Pengaruh Aplikasi Gel APF terhadap Kekasaran Permukaan Resin Sealant Deryana Avidhianita1, Mia Damiyanti2, Ali Noerdin2 1
Undergraduate Program, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia Department of Dental Material, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia
2
E-mail:
[email protected]
Abstrak Latar Belakang: Apabila resin sealant terpapar gel APF yang bersifat asam, kasarnya permukaan dapat menyebabkan adhesi bakteri dan karies sekunder. Tujuan: Menganalisis pengaruh aplikasi gel APF terhadap kekasaran permukaan resin sealant. Metode: Tiga puluh enam spesimen resin sealant dibagi secara acak ke dalam enam kelompok, yaitu aplikasi gel APF dan akuades selama tiga puluh menit sebanyak satu, dua dan tiga kali. Nilai kekasaran permukaan rerata diukur dengan surface roughness tester Mitutoyo SJ201. Hasil: Kekasaran permukaan meningkat bermakna setelah satu kali aplikasi, dan menurun bermakna setelah dua kali aplikasi. (p<0,05) Kesimpulan: Gel APF menurunkan kekasaran permukaan resin sealant setelah dua kali aplikasi.
Effect of APF Gel Application on the Surface Roughness of Resin Sealant Abstract Background: If resin sealant was exposed by acidic APF gel, roughened surface material would increase bacterial adhesion and leading to secondary caries. Objectives: To analyze the effect of APF gel application on the surface roughness of resin sealant. Methods: Thirty six resin sealant specimens were randomly divided into six groups, APF gel and aquadest one, two and three times application for thirty minutes each. Mean roughness was measured by Mitutoyo SJ201 surface roughness tester. Results: Surface roughness was significantly increased after one time gel application, and decreased significantly after twice gel application. (p<0,05) Conclusions: APF gel decreased resin sealant surface roughness after twice application. Keywords: Resin sealant, APF gel, surface roughness
Pendahuluan Pendekatan perawatan kedokteran gigi telah beralih dari yang bersifat kuratif menjadi preventif.1 Terdapat tiga tingkat usaha preventif atau pencegahan, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk memelihara kesehatan dan meminimalisasi risiko suatu penyakit. Yang termasuk usaha pencegahan primer terhadap karies antara lain aplikasi fluor topikal serta pit dan fissure sealant.2 Pit dan fissure sealant berperan sebagai penghalang fisik permukaan gigi dari bakteri dan produk asam. Sealant melapisi dan melindungi struktur pit dan fissure yang tidak dapat dibersihkan oleh saliva.3,4 Perawatan ini dilakukan sedini mungkin hingga empat tahun setelah gigi erupsi. Pit dan fissure sealant diindikasikan untuk gigi posterior permanen yang telah
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
erupsi sempurna dengan pit dan fisur yang dalam, tanpa restorasi ekstensif dan karies aktif. Pit dan fissure sealant dapat berbahan dasar semen ionomer kaca ataupun resin. Sealant berbahan resin lebih sering digunakan karena lebih retentif dan tahan lama dibandingkan dengan semen ionomer kaca. Aplikasi fluor efektif meremineralisasi permukaan gigi.5 Indikasi aplikasi fluor antara lain untuk pasien dengan risiko karies tinggi pada permukaan halus dan permukaan akar, pasien yang sedang menjalani perawatan orthodontik dan pasien dengan laju alir saliva rendah. Fluor topikal diberikan setiap empat sampai enam bulan sekali.6 Agen aplikasi fluor yang paling sering digunakan secara profesional adalah gel APF (Acidulated Phosphate Fluoride) 1,23% karena bersifat stabil dan banyak beredar di pasaran. Gel APF mengandung asam fosfat yang mengetsa email gigi, kemudian ion fluor menggantikan mineral hidroksiapatit menjadi fluoroapatit yang lebih stabil dan lebih tahan asam.7 Gel APF diaplikasikan pada permukaan gigi dengan menggunakan tray. Selama aplikasi bukan hanya permukaan gigi yang berkontak dengan gel APF, namun juga permukaan bahan restoratif. Sehingga pengaruh gel APF terhadap permukaan bahan restoratif, seperti resin sealant, juga penting untuk diketahui.8 Komposisi resin sealant sama seperti resin komposit pada umumnya.9 Salah satu komponen dari resin sealant adalah filler.10 Peneliti sebelumnya menyatakan bahwa aplikasi gel APF 1,23% yang bersifat asam dapat mendegradasi partikel filler dalam resin komposit. Partikel filler yang lepas dari matriks membentuk lubang-lubang pada permukaan, sehingga kekasaran permukaannya meningkat.19 Kekasaran permukaan bahan restorasi di atas 0,2 µm dapat meningkatkan kecenderungan akumulasi bakteri yang dapat berakibat pada karies sekunder dan kegagalan perawatan.11
