Penerjemah Modul: Maria Theresia
Editor & Administator Terjemahan Modul Tri Agung Rooswiadji & Indiani Saptiningsih
Pendanaan: WWF Indonesia & WWF Amerika
Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau ini didedikasikan bagi seluruh warga dunia yang memiliki semangat kuat untuk kembali pulih paska bencana. Dokumen panduan ini disusun berdasarkan pengalaman-pengalaman langsung di lapangan dan ditujukan untuk menjamin masa depan yang aman dan berkelanjutan bagi kita semua.
UCAPAN TERIMA KASIH Manager Proyek
Jonathan Randall, World Wildlife Fund
Pakar Pelatihan
Paul Thompson, InterWorks LLC
Direktur Kreatif
Melissa Carstensen, QueenBee Studio
Komite Penasehat
Erika Clesceri, U.S. Agency for International Development
Veronica Foubert, Sphere
Christie Getman, American Red Cross
Ilisa Gertner, American Red Cross
Chris Herink, World Vision
Emma Jowett, Consultant
Charles Kelly, Consultant
Robert Laprade, American Red Cross
Anita van Breda, World Wildlife Fund
Pakar Peninjau Joseph Ashmore, Consultant
Judy Oglethorpe, World Wildlife Fund
Scott Chaplowe, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies Marisol Estrella, United Nations Environment Programme
Robert Ondrusek, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies Adrian Ouvry, Danish Refugee Council Megan Price, RedR-UK Catherine Russ, RedR-UK Graham Saunders, International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies
Chiranjibi Gautam, United Nations Environment Programme
Ron Savage, U.S. Agency for International Development
Toby Gould, RedR-UK
Hari Shrestha, Save the Children
Rick Bauer, Oxfam-UK Gina Castillo, Oxfam-America Prem Chand, RedR-UK
Tek Gurung, United Nations Environment Programme
Rod Snider, American Red Cross
Yohannes Hagos, American Red Cross
Margaret Stansberry, American Red Cross
James Kennedy, Consultant
Karen Sudmeier, International Union for Conservation of Nature Nigel Timmins, Tearfund
Earl Kessler, Consultant John Matthews, World Wildlife Fund Andrew Morton, United Nations Environment Programme Radhika Murti, International Union for Conservation of Nature Marcos Neto, CARE Jacobo Ocharan, Oxfam-America
Muralee Thummarukudy, United Nations Environment Programme Anne-Cécile Vialle, United Nations Environment Programme
Penyusunan dokumen panduan ini dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan tim yang terdiri dari para pakar internasional dalam sektor kemanusiaan dan lingkungan. Dalam masa penyusunan dua tahun, dokumen panduan ini merangkum berbagai pengalaman dari 15 orang lebih penulis teknis dan pakar pelatihan, 30 pakar peninjau, dan tim desain grafis serta editor. Terima kasih kepada Paul Thompson yang memiliki pengalaman mendalam dalam pelatihan kemanusiaan dan berkomitmen kuat dalam membantu membentuk dan merealisasikan proyek ini. Terima kasih kepada Anita van Breda, Robert Laprade, dan Ilisa Gertner untuk wawasan, ide dan kontribusi waktu dalam meninjau rancangan dokumen pelatihan dari waktu ke waktu. Terima kasih yang sebesarbesarnya kepada para partisipan workshop percontohan Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau di Sri Lanka dan Indonesia atas seluruh respon yang baik. Terima kasih kepada Gerald Anderson, Marcia Marsh, Alicia Fairfield, Achala Navaratne, Julia Choi, Bethany Shaffer, Owen Williams, Brad Dubik, Leah Kintner, Tri Agung Rooswiadji, Tom Corsellis, Eric Porterfield, Brittany Smith, Sri Eko Susilawati, Jan Hanus dan Manishka de Mel. – Jonathan Randall, WWF
MODUL 1: SEBUAH PENGANTAR BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI HIJAU Daftar Isi 1 Pendahuluan ...................................................................................................................................... 1 1.1 Tujuan Modul ........................................................................................................................ 1 1.2 Pemulihan Rekonstruksi Hijau ............................................................................................. 1 1.3 Target Pembaca ................................................................................................................... 2 1.4 Konsep - Konsep Utama Modul ..........................................................................................
2
1.5 Asumsi Modul ....................................................................................................................... 3 1.6
Istilah-istlah Penting yang digunakan dalam Modul ............................................................. 3
2 Kelestarian Lingkungan dalam Rekonstruksi dan Perbaikan Bencana ....................................... 6 2.1 Menyelamatkan Kehidupan dan Mengurangi Resiko ........................................................... 6 2.2 Tantangan untuk Mengatasi Masalah Lingkungan .............................................................. 12 2.3 Sebuah Peluang untuk Membangun Kembali dengan Lebih Aman ..................................... 13 2.4 Lingkungan dalam Perbaikan Pasca Bencana Internasional, Nasional dan Kebijakan Lokal..18 2.4.1 Kode Etik untuk Bantuan Bencana ............................................................................ 18 2.4.2 Proyek SPHERE ........................................................................................................ 18 2.4.3 Kerangka Aksi Hyogo ................................................................................................. 19 2.4.4 Sasaran Pembangunan Milenium .............................................................................. 20 2.4.5 Sistem Pengelompokan PBB ..................................................................................... 20 3 Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau .............................................................................. 23 3.1 Untuk Siapa Perangkat Ini? ................................................................................................. 23 3.2 Apa yang Coba dicapai Perangkat Ini? ................................................................................ 24 3.3 Bagaimana ini diorganisir? ................................................................................................... 24 3.4 Prinsip-Prinsip Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau .............................................................. 30 Lampiran 1 .............................................................................................................................................. 33 Glossarium .............................................................................................................................................. 35 Daftar Singkatan ..................................................................................................................................... 34
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
1 PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Modul Modul ini memperkenalkan konsep pemulihan dan rekonstruksi hijau. Modul ini menyediakan sebuah peninjauan dari isu-isu lingkungan kunci yang berasosiasi dengan rekonstruksi dan perbaikan pasca bencana dan memperkenalkan strategi-strategi untuk mengatasi isu-isu ini. Modul ini juga menjelaskan Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau dan komponen-komponennya. Sesi pelatihan untuk Modul 1 diharapkan untuk menjadi sesi selama 1 jam yang disampaikan sebelum modul-modul lainnya (Modul 2-10) Tujuan pembelajaran yang spesifik untuk modul ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan bagaimana mengatasi masalah lingkungan di dalam sebuah respon kemanusiaan a) adalah penting untuk menyelamatkan kehidupan dan sumber pendapatan, b) mengurangi resiko dan kerentanan, dan c) berkontribusi untuk hasil perbaikan yang sukses 2. Menjelaskan tujuan Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau dan komponen-komponennya. 3. Mendiskusikan peluang-peluang kunci, kesalahpahaman, dan tantangan-tantangan untuk mengatasi masalah lingkungan ke dalam kegiatan kemanusiaan.
1.2 Pemulihan Rekonstruksi Hijau Ini adalah Modul 1 dalam sebuah serial 10 modul yang terdiri dari Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau. Secara kolektif, modul Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau menyediakan informasi dan petunjuk untuk meningkatkan hasil proyek untuk penduduk dan komunitas yang sedang dalam perbaikan dari bencana dengan meminimalisir bahaya ke lingkungan, dan mengambil keuntungan dari kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan lingkungan. Modul 1 menyediakan pengantar singkat untuk konsep pemulihan dan rekonstruksi hijau untuk membantu membuat komunitas lebih kuat dan lebih ulet terhadap bencana di masa datang dengan mengintegrasikan isu-isu lingkungan ke dalam proses proses perbaikan. Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau Modul 2 menyediakan pedoman tentang bagaimana desain proyek, pemantauan, dan evaluasi dapat lebih baik digabungkan dan mengatasi isu-isu lingkungan ke dalam lingkaran proyek tipikal. Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau Modul 3 dibangun berdasarkan Modul 2, memfokuskan secara spesifik pada alat-alat bantuan yang dapat di gunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari proyekproyek kemanusiaan tanpa memperhatikan jenis proyek atau sektor. Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau Modul 4,5, dan 6 secara spesifik adalah mengenai pembangunan konstruksi, dengan Modul 4 fokus pada pembangunan dan perencanaan lokasi, Modul 5 pada materi pembangunan dan rantai persediaan, dan Modul 6 tentang desain bangunan dan manajemen konstruksi. Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau Modul 7 hingga 10 menyediakan informasi spesifik sektor untuk melengkapi Modul 2 dan 3, termasuk sumber pendapatan, pengurangan resiko bencana, air dan sanitasi, operasi organisasi pelestarian.
1
2
1.3 Target Pembaca Modul 1 diharapkan untuk orang yang bekerja sebagai bagian dari usaha-usaha rekonstruksi dan perbaikan bencana, termasuk staff yang terlibat dalam desain proyek, implementasi dan manajemen. Staf target termasuk pembuat rencana proyek untuk tempat perlindungan, air dan sanitasi, sektor sumber pendapatan, juga staf logistik dan pmebelian yang mendukung mereka. Hal ini juga termasuk staf yang memantau dan mengevaluasi proyek rekonstruksi dan perbaikan, dan yang mendesain dan mengimplementasikan aktivitas pengurangan resiko bencana. Modul 1 juga cocok untuk teknisi lapangan, direktur negara dan program staff manajemen bencana, perencana spasial, manajer lingkungan, manajer fasilitas, dan perwakilan sektor swasta (contohnya kontaktor konstruksi, penyedia dan penilai).
