Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
PENGAMATAN SERABUT KOLAGEN PADA PROSES PENYEMBUHAN LUKA DALAM SEDIAAN KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN BANDOTAN (Ageratum conyzoides L.) Ria Afrianti1, Revi Yenti1, Hervinna Monica1 1Sekolah
Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang email:
[email protected] ABSTRAK
Kolagen memegang peranan sangat penting pada proses penyembuhan luka. Pada penelitian ini telah dilakukan uji efektivitas formula krim ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) pada proses penyembuhan luka dengan pengamatan kerapatan serabut kolagennya. Uji efek penyembuhan luka digunakan mencit putih jantan yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok I (tanpa perlakuan, basis krim), kelompok II (perlakuan, krim ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) konsentrasi 15% tipe a/m), dan kelompok III (pembanding, Betadine Ointment®). Setiap kelompok dibagi dalam 2 subkelompok sesuai periode dekapitasi yaitu hari ke-8 dan hari ke-11. Setelah dilakukan dekapitasi, maka dibuat sediaan histologis dengan menggunakan pewarna Hematoksilin-Eosin (HE). Setelah itu diamati secara mikroskopis untuk melihat kerapatan serabut kolagennya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok II lebih baik kerapatan serabut kolagennya dari kelompok I dan kelompok III, kemungkinan kerapatan serabut kolagen terjadi pada hari ke-11. Data yang diperoleh diolah dengan Anova satu arah, didapatkan bahwa skor kerapatan kelompok II berbeda nyata dengan kelompok I dan kelompok III (p<0,05). Kata kunci: Ageratum conyzoides L., penyembuhan luka, serabut kolagen, hematoksilineosin (HE) PENDAHULUAN Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern semakin pesat dan canggih di zaman sekarang ini, ternyata tidak mampu untuk menggeser atau mengesampingkan obat-obat tradisional begitu saja, tetapi justru hidup berdampingan dan saling melengkapi. Prospek pengembangan produksi tanaman obat sebagai obat tradisionalpun semakin meningkat, kondisi ini turut dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya kembali ke alam (back to nature) dan menggunakan obat-obat alami atau pengobatan tradisional (Dalimartha, 2000; Djauhariya, 2004). Salah satu tumbuhan obat berkhasiat yang digunakan oleh masyarakat adalah
tumbuhan bandotan (Ageratum conyzoides L.) dari famili Asteraceae. Di Indonesia bandotan merupakan gulma yang sering dimusnahkan. Namun bagi beberapa kelompok masyarakat, bandotan telah lama dipergunakan sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit, seperti obat luka koreng, malaria, influenza, radang paru-paru dan tumor (Djauhariya, 2004). Menurut Riyadi dkk (2008), berdasarkan pengalaman beberapa kelompok masyarakat, daun bandotan digunakan juga sebagai obat penyembuh luka dan memar dengan cara daun ditumbuk halus dibubuhkan diatas luka atau memar. Penelitian terhadap ekstrak etanol daun bandotan untuk penyembuhan luka 38
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
telah dilakukan dengan konsentrasi 15% pada mencit putih jantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat aktivitas ekstrak etanol daun bandotan dengan konsentrasi 15% terhadap pembentukan serabut kolagen mencit putih jantan yang telah dilukai selama periode waktu 3, 5, 8 dan 11 hari. Parameter yang diamati adalah dengan mengukur rata-rata diameter luka dan pemeriksaan pembentukan serabut kolagen. Dimana secara histologis pada hari ke-8 sel radang sudah berkurang tapi belum hilang dan serabut kolagen sudah ada tampak penyatuan dan menyebar sedang. Pada hari ke-11 jumlah sel radang sudah tidak ada dan serabut kolagen menyebar banyak dan terikat sempurna, kulit sudah mulai normal, hal ini ditandai dengan lapisan epidermis sudah terbentuk kembali (Afrianti, 2013). Berdasarkan penjelasan diatas, pada penelitian ini ekstrak etanol daun bandotan dengan konsentrasi 15% diformulasi dalam
bentuk sediaan topikal untuk pengobatan luka. Bentuk sediaan topikal pada penelitian ini adalah krim tipe air dalam minyak (a/m). Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya krim tipe a/m dengan ekstrak etanol daun kirinyuh dapat memberikan aktivitas pembentukan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka (Yenti, 2013). Uji aktivitas sediaan krim ekstrak etanol daun bandotan dilakukan terhadap mencit putih jantan yang dilukai dengan parameter mulai terbentuknya serabut kolagen seperti penelitian sebelumnya yaitu hari ke-8 dan hari ke11 yang diamati secara histologis. Menurut Suriadi (2004) penyembuhan luka adalah suatu proses yang komplek dengan melibatkan banyak sel. Proses yang dimaksud dimulai dari hemostasis, inflamasi, fibroblast, angiogenesis diakhiri dengan peningkatan serabut kolagen.