Tinjauan Teoritis Gel APF Gel APF merupakan agen fluor yang efektif dalam mencegah karies karena fluor dapat meningkatkan remineralisasi enamel yang baru terdemineralisasi oleh asam yang diproduksi oleh bakteri plak. Meningkatnya struktur mineral enamel menyebabkan enamel lebih resisten terhadap asam. Selain itu, fluor juga dapat menurunkan kemampuan bakteri plak dalam memproduksi asam.11,12 Proses remineralisasi terjadi melalui reaksi antara ion fluor dengan ion kalsium dan ion fosfat bebas, menggantikan hidroksiapatit yang larut pada pH 5,5 menjadi fluoroapatit yang lebih tahan terhadap asam di bawah pH 4,5.7
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Fluor dapat diberikan secara sistemik dan topikal. Macam-macam fluor topikal antara lain obat kumur, pasta gigi dan topikal aplikasi fluor. Pemberian fluor secara topikal bertujuan untuk meningkatkan daya tahan email terhadap karies dan menghambat sistem enzim bakteri. Terdapat bermacam-macam topikal aplikasi fluor, antara lain gel NaF (Sodium Fluoride), gel APF (Acidulated Phosphate Fluoride) dan gel SnF2 (Stannous Fluoride).4 Topikal aplikasi fluor yang sering digunakan secara profesional adalah gel APF. Gel APF tersebut mengandung 12,3 mg ion fluor per satu gram gel atau 12.300 ppm ion fluor dengan pH 2-5.7 Telah diketahui bahwa penyerapan fluor oleh enamel setelah aplikasi APF lebih efektif daripada NaF.7 Terdapat dua cara untuk mengaplikasikan gel APF, yaitu dengan mengoleskan gel langsung pada permukaan gigi atau dengan menggunakan tray.6 Aplikasi fluor topikal dianjurkan rutin dilakukan setiap empat sampai enam bulan sekali. Setelah aplikasi fluor pasien dianjurkan untuk tidak makan, minum dan berkumur dalam waktu tiga puluh menit.6
Resin Pit and Fissure Sealant Pit dan fissure sealant merupakan bahan yang digunakan untuk mencegah karies di oklusal gigi posterior. Sealant menutup area pit dan fissure yang dalam dari aktivitas dan produk asam yang dihasilkan bakteri. Menurut American Dental Association (ADA) indikasi pit and fissure sealant adalah: 1. Pasien dengan risiko karies sedang atau tinggi 2. Karies baru di area pit dan fissure gigi 3. Anatomi pit dan fissure gigi yang dalam atau mudah rusak.14 Sedangkan kontraindikasi dari pit dan fissure sealant, yaitu: 1. Perrmukaan gigi yang karies 2. Terdapat karies pada permukaan lainnya pada satu gigi, bila direstorasi
dapat
mengganggu sealant. 3. Terdapat restorasi yang besar pada oklusal gigi.4 Penggunaan resin sealant direkomendasikan untuk pasien dengan risiko karies 15
rendah.
American Dental Association (ADA) menganjurkan penggunaan pit and fissure
sealant sebagai mekanisme penting perawatan preventif, karena: 1. Efektif sebagai usaha primer dalam mencegah karies. 2. Baik digunakan untuk anak dan dewasa. 3. Dapat menghentikan progresivitas lesi insipien yang tidak berlubang.16
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Sealant merupakan salah satu metode untuk meningkatkan resistensi gigi terhadap lesi karies pada pit dan fisur gigi.15 Permukaan oklusal gigi posterior yang ireguler menyebabkan retensi makanan pada area pit dan fissure. Area pit dan fissure juga sulit menyerap fluor. Sehingga area pit dan fissure gigi posterior rentan terhadap karies. Terapi preventif berupa sealant mengisi iregularitas tersebut untuk mengurangi risiko karies dengan menciptakan permukaan yang lebih halus sehingga mudah dibersihkan dan menurunkan kemungkinan retensi makanan dan akumulasi bakteri.17 Sebaiknya sealant dievaluasi secara berkala setiap enam bulan sekali, serta diganti bila perlu agar penggunaannya efektif.16
Komposisi resin sealant Komposisi resin sealant sama dengan resin komposit pada umumnya. Resin komposit terdiri dari empat komponen utama, yaitu: 1. Fase organik (matriks) 2. Partikel filler anorganik 3. Coupling agent (silane) 4. Sistem inisiator-akselerator.17 Selain komponen utama tersebut, resin komposit juga terdiri dari bahan tambahan, seperti inhibitor (hydroquinone), pigmen, serta bahan tambahan lainnya.17
Matriks Matriks adalah komponen utama dalam resin yang dapat menginisiasi polimerisasi adisi. Matriks organik resin terdiri dari campuran dua monomer dimetakrilat. Terdapat berbagai macam matriks resin, yaitu 2,2-bis [4(2-hydroxy-3-methacryloxy-propyloxy)-phenyl] propane (Bis-GMA), UDMA, Triethylene glycoldimethacrylate (TEGDMA) dan BisEMA6.17 Struktur kimia matriks resin komposit dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 1 Struktur Bis-GMA (Sumber: Craig’s Restorative MaterialsEdisi 13)