1.4 Konsep - Konsep Utama Modul Modul ini dibangun berdasarkan beberapa konsep kunci berikut: 1. Kelestarian Lingkungan adalah penting untuk pencapaian hasil perbaikan bencana jangka panjang. Konstruksi tempat perlindungan, perbaikan sumber pendapatan, air dan sanitasi dan intervensi pengurangan resiko bencana harus secara efektif menempatkan kelestarian lingkungan untuk memastikan bahwa komunitas, dan sumber daya alam dimana mereka bergantung, tidak diletakkan pada resiko lebih jauh karena resiko-resiko yang tidak diinginkan dari proses perbaikan bencana. 2. Mengatasi masalah lingkungan di proyek perbaikan pasca bencana mempunyai banyak manfaat. Dengan meminimalisir dampak lingkungan yang negatif, pembuat rencana proyek tidak hanya meningkatkan kelestarian jangka panjang proyek mereka tapi juga mencapai keuntungan lainnya seperti penghematan biaya, pengurangan, resiko bencana, persamaan gender, keamanan pangan, dan efisiensi energy, dan lainnya. 3. Restorasi komunitas setelah bencana adalah proses yang kompleks yang melibatkan banyak pelaku dan aktivitas yang lama. Dengan adanya kompleksitas ini, mungkin saja satu-satunya untuk mengatasi isu-isu lingkungan ini adalah memberikan tanggung jawab ini ke ahli-ahli lingkungan atau organisasi yang fungsi utamanya adalah untuk memastikan isu-isu lingkungan ini ditangani. Sedangkan terdapat mungkin sebuah peran untuk tim lingkungan yang berdedikasi dalam upaya perbaikan bencana, dalam prakteknya, hampir semua orang terlibat dalam rekonstruksi dan perbaikan bencana mempunyai kesempatan dan tanggung jawab untuk menggabungkan kelestarian lingkungan ke dalam aktivitas mereka. Sedangkan yang terbaik untuk mengatasi isu-isu lingkungan adalah sepanjang fase perencanaan perbaikan di awal sesudah bencana, tidak pernah terlambat untuk bertindak untuk meningkatkan hasil untuk orang dan komunitas. 4. Perbaikan bencana dan pembangunan kembali mencoba untuk membangun dalam beberapa waktu apa yang sering memerlukan generasi untuk berkembang. Jika tidak direncanakan dan dikerjakan dengan baik, perlombaan untuk perbaikan dapat mengatasi keregangan besar pada sumber daya alam, meningggalkan orang lebih rentang terhadap penyakit dalam jangka
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
panjang. Namun, dengan perencanaan yang tepat, proses perbaikan dapat menjadi sebuah kesempatan untuk membangun kembali dengan lebih aman. Dalam konteks ini, membangun kembali dengan lebih aman berarti menggunakan sebuah pendekatan yang meminimalisir dampak lingkungan, dan membangun lebih banyak komunitas yang ramah lingkungan dari yang sudah ada sebelum bencana. Tujuannya adalah untuk bergerak di luar kondisi pra bencana untuk memenuhi keperluan pembangunan jangka panjang orang-orang yang terkena dampak bencana. 5. Perbedaan antara jenis bencana, komunitas lokal, kondisi lingkungan, jenis infrastruktur, dan sumber daya yang tersedia untuk perbaikan bencana bermakna setiap situasi bencana mempunyai karakteristik yang unik. Mengingat fakta ini, adalah penting untuk perencana proyek untuk memaksimalkan penggunaan pengetahuan mereka kapan bila memungkinkan untuk memastikan aktivitas-aktivitas perbaikan didasarkan pada konteks lokal dan disukung oleh komunitas lokal. 6. Mengingat sifat unik dan kompleksitas dari setiap situasi bencana dan konteks lokal, perencana proyek dapat menghadapi tantangan-tantangan berat ketika merencanakan dan megimplementasikan aktivitas perbaikan. Untuk mengatasi tantangan ini, dan tidak hanya mengidentifikasi masalah lingkungan, perencana proyek harus membuat pendekatan berorientasi solusi untuk secara kreatif mengatasi tantangan lingkungan. Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau didesain untuk menjadi berorientasi solusi dan memungkinkan beberapa pendekatan untuk pemecahan masalah.
1.5 Asumsi Modul Asumsi dasar dari modul ini adalah Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau dapat diaplikasikan segera setelah bencana ketika strategi rekonstruksi dan perbaikan pertama kali dibentuk, dan melalui fase rekonstruksi dan perbaikan, yang dapat berlangsung dari enam bulan sampai beberapa tahun setelah serangan bencana. Pelatihan perangkat pemulihan dan rekonstruksi hijau idealnya harus diadakan sebelum bencana terjadi untuk melengkapi responder dengan pengetahuan, keahlian, strategi dan peralatan diperlukan untuk mengimplementasikan pendekatan perangkat pemulihan dan rekonstruksi hijau. Pelatihan perangkat pemulihan dan rekonstruksi hijau dapat disebar setelah kegiatan bantuan penyelamatan hidup segera telah dilaksanakan berdampingan dengan perencanaan rekonstruksi dan perbaikan. Semua modul perangkat pemulihan dan rekonstruksi hijau menyatakan bahwa setiap situasi adalah spesifik dan bahwa aplikasi peralatan dan pendekatan akan harus diadaptasi untuk konteks tersebut.
1.6 Istilah - Istilah Penting yang digunakan dalam Modul Berikut adalah istilah yang digunakan dalam modul ini. Daftar lengkap istilah terdapat di daftar kata. Resiko bencana. Kehilangan potensi bencana (dalam kehidupan, status kesehatan, sumber pendapatan, aset, dan pelayanan) yang dapat terjadi pada komunitas tertentu atau masyarakat selama beberapa periode
3
4
waktu tertenTu di masa depan. Resiko dapat dinyatakan sebagai sebuah rumus matematika yang sederhana: Resiko = Bahaya x Kerentanan. Rumus ini mengilustrasikan konsep bahwa semakin besar potensial terjadinya bahaya dan semakin besar kerentanan sebuah populasi, semakin besar resikonya. Pengurangan Resiko Bencana. Pelaksanaan pengurangan resiko bencana melalui usaha yang sistematis untuk menganalisa dan mengatur faktor penyebab bencana, termasuk mengurangi paparan terhadap bahaya, kerentanan yang berkurang dari orang dan property, manajemen lahan dan lingkungan yang bijak, dan persiapan yang meningkat untuk kejadian yang merugikan. Ekosistem. Kompleks dinamis tanaman, hewan, dan komunitas hidup lainnya dan lingkungan non-kehidupan berinteraksi sebagai unit fungsional. Manusia adalah sebuah bagian integral dari ekosistem. Bahaya. Kejadian yang berpotensial merusak fisik, fenomena, atau aktivitas manusia yang dapat menyebabkan kehilangan nyawa atau cedera, kerusakan property, dan kekacauan ekonomi, atau degradasi lingkungan. Bahaya dapat termasuk kondisi laten yang dapat mewakili ancaman masa depan dan dapat memiliki asal-usul yang berbeda: alam (geologi, hidrometeorologi, dan biologi) atau disebabkan oleh proses manusia (degradasi lingkungan dan bahaya tekonologi). Kemampuan. Kapasitas sistem, komunitas, atau masyarakat yang berpotensial terekspos terhadap bahaya untuk beradaptasi, dengan melawan atau mengubah, untuk mencapai dan mempertahankan tingkat fungsi dan struktur yang dapat diterima. Hal ini ditentukan oleh tingkatan mana sistem sosial dapat mengorganisasikan diri sendiri untuk meningkatkan kapasitasnya untuk belajar dari bencana terdahulu untuk perlindungan masa depan yang lebih baik dan untuk meningkatkan pengukuran pengurangan resiko. Kerentanan. Kerentanan manusia adalah relatif kurangnya kapasitas sesorang atau komunitas untuk mengantisipasi, menanggulangi, melawan, dan memperbaiki dari dampak sebuah bahaya. Kerentanan struktur atau fisik adalah sejauh mana sebuah struktur atau pelayanan mungkin dirusak atau terganggu oleh kejadian bahaya. Kerentanan komunitas ada ketika elemen dalam resiko berada di jalan atau area bahaya dan mudah terkena kerusakan. Kehilangan disebabkan oleh bahaya, seperti badai atau gempa bumi, akan jauh lebih hebat secara proporsional untuk populasi yang lebih rentan, sebagai contoh bagi yang tinggal dalam kemiskinan, dengan struktur yang lemah, dan tanpa strategi perlindungan yang cukup.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
Dengan menggabungkan masalah lingkungan ke dalam proses perbaikan dan rekonstruksi, komunitas dan individual dapat menurunkan resiko dan kerentanan mereka terhadap bencana di masa depan. © Daniel Cima/Palang Merah Amerika
5
6
2 KELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM REKONSTRUKSI DAN PERBAIKAN BENCANA 2.1 Menyelamatkan Kehidupan dan Mengurangi Resiko Kerugian manusia dan ekonomi yang disebabkan oleh bencana alam dan konflik yang menghancurkan. Lebih dari selama 35 tahun, antara 1974 dan 2009, bencana telah memakan korban sebanyak 3,5 juta orang, berdampak pada lebih dari 5,7 miliar, dan menyebabkan kerugian sekitar US$1,8 triliun.