METODOLOGI PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) yang diambil di Kampung Jambak, Koto Tangah, Lubuk Buaya, Padang. Sampel dibersihkan dan di kering anginkan, lalu diserbukkan kemudian dimaserasi dengan alkohol 70% selama lima hari. Maserat disaring lalu dilakukan sebanyak 3 kali, kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental (Voight, 1995).
Alat Alat – alat yang digunakan; kaca arloji, cawan penguap, botol semprot, corong, kertas perkamen, timbangan digital, lemari pendingin, botol maserasi, rotary evaporator, pipet tetes, batang pengaduk, pinset, spatel, gunting bedah, oven, desikator, krus porselin, mikrotom, teaching microscope, kertas saring, object glass, oven slide, blok paraffin, dek glass (kaca penutup), pH meter inolab, kertas saring, kertas xylon, buret, lumpang, stamfer.
Identifikasi Bahan Ekstrak Etanol Daun Bandotan Identifikasi ekstrak etanol daun bandotan meliputi organoleptis, kelarutan, penetapan kandungan air, penetapan kadar abu, pemeriksaan pH, dan pemeriksaan kandungan kimia.
Bahan Bahan – bahan yang digunakan adalah daun bandotan, Betadine Ointment®, etanol 70%, kloroform, FeCl3, serbuk Mg, norit, asam asetat anhidrat, H2SO4 2N, H2SO4(p), HCl(p), kloroform amoniak 0,05 N, aquadest, krim perontok bulu, cetaceum, cera alba, boraks, paraffin liquidum, nipagin, nipasol, formalin 10 %, alcohol, entellen, paraffin , pewarna HE, xylol
Pembuatan Sediaan Krim Pembuatan basis krim dilakukan sesuai dengan komposisi formula yang tertera pada tabel I. Timbang semua bahan yang diperlukan dengan dilebihkan 10%.
Pengolahan Sampel 39
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Bahan yang terdapat dalam formula dipisahkan menjadi 2 bagian yaitu fase minyak dan fase air.
Selanjutnya dilakukan pembuatan basis krim dengancara fase minyak (cetaceum, cera alba, paraffin liquidum, nipasol) dipindahkan ke dalam cawan penguap, tutup dengan kaca arloji, panaskan pada suhu 150°C selama 1 jam.Fase air (nipagin,boraks, dan aqua dest) dimasukkan ke dalam botol penutup, dan disterilkan dengan SWD selama 30 menit. Fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang panas steril dan tambahkan fase air secara perlahan-lahan dengan penggerusan yang konstan sampai terbentuk masa basis krim yang homogen.
Tabel I. Formula basis krim Nama Bahan Formula Cetaceum 12,5 g Cera alba 12 g Boraks 0,5 g Parafin Liquidum 50 g Nipagin 0,1 g Nipasol 0,05 g Aqua dest ad 100 g
menggunakan eter, kemudian pada daerah punggung yang telah dirontokkan bulunya dibersihkan dengan alkohol 70%. Setelah itu dibuat luka berbentuk lingkaran dengan diameter ± 1 cm, dengan cara mengangkat kulit mencit dengan pinset dan digunting dengan gunting bedah. Pada penelitian ini, mencit dibagi menjadi tiga kelompok dimana masingmasing mencit diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya. Pembagian kelompok tersebut yaitu : Kelompok I (Tanpa perlakuan) merupakan kelompok mencit yang akan diberi luka tanpa diberikan pengobatan dan hanya dioleskan basis krim. Kelompok II (perlakuan) merupakan kelompok mencit yang dioleskankrim ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) dengan konsentrasi 15% pada luka dua kali sehari. Kelompok III (pembanding) merupakan kelompok yang dioleskan sediaan krim yang beredar yaitu Betadine Oinment® yang mengandung Povidont iodine 10% yang dioleskan sebanyak dua kali sehari. Masing-masing kelompok dibagi menjadi sub kelompok yang terdiri dari 3 ekor mencit sesuai periode waktu pengamatan. Pengambilan sampel adalah sebagai berikut : masing-masing kelompok diambil 3 mencit untuk didekapitasi pada hari ke-8 dan ke-11.