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Gambar 2 Struktur UDMA (Sumber: Craig’s Restorative Materials Edisi 13)
Gambar 3 Struktur TEGDMA (Sumber: Craig’s Restorative Materials Edisi 13)
Gambar 4 Struktur Bis-EMA6 (Sumber: Craig’s Restorative Materials Edisi 13)
Matriks resin sealant tersusun atas campuran Bis-GMA dengan viskositas tinggi dan TEGDMA dengan viskositas rendah sehingga bersifat lebih flowable daripada resin komposit untukdapat berpenetrasi ke area pit dan fissure serta area email yang dietsa.17
Filler Filler merupakan komponen anorganik yang mengisi sebagian besar volume atau berat komposit. Penambahan filler dalam resin komposit bertujuan untuk memberikan strength, stiffness, radioopasitas, serta meningkatkan kekerasan dan ketahanan material. Selain itu filler juga dapat mengontrol terjadinya shrinkage saat polimerisasi, kontraksi dan ekspansi termal, water sorption, serta mengurangi staining.18 Partikel filler berasal dari material quartz, glass atau keramik. Berdasarkan ukuran partikel filler, resin komposit dikelompokkan menjadi: 1. Macrofill
: resin komposit dengan partikel filler berbentuk spherical atau ireguler
dengan diameter 20-30 nm. Resin komposit makrofil bersifat lebih opak dan memiliki wear resistance yang lebih rendah daripada jenis lain.
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
2. Hybrid dan microhybrid
: komposit hibrida tersusun atas dua tipe filler, yaitu
partikel fine (2-4 µm) dan partikel microfine (0,04-0,2 µm) silika sebanyak 5-15%. Pada mikrohibrida partikel fine berukuran 0,04-1 µm dicampur dengan silika microfine. 3. Nanofill
: mengandung partikel filler berukuran 1-100 nm.
4. Nanohybrid : tersusun atas partikel besar (0,4-5 µm) dan partikel nano. 14
Coupling Agent Coupling agent berada pada filler sebelum dicampur dengan matriks saat pabrikasi. Coupling agent berfungsi sebagai pengikat antara filler dengan matriks, serta sebagai stress absorber. Jenis coupling agent yang paling sering digunakan adalah senyawa silikon organik 3-methacryloxypropyltrimethoxysilane (MPTS) atau silane.17 Struktur kimia MPTS dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Struktur kimia MPTS (Sumber: Craig’s Restorative Materials Edisi 13)
Untuk mencapai keberhasilan klinis, komposit membutuhkan ikatan filler dan matriks yang baik selama proses setting. Coupling agent memegang peranan penting dalam komposit, antara lain: 1. Membentuk jembatan interfasial yang mengikat filler dengan matriks. 2. Meningkatkan sifat mekanis dari komposit dan meminimalisasi lepasnya partikel filler dari matriks akibat keausan. 3. Membentuk fase interfasial sebagai medium distribusi stres antara partikel dan polimer matriks. 4. Menyediakan lingkungan hidrofobik yang meminimalisasi absorpsi air oleh komposit.17
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Gambar 6 Peranan coupling agent (Sumber: Craig’s Restorative MaterialsEdisi 13)
Inisiator dan Aktivator Pengerasan resin komposit dapat diinisiasi oleh cahaya atau reaksi kimia. Aktivasi cahaya terjadi oleh cahaya biru dengan panjang gelombang 465 nm yang diabsorbsi oleh photo-sensitizer, seperti camphorquinone 0,1% hingga 1% yang ditambahkan ke dalam campuran monomer saat pabrikasi.17 Struktur kimia inisiator dan akselerator dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Struktur kimia inisiator dan akselerator (Sumber: Craig’s Restorative MaterialsEdisi 13)
Reaksi aktivasi diakselerasi oleh bahan organik aromatic atau aliphatic amine dan menghasilkan radikal bebas. Amine dan camphorquinone tetap stabil saat adanya oligomer dalam temperatur ruang selama komposit tidak terekspos cahaya.17
Pigmen dan Komponen Lain Resin komposit tersedia dalam banyak pilihan warna, yaitu putih, kuning dan abu-abu. Oksida besi ditambahkan dalam jumlah kecil untuk menghasilkanwarna oksida anorganik. Penyerap sinar ultraviolet ditambahkan untuk meminimalisasi perubahan warna akibat oksidasi. Agen fluorescent ditambahkan untuk meningkatkan vitalistas optik dan menghasilkan warna menyerupai gigi asli. Zat ini merupakan pigmen yang menyerap sinar ultraviolet dan ungu (340-370 nm) dan memantulkan sinar biru (420-470 nm). Kedalaman
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
curing pada komposit dengan shade warna yang lebih gelap dan lebih opak berbeda dengan shade yang lebih opak dan translusen.17