1
Bencana juga
meningkat: Antara 1996 dan 2005, lebih dari 6.400 bencana alam dan buatan manusia terjadi secara global, mewakili 60% meningkat dari dua dekade sebelumnya. Sedangkan rentang tahunan dari orang yang terbunuh oleh bencana alam menurun, jumlah orang yang rentan dan terkena dampak oleh bencana alam meningkat. Dari 2000-2004, sepertiga lebih banyak orang terkena dampak daripada selama periode antara 1995 dan 1999. Menurut Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim, kejadian suhu ekstrim, seperti kekeringan dan topan, akan menjadi lebih parah di masa depan dimana cuaca menjadi semakin panas.2 Aksi kemanusiaan tetap menjadi alat utama yang ada bagi komunitas internasioonal untuk mendukung individu, komunitas, dan pemerintah ketika bencana menyerang dan ketika kehidupan orang terancam oleh konflik. Dalam merespon bencana lebih dari periode lima-tahun dari 2005-2009, komunitas bantuan kemanusiaan internasional berkontribusi lebih dari $51 miliar untuk membangun tempat perlindungan, pemasangan sistem sanitasi dan air, menyediakan bantuan medical, mendukung sumber pendapatan, dan membangun kembali sekolah, diantara kegiatan lainnya.3 Setiap hari aksi kemanusiaan membantu untuk menyelamatkan kehidupan dan mengurangi penderitaan di seluruh dunia. Komponen penting dari penyelamatan kehidupan dan mengurangi resiko sesudah bencana adalah memastikan bahwa sumber daya alam yang membentuk dasar untuk kehidupan manusia dan sumber pendapatan dipulihkan kembali dan dilindungi untuk masa depan. Udara bersih, air dan tanah adalah penting untuk kesehatan manusia (mencegah malnutrisi dan penyakit) dan kesejahteraan (menyediakan materi mentah untuk pembangunan ekonomi dan kondisi kehidupan sehat). Persediaan kayu, tanah liat, pasir, ikan, tanaman pangan, dan sumber daya alam lainnya input dasar untuk pemulihan dan perlindungan kehidupan dan sumber pendapatan, dan kelangkaan sumber daya alam dapat menyebabkan ketidakamanan pangan dan konflik. Isu lingkungan mempunyai dampak langsung dan tidak langsung pada kehidupan manusia dan sumber pendapatan. Sebagai contoh, jika sumber air terkontaminasi dengan zat kimia seperti merkuri (digunakan dalam pertambangan) atau pestisida (digunakan dalam pertanian dan aquaculture), akan ada dampak negatif dan langsung pada kesehatan manusia. Hal ini dapat berupa keracunan, cacat lahir, atau bahkan kematian.
1 Pusat Riset pada Epidemiologi Bencana. Basis Data Bencana International. www.emdat.be (diakses pada 14 Juni, 2010) 2 Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Cuaca. 2007. Climate Change Impacts, Adaptation and Vulnerability: Summary for Policymakers. Kontribusi Grup Kerja II untuk Laporan Penilaian Keempat IPCC: Perubahan Cuaca 3 Seperti yang dilaporkan Petugas PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan. 2010. Financial Tracking System. www. ocha.unog.ch/fts/ (Diakses pada 15 April, 2010) 4 DFID. 2006. Menyelamatkan kehidupan, meringankan penderitaan, melindungi martabat: Kebijakan Kemanusiaan DFID.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
Dampak negatif tidak hanya hasil dari industrialisasi dan globalisasi; jika tanah liat di pindahkan dari lereng untuk dijadikan materi bangunan untuk tempat perlindungan pasca bencana, resiko tanah longsor dan banjir dapat meningkat, membahayakan populasi manusia. Eksploitasi sumber daya alam berlebihan, seperti ikan dan kayu, dapat secara langsung memberikan keuntungan untuk nelayan atau penebang kayu ketika mereka menjual sebuah produk, tetapi secara tidak langsung merusak generasi masa depan yang akan memerlukan sumber daya alam ini untuk sumber pendapatan mereka sendiri dan kesejahteraan dalam jangka panjang. Manusia bergantung pada ekosistem yang sehat untuk barang dan pelayanan yang penting untuk kehidupan manusia, dan materi mentah yang diproses menjadi produk makanan, pakaian, dan materi bangunan. Ekosistem utuh seperti lahan basah, lereng berhutan, mangrove, dan lahan yang tidak berkembang semua menyediakan fungsi kritis dalam mengurangi resiko bencana infrastruktur secara fisik ttidak dapat diduplikasi. Jika sumber daya alam terkuras atau lingkungan dipolusi cukup signifikan, maka keuntungan yang dibuat dalam menyelamatkan kehidupan dan mengurangi resiko di respon kemanusiaan segera dapat hilang di bulan dan tahun berikutnya. Ketika aktivitas kemanusiaan tidak mengatasi isu lingkungan, mereka dapat meningkatkan risiko bencana menghadapi sebuah komunitas. Resiko bencana sering diungkapkan sebagai rumus matematis: Resiko = Bahaya x Kerentanan.5 Rumus ini mengilustrasikan konsep bahwa semakin besar potensi terjadinya bahaya dan semakin rentan sebuah populasi, semakin besar resikonya. Kerentanan manusia adalah relatif kurangnya kapasitas seseorang untuk mengantisipasi, mengatasi, menolak, dan memperbaiki dari dampaknya. Jika lingkungan alami terdegradasi, maka kerentanan meningkat. Di beberapa instansi, aktivitas kemanusiaan mempunyai potensial untuk menempatkan komunitas pada bahaya jika isu lingkungan tidak identifikasi secara memadai dan ditempatkan selama perencanaan proyek dan sepanjang kehidupan proyek ini. Secara umum, konsekuensi lingkungan dari aktivitas lingkungan dapat dibagi ke dalam kategori berikut: polusi, modifikasi dan pengrusakan habitat, ekstraksi sumber daya yang tidak berkelanjutan, dan konflik manusia-satwa liar. Satu set contoh disediakan di tabel berikut, yang menunjukkan jenis berbeda dari dampak lingkungan dan manusiayang berelasi dengan usaha perbaikan setelah tsunami Samudra India tahun 2004. Sebuah contoh tambahan dari gempa bumi 2010 juga tersedia di Annex 1.
5 Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana PBB. Terminologi pengurangan bencana. www.unisdr.org/eng/ library/lib-terminology-eng%20home.htm (Diakses pada 25 April, 2010)
7
Sumber pendapatan: Dalam desakan untuk memulihkan kembali sumber pendapatan perikanan pada negara yang terkena dampak tsunami, beberapa agensi bantuan menyediakan banyak perahu dan peralatan memancing tanpa pertimbangan apakah sumber daya alam dasar dapat mendukung apalagi usaha perikanan meningkat. Panen berlebihan terhadap sumber daya alam pada sebuah kapasitas yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan atau memperburuk keamanan pangan dan menyebabkan konflik. Dalam foto ini, sebuah perahu yang baru saja dibangun (kanan) adalah lebih besar dan dapat menangkap lebih banyak ikan dengan lebih cepat daripada perahu yang asli (kiri). (Modul 8, Panduan Lestari untuk Sumber Pendapatan termasuk informasi tambahan dalam mengatasi isu ini)
Gambar berikut diambil di Indonesia, Thailand, Sri Lanka dan Maladewa menunjukkan contoh kecil dari dampak pada lingkungan dan manusia yang berasosiasi dengan rekonstruksi dan perbaikan pasca bencana pada tsunami Samudera Indian pada tahun 2004. Sebuah laporan detail tentang isu ini terdapat dalam: UNEP. 2007. Lingkungan dan Rekonstruksi di Aceh: Dua Tahun Sesudah Tsunami. Nairobi: Program Lingkungan PBB.
AKTIVITAS PERBAIKAN: DAMPAK PADA LINGKUNGAN DAN MANUSIA
8
6 Kuru, George. 2005. FAO Assessment of Timber Demand and Supply for Post-Tsunami Reconstruction in Indonesia. Report prepared for the Food and Agriculture Organization.
Material bangunan: Penambangan tanah yang tidak terkontrol dapat membahayakan komunitas dengan meningkatnya tanah longsor, dan juga menyebabkan erosi tanah dan sedimentasi sungai seperti yang ditunjukkan pada gambar ini. Sungai dan sumber-sumber air bersih lainnya dapat terkontaminasi dengan aliran tanah yang menyebabkan persediaan air yang tidak aman atau tidak dapat diandalkan dan berdampak pada perikanan. (Lihat Modul 5, Panduan Lestari untuk Material dan Rantai Suplai untuk informasi dalam mengatasi isu ini.)
Material bangunan. Tempat pembakaran batu bata tanah liat memerlukan kuantitas kayu yang sangat banyak untuk bahan bakar dan menyebabkan polusi udara seperti yang ditunjukkan pada gambar ini. hal ini dapat menyebabkan dampak pada kesehatan terhadap para pekerja dan pemukiman di sekitarnya. Pengambilan kayu untuk bahan bakar dapat juga menyebabkan kerusakan habitat yang mengakibatkan kehilangan tanah, degradasi kualitas air, dan pengurangan satwa liar yang dapat mengakibatkan resiko yang meningkat, ketidakamanan pangan, penyakit dan konflik. Berdasarkan laporan oleh FAO, sebuah pembuatan batu bata tipikal di Sumatera,Indonesia, menghasilkan setidaknya 10.000 batu bata per minggu, cukup untuk membangun satu rumah. Diperlukan setidaknya 9 meter kubik kayu untuk membakar sejumlah batu bata ini. jadi, secara kasar dua kali lipat kayu diperlukan untuk membakar batu batu bata untuk sebuah rumah batu bata daripada membangun sebuah rumah kayu.6 (Modul 5, Panduan Lestari untuk Material dan Rantai Suplai termasuk informasi tambahan dalam mengatasi isu ini).
