lawan. Investasi. Emiten [internet]. [diacu 2015 Juni 6]. Tersedia dari: http://investasi.kontan.co.id/news/si-sekondan-sari-roti-yang-hendak-jadi-lawan 3 Editor. 29 Mei 2013. Alfamart menjual Paroti, bisnis roti makin ketat. Industri. Ritel. [internet]. [diacu 2015 Juni 6]. Tersedia dari: http://industri.kontan.co.id/news/alfamart-menjual-paroti-bisnis-roti-makin-ketat
3
Inc melalui anak perusahaannya akan masuk ke pasar roti Indonesia dengan mendirikan perusahaan baru bernama PT Ajinomoto Indonesia Bakery.4 Berdasarkan pemaparan di atas, kehadiran pendatang baru menyebabkan persaingan semakin kompetitif. Para peritel mempunyai kuasa atas daya tampung produk dari luar perusahaannya. Apabila bisnis roti mampu menghasilkan keuntungan, peluang ini kemudian dapat dimanfaatkan oleh para peritel dan perusahaan lainnya untuk ikut bersaing dalam industri produk roti dan kue. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian terkait pengaruh bauran pemasaran (4P) terhadap kepuasan konsumen Sari Roti. Setelah diketahui pengaruh mana yang paling tinggi dan signifikan, Perusahaan dapat mempertimbangkan kinerja atribut yang berkontribusi pada dimensi tersebut untuk dipertahankan atau diperbaiki. Perumusan Masalah Bogor sebagai salah satu kota yang dekat dengan Jakarta masih selalu mengalami peningkatan PDRB setiap tahunnya. PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 11 904 599.66 juta rupiah di tahun 2009 meningkat menjadi 19 535 008.93 juta rupiah di tahun 2013 dan PDRB atas dasar harga konstan pun mengalami peningkatan dari 4 508 705.07 juta rupiah pada tahun 2009 menjadi 5 710 336.54 juta rupiah di tahun 2013 (Bappeda 2014). Rumah tangga yang termasuk dalam kategori pendapatan semakin tinggi, akan semakin mengurangi konsumsi kalori yang bersumber dari beras, sebaliknya, semakin meningkatkan konsumsi terigu (Harianto et al. 2008). Apabila dijabarkan lebih lanjut, akumulasi konsumsi terigu terdiri dari tepung terigu, mie basah, mie instan, makaroni atau mie kering, roti tawar dan manis, biskuit, makanan gorengan, makanan ringan anak-anak dan makanan jadi lainnya. Diantara produk turunan terigu, roti dikelompokkan sebagai pangan pengganti nasi (Kemenkes 2014) dan berpotensi menjadi pengganti nasi karena karakteristiknya hampir sama dengan nasi. Peluang ini kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk ikut bersaing dalam industri bakery. Tabel 3 Jumlah perusahaan dalam industri produk roti dan kue tahun 2006 – 2012 Pertumbuhan (%) Tahun Jumlah perusahaan 2006 760 -4.21 2007 728 -7.42 2008 674 -3.26 2009 652 -4.75 2010 621 1.93 2011 633 0.95 2012 639 Sumber: Statistik industri manufaktur tahunan BPS 2007-2013 (data diolah)
4
Editor. 2015 Agustus 31. Pasar industri roti Rp 4,6 triliun, Ajinomoto ramaikan persaingan. Home. Makanan dan minuman [internet]. [diacu 2016 Agustus 29]. Tersedia dari: http://duniaindustri.com/tag/ajinomoto-ramaikan-persaingan/
4
Persaingan diantara perusahaan besar dan sedang dalam industri produk roti dan kue menunjukkan penurunan jumlah pada tahun 2006 hingga 2010, kemudian meningkat pada tahun 2011 dan 2012. Tingkat kompetisi tersebut menggambarkan bahwa industri roti sedang tumbuh dan pendatang baru mulai ikut berkompetisi. Tahun 2013, piutang usaha Sari Roti dari beberapa peritel modern mengalami penurunan (Laporan tahunan Sari Roti 2013). Penting untuk diketahui, transaksi penjualan Sari Roti melibatkan proses konsinyasi, yaitu Perusahaan menitipkan produk kepada peritel untuk dijual dengan perjanjian tertentu. Sebagian produk yang tidak terjual akan dikembalikan melalui proses retur penjualan. Produk yang terjual akan disetor melalui proses pembayaran piutang. Selain itu, penjualan roti manis Sari Roti tahun 2014 dan 2015 juga menurun (Laporan tahunan Sari Roti 2014, 2015). Roti tawar dan roti manis memiliki perbedaan segmentasi menurut beberapa hasil penelitian. Roti tawar lebih ditujukan untuk konsumen rumah tangga karena jumlah sajian per kemasannya lebih dari satu atau beberapa dan biasanya dikonsumsi bersama keluarga (Ma‟sum 2006, WRAP 2011, Iswanti et al. 2014), sedangkan roti manis paling sering dibeli oleh remaja dan mahasiswa (Marwan 2001, Utari 2007, Tioriman et al. 2014). Perbedaan usia menyebabkan perbedaan selera dan kesukaan (Utari 2007). Remaja menyukai beragam variasi (Tioriman et al. 2014). Mahasiswa sebagai remaja lebih memilih roti manis dibandingkan roti tawar, donat atau croissant untuk konsumsi pagi hari (Marwan 2001). Menurut Barsky (1999) produsen produk massal kurang dapat memuaskan konsumen sebagaimana produsen niche dapat melakukannya. Niche market adalah pasar yang sangat fokus pada satu jenis produk tertentu. Produk sengaja dirancang hanya untuk memenuhi kriteria target pasar. Masing-masing target pasar mendapatkan apa yang mereka inginkan secara tepat. Meskipun ciri dan fungsi produk terbatas, namun terbukti bahwa target pasar memang membutuhkan karakteristik tersebut. Namun PT mutakhir yang mempraktikkan segmentasi pasar dan mampu membedakan penawaran produk serta komunikasi pemasaran akan dapat memuaskan konsumen, meskipun pangsa pasar mereka dominan (Allen 2004). Studi proses pengambilan keputusan konsumen menjadi penting pada kasus Sari Roti, karena Perusahaan dapat memahami kecenderungan konsumen ketika menetapkan pilihannya. Peran bauran pemasaran adalah memengaruhi konsumen untuk membeli, mengonsumsi dan mengevaluasi. Bauran pemasaran barang berwujud terdiri dari dimensi product, price, place dan promotion. Masing-masing dimensi dicerminkan oleh beberapa atribut. Setiap atribut memiliki tingkat kepentingan bagi para konsumen dan kinerja aktual dari produsen. Evaluasi konsumen terhadap kinerja atribut menghasilkan kepuasan. Kepuasan konsumen akan menciptakan hubungan jangka panjang, sehingga Sari Roti tidak kehilangan konsumennya. Kepuasan konsumen dapat dicapai melalui perbaikan kinerja produk roti atau mempertahankan kinerja yang sudah dianggap baik. Implikasi penemuan bukan hanya manajerial, tetapi juga teoritis (Posavac 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
5
1. Bagaimana proses keputusan pembelian Sari Roti? 2. Bagaimana pengaruh bauran pemasaran terhadap kepuasan konsumen Sari Roti? 3. Bagaimana kepuasan konsumen Sari Roti? 4. Apa implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis proses keputusan pembelian Sari Roti. 2. Menganalisis dimensi dalam bauran pemasaran yang memengaruhi kepuasan konsumen Sari Roti. 3. Menganalisis tingkat kepuasan yang dibentuk oleh bauran pemasaran. 4. Merumuskan implikasi manajerial dari hasil analisis bauran pemasaran. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian tentang kepuasan konsumen. Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memperbaiki hubungan dengan konsumen. Ruang Lingkup Penelitian Mengingat distribusi Sari Roti telah meluas, penelitian ini hanya melibatkan mahasiswa strata-1 Institut Pertanian Bogor sebagai responden penelitian karena Charles (2013) menyimpulkan bahwa globalisasi meningkatkan konsumsi makanan instan diantara mahasiswa. Fokus utama pembahasan meliputi proses keputusan pembelian Sari Roti dan pengaruh bauran pemasaran terhadap kepuasan konsumen. Proses keputusan pembelian dikelompokkan menjadi lima tahap, namun penelitian ini banyak membahas tahapan akhir dari proses tersebut, yaitu pasca pembelian. Keadaan populasi adalah homogen, yaitu sekumpulan konsumen yang memiliki persamaan karakteristik demografi, antara lain pendidikan, usia, penerimaan, status pernikahan, pekerjaan dan lokasi geografi. Hasil penelitian tidak dapat mencerminkan kondisi di tempat lain.
2 TINJAUAN PUSTAKA Proses Keputusan Pembelian Produk Pangan Motivasi pembelian produk mi sebagai pangan praktis adalah untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat (Arumta 2006). Namun motivasi lainnya adalah memenuhi keinginan sebagai makanan selingan (Mulyadi dan Elys 2014). Selain mi, makanan yang umumnya sering dijumpai sebagai alternatif menu konsumsi adalah bakso. Motivasi pembelian produk bakso hanya sebagai camilan (Hartono et al. 2012). Setyawan (2006) mengelompokkan motivasi pembelian produk
6
bakery ke dalam tiga kategori, yaitu kebutuhan sebagai prestige, keinginan sebagai makanan selingan dan keinginan sebagai makanan yang sesekali perlu dicicipi. Konsumsi roti dipertimbangkan karena menyubstitusi sumber karbohidrat (Indrawijaya 2012, Poh et al. 2013). Roti dibutuhkan sebagai menu sarapan (Laila 2007, Sumarwan 2014). Laila (2007) menambahkan bahwa selain sebagai pengganti nasi, motivasi lainnya adalah sebagai camilan dan makanan percobaan. Sumber informasi tentang produk mi dan bakso diperoleh konsumen dari sumber komersial (iklan, wiraniaga) dan pribadi (keluarga, teman) (Arumta 2006, Thah dan Yuwono 2014). Sumber komersial untuk produk bakery adalah toko (Setyawan 2006, Laila 2007). Menurut Mulyadi dan Elys (2014) kriteria evaluasi produk mi terdiri atas rasa, warna, bentuk, ukuran, kemasan dan harga. Berbeda dengan Arumta (2006), konsumen tidak mempertimbangkan kondisi sensorik, namun hanya berpedoman pada merek, variasi rasa, kemasan dan harga. Atribut harga selalu ikut dipertimbangkan konsumen sebelum membeli produk pangan. Kasus pada produk pangan bakso juga melibatkan evaluasi pada harga. Selain itu pertimbangan lainnya adalah rasa, merek, kehalalan produk, estetika penyajian, ukuran produk dan kemudahan mendapatkan (Hartono et al. 2012, Thah dan Yuwono 2014). Perhatian konsumen untuk membeli produk bakery, termasuk roti tidak hanya harga, kondisi sensorik, merek, daya tahan simpan dan distribusi, tetapi juga kandungan gizi (Setyawan 2006, Laila 2007, Iswanti 2014). Kasus pada produk roti menyiratkan bahwa konsumen ingin memperoleh gizi dari roti. Hasil penemuan Laila (2007), Canway et al. (2014), Iswanti et al. (2014), yaitu kondisi roti berada di urutan paling atas dalam tingkat kepentingan konsumen. Keputusan konsumen produk mi berkaitan dengan rencana pembelian, tempat pembelian dan siapa yang mendorong pembelian (Mulyadi dan Elys 2014). Arumta (2006) menambahkan frekuensi pembelian dan alasan menentukan tempat pembelian. Sedangkan keputusan pembelian makanan kemasan terdiri atas jenis makanan, frekuensi pembelian, tempat pembelian, waktu pembelian, pelaku pembelian (apabila unit analisis adalah rumah tangga) dan pengeluaran atau nilai pembelian (Ruwani 2013). Konsumen yang membeli produk pangan bakso hanya didekati oleh pertanyaan tempat pembelian (Thah dan Yuwono 2014). Kasus pada produk roti, keputusan pembeliannya melibatkan sumber pengaruh, perencanaan, jumlah roti, frekuensi, tempat dan waktu konsumsi (Setyawan 2006, Laila 2007, Iswanti 2014). Laila (2007) menemukan bahwa pembelian konsumen roti adalah tergantung situasi. Verplanken dan Herabadi (2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat atau tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan emosional. Namun Solomon dan Rabolt (2009) menyatakan bahwa tidak sepenuhnya impulse buying disebut irasional, karena pembelian impulsif seringkali didasarkan pada kebutuhan. Penelitian Sumarwan (2014) menemukan bahwa rata-rata belanja roti konsumen kurang dari 25 000 rupiah dalam satu minggu dan frekuensi pembeliannya hanya satu kali dalam satu minggu. Tempat favorit membeli roti adalah minimarket (Sumarwan 2014). Kebanyakan konsumen sengaja memilih minimarket dibandingkan penjual keliling atau toko roti dan kue, karena seiring berjalannya waktu semakin mudah dijangkau dan menyediakan fasilitas seperti supermarket (Righteous 2010). Konsumen membeli roti pada pagi hari (Laila 2007, Sumarwan 2014).
7
Ketika harga produk mi dinaikkan, alternatif tindakan konsumen bermacam-macam, yaitu tetap membeli, mencari merek lain atau tidak jadi membeli (Arumta 2006, Mulyadi dan Elys 2014). Tindakan mereka bergantung pada motivasi pembelian, preferensi dan kepuasan. Hasil temuan Oviahon et al. (2011) menunjukkan bahwa harga menentukan banyaknya jumlah pembelian konsumen untuk produk makanan, termasuk roti. Jika harga mengalami kenaikan, maka konsumen mengurangi pembeliannya, tergantung jenis elastisitas harga dari makanan yang akan dikonsumsi. Selain didekati oleh pertanyaan terkait kenaikan harga produk, tindakan menghadapi ketersediaan juga merangkum kecenderungan pasca pembelian. Kasus pada produk roti, apabila produk yang diinginkan tidak tersedia, maka tindakan konsumen diantaranya mencari ke tempat lain, membeli roti merek lain atau tidak jadi membeli (Laila 2007). Atribut Bauran Pemasaran Produk Roti Pemasar menerjemahkan kebutuhan konsumen menjadi atribut-atribut produk (Posavac 2012). Atribut adalah gambaran tentang suatu produk (Woodruff dan Gardial 1996). Konsumen lebih memilih produk roti tertentu atas dasar kualitas. Usia dan kualitas roti adalah penentu pembelian produk roti (Nagaraju dan Kumar 2013). Kualitas produk makanan diidentifikasi melalui nilai, keamanan pangan, gizi dan kemasan. Komponen nilai terdiri dari komposisi bahan, ukuran, penampilan, rasa dan kenyamanan. Pilihan konsumen tergantung pada preferensi konsumen yang dipengaruhi oleh karakteristik ekstrinsik dan intrinsik. Kualitas intrinsik meliputi karakteristik fisik produk dan dapat diukur secara obyektif sedangkan kualitas ekstrinsik mewakili karakteristik produk seperti merek, distribusi, harga, kemasan dan asal mula produk (Simeone dan Marotta 2010). Menurut Kihlberg (2004) konsumen menyukai roti karena dipengaruhi oleh kualitas sensorik roti (rasa) dan faktor non-sensorik (informasi yang diberikan dan nilai konsumen). Rasa dan label kesehatan memengaruhi permintaan roti. (Thunstrom dan Nordstrom 2012). Kasus di Bangladesh, diantara atribut jenis kelamin, harga, kualitas produk, kebagusan kemasan, merek dan variasi produk, hanya tiga atribut yang memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pembelian roti, yaitu jenis kelamin, merek dan kemasan (Chowdhury 2014). Anyam et al. (2013) membuktikan bahwa harga dan atribut non-moneter yaitu label bromat, sertifikasi, label gizi, rasa dan tekstur, semuanya signifikan dalam menjelaskan pilihan konsumen. Studi Anyam et al. (2013) menunjukkan bahwa pemerintah dan produsen harus mempromosikan ketaatan label bebas bromat dan gizi, karena hasilnya menunjukkan bahwa kesediaan konsumen untuk membayar lebih tinggi dari status quo (Anyam et al. 2013). Diantara pertimbangan atribut produk yang terdiri dari harga, variasi jenis, kualitas bahan baku, kemudahan mendapatkan, informasi produk, label halal, tekstur produk, rasa, merek, kejelasan kadaluarsa, warna produk dan aroma, konsumen roti menjadikan kejelasan kadaluarsa sebagai atribut paling penting (Muliasari 2014). Maric et al. (2009) menemukan bahwa urutan faktor yang memengaruhi keputusan pembelian roti adalah kualitas produk, kesegaran produk, ketersediaan produk, harga, variasi dan jenis produk, keramahan penjual, gaya hidup, kemasan,
8
keunikan promosi dan rekomendasi dari teman. Sikap konsumen sebagai ukuran evaluasi seharusnya dapat digunakan untuk perbaikan dan pengembangan produk roti berdasarkan kualitas terbaik, yaitu kompatibel atau sesuai dengan harapan konsumen, yang mewakili elemen dasar realisasi keuntungan kompetitif dalam industri roti. Kasus di Rasina, Serbia, sebagian besar dari populasi (81.68%) menganggap bahwa roti sangat penting pada kelompok makanan (Maric et al. 2009). Sejalan dengan Maric et al. (2009), menurut Tikkanen dan Vaariskoski (2010) konsumen merasa pembelian roti mereka dipengaruhi oleh bahan baku roti, rasa, cara pembuatan, karakteristik roti, penampilan produk, kualitas, asal mula produk, kemasan dan perbandingan dengan roti lainnya. Selain itu, konsumen memperoleh enam jenis manfaat dari produk roti tersebut, yaitu diklasifikasikan sebagai fungsional, emosional, kepribadian, sosial dan manfaat harga (positif negatif). Peran merek berdampak pada citra merek, yang digambarkan melalui atribut dan manfaat produk. Skalabilitas dari metode yang diusulkan (fuzzy rule table untuk kasus produk roti) memungkinkan konsumen mengakomodasi beberapa faktor keputusan termasuk total kesehatan produk berdasarkan standar gizi individu, harga produk, persyaratan kesehatan tertentu dari konsumen dan juga kondisi sosial seperti preferensi pada makanan dan keyakinan individu (Nakandala dan Lau 2013). Menurut Maric dan Arsovski (2010) kepuasan konsumen roti diukur melalui karakteristik atribut sebagai berikut. Kualitas pengemasan, kualitas produk, harga produk, hubungan antara harga dan kualitas, variasi dan jenis produk, ketersediaan produk, kebersihan tempat berjualan, kualitas pelayanan dan kesantunan penjual. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa kemasan produk berpotensi memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Elemen pada kemasan produk dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu visual dan informasi. Elemen visual terdiri dari desain grafis, warna, penempatan gambar, ukuran dan bentuk kemasan. Sedangkan elemen informasi berhubungan dengan informasi produk dan penyajian pesan visual (Silayoi dan Speece 2007). Kepuasan konsumen terhadap kualitas consumer goods didasarkan pada tiga atribut, yaitu kualitas, kinerja dan kehandalan. Persepsi kualitas terdiri dari citra merek dan iklan. Kinerja diartikan sebagai karakteristik utama pada produk dan kehandalan merupakan probabilitas kinerja produk tidak gagal ketika melewati proses produksi (Jakpar et al. 2012). Kesediaan konsumen untuk membayar roti berlabel keamanan akan menurun ketika harga mengalami kenaikan, namun akan meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan, label roti dan sumber informasi (Oviahon et al. 2011). Skor Best-Worst menunjukkan bahwa pembelian konsumen eksklusif roti gandum secara signifikan lebih dipengaruhi oleh atribut produk yang berhubungan dengan kesehatan, sedangkan selain konsumen eksklusif roti gandum lebih dipengaruhi oleh atribut fisik produk. Penggunaan Best-Worst Scaling (BWS) adalah untuk menunjukkan peringkat kepentingan dari masing-masing atribut pada suatu produk (Cohen 2009). Berikut urutan kepentingan atribut roti gandum berdasarkan cara pandang konsumen, terdiri dari tanggal kadaluarsa, kadar serat, kandungan gandum, harga, tingkat lemak, tingkat kalori, label gandum, ukuran kemasan, tingkat karbohidrat, label informasi gizi, merek, tingkat protein, potongan atau bentuk roti (Nguyen 2011).
9
Atribut kesehatan pada produk, terkait harga dan jenis merek memiliki pengaruh terhadap loyalitas merek. Pemasar tidak harus berupaya meningkatkan kadar serat atau menurunkan harga untuk kategori roti gandum (roti sehat), tetapi lebih fokus pada label kesehatan. Sedangkan untuk kategori roti putih, dianjurkan agar mempertahankan harga rendah dan berkonsentrasi pada kadar serat tinggi, karena atribut ini diharapkan memiliki kinerja yang lebih baik berdasarkan Model Dirichlet (Nguyen 2011). Produsen roti yang mengadopsi penggunaan tepung singkong dalam produksinya sangat memperhatikan rasa, kemasan, ukuran, warna dan harga, karena variabel-variabel ini memengaruhi keputusan membeli konsumen. Sementara kesediaan konsumen untuk membayar harga premium menunjukkan hubungan negatif dan bervariasi, tergantung pada proporsi tepung singkong (Adepoju dan Oyewole 2013). Status sosial ekonomi konsumen tidak memengaruhi penerimaan keseluruhan roti tersubstitusi (tepung singkong dan bumbu aromatik rempah jahe), kecuali kualifikasi pendidikan. Pola konsumsi roti di Nigeria bukan dikategorikan sebagai makanan pokok dan pembelian roti dilakukan di toko-toko (Righteous 2010). Shaari et al. (2013) meneliti perilaku konsumen terhadap dua pilihan roti, yaitu roti organik dibandingkan roti dengan bahan pengawet. Temuan menunjukkan bahwa secara umum roti organik akan menjadi pilihan yang lebih disukai berdasarkan urutan kepentingan rasa, kesegaran, daya tahan, halal, aspek kesehatan, tekstur, tempat dan harga sebagai penentu preferensi. Namun, tempat berperan penting dalam memengaruhi konsumen untuk membeli roti pengawet ketika konsumen merasa sulit menemukan akses untuk membeli roti organik. Di sisi lain, halal adalah faktor utama yang mengatur keputusan konsumen muslim terhadap dua alternatif tersebut. Penelitian Shaari et al. (2013) memberikan bukti tentang perilaku konsumen roti dan dapat menjadi rujukan bagi para pemasar untuk mengembangkan strategi bisnis, khususnya roti organik (Shaari et al. 2013). Sebagian besar perilaku konsumen terhadap fast moving consumer goods dipengaruhi oleh 4P (place, price, product, promotion), faktor fisiologis dan psikologis (Vibhuti et al. 2014). Survei Stavkova dan Turcinkova (2005) menunjukkan bahwa fakta bahwa konsumen dipengaruhi oleh pendatang baru, inovasi dan iklan saat membeli jenis makanan seperti permen dan biskuit, yogurt, keju, daging asap, produk daging kalengan, produk setengah jadi dan beberapa minuman (teh, anggur dan air mineral). Sedangkan konsumen yang sangat perhatian pada kesehatan mereka, membeli produk sereal roti, ikan, unggas, yogurt, keju dan air mineral. Ketika menganalisis alasan perubahan pola konsumsi, ditemukan perbedaan untuk masing-masing kelompok sosial, kategori usia individu dan lokasi yang berbeda. Apabila klasifikasi kelompok tersebut dihilangkan, alasan yang paling sering untuk mengubah pola konsumsi di semua kategori makanan adalah gaya hidup sehat. Alasan keuangan disebutkan di posisi terakhir. Kelompok usia adalah satusatunya pengecualian, dimana ketergantungan ditunjukkan (Stavkova dan Turcinkova 2005). Shahnoushi et al. (2013) menunjukkan bahwa jumlah kunjungan ke toko roti per minggu, niat kunjungan ke toko roti, metode membawa roti, menunggu ketika di toko roti, penilaian harga roti dan kualitas, pendapatan bulanan rumah tangga, pendidikan rumah tangga, rata-rata usia rumah tangga, rata-rata tingkat
10
konsumsi roti, preferensi terhadap roti segar, metode pengawetan roti, pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan jumlah anggota rumah tangga, semuanya berpengaruh pada pembelian roti oleh rumah tangga dalam jumlah lebih banyak (Shahnoushi et al. 2013). Keterkaitan antara Bauran Pemasaran dan Kepuasan Konsumen Istilah bauran pemasaran menjadi populer ketika Neil H Borden menerbitkan artikel berjudul “The Concept of Marketing Mix” pada tahun 1964. Bauran pemasaran dicirikan oleh empat variabel penting. Umumnya bauran pemasaran produk terdiri dari produk, harga, tempat dan promosi. Empat komponen tersebut sering digunakan untuk bauran pemasaran barang berwujud (Singh 2012). Menurut McCarthy (1964), formulasi konsep asli Borden (1964) didasarkan pada ide sebelumnya oleh Culliton pada tahun 1948 (Baker dan Saren 2010). Menurut Goi (2009) bauran pemasaran 4P digunakan untuk memuaskan target pasar. Pernyataan ini didukung oleh Ahmed dan Rahman (2015), yang membenarkan bahwa kepuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh bauran pemasaran 4P. Marketing mix 4P telah menjadi sekolah bisnis, praktisi pokok dan taktis diarahkan untuk tujuan menciptakan atau melebihi kepuasan konsumen (Jobber 2007, Ellis et al. 2011). Langkah pertama adalah perencanaan produk, untuk mengartikulasikan rencana pemasaran. Terdapat tiga bagian dari rencana produk, yaitu produk inti, produk ditambah dan produk tersier. Selanjutnya terkait keputusan harga, apakah akan menerapkan keseragaman harga atau membedakan harga untuk produk yang sama namun di pasar yang berbeda. Variabel ketiga adalah tempat dimana produk akan dijual. Promosi digunakan untuk membujuk dan mendorong pembelian konsumen, sehingga meningkatkan penjualan. Kegiatan merancang suatu bauran pemasaran yang optimal merupakan strategi dalam mewujudkan kepuasan konsumen dan mencapai tujuan perusahaan (Singh 2012). Gustafsson et al. (2005) menekankan perusahaan untuk membayar konsentrasi tambahan dalam meningkatkan kualitas dan menyesuaikannya dengan harga yang tepat, sehingga mampu menciptakan kepuasan konsumen yang akan secara langsung bersangkutan untuk kemajuan perusahaan dan retensi pelanggan. Kualitas produk merupakan komponen penting untuk dipertimbangkan ketika mencoba untuk meningkatkan kepuasan konsumen (Lonial dan Zaim 2000). Berdasarkan hasil penelitian O‟Loughlin dan Coenders (2002) SEM memperlihatkan hubungan korelasi paling tinggi diantara kualitas produk dan kepuasan konsumen, sehingga kualitas produk dinyatakan sebagai satu-satunya variabel yang diperlukan untuk menjelaskan dan memprediksi kepuasan konsumen. Menurut Martensen et al. (2000), tingkat kepuasan dalam industri makanan dan minuman didorong oleh kualitas produk. Anderson et al. (2004) menyebutkan bahwa kesediaan untuk membayar lebih dan Word of Mouth positif terhadap merek tertentu menentukan tingkat kepuasan konsumen. Apabila bisnis tidak dapat memuaskan konsumen secara efisien dan kompeten terhadap pesaing-pesaingnya, maka mereka dapat kehilangan pangsa pasarnya.
11
Baker dan Crompton (2000) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen adalah pengalaman pribadi yang berasal dari perbedaan antara harapan pribadi dan penerimaan aktual. Produk dan layanan tidak inheren mengandung kepuasan konsumen, tetapi sebaliknya, kepuasan konsumen termasuk bagian dari persepsi setiap konsumen tentang atribut produk dan layanan (Boshoff dan Gray 2004). Kepuasan konsumen adalah perasaan baik konsumen untuk membeli dan menggunakan produk atau jasa. Perasaan ini merupakan hasil dari ekspektasi rasional konsumen terhadap uang yang dibayarkan (Rahmati et al. 2013). Kepuasan konsumen tercapai apabila pembayaran setara dengan ekspektasi rasional (Khalili dalam Rahmati et al. 2013). Perasaan konsumen atau reaksi terhadap pembelian suatu produk atau jasa disebut sebagai kepuasan (Maleki dan Darabi 2008). Konsep pemasaran dibenarkan apabila berkaitan dengan hubungan pertukaran yang saling memuaskan, yaitu kedua belah pihak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hasil win-win tersebut mencerminkan “golden rule” (Sinh 2013). Bauran pemasaran (4P) adalah empat proses manajemen yang berbeda namun disusun secara terpadu. Pada kenyataannya, konsumen mengalami efek individu dari 4P tersebut, yaitu perbedaan kesempatan, waktu dan tempat (Goi 2009). Menurut Murshid et al. 2014, bauran pemasaran (4P) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen (Murshid et al. 2014). Beberapa perusahaan berusaha untuk sepenuhnya mengintegrasikan bauran pemasaran mereka (Constantinides 2002, Wang et al. 2005). Kepuasan konsumen ditentukan oleh pengalaman aktual mengonsumsi produk (Anderson et al. 1994). Oleh karena itu kepuasan konsumen didefinisikan sebagai kepuasan atribut, yaitu pernyataan atau pengamatan subjektif konsumen terhadap kinerja atribut (Oliver dan DeSarbo 1988). Kepuasan mengukur emosi atau perasaan yang merupakan hasil dari pendapat konsumen terhadap pengalaman aktual mengonsumsi produk (Oliver dan DeSarbo 1988, Smith 2007). Kepuasan mencerminkan dampak kinerja atribut terhadap ungkapan perasaan konsumen. Atribut diturunkan dari bauran pemasaran dan dapat digunakan untuk memprediksi perasaan puas (Olsen 2002). Perasaan puas ditunjukkan ketika konsumen menikmati produk, mendapatkan pengalaman baik dan merasa benar telah mengonsumsi produk tersebut (Smith 2007, Lada dan Sidin 2012). Perasaan ini terjadi karena konsumen mendapatkan apa yang mereka inginkan (Oxford 2015).