Sifat Mekanis Resin Sealant Sifat mekanik resin sealant, seperti kekerasan dan kekakuan tidak sebaik resin komposit untuk restorasi karena sealant tidak langsung menerima beban oklusal. Pada resin sealant partikel filler ditambahkan hingga 40% dari berat total. Terdapat peningkatan modulus elastisitas dan kekakuan yang menyebabkan material lebih tidak tahan terhadap stres oklusal dan wear resistance meningkat. Resin sealant memiliki tegangan permukaan yang tinggi, wetting yang baik dan viskositas yang rendah sehingga dapat mengalir dengan baik pada permukaan email.17 Material sealant yang umum digunakan adalah tipe light cured. Resin sealant juga tersedia dalam berbagai warna, yaitu sewarna gigi untuk memberikan tampilan yang natural atau warna yang lebih opaque atau merah muda untuk memudahkan saat kontrol. Di pasaran juga terdapat material sealant yang dapat melepaskan fluor dengan konsentrasi tinggi pada 24 jam pertama dan rendah sebagai pemeliharaan.17
Reaksi Polimerisasi Tahap Inisiasi Polimerisasi komposit light cured diaktivasi oleh cahaya tampak biru. Reaksi ini memproduksi radikal bebas. Radikal bebas yang telah terbentuk mengadisi ikatan rangkap pada monomer untuk menciptakan awal dari rantai.17 Tahap inisiasi reaksi polimerisasi resin komposit dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Tahap inisiasi (Sumber: Craig’s Restorative MaterialsEdisi 13)
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Tahap Propagasi Reaksi penambahan unit monomer terus berlangsung, menambah berat molekul dan densitas ikatan silang.17 Reaksi ini dapat dilihat pada Gambar 9 berikut ini.
Gambar 9 Tahap propagasi (Sumber: Craig’s Restorative MaterialsEdisi 13)
Tahap Terminasi Merupakan tahap terakhir dari polimerisasi yakni penghentian pertumbuhan rantai oleh reaksi bimolekular antara dua radikal.17 Reaksi yang terjadi pada tahap terminasi dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Gambar 10 Tahap terminasi (Sumber: Craig’s Restorative MaterialsEdisi 13)
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Kekasaran Permukaan Kekasaran permukaan adalah suatu bentuk permukaan ireguler suatu material yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kekasaran permukaan resin komposit, antara lain: -
Ukuran, kekerasan, kepadatan dan jumlah partikel filler. Semakin besar ukuran filler meningkatkan kekasaran permukaan resin komposit.
-
Proses finishing atau pemolesan.
-
Polimerisasi
-
Ukuran dan kekasaran bahan abrasif yang diaplikasikan.19,20
Kekasaran permukaan dinilai dengan alat surface roughness tester. Sensor mekanis pada alat tersebut berkontak langsung dengan permukaan bahan yang diukur. Alat ini menyatakan nilai kekasaran permukaan, Roughness Average (Ra), dalam satuan µm. Perubahan nilai kekasaran permukaan 0,2
µm dapat meningkatkan adhesi bakteri yang
berakibat pada karies sekunder dan kegagalan perawatan. Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa aplikasi gel APF dapat meningkatkan kekasaran permukaan resin komposit. 19 Metode Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimental
laboratorium.
Penelitian
dilaksanakan di Departemen Dental Material FKG UI selama bulan Agustus sampai September 2014. Penelitian ini menggunakan 36 spesimen resin sealant berbentuk silinder dengan ukuran 8x2 mm. Seluruh spesimen dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan, yaitu kelompok aplikasi gel APF dan perendaman dalam akuades selama 1, 2 dan 3 kali. Masingmasing aplikasi gel APF selama 30 menit per hari. Alur penelitian adalah sebagai berikut. Resin sealant 3M ESPE Clinpro Sealant ditempatkan ke dalam split ring mould akrilik berukuran 8x2 mm, kemudian disinar dengan light curing unit selama 20 detik. Kekasaran permukaan awal seluruh spesimen diukur dengan surface roughness tester Mitutoyo SJ201 pada tiga sisi yang berbeda. Spesimen dibagi ke dalam enam kelompok perlakuan, aplikasi gel APF dan perendaman dalam akuades selama satu, dua dan tiga kali. Masing-masing aplikasi gel APF dilakukan selama 30 menit per harinya. Kemudian kekasaran permukaan resin sealant akhir diukur. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program komputasi. Diawali dengan uji normalitas Shapiro-Wilk (n<50), kemudian dilakukan uji kemaknaan perbedaan rerata
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