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
9
7 Jakarta Post. 2007. Aceh to implement logging moratorium. Jakarta Post. March 17.
Manajemen Limbah Padat. Konstruksi pemukiman tempat perlindungan baru setelah bencana juga memerlukan perencanaan yang sesuai untuk manajemen limbah padat. Dalam gambar ini limbah padat dibuang di sebuah selokan yang tidak dibuat yang menyebabkan kontaminasi air, masalah kesehatan, dan bau tak sedap untuk komunitas di sekitar. (Lihat Modul 7, Panduan Lestari untuk Air dann Sanitasi untuk cara-cara dalam mengatasi isu ini.)
Konversi Lahan. Pembalakan liar dapat menyebabkan polusi air, erosi, kehilangan habitat, dan konflik manusia-satwa liar.7 Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air bersih, penyakit, resiko bahaya yang meningkat, dan kesempatan sumber pendapatan yang lebih sedikit dalam jangka panjang. (Lihat Modul 6, Panduan Lestari untuk Konstruksi untuk cara-cara mengatasi isu ini)
10
Pemilihan Lokasi. Pemilihan lokasi perumahan yang direlokasi dihasilkan dalam penggunaan lahan yang tidak berkembang yang melanggar habitat gajah, menyebabkan insiden-insiden baru dalam konflik manusia-satwa liar. Konflik manusia-satwa liar dapat menyebabkan cedera meningkat, lehilangan kesempatan akan sumber pendapatan, dan meningkatkan resiko. (Lihat Modul 4, Panduan Lestari untuk Pemilihan dan Pembangunan Lokasi Strategis dan Modul 3, Panduan Lestari untuk Perangkat dan Teknik Penilaian Dampak Lingkungan untuk cara-cara mengatasi isu ini).
Konstruksi Tempat Perlindungan. Desakan untuk membangun perumahan sesudah tsunami menyebabkan pada beberapa rumah baru dibangun di area yang tidak aman seperti yang ditunjukkan pada gambar ini. Perumahan yang terkena banjir dapat menyebabkan resiko penyakit yang menular lewat udara dan kondisi kehidupan yang tidak aman. Catatan: Sebuah dinding laut yang baru dibangun di belakang memperburuk masalah karena mencegah air hujan mengalir keluar ke laut. (Lihat Modul 4, Panduan Hijau untuk Pemilihan dan Pembangunan Lokasi Strategis untuk cara-cara mengatasi isu ini).
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
11
12
2.2 Tantangan untuk Mengatasi Masalah Lingkungan Dalam urgensi pengaturan respon kemanusiaan, peran yang dimainkan oleh sumber daya alam dalam kehidupan manusia yang aman dan sehat selalu diabaikan. Hal ini mungkin saja karena perencana proyek: • tidak sepenuhnya menyadari dampak lingkungan dari proyek mereka • percaya bahwa lingkungan adalah kepentingan kedua dari tujuan proyek mereka • percaya bahwa mengatasi masalah lingkungan terlalu mahal atau terlalu lama • merasa bahwa mereka tidak memiliki cukup pengetahuan atau keterampilan untuk mengatasi masalah lingkungan Tantangan masalah lingkungan penting lainnya termasuk: Data: Data sulit dicari, interpretasi, dan mengimplementasikan data lingkungan pada sebelum dan sesudah situasi bencana (Catatan: Tantangan ini juga ditemukan dalam analisis koleksi data untuk sektor lainnya, baik yang berelasi dengan lingkungan atau tidak). Waktu: Perubahan lingkungan dapat menjadi jangka panjang dan tidak selalu diukur di dalam jangkauan masa proyek.
Skala: Dampak lingkungan pada waktu terjadi di luar area proyek langsung. Sebab-akibat: Tidak selalu mungkin untuk menentukan hubungan definitif “sebab dan akibat”, sejak faktor selain dari intervensi yang dipelajari dapat berkontribusi untuk perubahan-perubahan yang dapat diukur (atribusi).
Namun, tidak satupun dari tantangan-tantangan ini menegasikan kepentingan mengatasi lingkungan untuk meningkatkan hasil untuk orang dan komunitas pulih dari bencana. Modul ini dan lainnya dalam serial menyediakan sumber daya yang dapat digunakan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dengan membangun pemahaman dan kepemilikan akan isu-isu lingkungan dan mengilustrasikan keuntungan berlipat dari menggabungkan isu lingkungan ini ke dalam perbaikan bencana. Sangat penting untuk dinyatakan ketika kepentingan kemanusiaan untuk menyelamatkan kehidupan dan mengurangi penderitaan harus didahulukan melebihi pertimbangan-pertimbangan lainnya. Namun, kepentingan kemanusiaan tidak harus mengorbankan lingkungan dann akhirnya orang-orang yang bergantung pada kesehatan lingkungan. Proyek kemanusiaan dapat menjadi tempat untuk meningkatkan kondisi lingkungan untuk menguntungkan keperluan orang ramai seperti tempat perlindungan, air, kesehatan, dan sumber pendapatan.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
2.3 Sebuah Peluang untuk Membangun Kembali Dengan Lebih Aman Percobaan untuk membangun kembali dan perbaikan bencana untuk membangun kembali dalam beberapa tahun yang sering memerlukan beberapa generasi untuk berkembang. Proses perbaikan ini mewakili sebuah peluang untuk membangun kembali dengan lebih aman, menciptakan komunitas-komunitas yang lebih peduli lingkungan dari yang sudah ada sebelumnya sebelum bencana. Perangkat ini menggunakan frase membangun kembali dengan lebih aman daripada yang umumnya “membangun kembali dengan lebih baik” karena membangun kembali dengan lebih baik sering diinterpretasikan sebagai memabangun kemabali infrastruktur yang lebih besar, atau lebih modern, dimana yang tidak selalu “lebih baik” dalam artian kelestarian jangka panjang. Sebuah diskusi penuh dengan konsep membangun kembali dengan lebih baik terdapat pada naskah “Arti ‘Membagun Kembali Dengan Lebih Baik’: Bukti Dari Pasca Tsunami Aceh dan Sri Lanka.”8 Setelah langsung, kebutuhan hidup terpenuhi di awal fase setelah bencana, pemerintah, agensi bantuan, dan organisasi multilateral mempunyai sebuah peluang dan tanggung jawab (sebagai kebijakan
dan
gambaran standar mereka) untuk memastikan bahwa aktivitas perbaikan dan dan rekonstruksi mendukung dan memperkuat pembagungan jangka panjang untuk mencapai hasil yang tahan lama untuk komunitas yang terkena dampak bencana. Tujuan dari perbaikan pasca bencana harus melebihi kondisi sebelum bencana untuk memungkinkan keperluan pembangunan jangka yang lebih panjang orang-orang yang terkena bencana. Dalam buku Rising from the Ashes: Development Strategies in Time of Disaster - Bangkit dari Abu: Strategi Pembangunan di Masa Bencana, penulis merujuk pada: Terlalu sering, respon bencana dalam bentuk bantuan darurat belum berkontribusi untuk pembangunan jangka panjang dan, lebih buruk lagi, melanggar dan merusak. Tidak ada alasan mengapa hal ini harus terus menjadi kasus. Jika sejumlah agensi luar campur tangan dalam respon bencana ini sebenarnya meningkat – dan memang meningkat – maka keperluan untuk mendesain intervensi bantuan sehingga mereka dapat berkontribusi untuk pembangunan jangka panjang menjadi lebih penting. Upaya-upaya bantuan diarahkan pada “menormalkan kembali beberapa hal” akan hanya melakukan itu dan tidak lagi, meninggalkan orang rentan terhadap krisis selanjutnya karena mereka yang terakhir.9 Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah agensi kemanusiaan telah mengambil beberapa langkah untuk memastikan bahwa rekonstruksi dan perbaikan pasca bencana secara aktif mengatasi masalah lingkungan dan dengan itu mendukung pembangunan jangka panjang. Beberapa aktivitas ini termasuk yang berikut: • Mendorong penggunaan materi bangunan yang berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui • Menempatkan bangunan-bangunan di luar area yang berbahaya dan rentan secara lingkungan
8 Kennedy, Jim, Joseph Ashmore, Elizabeth Babister, and Ilan Kelman. 2008. Arti “Membagun Kembali Dengan Lebih Baik’: Bukti Dari Pasca Tsunami Aceh dan Sri Lanka. Journal of Contingencies and Crisis Management. 16(1): 24-36 9 Anderson, Mary dan Peter Woodrow. 1998. Rising from the Ashes: Development Strategies in Times of Disaster. London: Intermediate Technology Publications.