3 KERANGKA PEMIKIRAN Definisi Konsumen dan Perilaku Konsumen Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia di kehidupan bermasyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan. Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan konsumen sebagai individu atau kelompok yang berusaha memenuhi dan mendapatkan barang atau
12
jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Secara sederhana, konsumen adalah individu yang mengonsumsi atau menggunakan barang atau jasa. Menurut Engel et al. (1994) perilaku konsumen adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang atau jasa, termasuk melalui proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan aktivitas tersebut. Kata perilaku bukan hanya dikaitkan dengan aktivitas berwujud jelas dan selalu mudah diamati, namun merupakan satu barisan dari proses pengambilan keputusan, sehingga dalam perilaku konsumen juga perlu menganalisis proses-proses yang tidak terlihat dan sulit diterjemahkan dalam setiap pembelian. Peter dan Olson (1999) mendefinisikan perilaku konsumen adalah interkasi dinamis antara pengaruh dan kognisis (penafsiran), perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Sementara itu, menurut Simamora (2001) perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau mengatur barang dan jasa. Perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide (Mowen dan Minor 2002). Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2008), perilaku konsumen adalah perilaku pembelian konsumen akhir, perorangan dan rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Semua konsumen akhir ini bergabung membentuk pasar konsumen. Sejalan dengan hal tersebut, Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan istilah perilaku konsumen sebagai perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk atau jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhannya. Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana individu membuat keputusan untuk menghabiskan sumber daya berharga mereka (waktu, uang dan usaha) pada item yang berhubungan dengan konsumsinya. Studi perilaku konsumen merupakan studi yang sangat menarik. Studi perilaku konsumen mencoba untuk mencari faktor-faktor penentu pembentukan perilaku. Dengan diketahuinya faktor-faktor penentu pembentukan perilaku maka perusahaan atau pemasar dapat mengendalikan perilaku konsumennya. Pengendalian disini berarti pemasar dapat menstimuli agar konsumen mau membeli produk perusahaan. Secara umum perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara individu dan lingkungannya (Dharmestha dan Handoko 1987). Perilaku konsumen dalam hal ini perilaku pembelian pada dasarnya juga sama dengan perilaku manusia pada umumnya, akan tetapi sebagai sebuah studi para ahli perilaku konsumen mengembangkan faktor-faktor penentu perilaku pembelian. Apabila pendapat para ahli dirangkum, maka pengertian perilaku konsumen yaitu bagaimana kebebasan konsumen memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya sambil mempertimbangkan pengaruh-pengaruh internal dan eksternal untuk menentukan pilihan konsumsi.
13
Tahapan Proses Keputusan Pembelian Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih alternatif pilihan. Menurut Engel et al. (1994), pengambilan keputusan konsumen terdiri dari lima tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan hasil. Pengenalan kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Pembelian
Hasil
Gambar 1 Model perilaku pengambilan keputusan Sumber: Engel et al. (1994)
Selain Engel et al. (1994), Kotler dan Keller (2009) juga mengelompokkan keputusan pembelian ke dalam lima tahap, namun di tahap akhir bukan didefinisikan sebagai hasil. Lima tahapan Kotler dan Keller (2009) terdiri dari pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan pasca pembelian. Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Pembelian
Pasca pembelian
Gambar 2 Model lima tahap proses pembelian Sumber: Kotler dan Keller (2009)
Proses keputusan konsumen tidak berakhir pada pembelian, namun berlanjut hingga pembelian tersebut menjadi pengalaman bagi konsumen dalam menggunakan produk yang dibeli tersebut. Pengalaman itu akan menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pembelian di masa depan (Ma‟ruf 2005). Model keputusan pembelian Engel et al. (1994), Kotler dan Keller (2009) pada intinya sama, hanya saja berbeda istilah di tahap awal dan akhir. Ketika konsumen memutuskan untuk membeli, sebelumnya mereka sudah memiliki motivasi, sumber-sumber informasi dan kriteria tertentu. Setelah membeli konsumen akan merasakan puas atau tidak puas terhadap produk. Kepuasan dan ketidakpuasan dapat dipelajari lebih lanjut terkait apa yang menyebabkan dan bagaimana caranya untuk meningkatkan. 1. Pengenalan Kebutuhan Pengenalan kebutuhan merupakan tahap awal dalam perilaku proses keputusan serta didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara situasi aktual yang memadai dan keadaan yang diinginkan untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada seberapa banyak ketidaksesuaian yang muncul antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, maka kebutuhan akan dikenali. 2. Pencarian Informasi Sebelum memutuskan untuk membeli, konsumen akan berusaha aktif mencari informasi sehubungan dengan kebutuhannya. Pencarian informasi
14
merupakan tahap kedua dari proses pengambilan keputusan serta didefinisikan sebagai aktivitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau perolehan informasi dari lingkungan. Oleh karena itu, pencarian dapat bersifat internal atau eksternal. 3. Evaluasi Alternatif Setelah mengetahui berbagai merek yang tersedia di pasar, selanjutnya konsumen melakukan penilaian tentang merek-merek tersebut. Evaluasi alternatif adalah mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Engel et al. (1994) kriteria evaluasi bergantung pada produk. Biasanya kriteria yang digunakan adalah harga dan merek. Namun untuk menilai alternatif pilihan konsumen, terdapat tiga konsep dasar yaitu sifat-sifat produk, nilai kepentingan dan tingkat kesukaan (Kotler dan Armstrong 2008). 4. Keputusan Pembelian Tahap keempat adalah keputusan pembelian. Pada tahap ini konsumen mengambil keputusan tentang apa yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana cara membayar. Keputusan pembelian pada dasarnya ada tiga kategori yaitu pembelian terencana sepenuhnya, pembelian terencana dan pembelian tidak terencana. Umumnya, pembelian suatu produk cenderung mendekatkan pada maksud membeli dan merek yang disukai. 5. Perilaku Pasca Pembelian Hasil evaluasi setelah membeli dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk yang dibeli. Kepuasan akan mendorong konsumen untuk membeli dan mengonsumsi ulang produk, sedangkan perasaan tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian. Konsep Pemasaran dan Bauran Pemasaran Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menetukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang memenuhi kebutuhan, baik kepada pembeli aktual maupun pembeli potensial (Stanton 1978). Pengertian pemasaran Solomon et al. (2006), Boone dan Kurtz (2013) hampir sama, yaitu suatu fungsi dari organisasi dan suatu proses untuk menciptakan, mengomunikasikan dan mengantarkan produk bernilai kepada konsumen serta mengatur bagaimana hubungan dengan konsumen, sehingga dapat memberikan manfaat bagi organisasi dan stakeholder. Pemasaran menurut McHugh et al. (2008) adalah suatu proses berkelanjutan dalam menentukan kebutuhan dan keinginan konsumen, kemudian menyediakan barang dan jasa sesuai dengan ekspektasi konsumen tersebut atau lebih dari itu. Perusahaan secara terus-menerus melakukan adaptasi terhadap perubahan dalam pasar dan tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Mullins et al. (2008), pemasaran adalah proses sosial yang melibatkan aktivitas untuk memungkinkan individu dan organisasi mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dan untuk
15
mengembangkan hubungan pertukaran yang sedang berlangsung. Pengertian pemasaran yang lain adalah suatu proses menciptakan nilai untuk konsumen dan membangun hubungan kuat dengan mereka agar perusahaan mencapai keuntungannya (Kotler dan Armstrong 2008). Konsep pemasaran berbeda dengan penjualan. Kotler dan Keller (2009) menjelaskan bahwa pemasaran tidak menekankan untuk mencari konsumen atau pasar sasaran yang tepat, melainkan menemukan produk yang tepat bagi konsumen. Sementara itu, penjualan hanya fokus pada kepentingan perusahaan, yaitu meningkatkan keuntungan. Jobber dan Fahy (2009) juga menyatakan bahwa penjualan cenderung fokus pada kapabilitas produksi perusahaan dan promosi agresif, sedangkan pemasaran lebih fokus pada kebutuhan konsumen. Levens (2010) memberikan pengertian serupa dengan para ahli sebelumnya, yaitu pemasaran sebagai suatu filosofi organisasi yang didedikasikan untuk memahami dan memenuhi kebutuhan konsumen dengan menciptakan suatu nilai. Definisi pemasaran menurut pendapat para ahli yaitu suatu proses yang diawali oleh kebutuhan konsumen dan melibatkan beberapa kegiatan untuk menyampaikan nilai sambil terus beradaptasi sehingga perusahaan memperoleh keuntungan karena konsumen puas terhadap barang dan jasa yang ditawarkan. Kepuasan yang dibentuk melalui adaptasi berkelanjutan akan semakin menguntungkan karena selain kebutuhan konsumen selalu terpenuhi, perusahaan juga berperan dalam menjaga hubungan baik dengan konsumennya. Bauran pemasaran (marketing mix) adalah sekumpulan perangkat pemasaran taktis terkendali, berupa keterpaduan antara produk, harga, tempat dan promosi dari perusahaan untuk menghasilkan respon pasar sasaran yang diinginkan (Kotler dan Armstrong 2008). Menurut Stanton (1978) bauran pemasaran adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan yaitu produk, harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi. Produk (product) Produk merupakan kombinasi barang dan jasa perusahaan yang ditawarkan kepada pasar sasaran untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan (Kotler dan Armstrong 2008). Namun produk bukan hanya ditawarkan saja, tetapi juga diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi oleh pasar yang bersangkutan. Secara konseptual produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang dapat ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar (Tjiptono 2007). Menurut Sunu dalam Ardani (2007) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk dapat diperhatikan, dibeli, atau dikonsumsi. Menurut Situmorang (2011) juga menyatakan bahwa produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan ataupun kebutuhan. Produk dapat dibagi menjadi lima tingkatan (Kotler dan Armstrong 2008), yaitu core benefit, basic product, expected product, augmented product dan potential product. Core benefit, yaitu manfaat dasar dari suatu produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Basic product, yaitu ciri atau rupa dasar dari suatu
16
produk yang dapat dirasakan oleh panca indera. Expected product, yaitu serangkaian atribut-atribut produk dan kondisi-kondisi yang layak untuk diharapkan oleh konsumen pada saat membeli suatu produk. Augmented product, yaitu berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahkan berbagai manfaat dan layanan sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan juga dapat dibedakan dengan produk pesaing. Potential product, yaitu berbagai tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk di masa depan. Core benefit Basic product Expected product Augmented product Potential product
Gambar 3 Tingkatan produk Sumber: Kotler dan Armstrong (2008)
Atribut produk merupakan unsur-unsur pertimbangan bagi konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian (Tjiptono 2007). Atribut dapat didefinisikan sebagai bagian yang melekat pada produk dan karakteristik pembeda terhadap produk atau merek lain (Simamora 2001). Atribut produk terdiri dari tiga tipe yaitu: a. Ciri atau rupa (feature) Berupa ukuran, bahan dasar, karakteristik estetis, proses manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan, trademark. b. Manfaat (benefit) Berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indera, manfaat non material seperti waktu. c. Fungsi (function) Atribut fungsi jarang digunakan dan lebih sering dikombinasikan dari ciri-ciri dan manfaat. Convenience goods yang diproduksi dan didistribusikan secara massal memungkinkan pendekatan manajemen marketing mix untuk bisa memuaskan konsumen (Sinh 2013). Convenience goods adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli oleh konsumen dengan segera dan memerlukan usaha minimum. Fast Moving Consumer Goods (FMCG) sebagai kebutuhan yang dibutuhkan secara rutin, baik itu makanan atau bukan makanan, dapat dikelompokkan dalam jenis barang convenience goods, karena convenience goods sendiri mencakup tiga jenis barang, yaitu staples, impulse goods dan emergency goods. Staples adalah
17
kelompok barang yang dibeli konsumen secara teratur. Impulse goods adalah barang yang dibeli berdasarkan keinginan seketika, tanpa perencanaan atau usaha pencarian, biasanya barang-barang tersebut diletakkan di tempat strategis, seperti misalnya di sebelah kasir. Emergency goods adalah barang-barang yang dibeli pada saat kebutuhan itu mendesak (Tjiptono 2007). Harga (price) Kotler dan Armstrong (2008) mendefinisikan, harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk memperoleh produk. Terdapat empat indikator yang mencirikan harga, yaitu keterjangkauan harga, kesesuaian harga dengan kualitas produk, daya saing harga dan kesesuaian harga dengan manfaat. Harga merupakan variabel dinamis karena dipengaruhi oleh perubahan faktorfaktor penyusunnya. Beberapa unsur kegiatan utama variabel harga meliputi daftar harga, potongan harga, periode pembayaran dan persyaratan kredit (Kotler dan Armstrong 2008). Harga merupakan suatu elemen marketing mix yang menghasilkan penerimaan penjualan, sedangkan elemen-elemen lainnya hanya menimbulkan biaya. Karena menghasilkan penerimaan penjualan, maka harga memengaruhi tingkat penjualan, tingkat keuntungan dan pangsa pasar yang diperoleh perusahaan (Assauri 2004). Harga juga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel. Menurut Swastha (2005) harga adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang dan pelayanannya. Menurut Alma (2004) pengertian harga yaitu suatu atribut yang melekat pada suatu barang dan memungkinkan barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan memuaskan konsumen (satisfaction) yang dinyatakan dengan uang. Menurut Sutojo (2001) peranan harga adalah sebagai berikut. 1. Harga adalah salah satu faktor penentu jumlah permintaan produk di pasar. Elastisitas harga (Ep) mengukur seberapa besar tingkat perubahan jumlah barang yang diminta sebagai akibat perubahan harga barang yang bersangkutan. Besarnya perubahan harga terhadap jumlah barang yang diminta dinyatakan dengan koefisien elastisitas. Elastisitas harga selalu bernilai negatif karena sifat variabel harga dan jumlah barang yang diminta bersifat terbalik. Kenaikan harga selalu diikuti dengan penurunan permintaan dan sebaliknya. Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis apabila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar, sedangkan inelastis terjadi apabila perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahan harga. 2. Harga menentukan nilai penjualan dan keuntungan. Nilai penjualan produk yang diterima perusahaan setiap periode tertentu sama dengan jumlah satuan yang terjual dikalikan harga per satuan produk. Keuntungan yang diperoleh setiap periode tertentu sama dengan nilai penjualan dikurangi jumlah biaya yang ditanggung perusahaan dalam periode yang sama.
18
3. Harga dalam strategi harga memengaruhi distribusi produk. Harga per satuan produk, struktur potongan harga dan syarat pembayaran memengaruhi kesediaan distributor dalam mendistribusikan produk. Harga tersebut harus kompetitif. Apabila perbedaan harga produk dan harga produk sejenis lainnya terlalu tinggi, maka kelancaran penjualan produk dapat terhambat. Akibatnya risiko yang ditanggung oleh distributor lebih besar dibandingkan apabila mereka mendistribusikan produk lain yang lebih laku. Sistem penjualan kredit atau bukan konsinyasi dapat menimbulkan keseganan distributor untuk mendistribusikan produk yang bersangkutan. 4. Harga memengaruhi segmen pasar. Salah satu segmen pasar yang digunakan oleh banyak negara sebagai sarana melebarkan jangkauan pemasaran adalah segmen pasar tingkat bawah. Perusahaan harus menetapkan harga dan kualitas produk sesuai dengan segmen pasar yang dituju. Tempat (place) Variabel tempat biasanya disebut sebagai saluran distribusi, dimana produk harus melewati serangkaian saluran untuk sampai ke konsumen. Menurut Bovee dan Thill (1992) distribusi fisik merupakan proses perpindahan barang dari produsen ke konsumen akhir. Pengiriman barang dalam proses pemasaran memerlukan kerjasama (cooperative) dengan jasa transportasi seperti jalur laut (kapal), udara (pesawat terbang), maupun jalur darat untuk memudahkan proses pengiriman barang. Distribusi meliputi aktivitas perusahaan dalam membuat produknya tersedia di target pasar, terdiri dari transportasi, pergudangan, pengaturan persediaan dan cara pemesanan bagi konsumen (Kotler dan Armstrong 2008). Menurut Engel et al. (1994), pemilihan tempat membeli suatu produk merupakan fungsi dari karakteristik konsumen dan karakteristik toko. Pilihan tempat juga merupakan fungsi dari empat komponen, yaitu kriteria evaluasi, karakteristik toko yang dirasakan, proses perbandingan dan toko-toko yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Promosi (promotion) Menurut Kotler dan Keller (2009) promosi adalah berbagai cara untuk menginformasikan, membujuk dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang suatu produk atau merek yang dijual. Sedangkan menurut Tjiptono (2007) promosi merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran. Maksud dari komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, memengaruhi, membujuk dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk tersebut. Kegiatan promosi meliputi periklanan, personal selling, promosi penjualan dan public relation (Kotler dan Armstrong 2008).
19
Keterkaitan antara Bauran Pemasaran, Keputusan Pembelian dan Kepuasan Bauran pemasaran termasuk bagian dari strategi perusahaan, lebih khusus disebut strategi pemasaran. Menurut Chandra (2002), strategi pemasaran merupakan rencana spesifik untuk pasar sasaran, penetapan posisi produk atau jasa, bauran pemasaran dan besarnya pengeluaran pemasaran. Menurut Jurini (2003), setiap perusahaan menjalankan strategi pemasaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Terdapat tiga tahap untuk menetapkan strategi pemasaran, yaitu memilih konsumen yang dituju, mengidentifikasi keinginan konsumen dan menentukan bauran pemasaran. Strategi pemasaran yang berhasil umumnya ditentukan oleh bauran pemasaran. Strategi pemasaran adalah rencana yang dirancang untuk memengaruhi pertukaran dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku konsumen, seperti peningkatan kunjungan pada toko tertentu atau pembelian produk tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan dan menyajikan bauran pemasaran yang ditujukan pada pasar sasaran (Setiadi 2010). PENGARUH LINGKUNGAN Budaya Kelas sosial Pengaruh pribadi Keluarga Situasi
PERBEDAAN INDIVIDU Sumber daya konsumen Motivasi & keterlibatan Pengetahuan Sikap Kepribadian, gaya hidup, demografi
PROSES KEPUTUSAN Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Pembelian Hasil
PROSES PSIKOLOGIS Pemrosesan informasi Pembelajaran Perubahan sikap/perilaku
STRATEGI PEMASARAN Produk Harga Distribusi Promosi
Gambar 4 Pengaruh pada perilaku konsumen Sumber: Engel et al. (1994) (1995)
Schiffman dan Kanuk (2008) menjelaskan bahwa proses keputusan pembelian didahului oleh tahap masukan yang memengaruhi konsumen terhadap pengenalan kebutuhan atas produk dan terdiri dari dua sumber informasi utama, yaitu usaha pemasaran perusahaan (produk itu sendiri, harganya, dimana dijualnya
20
dan promosinya) dan pengaruh sosiologis eksternal konsumen (keluarga, teman, tetangga, sumber informal dan non komersial lain, kelas sosial, keanggotaan budaya dan subbudaya). Dampak kumulatif dari setiap usaha pemasaran perusahaan, pengaruh keluarga, teman, tetangga dan tata perilaku masyarakat yang ada, semuanya merupakan masukan yang mungkin memengaruhi apa yang dibeli konsumen dan bagaimana mereka menggunakan apa yang mereka beli. Pembelian konsumen bukan hanya dipengaruhi oleh usaha bauran pemasaran, tetapi juga psikologi dan lingkungan. Bauran pemasaran disampaikan melalui promosi sebagai sumber informasi komersial. Perusahaan hanya dapat mengendalikan promosi dan penawaran produk. Beragam penawaran di pasar bersaing dalam memengaruhi konsumen. Setelah membeli, konsumen mengevaluasi kinerja atribut produk, apakah sudah sesuai dengan harapannya atau lebih baik dari kinerja atribut produk lainnya. Kinerja atribut berpengaruh langsung terhadap kepuasan (Churchill dan Surprenant 1982, Oliver dan Desarbo 1988, Tse dan Wilton 1988, Yi 1989, Grigoroudis dan Siskos 2010, Posavac 2012).
Pembelian Ketidaksesuaian pascapembelian
Tidak digunakan
Pemakaian Pembuangan produk
Evaluasi
Keluhan
Kepuasan Gambar 5 Model perilaku konsumen setelah pembelian Sumber: Hawkins dan Mothersbaugh (2010)
Kepuasan Konsumen Kepuasan adalah suatu standar bagaimana penawaran produk total memenuhi harapan konsumen (Gerson 1993, Hill 1996, Oliver 1997 dan Vavra 1997). Harapan konsumen yang lebih tinggi memerlukan kinerja yang lebih tinggi juga untuk menciptakan pengaruh dan emosi positif. Selanjutnya disebut sebagai kepuasan, sedangkan pengaruh dan emosi negatif adalah ketidakpuasan (Oliver 1997). Jika konsumen gagal mencocokkan antara kenyataan dan persepsi ideal atau kenyataan dan persepsi yang seharusnya, maka dapat menimbulkan kekecewaan. Perbedaan antara kenyataan dan persepsi yang seharusnya dapat menyebabkan jenis perasaan tidak tenang seperti kecemasan dan ketakutan, namun juga dapat memotivasi konsumen untuk menguranginya (Boyd 2010). Secara rasional konsumen mengkalkulasikan produk yang mereka terima dari suatu pembelian. Konsep ini mirip dengan konsep nilai-persepsi atau manfaat utilitarian (menghitung biaya per manfaat) yang sebagian besar berhubungan
21
dengan atribut produk (Gungor 2007). Teori perbedaan nilai-persepsi Westbrook dan Reilly (1983) menegaskan bahwa kepuasan adalah respon emosional yang dipicu oleh proses kognitif-evaluatif. Maksud dari proses kognitif-evaluatif adalah persepsi dari sebuah objek yang dibandingkan dengan nilai-nilai (kebutuhan atau keinginan). Jika dibandingkan dengan model konfirmasi-harapan, masing-masing teori ini sudah cukup menjelaskan konsep. Namun keduanya diperlukan dalam menjelaskan kepuasan (Westbrook dan Reilly 1983). Menurut Liljander dan Bergenwall (1999) kepuasan adalah tanggapan emosional terhadap produk. Kepuasan menurut Grigoroudis dan Siskos (2010) adalah evaluasi atau perasaan yang merupakan hasil dari proses diskonfirmasi. Bahkan proses tersebut mampu menghasilkan kegembiraan bagi konsumen (Oliver 1997). Seperti yang Woodruff dan Gardial (1996) ungkapkan, konstruk ini bukan hanya perbandingan (misalnya proses diskonfirmasi) saja, tetapi juga tanggapan konsumen terhadap perbandingan tersebut yang disepakati sebagai komponen perasaan. Kepuasan konsumen adalah hasil yang diperoleh dari evaluasi setelah melakukan pembelian dan mengkonsumsi suatu barang dan jasa (Engel et al. 1994). Menurut Sumarwan (2011), setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa yang dikonsumsinya, kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk. Rangkuti (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Sedangkan Kotler dan Keller (2009) menganggap respon tersebut sebagai perasaan senang atau kecewa. Menurut Wanke (2009) kepuasan dan kesenangan adalah hasil yang sama dari mengonsumsi dan menggunakan produk. Orang secara umum menginterpretasikan perasaan senang sebagai bukti kesukaan, kepuasan atau kebahagiaan dan perasaan tidak senang sebagai bukti ketidaksukaan, ketidakpuasan atau kesengsaraan (Wanke 2009). Konsumen ingin mengalami hasil positif sebagai hasil membeli atau mengonsumsi produk. Jika hasil pembelian produk mereka tidak positif, maka mereka akan terus mencoba pembelian yang lain sampai kebutuhan mereka terpenuhi atau terpuaskan (Boyd 2010). Kepuasan adalah tentang pengalaman mengonsumsi produk (Goldstein 2010). Menurut Yi (1989) kepuasan adalah pengalaman konsumsi yang menyenangkan. Namun pengalaman tersebut juga melibatkan evaluasi seperti yang diharapkan. Kepuasan adalah suatu hasil dari konsumsi atau kesan kolektif terhadap peristiwa yang terjadi selama konsumsi hingga hasil akhir, sehingga dapat dinyatakan sebagai penghakiman terkait keseluruhan pengalaman konsumsi (Oliver 1997). Yang paling penting, pengalaman terjadi ketika konsumen mengonsumsi produk (Posavac 2012). Definisi umum kepuasan difokuskan pada harapan konsumen sebagai standar perbandingan utama (Grigoroudis dan Siskos 2010). Akan tetapi sebagaimana catatan Woodruff dan Gardial (1996), ada beberapa standar perbandingan yang digunakan konsumen, yang mana bermacam-macam sepanjang tahapan proses konsumsi (sebelum pembelian, pembelian, konsumsi,
22
pembuangan), diantaranya harapan (konsumen percaya produk akan sesuai dengan harapannya), produk ideal (konsumen berharap produk akan sesuai dengan harapan sebagian besar orang), pesaing (kinerja produk pesaing dalam kategori produk yang sama mungkin akan diadopsi oleh konsumen sebagai standar perbandingan), produk kategori lain (produk yang sama sekali berbeda kategori mungkin juga menyediakan standar perbandingan bagi konsumen), janji pemasar (janji tersebut merujuk pada salesperson, iklan, pembicara perusahaan atau bentuk komunikasi lainnya) dan norma industri (model atau pola atau kekhasan atau tingkat kinerja rata-rata yang dikembangkan oleh konsumen berdasarkan pengalamannya dengan kategori produk atau menjangkau beberapa perusahaan dan merek atau mendapatkan standar industri). Apabila konsumen sudah pernah membeli produk sejenis, maka untuk pembelian produk sejenis lainnya di waktu sekarang, mereka lebih memperhatikan pengalaman yang sebelumnya sudah dirasakan daripada informasi dari produsen. Pengalaman tersebut tentunya dibandingkan dengan pengalaman di waktu sekarang (LaTour dan Peat 1979). Menurut Cadotte, Woodruff dan Jenkins (1987) kepuasan konsumen adalah membandingkan rata-rata kinerja semua merek dalam kategori produk yang sama, selanjutnya disebut product norm. Selain itu kepuasan bisa juga dihasilkan dari proses membandingkan dengan produk terbaik dalam kategorinya atau disebut best brand norm. Product norm dan best brand norm secara konsisten lebih baik dalam menjelaskan kepuasan konsumen daripada brand expectation. Kinerja yang merupakan kriteria kepuasan bagi perusahaan tertentu dapat dibandingkan dengan rata-rata sektor (nilai rata-rata tingkat kinerja untuk total kumpulan perusahaan kompetitif) atau perusahaan terbaik di pasar dunia (perusahaan dengan nilai rata-rata tingkat kinerja tertinggi di pasar dunia) (Grigoroudis dan Siskos 2010). Konsep kepuasan ini mendukung LaTour dan Peat (1979) dan Woodruff dan Gardial (1996). Kepuasan tidak hanya mengacu pada kesesuaian dengan harapan, tetapi juga perbandingan terhadap tingkat kinerja rata-rata yang dikembangkan oleh konsumen berdasarkan pengalamannya dalam kategori produk (melibatkan beberapa perusahaan atau merek yang diingat) atau bisa juga diartikan sebagai penilaian menurut standar industri (LaTour dan Peat 1979, Cadotte, Woodruff dan Jenkins 1987, Woodruff dan Gardial 1996, Grigoroudis dan Siskos 2010). Peneliti pemasaran berargumen bahwa kinerja produk yang melebihi standar menyebabkan kepuasan konsumen, sementara kinerja di bawah standar menyebabkan ketidakpuasan. Argumen tersebut konsisten dengan penemuan di area pekerjaan, kehidupan dan kepuasan pasien, bahwa kepuasan merupakan fungsi standar tertentu dan persepsi ketidaksesuaian dari standar tersebut (Yi 1989). Meskipun literatur menemukan pendekatan yang berbeda-beda dalam mendefinisikan kepuasan konsumen, akan tetapi definisi paling populer diantara temuan-temuan tersebut adalah didasarkan pada pemenuhan harapan konsumen (Grigoroudis dan Siskos 2010). Model diskonfirmasi harapan adalah teori dominan dari kepuasan konsumen (Grigoroudis dan Siskos 2010). Kepuasan terhadap keputusan berhubungan dengan perasaan cocok, perasaan bahwa seseorang melakukan sesuatu di jalan yang benar (Wanke 2009). Kecocokan antara jarak psikologis dan tingkat penafsiran seharusnya membuat orang merasa benar dengan pilihannya. Inilah yang selanjutnya disebut kepuasan.