kekasaran permukaan resin sealant setelah aplikasi gel APF dan perendaman dalam akuades. Data tidak homogen sehingga diuji menggunakan uji statistik non parametrik Kruskall-Wallis dan Mann-Whitney. Uji statistik yang dilakukan memiliki tingkat signifikansi 0,05 (p = 0,05) dan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penurunan kekasaran permukaan setelah aplikasi gel APF, dan peningkatan kekasaran permukaan setelah perendaman dalam akuades. Namun, tidak ada nilai kekasaran permukaan rerata yang melebihi mean critical value 0,2 µm. Nilai rerata kekasaran permukaan resin sealant sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai rerata kekasaran permukaan (Ra) resin sealant sebelum dan sesudah aplikasi gel APF dan perendaman dalam akuades
Kelompok
Awal
Satu kali aplikasi
Dua kali aplikasi
Tiga kali aplikasi
APF Akuades
0.059 ± 0.016 0.060 ± 0.019
0.134 ± 0.025 0.070 ± 0.020
0.115 ± 0.031 0.084 ± 0.018
0.036 ± 0.012 0.088 ± 0.019
Perubahan nilai rerata kekasaran permukaan resin sealant sebelum dan sesudah aplikasi gel APF dapat dilihat pada Gambar 11. Terlihat adanya pola peningkatan kekasaran permukaan dari nilai awal ke nilai kekasaran kelompok 1 kali aplikasi gel APF, sedangkan
Nilai kekasaran rerata permukaan (µm)
pada kelompok 1, 2 dan 3 kali aplikasi terlihat adanya penurunan kekasaran permukaan. 0,15
0,134 0,115
0,1
Nilai Ra awal 0,059
0,05
0,036
Aplikasi 1 Aplikasi 2 Aplikasi 3
0 Gel APF Kelompok perlakuan
Gambar 11 Nilai rerata kekasaran permukaan kelompok perlakuan aplikasi gel APF sebanyak satu, dua dan tiga kali
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan bahwa peningkatan nilai Ra pada kelompok 1 kali aplikasi bermakna dibandingkan dengan nilai Ra awal. Nilai Ra kelompok aplikasi 1 kali dan 2 kali, serta 2 kali dan 3 kali juga memberikan hasil yang berbeda bermakna. Terdapat penurunan nilai kekasaran permukaan yang bermakna antara nilai awal dan 3 kali aplikasi gel APF. Dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji Mann-Whitney kelompok gel APF Nilai Ra
Keterangan
p
Sebelum aplikasi dan1 kali aplikasi gel APF Sebelum aplikasi dan 2 kali aplikasi gel APF Sebelum aplikasi dan 3 kali aplikasi gel APF
0,000 0,000 0,000
↑ ↑ ↓
Berbeda bermakna Berbeda bermakna
1 kali dan 2 kali aplikasi gel APF 1 kali dan 3 kali aplikasi gel APF
0,047 0,000
2 kali dan 3 kali aplikasi gel APF
0,000
↓ ↓ ↓
Berbeda bermakna Berbeda bermakna Berbeda bermakna
Berbeda bermakna
Ket: ↑; Peningkatan nilai Ra, ↓; Penurunan nilai Ra
Perubahan nilai rerata kekasaran permukaan resin sealant sebelum dan sesudah perendaman dalam akuades dapat dilihat pada Gambar 12. Terlihat adanya pola peningkatan kekasaran permukaan dari nilai awal ke nilai kekasaran kelompok 3 kali perendaman
Nilai kekasaran rerata permukaan (µm)
spesimen dalam akuades. 0,15
0,1
0,084 0,06
0,088
0,07
Nilai Ra awal Perendaman 1
0,05
Perendaman 2 Perendaman 3
0 Akuades Perlakuan
Gambar 12 Nilai rerata kekasaran permukaan kelompok perlakuan perendaman dalam akuades sebanyak satu, dua dan tiga kali Hasil uji statistik Mann-Whitney menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara nilai Ra 1 kali perendaman dengan nilai awal, meskipun terjadi peningkatan
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
kekasaran permukaan. Terdapat peningkatan nilai Ra yang bermakna antara kelompok perendaman 1 kali dan 2 kali. Kelompok perendaman 2 kali dan 3 kali tidak memiliki perbedaan nilai Ra yang bermakna. Terdapat peningkatan nilai Ra yang bermakna antara nilai awal dan perendaman 3 kali. Sebagaimana terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji Mann-Whitney kelompok akuades Nilai Ra
P
Keterangan
Sebelum perendaman dan1 kali perendaman akuades
0,181
Tidak berbeda bermakna
Sebelum perendaman dan 2 kali perendaman akuades
0,010
Berbeda bermakna
Sebelum perendaman dan 3 kali perendaman akuades
0,000
Berbeda bermakna
1 kali dan 2 kali perendaman akuades
0,033
Berbeda bermakna
1 kali dan 3 kali perendaman akuades
0,006
Berbeda bermakna
2 kali dan 3 kali perendaman akuades
0,520
Tidak berbeda bermakna
Pembahasan Permukaan resin sealant yang diaplikasikan gel APF sebanyak 1, 2 dan 3 kali dengan lama aplikasi masing-masing 30 menit dianalogikan sebagai penggunaan fluor topikal tiga kali dalam satu tahun dengan asumsi pasien tidak makan, minum dan berkumur selama 30 menit setelah aplikasi. Berdasarkan uji statistik, nilai rerata kekasaran permukaan (Ra) resin sealant mengalami kenaikan yang bermakna setelah aplikasi pertama, serta penurunan yang bermakna setelah aplikasi ke dua dan ke tiga. Perubahan kekasaran permukaan ini dipengaruhi oleh tingkat keasaman gel APF (pH 2). Sedangkan pada kelompok perendaman akuades, nilai rerata kekasaran permukaan (Ra) resin sealant mengalami kenaikan yang tidak bermakna, kecuali setelah aplikasi ke dua. Terjadinya