Tabel II. Formula basis krim dan krim ekstrak etanol daun Bandotan Nama Bahan Formula F0
F1
Ektrak Bandotan
-
15 %
Basis ad
100g
100g
Keterangan: F0 = Basis Krim tanpa ekstrak daun bandotan F1 = Krim dengan ekstrak daun bandotan Masukkan ekstrak etanol daun bandotan kedalam lumpang kemudian ditambahkan basis krim yang telah terbentuk sedikit demi sedikit digerus hingga homogen. Keluarkan dari lumpang, masukkan kedalam wadah yang disiapkan. Pemeriksaan Basis dan Krim Ekstrak Etanol Daun Bandotan Pemeriksaan basis krim dan krim ekstrak etanol daun kirinyuh meliputi : pemeriksaan organoleptis, homogenitas, tipe krim, pH krim, daya tercuci krim, stabilitas terhadap suhu, distribusi ukuran partikel dan uji iritasi. Pengujian Efek Luka Pembuatan luka di deaerah kulit punggung mencit yang telah dirontokkan bulunya. Sebelum pembuatan luka pada punggung mencit dilakukan, mencit dianestesi terlebih dahulu dengan
Pengujian Histologis Cara pembuatan preparat histology: sampel dari jaringan luka diambil 0,3 cm dari tepi luka awal. Jaringan ini direndam 40
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
formalin 10% kemudian diambil irisan vertikalnya dan diwarnai dengan hematoxylin dan eosin. Sediaan histologis ini diamati dibawah mikroskop dan dibuat skor dengan kriteria: - (-) atau 0: tidak tampak serabut kolagen. - (+) atau 1: serabut kolagen menyebar sangat tipis atau sedikit. - (++) atau 2: serabut kolagen menyebar sedang dan tampak penyatuan.
- (+++) atau 3 : serabut kolagen menyebar banyak dan terikat sempurna Analisis data Data kelompok perlakuan yang diperoleh diolah secara statistik dengan analisa variasi dua arah (ANOVA) dengan program SPSS 17.
HASIL DAN DISKUSI Hasil dari 1 Kg sampel segar daun bandotan yang dimaserasi dengan etanol 70% didapatkan ekstrak kental sebanyak 71,61 gram dengan rendemen 7,16 %. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian kadar abu, susut pengeringan, dan pengukuran pH yang hasilnya berturut-turut adalah 9,6%; 16,6%; 5,81. Hasil pemeriksaan pendahuluan dari kandungan kimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bandotan memiliki kandungan flavonoid, saponin, tannin dan alkaloid. Pada penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bandotan terdapat aktivitas terhadap pembentukan serabut kolagen pada konsentrasi 15% (Afrianti, 2013). Berdasarkan hal inilah maka pada penelitian ini dilakukan formulasi ektrak etanol daun bandotan dalam bentuk sediaan krim dan uji aktivitasnya terhadap kerapatan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI, 1995).Sediaan krim dipilih karena mempunyai sifat yang melembabkan, mudah dioleskan, mudah dicuci dengan air, tidak lengket dan mudah berpenetrasi pada kulit sehingga memberikan efek penyembuhan (Ansel, 1989). Sediaan krim dibuat dalam tipe a/m dengan basis yang dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya dimana krim tipe a/m dengan ekstrak etanol daun kirinyuh dapat memberikan aktivitas pembentukan serabut