13
14
• Mengambil keuntungan dari inovasi teknologi yang dapat diadaptasi dengan sukses untuk konteks lokal • Mengenalkan kembali metode tradisional yang lebih lestari untuk lingkungan daripada pendekatan modern • Menggunakan kembali dan mendaur ulang puing-puing bencana • Mengkonservasi air dan mengaksesnya hanya dari sumber yang dapat diperbaharui • Mengatur pembuangan sehingga menjadi sebuah aset lingkungan, bukan sebuah kekurangan • Membangun kembali kapasitas pemerintahan untuk sumber daya alam yang diatur secara bekelanjutan Seperti yang akan dijelaskan lebih jauh di Bagian 3 dibawah, perangkat ini memiliki sejumlah studi kasus, alat, dan strategi yang mengilustrasikan berbagai contoh dari mengintegrasi kelestarian lingkungan dalam perbaikan bencana. Terdapat berbagai keuntungan untuk mengatasi lingkungan. Dengan meminimalisir dampak lingkungan negatif, perencana proyek tidak hanya meningkatkan kelestarian jangka panjang projek mereka, tetapi juga bekerja terhadap tujuan proyek lainnya seperti penghematan biaya, pengurangan resiko bencana, persamaan gender, keamanan pangan, dan efisiensi energi, dan lainnya. Sebagai contoh, dengan memastikan bahwa aktivitas perbaikan tidak mendegradasi ekosistem, perencana proyek kemanusiaan dapat membantu memastikan bahawa fungsi pengurangan resiko bencana dari ekosistem dijaga. Fungsi ekosistem termasuk retensi banjir, stabilitas kecuraman, udara dan air bersih dan sehat, dan penyimpangan pangan. Dalam beberapa kasus, dengan mengatasi permasalahan lingkungan, pelaku kemanusiaan dapat mengatasi penyebab bencana itu sendiri. Contoh-contoh berikut dari Guatemala/Meksiko dan Somalia menunjukkan bagaimana resiko dapat dikurangi melalui manajemen lingkungan sesudah bencana alam.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
MENGURANGI RESIKO MELALUI MANAJEMEN LINGKUNGAN SETELAH BADAI STAN DI GUATEMALA/MEXICO Di ketinggian tinggi hulu DAS sungai Coatan dan Suchiate, diantara perbatasan Guatemala dan Meksiko dan mengalir dari lereng gunung merapi Tacana ke Samudera Pasifik, degradasi lingkungan dan perubahan cuaca meningkatkan resiko banjir bandang yang merusak. DAS ini telah terdeforestasi dan terdegradasi parah di banyak tempat. Erosi berat dari tanah dalam sebelumnya telah mengurangi kapasitas mereka untuk menahan air. Kepadatan populasi adalah tinggi dan degradasi lingkungan telah membatasi pilihan sumber pendapatan orang. Komunitas kemudian semakin rentan terhadap banjir yang disebabkan oleh badai tropis dan angin topan. Pada 2005 badai tropis Stan menyebabkan hujan deras di daerah tersebut, menghasilkan banjir dan longsor lumpur yang meyebabkan sekitar 2.000 korban nyawa dan kerusakan hingga US$ 40 juta. Jalanan, jembatan, sistem persediaan air, pangan dan ekonomi lokal menjadi hancur. Bencana ini menggerakkan komunitas untuk megambil tindakan dan mencari jalan untuk mengurangi resiko banjir. Dengan dukungan dari Inisiasi Alam dan Air IUCN dan organisasi lainnya, komunitas lokal mengorganisasi mereka sendiri ke dalam “dewan DAS mikro” untuk mengkoordinasikan manajemen DAS diantara kelompok-kelompok desa. Masyarakat menjadi perduli terhadap dampak dari manajemen lingkungan yang tidak berkelanjutan. Mereka telah mengidentifikasi permintaan berbeda akan air dan prioritas yang jelas untuk mengatur dan memperbaiki DAS yang merespon keperluan pembangunan mereka. Didorong oleh keperluan untuk memperluas pilihan sumber pendapatan untuk mengurangi kemiskinan, dewan komunitas ini telah menghasilkan perbedaan sistem pertanian, termasuk terasering kecuraman yang terdegradasi dan reboisasi melalui pengenalan pertanian kehutanan. Komunitas menginvestasikan tenaga dan dana mereka dalam perbaikan infrastruktur alam. Sebagai perluasan yang berorganisasi sendiri, komunitas menjadi dilengkapi dengan dengan lebih baik untuk beradaptasi terhadap perubahan bencana dan lebih sedikit sensitif terhadap badai yang merusak. Sumber: Smith, D. M., dan S. Barchiesi. 2009. Environment as infrastructure – Resilience to climate change impacts on water through investments in nature. Perspektif tentang air dan adaptasi perubahan cuaca. The Hague, Belanda: CPWC; Marseilles, Perancis: Dewan Air Dunia; Gland, Swiss: IUCN; London, Inggris: IWA. Dikutip di Sudmeier-Rieux, Karen, dan Neville Ash. 2009. Environmental Guidance Note for Disaster Risk Reduction: Healthy Ecosystems for Human Security. Edisi Revisi. Gland: IUCN.
15
16
STUDI KASUS: PERBAIKAN LESTARI DI XAAFUN, SOMALIA, SESUDAH TSUNAMI 2004 Usaha-usaha rekonstruksi di Xaafuun, Somalia, setelah tsunami 2004 menunjuk secara tepat pentingnya pemilihan lokasi yang secara lingkungan tepat untuk komunitas yang direlokasi. Xaafuun adalah satu dari sedikit pemukiman nelayan permanen ditimur laut pantai Somalia., berosilasi antara 250 dan 600 keluarga tergantung pada musimnya. Dipemukiman yang rusak, perumahan telah di bangun pada permukaan laut dekat pantai, yang telah mendestabilisasikan ekosistem bukit pasir yang rentan di area tersebut. Angin kuat dan sarat pasir akan mengenai perkampungan ini secara teratur selama musim monsoon, sering mengubur struktur dan menyebabkan masalah kesehatan, terutama untuk anak-anak, wanita hamil dan orang lanjut usia. Untuk mencari lokasi yang secara lingkungan aman dan lestari, sebuah tim multidisiplin dari perencana untuk perkotaan, seorang ahli ekonomi pembangunan, dan spesialis lingkungan dikolaborasikan untuk memformulasikan rencana rekonstruksi. Isu-isu penting dari kelestarian termasuk potensial untuk ekspansi pemukiman dan konstruksi yang berdampingan dengan lokasi pasar dan penangkapan ikan. Proteksi dari elemen-elemen ini adalah pertimbangan penting lainnya, sejak Xaafun adalah subyek terhadap angin kuat dan pasir dari habitat gundukan pasir yang berdekatan. Tim juga melihat pada kesesuaian lokasi baru dengan memperhitungkan infrastruktur publik untuk sistem penyaluran air, sistem sanitasi, dan titik akses jalan raya. Lokasi baru memerlukan pertimbangan yang seksama, tata ruang pemukiman yang terintegrasi dengan jenis tempat perlindungan yang sesuai, daripada sebuah replikasi sederhana dari yang sudah ada sebelumnya. Sebuah persiapan sketsa-rencana yang didiskusikan dengan semua pihak terkait memungkinkan untuk alokasi tanah cepat untuk agensi-agensi berbeda untuk aktifitas rekonstruksi segera. Sementara itu, tata ruang pemukiman yang lebih detail disiapkan oleh UN-HABITAT. Masjid baru, madrasah, pasar daging, pusat wanita, dan pusat kesehatan telah dibangun. Rencana kota berdasarkan prinsip-prinsip berikut ini: 1. Pemukiman terpadu: hal ini meringankan dampak angin kuat di Xaafuun pada daerah tempat tinggal dan unit perumahan, memastikan efisiensi biaya dengan engurangi area pelayanan total, dan mengurangi pelanggaran pada habitat bukit pasir yang sensitif. 2. Batas public: zona publik, terdiri dari ruang-ruang publik dan bangunan publik, menghadap ke laut, dan bertindak sebagai penyaring antara area tempat tinggal dan area bukit pasir. 3. Jalan utama: Jalanan sebagai tulang punggung dari pembangunan dan terhubung dengan fasilitas utama untuk publik. 4. Pembangunan ekonomi: setelah struktur pasar resmi dan lokasi-lokasi di sepanjang laut untuk industri perikanan skala kecil, ruang-ruang untuk aktivitas ekonomi spontan dan perkumpulan sosial di bentuk.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
Kasus Xaafuun mengilustrasikan bahwa tanpa mengkompromikan usaha-usaha kemanusiaan untuk menyelamatkan kehidupan, hal ini penting untuk mengenalkan perspektif pembangunan di tahap awal pada situasi pasca bencana, sepenuhnya mengambil keuntungan dari kesempatan yang mungkin dapat menghasilkan dari bencana. Studi kasus yang lengkap terdapat dalam Annex 3 Modul 4, Panduan Hijau untuk Pemilihan Lokasi Strategis dan Pembangunan. Sumber: Decorte, Filiep. 2008. Paving the Way for Sustainable Development in a Post Disaster Situation – the Case of the Tsunami-damaged Village of Xaafuun North Eastern Somalia. Nairobi: UN-HABITAT.
Keterlibatan komunitas dan organisasi sendiri membantu memastikann proyek jangka panjang menghasilkan dan mengurangi resiko bencana. Foto ini menunjukkan pusat komunitas di Maderas del Pueblo Nuevo Paraiso, Chimpalas, Oaxaca, Mexico yang bertindak sebagai sebuah forum untuk komunitas-komunitas untuk mendiskusikan sumber pendapatan, isu lingkungan, resiko bencana, dan hal lainnya yang dialami oleh komunitas. © Anthony B. Rath/WWF-Canon
17
18
2.4 Lingkungan dalam Perbaikan Pasca Bencana Internasional, Nasional, dan Kebijakan Lokal Untuk beberapa dekade terakhir, pemerintah, PBB, dan organisasi masyarakat sipil telah menguji peran lingkungan lestari relatif sampai respon bencana dan kebijakan pembangunan manusia. Sebagai tambahan, banyak negara, regional, dan pemerintah lokal memiliki mandat yang sah yang memerlukan aktivitas pembangunan untuk menggabungkan isu-isu lingkungan dan termasuk penilaian dampak pada lingkungan. Perencana proyek dan manajer yang terlibat dalam perbaikan pasca bencana dan rekonstruksi harus mengatasi kebijakan level internasional (dijelaskan di bawah) dan hukum-hukum lokal, regional, dan nasional yang dapat diaplikasikan yang berhubungan dengan proyek mereka.