perubahan kekasaran permukaan resin sealant dapat disebabkan oleh degradasi matriks dan filler secara kimiawi.30 Degradasi tersebut disebabkan oleh lepas atau hilangnya struktur kimia resin komposit, yang dipengaruhi oleh komposisi dan jenis ikatan kimia polimer matriks, derajat keasaman medium perendaman, serta kemampuan matriks mengambil air.21 Dalam suasana asam ester organik derivat metil metakrilat dalam matriks mengalami hidrolisis.24 Kandungan air dapat menghidrolisis ikatan antara matriks dan filler pada coupling agent.24 Selain itu, ion fluor juga berperan dalam reaksi depolimerisasi coupling agent.25 Mekanisme ini dapat melemahkan interface antara filler dan matriks yang
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
menimbulkan tonjolan partikel filler, serta lubang-lubang akibat lepasnya partikel filler. Permukaan yang kasar merupakan akibat dari terbentuknya lubang-lubang dan tonjolan tersebut. Selain meningkatkan kekasaran permukaan, ketiga mekanisme tersebut juga dapat menurunkan berat dan kekerasan resin komposit.26,27 Matriks resin sealant yang berbasis metil metakrilat termasuk dalam golongan ester organosilikon. Dalam suasana asam golongan ester mengalami reaksi hidrolisis yang dipercepat oleh katalis asam (ion H+). Reaksi hidrolisis ester dalam suasana asam menghasilkan asam karboksilat dan alkohol. Kelarutan asam karboksilat dalam air tinggi, bahkan asam karboksilat dengan 1-4 atom karbon dapat larut sempurna dalam air. Karena matriks mengalami degradasi, terbentuk tonjol-tonjol partikel filler pada permukaan resin sealant. Partikel filler dapat terlepas dari matriks akibat melemahnya ikatan siloksan. Ikatan siloksan pada coupling agent berperan dalam mengikat partikel filler ke matriks. Ikatan siloksan dapat melemah karena reaksi hidrolisis otokatalitik. Ion OH- dari air berdifusi ke dalam matriks, memutus ikatan siloksan menjadi silanol dan Si-O. Senyawa Si-O kemudian kembali bereaksi dengan air, membentuk silanol dan OH-. Reaksi ini terus menerus terjadi selama resin sealant berada di dalam air. Difusi air ke dalam matriks juga dipengaruhi oleh tingkat kerapatan jaringan polimer matriks. Karena ikatan siloksan yang mengikat partikel filler ke matriks melemah, partikel filler lepas dari matriks dan meninggalkan lubang-lubang pada permukaan. 36 Kekasaran permukaan resin sealant setelah aplikasi gel APF satu kali meningkat bermakna dari 0,059 µm menjadi 0,134 µm. Hal ini disebabkan oleh suasana asam dari gel APF (pH 2) mempercepat berlangsungnya reaksi hidrolisis matriks resin sealant. Sehingga matriks larut dalam air setelah aplikasi gel APF satu kali dan meninggalkan tonjolan partikel filler pada permukaan. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa gel APF dapat mengetsa material restoratif dengan kandungan glass atau quartz yang tinggi, seperti GIC, RMGIC dan resin komposit.28,29 Tonjolan yang terbentuk pada permukaan inilah yang menyebabkan kasarnya permukaan resin sealant. Hal ini didukung oleh penelitian Dionysopoulos, et al. pada tahun 2003 yang menyatakan bahwa secara klinis aplikasi gel APF topikal dapat mengakselerasi degradasi permukaan dan meningkatkan kekasaran permukaan material restorasi.31 Berbeda dengan hasil penelitian Jung, et al., 2005, kekasaran permukaan resin komposit nanofill tidak meningkat bermakna.24 Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan ukuran filler resin komposit yang digunakan. Semakin kecil ukuran filler, semakin kecil pula pelepasan filler oleh gel APF.19,20
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Kekasaran permukaan mulai turun setelah aplikasi gel APF sebanyak dua kali. Hal ini disebabkan karena material telah mencapai titik jenuh setelah aplikasi pertama. Reaksi hidrolisis katalis asam yang mengubah gugus ester menjadi asam karboksilat dan alkohol mulai berkurang. Selain itu, lepasnya ikatan siloksan pada coupling agent melepas tonjolan partikel filler yang sebelumnya berada di permukaan setelah aplikasi pertama. Lepasnya partikel filler tersebut membentuk permukaan resin sealant yang lebih rata dan halus dari sebelumnya. Hal ini terbukti bahwa setelah aplikasi gel APF ke tiga, nilai kekasaran permukaan resin sealant lebih rendah daripada nilai awal. Penurunan nilai kekasaran permukaan material restoratif, yaitu resin komposit mikrohibrida dan microfill diperoleh beberapa peneliti sebelumnya.33,34 Penghalusan permukaan ini mungkin terjadi akibat degradasi partikel filler yang berukuran lebih besar dan meninggalkan partikel filler