kolagen pada proses penyembuhan luka (Yenti, 2013). Pemeriksaan organoleptis yang dilakukan adalah warna, bau dan bentuk.krim ekstrak etanol daun bandotan berwarna hijau tua, berbentuk setengah padat dan berbau khas bandotan. Selama delapan minggu krim ekstrak etanol daun bandotan tidak menunjukkan adanya perubahan secara organoleptis. Pemeriksaan homogenitas basis krim dan krim ekstrak etanol daun bandotandilakukan dengan cara mengoleskannya secara merata dan tipis pada kaca transparan. Memberikan hasil bahwa basis krim dan sediaan krim homogen dan terdispersi merata dimana tidak terdapat butiran-butiran kasar yang terlihat pada kaca transparan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap minggu selama 8 minggu basis krim dan krim ekstrak etanol daun bandotan tetap menunjukkan susunan yang tetap homogen. Pemeriksaan tipe krim dilakukan dengan meneteskan metilen biru pada sediaan, kemudian diamati penyebaran warnanya di bawah mikroskop. Pemeriksaan diamati selama delapan minggu.Hasil pemeriksaan menunjukkan pada mikroskop zat warna yang tidak merata pada mikroskop. Hasil tersebut menandakan bahwa tipe sediaan krim adalah air dalam minyak, karena metilen biru merupakan suatu zat yang larut dalam air dengan warna biru dan tidak larut dalam minyak. Pemeriksaan pH basis krim dan krim ekstrak etanol bandotan dilakukan selama delapan minggu, dengan menggunakan alat 41
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
pH meter inolab. Hasil pemeriksaan pH setiap minggu selama delapan minggu menunjukkan hasil bahwa pH basis krim berkisar antara 5,72-5,95, sedangkan pH krim ekstrak etanol daun bandotan berkisar antara 5,89-6,15. Dari hasil tersebut pH krim tersebut masih dalam kisaran pH yang dapat diterima oleh kulit, dimana pH kulit berkisar antara 4,5-6,5 (Osol, 1975). Pemeriksaan daya tercuci basis krim dan krim ekstrak etanol daun bandotan dilakukan dengan menggunakan air suling. Caranya yaitu dengan mengoleskan 1 gram sediaan pada tangan, kemudian dicuci dengan air mengalir melalui biuret. Hasil pemeriksaan menunjukkan hasil bahwa basis krim dan krim ekstrak etanol daun bandotan dapat tercuci dengan 50 mL air. Pemeriksaan stabilitas krim dilakukan pada suhu ruangan dan suhu dingin (50C) selama 8 minggu. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa krim ektstrak etanol daun bandotan tidak memisah sampai minggu ke delapan dengan konsistensi yang lebih padat pada suhu dingin (50C). Pemeriksaan distribusi ukuran partikel dilakukan dengan memakai mikroskop listrik yang dilengkapi dengan mikrometer pentas dengan pembesaran 100 kali. Dimana krim ekstrak daun bandotan diencerkan dengan 1mL paraffin sebanyak 1 gram krim taruh pada objeck glass, dilihat dibawah mikroskop dan dilakukan perhitungan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ukuran diameter panjang formula krim ekstrak etanol daun bandotan adalah 21,13µm. Hasil ini masih memenuhi syarat ukuran partikel yang stabil secara fisik, yaitu antara 1- 50 µm. Pemeriksan uji iritasi kulit dilakukan pada daerah pangkal lengan 5 orang panelis dengan cara uji tempel tertutup. Sediaan uji sebanyak 0,1 gr dioleskan pada lengan atas bagian dalam,kemudian ditutup dengan kain kasa. Setelah 24 jam diamati gejala yang timbul pada kulit. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak terjadinya iritasi pada kulit panelis setelah pemakaian krim ekstrak etanol daun bandotan.