2.4.1 Kode Etik untuk Bantuan Bencana Kode etik untuk Palang Merah Internasional dan Gerakan Bulan Sabit Merah dan LSM dalam Bantuan Perbaikan dibangun dan disetujui oleh 8 agensi respon bencana terbesar di dunia pada musim panas tahun 1994. Penandatangan termasuk Palang Merah Nasional dan Masyarakat Bulan Sabit Merah, Oxfam, Save the Children Fund, dan CARE dan yang lainnya. Sekarang kode etik ini sedang digunakan oleh Federsi Internasional untuk mengawasi standar mereka sendiri dari penyampaian bantuan dan untuk mendorong agensi-agensi lain untuk membuat standar yang sama. Prinsip 8 dalam Kode Etik menentukan: Bantuan darurat harus diupayakan untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana di masa depan dan juga sebagai pemenuhan kebutuhan dasar. Seluruh kegiatan bantuan mempengaruhi prospek untuk pembangunan jangka panjang, baik dalam tren positif atau negatif. Dengan adanya hal ini, kita akan mengupayakan untuk menjalankan program-program bantuan yang secara aktif mengurangi kerentanan penerima manfaat terhadap bencana di masa depan dan membantu membuat gaya hidup yang lestari. Kita akan membayar perhatian tertentu terhadap isu lingkungan dalam desain dan manajemen program bantuan. Kita juga akan berusaha keras untuk meminimalisir dampak negatif dari bantuan kemanusiaan, berusaha untuk menghindari ketergantungan jangka panjang penerima manfaat terhadap bantuan dari luar.
2.4.2 Proyek SPHERE Inisiasi proyek SPHERE dimulai pada 1997 sebagai sebuah respon terhadap pengenalan kolektif dibawah komunitas kemanusiaan akan keperluan terhadap mekanisme yang berkualitas dan akuntabilitas dan respon kemanusiaan. SPHERE adalah 3 hal: buku pegangan, proses kolaborasi yang meluas, dan sebuah ekspresi akan komitmen hingga kualitas dan akuntabilitas. Buku pegangan SPHERE telah menjadi perangkat yang di kenal secara meluas untuk meningkatkan respon kemanusiaan, tidak hanya oleh LSM tetapi juga oleh agensi PBB, pemerintah setempat, pemerintah donor, dan pelaku lainnya yang terlibat dalam respon kemanusiaan.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
Dalam buku pegangan SPHERE sejumlah lintas isu diidentifikasi yang memiliki relevansi terhadap semua sektor dalam sebuah respon bencana, termasuk lingkungan: Lingkungan…menyediakan menyediakan sumber daya alam yang menopang setiap indivisu, dan menentukan kualitas di sekitar tempat tinggal mereka. Lingkungan memerlukan perlindungan jika fungsi-fungsi penting ini akan dijaga. Standar Minimum mengatasi keperluan untuk menghindari eksploitasi berlebihan, polusi dan degradasi kondisi lingkungan.10 Lingkungan, pengurangan resiko bencana, dan perubahan bencana adalah isu yang akan diekplorasi lebih jauh lagi dalam revisi buku pegangan, yang direncanakan untuk publikasi ada 2010. Buku pegangan Sphere menyediakan saran praktis tentang pemograman terkait dengan lingkungan melalui standar teknis minimum, indikator, dan catatan petunjuk melalui buku pegangan. Satu contoh yang dapat ditemukan ditempat perlindungan dan pemukiman standar 6: dampak lingkungan: Dampak yang merugikan pada lingkungan diminimalkan oleh pengaturan rumah tangga yang terkena dampak bencana, sumber material, dan teknik konstruksi yang digunakan. Celah dalam mencapai standar dapat digunakan untuk mengadvokasi untuk sumber-sumber daya tambahan ketika sesuai.
2.4.3 Kerangka Aksi Hyogo Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015: Membangun Ketahanan Nasional dan Komunitas terhadap Bencana diluncurkan pada Januari 2005 ketika lebih dari 4000 perwakilan pemerintah, LSM, institusi akademis, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang pada Konferensi Perang Dunia kedua tentang Pengurangan Bencana. Kerangka Aksi ini, diadopsi oleh 168 negara, menetapkan sebuah hasil yang diharapkan dan jelaspengurangan yang penting dari kerugian bencana, dalam kehidupan dan juga dalam sosial, ekonomi dan aset-aset lingkungan milik komunitas dan negara – dan menjabarkan sebuah pengaturan prioritas yang detail untuk mencapai hal ini pada tahun 2015. Kerangka Aksi mengidentifikasi manajemen lingkungan sebagai sebuah aksi prioritas untuk mengurangi faktor resiko mendasar terhadap bahaya alam. Kerangka Aksi Hyogo dibangun di atas Strategi Yokohama dan Rencana Aksi (1994), yang menyatakan bahwa Kepala Negara yang mewakili “menyelesaikan untuk mengejar hasil yang diharapkan berikutnya untuk 10 tahun mendatang: Pengurangan penting kerugian bencana, dalam kehidupan dan dalam sosial, aset lingkungan dan ekonomi milik komunitas dan negara…” melalui aktivitas utama berikut ini: (i) Manajemen SDA dan lingkungan (a) Mendorong penggunaan lestari dan manajemen ekosistem, termasuk rencana penggunaan lahan yang lebih baik dan aktivitas pembangunan, pengurangan resiko dan kerentanan.
10 Proyek Sphere. 2004. Standar Minimum di Tempat Perlindungan, Pemukiman dan Barang Non-Makanan. Buku Pegangan Sphere. Jenewa: Penerbitan Oxfam. Catatan:Buku pegangan versi revisi akan diterbitkan pada 2011.
19
20
(b) Mengimplementasikan lingkungan yang terintegrasi dan pendekatan-pendekatan manajemen sumber daya yang menggabungkan pengurangan resiko bencana, termasuk pengukuran struktural dan non-struktural seperti manajamen bencana banjir yang terintegrasi dan manajemen yang sesuai untuk ekosistem yang rentan. (c) Mempromosikan integrasi pengurangan resiko yang berasosiasi dengan variabilitas iklim yang ada dan perubahan iklim di masa depan ke dalam strategi untuk pengurangan resiko bencana dan adaptasi untuk perubahan iklim, yang akan memasukkan identifikasi yang jelas dari resiko bencana yang berkaitan dengan iklim, desain pengukuran pengurangan resiko yang spesifik, dan sebuah penggunaan yang rutin dan berkembang dari informasi resiko iklim oleh para perencana, teknisi, dan pembuat keputusan lainnya.
2.4.4 Sasaran Pembangunan Milenium Pada September 2000, pemimpin dunia datang bersama di markas besar PBB di New York untuk mengadopsi Deklarasi Milenium PBB, mengkomitmenkan negara-negara mereka untuk sebuah kemitraan global yang baru untuk mengurangi kemiskinan yang ekstrim dan mengemukakan sebuah rangkaian target yang terikat waktu - dengan batas waktu 2015 – yang telah diketahui sebagai Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs). MDGs berelasi dengan respon kemanusiaan, karena sektor kemanusiaan adalah bagian dari proses pembangunan. Empat target dari Sasaran 7 mengatasi kelestarian lingkungan. Targetnya adalah sebagai berikut: 1. Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program negara dan membalik kehilangan sumber-sumber daya lingkungan. 2. Mengurangi kehilangan keanekaragaman hayati, mencapai, pada tahun 2010, sebuah pengurangan signifikan pada tingkat kehilangan. 3. Setengahnya, pada tahun 2015, proporsi populasi tanpa akses kelestarian untuk menyelamatkan air minum dan sanitasi dasar. 4. Pada tahun 2020, untuk mencapai pencapaian yang signifikan dalam kehidupan setidaknya 100 juta penghuni kawasan kumuh.