23
Berdasarkan logika Teori Jenjang Penafsiran, untuk meningkatkan kepuasan terhadap pembelian, sudut pandang tingkat tinggi dari produk seharusnya ditekankan dan tingkat rendah dari produk seharusnya diperkecil ketika jarak sosial atau fisik dari keputusan adalah lebar (Wanke 2009). Kepuasan adalah titik tengah dari konsep pemasaran, yaitu pertukaran yang saling menguntungkan (Yi 1989). Kepuasan juga menjadi salah satu dari sebagian besar konsep yang diteliti secara luas dalam bidang psikologi dan banyak penelitian sudah menyelidiki konstruk tersebut dari beragam sudut pandang (Posavac 2012). Atribut produk mungkin menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan, masing-masing tergantung kinerjanya. Beberapa peneliti sudah mencoba untuk menentukan seperangkat kriteria kepuasan yang dapat diterima di seluruh dunia atau kinerja atribut yang mungkin menyajikan item-item kepuasan. Pengukuran kepuasan konsumen pada sebagian besar kasus menerapkan suatu model ekonometrik sebab dan akibat yang menghubungkan evaluasi konsumen terhadap kepuasan (Grigoroudis dan Siskos 2010). Tingkat kinerja dan kepuasan sering ditemukan memiliki korelasi yang tinggi (Yi 1989). Menurut Posavac (2012) kinerja produk secara langsung berhubungan dengan kepuasan konsumen. Beberapa peneliti menegaskan bahwa persepsi kinerja atribut seharusnya dicantumkan sebagai peramal kepuasan konsumen, karena memiliki pengaruh langsung (Churchill dan Surprenant 1982, Oliver dan Desarbo 1988, Tse dan Wilton 1988). Churchill dan Surprenant (1982) menunjukkan bahwa bukan diskonfirmasi atau harapan yang berpengaruh terhadap kepuasan konsumen, hanya persepsi kinerja yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan. Manusia menjadi termotivasi ketika tergugah kebutuhan bahwa mereka berkeinginan untuk memuaskan (Boyd 2010). Pendekatan ekonomi terkait pilihan produk atau pembelian menganut asumsi bahwa konsumen memiliki banyak kesempatan lebih baik untuk memuaskan kebutuhan pribadi mereka ketika tersedia cukup produk untuk dipilih (Boyd 2010). Asumsi ini menyiratkan persaingan diantara perusahaan. Pasar menyediakan beragam pilihan dan masingmasing perusahaan menawarkan produk melalui peran strategi. Konsumen berhak memilih produk yang dianggap dapat memuaskan kebutuhannya. Untuk menjadi yakin dalam membuat keputusan terbaik, seorang konsumen yang membeli roti mungkin akan mempertimbangkan kondisi roti, ukuran bentuk, desain kemasan, merek dan lain-lain untuk semua kemungkinan pilihan roti. Jika konsumen mempertimbangkan semua pilihannya sepanjang barisan atribut, dia sangat mungkin sekali menjadi senang dengan pilihannya karena roti tersebut akan baik dalam menyajikan (Posavac 2012). Fakta bahwa tindakan pemasaran dapat berpengaruh kuat secara sadar terhadap seberapa efektif produk menjadi mungkin untuk memengaruhi seberapa besar kepuasan konsumen dengan produk yang mereka beli. Para peneliti sudah menemukan bahwa tindakan pemasaran tertentu dapat memengaruhi kebahagiaan dengan menggunakan strategi untuk menjamin bahwa pengalaman konsumsi secara keseluruhan memuaskan (Boyd 2010). Pemasar lebih baik memahami syarat-syarat produk dan kebutuhan konsumen serta fokus pada keistimewaan yang secara langsung menghubungkan ke kepuasan. Upaya pemasar untuk menambahkan syarat-syarat produk “harus memiliki” tidak akan berguna jika produknya sudah berada di level yang memuaskan (Posavac 2012). PT mutakhir
24
yang mempraktikkan segmentasi pasar dan dapat membedakan penawaran produk serta komunikasi pemasaran berdasarkan strategi tersebut akan dapat memuaskan konsumen, meskipun pangsa pasar mereka dominan (Allen 2004). Nilai rujukan diartikulasikan melalui ulasan positif tentang produk, yang mungkin memprediksi kinerja perusahaan lebih baik daripada ukuran tradisional. Jika konsumen puas, maka produk mengandung nilai. Konsumen yang membaca ulasan produk terlihat mengantisipasi hasil positif atau ingin mendapatkan kepuasan. Ulasan dapat meningkatkan kepuasan konsumen (Posavac 2012). Lebih dari satu standar perbandingan mungkin digunakan dalam mendefinisikan kepuasan konsumen (Sirgy 1984). Fakta pada beberapa kasus, untuk mengukur kepuasan secara keseluruhan lebih baik menyiapkan lebih dari satu pertanyaan atau variabel (Grigoroudis dan Siskos 2010). SEM memfasilitasi suatu konstruk diukur oleh beberapa indikator, maka penelitian ini tidak hanya mengukur kepuasan dari sudut pandang harapan saja. Bahkan diantara para konsumen, beberapa dari mereka termasuk non-demanding customers (konsumen yang tidak menuntut). Kelompok ini menyatakan puas, meskipun hanya sebagian kecil harapan mereka yang terpenuhi (Grigoroudis dan Siskos 2010). Menurut Raab et al. (2008), konsumen yang merasa puas kemungkinan selanjutnya akan bertindak sebagai berikut. 1. Penjualan silang (cross-selling) Penjualan silang yaitu konsumen yang merasa puas akan mempersiapkan untuk melakukan pembelian produk lainnya pada perusahaan yang sama. 2. Komitmen dari konsumen Komitmen menggambarkan ketetapan konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan, didefinisikan sebagai ikatan khusus, didasari oleh pilihan sengaja dan kepuasan. 3. Sensitivitas harga menurun Memperkenalkan harga yang lebih tinggi lebih mudah dilakukan kepada konsumen yang puas daripada yang tidak puas. Kepercayaan konsumen pada kualitas dan pelayanan perusahaan biasanya juga mampu mendorong kesediaan untuk membayar lebih. 4. Promosi dan bercerita dengan kata-kata positif Konsumen yang merasa puas akan menceritakan hal-hal yang positif kepada orang lain tentang perusahaan dan produknya. Konsumen akan secara aktif merekomendasikan produk atau jasa tersebut. Woodruff dan Gardial (1996) menyatakan bahwa komponen perasaan (senang atau tidak senang) melengkapi definisi kepuasan. Oliver (1997) merumuskan kepuasan sebagai kalkulasi pengalaman konsumsi. Wanke (2009) melalui ilmu psikologi menyamakan kepuasan dengan perasaan cocok, sedangkan Grigoroudis dan Siskos (2010) mendukung definisi umum kepuasan, yaitu harapan konsumen dijadikan standar perbandingan utama. Perbedaan yang dicetuskan oleh para ahli dapat saling melengkapi arti kepuasan lebih dalam. Penelitian ini merujuk empat pendapat tersebut.
25
Kerangka Pemikiran Operasional Persaingan pada industri produk roti semakin kompetitif. Para produsen berlomba menawarkan berbagai pilihan roti dan para konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih. Konsumen membeli roti sesuai dengan ketersediaannya di pasar, perubahan pola makan, selera dan daya beli. Laju konsumsi roti per tahun menunjukkan angka positif. Hal ini didukung oleh perkembangan industri roti, munculnya perusahaan baru dan kemajuan teknologi. Kompetitor memerlukan strategi pemasaran untuk ikut bersaing dan bertahan. Konsumen tidak dapat diarahkan harus memilih Sari Roti, karena warung kecil, minimarket dan supermarket tidak hanya menjual Sari Roti. Para peritel mempunyai kuasa atas daya tampung produk dari luar perusahaannya. Apabila bisnis roti mampu menghasilkan keuntungan seperti Sari Roti, peluang ini kemudian dapat dimanfaatkan oleh para peritel untuk ikut bersaing dalam industri produk roti. Setiap produsen ingin produknya dibeli oleh konsumen, namun untuk tetap bertahan dalam industri produk roti, Sari Roti perlu menyesuaikan kinerja bauran pemasaran dengan kepuasan konsumen, karena kecenderungan pasar bersifat dinamis, sehingga adaptasi tersebut berkelanjutan. Pengamatan meliputi investigasi kinerja bauran pemasaran terhadap kepuasan konsumen dan tingkat kepuasannya. Kemudian jika konsumen belum dinyatakan puas, maka bauran pemasaran harus dievaluasi dan berdampak pada implikasi manajerial. Bauran pemasaran yang sudah dievaluasi dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan strategi pemasaran dan menghadapi tantangan persaingan. Atribut bauran pemasaran produk roti dalam penelitian ini diturunkan dari konsep 4P (product, price, place dan promotion) yang terdiri atas kondisi roti, ukuran bentuk, desain kemasan, merek, label halal, informasi nilai gizi, variasi jenis, tanggal kadaluarsa, keterjangkauan harga, kesesuaian harga dengan kualitas produk, kesesuaian harga dengan manfaat produk, daya saing harga, ketersediaan tempat, ketersediaan produk, ketersediaan waktu, sarana angkutan, kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi produk, media promosi, promosi penjualan dan hubungan masyarakat. Konsumen menilai masing-masing kinerja atribut Sari Roti. Hasil penilaian tingkat kinerja dianalisis melalui Structural Equation Model (SEM) untuk melihat atribut apa saja yang mencerminkan 4P dan dimensi apa saja yang berpengaruh terhadap kepuasan. Berdasarkan tujuan dan uraian kerangka pemikiran, maka desain penelitian disusun seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
26
Persaingan dalam industri produk roti semakin kompetitif
Peritel modern (Alfamart, Giant, Super Indo) ikut bersaing dalam industri tersebut
Penurunan penjualan roti manis Sari Roti
1. 2. 3. 4. 5.
Proses keputusan pembelian Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Keputusan pembelian Perilaku pasca pembelian
Bauran pemasaran Product Price Place Promotion
Implikasi manajerial
Gambar 6 Bagan kerangka pemikiran operasional
4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga dan hanya melibatkan mahasiswa strata-1. Penentuan lokasi dipilih dengan sengaja dengan pertimbangan bahwa globalisasi meningkatkan konsumsi makanan instan diantara mahasiswa, termasuk roti (Bales 2011). Empat faktor utama dari kondisi universitas yang memengaruhi pola makan mahasiswa yaitu waktu makan siang yang terbatas, pertemuan atau event tertentu di kampus, jadwal kuliah yang ketat dan jam kuliah kosong (Charles 2013). Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus 2015 hingga Desember 2015 dengan asumsi tidak ada perubahan implementasi bauran pemasaran (4P) pada produk Sari Roti selama penelitian. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer sebagai data utama diperoleh melalui kuesioner. Data sekunder sebagai data tambahan dan pendukung diperoleh melalui studi kepustakaan dengan mempelajari literatur dari jurnal, buku, tesis, laporan, Badan Pusat Statistik, berita dan semua sumber yang memungkinkan dan berkaitan
27
dengan kepuasan konsumen termasuk media internet. Jenis data dalam penelitian ini adalah data tingkat kinerja atribut dan kepuasan konsumen. Metode Penarikan Sampel Penelitian menggunakan non probability sampling sebagai teknik penarikan sampel dengan metode convenience sampling. Metode tersebut dipilih karena populasi penelitian sudah memenuhi kriteria tertentu, sehingga sampel diambil berdasarkan kemudahan saja. Unit analisis adalah individu, yaitu konsumen. Populasi dari penelitian adalah mahasiswa strata-1 IPB meliputi sembilan fakultas dan Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Kemudian dari populasi tersebut diambil sampel sesuai kriteria. Banyaknya sampel yang dianalisis dalam penelitian ini mensyaratkan jumlah minimal lima responden untuk setiap variabel teramati, sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 120 responden, karena melibatkan 24 variabel teramati (Wijanto 2008). Selanjutnya, supaya jumlah sampel mampu mewakili populasi, maka digunakan teknik proportional cluster sampling berdasarkan banyaknya populasi di masing-masing fakultas dan TPB. Menurut data Direktorat Administrasi dan Jaminan Mutu Pendidikan (AJMP) IPB, jumlah mahasiswa strata-1 IPB yang aktif sampai dengan tanggal 1 September 2015 adalah 14 567 mahasiswa. Sebaran sampel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran sampel responden di setiap fakultas dan TPB Jumlah Sample Jumlah Fakultas populasi fraction sampel TPB 3 733 0.3075 31 Pertanian 1 294 0.1065 11 Kedokteran Hewan 600 0.0494 5 Perikanan dan Ilmu 1 264 0.1041 10 Kelautan Peternakan 611 0.0503 5 Kehutanan 1 145 0.0943 9 Teknologi Pertanian 1 293 0.1065 11 Matematika dan IPA 2 000 0.1647 16 Ekonomi dan Manajemen 1 565 0.1289 13 Ekologi Manusia 1 062 0.0874 9 Total 14 567 1.2 120 Sumber: Direktorat Administrasi dan Jaminan Mutu Pendidikan IPB (2015)
Metode Pengumpulan Data Daftar pertanyaan dan pernyataan tertulis yang ditujukan kepada responden secara langsung (tatap muka) disiapkan dalam bentuk kuesioner (terstruktur). Bentuk kuesioner didominasi oleh pertanyaan tertutup dan pernyataan positif. Responden dipersilahkan untuk membaca dan menulis sendiri
28
jawabannya, namun peneliti juga mendampingi responden selama proses tersebut. Apabila responden menemui kesulitan ketika mengisi kuesioner, maka peneliti bersedia menjelaskan lebih banyak tentang penelitiannya. Data atau informasi yang dibutuhkan sudah dirancang terlebih dahulu sebelum pengumpulan data dilakukan. Responden hanya menjawab secara singkat dan padat (Mulyatiningsih 2013). Data dikumpulkan pada pagi, siang, sore dan malam hari di bulan September 2015. Kondisi lapang tidak dapat diprediksi, karena kesibukan masingmasing konsumen berbeda dan tidak selalu ditemukan konsumen yang bersedia mengisi kuesioner. Peneliti sengaja menawarkan gimmick (hadiah) untuk mengatasi masalah lapang seperti ini. Metode Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Menurut Furqon (2009) statistika deskriptif hanya bertugas untuk memperoleh gambaran (description) atau ukuran-ukuran tentang data. Jika data yang dianalisis merupakan sampel dari suatu populasi maka statistika deskriptif akan menghasilkan ukuran-ukuran sampel (statistik), sedangkan jika data yang dianalisis merupakan keseluruhan populasi maka statistika deskriptif akan menghasilkan ukuran-ukuran populasi (parameter). Pendekatan metode survei deskriptif menurut Yanuar (2012) digunakan untuk mengumpulkan data hasil survei dengan pengamatan sederhana. Selanjutnya peneliti menggolongkan kejadian-kejadian tersebut berdasarkan pengamatan melalui pengumpulan kuesioner, pengumpulan pendapat dan pengamatan fisik. Metode ini sering disatukan dengan proses analisis yang dikenal dengan metode penulisan deskriptif analisis, yaitu setelah proses dan prosedur pendataan berlangsung ditulis dengan cara melakukan analisa rangkaian sebab akibat, korelasional dan linkages (keterkaitan). Metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Penelitian deskriptif menentukan dan melaporkan keadaan sekarang dan tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol hal-hal “yang sementara terjadi” serta hanya dapat mengukur apa yang ada (exists) (Consuelo et al. 1993). Analisis Deskriptif terkait karakteristik konsumen dan proses keputusan pembelian dapat dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan : P : persentase responden yang memilih jawaban tertentu fi : jumlah responden yang memilih jawaban tertentu Σ fi : total jawaban 2. Structural Equation Model (SEM) Analisis kuantitatif dilakukan melalui pendekatan model persamaan struktural (Structural Equation Model) dengan memanfaatkan perangkat lunak komputer berupa Microsoft Excel dan Linear Structural Relationship (LISREL)
29
untuk mengolah data penelitian. Analisis Structural Equation Model (SEM) adalah penggabungan antara dua konsep statistika, yaitu konsep analisis faktor pada model pengukuran (measurement model) dan konsep regresi melalui model struktural (structural model). Variabel SEM Variabel kunci dalam SEM adalah variabel laten (latent variables, sering disingkat LV) atau konstruk laten (Wijanto 2008). Variabel laten merupakan konsep abstrak, misalnya perilaku seseorang, sikap, perasaan dan motivasi. Variabel laten dapat diamati secara tidak langsung oleh variabel teramati. SEM mempunyai dua jenis variabel laten, yaitu eksogen dan endogen. Variabel laten eksogen disebut sebagai variabel bebas, sedangkan variabel laten endogen merupakan variabel terikat. Variabel teramati (observed variable) atau variabel terukur (measured variable, disingkat MV) adalah variabel yang dapat diamati atau diukur secara empiris dan dinamakan indikator. Variabel teramati juga dikenal sebagai manifest variable. Variabel laten dan variabel teramati pada penelitian ini disusun dalam Tabel 5. Model pengukuran menjelaskan hubungan antara variabel dengan indikator dan model struktural menjelaskan hubungan antar variabel. Model pengukuran merupakan kajian dari psikometrika sedangkan model struktural merupakan kajian dari statistika (Widhiarso 2009). SEM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan regresi biasa. Umumnya regresi hanya menspesifikasikan hubungan kausal antara variabel-variabel teramati (observed variable), sedangkan pada SEM, hubungan kausal terjadi diantara variabel-variabel tidak teramati (unobserved variable) atau variabel-variabel laten. Gujarati (1995) menunjukkan bahwa penggunaan variabel-variabel laten pada regresi berganda menimbulkan kesalahan-kesalahan pengukuran (measurement errors) yang berpengaruh terhadap estimasi parameter dari sudut biased-unbiased dan besar kecilnya variance. Masalah kesalahan pengukuran ini diatasi oleh SEM melalui persamaan-persamaan model pengukuran. Parameterparameter dari persamaan model pengukuran SEM merupakan “muatan faktor” atau factor loadings variabel laten terhadap indikator-indikator atau variabelvariabel teramati. Perbedaan utama antara teknik SEM dan regresi menurut Hail et al. (1998) adalah estimasi terhadap multiple interrelated dependence relationships. SEM memfasilitasi suatu variabel bebas pada satu persamaan bisa menjadi variabel terikat pada persamaan yang lain dalam satu kali running, sedangkan teknik regresi harus melibatkan susunan beberapa persamaan regresi berganda yang terpisahkan namun saling berkaitan dalam satu model. SEM memiliki kemampuan untuk menunjukkan konsep-konsep tidak teramati (unobserved concepts) sekaligus hubungan-hubungan yang ada di dalamnya dan perhitungan terhadap kesalahan-kesalahan pengukuran dalam proses estimasi. Konsep tidak termati tersebut disajikan melalui penggunaan variabel-variabel laten.
30
Tabel 5 Variabel laten dan indikator model persamaan struktural Variabel laten Eksogen Product (X1)
Price (X2)
Place (X3)
Promotion (X4)
Endogen Satisfaction (Y1)
Variabel teramati 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X21 X22 X23 X24 X31 X32 X33 X34 X41 X42 X43 X44
Kondisi Sari Roti terjamin berdasarkan kriteria karakteristik sensori Tersedia bermacam pilihan ukuran bentuk Sari Roti Desain kemasan Sari Roti menarik Merek Sari Roti terkenal Tertera label halal pada kemasan Sari Roti Nilai gizi Sari Roti lengkap Variasi jenis Sari Roti beraneka ragam Tanggal kadaluarsa Sari Roti tertera secara jelas
21 22 23 24
Y11 Y12 Y13 Y14
Perasaan senang setelah membeli Sari Roti Sari Roti telah memenuhi harapan Pengalaman baik ketika mengonsumsi Sari Roti Sari Roti menjadi pilihan yang tepat
Harga Sari Roti terjangkau Kesesuaian harga Sari Roti dengan kualitas roti Kesesuaian harga Sari Roti dengan manfaat roti Harga Sari Roti bersaing Sari Roti mudah dijangkau Ketersediaan Sari Roti Sari Roti dijual 24 jam Sari Roti dijajakan ke perumahan Kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi Sari Roti Iklan Sari Roti ditampilkan di berbagai media promosi Sari Roti mengadakan undian berhadiah dan paket promo Sari Roti mengadakan event menarik
Variabel laten adalah suatu konsep yang dihipotesiskan atau tidak teramati secara langsung dan hanya dapat didekati oleh variabel-variabel teramati, sedangkan variabel teramati adalah variabel yang nilainya dapat diperoleh dari responden melalui berbagai metode pengumpulan data (survei, tes, observasi dan lain-lain). Variabel teramati juga dikenal sebagai manifest atau measured variable. Setiap pernyataan dalam kuesioner mewakili variabel teramati. Pengukuran dari pernyataan tersebut menggunakan skala likert, yang terdiri dari empat kategori penilaian. Responden dipersilahkan untuk menentukan tingkat persetujuan atas beberapa pernyataan positif dan memilih salah satu skor penilaian. Pilihan skor tersusun mulai dari 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (setuju) dan 4 (sangat setuju) (Mulyatiningsih 2013). Semakin tinggi tingkat pengukuran indikator dalam skala likert melambangkan tingkat kinerjanya semakin baik (Hayes 2008). Oliver (1997) menyarankan bahwa jumlah tingkat kepuasan tidak seharusnya kurang dari 3 dan lebih dari 10, sedangkan Hayes (1992) mencatat bahwa skala kepuasan lebih dari 5 tidak memberikan tambahan ketepatan. Biasanya konsumen cenderung menurunkan jumlah skala ketika terlalu banyak tingkat pengukuran yang digunakan.
31
Kategori sangat tidak setuju adalah konsumen berpendapat bahwa kinerja atribut Sari Roti belum mampu memenuhi harapan konsumen sebelum pembelian, bahkan sangat jauh dari yang konsumen harapkan. Misalnya, apabila sebelumnya konsumen dipersilahkan untuk menilai tingkat kepentingan, maka pada atribut dan skala yang sama, konsumen memberi skor 4. Kategori tidak setuju adalah konsumen berpendapat bahwa kinerja atribut Sari Roti belum mampu memenuhi harapan konsumen sebelum pembelian, namun hampir mendekati. Misalnya, apabila sebelumnya konsumen dipersilahkan untuk menilai tingkat kepentingan, maka pada atribut dan skala yang sama, konsumen memberi skor 3. Kategori setuju adalah konsumen berpendapat bahwa kinerja atribut Sari Roti sudah memenuhi harapan konsumen dan sesuai dengan apa yang konsumen harapkan sebelum pembelian. Misalnya, apabila sebelumnya konsumen dipersilahkan untuk menilai tingkat kepentingan, maka pada atribut dan skala yang sama, konsumen memberi skor 3. Kategori sangat setuju adalah konsumen berpendapat bahwa kinerja atribut Sari Roti sudah memenuhi harapan konsumen sebelum pembelian, bahkan melebihi. Misalnya, apabila sebelumnya konsumen dipersilahkan untuk menilai tingkat kepentingan, maka pada atribut dan skala yang sama, konsumen memberi skor 3. Kepuasan dapat didekati atau menyediakan bantuan tidak langsung dengan cara menuliskan kembali pernyataan netral untuk mencerminkan definisi kepuasan daripada pernyataan deklaratif. Selanjutnya disebut sebagai indikator. Item-item atau indikator tersebut bagaimanapun masih spesifik dalam kontennya (Hayes 2008). Namun penelitian ini menerapkan pernyataan positif untuk menyamaratakan satuan tingkat jawaban. Pernyataan atau variabel Y12 diperoleh dari proses diskonfirmasi, yaitu melibatkan perhitungan selisih antara kinerja dan harapan. Responden tidak hanya menilai tingkat kinerja atribut Sari Roti, tetapi juga menilai tingkat kepentingan atribut roti secara umum menurut persepsi mereka. Kuesioner bagian tingkat kinerja dan kepentingan disusun secara terpisah dengan catatan tingkat kinerja diposisikan sebelum tingkat kepentingan (Hill et al. 2002). Prosedur SEM Data yang telah terkumpul melalui kuesioner, kemudian diubah ke dalam bentuk tabulasi menggunakan software Microsoft Excel 2013. Selanjutnya tabulasi disimpan dengan format sav (*.sav) sebagai input untuk proses analisis SEM menggunakan software LISREL 8.30 (Linear Structural Relationship). Terdapat tujuh langkah dalam pemodelan SEM (Firdaus et al. 2011), yaitu: 1. Pengembangan model teoritis Pada prinsipnya merupakan pengujian kausalitas secara empiris dari teori yang sudah ada dan digunakan untuk mengonfirmasi model teoritis tersebut. Hubungan kausalitas dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan arti, namun pola hubungan akan menjadi rasional apabila dilandaskan pada suatu teori.
32
2. Pengembangan diagram path atau diagram alur Diagram dibangun berdasarkan pada konstruk untuk menunjukkan hubungan kausalitas. Cara membangun konstruk dengan mencari peubah penjelas yang dapat menjelaskan konstruk tersebut. Konstruk adalah suatu konsep yang dilandaskan pada teori dan berperan sebagai pembatas dalam mendefinisikan pola hubungan. 3. Mengonversi diagram path ke dalam bentuk persamaan Tujuan dari konversi tersebut adalah untuk menyatakan hubungan kausalitas. 4. Menentukan matriks input dan estimasi model Data input SEM merupakan matriks kovarian untuk melakukan pengujian model dari teori yang ada, setara dengan regresi untuk digunakan dalam penjelasan atau prediksi fenomena yang dikaji. 5. Pendugaan koefisien model Terkadang proses pendugaan memberikan hasil yang irasional. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan struktur model dalam menduga hasil yang unik atau setiap koefisien memerlukan model tersendiri atau terpisah dalam pendugaannya. Untuk menanggulangi model tidak teridentifikasi perlu dilakukan penetapan beberapa nilai koefisien pada nilai tertentu (fix coefficient) dan peubah laten yang hanya memiliki satu peubah indikator ditetapkan nilainya (umumnya 1). 6. Evaluasi kriteria goodness of fit SEM tidak mempunyai alat uji statistik tunggal untuk menguji antara model dengan data yang disajikan. Menurut Hair et al. (1998) evaluasi kriteria goodness of fit (indeks kesesuaian) pada model dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu kecocokan keseluruhan model (overall model fit) (Tabel 6), kecocokan model pengukuran (measurement model fit) dan kecocokan model struktural (structural model fit). 7. Interpretasi dan modifikasi model Setelah model diterima, interpretasi dilakukan mengikuti teori yang mendasarinya. Modifikasi hanya boleh dilakukan dengan kehati-hatian dan modifikasi dilakukan jika terdapat perubahan yang signifikan dengan dukungan data empirik. Kecocokan keseluruhan model (overall model fit) Keseluruhan goodness of fit (GOF) dalam SEM tidak dapat dilakukan secara langsung seperti pada teknik multivariat yang lain (multiple regression, discriminant analysis, MANOVA dan lain-lain). SEM tidak mempunyai satu uji statistik terbaik yang dapat menjelaskan “kekuatan” prediksi model. Sebagai gantinya, para peneliti telah mengembangkan beberapa ukuran goodness of fit indices yang dapat digunakan secara bersama-sama atau kombinasi (Wijanto 2008). Secara keseluruhan terdapat tiga jenis ukuran goodness of fit, yaitu absolute fit indices, incremental fit indices dan parsimony fit indices.
33
Tabel 6 Kriteria kecocokan keseluruhan model Goodness of fit Cut-off value GFI > 0.9 RMSEA < 0.08 AGFI > 0.9 NFI > 0.9 CFI > 0.9 IFI > 0.9 RFI > 0.9 AIC < AIC Saturated dan Independence Model
CAIC
< CAIC Saturated dan Independence Model
ECVI
< ECVI Saturated dan Independence Model
PGFI
> 0.6
Sumber: Latan (2013)
Absolute fit indices merupakan jenis goodness of fit yang membandingkan antara fit model secara teoritis dengan data yang dikumpulkan. Absolute fit indices terdiri atas Goodness of Fit Index (GFI), Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). Incremental fit indices atau sering disebut juga comparative fit indices merupakan jenis goodness of fit yang digunakan untuk membandingkan fit model secara teoritis, relatif dengan alternatif baseline model atau sering disebut juga dengan null model. Null model adalah model realistis dimana model-model yang lain harus di atasnya. Incremental fit indices terdiri atas Adjusted Goodness of Fit (AGFI), Normed Fit Index (NFI), Comparative Fit Index (CFI), Incremental Fit Index (IFI), Relative Fit Indices (RFI). Persimonious Fit Indices merupakan ukuran untuk menghubungkan goodness of fit model dengan sejumlah koefisien estimasi yang diperlukan untuk mencapai fit model. Tujuan dasarnya adalah untuk menganalisis apakah fit model telah tercapai dengan over fitting data yang memiliki banyak koefisien. Namun demikian penggunaannya hanya terbatas untuk membandingkan model. Persimonious Fit Indices terdiri atas Akaike’s Information Criterion (AIC) dan Consistent Akaike Information Index (CAIC), Expected Cross Validation Index (ECVI), Parsimonious Goodness of Fit Index (PGFI) (Latan 2013). Kecocokan model pengukuran (measurement model fit) Analisis model pengukuran terdiri dari dua evaluasi yang dilakukan secara terpisah pada setiap model pengukuran atau konstruk, yaitu evaluasi terhadap validitas (validity) dari model pengukuran dan evaluasi terhadap reliabilitas
34
(reliability) dari model pengukuran. Suatu variabel dikatakan valid apabila nilai thitung (t-value) muatan faktor (factor loadings) lebih besar atau sama dengan ttabel (>1.96) pada angka signifikansi sebesar 0.05 (5%) dan nilai muatan faktor standar (standardized factor loadings) lebih besar atau sama dengan 0.50 (Igbaria et al. 1997). Reliabilitas dalam SEM melibatkan perhitugan CR dan VE. CR adalah singkatan dari Composite Reliability Measure (ukuran reliabilitas komposit), sedangkan VE adalah singkatan dari Variance Extracted Measure (ukuran ekstrak varian). Reliabilitas komposit dan ekstrak varian suatu konstruk mengikuti rumus sebagai berikut.
Keterangan : std. loading : muatan faktor standar (standardized factor loadings) 2
ej
: kesalahan pengukuran = 1 – (std. loading)
Apabila nilai CR lebih besar atau sama dengan 0.7 (> 0.7) dan nilai VE lebih besar atau sama dengan 0.5 (> 0.5), maka suatu konstruk dinyatakan mempunyai reliabilitas yang baik (Hair et al. 1998). Reliabilitas konstruk ditentukan oleh sejauh mana pertanyaan mewakili konstruk yang mendasari dan sejauh mana pertanyaan berkaitan dengan konstruksi terkait lainnya. Apabila konstruk reliabel, maka pertanyaan yang digunakan sudah mewakili konstruk yang mendasari dan pertanyaan sudah berkaitan dengan konstruksi terkait lainnya (Grigoroudis dan Siskos 2010). Kecocokan model struktural (structural model fit) Analisis model struktural berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisien-koefisien atau parameter-parameter yang menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel laten yang lain. Evaluasi terhadap model struktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisienkoefisien yang diestimasi. Metode SEM dan software LISREL tidak hanya menyediakan nilai koefisien-koefisien yang diestimasi tetapi juga nilai t-hitung (tvalue) untuk setiap koefisien. Hubungan antara sesama variabel laten dapat dikatakan signifikan apabila nilai t-hitung (t-value) lebih besar dari t-tabel (>1.96) dengan ketentuan tingkat signifikansi lima persen. Setelah diketahui bahwa hubungan diantara variabel laten signifikan, maka selanjutnya menginterpretasikan tanda pada koefisien konstruk tersebut. Koefisien konstruk bisa bertanda positif atau negatif. Tanda positif menunjukkan bahwa kedua variabel berhubungan searah (menguatkan), yakni apabila variabel laten X semakin tinggi maka variabel laten Y akan cenderung semakin tinggi pula, atau sebaliknya. Tanda negatif
35
menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel berlawanan arah (menurunkan), yakni apabila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin rendah, atau sebaliknya. Semakin tinggi nilai koefisien konstruk, berarti semakin kuat pengaruhnya. Bentuk SEM Implementasi SEM pada penelitian ini terdiri dari satu variabel laten endogen, empat variabel laten eksogen dan 24 variabel teramati atau biasa disebut sebagai indikator. Variabel laten endogen adalah kepuasan, sedangkan variabel laten eksogen yaitu product, price, place dan promotion. Variabel product terdiri dari delapan variabel teramati. Variabel price, place dan promotion masingmasing terdiri dari empat indikator. Variabel kepuasan diamati oleh empat indikator. Analisis SEM tersebut merupakan hybrid model atau diartikan sebagai penggabungan antara model pengukuran dan model struktural. Secara keseluruhan hubungan antara dua sub model didasarkan pada teori dan dimodifikasi dari penelitian Rahmati et al. (2013), Park et al. (2013), Sondoh et al. (2007), Rajagopal (2004).