Hewan percobaan yang digunakan pada pengujian efek luka berjumlah18 ekor mencit putih jantan. Mencit tersebut dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok I (tanpa perlakuan) yang hanya diberi basis krim, kelompok II (perlakuan) yang diberi krim ekstrak etanol daun bandotan, dan kelompok III (pembanding) yang diberi sediaan yang beredar yaitu Betadine Oinment®. Pada masing-masing kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kelompok, berdasarkan pengamatan terhadap kerapatan serabut kolagen yaitu hari ke-8 ke-11. Pengujian efek luka krim ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) dilakukan dengan cara menggunting lapisan epidermis kulit mencit dengan menggunakan gunting bedah. Sebelumnya kulit mencit dicukur dari bulu kemudian dioleskan alkohol 96% untuk mengurangi rasa sakit dan pendarahan, tarik kulit mencit dengan pinset kemudian lukai dengan diameter luka ± 1 cm. Diberikan perlakuan sesuai dengan kelompoknya dengan frekuensi pengolesan adalah 2 kali sehari. Lakukan pengamatan terhadap diameter luka setiap hari terutama pada hari ke-8 dan hari ke-11. Sampel dari jaringan luka di ambil 0,3 cm dari arah tepi luka dan di buat sediaan histologis dengan beberapa tahap yaitu tahap fiksasi yang bertujuan agar jaringan tidak berubah struktur ataupun bentuknya setelah waktu pengambilannya; tahap dehidrasi yang bertujuan untuk menghilangkan air dari jaringan; tahap clearing bertujuan untuk membersihkan jaringan sampai transparan; tahap embedding bertujuan untuk langkah awal sebelum pemotongan jaringan dimana jaringan ditanam ke dalam paraffin hingga mengeras sehingga memudahkan dalam pemotongan dengan mikrotom; tahap pemotongan bertujuan untuk memotong jaringan dengan tebal yang sesuai untuk pewarnaan. Kemudian dilakukan pewarnaan menggunakan Hematoksilin-Eosin (HE) untuk pengamatan kerapatan serabut kolagennya (Subowo, 2009). Perlakuan ini dilakukan pada setiap kelompok dengan waktu dekapitasi pada hari ke-8 dan ke-11.
42
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Kolagen secara normal ditemukan menghubungkan jaringan, melintasi luka dengan bermacam-macam sel mediator.Kolagen adalah sel yang paling penting pada penyembuhan fase inflamasi dan fase proliferasi. Substansi ini membangun kembali pertumbuhan jaringan (Black JM & Jakobs; 1997). Secara visual dilakukan pengamatan pada persentase penyembuhan luka, hasil pengamatan menunjukkan adanya variasi persentase penyembuhan luka pada masingmasing kelompok perlakuan. Kelompok I (tanpa perlakuan) pada hari ke-8 rata-rata persentase penyembuhan luka adalah 36,91% dan pada hari ke-11 adalah 47%. Kelompok II (perlakuan) rata-rata persentase penyembuhan luka pada hari ke-8 adalah 45,05% dan hari ke-11 adalah 66,23%. Pada kelompok III (pembanding) rata-rata
peresentase penyembuhan luka pada hari ke8 dan ke-11 adalah 45,2% dan 64,62%. Hasil pengamatan pada kelompok I (tanpa perlakuan) menunjukkan bahwa pada hari ke-8 jaringan luka dipenuhi dengan sel radang, epitelisasi masih belum terbentuk atau masih terlihat jaringan yang rusak, mulai terbentuk sedikit pembuluh darah kapiler, fibroblast yang terbentuk kerapatannya memadat dan kerapatan serabut kolagen masih tipis (skor +). Pada hari ke-11 sel radang mulai berkurang, epitelisasi sudah mulai terbentuk ditunjukkan dengan luka yang mulai sembuh, pembuluh kapiler sudah mulai memadat, fibroblast kerapatannya menjadi sedang, dan kerapatan serabut kolagen sedang (skor ++). Hasil pengamatan secara histologist kerapatan serabut kolagen Kelompok I (Tanpa Perlakuan) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerapatan Serabut Kolagen Kelompok I (Tanpa Perlakuan) Hari ke-11 Hasil pengamatan pada kelompok II (perlakuan) menunjukkan bahwa pada hari ke-8 kerapatan serabut kolagen sedang (skor ++), masih terlihat luka yang belum sembuh dimana masih terdapat sel radang, ephitelisasi belum terbentuk sempurna dengan pembuluh kapiler yang mulai memadat dan terbentuk sempurna, fibroblast kerapatannya sudah memadat. Pada hari ke11 secara visual hampir terlihat bahwa
mencit sembuh sempurna dan secara histologi sel radang sudah tidak tampak, luka tertutup sempurna yang ditandai dengan epitelisasi, pembuluh darah kapiler sudah sempurna dan memadat, fibroblast kerapatannya sedang dan kerapatan serabut kolagen padat (skor +++). Hasil pengamatan secara histologist kerapatan serabut kolagen Kelompok II (Perlakuan) dapat dilihat pada Gambar 2.