2.4.5 Sistem Pengelompokan PBB Selama bertahun-tahun komunitas kemanusiaan internasional telah membangun beberapa mekanisme untuk meningkatkan efektivitas keseluruhan akan respon terhadap bencana. Satu contoh utama yang telah menjadi reformasi kemanusiaan diusulkan oleh Jan Egeland, mantan Wakil jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, dan disetujui Inter Agency Standing Committee (IASC) – Komite Kerja Antar Agensi pada tahun 2005. Reformasi ini berusaha untuk meningkatkan efektivitas respon kemanusiaan dengan memastikan prediktibilitas, akuntabilitas dan kemitraaan yang lebih besar. ini adalah sebuah usaha ambisius oleh komunitas kemanusiaan internasional untuk mencapai penerima keuntungan yang lebih banyak dengan bantuan berdasarkan keperluan dan perlindungan yang lebih komprehensif dalam cara yang lebih efektif dan tepat waktu.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
Sebuah bagian penting dari reformasi ini adalah “pendekatan kelompok” sebuah pendekatan yang berdasarkan sektoral untuk koordinasi yang lebih efisien dan efektif. Pendekatan kelompok terdiri dari pengelompokan agensi-agensi PBB, LSM, dan organisasi lainnya disekitar sebuah sektor atau pelayanan yang disediakan selama krisis kemanusiaan. Setiap dari pengelompokan sebelas kelompok (Perlindungan, Manajemen dan Koordinasi Camp, Sanitasi air dan Higienitas, Kesehatan, Tempat Perlindungan Darurat, Telekomunikasi Darurat, Pendidikan, Pertanian, Logistik, dan Perbaikan Awal) dipimpin oleh lembaga yang ditunjuk.11 Pendekatan ini memiliki beberapa tujuan untuk pembangunan kapasitas yang cukup dan kepemimpinan yang dapat diprediksi di semua sektor untuk memastikan hal-hal berikut terjadi: • Celah yang teridentifikasi di semua sektor utama atau area respon kemanusiaan diatasi, termasuk lintas isu seperti isu lingkungan. • Respon-respon lebih strategis dan berdasarkan pada prioritas sumber-sumber tersedia dan kejelasan tentang siapa yang melakukannya. Kelompok Tempat Perlindungan Darurat telah mengembangkan sebuah program Penasihat Lingkungan untuk mendukung operasi lapangan Kelompok Tempat Perlindungan Darurat. Penasihat Lingkungan menyediakan saran-saran dan dukungan teknis untuk Koordinator Kelompok dan anggota Kelompok tentang bagaimana mengidentifikasi dan meminimal dampak negati dari bantuan tempat perlindungan darurat. Pada 2010, Penasihat Lingkungan dikerahkan ke Haiti dan Indonesia sesudah bencana gempa bumi di negara tersebut. Pendekatan kelompok termasuk lingkungan sebagai tema lintas isu yang harus dipertimbangkan di semua kelompok teknis (atau sektor). Pelatihan GRRT Modul 1, 2 dan 3 dapat diaplikasikan di semua kelompok. Modul GRRT yang berspesifik sektor berelasi dengan kelompok dan Tabel 1, di bawah, menunjukkan modul GRRT mana yang berelasi dengan aktivitas kelompok yang mana. Hal ini harus diperhatikan bahwa sistem kelompok tidak dilibatkan disemua bencana, namun, banyak pemerintah menggunakan pendekatan koordinasi sektor ke sektor dan sama.
11 Komite Kerja Antar Agensi. 2006. IASC Guidance Note on Using the Cluster Approach to Strengthen Humanitarian Response. Jenewa: PBB.
21
22
TABEL 1. DAFTAR KELOMPOK DAN MODUL GRRT YANG BERELASI DENGAN KELOMPOK KELOMPOK
MODUL SPESIFIK YANG BERELASI DENGAN SEKTOR GRRT
KELOMPOK-KELOMPOK TEKNIKAL PERTANIAN
Panduan Lestari untuk Sumber Pendapatan (Modul 8)
PENDIDIKAN
Tidak ada modul GRRT yang berelasi secara langsung
TEMPAT PERLINDUNGAN
Panduan Lestari untuk Pemilihan Lokasi Strategis dan Pembangunan
DARURAT
(Modul 4) Panduan Lestari untuk Material dan Rantai Suplai (Modul 5) Panduan Lestari untuk Konstruksi (Modul 6)
KESEHATAN
Panduan Lestari untuk Air dan Sanitasi (Modul 7) Panduan Lestari untuk Konstruksi (berkaitan sebelumnya) (Modul 6)
NUTRISI
Tidak ada modul GRRT yang berelasi secara langsung
AIR, SANITASI, HIGIENITAS
Panduan Lestari untuk Air dan Sanitasi (Modul 7)
KELOMPOK-KELOMPOK LINTAS ISU MANAJEMEN DAN
Panduan Lestari untuk Pemilihan Lokasi Strategis dan Pembangunan
KOORDINASI CAMP
(Modul 4) Panduan Lestari untuk Material dan Rantai Suplai (Modul 5) Panduan Lestari untuk Konstruksi (Modul 6)
PERBAIKAN AWAL
Semua modul GRRT sektoral mendukung prinsip-prinsip dan kegiatan kelompok Perbaikan Awal. Panduan Hijau untuk Sumber Pendapatan (Modul 8) adalah sangat relevan.
PERLINDUNGAN
Tidak ada modul GRRT yang berelasi secara langsung
PELAYANAN UMUM LOGISTIK
Panduan Lestari untuk Material dan Rantai Suplai (Modul 5) Panduan Lestari untuk Konstruksi (Modul 6)
TELEKOMUNIKASI DARURAT
Tidak ada modul GRRT yang berelasi secara langsung
Sebagai tambahan, Program Lingkungan PBB membantu pada isu-isu lingkungan yang berkaitan dengan respon bencana.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
3 PERANGKAT PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI HIJAU WWF telah bekerja dengan dengan Program Pemulihan Tsunami Palang Merah Amerika dan mitra-mitra mereka di area yang terkena dampak tsunami Samudera Indian 2004 di Sri Lanka, Indonesia, Thailand, dan Maladewa. Melalui kemitraan 5 tahun yang inovatif ini (2005-2010), WWF dan Palang Merah Amerika telah membangun pengetahuan yang dapat dipertimbangkan sebagai aktivitas, strategi, dan pelatihan yang dapat meningkatkan perbaikan bencana dan proses rekonstruksi dengan membantu untuk membuat komunitas yang lebih melestarikan lingkungan. Untuk memperluas pembelajaran dan pengalaman, WWF dan Palang Merah Amerika bekerja dengan lebih dari 30 ahli subjek dan spesialis kemanusiaan dari lebih dari 18 organisasi lainnya untuk membangun Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau ini. Organisasi yang berpartisipasi termasuk Federasi Internasional Masyarakat Bulan Sabit Merah Palang Merah, Oxfam, CARE, Save the Children, Mercy Corps, Tearfund, Program Lingkungan PBB, ProAct, Serikat Konservasi Dunia, World Vision, RedR Inggris, Agensi Pembangunan Internasional Amerika Serikat, Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana, ProAct, Dewan Pengungsi Denmark, Pusat Kesiapsiagaan Bencana Asia, Pusat Tempat Perlindungan, Environment Foundation Limited. GRRT adalah sebuah rangkaian 10 modul mandiri yang mengatasi berbagai topic dan sektor penting untuk respon bencana. Perangkat untuk setiap modul terdiri atas berikut ini: 1. Sebuah content paper, menyampaikan informasi kunci tentang topik 2. Sebuah panduan pelatih untuk melatih perencana dan fasilitator dalam sebuah agenda lokakarya yang diajukan, tujuan pembelajaran partisipan, poin kunci untuk presentasi, aktivitas pembelajaran yang interaktif, dan tampilan Power Point untuk mendukung lokakarya 3. Semua material diperlukan untuk mendukunng lokakarya satu hari tentang topik bersangkutan Setiap topik menyampaikan rentang dari kegiatan dan prinsip rekonstruksi dan perbaikan. Sebagai tambahan, beberapa modul berkombinasi untuk membentuk sebuah rangkaian lokakarya dengan fokus pada aplikasi yang lebih luas. Kebanyakan partisipan di lokakarya GRRT akan mendapatkkan manfaaat dari kombinasi modul pengantar, yang menyampaikan konteks pemulihan dan rekonstruksi hijau, dengan satu atau lebih dari satu modul sektoral, sebagai contoh Pemilihan dan Pembangunan Lokasi Strategis (Modul 4), Material dan Rantai Suplai (Modul 5), atau Konstruksi (Modul 6). Lihat Modul A, Panduan Perangkat, untuk detail yang lebih lengkap tentang cara-cara untuk menggabungkan dan mengatur lokakarya-lokakarya GRRT.
3.1 Untuk Siapa Perangkat Ini? Audiens inti untuk Perangkat termasuk staff kemanusiaan, lingkungan, dan konservasi sebagai bagian dari usaha-usaha rekonstruksi dan perbaikan bencana. Staff yang terlibat dalam desain, implementasi, dan manajemen rekonstruksi dan perbaikan yang memberi manfaat dari program pelatihan. Staff target termasuk spesialis tempat perlindungan, spesialis air dan sanitasi, teknisi lapangan, pengarah negara dan program, staff manajemen bencana, spesialis sumber pendapatan, perencana tata ruang, manajer lingkungan, dan staff pembelian. Para pihak penting lainnya yang tertarik termasuk komunitas lokal, pejabat pemerintah nasional dan lokal, dan perwakilan sektor swasta (sebagai contoh kontraktor konstruksi, penyedia, dan penilai).
23
24
Dalam istilah audiens untuk lokakarya, modul-modul ini telah di desain dengan kegiatan-kegiatan dan aktivitas interaktif lainnya untuk grup yang terdiri atas 15-25. Sebagai konsekuensiya, jika seorang perencana lokakarya mengharapkan sebuah kelompok yang lebih kecil atau lebih besar, orang tersebut akan perlu untuk memodifikasi kegiatan-kegiatan tersebut atau rencana lokakarya seperlunya.
3.2 Apa yang Coba Dicapai Perangkat Ini? Tujuan dari Perangkat ini adalah untuk melengkapi staf lapangan konservasi, lingkungan dan kemanusiaan yang terlibat dalam rekonstruksi dan perbaikan pasca bencana dengan informasi praktis dan strategi yang diperlukan untuk meningkatkan hasil proyek untuk populasi yang terkena dampak, membangun kembali komunitas yang lebih ramah lingkungan, dan mengurangi resiko dan kerentanan terhadap bencana-bencana di masa depan. Perangkat ini tersedia untuk digunakan oleh organisasi yang ingin melatih pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri dan staf mitra dalam membangun kembali dengan pendekatan “lestari”.