Eksogen (ξ)
Endogen (ε)
Gambar 7 Variabel laten eksogen dan endogen Notasi matematik dari variabel laten eksogen adalah huruf Yunani ξ (“ksi”). Notasi matematik dari variabel laten endogen adalah huruf Yunani ε (“eta”). Simbol diagram lintasan dari variabel laten adalah lingkaran atau elips, sedangkan simbol untuk menunjukkan hubungan kausal adalah anak panah. Variabel laten eksogen digambarkan sebagai lingkaran dengan semua anak panah menuju keluar. Variabel laten endogen digambarkan sebagai lingkaran dengan paling sedikit ada satu anak panah masuk ke lingkaran tersebut, meskipun anak panah yang lain menuju ke luar lingkaran (Gambar 7). Pemberian nama variabel laten pada diagram lintasan bisa mengikuti notasi matematiknya (ksi atau eta) atau sesuai dengan nama dari variabel dalam penelitian (product, price, place, promotion dan satisfaction). Variabel teramati yang berkaitan atau merupakan efek dari variabel laten eksogen (ksi) diberi notasi matematik dengan label X, sedangkan yang berkaitan dengan variabel laten endogen (eta) diberi label Y. Simbol diagram lintasan dari variabel teramati adalah bujur sangkar atau persegi panjang. Pemberian nama variabel teramati pada diagram lintasan bisa mengikuti notasi matematiknya (X atau Y) atau nama atau kode dari pernyataan-pernyataan pada kuesioner. Parameter yang menunjukkan regresi variabel laten endogen pada variabel laten eksogen diberi label dengan huruf Yunani γ (“gamma”). Sedangkan untuk regresi variabel laten endogen pada variabel laten endogen yang lain diberi label huruf Yunani β (“beta”). Subscript (tulisan di bawah garis) koefisien suatu panah dari ξi ke εb ditujukkan oleh γbi.
36
δ11
X11
δ12
X12
δ13
X13
δ14
X14
δ15
X15
δ16
X16
δ17
X17
δ18
X18
δ21
X21
δ22
X22
δ23
X23
δ24
X24
λ X11 λ X12 λ X13 λ X14 λ X15
ξ1
Product
λ X16 λ X17 λ X18 γ1
λ X21 λ X22 λ X23
ξ2
Price γ2
λ X24
ε1
Satisfaction δ31
X31
δ32
X32
δ33
X33
δ34
X34
λ Y12 λ Y13 λ Y14
λ X31 λ X32 λ X33
ξ3
γ3
Y11
ε11
Y12
ε12
Y13
ε13
Y14
ε14
λ Y11
Place
λ X34
γ4 δ41
X41
δ42
X42
δ43
X43
δ44
X44
λ X41 λ X42 λ X43
ξ4
Promotion
λ X44
Gambar 8 Diagram lintas SEM Setiap variabel laten dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari variabel-variabel teramati yang terkait. Muatan-muatan faktor atau factor loadings yang menghubungkan variabel-variabel laten dengan variabel-variabel teramati diberi label dengan huruf Yunani λ (“lambda”). SEM mempunyai dua matrik lambda yang berbeda, yaitu satu matrik pada sisi X dan matrik lainnya pada sisi Y. Notasi λ pada sisi X adalah λX (“lambda X”) sedangkan pada sisi Y adalah λY (“lambda Y”). Kesalahan struktural diberi label dengan huruf Yunani δ (“zeta”). Komponen kesalahan pengukuran yang berkaitan dengan variabel teramati X diberi label dengan huruf Yunani δ (“delta”), sedangkan yang berkaitan dengan variabel Y diberi label dengan huruf Yunani ε (“epsilon”).
37
3. Customer Satisfaction Index (CSI) Customer Satisfaction Index (CSI) adalah suatu skala pengukuran yang menggambarkan tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk (Siagian 2002). Metode pengukuran CSI dihitung melalui teknik pembobotan (weighted CSI) pada setiap indikator yang digunakan untuk menyusun kepuasan. CSI diperoleh dari total kombinasi antara bobot dan persentase kinerja positif (persentase responden yang memberikan skor 3 atau 4) dari masing-masing indikator (Lonial dan Zaim 2000). Perhitungan bobot dilakukan dengan cara membagi hasil perkalian antara muatan faktor dan koefisien konstruk dengan total hasil perkalian tersebut.
Secara deskriptif, hasil perhitungan CSI dapat dikategorikan menjadi beberapa kategori. Pilihan banyak kategori ditentukan secara subjektif, namun pada umumnya jumlah interval mengacu pada skala likert. Tabel 7 Interval nilai CSI dan interpretasi tingkat kepuasan konsumen Interval nilai CSI (%) Interpretasi 0 < CSI < 25 Sangat tidak puas 25 < CSI < 50 Tidak puas 50 < CSI < 75
Puas
75 < CSI < 100
Sangat puas
Sumber: Purwoto (2007); Hague dan Hague (2015)
Definisi Operasional 1. 2.
3. 4.
5. 6.
Konsumen adalah pembeli sekaligus mengonsumsi Sari Roti. Responden adalah konsumen berusia tujuh belas tahun atau lebih dan pernah melakukan pembelian sekaligus mengonsumsi Sari Roti, minimal tiga bulan terakhir. Karakteristik responden adalah gambaran identitas responden yang meliputi jenis kelamin, usia, jumlah sks dan penerimaan setiap bulan. Kondisi roti adalah kualitas sensorik yang terdiri dari rasa, aroma, tekstur dan warna. Rasa adalah kekhasan manisnya roti terhadap indera pengecap. Aroma adalah bau khas pada roti. Tekstur roti adalah serat halus dan keempukan roti. Warna roti adalah kesan mata terhadap kekhasan roti. Ukuran bentuk adalah berat bersih yang menunjukkan satuan dari wujud roti. Desain kemasan adalah layout dan aneka elemen pada bagian terluar yang fungsinya informatif, dengan tujuan untuk membungkus, mewadahi dan
38
7.
8. 9.
10. 11. 12. 13. 14.
15. 16.
17. 18. 19. 20. 21. 22.
melindungi roti dari kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan. Merek adalah identitas produk atau tanda yang berupa gambar, nama, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut dan memiliki daya pembeda terhadap produk sejenis lainnya. Label halal adalah logo sertifikasi halal LPPOM MUI yang mengartikan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari'at Islam. Nilai gizi adalah kandungan zat yang dibutuhkan untuk pemeliharaan kesehatan tubuh, yang dicantumkan pada bagian belakang kemasan, yang terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian pertama memuat keterangan takaran saji dan jumlah sajian per kemasan, bagian kedua menyajikan keterangan tentang kandungan zat gizi (energi, lemak, protein, karbohidrat, natrium, vitamin dan mineral lainnya), bagian ketiga hanya catatan kaki terkait perhitungan persentase AKG berdasarkan energi 2000 kkal dan kebutuhan energi masingmasing orang mungkin berbeda. Variasi jenis adalah macam rasa dan pengelompokkan roti menurut cirinya, seperti roti tawar, manis, sandwich, sobek dan bun. Tanggal kadaluarsa adalah batas jaminan Perusahaan terhadap kondisi roti, yaitu dalam batasan masih aman untuk dikonsumsi. Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk membeli produk. Harga terjangkau adalah harga yang terbayar oleh daya beli. Harga menarik adalah harga tersebut terlihat rendah karena diberikan penawaran tambahan sebagai perangkat motivasi, misalnya dapat kotak makan atau tempat minum, sehingga konsumen memperoleh manfaat lebih dari yang seharusnya. Kualitas roti mencerminkan kinerja atribut pada dimensi produk. Manfaat roti tergantung pada motivasi konsumen sebelum melakukan pembelian, apakah sebagai makanan utama (harus mengenyangkan), makanan pengganti nasi (harus memenuhi asupan karbohidrat), makanan sehat (harus higienis, bergizi, berkecukupan), makanan diet (harus memenuhi kriteria asupan nutrisi seimbang, rendah kalori), makanan ringan (harus mampu menahan lapar) atau makanan bervariasi rasa (harus meredakan stress). Kemudahan menjangkau adalah akses pembelian konsumen terhadap produk tidak memerlukan banyak sumber daya (waktu, biaya, tenaga). Ketersediaan adalah produk tidak pernah kehabisan ketika dibutuhkan kapan saja dan dimana saja. Penjualan 24 jam adalah konsumen difasilitasi waktu pembelian yang lebih fleksibel. Dijajakan adalah produk dijual dengan cara berkeliling menggunakan transportasi. Iklan adalah komunikasi pemasaran melalui berbagai media massa (surat kabar, televisi, radio, majalah, halaman web). Pesan iklan adalah perpaduan antara susunan kata (verbal) dan bukan kata (non verbal) yang mudah diingat oleh konsumen, sifatnya informatif, persuasif dan mengingatkan kembali.
39
23. Paket promo adalah sejumlah produk dan gimmick yang dikemas menjadi satu satuan dalam periode jangka pendek dengan tujuan untuk merangsang ketertarikan konsumen agar membeli produk lebih banyak. 24. Event menarik adalah beragam aktivitas yang diadakan oleh Perusahaan dan berhubungan langsung dengan masyarakat atau sengaja memperlihatkan kepeduliannya agar menghasilkan tanggapan positif dari mereka. 25. Perasaan senang adalah perasaan yang timbul setelah pembelian karena mendapatkan produk sesuai dengan kriteria yang diinginkan. 26. Pemenuhan harapan adalah proses diskonfirmasi antara kinerja dan harapan untuk mengetahui selisih yang diperoleh. 27. Pengalaman baik adalah kesan kolektif atau penghakiman akhir yang dinyatakan setelah mengonsumsi bahwa produk dapat diterima dengan baik dan tidak menyebabkan dampak negatif. 28. Pilihan yang tepat adalah perasaan cocok karena dibandingkan produkproduk sejenis yang sebelumnya pernah dikonsumsi, kinerja produk tersebut lebih baik.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Institut Pertanian Bogor atau biasa disebut IPB merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia. IPB memiliki lima kampus yang tersebar di beberapa lokasi dengan peruntukan khusus, yaitu Kampus IPB Darmaga, Kampus IPB Baranangsiang, Kampus IPB Gunung Gede, Kampus IPB Cilibende dan Kampus IPB Taman Kencana. Kampus IPB Darmaga seluas 267 Ha dijadikan sebagai kantor rektorat dan pusat kegiatan belajar mengajar S1, S2 dan S3. Bagi mahasiswa baru S1 IPB tidak perlu khawatir mencari hunian, karena menjadi suatu kewajiban untuk tinggal di asrama Kampus IPB Darmaga pada tahun pertama. Selain sebagai tempat tinggal, asrama juga sekaligus diperuntukkan sebagai wahana program pembinaan akademik dan multibudaya. Program ini dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa beradaptasi dengan kehidupan kampus, dunia kemahasiswaan dan mengasah kemampuan soft skills, seperti berkomunikasi, berorgansiasi dan memahami kemajemukan. Oleh karena itu, sebutan bagi perkuliahan tahun pertama adalah Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Jumlah mahasiswa TPB IPB angkatan 2015 adalah 3 733 orang. Angka tersebut menyatakan banyaknya mahasiswa baru IPB dari berbagai departemen. Kampus IPB Darmaga terdiri dari sembilan fakultas dan 36 departemen. Sebagian besar kegiatan perkuliahan mahasiswa S1 IPB dilaksanakan di kampus tersebut. Setiap fakultas memiliki perbedaan jumlah departemen. Jumlah total mahasiswa dari setiap fakultas dan departemen terhitung dari angkatan 2012 hingga 2014 adalah 10 834 orang. Jika ditambahkan dengan TPB, maka sejumlah 14 567 orang. Banyaknya sampel yang dianalisis dalam penelitian ini mensyaratkan jumlah minimal lima responden untuk setiap variabel teramati, sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 120 responden, karena melibatkan 24 variabel teramati.
40
Fakultas Pertanian dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 1 294 orang meliputi empat departemen yaitu Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (257 orang), Agronomi dan Hortikultura (519 orang), Proteksi Tanaman (282 orang), Arsitektur Landskap (236 orang). Fakultas Kedokteran Hewan dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 600 orang. Fakultas Perikanan dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 1 264 orang meliputi lima departemen yaitu Budidaya Perairan (257 orang), Manajemen Sumberdaya Perairan (262 orang), Teknologi Hasil Perairan (259 orang), Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (230 orang), Ilmu dan Teknologi Kelautan (256 orang). Fakultas Peternakan dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 611 orang meliputi dua departemen yaitu Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (316 orang), Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (295 orang). Fakultas Kehutanan dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 1 145 orang meliputi empat departemen yaitu Manajemen Hutan (307 orang), Hasil Hutan (251 orang), Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (331 orang), Silvikultur (256 orang). Fakultas Teknologi Pertanian dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 1 293 orang meliputi empat departemen yaitu Teknik Pertanian (321 orang), Ilmu dan Teknologi Pangan (380 orang), Teknologi Industri Pertanian (361 orang), Teknik Sipil dan Lingkungan (231 orang). Fakultas Matematika dan IPA dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 2 000 orang meliputi delapan departemen yaitu Statistik (239 orang), Geofisika dan Meteorologi (212 orang), Biologi (302 orang), Kimia (296 orang), Matematika (201 orang), Ilmu Komputer (298 orang), Fisika (203 orang), Biokimia (249 orang). Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 1 565 orang meliputi lima departemen yaitu Ilmu Ekonomi (255 orang), Manajemen (363 orang), Agribisnis (388 orang), Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (307 orang), Ekonomi Syariah (252 orang). Fakultas Ekologi Manusia dengan total jumlah mahasiswa angkatan 2012 hingga 2014 sebanyak 1 062 orang meliputi tiga departemen yaitu Gizi Masyarakat (365 orang), Ilmu Keluarga dan Konsumen (264 orang), Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (433 orang). Mahasiswa S1 IPB seringkali disibukkan dengan kegiatan organisasi intra kampus (organisasi dalam kampus), seperti himpunan, Badan Eksekutif Mahasiswa, Unit Kegiatan Mahasiswa dan lainnya. Selain itu, ada juga organisasi ekstra kampus (organisasi di luar kampus), seperti Organisasi Mahasiswa Daerah, perkumpulan remaja masjid, perkumpulan mahasiswa berskala nasional dan lainnya. Organisasi tersebut memiliki visi dan misi yang jelas sehingga mahasiswa tertarik untuk bergabung dalam salah satu atau beberapa organisasi. Tidak hanya itu saja, berdasarkan observasi, banyak mahasiswa S1 IPB yang berminat dalam mengikuti kegiatan pengembangan diri seperti latihan kepemimpinan, pelatihan penulisan, klub olahraga, klub musik dan lainnya. Hal tersebut mendorong Direktorat Kemahasiswaan IPB untuk mengadakan Latihan Kepemimpinan dan Manajeman Mahasiswa (LKMM) setiap tahun dan sudah rutin dilaksanakan. Keanekaragaman pilihan kegiatan kampus mampu membuat tingkat kesibukan mahasiswa menjadi berbeda-beda. Tingkatan tersebut sesuai dengan fakultas, jurusan atau departemen, minat dan pilihan organisasi. Namun
41
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa S1 IPB akan sibuk dalam melewati masa-masa kuliah karena kesibukan mereka bukan sepenuhnya didasari oleh kegiatan kampus. Penyebab adanya perbedaan kesibukan antar mahasiswa adalah jadwal kuliah, responsi dan praktikum di IPB yang mengharuskan banyaknya tugas untuk dikerjakan sehingga memang benar apabila mahasiswa IPB dikatakan ulet. Karakteristik Responden Karakteristik mahasiswa sebagai konsumen Sari Roti sekaligus responden dalam penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia, jumlah sks dan penerimaan. Jumlah konsumen terpilih mengacu pada kriteria minimal responden. Karakteristik responden disajikan dalam bentuk persentase terhadap total jawaban seluruh responden, seperti ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran karakteristik responden Jumlah responden
Karakteristik Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Beban kredit semester (sks) 12-18 19-25 Penerimaan 500 000 < x < 1 875 000 1 875 000 < x < 3 250 000 3 250 000 < x < 4 625 000 4 625 000 < x < 6 000 000
Persentase (%)
51 69
42.5 57.5
9 111
7.5 92.5
109 9 1 1
90.8 7.5 0.8 0.8
Proporsi jenis kelamin dalam pemilihan responden tidak sama, yaitu jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki. Hal ini sejalan dengan penemuan Indrawijaya (2012), Shaari et al. (2013), Septiyaningsih et al. (2016), yaitu perempuan mendominasi pembelian roti. Jumlah perempuan sebanyak 64 persen dan sisanya 36 persen adalah laki-laki. Biasanya perempuan memiliki beberapa kriteria ketika akan mengonsumsi produk, khususnya roti. Perempuan cenderung mengatur pola makannya agar bentuk tubuhnya tetap ideal. Menurut Östman et al. (2006) pola makan wanita sudah direncanakan karena mereka ingin membatasi toleransi glukosa. Serat makanan pada roti atau meningkatkan asupan gandum berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa. Persepsi kesehatan perempuan berkaitan dengan makanan, yaitu pandangan yang mendominasi adalah takut gemuk. Beberapa dari mereka tidak makan sesuai dengan rekomendasi angka kecukupan gizi (Gustafsson dan Sidenvall 2002). Laki-laki pada umumnya membutuhkan asupan energi lebih banyak, sehingga makan roti saja tidak cukup dan memilih alternatif makanan yang banyak mengandung karbohidrat seperti nasi. Bagi wanita, roti dianggap sebagai makanan yang umum untuk dikonsumsi, sedangkan pria menganggap roti sebagai makanan
42
yang konsumsinya tergantung pada kesukaan masing-masing individu (Dean et al. 2007). Keseluruhan responden berusia diantara 17 hingga 21 tahun. Usia tersebut dikategorikan dalam periode remaja akhir (Hurlock 2004). Remaja akhir telah memasuki masa yang lebih kompeten untuk mengambil keputusan dibandingkan remaja yang berumur lebih muda, namun tingkat kematangan berpikirnya belum mencapai tahap dewasa. Remaja akhir juga telah mendapatkan hak dari orang tua untuk menentukan pilihan (Dariyo 2004). Tidak ada batasan usia untuk mengonsumsi roti karena segmentasi pasar terdiri dari anak-anak sampai orang tua berumur 45 tahun ke atas. Menurut hasil penelitian Silayoi dan Speece (2007), Righteous (2010), Shaari et al. (2013), usia yang mendominasi pembelian roti berkisar antara 16 hingga 24 tahun dan pekerjaan mereka adalah pelajar atau mahasiswa (Septiyaningsih et al. 2016). Righteous (2010), Shaari et al. (2013), Adepoju dan Oyewole (2013) menemukan bahwa mayoritas konsumen roti memiliki pendidikan formal di universitas, yaitu berstatus mahasiswa strata-1. Kesibukan para konsumen tersebut lebih dari enam jam, bahkan sampai sepuluh jam. Fakta ini menguatkan isu tentang pengaruh pendidikan terhadap gaya hidup seseorang. Perbedaan beban kredit semester tentu saja memengaruhi tingkat kesibukan mahasiswa. Beban studi minimum adalah 12 sks per semester. Mahasiswa dapat mengambil beban studi kurang dari 12 sks apabila memiliki alasan yang sah atau sisa beban studinya kurang dari 12 sks. Ketentuan ini menunjukkan bahwa beban studi kurang dari 12 sks adalah sangat minimum, sedangkan beban studi lebih dari 12 sks adalah minimum atau setengah beban, sehingga pengelompokkan beban studi pada penelitian ini terdiri atas minimum dan maximum atau beban penuh. Persentase tertinggi sebesar 92.5 persen menunjukkan bahwa mahasiswa berada diantara 19 hingga 25 sks. Ketika beban tugas mereka semakin mengurangi waktu untuk sarapan, makan siang atau makan malam, maka alternatif lain yang dimungkinkan adalah pembelian Sari Roti akan lebih tinggi. Mahasiswa merupakan segmen konsumen yang didorong oleh persepsi bahwa mereka tidak memiliki cukup waktu untuk membeli dan menyiapkan makanan (Silayoi dan Speece 2007). Tren di seluruh dunia juga menunjukkan bahwa pemuda modern kelompok konsumen kelas menengah perkotaan menghadapi peningkatan tekanan waktu (Warde 1999, Underwood 2003). Distribusi data penerimaan pada penelitian ini mengikuti pedoman statistika karena tidak ada pengelompokkan penerimaan yang baku. Kelas interval yang digunakan berasal dari rumus selisih antara penerimaan tertinggi dan penerimaan terendah, kemudian dibagi banyaknya kelas. Interpretasi masingmasing kelas berurutan mulai dari penerimaan terendah hingga tertinggi, yaitu sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Sebagian besar konsumen mempunyai penerimaan diantara Rp 500 000 hingga 1 875 000. Indrawijaya (2012), Righteous (2010), Shaari et al. (2013), Adepoju dan Oyewole (2013), Canway et al. (2014) juga mendapatkan hasil yang sama, pendapatan konsumen roti termasuk dalam kategori rendah. Demografi pada penelitian ini sengaja disusun sedemikian untuk selanjutnya mempelajari proses keputusan pembelian roti generasi Y sebagai bagian dari tren yang sedang berkembang, sekaligus mengevaluasi apakah harga
43
dan bauran pemasaran lainnya memengaruhi kepuasan konsumen secara keseluruhan, seperti penelitian Lockie et al. (2004). Proses Keputusan Pembelian Tahap proses memfokuskan pada cara konsumen mengambil keputusan (Schiffman dan Kanuk 2008). Berbagai faktor psikologis (motivasi, persepsi, pengetahuan, kepribadian dan sikap) memengaruhi konsumen sebagai individu terhadap pengenalan kebutuhan, pencarian informasi sebelum pembelian dan evaluasi berbagai alternatif. Setelah melewati tiga tahap tersebut, konsumen memutuskan untuk membeli merek apa, kapan dan dimana. Evaluasi produk pasca pembelian, secara langsung memberikan pengalaman kepada konsumen dalam tahap proses. Engel et al. (1994), Kotler dan Keller (2009) dan Setiadi (2010) mengelompokkan proses keputusan pembelian ke dalam lima tahap yang pada intinya sama, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan evaluasi pasca pembelian. Sedangkan Sumarwan (2011) menggabungkan antara tahap pembelian dan pasca pembelian menjadi satu tahap. Pengenalan Kebutuhan Proses keputusan pembelian berawal dari pengenalan kebutuhan. Individu menyadari suatu perbedaan antara keadaan sebenarnya dan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri individu atau dari luar (Kotler dan Keller 2009). Beberapa faktor yang memengaruhi pengaktifan kebutuhan (need activation) terdiri dari waktu, perubahan situasi, pemilikan produk, konsumsi produk, perbedaan individu dan pengaruh pemasaran (Engel et al. 1994). Sebagian besar responden (46.6%) membeli Sari Roti berawal dari motivasi untuk memenuhi kebutuhan sebagai makanan pengganti nasi. Selain itu, 42.5 persen responden hanya didorong oleh keinginan mencari makanan ringan, 6.7 persen responden diawali oleh keinginan mencari makanan bervariasi rasa dan sisanya 4.2 persen mengaku didasari oleh kebutuhan untuk memenuhi makanan sehat. Tabel 9 Sebaran motivasi konsumen sebelum melakukan pembelian Sari Roti Jumlah Persentase Motivasi melakukan pembelian responden (%) Memenuhi kebutuhan sebagai makanan utama 0 0 Memenuhi kebutuhan sebagai makanan 56 46.6 pengganti nasi Memenuhi kebutuhan sebagai makanan sehat 5 4.2 Memenuhi kebutuhan sebagai makanan diet 0 0 Memenuhi keinginan sebagai makanan ringan 51 42.5 Memenuhi keinginan sebagai makanan 8 6.7 bervariasi rasa Total 120 100
44
Sari Roti tidak dijadikan kebutuhan sebagai makanan utama dan tidak juga sebagai makanan diet. Sebaran pada Tabel 9 menyiratkan bahwa roti bukan makanan pokok bagi konsumen, melainkan hanya substitusi saja. Konsumsi roti dipertimbangkan karena menyubstitusi sumber karbohidrat (Indrawijaya 2012, Poh et al. 2013). Selain itu, alasan lain konsumen membeli roti adalah sarapan (Sumarwan 2014). Konsumen pada penelitian ini adalah kaum muda berusia 17 hingga 21 tahun, statusnya mahasiswa S1 dan tingkat kesibukannya berada diantara 19 hingga 25 sks. Pembelian roti di pagi hari sengaja dilakukan untuk menyesuaikan waktu sarapan dengan kesibukan mereka. Roti termasuk makanan praktis, sehingga tidak perlu banyak waktu ketika mengonsumsinya dan cocok dikonsumsi oleh remaja yang menghadapi peningkatan tekanan waktu. Pencarian Informasi Pencarian informasi terdiri dari pencarian internal dan eksternal. Konsumen akan berusaha mengingat semua produk dan merek apabila melalui proses pencarian informasi secara internal. Pencarian eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek, pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen (Sumarwan 2011). Responden yang mencari informasi secara internal melalui pengalaman konsumsi hanya 11.7 persen dan sisanya melewati pencarian eksternal (Tabel 10). Tabel 10 Sebaran sumber yang memberikan informasi tentang Sari Roti kepada konsumen Sumber informasi Jumlah responden Persentase (%) Anggota keluarga 16 13.3 Teman 9 7.5 Iklan 42 35.0 Top Brand Index 3 2.5 Pengalaman 14 11.7 Tempat pembelian 36 30.0 Total 120 100 Iklan sebagai sumber informasi tentang produk diproses oleh 35 persen responden. Begitu konsumen mengenali suatu kebutuhan, mereka biasanya menjadi lebih mau menerima iklan yang sebelumnya diabaikan. Iklan kemudian sering dikonsultasikan untuk tujuan mendapatkan informasi (Engel et al. 1995). Iklan harus menyajikan informasi nyata mengenai karakteristik produk (Engel et al. 1994). Komunikasi pemasaran penting untuk memperkenalkan pengetahuan tentang suatu merek. Efektivitas komunikasi dipengaruhi oleh pengulangan iklan (Campbell dan Keller 2003). Iklan sengaja ditujukan untuk khalayak dan menjangkau konsumen, maka dari itu iklan ditampilkan di berbagai media. Iklan memuat informasi yang jelas dan ringkas, bahkan medianya memiliki kekuatan verbal, suara dan visual. Peran tempat pembelian juga memberikan pengetahuan bagi 30 persen responden. Keluarga ikut serta menginformasi Sari Roti kepada 13.3 persen
45
responden. Responden yang melalui proses bertanya/berdiskusi/berkomunikasi dengan teman sebanyak 7.5 persen dan yang mengetahui dari TBI sebanyak 2.5 persen. Secara umum konsumen menerima informasi terbanyak tentang suatu produk dari sumber-sumber komersial (iklan, wiraniaga, toko, display), yaitu sumber-sumber yang didominasi oleh para pemasar. Akan tetapi informasi paling efektif berasal dari sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan). Sumber komersial umumnya melaksanakan fungsi informatif, sedangkan sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi dan atau evaluasi (Kotler dan Armstrong 2008). Evaluasi Alternatif Selanjutnya konsumen harus melakukan penilaian atau evaluasi terhadap beberapa alternatif dan menentukan pilihannya. Penilaian ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh sumber daya konsumen yang terdiri atas uang, waktu dan perhatian. Sumber daya lain, seperti energi mungkin diperlukan untuk berbelanja dan konsumsi, tetapi uang, waktu dan perhatian adalah yang utama (Sumarwan 2011). Tabel 11 Sebaran kriteria evaluasi utama bagi konsumen sebelum memutuskan pembelian Sari Roti Kriteria evaluasi utama Jumlah responden Persentase (%) Kondisi roti 69 57.5 Ukuran bentuk roti 4 3.3 Desain kemasan 1 0.8 Merek 4 3.3 Label halal 4 3.3 Informasi nilai gizi 5 4.2 Variasi jenis roti 26 21.7 Tanggal kadaluarsa 5 4.2 Harga 2 1.7 Kemudahan mendapatkan 0 0 Keunikan promosi 0 0 Total 120 100 Kriteria evaluasi yang dianggap penting oleh 57.5 persen responden adalah kondisi roti atau karakteristik sensori dari produk pangan tersebut. Hasil ini sejalan dengan penemuan Canway et al. (2014), Iswanti et al. (2014), yaitu kondisi roti berada di urutan paling atas dalam tingkat kepentingan konsumen. Pangan berkaitan langsung dengan panca indera ketika dikonsumsi. Atribut sensori sangat penting dalam industri pangan karena menentukan apakah produk dapat dijual atau tidak. Variasi jenis roti juga berperan penting ketika 21.7 persen responden mencoba untuk mengevaluasi pilihan alternatif. Atribut lain yang masih ikut dipertimbangkan antara lain informasi nilai gizi oleh 4.2 persen responden, tanggal kadaluarsa oleh 4.2 persen responden, ukuran bentuk roti oleh 3.3 persen
46
responden, label halal oleh 3.3 persen responden, merek oleh 3.3 persen responden, harga oleh 1.7 persen responden dan kriteria desain kemasan dievaluasi oleh 0.8 persen responden. Keputusan Pembelian Peran unit pengambil keputusan terdiri atas inisiator, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli dan pemakai. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu yang membuat pilihan untuk konsumsi pribadinya. Individu bersangkutan umumnya akan menjalankan semua peranan, walaupun selalu akan ada berbagai jenis pengaruh dari teman dan pihak lain (Engel et al. 1994). Keputusan konsumen berkaitan dengan rencana pembelian, waktu pembelian, tempat pembelian, alasan memilih tempat pembelian, jenis produk, frekuensi pembelian, frekuensi konsumsi dan nilai pembelian. Tabel 12 Sebaran rencana pembelian Sari Roti Rencana pembelian Jumlah responden Persentase (%) Terencana 10 8.3 Tidak terencana 35 29.2 Tergantung situasi 75 62.5 Total 120 100 Pembelian produk yang dilakukan konsumen digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu pembelian terencana, tidak terencana dan tergantung situasi (Engel et al. 1995). Pembelian sebagian besar responden (62.5%) adalah tergantung situasi. Maksud dari tergantung situasi adalah pembelian separuh terencana. Konsumen sudah mengetahui ingin membeli roti sebelum masuk ke dalam toko, namun mereka belum mengetahui secara pasti merek apa yang akan dibelinya, hingga akhirnya mereka memperoleh informasi dari iklan atau display di tempat pembelian. Penempatan dan penampilan produk di dalam toko dapat mendorong perhatian dan minat konsumen dengan cara menggunakan warna-warna, lampulampu dan aksesori lainnya. Selain itu juga mampu mendorong keinginan untuk membeli produk melalui daya tarik penglihatan. Pembelian terencana diawali oleh niat dan keputusan pilihan merek. Pembelian tidak terencana dirujuk sebagai pembelian berdasarkan impuls (Engel et al. 1995). Verplanken dan Herabadi (2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat atau tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik pikiran dan dorongan emosional. Namun Solomon dan Rabolt (2009) menyatakan bahwa tidak sepenuhnya impulse buying disebut irasional, karena pembelian impulsif seringkali didasarkan pada kebutuhan. Pembelian terencana hanya dilakukan oleh 8.3 persen responden, sedangkan 29.2 persen responden melakukan pembelian tidak terencana. Sebagian besar responden (51.6%) melakukan pembelian di hari kerja pada pagi hari. Selain hari kerja, mereka juga membeli di hari libur. Namun hanya dilakukan oleh 20 persen responden. Pembelian sore dan malam pada hari kerja
47
memperoleh persentase yang sama, yaitu 6.7 persen, sedangkan pembelian siang hari hanya dilakukan oleh 5 persen. Berbeda dengan hari libur, pembelian pada waktu siang, sore dan malam hari berturut-turut dipilih oleh 2.5 persen, 5 persen dan 2.5 persen responden. Tabel 13 Sebaran waktu pembelian Sari Roti Waktu pembelian Jumlah responden Persentase (%) Hari kerja (pagi) 62 51.6 Hari kerja (siang) 6 5.0 Hari kerja (sore) 8 6.7 Hari kerja (malam) 8 6.7 Hari libur (pagi) 24 20.0 Hari libur (siang) 3 2.5 Hari libur (sore) 6 5.0 Hari libur (malam) 3 2.5 Total 120 100 Sebaran pada Tabel 13 mengungkapkan bahwa Sari Roti lebih dibutuhkan pada pagi hari. Konsumen membeli roti sebagai menu sarapan (Sumarwan 2014). Biasanya mahasiswa terburu-buru saat akan mengikuti perkuliahan. Alasannya mereka tidak punya cukup waktu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, sedangkan mereka juga butuh sarapan. Roti sebagai pengganti nasi sekaligus penyedia karbohidrat dapat mengatasi rasa lapar, meningkatkan semangat dan konsentrasi mahasiswa. Tabel 14 Sebaran tempat pembelian Sari Roti Tempat pembelian Jumlah responden Persentase (%) Warung/toko kelontong/convenience store 21 17.5 Minimarket 83 69.2 Supermarket/pasar swalayan 12 10.0 Penjaja keliling 4 3.3 Total 120 100 Tempat favorit membeli Sari Roti adalah minimarket (69.2%). Minimarket yang menjadi tempat favorit pembelian roti terdiri atas Indomaret, Afamart dan Alfamidi (Sumarwan 2014). Pembelian juga dilakukan di warung atau toko kelontong oleh 17.5 persen responden. Selain di dua tempat tersebut, 10 persen responden memilih supermarket dan 3.3 persen membeli di penjaja keliling. Kebanyakan konsumen sengaja memilih minimarket dibandingkan penjual keliling atau toko roti dan kue, karena seiring berjalannya waktu semakin mudah dijangkau dan menyediakan fasilitas seperti supermarket (Righteous 2010). Minimarket juga menyediakan kenyamanan, kebersihan dan pencahayaan yang terang dibandingkan toko kelontong.