yang berukuran lebih halus pada permukaan. Selain itu, besarnya degradasi gel APF pada permukaan resin komposit juga dipengaruhi oleh keberadaan resin-rich layer pada permukaan resin komposit.33 Berdasarkan penelitian Mair, et al. (1996) kandungan asam gel APF dapat menyebabkan erosi permukaan material restoratif.35 Didukung oleh Papagiannoulis, et al. (1997), kandungan asam dalam gel APF dapat melarutkan filler resin komposit.22 Selain itu menurut Hal ini didukung oleh penelitian Soeno, et al. pada tahun 2002, yaitu aplikasi gel APF dapat meningkatkan kekasaran permukaan dan menurunkan wear resistance resin komposit.30 Namun, kondisi material setelah aplikasi gel APF secara klinis mungkin berbeda dari penelitian in-vitro karena secara in-vivo terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keasaman dalam mulut, seperti adanya pelikel, status proteksi saliva pasien, derajat buffer dan kebersihan mulut pasien.33 Kesimpulan Topikal fluor yang mengandung asam seperti gel APF dapat meningkatkan kekasaran permukaan resin sealant setelah aplikasi pertama walapun nilai kekasaran permukaan resin sealant tidak melebihi nilai kritis rata-rata (0,2 µm) yang merupakan batas nilai kekasaran permukaan yang dapat meningkatkan kecenderungan peningkatan kolonisasi bakteri kariogenik. Aplikasi gel APF sebanyak tiga kali menurunkan nilai kekasaran permukaan resin sealant menjadi lebih rendah dari nilai kekasaran permukaan awal sebelum dilakukan aplikasi.
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
Saran Sebaiknya untuk penelitian yang menggunakan resin sealant berikutnya menggunakan mould khusus dan beban agar tidak ada udara yang masuk saat pencetakan spesimen. Hal ini agar dapat memperoleh hasil penelitian yang maksimal sebaiknya penelitian berikutnya dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor klinis.
Daftar Referensi 1. Tenuta L, Cury J. Fluoride: Its Role in Dentistry. Brazillian Oral Research. 2010;24(1):9–17. 2. Shafiei F, Memarpour M. In-Vitro Study of the Surface Roughness of Two Fissure Sealants after Repeated Topical Acidulated Phosphated Fluoride Application. Journal of Dentistry. 2010;6(11):117–23. 3. Beauchamp J, Caufield P, Crall J. Evidence-Based Clinical Recommendations for the Use of Pit and Fissure Sealants: A Report of the American Dental Association Council on Scientific Affairs. Journal of American Dental Association. 2008;139(3):257–68. 4. Ripa L. Sealants Revisted: An Update of the Effectiveness of Pit and Fissure Sealants. Caries Research. 1993;27:77–82. 5. Walsh L, Brostek A. Preventive Techniques and Remineralization of Dental Caries for Public Health. Australian Dental Journal. 2013;6. 6. Harris O, Garcia G. Primary Preventive Dentistry. 6th Ed. New Jersey: Pearson; 2004. 7. Mount GJ, Hume WR. Preservation and Restoration of Tooth Structure. 2nd Ed. Queensland: Knowledge Books and Software; 2005. 8. Benderli Y. Effect of APF Gel on Micromorphology of Resin Modified Glass Ionomer and Flowable Compomer. Journal of Oral Rehabilitation. 2005;32:669–75. 9. Simonsen RJ. Pit and Fissure Sealant: Review of the Literature. Pediatric Dentistry. 2002;24(5):393–414. 10. Simonsen RJ. From Prevention to Therapy: Minimal Intervention with Sealants and Resin Restorative Materials. Journal of Dentistry. Elsevier Ltd; 2011 Dec;39 Suppl 2:S27–33. 11. CML. B, Lambrechts P, Quirynen M. Comparison of Surface Roughness of Oral Hard Materials to the Threshold Surface Roughness for Bacterial Retention: A Review of the Literature. Dental Material. 1997;13(258):69. 12. Featherstone J. The Science and Practice of Caries Prevention. Journal of American Dental Association. 2000;131(99):887. 13. Fejerskov O, Ekstrand J, Burt B. Fluoride in Dentistry. Copenhagen: Munksgaard; 1996. 14. Marcia G. Clinical Aspect of Dental Material. Philadelphia: Lippincott William & Wilkin; 2000. 15. Hurlbutt M. CAMBRA: Best Practices in Dental Caries Management A Peer-Reviewed Publication. 2011. 16. Canon M, C J. Bioactive and Therapeutic Preventive Approach to Dental Pit and Fissure Sealants. Compendium. 2013;34(8):643–6. 17. Sakaguchi R, Powers J. Craig’s Restorative Dental Materials. 13th Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2012. 18. Phillips W. Skinner’s Science of Dental Material. 8th Ed. Philadeplhia: W B Saunders Company; 1982. 19. Kula K, Nelson S, Kula T. In Vitro Effect of Acidulated Phosphate Fluoride Gel on the Surface of Composites with Different Filler Particles. Journal of Prosthetic Dentistry. 1986;56:161–9.