43
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Gambar 2. Kerapatan Serabut Kolagen Kelompok II (Perlakuan) Pada Hari ke-11 Hasil pengamatan pada kelompok III (pembanding) terlihat bahwa pada hari ke-8 dan ke-11 hampir menunjukkan hasil yang sama secara histologi dan visual. Dimana kerapat serabut kolagen sedang (skor ++) sel radang mulai berkurang, pembuluh darah sudah memadat tetapi pada hari ke-11 epitel sudah mulai terbentuk secara utuh
dibandingkan dengan hari ke-8, selain itu fibroblast pada hari ke-11 juga memiliki kerapatannya sedang dibandingkan dengan hari ke-8. Hasil pengamatan secara histologist kerapatan serabut kolagen Kelompok III (Pembanding) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kerapatan Serabut Kolagen Kelompok III (Pembanding) Pada Hari ke-11 Berdasarkan hasil pengamatan secara histologist kerapatan serabut kolagen dari setiap kelompok dapat digambarkan dalam bentuk grafik yang dapat ditunjukan pada Gambar 4. Data hasil rata-rata persentase penyembuhan luka dan pemeriksaan kolagen dilakukan uji hipotesis dengan one-Way ANOVA dengan program SPSS17. Hasil
analisa statistik menunjukkan bahwa pada rata-rata persentase penyembuhan luka tidak terdapat perbedaan pada hari ke-8 dan ke-11 (P> 0,05). Sedangkan terdapat perbedaan kerapatan serabut kolagen yang signifikan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dan pembanding pada hari ke-8 dan hari ke-11(p<0,05).
44
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Gambar 4. Grafik Hasil Skor Kerapatan Serabut Kolagen Analisa statistik dilanjutkan dengan Duncan, dimana hasilnya menunjukkan bahwa pada hari ke-8 kerapatan serabut kolagen kelompok II (perlakuan) berbeda tidak nyata terhadap kelompok III (pembanding) dan berbeda nyata dengan kelompok I (tanpa perlakuan). Pada hari ke-
11 kerapatan serabut kolagen kelompok II (perlakuan) berbeda nyata dengan kelompok I (tanpa perlakuan) dan kelompok III (pembanding) sedangkan kelompok I (tanpa perlakuan) berbeda tidak nyata dengan kelompok III (pembanding).
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Formula krim ekstrak etanol daun bandotan dapat membantu proses penyembuhan luka dengan parameter pembentukan serabut kolagen (p<0,05).
2. Krim ekstrak etanol daun bandotan konsentrasi 15% dapat mempercepat pertumbuhan serabut kolagen, di mana kerapatan serabut kolagen yang padat terjadi pada hari ke-11.
DAFTAR PUSTAKA Care, 5th ed., WB Saunders Company, Philadelphia. Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Pustaka Pembangunan Swadaya, Jakarta. Depkes RI, 1978, Formularium Nasional, Edisi III, DIRJEN POM Depkes RI, Jakarta. Djauhariya, E., Hernani, 2004, Gulma Berkhasiat Obat, Seri Agrisehat, Jakarta. Osol, A.H., 1975, Remingtoas Pharmaceutical Science, 15th edition, EASTON, Pennsylvania.
Afrianti, R., R. Yenti dan Ifora, 2013, Activity test of ethanol extract of Bandotan (Ageratum conyzoides L.) of Collagen Fiber In The Process of Wound Healing, 2nd International Young Scientists Conference on Analytical Sciences, Padang. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Universitas Indonesia, Jakarta. Black , JM., and Matassarin Jacobs, E., 1997, Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Continuity of 45
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Riyadi, A., Edi, A. Sitepu, K. Naryanto, H. Nugroho, Bahrudin, 2008, Herbal Indonesia Berkhasiat, Volume 8, Trubus swadaya. Subowo, 2009, Histologi Umum, Edisi ke-2, CV. Sagung Seto, Bandung. Suriadi, 2004, Perawatan Luka, Edisi 1, Sagung Seto, Jakarta. Voight, R., 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, ED. V. Penerjemah Soendari
Noerono. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Yenti, R., R. Afrianti dan M. Sandi, 2013, Uji Efektivitas Formula Krim Ekstrak Etanol Eupatorium odoratum L. terhadap Kerapatan Serabut Kolagen Pada Proses Penyembuhan Luka, J. Scientia, Vol.3 (1).
46