48
Tabel 15 Sebaran alasan memilih tempat pembelian Alasan memilih tempat pembelian Jumlah responden Persentase (%) Bersih dan rapi 31 25.8 Sekalian membeli yang lain 6 5.0 Praktis 12 10.0 Dekat dengan tempat tinggal 57 47.5 Banyak pilihan (variasi jenis) 9 7.5 Selalu tersedia 3 2.5 Fresh product 2 1.7 Total 120 100 Responden memilih tempat pembelian berdasarkan alasan dekat dengan tempat tinggal (47.5%). Bahkan penemuan Sumarwan (2014) mengungkapkan bahwa konsumen memilih tempat pembelian roti yang berjarak kurang dari 500 meter. Produk yang semakin dekat dengan konsumen diharapkan semakin mudah terjual. Roti adalah kelompok makanan tidak tahan lama, sehingga melalui peritel, produk tersebut akan cepat sampai ke konsumen. Kebersihan dan kerapihan juga menjadi alasan mereka dalam menentukan tempat pembelian (25.8%). Alasan lain adalah praktis menurut 10 persen responden, banyak pilihan variasi jenis menurut 7.5 persen responden, sekaligus membeli yang lain menurut 5 persen responden, ketersediaan terjamin menurut 2.5 persen responden dan fresh product menurut 1.7 persen responden. Tabel 16 Sebaran jenis Sari Roti yang dibeli konsumen Jenis roti Jumlah responden Persentase (%) Roti tawar 28 23.4 Roti sandwich 54 45.0 Roti sobek 22 18.3 Roti isi 15 12.5 Roti krim 1 0.8 Total 120 100 Jenis roti yang sering dibeli oleh responden adalah roti sandwich (45%). Roti favorit konsumen menurut hasil penelitian Sumarwan (2014) adalah roti tawar dan roti manis isi, sedangkan roti sandwich adalah kombinasi dari keduanya. Roti ini adalah perpaduan dari roti tawar dan isi, sehingga konsumen tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bahan isi. Bentuk roti kotak, tipis dan menyediakan bervariasi rasa. Jumlah sajian per kemasan hanya untuk satu orang. Usia 17 hingga 25 tahun menyatakan ketertarikannya untuk mencoba variasi baru produk-produk bakery (Poh et al. 2013). Roti tawar dipilih oleh 23.4 persen responden, roti sobek dibeli oleh 18.3 persen responden, roti isi dipilih oleh 12.5 persen responden dan roti krim dibeli oleh 0.8 persen responden. Sebaran pada Tabel 16 menyiratkan bahwa konsumen individu lebih memilih untuk membeli porsi roti perorangan, karena apabila mereka membeli roti tawar, sedangkan roti bukan kebutuhan sebagai makanan
49
utama, maka tidak ada jaminan kondisi roti ketika kemasan sudah dibuka dan hal tersebut tidak efisien. Tabel 17 Sebaran frekuensi pembelian Sari Roti Frekuensi pembelian Jumlah responden Persentase (%) 1x dalam dua minggu 31 25.8 1-2x dalam satu minggu 78 65.1 > 3x dalam satu minggu 11 9.1 Total 120 100 Pembelian adalah memiliki atau memperoleh barang atau jasa melalui pembayaran. Frekuensi pembelian Sari Roti yang mendominasi jawaban responden adalah 1-2x dalam satu minggu (65.1%). Sumarwan (2014) juga menemukan hasil serupa pada penelitiannya tentang perilaku konsumsi bakery di wilayah perkotaan. Pembelian konsumen tidak bisa dipaksakan, karena dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. Meskipun perusahaan berperan dalam memengaruhi pembelian konsumen melalui usaha pemasaran yang disampaikan oleh promosi, tetap saja konsumen mempertimbangkan banyak faktor. Roti hanya dipandang sebagai pengganti nasi, sehingga pembeliannya dilakukan pada saat tertentu ketika konsumen memang benar membutuhkannya. Responden sebanyak 25.8 persen melakukan pembelian satu kali diantara dua minggu dan 9.1 persen membeli lebih dari atau sama dengan tiga kali dalam satu minggu. Tabel 18 Sebaran frekuensi konsumsi Sari Roti Frekuensi konsumsi Jumlah responden Persentase (%) 1-2x dalam dua minggu 31 25.8 1-2x dalam satu minggu 64 53.3 3-4x dalam satu minggu 23 19.2 5-6x dalam satu minggu 2 1.7 Total 120 100 Setelah konsumen membeli atau memperoleh produk, biasanya akan diikuti oleh proses konsumsi atau penggunaan produk. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dikonsumsi (Sumarwan 2011). Pola konsumsi Sari Roti pada responden tergolong jarang, yaitu 1-2x dalam satu minggu (53.3%), sedangkan konsumsi 1-2x dalam dua minggu dilakukan oleh 25.8 persen responden. Masyarakat Indonesia masih menganut pandangan belum makan jika belum makan nasi. Pengganti nasi bukan saja roti, tetapi juga kue atau susu yang sifatnya praktis, cepat saji, berenergi dan menyehatkan. Konsumsi roti tidak menjadi keharusan ketika konsumen terburu-buru dan membutuhkan pangan instan. Perubahan pola makan dan kebiasaan memengaruhi frekuensi konsumsi roti. Konsumsi lebih dari 2x dalam satu minggu termasuk kategori sering. Responden yang sering mengonsumsi Sari Roti sebanyak 19.2 persen, sedangkan
50
konsumsi 5-6x dalam satu minggu atau dikategorikan sebagai sangat sering dilakukan oleh 1.7 persen responden. Tabel 19 Sebaran nilai pembelian Sari Roti Nilai pembelian Jumlah responden Persentase (%) 2 000 < x < 15 000 99 82.5 15 000 < x < 28 000 12 10.0 28 000 < x < 41 000 5 4.2 41 000 < x < 54 000 4 3.3 Total 120 100 Mayoritas pengeluaran responden untuk pembelian Sari Roti berada diantara nilai lebih dari 2 000 rupiah hingga kurang dari 15 000 rupiah dalam satu minggu (82.5%). Penelitian Sumarwan (2014) menemukan bahwa rata-rata belanja roti konsumen kurang dari 25 000 rupiah dalam satu minggu. Nilai pembelian Sari Roti diantara lebih dari 15 000 rupiah hingga kurang dari 28 000 rupiah dibelanjakan oleh 10 persen responden, sedangkan 4.2 persen responden mengeluarkan uang senilai lebih dari 28 000 rupiah hingga kurang dari 41 000 rupiah. Nilai pembelian tertinggi hanya dibelanjakan oleh 3.3 persen responden, yaitu diantara lebih dari 41 000 rupiah hingga kurang dari 54 000 rupiah. Nilai pembelian berkaitan dengan frekuensi pembelian. Semakin sering membeli, maka semakin tinggi nilai pembeliannya. Namun pembelian hanya didasarkan pada pertanyaan berapa kali membeli, sedangkan nilai menyatakan berapa banyak satuan belinya. Belum tentu konsumen yang jarang membeli nilai pembeliannya ikut rendah. Nilai yang rendah dapat disebabkan oleh konsumsi pribadi, seperti pada penelitian ini. Jumlah pembelian roti konsumen individu sangat rendah, tetapi rutin dilakukan. Evaluasi Pasca Pembelian Proses keputusan tidak berhenti begitu pembelian dilaksanakan. Evaluasi lebih jauh terjadi dalam bentuk membandingkan kinerja produk dan menghasilkan kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan akan mendorong pembelian selanjutnya. Keberhasilan pemasaran tidak hanya dinilai dari seberapa banyak konsumen yang diperoleh, tetapi bagaimana caranya untuk mempertahankan konsumen tersebut.
Kepuasan Ya Tidak Total
Tabel 20 Sebaran kepuasan konsumen Jumlah responden 112 8 120
Persentase (%) 93.3 6.7 100
Secara subyektif atau langsung, 93.3 persen responden merasa puas. Sisanya sebanyak 6.7 persen merasa tidak puas. Persaingan bisnis dapat
51
menyebabkan kepuasan konsumen berubah. Konsep ini Perusahaan untuk terus melakukan perbaikan pada produknya.
mengharuskan
Tabel 21 Sebaran keinginan konsumen untuk membeli ulang Sari Roti Minat pembelian ulang Jumlah responden Persentase (%) Sangat berminat 24 20 Berminat 96 80 Tidak berminat 0 0 Sangat tidak berminat 0 0 Total 120 100 Sebagian besar responden (80%) menyatakan berminat untuk membeli ulang Sari Roti, sedangkan 20 persen responden sangat berminat. Apabila konsumen sudah menerima keseluruhan kualitas atau keunggulan produk, maka mereka bersedia langganan (Righteous 2010). Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) alasan konsumen tidak bersedia membeli ulang merek adalah ketidakpuasan terhadap produk, kecenderungan mencari variasi, penawaran produk baru yang terus-menerus tersedia dan meningkatnya perhatian terhadap harga. Tabel 22 Sebaran tindakan konsumen apabila variasi jenis Sari Roti yang dicari tidak tersedia Tindakan apabila variasi jenis yang dicari tidak Jumlah Persentase tersedia responden (%) Membeli Sari Roti variasi/jenis lain 72 60.0 Mencari ke warung/toko/penjual lain 6 5.0 Tidak jadi membeli/menunda pembelian 21 17.5 Membeli roti merek lain 18 15.0 Membeli produk substitusi (mi, sereal atau yang 3 2.5 lainnya) Total 120 100 Apabila variasi jenis yang dicari tidak tersedia, maka 60 persen responden tetap pada pilihan merek Sari Roti, namun membeli variasi jenis yang lain. Alternatif tindakan seperti menunda pembelian dilakukan oleh 17.5 persen responden, 15 persen responden memilih untuk membeli roti merek lain, mencari ke toko lain dilakukan oleh 5 persen responden dan sisanya sebanyak 2.5 persen membeli produk substitusi. Sebaran pada Tabel 22 menyiratkan bahwa sebagian besar responden (82.5%) setia dengan merek Sari Roti. Kesetiaan mereka terhadap Sari Roti diwujudkan melalui tindakan membeli Sari Roti variasi/jenis lain apabila yang dicari sedang tidak ada pada saat dibutuhkan atau mencari ke warung/toko/penjual lain bahkan menunda pembelian (Sumarwan 2011). Tindakan membeli Sari Roti variasi/jenis lain adalah wujud pembelian silang sebagai dampak dari kepuasan dan kepercayaan. Konsumen yang mencari ke warung/toko/penjual lain mencirikan tidak malas dalam berusaha mendapatkan
52
merek. Menunda pembelian mengindikasikan bahwa konsumen tersebut tetap pada komitmennya. Responden yang tidak setia dengan merek Sari Roti sebanyak 17.5 persen. Mereka dinyatakan tidak setia karena membeli roti merek lain atau produk substitusi lainnya (Sumarwan 2011). Tabel 23 Sebaran tindakan konsumen apabila Sari Roti mengalami kenaikan harga Tindakan apabila Sari Roti mengalami kenaikan Jumlah Persentase harga responden (%) Tetap membeli seperti biasanya 14 11.7 Tetap membeli, namun mengurangi kuantitas 71 59.2 Tidak jadi membeli, namun mempertimbangkan 20 16.6 ulang Membeli roti merek lain yang lebih murah 15 12.5 Total 120 100 Apabila harga Sari Roti meningkat, maka tindakan 59.2 persen responden adalah mengurangi jumlah pembelian. Berdasarkan temuan Oviahon et al. (2011), harga menentukan banyaknya jumlah pembelian konsumen untuk produk makanan, termasuk roti. Jika harga mengalami kenaikan, maka konsumen mengurangi pembeliannya, tergantung jenis elastisitas harga dari makanan yang akan dikonsumsi. Namun ada juga yang tidak jadi membeli, yaitu sebanyak 16.6 persen responden dan 12.5 persen responden memilih untuk membeli roti merek lain yang lebih murah. Pembelian seperti biasa hanya dilakukan oleh 11.7 persen responden. Konsumen merasa harga roti masih penting untuk dipertimbangkan karena penerimaan mereka berada di kategori rendah, sehingga konsumen tersebut harus mampu mengalokasikan sumber daya uang dengan bijak. Kebutuhan pangan pengganti nasi tidak harus selalu dipenuhi oleh Sari Roti. Seperti ditunjukkan Tabel 23, mayoritas responden (87.5 %) setia dengan merek Sari Roti, meskipun tingkat kesetiaan mereka berbeda-beda, bahkan diantaranya masih ragu untuk berpindah merek. Namun Perusahaan perlu berhati-hati dalam menaikkan harga dan mengukur batas penerimaan konsumen terhadap peningkatan tersebut. Apabila roti merek lain memberikan potongan harga, 45.8 persen responden beralih ke roti merek lain tersebut, namun pembeliannya hanya pada saat itu saja. Menurut Sumarwan (2014), konsumen roti lebih menyukai promosi dalam bentuk diskon atau potongan harga daripada promo buy 1 get 1. Mereka bersedia pindah ke merek lain di saat merek tersebut memberikan potongan harga, tetapi pembelian hanya selama periode berlangsung. Berbeda dengan 3.3 persen responden yang lain, potongan harga mendorong mereka untuk membeli lebih banyak. Persentase responden sebanyak 49.1 persen memilih untuk mencoba merek lain. Rasa penasaran dan keterbatasan anggaran sangat memengaruhi mereka untuk menentukan pilihan-pilihan terjangkau dan lebih murah dari segi biaya dibandingkan produk sejenis lainnya. Jenis konsumen seperti ini disebut
53
switcher, karena mereka sensitif terhadap harga dan selalu memperhatikan harga dalam melakukan pembelian (Aaker 2009). Wajar konsumen pindah merek, karena merek roti di pasaran cukup banyak dan pangan instan pengganti nasi lainnya juga tersedia di ritel modern maupun tradisional. Tabel 24 Sebaran tindakan konsumen apabila roti merek lain memberikan potongan harga Tindakan apabila roti merek lain memberikan Jumlah Persentase potongan harga responden (%) Tidak beralih dan tetap membeli Sari Roti 19 15.9 Tidak terpengaruh, namun mempertimbangkan ulang 42 35.0 Beralih ke roti merek lain tersebut, namun 55 45.8 pembelian hanya sementara Beralih ke roti merek lain tersebut dan membeli 4 3.3 lebih banyak Total 120 100 Responden yang mempertimbangkan ulang atau tidak jadi membeli Sari Roti dan juga tidak membeli roti merek lain sebanyak 35 persen. Tindakan tetap membeli Sari Roti dilakukan oleh 15.9 persen responden. Sebaran pada Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (96.7 %) setia dengan merek Sari Roti, meskipun diantara mereka masih menganut perpindahan sewaktu-waktu. Bauran Pemasaran Sari Roti Bauran pemasaran (marketing mix) adalah sekumpulan perangkat pemasaran taktis terkendali, berupa keterpaduan antara produk, harga, tempat dan promosi dari Perusahaan untuk menghasilkan respon pasar sasaran yang diinginkan (Kotler dan Armstrong 2008). Selanjutnya akan dijelaskan penilaian responden terhadap masing-masing dimensi. Tabel 25 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel product Persentase penilaian (%) Variabel teramati Sangat Tidak Sangat Setuju setuju setuju tidak setuju X11 Kondisi roti 47.5 52.5 0 0 X12 Ukuran bentuk 40.9 58.3 0.8 0 X13 Desain kemasan 35.0 57.5 7.5 0 X14 Merek 42.5 57.5 0 0 X15 Label halal 52.5 47.5 0 0 X16 Informasi nilai gizi 36.6 61.7 1.7 0 X17 Variasi jenis 47.5 52.5 0 0 X18 Tanggal kadaluarsa 47.5 52.5 0 0 Variabel product terdiri atas beberapa atribut yang dianggap relevan dan dirujuk dari jurnal, yaitu kondisi roti, ukuran bentuk, desain kemasan, merek,
54
label halal, informasi nilai gizi, variasi jenis dan tanggal kadaluarsa. Responden sebanyak 52.5 persen menyatakan sangat setuju terhadap kinerja label halal. Atribut tersebut tertera di bagian kanan depan kemasan. Ukurannya tidak terlalu besar, hanya berdiameter 1.5 cm. Label halal jarang ditemukan pada produk sejenis. Selain itu, halal tidaknya suatu produk dapat diidentifikasi dari komposisinya dan Sari Roti tidak mengandung unsur yang dipertanyakan kehalalannya. Penilaian setuju terhadap kinerja nilai gizi memperoleh persentase tertinggi sebanyak 61.7 persen, sedangkan 7.5 persen responden tidak setuju terhadap kinerja desain kemasan. Konsumen terpelajar cukup mengapresiasi keterangan-keterangan yang tertera dalam kemasan. Nilai gizi Sari Roti dianggap sudah lengkap, namun desain kemasan Sari Roti masih kurang menarik bagi mereka. Informasi nilai gizi Sari Roti terletak di bagian kiri belakang kemasan. Informasi tersebut sudah sesuai dengan pedoman pencantuman pada label pangan, yang terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian pertama memuat keterangan takaran saji dan jumlah sajian per kemasan, bagian kedua menyajikan keterangan tentang kandungan zat gizi, bagian ketiga hanya catatan kaki terkait perhitungan persentase AKG berdasarkan energi 2000 kkal dan kebutuhan energi masingmasing orang mungkin berbeda. Akan tetapi tidak dimuat keterangan terkait vitamin dan mineral lainnya. Kemasan Sari Roti tidak mengandung cerita gambar, melainkan hanya memuat merek, logo, warna dan informasi produk. Desain perwajahan biasanya berhubungan dengan estetika seperti pemilihan warna, font huruf dan tata grafis. Pemasar tidak boleh terjebak dalam selera pribadinya. Tabel 26 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel price Persentase penilaian (%) Variabel teramati Sangat Tidak Sangat Setuju setuju setuju tidak setuju X21 Harga Sari Roti terjangkau 24.2 60.8 15.0 0 Kesesuaian harga Sari Roti X22 32.5 64.2 3.3 0 dengan kualitas roti Kesesuaian harga Sari Roti X23 22.5 67.5 10.0 0 dengan manfaat roti X24 Harga Sari Roti bersaing 15.8 45.0 39.2 0 Variabel price terdiri atas keterjangkauan harga, kesesuaian harga dengan kualitas produk, kesesuaian harga dengan manfaat produk dan penawaran harga bersaing. Menurut 32.5 persen responden harga Sari Roti sudah sangat sesuai dengan kualitas roti. Kualitas roti terbagi menjadi dua, yaitu kualitas sensorik dan non-sensorik. Karakteristik sensori terdiri atas rasa, aroma, tekstur dan warna. Kondisi sensorik Sari Roti terjamin selama kemasan tidak terbuka, karena produk disegel penuh. Persentase tertinggi pada kategori penilaian setuju dinyatakan oleh 67.5 persen responden yang menganggap harga Sari Roti sudah sesuai dengan manfaat roti. Masing-masing konsumen memiliki perbedaan dalam mengasumsikan manfaat roti.
55
Namun responden tidak setuju terhadap penyataan harga Sari Roti bersaing (39.2%). Perusahaan sangat jarang menawarkan insentif tambahan kepada konsumen. Insentif tersebut biasanya hanya ditawarkan pada event tertentu, sehingga konsumen kurang merasakan penawaran menarik dari harga Sari Roti. Tabel 27 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel place Persentase penilaian (%) Variabel teramati Sangat Tidak Sangat Setuju setuju setuju tidak setuju X31 Sari Roti mudah dijangkau 25.9 68.3 5.8 0 X32 Ketersediaan Sari Roti 13.3 50.8 35.9 0 X33 Sari Roti dijual 24 jam 12.5 45.8 41.7 0 Sari Roti dijajakan ke X34 15.8 55.0 29.2 0 perumahan Variabel place terdiri atas kemudahan menjangkau, ketersediaan produk, ketersediaan waktu penjualan dan peran sarana angkutan. Persentase tertinggi pada kategori penilaian sangat setuju dan setuju berturut-turut 25.9 persen dan 68.3 persen yaitu berada di indikator kemudahan menjangkau Sari Roti. Perusahaan sengaja melibatkan warung/toko kelontong, minimarket dan supermarket untuk memperlancar kegiatan distribusi dan menjamin kedekatan produk dengan konsumen. Peran saluran distribusi, khususnya pengecer adalah menyediakan akses agar produk cepat sampai di tangan konsumen. Sari roti telah melibatkan banyak pengecer modern dan tradisional dalam mendistribusikan produknya. Akan tetapi 41.7 persen responden tidak setuju dengan indikator yang menyatakan bahwa Sari Roti dijual 24 jam, karena pada kenyataannya tidak semua tempat pembelian buka sepanjang hari. Tabel 28 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel promotion Persentase penilaian (%) Variabel teramati Sangat Tidak Sangat Setuju setuju setuju tidak setuju Kesesuaian pesan iklan X41 21.6 71.7 6.7 0 dengan konsistensi Sari Roti Iklan Sari Roti ditampilkan di X42 15.0 64.2 20.8 0 berbagai media promosi Sari Roti mengadakan undian X43 9.2 38.3 52.5 0 berhadiah dan paket promo Sari Roti mengadakan event X44 10.0 38.3 51.7 0 menarik Variabel promotion terdiri atas kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi produk, peran media promosi, promosi penjualan dan hubungan masyarakat. Kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi Sari Roti memperoleh persentase penilaian tertinggi pada kategori sangat setuju (21.6%) dan setuju (71.7%). Pesan yang disampaikan adalah halal, healthy, hygienic dan sudah menjadi komitmen
56
Perusahaan untuk mempersembahkan produk makanan bermutu tinggi, sehat, halal dan aman dikonsumsi oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sari Roti mengandung serat pangan serta tidak mengandung kolesterol, sehingga cocok sebagai salah satu alternatif pilihan sarapan bernutrisi yang lezat dan praktis. Perusahaan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice), SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) dan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) untuk menjamin kehigienisan produk. Sistem-sistem tersebut membantu Perusahaan dalam menjaga kehigienisan proses yang dilalui, mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk jadi serta didistribusikan kepada konsumen. Responden sebanyak 52.5 persen mengungkapkan bahwa mereka tidak setuju dengan pernyataan intensitas promosi Sari Roti. Undian berhadiah dan paket promo jarang diadakan oleh Perusahaan. Promosi hanya dilakukan pada periode tertentu dan biasanya tidak diketahui banyak orang. Kepuasan Konsumen Sari Roti Definisi umum kepuasan difokuskan pada harapan konsumen sebagai standar perbandingan utama (Grigoroudis dan Siskos 2010). Seperti yang Woodruff dan Gardial (1996) ungkapkan, konstruk ini bukan hanya perbandingan (misalnya proses diskonfirmasi) saja, tetapi juga tanggapan konsumen terhadap perbandingan tersebut yang disepakati sebagai komponen perasaan. Kepuasan adalah suatu hasil dari konsumsi atau kesan kolektif terhadap peristiwa yang terjadi selama konsumsi hingga hasil akhir, sehingga dapat dinyatakan sebagai penghakiman terkait keseluruhan pengalaman konsumsi (Oliver 1997). Kepuasan terhadap keputusan berhubungan dengan perasaan cocok, perasaan bahwa seseorang melakukan sesuatu di jalan yang benar (Wanke 2009). Tabel 29 Sebaran penilaian responden terhadap indikator dari variabel satisfaction Persentase penilaian (%) Variabel teramati Sangat Tidak Sangat Setuju setuju setuju tidak setuju Perasaan senang setelah Y11 18.4 80.8 0.8 0 membeli Sari Roti Sari Roti telah memenuhi Y12 16.7 5.0 78.3 0 harapan Pengalaman baik ketika Y13 31.7 65.0 3.3 0 mengonsumsi Sari Roti Sari Roti menjadi pilihan Y14 19.2 78.3 2.5 0 yang tepat Variabel satisfaction terdiri atas perasaan senang, kesesuaian harapan dengan kinerja, pengalaman dan pilihan yang tepat. Penilaian sangat setuju didominasi oleh indikator pengalaman baik sebanyak 31.7 persen. Konsumen mendapatkan pengalaman apabila sudah merasakan kualitas dan manfaat Sari Roti. Kualitas dicerminkan oleh kinerja atribut produk dan manfaat diasumsikan oleh motivasi masing-masing konsumen. Namun, karena Sari Roti adalah produk
57
makanan, maka pengalaman seperti tidak keracunan, tidak mual, tidak muntah, tidak demam, tidak diare dan tidak pingsan perlu diidentifikasi pasca konsumsi. Faktanya, banyak responden yang sangat merasakan pengalaman baik. Penilaian setuju terpusat pada indikator perasaan senang (80.8%). Perasaan senang menunjukkan ungkapan hati yang merupakan dampak dari kinerja atribut. Perasaan ini terjadi karena konsumen mendapatkan sebagian besar apa yang mereka inginkan. Responden dinyatakan tidak setuju dengan indikator kesesuaian kinerja atribut terhadap harapan sebelum pembelian (78.3%). Lebih dari 50 persen selisih antara tingkat kinerja dan harapan konsumen bernilai negatif. Nilai tersebut berada diantara lebih dari sama dengan -1.5 hingga kurang dari 0. Selisih angka pada kategori ini menyiratkan bahwa harapan konsumen belum terpenuhi seluruhnya, namun mendekati atau hampir terpenuhi. Analisis Hasil Estimasi Structural Equation Model Analisis SEM biasanya terdiri dari dua sub model yaitu model pengukuran (measurement model) atau sering disebut outer model dan model struktural (structural model) atau sering disebut innear model. Model pengukuran menunjukkan bagaimana variabel manifest atau observed variable merepresentasi variabel laten untuk diukur. Sedangkan model struktural menunjukkan kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk (Latan 2013). Analisis SEM disebut sebagai confirmatory factor analysis karena analisis SEM lebih banyak bersifat confirmatory. Maksudnya model SEM yang digunakan telah disusun sebelumnya dan lebih bersifat teoritis serta apakah sesuai dengan data yang diperoleh, daripada exploratory (mencari model yang sesuai dengan data). Meskipun analisis SEM terkadang melibatkan teknik-teknik eksplorasi didalamnya (Myers dan Muller 2003). Kebutuhan dan keinginan konsumen mengharuskan pemasar untuk menentukan bauran pemasaran. Konsep bauran pemasaran pada Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terdiri dari product, price, place dan promotion atau biasa disebut 4P (Vibhuti et al. 2014). Roti termasuk FMCG, karena roti kelompok convenience product, yaitu produk yang biasanya sering dan segera dibeli oleh konsumen, dengan usaha perbandingan dan pembelian minimum. Produk tersebut biasanya murah dan pemasar menempatkannya di banyak tempat agar produk tersedia ketika konsumen memerlukannya. Bauran pemasaran 4P digunakan untuk membuktikan apakah variabel laten product, price, place dan promotion memengaruhi satisfaction secara keseluruhan. Model pengukuran menunjukkan bagaimana variabel manifest atau observed variable (X11, X12, X13, X14, X15, X16, X17, X18, X21, X22, X23, X24, X31, X32, X33, X34, X41, X42, X43, X44, Y11, Y12, Y13, Y14) merepresentasi variabel laten (product, price, place, promotion dan satisfaction) untuk diukur. Sedangkan model struktural menunjukkan kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk product (X1) dan kepuasan, price (X2) dan kepuasan, place (X3) dan kepuasan, promotion (X4) dan kepuasan. Path diagram hasil estimasi SEM berupa standardized solution dengan menggunakan software LISREL 8.30 (Linear Structural Relationship) dapat dilihat pada Gambar 10.