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014
20. Kula K, Mckinney JE, Kula TJ. Effects of Daily Topical Fluoride Gels on Resin Composite Degradation and Wear. Dental Material. 1997 Sep;13(5):305–11. 21. Bagheri R, Al E. Subsurface Degradation of Resin-Based Composite. Journal of Dental Material. 2007;23(51):944. 22. Papagiannoulis T, Tzoutzas J, Eliades G. Effect of Topical Fluoride Agents on the Morphologic Characteristics and Composition of Resin Composite Restorative Materials. Journal of Prosthetic Dentistry. 1997; 23. Yap A, Mok B. Effects of Professionally Applied Topical Fluorides on Surface Hardness of Composite-Based Restoratives. Operative Dentistry. 2002;27:576–81. 24. Jung Y-J, Kim Y-J, Kim J-W, Jang K-T. Changes in Adhesion of Streptococcus Mutans to Nanocomposite Resins after Acidulated Phosphate Fluoride Gel Application. Journal of Korean Academic Pediatric Dentistry. 2005;32(3). 25. Bowen R, Cleek G. A New Series of X-Radioopaque Reinforcing Fillers for Composite Materials. Journal of Dental Restoration. 1983;62:892–7. 26. Garcia-Godoy F, Garcia-Godoy A. Effect of APF Minute-Foam on the Surface Roughness, Hardness, and Micromorphology of High-Viscosity Glass Ionomers. Journal of Dentistry for Children. 2003;70:19–23. 27. Abate P, Bertacchini S, Garcia-Godoy F. Barcoll Hardness of Dental Materials Treated with an APF Foam. Journal of Clinical Pediatric Dentistry. 2001;25:143– 146. 28. Brudevold F, Savory A, Gardner DE, Spinelli M, Speirs R. A Study of Acidulated Fluoride Solutions. 1. In Vitro Effects on Enamel. Archives of Oral Biology. 1963;8:167–77. 29. Cehreli ZC, Yaziki R, Garcia-Godoy F. Effect Of 1.23 Percent Gel on Fluoride Releasing Restorative Materials. ASDC Journal of Dentistry of Children. 2000;67:330–7. 30. Soeno K, Matsumura H, Atsuta M. Influence of Acidulated Phosphate Fluoride Agent and Effectiveness of Subsequent Polishing on Composite Material Surfaces. Operative Dentistry. 2002;27:305–10. 31. Dionysopoulos P, Gerasimou P, Tolidis K. The Effect of Home-Use Fluoride Gels on GlassIonomer, Compomer and Composite Resin Restorations. Journal of Oral Rehabilitation. 2003;30:683–9. 32. Pedrini D, Gaetti-Jardim JE, Mori G. Influência Da Aplicação De Flúor Sobre A Rugosidade Superficial Do Ionômero De Vidro Vitremer E Adesão Microbiana A Este Material. Pesqui Odontol Bras. 2001;15(70):6. 33. Mokhtar K, Mcintyre J. Analysis of Etching of Tooth-Coloured Restoratives by Different Acidulating Systems in Topical Fluoride Gels. 2012;23(1):15–28. 34. Botta A, Mollica F, Riberio C, Araujo M, Nicolo R, Balducci I. Influence of Topical Acidulated Phosphate Fluoride on Surface Roughness of Human Enamel and Different Restorative Materials. Revista Odonto Ciência. 2010;25(1):83–7. 35. Mair L, Stolarski T, Vowles R, Lloyd G. Wear: Mechanism, Manifestations And Measurement. Report Of A Workshop. J Dent. 1996;24(141):8. 36. Eliades G. Dental Material In Vivo: Aging and Related Phenomena. Chicago: Quintessence Publishing Co, Inc; 2003. 37. Neamat A, Linlin H. Changes in the Mechanical Properties and Surface Texture of Compomer Immersed in Various Media. Journal of Prosthetic Dentistry. 2000;84(50):446. 38. Gladys S, Van Meerbeek B, Braem M. Comparative Physico-Mechanical Characterization of New Hybrid Restorative Materials with Conventional Glass-Ionomer And Resin Composite Restorative Materials. Journal of Dental Restoration. 1997;76:883–94. 39. Valcke C, Duggan T. The Porosity and Roughness of Four Direct Filling Resins. Journal of Oral Rehabilitation. 1981;8:507–15.
Pengaruh aplikasi..., Deryana Avidhianita, FKG, 2014