58
Setelah printed output dan path diagram hasil estimasi SEM berhasil ditampilkan oleh LISREL, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap output tersebut. Analisis output mencakup analisis kecocokan keseluruhan model, analisis kecocokan model pengukuran dan analisis kecocokan model struktural. Namun sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu uji kecocokan, sebaiknya memeriksa hasil estimasi terlebih dahulu terhadap kemungkinan adanya offending estimates (nilai-nilai estimasi yang melebihi batas toleransi). Output SEM menemukan negative error variances (heywood cases) pada beberapa indikator. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menetapkan dan mengganti nilainya menjadi positif sangat kecil (0.01) (Wijanto 2008). Hasil Uji Kecocokan Keseluruhan Model Keseluruhan goodness of fit (GOF) dalam SEM tidak dapat dilakukan secara langsung seperti pada teknik multivariat yang lain (multiple regression, discriminant analysis, MANOVA dan lain-lain). SEM tidak mempunyai satu uji statistik terbaik yang dapat menjelaskan “kekuatan” prediksi model. Sebagai gantinya, para peneliti telah mengembangkan beberapa ukuran goodness of fit indices yang dapat digunakan secara bersama-sama atau kombinasi (Wijanto 2008). Secara keseluruhan terdapat tiga jenis ukuran goodness of fit, yaitu absolute fit indices, incremental fit indices dan parsimony fit indices. Tabel 30 Hasil kecocokan keseluruhan model Goodness of fit
Cut-off value
Hasil
Keterangan
GFI
> 0.9
0.93
Good fit
RMSEA
< 0.08
0.067
Good fit
AGFI
> 0.9
0.92
Good fit
NFI
> 0.9
0.91
Good fit
CFI
> 0.9
0.97
Good fit
IFI
> 0.9
0.97
Good fit
RFI
> 0.9 < AIC Saturated dan Independence Model
0.9
Close fit
Saturated AIC = 600.00
Good fit
Independence AIC = 4233.84
Good fit
Model AIC = 487.59
Good fit
Saturated CAIC = 1736.25
Good fit
Independence CAIC = 4324.74
Good fit
Model CAIC = 695.90 ECVI for Saturated Model = 5.04 ECVI for Independence Model = 35.58 ECVI = 4.10
Good fit
0.76
Good fit
AIC
CAIC
ECVI
PGFI
< CAIC Saturated dan Independence Model
< ECVI Saturated dan Independence Model
> 0.6
Good fit Good fit Good fit
59
Awalnya ditemukan poor fit pada beberapa hasil goodness of fit, maka respesifikasi model dilakukan untuk memperbaiki kecocokan antara model dan kriteria ukuran. Masalah ini dapat diatasi dengan memanfaatkan saran output berupa modification indices. Respesifikasi diperlukan hingga menghasilkan model terbaik, yaitu memenuhi kriteria goodness of fit. Setelah melewati proses respesifikasi, kelayakan model dalam penelitian ini sudah sesuai dengan kriteria goodness of fit. Goodness of fit dari ukuran absolute fit indices sudah memenuhi nilai yang diharapkan. Absolute fit indices terdiri atas Goodness of Fit Index (GFI) dan Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). Rekomendasi nilai GFI adalah lebih besar dari 0.9 dan model menghasilkan GFI senilai 0.93. Sedangkan kriteria untuk nilai RMSEA berada diantara lebih besar dari 0.05 hingga kurang dari sama dengan 0.08. Nilai RMSEA pada model sebesar 0.067. Ukuran-ukuran absolute fit indices menunjukkan good fit di masing-masing kriteria. Absolute fit indices merupakan jenis goodness of fit yang membandingkan antara fit model secara teoritis dengan data yang dikumpulkan. Incremental fit indices sebagai ukuran goodness of fit yang terdiri atas Adjusted Goodness of Fit (AGFI), Normed Fit Index (NFI), Comparative Fit Index (CFI), Incremental Fit Index (IFI) dan Relative Fit Indices (RFI) juga sudah memenuhi nilai yang diharapkan. Rekomendasi nilai AGFI untuk indikasi fit model adalah lebih besar sama dengan 0.9 dan model memperoleh AGFI senilai 0.92. Sedangkan ukuran NFI, CFI, IFI dan RFI memiliki kriteria yang sama, yaitu disarankan senilai lebih besar dari 0.9. Secara berurutan, model meghasilkan nilai 0.91, 0.97, 0.97 dan 0.90 untuk ukuran NFI, CFI, IFI dan RFI. Ukuran-ukuran incremental fit indices menunjukkan good fit di masing-masing kriteria, kecuali RFI yang diinterpretasikan close fit. Namun, nilai tersebut masih dapat diterima dengan pertimbangaan respesifikasi ulang justru mengubah nilai ukuran-ukuran lainnya menjadi semakin jauh dari kriteria good fit. Incremental fit indices atau sering disebut juga comparative fit indices merupakan jenis goodness of fit yang digunakan untuk membandingkan fit model secara teoritis, relatif dengan alternatif baseline model atau sering disebut juga dengan null model. Selain ukuran absolute fit indices dan incremental fit indices yang sudah memenuhi kriteria goodness of fit, persimonious fit indices juga mampu mencapai batas nilai pada kriterianya. Model memperoleh AIC dan CAIC senilai 487.59 dan 695.90. Kedua nilai ini sesuai dengan pedoman standar karena kurang dari nilai saturated dan independence AIC maupun saturated dan independence CAIC. ECVI menghasilkan hal yang sama, yaitu nilai ECVI pada model sebesar 4.10, kurang dari nilai saturated dan independence ECVI. Selanjutnya, rekomendasi nilai PGFI adalah lebih besar dari 0.6 dan model menghasilkan PGFI senilai 0.76. Ukuran-ukuran parsimonious fit indices menunjukkan good fit di masing-masing kriteria. Parsimonious fit indices merupakan ukuran untuk menghubungkan goodness of fit model dengan sejumlah koefisien estimasi yang diperlukan untuk mencapai fit model. Secara keseluruhan, kecocokan model adalah baik (good fit). Apabila goodness of fit yang dihasilkan suatu model tergolong baik (overall good fit), maka model tersebut dapat diterima dan sebaliknya jika goodness of fit yang dihasilkan suatu model tergolong buruk (overall poor fit), maka model tersebut harus ditolak.
60
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Analisis model pengukuran terdiri dari dua evaluasi yang dilakukan secara terpisah pada setiap model pengukuran atau konstruk, yaitu evaluasi terhadap validitas (validity) dari model pengukuran dan evaluasi terhadap reliabilitas (reliability) dari model pengukuran. Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan indikator dalam melakukan fungsi ukurnya. Reliabilitas adalah sejauh mana konsistensi hasil ukur serangkaian indikator apabila melakukan pengukuran berulang terhadap subyek dan kondisi yang sama.
Gambar 9 Hasil uji validitas indikator terhadap variabel laten SEM Suatu variabel dikatakan valid apabila nilai t-hitung (t-value) muatan faktor (factor loadings) lebih besar atau sama dengan t-tabel (>1.96) pada angka signifikansi sebesar 0.05 (5%) dan nilai muatan faktor standar (standardized factor loadings) lebih besar atau sama dengan 0.50 (Igbaria et al. 1997). Nilai thitung pada SEM penelitian diperoleh seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Semua nilai t-hitung (t-value) muatan faktor (factor loadings) pada Gambar 9 lebih besar dari t-tabel (>1.96), artinya muatan faktor dari variabelvariabel manifest adalah valid. Selain itu, nilai muatan faktor (factor loadings) pada setiap variabel teramati lebih besar dari standar (0.5). Hasil ini menyimpulkan bahwa keseluruhan variabel teramati memiliki validitas yang baik terhadap variabel laten. Reliabilitas dalam SEM melibatkan perhitugan CR dan VE. CR adalah singkatan dari Composite Reliability Measure (ukuran reliabilitas komposit), sedangkan VE adalah singkatan dari Variance Extracted Measure (ukuran ekstrak varian). Apabila nilai CR lebih besar atau sama dengan 0.7 (> 0.7) dan nilai VE lebih besar atau sama dengan 0.5 (> 0.5), maka suatu konstruk dinyatakan mempunyai reliabilitas yang baik (Hair et al. 1998).
61
Tabel 31 Hasil uji reliabilitas variabel laten SEM Variabel laten
CR
VE
Product (X1)
5.66
32.04
4.03
3.97
0.89
0.80
Price (X2)
3.22
10.37
2.68
1.32
0.89
0.85
Place (X3)
3.28
10.76
2.77
1.23
0.89
0.86
Promotion (X4)
3.42
11.70
2.97
1.03
0.92
0.90
Satisfaction (Y1)
2.67
7.13
1.82
2.18
0.77
0.60
Semua nilai CR pada setiap variabel laten lebih besar dari 0.7. Secara berurutan, product, price, place, promotion dan satisfaction memiliki nilai CR sebesar 0.89, 0.89, 0.89, 0.92 dan 0.77. Nilai VE semua variabel laten juga sudah memenuhi syarat yang dibakukan (> 0.5). Masing-masing variabel laten memiliki nilai VE yang berbeda, yaitu VE product sebesar 0.80, VE price sebesar 0.85, VE place sebesar 0.86, VE promotion sebesar 0.90 dan VE satisfaction sebesar 0.60. Hasil ini menyimpulkan bahwa model pengukuran memiliki reliabilitas yang baik. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen Sari Roti Analisis model struktural berhubungan dengan evaluasi terhadap koefisien-koefisien atau parameter-parameter yang menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh satu variabel laten terhadap variabel laten yang lain. Evaluasi terhadap model struktural mencakup pemeriksaan terhadap signifikansi koefisienkoefisien yang diestimasi. Metode SEM dan software LISREL tidak hanya menyediakan nilai koefisien-koefisien yang diestimasi tetapi juga nilai t-hitung (tvalue) untuk setiap koefisien. Tabel 32 Pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti Koefisien Laten eksogen Laten endogen t-value Keterangan konstruk (γ) Product (X1) Satisfaction (Y1) 0.36 7.18 Signifikan Price (X2) Satisfaction (Y1) 0.31 6.41 Signifikan Place (X3) Satisfaction (Y1) 0.14 3.20 Signifikan Promotion (X4) Satisfaction (Y1) 0.10 2.36 Signifikan Hubungan antara sesama variabel laten dapat dikatakan signifikan apabila nilai t-hitung (t-value) lebih besar dari t-tabel (>1.96) dengan ketentuan tingkat signifikansi 5 persen. Tabel 32 menunjukkan bahwa semua variabel laten eksogen berpengaruh signifikan dalam membentuk variabel laten endogen. Signifikan adalah bauran pemasaran (4P) penting, nyata dan benar memengaruhi kepuasan konsumen. Setelah diketahui bahwa hubungan diantara variabel laten signifikan, maka selanjutnya menginterpretasikan tanda pada koefisien konstruk tersebut. Koefisien konstruk bisa bertanda positif atau negatif.
62
Gambar 10 Pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti Tanda positif menunjukkan bahwa kedua variabel berhubungan searah (menguatkan), yakni apabila variabel laten X semakin tinggi maka variabel laten Y akan cenderung semakin tinggi pula, atau sebaliknya. Tanda negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel berlawanan arah (menurunkan), yakni apabila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin rendah, atau sebaliknya. Semakin tinggi nilai koefisien konstruk, berarti semakin kuat pengaruhnya. Gambar 10 menunjukkan bahwa koefisien konstruk bauran pemasaran 4P bernilai positif. Tanda positif berpengaruh dalam meningkatkan kepuasan konsumen. Penelitian Murshid et al. 2014 juga menemukan hasil yang sama, bauran pemasaran (4P) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen, namun produk dan metodenya berbeda. Dimensi product dan price memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan place dan promotion. Beberapa perusahaan berusaha untuk sepenuhnya mengintegrasikan bauran pemasaran mereka (Constantinides 2002, Wang et al. 2005). Indikator Variabel Kepuasan (Satisfaction) Bauran pemasaran (4P) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Product, price, place dan promotion sebagai variabel laten eksogen memiliki nilai koefisien konstruk yang berbeda. Semakin tinggi nilai koefisien konstruk, berarti semakin kuat pengaruhnya. Selain dibentuk atau dipengaruhi oleh variabel laten eksogen, kepuasan konsumen dicerminkan oleh 4 indikator. Masing-masing indikator pada variabel laten satisfaction sudah valid dan model pengukuran satisfaction sudah reliabel. Variabel laten satisfaction diamati oleh indikator perasaan senang (Y11), kesesuaian harapan dengan kinerja (Y12), pengalaman (Y13) dan ketepatan pilihan (Y14). Masing-masing indikator berkontribusi dalam mencerminkan variabel satisfaction. Diantara 4 indikator tersebut, kesesuaian harapan dengan kinerja
63
paling mencerminkan kepuasan, karena memiliki nilai muatan faktor (factor loadings) tertinggi, yaitu 0.78. Tabel 33 Nilai muatan faktor indikator satisfaction Laten endogen Indikator Muatan faktor (λ) Perasaan senang Satisfaction (Y1) Y11 setelah membeli 0.72 Sari Roti Sari Roti telah Satisfaction (Y1) Y12 0.78 memenuhi harapan Pengalaman baik Satisfaction (Y1) Y13 ketika mengonsumsi 0.66 Sari Roti Sari Roti menjadi Satisfaction (Y1) Y14 0.51 pilihan yang tepat Konsumen memilih beberapa produk dalam keanekaragaman penawaran dan mengambil keputusan terbaik. Mereka membandingkan total manfaat dan biaya. Kepuasan dan kemungkinan konsumen untuk melakukan pembelian ulang dipengaruhi oleh suatu penawaran yang mampu memenuhi harapan melalui nilai (Hurriyati 2010). Konsep melebihi harapan konsumen telah menjadi fokus banyak perusahaan untuk menghadapi persaingan pasar yang semakin kompetitif (Posavac 2012). Hasil ini mendukung teori-teori sebelumnya, yaitu definisi kepuasan adalah suatu standar bagaimana penawaran produk total memenuhi harapan konsumen (Gerson 1993, Hill 1996, Oliver 1997, Vavra 1997, Grigoroudis dan Siskos 2010). Nilai digambarkan oleh harga yang rendah, segala yang diinginkan dari suatu produk, kesesuaian kualitas dengan harga, segala sesuatu yang diperoleh dari segala sesuatu yang diberikan (Zeithaml dan Bitner 2002). Terdapat dua komponen utama untuk menentukan nilai dari suatu produk, yaitu manfaat dan pengorbanan (Bateson 1992, Caruana et al. 2000, Chattopadhyay et al. 2001, Berman dan Evans 2002, Eggert dan Ulaga 2002, Zeithaml dan Bitner 2002, Kotler dan Keller 2009). Indikator Variabel Produk (Product) Product berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Koefisien konstruk product bernilai paling tinggi diantara bauran pemasaran (4P). Konstruk tersebut dicerminkan oleh 8 indikator. Indikator-indikator pada variabel laten product sudah valid dan model pengukuran product sudah reliabel. Variabel laten product diamati melalui atribut kondisi roti (X11), ukuran bentuk (X12), desain kemasan (X13), merek (X14), label halal (X15), informasi nilai gizi (X16), variasi jenis (X17) dan tanggal kadaluarsa (X18). Masing-masing indikator berkontribusi dalam mencerminkan variabel product. Diantara 8 indikator tersebut, nilai gizi paling mencerminkan product, karena memiliki nilai muatan faktor (factor loadings) tertinggi, yaitu 0.77.
64
Tabel 34 Nilai muatan faktor indikator product Laten eksogen Indikator Muatan faktor (λ) Product (X1) X11 Kondisi roti 0.69 Product (X1) X12 Ukuran bentuk 0.58 Product (X1) X13 Desain kemasan 0.71 Product (X1) X14 Merek 0.71 Product (X1) X15 Label halal 0.73 Product (X1) X16 Nilai gizi 0.77 Product (X1) X17 Variasi jenis 0.73 Product (X1) X18 Tanggal kadaluarsa 0.74 Gizi termasuk salah satu atribut yang digunakan untuk mengidentifikasi kualitas produk makanan (Simeone dan Marotta 2010). Kualitas roti terbagi menjadi dua, yaitu kualitas sensorik dan non-sensorik. Nilai gizi dikategorikan sebagai kualitas non-sensorik (Kihlberg 2004). Nilai gizi adalah atribut produk yang berhubungan dengan kesehatan dan ikut dipertimbangkan sebelum pembelian dilakukan (Nguyen 2011). Komposisi yang sesuai bagi tubuh dan kesehatan mewakili kinerja atribut gizi pada produk roti (Ramadhiany dan Hasbi 2015). Konsumen mengakomodasi total kesehatan produk berdasarkan standar gizi individu, harga produk, persyaratan kesehatan tertentu dari konsumen dan juga kondisi sosial seperti preferensi pada makanan dan keyakinan individu (Nakandala dan Lau 2013). Fungsi nutrisi memengaruhi utilitas yang diharapkan (Xue et al. 2009). Label gizi signifikan dalam menjelaskan pilihan konsumen dan kesediaan mereka untuk membayar lebih tinggi (Anyam et al. 2013). Konsumen berpendidikan yang cenderung sibuk akan selektif dalam memilih produk makanan, karena mereka tidak ingin terkecoh oleh rasa atau faktor sensorik yang sebenarnya belum tentu diproses secara alami. Konsumen kelompok ini akan berusaha menjaga kesehatannya dengan cara mengonsumsi makanan bergizi. Semakin lengkap nilai gizi yang ditawarkan Sari Roti, maka kepuasan konsumen juga semakin meningkat. Selain nilai gizi, atribut kadaluarsa penting untuk dipertegas, supaya konsumen paham kapan sebaiknya produk tidak boleh dikonsumsi dan peringatan tentang bahaya kesehatan apabila tetap ingin mengonsumsi ketika sudah melewati kadaluarsa. Pencantuman kadaluarsa harus terbaca oleh konsumen, karena tujuannya adalah meningkatkan keamanan pangan individu. Kadaluarsa sejalan dengan nilai gizi. Kadaluarsa merupakan indikator bahwa nilai gizi bahan yang terkandung di dalamnya sudah mendekati batas minimal (misalnya kandungan protein roti telah mendekati batas toleransi sebagai roti, sehingga apabila dikonsumsi sudah kurang memberikan manfaat lagi bagi tubuh. Atau sifat fisik dan sensoris telah mendekati nilai penolakan konsumen. Perusahaan perlu mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan kadaluarsanya.5 Adanya labelisasi halal pada suatu produk dapat memberi nilai tambah dibandingkan produk tanpa label halal. Konsumen akan merasa lebih tenang dan
5
Supriyadi. 2008. Pangan kadaluarsa, siapa bertanggung jawab? [internet]. [diacu 2016 Sep 4]. Tersedia dari: http://www.foodreview.co.id/login/preview.php?view&id=55808
65
nyaman ketika mengonsumsi produk halal. Produk yang semakin terjamin kehalalannya mampu memuaskan konsumen. Keanekaragaman jenis roti menjadikan konsumen tidak cepat bosan (Aprilina et al. 2014). Variasi diciptakan supaya produk tidak monoton dan konsumen memiliki banyak pilihan (Sugianto dan Sugiharto 2013). Indikator tersebut cocok dengan anak muda, karena mereka cenderung menyukai hal baru. Apabila Perusahaan ingin memuaskan segmen konsumen anak muda, maka harus mempertimbangkan aneka variasi dalam memroduksi roti. Selain itu ukuran roti yang bermacam-macam akan mempermudah konsumen dalam melakukan pembelian sesuai dengan tujuan pembelian (Aprilina et al. 2014). Desain kemasan yang bagus dapat memuaskan konsumen karena mengandung unsur estetika dan konsumen senang memperoleh nilai tambah tersebut. Apabila desain kemasan secara tiba-tiba dilihat dengan cermat, maka perannya adalah memaksimalkan daya jual suatu produk (Cenadi 2000). Merek pada kemasan bukan hanya suatu simbol, namun juga arti bahwa produk tersebut mempunyai nilai atau kualitas tertentu (Kotler et al. 1999). Konsumen menganggap merek sebagai gambaran kualitas yang menunjukkan janji dari produsen (Keller 1998). Kualitas bahan pangan dapat diketahui tiga cara, yaitu kimiawi, fisik dan sensori. Diterima atau tidaknya bahan pangan oleh konsumen banyak ditentukan oleh faktor mutu dan terutama mutu organoleptik (Kartika 1998). Sifat organoleptik meliputi rasa, warna, aroma dan tekstur (Djajati dan Cholifah 2014). Indikator Variabel Harga (Price) Price berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Variabel laten price dicerminkan oleh 4 indikator. Indikator-indikator pada variabel tersebut sudah valid dan model pengukuran price sudah reliabel. Variabel laten price didekati oleh 4 indikator, yaitu keterjangkauan harga (X21), kesesuaian harga dengan kualitas produk (X22), kesesuaian harga dengan manfaat produk (X23) dan penawaran harga menarik (X24). Masing-masing indikator berkontribusi dalam mencerminkan variabel price. Muatan faktor (factor loadings) tertinggi senilai 0.95 adalah indikator yang paling mencerminkan harga, yaitu kesesuaian harga dengan manfaat produk. Tabel 35 Nilai muatan faktor indikator price Laten eksogen Indikator Muatan faktor (λ) Harga Sari Roti Price (X2) X21 0.74 terjangkau Kesesuaian harga Price (X2) X22 Sari Roti dengan 0.94 kualitas roti Kesesuaian harga Price (X2) X23 Sari Roti dengan 0.95 manfaat roti Harga Sari Roti Price (X2) X24 0.59 bersaing
66
Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor harga yang diharapkan dan manfaat yang diharapkan (Setiadi 2010). Harga Sari Roti ditawarkan mulai dari 4 000 rupiah hingga 17 000 rupiah. Konsumen membayar suatu produk untuk mendapatkan manfaat dari produk tersebut. Setiap produk pasti memiliki manfaat dasar yang dibutuhkan konsumen, bahkan pemasar harus menawarkannya sebelum menambahkan atribut-atribut. Manfaat produk akan terasa apabila sudah dikonsumsi. Namun menurut Hurriyati (2010), konsumen membandingkan total manfaat dan biaya. Manfaat roti dapat bersifat subjektif, artinya berhubungan erat dengan orang yang membutuhkannya, apakah sebagai makanan pengganti nasi atau makanan ringan. Namun sebagian besar konsumen menginginkan manfaat roti sebagai makanan pengganti nasi. Pemasar seharusnya tidak melupakan manfaat produk. Mereka harus menyesuaikan harga dengan manfaat produk sebelum menawarkan tambahan atribut-atribut, karena core benefit dari produk adalah manfaat dasar. Atributatribut merupakan strategi yang digunakan pemasar untuk bersaing menghadapi kompetitor. Produk yang mengutamakan manfaat dan mampu memberikan manfaat tambahan yang dibutuhkan konsumen akan masuk dalam kriteria evaluasi. Konsumen akan semakin puas apabila semakin banyak energi yang diperoleh dari konsumsi Sari Roti dan harganya tidak jauh berbeda dengan harga sepiring nasi. Setiap produk memiliki standar ukur terhadap produk lainnya dalam lingkup industri yang sama. Standar ini membentuk penghakiman konsumen untuk menilai produk mana yang lebih berkualitas. Penilaian kualitas suatu produk sangat tergantung dari informasi yang melekat pada produk tersebut dan juga tergantung dari seberapa besar informasi tersebut dipahami oleh setiap individu. Informasi-informasi tersebut dapat berupa intrinsik dan ekstrinsik (Schiffman dan Kanuk 2008). Informasi intrinsik adalah informasi yang berasal dari dalam produk itu sendiri, sedangkan faktor ekstrinsik menjadi pertimbangan dalam penilaian apabila individu belum mempunyai pengalaman nyata tentang produk tersebut (Pepadri 2002). Setiap harga yang melekat pada produk dapat mencerminkan kualitas produk itu sendiri (Monroe 1990). Teori ini diperkuat oleh Nagle dan Holden (1995), bahwa harga untuk jenis produk-produk tertentu bukan hanya berarti besaran uang yang dikeluarkan, tetapi kualitas yang sangat prima dari produk tersebut dan bahkan mempunyai arti yang lebih bagi pemilik produk tersebut. Atau dengan kata lain harga dan persepsi kualitas mempunyai hubungan yang positif, yaitu semakin mahal harga produk tersebut maka akan mencerminkan kualitas produk (Pepadri 2002). Konsumen akan sangat senang apabila harga pangan terjangkau oleh daya beli, karena pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Bundling sebagai indikator yang mencirikan harga juga mampu menciptakan kepuasan konsumen. Melalui bundling Perusahaan dapat menambahkan nilai pada produknya. Nilai tersebut tentunya menguntungkan konsumen karena mereka memperoleh manfaat atau besaran lebih dari harga produk.
67
Indikator Variabel Tempat (Place) Place atau saluran distribusi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Variabel tersebut dicerminkan oleh 4 indikator. Masingmasing indikator pada variabel laten place sudah valid dan model pengukuran place sudah reliabel. Variabel laten place diamati melalui atribut kemudahan dijangkau (X31), ketersediaan produk (X32), ketersediaan waktu penjualan (X33) dan peran sarana angkutan (X34). Masing-masing indikator berkontribusi dalam mencerminkan variabel place. Indikator X32 memperoleh nilai muatan faktor (factor loadings) tertinggi sebesar 0.95, yang kemudian place paling dicerminkan oleh ketersediaan produk. Tabel 36 Nilai muatan faktor indikator place Laten eksogen Indikator Muatan faktor (λ) Sari Roti mudah Place (X3) X31 0.80 dijangkau Ketersediaan Sari Place (X3) X32 0.95 Roti Sari Roti dijual 24 Place (X3) X33 0.94 jam Sari Roti dijajakan Place (X3) X34 0.59 ke perumahan Konsumen membuat keputusan pembelian berdasarkan alokasi sumber daya yang tersedia. Sedangkan sumber daya konsumen terdiri atas uang, waktu dan perhatian. Sumber daya lain, seperti energi, mungkin diperlukan untuk berbelanja dan konsumsi, tetapi uang, waktu dan perhatian adalah yang utama (Sumarwan 2003). Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk akan cenderung puas terhadap produk tersebut (Irawan 2003). Suatu produk dapat didistribusikan oleh banyak saluran, seperti pengecer, grosir, agen atau penjualan langsung. Sari Roti didistribusikan melalui warung kecil, minimarket dan supermarket. Peritel berperan penting dalam menyampaikan produk ke konsumen. Saluran distribusi menyediakan utilitas waktu dan tempat. Utilitas waktu diartikan sebagai tambahan manfaat yang dirasakan konsumen ketika dapat menikmati produk pada saat dibutuhkan. Utilitas tempat juga merupakan manfaat bagi konsumen karena dapat menikmati produk di tempat yang diinginkan (Vibhuti et al. 2014). Tempat memainkan peran penting dalam memengaruhi konsumen untuk membeli merek lain ketika konsumen sulit menemukan merek yang dicarinya (Shaari et al. 2013). Apabila variasi jenis Sari Roti yang diinginkan konsumen selalu tersedia saat konsumen mencarinya di tempat yang mereka inginkan, maka produk tersebut semakin memuaskan konsumen. Pernyataan tersebut mengharuskan Perusahaan untuk berkelanjutan dalam memasok produknya dan perlu juga diperhatikan kesegarannya, karena proses penyampaian barang biasanya melewati beberapa saluran. Akan tetapi Perusahaan wajib melakukan pemantauan dan estimasi di setiap peritel, supaya tidak terjadi kelebihan pasokan.
68
Selain ketersediaan, penjualan 24 jam juga membentuk kepuasan. Konsumen yang tidak dibatasi waktu untuk melakukan pembelian tentunya merasa senang karena mereka tidak perlu terburu-buru atau khawatir kapan akan membeli produk. Jika jarak antara tempat tinggal dan tempat penjualan relatif dekat, maka kinerja saluran distribusi sangat baik karena konsumen difasilitasi kemudahan menjangkau. Perusahaan perlu mendekatkan produknya ke konsumen sebagai bentuk nilai tambah. Mengantarkan roti sampai ke rumah konsumen akan memberikan kesan berbeda, karena konsumen sekaligus dilayani dan tidak perlu pergi ke tempat penjualan. Menjajakan seperti ini dapat menyenangkan konsumen. Indikator Variabel Promosi (Promotion) Promotion berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Variabel laten promotion dicerminkan oleh 4 indikator. Masingmasing indikator pada variabel tersebut sudah valid dan model pengukuran promotion sudah reliabel. Variabel laten promotion didekati oleh 4 indikator, yaitu kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi produk (X41), peran media promosi (X42), promosi penjualan (X43) dan hubungan masyarakat (X44). Masing-masing indikator berkontribusi dalam mencerminkan variabel promotion. Muatan faktor (factor loadings) tertinggi senilai 0.96 adalah indikator yang paling mencerminkan promosi, yaitu kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi produk. Tabel 37 Nilai muatan faktor indikator promotion Laten eksogen Indikator Muatan faktor (λ) Kesesuaian pesan Promotion (X4) X41 iklan dengan 0.96 konsistensi Sari Roti Iklan Sari Roti ditampilkan di Promotion (X4) X42 0.71 berbagai media promosi Sari Roti mengadakan undian Promotion (X4) X43 0.80 berhadiah dan paket promo Sari Roti Promotion (X4) X44 mengadakan event 0.95 menarik Iklan termasuk salah satu bauran promosi yang dapat memengaruhi dua parameter kepuasan konsumen, yaitu perceived quality dan perceived best. Perceived quality dibentuk oleh penilaian konsumen terhadap kualitas produk secara keseluruhan dan pengaruh iklan akan semakin besar apabila konsumen tidak dapat mengevaluasi kualitas sesungguhnya. Perceived best adalah keyakinan konsumen dalam menentukan merek terbaik diantara produk sejenis lainnya dan dipengaruhi juga oleh citra merek tersebut. Maka peran iklan diharapkan mampu
69
memperkuat citra dan kesadaran merek dengan tujuan untuk meraih konsumen baru dan meningkatkan kesetiaan terhadap merek (Hasan 2009). Secara umum konsumen menerima informasi terbanyak tentang suatu produk dari sumber-sumber komersial (iklan, wiraniaga, toko, display), yaitu sumber-sumber yang didominasi oleh para pemasar (Kotler dan Armstrong 2008). Hasil penelitian Silayoi dan Speece (2007) menunjukkan bahwa konsumen mengevaluasi kualitas produk berdasarkan kesesuaiannya dengan informasi. Iklan merupakan sumber informasi yang paling sering dibaca, dilihat atau didengar oleh konsumen. Namun pesan dan materi iklan harus benar dan jujur. Apabila pesan yang disampaikan mengelabui konsumen, maka mereka akan kecewa (Sumarwan 2011). Konsumen akan sangat emosi ketika iklan sangat berlebihan dan mereka ingin benar-benar membuktikan (Posavac 2012). Aspek dasar dalam iklan adalah kredibilitas. Perusahaan membangun kredibilitas melalui branding atau spokesperson (Fill 1999). Sumber pesan tersebut seharusnya tidak menyampaikan pesan yang terlalu menyimpang dari kenyataannya dan tidak juga terkesan menyimpulkan sendiri, karena pembuktian konsumen terhadap produk akan menghasilkan kepuasan. Kementrian Perindustrian (2012) juga menegaskan bahwa klaim tidak boleh menyesatkan dan diusahakan sedekat mungkin dengan fakta untuk menjaga integritas merek. Kesesuaian klaim dengan konsistensi produk menjadikan konsumen puas dan merek memperoleh integritas. Semakin sesuai pesan iklan dan konsistensi produk, maka konsumen juga semakin puas. Kegiatan promosi tidak hanya periklanan, tetapi penting juga berpartisipasi dalam fair atau menjadi sponsor. Kepedulian Perusahaan terhadap lingkungannya diharapkan oleh banyak konsumen. Kebaikan yang ditunjukkan menjadikan konsumen dan calon konsumen bersimpati hingga akhirnya tertanam persepsi bahwa apabila Perusahaan melalui acara khusus mampu menyenangkan masyarakat, maka produknya akan disukai konsumen, karena mereka merasa seperti ikut serta dalam berbagi dengan lingkungan. Semakin sering acara khusus diadakan, konsumen juga semakin puas. Konsumen tentunya akan senang jika mendapatkan penawaran lebih. Hadiah langsung atau paket promo dan hadiah undian merupakan bentuk apresiasi Perusahaan kepada konsumen dan sengaja diberikan untuk menjaga hubungan baik dengan mereka. Promosi penjualan dianggap nilai tambah bagi konsumen karena memperoleh manfaat atau besaran lebih dari yang seharusnya pada tingkat label harga. Pengulangan iklan mengakibatkan merek menjadi terkenal. Hal ini berdampak pada rasa bangga dalam diri konsumen. Bahkan rasa bangga dan puas akan semakin meningkat jika klaim produk terbukti dan word of mouth terjadi di masyarakat. Iklan di berbagai media untuk meyakinkan pengakuan konsumen terhadap keunggulan produk yang sebenarnya layak dikonsumsi oleh banyak orang. Tingkat Kepuasan Konsumen Berdasarkan hasil perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI), perolehan persentase sebesar 89.15 persen termasuk dalam kategori sangat puas. Persentase tersebut adalah total kombinasi antara bobot dan persentase kinerja
70
positif dari masing-masing indikator. Kategori sangat puas berada pada interval CSI lebih besar dari 0.75 hingga kurang dari sama dengan 1. Tabel 38 Tingkat kepuasan konsumen Sari Roti Variabel teramati
Muatan faktor
Koefisien konstruk
Besar pengaruh
Bobot
Jumlah jawaban setuju dan sangat setuju (%)
CSI (%)
Product Kondisi roti
0.69
0.36
0.248
0.064
100
6.47
Ukuran bentuk
0.58
0.36
0.208
0.054
99.2
5.39
Desain kemasan
0.71
0.36
0.256
0.066
92.5
6.16
Merek
0.71
0.36
0.256
0.066
100
6.66
Label halal
0.73
0.36
0.263
0.068
100
6.84
Informasi nilai gizi
0.77
0.36
0.277
0.072
98.3
7.10
Variasi jenis
0.73
0.36
0.263
0.068
100
6.84
Tanggal kadaluarsa
0.74
0.36
0.266
0.069
100
6.94
0.74
0.31
0.229
0.059
85
5.08
0.94
0.31
0.291
0.075
96.7
7.34
0.95
0.31
0.294
0.076
90
6.90
0.59
0.31
0.183
0.047
60.8
2.89
Sari Roti mudah dijangkau
0.80
0.14
0.112
0.029
94.2
2.74
Ketersediaan Sari Roti
0.95
0.14
0.133
0.034
64.1
2.22
Sari Roti dijual 24 jam
0.94
0.14
0.132
0.034
58.3
1.99
Sari Roti dijajakan ke perumahan
0.59
0.14
0.083
0.021
70.8
1.52
Kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi Sari Roti
0.96
0.10
0.096
0.025
93.3
2.33
Iklan Sari Roti ditampilkan di berbagai media promosi
0.71
0.10
0.071
0.018
79.2
1.46
0.80
0.10
0.080
0.020
47.5
0.99
0.95
0.10
0.095
0.024
48.3
1.19
3.837
1
Price Harga Sari Roti terjangkau Kesesuaian harga Sari Roti dengan kualitas roti Kesesuaian harga Sari Roti dengan manfaat roti Harga Sari Roti bersaing Place
Promotion
Sari Roti mengadakan undian berhadiah dan paket promo Sari Roti mengadakan event menarik Total
89.15
Implikasi Manajerial Implikasi manajerial adalah bagaimana meningkatkan kepuasan konsumen dengan cara meningkatkan kinerja atribut. Perkalian antara bobot dan persentase kinerja positif menghasilkan angka kepuasan, sehingga apabila dijumlahkan semuanya diperoleh tingkat kepuasan konsumen (Customer Satisfaction Index).
71
Bobot menjelaskan bahwa bobot berpengaruh signifikan, sedangkan persentase kinerja positif menunjukkan seberapa baik kinerja indikator tersebut. Implikasi manajerial disusun berdasarkan bobot tertinggi atau lebih dari rata-rata bobot di masing-masing dimensi namun persentase kinerja positifnya masih rendah atau berada di sekitar 50 persen. Dimensi product tidak memerlukan tindakan korektif, karena persentase kinerja positif dari masing-masing atributnya sudah berada di kisaran 92.5 persen hingga 100 persen. Perusahaan juga tidak harus memperbaiki dimensi price. Bobot indikator yang tinggi pada dimensi price sudah dinilai baik oleh konsumen, yaitu dibuktikan dengan perolehan persentase mendekati 100 persen dalam hal anggapan kinerja atribut tersebut positif. Akan tetapi indikator harga bersaing yang bobotnya rendah, kinerjanya juga belum baik. Perbaikan untuk indikator harga bersaing tidak menjadi prioritas dimensi price, namun evaluasinya dapat dikombinasikan dengan promosi penjualan. Bobot tertinggi pada dimensi place terdiri atas ketersediaan dan penjualan 24 jam. Kinerja dari dua indikator tersebut masih perlu ditingkatkan supaya kepuasan konsumen ikut meningkat. Beberapa konsumen merasa Sari Roti selalu tersedia di tempat yang diinginkan dan saat dibutuhkan, namun mereka tidak menemukan variasi jenis yang dicarinya. Kasus lainnya adalah Sari Roti tersebut hampir kadaluarsa. Tentu saja kejadian ini mengecewakan. Selain itu, pasokan Sari Roti terkadang masih lambat. Konsumen pernah membatalkan niat pembeliannya karena melihat rak Sari Roti kosong. Akibatnya mereka memberikan penilaian negatif terhadap kinerja indikator ketersediaan. Seharusnya Perusahaan cepat mengganti agen yang kebetulan tidak bisa memasok ke warung atau peritel wilayahnya. Meningkatkan penjualan 24 jam artinya menambah jumlah toko yang tidak pernah tutup di sekitar lingkungan berdominan kaum muda. Penjualan 24 jam akan memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk, mendorong pembelian ketika tiba-tiba lapar di malam hari dan ingin menikmati pangan instan karena sudah terlalu lelah jika dilanjutkan dengan makanan berat, memberikan peluang bagi produk untuk terjual lebih banyak karena dijual sepanjang hari dan memperkuat ingatan konsumen terhadap merek karena kapanpun dan dimanapun selalu ditemukan merek tersebut. Indikator yang bobotnya tertinggi pada dimensi promotion adalah kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi produk, akan tetapi kinerjanya sudah bagus, sehingga tidak perlu dievaluasi. Bobot tinggi lainnya adalah event menarik dan promosi penjualan. Dua indikator tersebut kinerjanya masih kurang. Event melibatkan program yang dirancang untuk menjaga atau melindungi citra Perusahaan atau masing-masing produknya. Perusahaan perlu meningkatkan frekuensi event supaya kepuasan konsumen bertambah, karena aktivitas kehumasan mampu mendekatkan Perusahaan dengan lingkungannya. Misalnya berpartisipasi dalam fair atau menjadi sponsor. Dampak positif dari pengadaan event diantaranya, membangun citra Perusahaan, menciptakan komunikasi dua arah dengan cara menyalurkan langsung opini publik kepada Perusahaan, mempertahankan penerimaan masyarakat, memposisikan kembali produk Perusahaan dan membela produk yang kurang diminati. Kegiatan ini dapat diselenggarakan ketika ada suatu peresmian, peringatan atau sengaja direncanakan
72
untuk tujuan komersial (profit making) atau non komersial (social community relations). Seharusnya penjualan juga ditunjang dengan upaya promosi berkelanjutan, seperti undian berhadiah dan paket promo. Promosi penjualan dimaksudkan sebagai alat jangka pendek untuk memicu terjadinya tindakan pembelian. Apabila konsumen diberikan suatu penawaran promosi penjualan, maka tingkat kegembiraannya akan meningkat, karena mereka merasa seperti mendapatkan bonus atau manfaat tambahan. Undian berhadiah lebih ditujukan untuk meningkatkan kuantitas pembelian, sedangkan paket promo dapat meningkatkan frekuensi pembelian. Jenis paket beraneka ragam dan masih wajar apabila diagendakan dalam waktu yang berkala. Paket promo biasanya berkaitan dengan harga. Perusahaan sengaja menawarkan harga khusus kepada konsumen. Selain itu, paket promo juga merupakan suatu cara untuk meningkatkan penjualan produk yang kurang laku. Jenis promosi penjualan tersebut perlu ditingkatkan untuk menciptakan komitmen terhadap merek Sari Roti dan menghalangi perilaku variety seeking (mencari keberagaman).
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Konsumen melewati seluruh tahapan proses keputusan pembelian. Motivasi konsumen melakukan pembelian Sari Roti adalah memenuhi kebutuhan sebagai makanan pengganti nasi. Konsumen memperoleh informasi tentang Sari Roti dari iklan. Kriteria evaluasi utama bagi konsumen sebelum memutuskan pembelian Sari Roti adalah kondisi roti. Rencana pembelian konsumen tergantung situasi. Waktu pembelian adalah pagi hari di hari kerja dan minimarket sebagai tempat pembelian, karena dekat dengan tempat tinggal. Jenis roti yang dibeli adalah roti sandwich dan frekuensi pembelian hanya satu kali dalam satu minggu. Pola konsumsi Sari Roti termasuk kategori jarang dan nilai pembeliannya berada di kelas interval lebih dari 2 000 rupiah hingga kurang dari 15 000 rupiah dalam satu minggu. Konsumen berminat melakukan pembelian ulang. Apabila variasi jenis Sari Roti yang dicari tidak tersedia dan terjadi kenaikan harga, tindakan konsumen tetap membeli Sari Roti. Akan tetapi jika roti merek lain memberikan potongan harga, konsumen beralih ke roti merek lain tersebut selama periode itu saja. 2. Bauran pemasaran (4P) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa peran product, price, place dan promotion terbukti meningkatkan kepuasan konsumen Sari Roti. Dimensi product dan price memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan place dan promotion. Product dicerminkan oleh nilai gizi. Price dicerminkan oleh kesesuaian harga dengan manfaat produk. Place dicerminkan oleh ketersediaan produk. Promotion dicerminkan oleh kesesuaian pesan iklan dengan konsistensi produk. 3. Tingkat kepuasan konsumen Sari Roti berada di kategori sangat puas.
73
4. Implikasi manajerial dirumuskan karena kinerja beberapa indikator masih belum baik dan yang direkomendasikan adalah meningkatkan ketersediaan, penjualan 24 jam, hubungan masyarakat dan promosi penjualan. Saran Untuk meningkatkan ketersediaan disarankan agen atau mitra mengontrol secara rutin dan mencegah kehabisan stok. Sedangkan untuk meningkatkan penjualan 24 jam, Perusahaan harus menjalin kerja sama dengan toko yang buka sepanjang hari di sekitar lingkungan kampus atau kaum muda. Perusahaan juga perlu berpartisipasi dalam fair atau menjadi sponsor dan menawarkan paket promo secara berkala untuk meningkatkan hubungan masyarakat dan promosi penjualan. Rekomendasi bagi penelitian selanjutnya adalah mengukur hubungan kepuasan dan loyalitas, karena diduga kepuasan merupakan salah satu pembentuk loyalitas pelanggan.
DAFTAR PUSTAKA Aaker D. 2009. Brand loyalty pyramid [internet]. Rotterdam (NL): European Institute for Brand Management. 1-3; [diunduh 2015 Jul 27]. Adepoju AO dan Oyewole OO. 2013. Households‟ perception and willingness to pay for bread with cassava flour inclusion in Osogbo Metropolis, Osun State, Nigeria [internet]. Tunisia (TN): The 4th International Conference of the African Association of Agricultural Economists. [diunduh 2015 Mar 30]. Ahmed S dan Rahman MdH. 2015. The effects of marketing mix on consumer satisfaction: a literature review from islamic perspectives [internet]. Turki (TR): Turkish Journal of Islamic Economics. 2(1):17-30; [diunduh 2015 Agu 16]. Allen DR. 2004. Customer Satisfaction Research Management. Amerika (US): ASQ Quality Press. Alma B. 2004. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung (ID): Alpabhet. Anderson EW, Fornell C dan Lehmann DR. 1994. Customer satisfaction, market share and profitability: findings from Sweden [internet]. Amerika (US): Journal of Marketing. 58(3):53-66; [diunduh 2015 Nov 19]. Anderson EW, Fornell C dan Mazvancheryl SK. 2004. Customer satisfaction and shareholder value [internet]. Berlin (DE): Journal of Marketing. 68(4):172-185; [diacu 2015 Agu 16]. Anyam OE, Fashogbon AE dan Oni OA. 2013. Consumers‟ willingness to pay for safety attributes of bread in Lagos Metropolis, Nigeria [internet]. Tunisia (TN): The 4th International Conference of the African Association of Agricultural Economists. [diunduh 2015 Mar 7]. Aprilina D, Wike APD dan Sakunda A. 2014. Analisis atribut produk yang memengaruhi kategori kepuasan konsumen dengan Metode KANO dan Root Cause Analysis (studi kasus di Citra Kendedes Cake & Bakery,
74
Malang) [internet]. Malang (ID): Jurnal Lulusan Teknologi Industri Pertanian. Agustus:1-9; [diunduh 2016 Agu 19]. Ardani I GAKS. 2007. Pengaruh strategi bauran pemasaran terhadap penjualan pada toko cendera mata di objek wisata Tanah Lot, Kabupaten Tabanan [internet]. Denpasar (ID): Buletin Studi Ekonomi. 12(2):173-189; [diacu 2015 Agu 26]. Arumta N. 2006. Analisis pengambilan keputusan pembelian dan efektivitas iklan produk mi instan merek Indomie rasa favorite (studi kasus di Kelurahan Gunung Batu, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Assauri S. 2004. Manajemen Pemasaran (Dasar, Konsep dan Strategi). Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. [BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2014. Direktori Perkembangan Konsumsi Pangan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2014. Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat: Jumlah penduduk Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Bandung (ID): BAPPEDA. [BPS] Badan Pusat Statistik Propinsi Jabar. 2013. Jumlah penduduk Kabupaten/ Kota di Jawa Barat tahun 2009-2013 [internet]. Bandung (ID): Data Kependudukan. [diacu 2015 Apr 12]. [BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2013. Statistik Industri Manufaktur 2007-2013. Jakarta (ID): BPS RI. [BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2013. Pendapatan Nasional Indonesia 2009-2012. Jakarta (ID): BPS RI. [BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2014. Pendapatan Nasional Indonesia 2010-2013. Jakarta (ID): BPS RI. Baker DA dan Crompton JL. 2000. Quality satisfaction and behavioral intentions [internet]. Australia (AU): Annals of Tourism Research. 27(3):785-804; [diunduh 2015 Agu 16]. Baker MJ dan Saren M. 2010. Marketing Theory 2nd Edition. London (GB): Sage Publications Inc. Bales JR. 2011. Creating and analyzing an „ideal‟ white bread based on consumer preferences [disertasi]. Massachusetts (US): Worcester Polytechnic Institute. Barsky J. 1999. Finding the Profit in Customer Satisfaction. Chicago (US): Contemporary Books. Bateson JEG. 1992. Managing Service Marketing 2nd Edition. Orlando (US): Dryden Press. Berman B dan Evans JR. 2002. Retail Management: A Strategic Approach. Englewood Cliffs (US): Prentice Hall. Boone LE dan Kurtz DL. 2013. Contemporary Marketing 16th Edition. Boston (US): Cengage Learning. Boshoff C dan Gray B. 2004. The relationships between service quality, customer satisfaction and buying intentions in the private hospital industry [internet]. Afrika Selatan (ZA): South African Journal Of Business Management. 35(4):27-37; [diacu 2015 Agu 16]. Bovee CL dan Thill JV. 1992. Marketing. New Jersey (US): Mc Graw-Hill.
75
Boyd CVJ. 2010. Consumer Psychology. New York (US): Mc Graw-Hill International. Cadotte ER, Woodruff RB dan Jenkins RL. 1987. Expectations and norms in models of consumer satisfaction [internet]. United Kingdom (GB): Journal of Marketing Research. 24(3):305-314; [diacu 2016 Mar 17]. Campbell MC dan Keller KL. 2003. Brand familiarity and advertising repetition effects [internet]. United Kingdom (GB): Journal of Consumer Research. 30(2):292-304; [diacu 2015 Des 11]. Canway J, Restuhadi F dan Sayamar E. 2014. Analisis tingkat kepuasan pelanggan Toko Roti Bobo Bakery di Kota Pekanbaru [internet]. Riau (ID): Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau. 1(1):1-11; [diunduh 2015 Nov 30]. Caruana A, Money AH dan Berthon PR. 2000. Service quality and satisfaction: the moderating role of value [internet]. Bristol (GB): European Journal of Marketing. 34(11/12):1338-1352; [diacu 2016 Jun 1]. Cenadi CS. 2000. Peranan desain kemasan dalam dunia pemasaran [internet]. Surabaya (ID): Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana. 2(2):92-103; [diunduh 2016 Agu 19]. Chandra G. 2002. Strategi dan Program Pemasaran Edisi Pertama. Yogyakarta (ID): Andi. Charles S. 2013. Globalisasi dan pola makan mahasiswa: studi kasus di Jakarta [internet]. Jakarta (ID): CDK-205. 40(6):1-6; [diunduh 2013 Des 22]. Chattopadhyay P, Glick WH, Huber GP. 2001. Organizational actions in response to threats and opportunities [internet]. New York (US): Academy of Management Journal. 44:937-955; [diacu 2016 Jun 1]. Chowdhury M. 2014. Factors influencing consumer buying pattern towards bread item in Bangladesh-study on “All time” brand under pran group [project report]. Dhaka (BD): Departemen Administrasi Bisnis, East West University; [diacu 2015 Mar 8]. Churchill JrGA dan Surprenant C. 1982. An investigation into the determinants of customer satisfaction [internet]. United Kingdom (GB): Journal of Marketing Research. 19(4):491-504; [diacu 2016 Mar 16]. Churchill GA. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran Edisi ke-4 Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Cohen E. 2009. Applying the best-worst scaling to wine marketing. United Kingdom (GB): International Journal of Wine Business Research. 2(1):823; [diacu 2015 Apr 12]. Constantinides E. 2002. The 4S web-marketing mix model [internet]. Netherlands (NL): Electronic Commerce Research and Applications. 1(1):57-76; [diunduh 2015 Jul 2]. Consuelo JA, Twila G, Bella P, Gabriel G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta (ID): UI Pr. Dariyo A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Dean M, Shepherd R, Arvola A, Vassallo M, Winkelmann M, Claupein E, Lahteenmaki L, Raats MM dan Saba A. 2007. Consumer perceptions of healthy cereal products and production methods [internet]. Pennsylvania (US): Journal of Cereal Science. 46(3):188-196; [diacu 2015 Des 10].
76
Dharmestha dan Handoko. 1987. Manajemen Pemasaran: Analisa Perilaku Konsumen. Yogyakarta (ID): Liberty. Direktorat Administrasi dan Jaminan Mutu Pendidikan IPB. 2015. Jumlah Mahasiswa S1 IPB. Bogor (ID): AJMP. Djajati USS dan SN Cholifah. 2014. Pembuatan roti manis (kajian substitusi tepung terigu dan kulit manggis dengan penambahan gluten) [internet]. Surabaya (ID): Jurnal Rekapangan. 8(2):171-178; [diunduh 2016 Agu 19]. Eggert A dan Ulaga W. 2002. Customer perceived value: a subtitute for satisfaction in business markets [internet]. Bristol (GB): Journal of Business and Industrial Marketing. 17(2/3):107-118; [diacu 2016 Jun 1]. Ellis N, Fitchett J, Higgins M, Jack G, Lim M, Saren M, dan Tadajewski M. 2011. Marketing: A Critical Textbook. London (GB): Sage Publications Inc. Engel JF, Blackwell RD dan Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Edisi ke-6 Jilid 1. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Engel JF, Blackwell RD dan Miniard PW. 1995. Perilaku Konsumen Edisi ke-6 Jilid 2. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Fill C. 1999. Marketing Communication: Context, Contents and Strategies 2nd Edition. New Jersey (US): Prentice Hall. Firdaus, Harmini dan Farid. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor (ID): IPB Pr. Furqon. 2009. Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. Gerson RF. 1993. Measuring Customer Satisfaction: A Guide to Managing Quality Service. Menlo Park (US): Crisp Publications. Goi CL. 2009. A review of marketing mix: 4Ps or more? [internet]. Toronto (CA): International Journal of Marketing Studies. 1(1):2-15; [diunduh 2015 Jul 2]. Goldstein SD. 2010. Superior Customer Satisfaction and Loyalty. Amerika (US): ASQ Quality Press. Grigoroudis E dan Siskos Y. 2010. Customer Satisfaction Evaluation. New York (US): Springer Science+Business Media. Gujarati DN. 1995. Basic Econometric 3rd Edition. New Jersey (US): Mc GrawHill. Gungor H. 2007. Emotional Satisfaction of Customer Contacts. Amsterdam (NL): Amsterdam University Press. Gustafsson K dan Sidenvall B. 2002. Food‐related health perceptions and food habits among older women [internet]. Hoboken (US): Journal of Advanced Nursing. 39(2):164-173; [diacu 2015 Nov 19]. Gustafsson A, Johnson MD dan Roos I. 2005. The effects of customer satisfaction, relationship commitment dimensions and triggers on customer retention [internet]. New York (US): Journal of Marketing. 69(4):210-218; [diacu 2015 Agu 17]. Hague P dan Hague N. 2015. Customer satisfaction surveys & research: how to measure CSAT [white paper]. Manchester (GB): B2B International; [diacu 2016 Jun 1]. Hair JF, Tatham RL, Anderson RE dan Black W. 1998. Multivariate Data Analysis 5th Edition. New Jersey (US): Prentice Hall. Harianto, Anna F, Handewi P S, Erma S, Ening A, Siti J, Nia R. 2008. Karakteristik sosial ekonomi petani pada berbagai tipe agroekosistem:
77
aspek konsumsi karakteristik dan arah perubahan konsumsi dan pengeluaran rumah tangga. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Hartono B, Ningsih UW dan Septiarini NF. 2012. Perilaku konsumen dalam pembelian bakso di Malang [internet]. Yogyakarta (ID): Buletin Peternakan. 35(2):137-142; [diunduh 2016 Feb 6]. Hasan A. 2009. Marketing. Yogyakarta (ID): Media Pressindo. Hawkins DI, Mothersbaugh DL. 2010. Customer Behavior: Building Marketing Strategy 11th Edition. New York (US): Mc Graw-Hill International. Hayes BE. 1992. Measuring Customer Satisfaction: Development and Use of Questionnaires. Milwaukee (US): ASQ Quality Press. Hayes BE. 2008. Measuring Customer Satisfaction and Loyalty: Survey Design, Use and Statistical Analysis Methods 3rd Edition. Amerika (US): ASQ Quality Press. Hill N. 1996. Handbook of Customer Satisfaction Measurement. Hampshire (US): Gower Publishing. Hill N, Self B dan Roche G. 2002. Customer Satisfaction Measurement for ISO 9000:2000. Amerika (US): Butterworth-Heinemann. Hurlock E. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta (ID): Erlangga. Hurriyati R. 2010. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung (ID): Alfabeta. Igbaria M, Zinatelli N, Cragg P dan Cavaye ALM. 1997. Personal computing acceptance factors in small firms: a structural equation model [internet]. Minnesota (US): Journal of Management Information Systems Quarterly. 21(3):279-305; [diacu 2015 Des 1]. Indrawijaya S. 2012. Pengaruh kualitas produk dan word of mouth terhadap keputusan konsumen dalam pembelian roti manis pada industri kecil di Kabupaten Sarolangun [internet]. Jambi (ID): Jurnal Online Universitas Jambi. 1(3):193-208; [diunduh 2015 Des 1]. Irawan H. 2003. Indonesian Customer Satisfaction: Membedah Strategi Kepuasan Pelanggan Merek Pemenang ICSA. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Iswanti N, Sari R dan Rustam R. 2014. Analisis perilaku konsumen terhadap Roti Pryangan Bakery di Kota Padang [internet]. Padang (ID): Jurnal Repository Universitas Andalas. 1-12; [diunduh 2015 Nov 29]. Jakpar S, Na AGS, Johari A dan Myint KT. 2012. Examining the product quality attributes that influences customer satisfaction most when the price was discounted: a case study in Kuching Sarawak [internet]. Amerika (US): International Journal of Business and Social Science. 3(23):221-236; [diunduh 2015 Apr 10]. Jobber D. 2007. Principles and Practice of Marketing 5th Edition. Maidenhead (GB): McGraw-Hill. Jobber D, Fahy J. 2009. Foundations of Marketing 3rd Edition. New York (US): Mc Graw-Hill International. Jurini KPW. 2003. Strategi Pemasaran Perusahaan. Jakarta (ID): Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
78
Kartika B, Hastutik P dan Supartono W. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU (ID): Universitas Gadjah Mada. Keller KL. 1998. Strategic Brand Management: Buliding, Measuring and Managing Brand Equity. New Jersey (US): Prentice Hall Inc. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang pedoman gizi seimbang [internet]. Jakarta (ID): Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1110. [diunduh 2015 Mar 17]. [Kemendus] Kementrian Perindustrian. 2012. Peraturan dan pelabelan kemasan pangan. Jakarta (ID): Diklat Teknis Desain Kemasan Produk Pangan. [Kemenristek] Kementerian Riset dan Teknologi. 1994. Roti manis [internet]. Bogor (ID): Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi. 1(6):82-86; [diunduh 2015 Mar 12]. Kihlberg I. 2004. Sensory quality and consumer perception of wheat bread towards sustainable production and consumption, effects of farming system, year, technology, information and values [disertasi]. Swedia (SE): Program Doktor Ilmu Sosial, Universitas Uppsala. Koesworodjati Y. 2006. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran. Bandung (ID): Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan. Kotler P, Keller KL, Ang SH, Leong S-M dan Tan CT. 1999. Marketing Management: An Asian Persepctive. New Jersey (US): Prentice Hall Inc. Kotler P dan Armstrong G. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi ke-12 Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Kotler P dan Keller KL. 2009. Manajemen Pemasaran Edisi ke-13 Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Lada S dan Sidin SMd. 2012. Moderating effects of demographic characteristics on the relationship between brand personality dimension and customer satisfaction [internet]. Malaysia (MY): BIMP-EAGA Conference 2012; [diunduh 2015 Nov 19]. Laila I. 2007. Analisis proses keputusan pembelian dan evaluasi tingkat kepuasan konsumen terhadap pembelian roti merek Le Gitt di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): FAPERTA IPB. Latan H. 2013. Structural Equation Modeling Konsep dan Aplikasi Menggunakan Program Lisrel 8.80. Bandung (ID): Alfabeta. LaTour SA dan Peat NC. 1979. Conceptual and methodological issues in consumer satisfaction research [internet]. Duluth (US): Advances in Consumer Research Conference Proceedings. 6(1):431-437; [diacu 2016 Mar 16]. Liljander V dan Bergenwall M. 1999. Consumption-based emotional responses related to satisfaction [working paper no 398]. Swedia (SE): Swedish School of Economics and Business Administration. Laporan Tahunan Sari Roti. 2011. Excelling to new heights [internet]. Cikarang (ID): PT Nippon Indosari Corpindo. [diunduh 2014 Apr 20]. Laporan Tahunan Sari Roti. 2012. Growing excellence [internet]. Cikarang (ID): PT Nippon Indosari Corpindo. [diunduh 2014 Apr 20]. Laporan Tahunan Sari Roti. 2013. Nippon Indosari Corpindo: a strong foundation [internet]. Cikarang (ID): PT Nippon Indosari Corpindo. [diunduh 2014 Apr 20].
79
Laporan Tahunan Sari Roti. 2014. Sari Roti rotinya Indonesia: acceleration [internet]. Cikarang (ID): PT Nippon Indosari Corpindo. [diunduh 2014 Okt 25]. Laporan Tahunan Sari Roti. 2015. Rotinya Indonesia [internet]. Cikarang (ID): PT Nippon Indosari Corpindo. [diunduh 2016 Sept 2]. Levens MP. 2010. Marketing: Defined, Explained, Applied. New Jersey (US): Prentice Hall. Lockie S, Lyons K, Lawrence G dan Grice J. 2004. Choosing organics: a path analysis of factors underlying the selection of organic food among Australian consumers [internet]. Pennsylvania (US): Appetite. 43(2): 135146; [diacu 2015 Nov 27]. Lonial SC dan Zaim S. 2000. Investigating of product attributes and their affect on overall satisfaction [internet]. Turki (TR): 1st International Joint Symposium on Business Administration. 553-564; [diunduh 2015 Agu 16]. Ma‟sum SH. 2006. Analisis pola konsumsi roti tawar rumah tangga di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB. Maleki A dan Darabi M. 2008. Different ways to measure customer‟s satisfaction [internet]. Amerika (US): 1st year Monthly Journal: Automobile Engineering in Affilited Industries. 3:27-32; [diacu 2015 Agu 16]. Maric A dan Arsovski S. 2010. The level of customer satisfaction as one of the goals of the quality of the organization in the bakery industry [internet]. Serbia (RS): International Journal for Quality Research. 4(4):275-281; [diunduh 2015 Mar 31]. Maric A, Arsovski S dan Mastilovic J. 2009. Contribution to the improvement of products quality in baking industry [internet]. Serbia (RS): International Journal for Quality Research. 3(3):209-216; [diunduh 2015 Mar 31]. Martensen A, Gronholdt L dan Kristensen K. 2000. The drivers of customer satisfaction and loyalty, cross-industry findings from Denmark [internet]. United Kingdom (GB): Total Quality Management. 11(4-6):544-553; [diacu 2015 Agu 16]. Marwan J. 2001. Formulasi dalam pengembangan produk roti manis di PT FITS Mandiri, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. McHugh JM, Nickels WG, McHugh SM. 2008. Understanding Business 8th Edition. New York (US): Mc Graw-Hill International. Monroe K. 1990. Pricing: Making Profitable Decision 2th Edition. Singapore (SG): Mc Graw-Hill. Mowen JC dan Minor M. 2002. Perilaku Konsumen Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Muliasari RM. 2014. Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pembelian roti merek Sari Roti (studi kasus pada mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Agribisnis IPB. Mullins J, Walker OC, Boyd JrH. 2008. Marketing Management: A Strategic Decision Making Approach 6th Edition. Watertown (US): McGraw-Hill. Mulyadi A dan Elys F. 2014. Preferensi konsumen dalam pembelian mi instan di Kabupaten Bangkalan [internet]. Madura (ID): Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 3(1):65-80; [diunduh 2016 Agu 18]. Mulyatiningsih E. 2013. Metode pengumpulan data [internet]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta; [diunduh 2015 Nov 19].
80
Murshid MA, Halim MSAb dan Osman A. 2014. Investigating the impact of marketing mix strategies on physicians satisfaction in the Yemeni Pharmaceutical Industry [internet]. Perlis (MY): International Journal of Business and Technopreneurship. 4(1):47-67; [diunduh 2015 Jul 2]. Nagaraju dan Kumar G. 2013. Consumer behaviour of fast moving consumer goods: a study on bakery products [internet]. India (IN): Innovative Thoughts International Research Journal. 1(3); [diunduh 2015 Mar 7]. Nagle TT dan Holden RK. 1995. The Strategy and Tactics of Pricing: A Guide to Profitable Decision Making. New Jersey (US): Prentice Hall Inc. Nakandala D dan Lau HCW. 2013. An application of a fuzzy-based optimisation model for selecting food products based on cost and nutrition [internet]. Selandia baru (NZ): Journal of Research for Consumers. 24(15); [diunduh 2015 Mar 31]. Nasution MN. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Nguyen LT. 2011. The influence of health-related product attributes, consumers‟ psychographic characteristics and consumers‟ health eating discourses on food categories with a healthy profile: the case of branded bread [tesis]. Denmark (DK): Master of Science in Marketing, Department of Marketing and Statistics, Aarhus School of Business, Aarhus University. O‟Loughlin C dan Coenders G. 2002. Application of the european customer satisfaction index to postal services: structural equation models versus partial least squares [internet]. Girona (ES): GRECS. 1-28; [diunduh 2015 Agu 16]. Oliver RL dan DeSarbo W. 1988. Response determinants in satisfaction judgements [internet]. United Kingdom (GB): Journal of Consumer Research. 14(4):495-507; [diacu 2015 Nov 19]. Oliver RL. 1997. Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Consumer. New York (US): Mc Graw-Hill International. Olsen SO. 2002. Comparative evaluation and the relationship between quality, satisfaction and repurchase loyalty [internet]. Norwegia (NO): Journal of the Academy of Marketing Science. 30(3):240-249; [diacu 2015 Nov 19]. Östman EM, Frid AH, Groop LC dan Björck IME. 2006. A dietary exchange of common bread for tailored bread of low glycaemic index and rich in dietary fibre improved insulin economy in young women with impaired glucose tolerance [internet]. London (GB): European Journal of Clinical Nutrition. 60:334–341; [diacu 2015 Des 1]. Oviahon SAY, Akinlade RJ dan Balogun OL. 2011. Determinants of bread consumers‟ willingness to pay for safety labels in Oredo Local Government Area, Edo State, Nigeria [internet]. New York (US): New York science journal. 4(9):15-20; [diunduh 2015 Mar 30]. Oxford. 2015. Oxford Advanced Learner's Dictionary:definition of satisfaction [internet]. United Kingdom (GB): Oxford University Press; [diacu 2015 Nov 19]. Park JW, Choi YJ dan Moon WC. 2013. Investigating the effects of sales promotions on customer behavioral intentions at duty-free shops: An Incheon International Airport case study [internet]. Spanyol (ES): Journal of Airline dan Airport Management. 3(1):18-30; [diunduh 2015 Agu 25].
81
Pepadri I. 2002. Pricing is the moment of truth, all marketing comes to focus in the pricing decision [internet]. Jurnal Usahawan. 10:15-19; [diunduh 2016 Agu 19]. Peter dan Olson JC. 2002. Consumer Behavior and Marketing Strategy 4th Edition. Boston (US): Mc Graw-Hill. Poh SI, Hendrawan B dan Thio S. 2013. Perilaku konsumsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Surabaya dalam mengkonsumsi produk-produk pastry dan bakery [internet]. Surabaya (ID): Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa. 1(1):94-109; [diunduh 2015 Des 10]. Posavac SS. 2012. Cracking the Code: Leveraging Consumer Psychology to Drive Profitability. New York (US): Society for Consumer Psychology. Purwoto A. 2007. Panduan Laboratorium Statistik Inferensial. Jakarta (ID): Grasindo. Raab G, Ajami RA, Gargeya VB, Goddard GJ. 2008. Customer Relationship Management a Global Perspective. Surrey (GB): Grower Applied Research. Rahmati F, Falahati A dan Jamshedynavid B. 2013. The study impact of internal marketing on customer loyalty (case study: Iran Insurance CompanyKermanshah Province) [internet]. London (UK): International Research Journal of Applied and Basic Sciences. 4(8):2018-2025; [diunduh 2015 Agu 16]. Rajagopal. 2004. Effects of functional performance of distribution channels on transactional relationships in Mexican market environment [internet]. Meksiko (MX): Journal at IDEAS, Economics and Finance Research. 4(7):1-24; [diunduh 2015 Agu 25]. Ramadhiany RP dan Hasbi I. 2015. Pengaruh bauran pemasaran Roti Cari Rasa terhadap keputusan pembelian konsumen Roti Cari Rasa (studi keputusan pembelian pada konsumen perusahaan keluarga Toko Roti Cari Rasa Jalan A Yani no 149 Bandung) [internet]. Bandung (ID): E-proceeding of Management. 2(2):1-10; [diunduh 2015 Nov 19]. Rangkuti F. 2002. Measuring Customer Satisfaction: Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan plus Analisis Kasus PLNN – JP. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Righteous AO. 2010. Consumer acceptability of spiced composite bread [disertasi]. Nigeria (NG): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Pertanian Abeokuta. Ruwani A. 2013. Nilai dan tipe konsumen rumah tangga kaitannya dengan perilaku pembelian produk makanan kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Schiffman L dan Kanuk LL. 2008. Perilaku Konsumen Edisi ke-7. New Jersey (US): Prentice Hall Inc. Septiyaningsih PM, GP Ganda Putra dan LP Wrasiati. 2016. Analisis faktor – faktor yang memengaruhi keputusan pembelian produk Roti Bapak Bakery [internet]. Bali (ID): Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. 4(2):124-136; [diunduh 2016 Agu 19]. Setiadi NJ. 2010. Perilaku Konsumen Edisi Revisi. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group.
82
Setyawan H. 2006. Analisis sikap dan preferensi konsumen dalam pembelian produk bakery tradisional Kartika Sari Bakery Bandung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shaari JAN, Ottot H dan Kermin MF. 2013. Halal; organic; and preservative: marketing concept for bread industry [internet]. Paris (FR): Proceedings of Annual Paris Business and Social Science Research Conference. [diunduh 2015 Mar 9]. Shahnoushi N, Saghaian S, Reed M, Firoozzare A dan Jalerajabi M. 2013. Investigation of factors affecting consumers‟ bread wastage [internet]. Amerika (US): Journal of Agricultural Economics and Development. 2(6):246-254; [diunduh 2015 Mar 15]. Siagian D. 2002. Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Silayoi P dan Speece M. 2007. The importance of packaging attributes: a conjoint analysis approach [internet]. United Kingdom (GB): European Journal of Marketing. 41(11/12):1495-1517; [diunduh 2015 Apr 10]. Simamora B. 2001. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Simeone M dan Marotta G. 2010. Towards an integration of sensory research and marketing in new food products development: a theoretical and methodological review [internet]. Afrika (ZA): African Journal of Business Management. 4(19):4207-4216; [diunduh 2015 Mar 31]. Sinh NH. 2013. The fall of the marketing mix: a paradigm shift needed? [internet]. Vietnam (VN): Journal of Development and Integration. 12(22):83-88; [diunduh 2015 Agu 16]. Singh M. 2012. Marketing mix of 4P‟s for competitive advantage [internet]. India (IN): IOSR Journal of Business and Management. 3(6):40-45; [diunduh 2015 Agu 17]. Sirgy MJ. 1984. A social cognition model of consumer satisfaction/dissatisfaction: "an experiment" [internet]. Michigan (US): Psychology and Marketing. 1(2):27-44; [diacu 2016 Mar 17]. Situmorang JR. 2011. Metrik pemasaran sebagai alat untuk mengukur kinerja pemasaran perusahaan (studi kasus pada bisnis ritel) [internet]. Bandung (ID): Jurnal Administrasi Bisnis. 6(2):114-131; [diunduh 2015 Agu 26]. Smith S. 2007. How to measure customer satisfaction: satisfaction measurement and theory [internet]. Amerika (US): Voice of Customer Ebook; [diacu 2015 Nov 19]. Smith S. 2012. Customer satisfaction survey questions: 5 sample templates you can use right away [internet]. Amerika (US): Voice of Customer Ebook; [diacu 2015 Nov 19]. Solomon MR, Marshal GW dan Stuart EW. 2006. Marketing: Real People Real Choice 4th Edition. London (GB): Pearson. Solomon MR dan Rabolt NJ. 2009. Consumer Behaviour in Fashion 2nd Edition. New Jersey (US): Prentice Hall. Sondoh SL, Omar MW, Wahid NA, Ismail I dan Harun A. 2007. The effect of brand image on overall satisfaction and loyalty intention in the context of color cosmetic [internet]. Malaysia (MY): Asian Academy of Management Journal. 12(1):83-107; [diunduh 2015 Agu 25].
83
Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3751-2006. Tepung terigu sebagai bahan makanan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Stanton WJ. 1978. Fundamentals of Marketing 5th Edition. Tokyo (JP): McGrawHill Book Company. Stanton WJ. 1998. Prinsip Pemasaran Edisi ke-7 Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga. Stavkova J dan Turcinkova J. 2005. Consumer choice process when purchasing the staple food [internet]. Praha (CZ): Czech Academy of Agricultural Sciences. 51(9):389-394; [diunduh 2015 Mar 7]. Sugianto J dan Sugiharto S. 2013. Analisa pengaruh service quality, food quality dan price terhadap kepuasan pelanggan Restoran Yung Ho Surabaya [internet]. Surabaya (ID): Jurnal Manajemen Pemasaran Petra. 1(2):1-10; [diunduh 2016 Agu 19]. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung (ID): Alfabeta. Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran Edisi ke-2. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Sumarwan U. 2014. Adakah perubahan perilaku konsumsi bakery di Jakarta? Studi perbandingan hasil survey bakery 2012 dan 2014 [internet]. Jakarta (ID): Chapter Marketing Strategy in Bareca Magazine. 4(3):115-117; [diunduh 2015 Nov 29]. Supranto. 2003. Metode Riset: Aplikasinya dalam Pemasaran Edisi ke-7. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Sutojo S. 2001. Menyusun Strategi Harga (Pricing Strategi). Jakarta (ID): Damar Mulia Pustaka. Swastha B. 2005. Azas-azas Marketing. Yogyakarta (ID): Liberty. Swastha B dan Irawan. 2003. Manajemen Pemasaran Modern Edisi Kedua. Yogyakarta (ID): Liberty Offset. Thah HM dan Yuwono SS. 2014. Analisis preferensi, perilaku mahasiswa dan keamanan pangan terhadap produk bakso di sekitar Universitas Brawijaya [internet]. Malang (ID): Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4):89-100; [diunduh 2016 Feb 6]. Thunstrom L dan Nordstrom J. 2012. The importance of taste for food demand and the experienced taste effect of healthy labels [internet]. Swedia (SE): Swedish Retail and Wholesale Development Council Funds Research. [diunduh 2015 Mar 31]. Tikkanen I dan Vaariskoski M. 2010. Attributes and benefits of branded bread: case Artesaani [internet]. Bristol (GB): British Food Journal. 112(9):10331043; [diacu 2015 Mar 31]. Tioriman V, Yulizar K dan Retno BL. 2014. Roti penyet olen (perencanaan pendirian usaha roti penyet) [internet]. Palembang (ID): Management Student Journal. 1-10; [diunduh 2016 Agu 19]. Tjiptono F. 2007. Strategi Pemasaran Edisi ke-2. Yogyakarta (ID): Andi. Tse DK dan Wilton PC. 1988. Models of consumer satisfaction formation: an extension [internet]. United Kingdom (GB): Journal of Marketing Research. 25(2):204-212; [diacu 2016 Mar 17].
84
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, LN No 42 tahun 1999. Underwood RL. 2003. The communicative power of product packaging: creating brand identity via lived and mediated experience [internet]. United Kingdom (GB): Journal of Marketing Theory and Practice. 11(1):62-77; [diacu 2015 Des 10]. Utari AT. 2007. Analisis tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap roti manis Tan Ek Tjoan Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Vavra TG. 1997. Improving Your Measurement of Customer Satisfaction: A Guide to Creating, Conducting, Analyzing and Reporting Customer Satisfaction Measurement Programs. Milwaukee (US): ASQ Quality Press. Verplanken B dan Herabadi A. 2001. Individual differences in impulse buying tendency: feeling and no thinking [internet]. Hoboken (US): European Journal of Personality. 15(S1):S71-S83; [diacu 2015 Des 11]. Vibhuti D, Tyagi AK, Pandey V. 2014. A case study on consumer buying behavior towards selected FMCG products [internet]. India (IN): International Journal of Scientific Research and Management. 2(8):11681182; [diunduh 2015 Apr 10]. Wang KL, Wang Y dan Yao JT. 2005. A comparative study on marketing mix models for digital products [internet]. Hongkong (HK): Proceedings of The First International Workshop on Internet and Network Economics. 660-669; [diunduh 2015 Jul 2]. Wanke M. 2009. Social Psychology of Consumer Behavior. Amerika (US): Taylor & Francis Group. Warde A. 1999. Convenience food: space and timing [internet]. Bristol (GB): British Food Journal. 101(7):518-527; [diacu 2015 Des 10]. [WRAP] Waste and Resources Action Programme. 2011. Reducing household bakery waste [project report]. United Kingdom (GB): The Old Academy; [diunduh 2016 Agu 19]. Westbrook RA dan Reilly MD. 1983. Value-percept disparity: an alternative to the disconfirmation of expectations theory of consumer satisfaction [internet]. Duluth (US): Advances in Consumer Research Conference Proceedings. 10(1):256-261; [diacu 2016 Mar 16]. Widhiarso S. 2009. Praktek Model Persamaan Struktural (SEM) Melalui Program Amos [internet]. [diunduh 2014 Jul 22]. Wijanto SH. 2008. Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Wijayanti YR. 2007. Substitusi tepung gandum (Triticum aestivum) dengan tepung garut (Maranta arundinaceae L) pada pembuatan roti tawar [skripsi]. Yogyakarta (ID): Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM. Woodruff RB dan Gardial SF. 1996. Know Your Customer: New Approaches to Understanding Customer Value and Satisfaction. Oxford (GB): Blackwell Publishers. Xue H, Mainville D, You W dan Nayga Jr RM. 2009. Nutrition knowledge, sensory characteristics and consumers‟ willingness to pay for pasture-fed
85
beef [internet]. Milwaukee (US): Agricultural & Applied Economics Association’s & American Council on Consumer Interests (AAEA & ACCI Joint Annual Meeting). 1-72; [diunduh 2015 Des 12]. Yanuar I. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung (ID): Refika Aditama. Yi Y. 1989. A critical review of consumer satisfaction [working paper no 604]. Michigan (US): University of Michigan, School of Business Administration. Zeithaml VA dan Bitner MJ. 2002. Service Marketing: Integrating Cutomer Focus Across the Firm 3rd Edition. Boston (US): McGraw-Hill College.
86
87
Lampiran 1 Hasil estimasi model pengaruh 4P terhadap kepuasan konsumen Sari Roti
DATE: 10/22/2015 TIME: 16:24 L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\TESISR~2\DATA1.SPJ: Observed Variables X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 Y1 Y2 Y3 Y4 Correlation Matrix From File D:\TESISR~2\DATA1.COR Sample Size = 120 Latent Variables X1 X2 X3 X4 Y Relationships X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 = X1 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 = X2 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 = X3 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 = X4 Y1 Y2 Y3 Y4 = Y Y = X1 X2 X3 X4 Path Diagram Options ME=UL AD=OFF IT=500 Set the error variance of X2.2 equal to 0.1 Set the error variance of X2.3 equal to 0.1 Set the error variance of X3.2 equal to 0.1 Set the error variance of X3.3 equal to 0.1 Set the error variance of X4.1 equal to 0.1 Set the error variance of X4.4 equal to 0.1 Set the error variance of Y1 equal to 0.3 Set the error variance of Y3 equal to 0.2 !Set the error variance of Y4 equal to 0.2 Set the correlation between X2 and X3 equal to 0.4 Set the correlation between X2 and X4 equal to 0.4
88
Set the correlation between X3 and X4 equal to 0.4 Set the error covariance between X3.2 and X2.4 to free Set the error covariance between X4.1 and Y2 to free Set the error covariance between X4.3 and X2.4 to free Set the error covariance between X4.3 and X4.1 to free Set the error covariance between X4.4 and X2.4 to free Set the error covariance between X4.4 and X4.1 to free Set the error covariance between X4.4 and X4.2 to free Set the error covariance between X4.4 and X4.3 to free End of Problem Sample Size = 120
Correlation Matrix to be Analyzed
Y1 Y2 Y3 Y4 X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4
Y1 1.00 0.25 0.36 0.45 0.38 0.27 0.25 0.21 0.21 0.23 0.29 0.13 0.10 0.31 0.42 0.23 0.15 0.12 0.19 0.21 0.36 0.15 0.13 0.12
Y2
Y3
Y4
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
1.00 0.11 0.21 0.47 0.19 0.40 0.28 0.31 0.37 0.31 0.33 0.48 0.33 0.42 0.43 0.37 0.52 0.45 0.32 0.59 0.35 0.44 0.45
1.00 0.38 0.32 0.23 0.21 0.12 0.17 0.22 0.28 0.22 0.00 0.13 0.17 0.07 0.22 0.04 0.02 0.14 0.22 -0.03 -0.06 0.05
1.00 0.44 0.23 0.37 0.21 0.21 0.23 0.21 0.23 0.28 0.26 0.33 0.21 0.18 0.10 0.08 0.11 0.30 0.10 0.08 0.15
1.00 0.47 0.52 0.40 0.44 0.43 0.43 0.43 0.29 0.33 0.42 0.27 0.37 0.27 0.19 0.12 0.41 0.21 0.22 0.29
1.00 0.41 0.39 0.39 0.39 0.50 0.39 0.23 0.38 0.44 0.14 0.23 0.19 0.22 0.26 0.28 0.16 0.17 0.17
1.00 0.57 0.50 0.43 0.43 0.55 0.32 0.39 0.35 0.25 0.25 0.26 0.26 0.27 0.47 0.21 0.20 0.27
1.00 0.72 0.47 0.53 0.53 0.23 0.52 0.29 0.09 0.38 0.34 0.30 0.33 0.34 0.31 0.18 0.21
89
X1.5 1.00 0.59 0.64 0.64 0.22 0.40 0.27 0.09 0.36 0.26 0.26 0.19 0.31 0.33 0.19 0.23
X1.6
X1.7
X1.8
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4
1.00 0.59 0.62 0.32 0.40 0.46 0.25 0.45 0.38 0.37 0.16 0.41 0.34 0.28 0.36
1.00 0.60 0.18 0.46 0.45 0.13 0.30 0.22 0.21 0.27 0.37 0.21 0.20 0.27
1.00 0.32 0.36 0.36 0.13 0.43 0.30 0.34 0.07 0.41 0.26 0.22 0.29
1.00 0.43 0.50 0.57 0.38 0.46 0.36 0.26 0.46 0.42 0.39 0.46
1.00 0.65 0.39 0.27 0.41 0.34 0.36 0.49 0.35 0.30 0.33
1.00 0.44 0.37 0.44 0.45 0.25 0.52 0.37 0.31 0.37
1.00 0.31 0.51 0.40 0.35 0.38 0.35 0.59 0.61
X3.1 1.00 0.53 0.49 0.25 0.45 0.49 0.32 0.40
X3.2
X3.3
X3.4
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4
1.00 0.71 0.47 0.47 0.47 0.52 0.56
1.00 0.40 0.46 0.41 0.47 0.49
1.00 0.31 0.28 0.37 0.39
1.00 0.44 0.32 0.38
1.00 0.36 0.30
1.00 0.90
1.00
Number of Iterations = 14 LISREL Estimates (Unweighted Least Squares)
Y1 Y2 Y3 Y4 X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5
Standardized Loading Factor
Standard tError value
Error Variance
0.57*Y 0.78*Y 0.39*Y 0.51*Y 0.69*X1 0.58*X1 0.71*X1 0.71*X1 0.73*X1
0.043 0.12 0.081 0.086 0.035 0.034 0.035 0.036 0.037
0.30 0.39 0.20 0.74 0.52 0.66 0.49 0.49 0.47
13.13 6.56 4.87 5.92 19.94 16.96 20.15 19.75 19.61
Standard tError value
0.15
2.50
0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.15
5.25 3.63 4.77 3.41 3.41 3.26
R2 0.52 0.61 0.44 0.26 0.48 0.34 0.51 0.51 0.53
90
X1.6 X1.7 X1.8 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X4.1 X4.2 X4.3
0.77*X1 0.73*X1 0.74*X1 0.74*X2 0.88*X2 0.92*X2 0.59*X2 0.80*X3 0.92*X3 0.88*X3 0.59*X3 1.05*X4 0.71*X4 0.80*X4
0.036 0.036 0.036 0.045 0.038 0.038 0.044 0.046 0.040 0.040 0.044 0.044 0.048 0.060
21.55 20.11 20.46 16.59 22.88 23.88 13.37 17.18 23.19 22.14 13.55 23.82 14.77 13.37
0.41 0.47 0.46 0.45 0.10 0.10 0.65 0.36 0.10 0.10 0.65 0.10 0.49 0.36
X4.4
0.99*X4
0.051
19.66
0.10
0.15 0.15 0.15 0.15
2.81 3.22 3.15 2.99
0.14 0.15
4.64 2.36
0.14
4.55
0.15 0.16
3.38 2.25
0.91
Modification Indices Error Covariance Standard Error X3.2 dan X2.4 0.29 0.094 X4.1 dan Y2 0.23 0.10 X4.3 dan X2.4 0.40 0.095 X4.3 dan X4.1 -0.53 0.11 X4.4 dan X2.4 0.38 0.094 X4.4 dan X4.1 -0.67 0.11 X4.4 dan X4.2 -0.41 0.11 X4.4 dan X4.3 0.11 0.11
t-value 3.12 2.23 4.26 -4.62 3.97 -6.00 -3.87 0.95
Structural Equation Model Standardized Coefficients Standard Error Y X1 0.36 0.050 Y X2 0.31 0.049 Y X3 0.14 0.043 Y X4 0.097 0.041 Error Variance = 0.47 R2 = 0.53
0.59 0.53 0.54 0.55 0.88 0.89 0.35 0.64 0.89 0.89 0.35 0.92 0.51 0.64
t-value 7.18 6.41 3.20 2.36
91
Correlation Matrix of Independent Variables
X1 X2 X3 X4
X1 1.00 0.56 0.49 0.44
X2
X3
1.00 0.40 0.40
1.00 0.40
Correlation between X2 dan X1 X3 dan X1 X4 dan X1
X4
1.00
Standard Error 0.03 0.03 0.03
Covariance Matrix of Latent Variables
Y X1 X2 X3 X4
Y 1.00 0.65 0.61 0.48 0.43
X1
X2
X3
X4
1.00 0.56 0.49 0.44
1.00 0.40 0.40
1.00 0.40
1.00
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 245 Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 377.59 (P = 0.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 132.59 90 Percent Confidence Interval for NCP = (83.98 ; 189.14) Minimum Fit Function Value = 3.17 Population Discrepancy Function Value (F0) = 1.11 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.71 ; 1.59) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.067 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.054 ; 0.081) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.020 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 4.10 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (3.69 ; 4.57) ECVI for Saturated Model = 5.04 ECVI for Independence Model = 35.58 Chi-Square for Independence Model with 276 Degrees of Freedom = 4185.84 Independence AIC = 4233.84 Model AIC = 487.59 Saturated AIC = 600.00 Independence CAIC = 4324.74 Model CAIC = 695.90 Saturated CAIC = 1736.25 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.11 Standardized RMR = 0.16 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.93 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.76 Normed Fit Index (NFI) = 0.91 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.96 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.81
t-value 17.02 16.16 16.20
92
Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.90 Critical N (CN) = 95.36
93
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi, tanggal 12 Maret 1992, sebagai anak pertama dari pasangan Hari Santoso dan Anik Lailasari. Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada tahun 2004 di SD Negeri 1 Kepatihan, dilanjutkan dengan pendidikan lanjutan pertama di SMP Negeri 1 Banyuwangi tahun 2007 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bangil tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa di program studi S1 Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor lulus pada tahun 2014. Kemudian melanjutkan S2 program Magister Sains Agribisnis. Selain kuliah, penulis juga aktif bergabung di organisasi kampus, antara lain Club Ilmiah Asrama, Forum for Scientific Studies (FORCES), DPM FEM IPB dan BEM FEM IPB. Beberapa penghargaan yang pernah diraih adalah juara dua paper and softskill TPB IPB (2011), juara dua cipta puisi hari kartini TPB IPB (2011), juara tiga kreasi ubi TPB IPB (2011), PKMK lolos didanai (2012), tiga puluh besar nominator essay competition (2012), pemenang event menulis surat untuk Dahlan Iskan dan Jokowi (2012), paper terseleksi di IMIC (2012), PKMK dan PKMM lolos didanai (2013).