3.3 Bagaimana Ini Diorganisir? GRRT ini terdiri atas 10 modul sebagai tambahan untuk Panduan ini. Judul-judulnya didaftar ditabel berikut bersama dengan tujuan pembelajaran modul dan audiens yang diinginkan.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
Tabel 2: TUJUAN PEMBELAJARAN MODUL GRRT JUDUL
TUJUAN PEMBELAJARAN MODUL
TARGET
Diakhir pelatihan, para partisipan dapat …
AUDIENS
A.PANDUAN
Ini bukan modul pelatihan tetapi panduan rangkuman
Semua pelatih
PERANGKAT
singkat tentang bagaimana GRRT bekerja dan metode dan perangkat pelatihan yang direkomendasikan.
1.PELUANG UNTUK
1. Menjelaskan bagaimana mengatasi masalah di
PEMULIHAN DAN
dalam sebuah respon kemanusiaan a) adalah
REKONSTRUKSI
penting untuk menyelamatkan kehidupan dan
HIJAU:PENGANTAR
sumber pendapatan, b) mengurangi resiko dan
Semua partisipan
kerentanan, dan c) berkontribusi untuk hasil perbaikan yang sukses. 2. Menjelaskan tujuan Perangkat Pemulihan dan rekonstruksi hijau dan komponennya. 3. Mendiskusikan peluang-peluang kunci, salah pengertian, dan tantangan mengatasi masalah lingkungan ke dalam kegiatan kemanusiaann. 2. PANDUAN
1. Mengerti mengapa ini penting untuk meggabungkan
Spesialis M&E,
LESTASRI UNTUK
pertimbangan-pertimbangan lingkungan ke dalam
Direktur Negara
DESAIN PROYEK,
desain proyek, pengawasan, dan evaluasi untuk
dan Program,
PENGAMATAN, DAN
meningkatkan hasil untuk orang dan komunitas yang Delegasi di setiap
EVALUASI
bencana. 2. Mengintegrasikan indikator-indikator lingkungan ke dalam langkah-langkah utama dan strategi implementasi dan pembangunan lingkaran proyek. 3. Memilih dan mengukur indikator lingkungan menggunakan kriteria yang sama seperti indikator lainnya (seperti indikator SMART). 4. Mendemonstrasikan bahwa pengawasan lingkungan yang berintegrasi ke dalam sebuah proyek tidak harus sulit, mahal, atau memakan waktu.
Sektor, Manajer Lingkungan
25
26
JUDUL 3.PANDUAN
TUJUAN PEMBELAJARAN MODUL
TARGET
Diakhir pelatihan, para partisipan dapat …
AUDIENS
1. Menjelaskan nilai dan peran peralatan penilaian
Delegasi disetiap
LESTARI UNTUK
dampak lingkungan pada rencana proyek
Sektor (Air dan
PENILAIAN DAMPAK
rekonstruksi dan perbaikan pasca bencana.
Sanitasi, Sumber
LINGKUNGAN PERALATAN DAN TEKNIK
2. Menyusun lima elemen proses Penilaian Dampak Lingkungan (PDL). 3. Menggunakan alat PDL dengan proyek sampel untuk mengidentifikasi dan menilai dampak lingkungan yang merugikan dan mengajukan pengukuran mitigasi untuk mencegah, mengurangi, dan mengkompensasi dampak-dampaknya. 4. Menjelaskan beberapa peralatan yang digunakan untuk penilaian lingkungan dalam pengaturan pasca
Pendapatan, Tempat Perlindungan, Pengurangan Resiko Bencana), Teknisi Lapangan, Direktur Negara dan Program, Manajer Lingkungan
bencana. 4.PANDUAN LESTARI UNTUK PERENCANAAN DA PEMBANGUNAN LOKASI STRATEGIS
1. Mengerti prinsip-prinsip pemilihan dan pembangunan lokasi yang ramah lingkungan. 2. Menjalankan penilaian pemilihan, desain, dan adaptasi pasca bencana untuk mengatasi kondisi lingkungan untuk melindungi masyarakat dan komunitas. 3. Mengidentifikasi poin-poin strategi masuk dalam
Direktur Kantor Negara, Pejabat Pemerintah, Manajer Program Senior, dan Perencana Lokasi untuk membuat
keputusan lingkaran rekonstruksi dan perbaikan pasca bencana perencanaan untuk mempromosikan pemilihan dan pembangunan lokasi. lokasi yang ramah lingkungan.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
JUDUL
5.PANDUAN LESTARI
TUJUAN PEMBELAJARAN MODUL
TARGET
Diakhir pelatihan, para partisipan dapat …
AUDIENS
1.Mengidentifikasi tipikal dampak lingkungan dari
Spesialis
UNTUK MATERIAL DAN
pilihan material bangunan untuk meminimalisir
Pembelian,
RANTAI SUPLAI
dampak terhadapa masyarakat dan komunitas dari
Delegasi Tempat
bencana.
Perlindungan
2. Menggunakan pendekatan-pendekatan yang peduli lingkungan dalam desain bangunan dan pemilihan material untuk rekonstruksi perumahan pasca bencana. 3. Mengidentifikasi tipikal dampak lingkungan dari pilihan pembelian material. 4. Menjelaskan strategi untuk pembelian material untuk rekonstruksi perumahan pasca bencana yang berdampak paling negatif pada kesejahteraan manusia dan lingkungan. 5. Menjelaskan keuntungan dan batasan pengambilan keputusan yang peduli lingkungan dalam pemilihan dan pembelian material bangunan setelah bencana 6.PANDUAN LESTARI
1. Menjelaskan prinsip-prinsip utama dari desain dan
UNTUK KONSTRUKSI
arsitektur bangunan yang ramah lingkungan untuk
Delegasi Tempat Perlindungan,
melindungi masyarakat dan komunitas dari bencana. Teknisi Lapangan, 2. Menjelaskan prinsip-prinsip utama manajemen konstruksi yang ramah lingkungan di tempat. 3. Mendemonstrasikan bagaimana cara mengaplikasikan prinsip-prinsip utama dari manajemen desain dan konstruksi bangunan yang lestari ke proyek berbasis komunitas.
Perencana Tata Ruang
27
28
JUDUL 7.PANDUAN LESTARI
TUJUAN PEMBELAJARAN MODUL
TARGET
Diakhir pelatihan, para partisipan dapat …
AUDIENS
1. Mempromosikan dan mengimplementasikan sistem
Delegasi Air
UNTUK AIR DAN
air dan sanitasi yang meningkatkan kesejahteraan
dan Sanitasi,
SANITASI
komunitas dengan memperbanyak kelestarian
Teknisi Lapangan
lingkungan.
Spesialis
2. Menjelaskan kepada setiap pihak mengapa
Higienitas.
infrastruktur proyek persediaan air harus memasukkan perlindungan DAS untuk memastikan kelestarian, dan mengidentifikasi contoh cara-cara untuk mencapai kelestarian. 3. Mendemonstrasikan bagaimana proyek air dan sanitasi dapat dibuat lebih lestari untuk komunitas melalui pilihan teknologi awal, desain proyek, dan konsultasi komunitas. 8.PANDUAN LESTARI
1. Menjelaskan bagaimana sumber pendapatan,
Delegasi Sumber
UNTUK SUMBER
perbaikan bencana, pengurangan resiko, dan
Pendapatan,
PENDAPATAN
ekosistem berkaitan.
Manajer
2. Mengidentifikasi dampak lingkungan yang berulang
Lingkungan
dari intervensi sumber pendapatan yang tipikal. 3. Mengerti dan dan mengatasi solusi untuk tantangan sumber pendapatan yang spesifik disektor, dan dapat mengidentifikasi sumber-sumber keahlian untuk meningkatkan hasil proyek sumber pendapatan. 9. PANDUAN LESTARI UNTUK PENGURANGAN RESIKO BENCANA
1. Menjelaskan cara-cara dimana resiko bencana dan kondisi lingkungan berkaitan. 2. Mengintegrasikan isu-isu lingkungan ke dalam tipikal penilaian pengurangan resiko bencana. 3. Mengidentiifikasi satu paket aktivitas yang berbasis ekosistem yang dapat mengurangi resiko dan meningkatkan program pengurangan resiko bencana. 4. Menjelaskan bagaimana aktivitas pengurangan resiko bencana dapat mempunyai dampak negatif pada lingkungan dan bagaimana dampak-dampak ini dapat dimitigasi.
Delegasi Pengurangan Resiko Bencana, Manajer Lingkungan
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
JUDUL
10. PANDUAN LESTARI
TUJUAN PEMBELAJARAN MODUL
TARGET
Diakhir pelatihan, para partisipan dapat …
AUDIENS
1. Menjelaskan tiga strategi inti Operasi Organisasi
Manajer fasilitas
UNTUK OPERASI
Lestari dan bagaimana mereka dapat digunakan
dan semua
ORGANISASI
untuk mengimplementasikan sebuah rencana untuk
markas besar
mencapai target dan tujuan yang lestari.
dan staff kantor
2. Menilai kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan kegiatan lingkungan dari aspek operasional organisasi dan mengidentifikasi spesisfik area untuk diatasi. 3. Menjelaskan tiga contoh “materi gerakan”untuk pelestarian dan mendiskusikan bagaimana mereka dapat diinstitusikan dibawah setiap strategi inti. 4. Memberikan tanggung jawab, memotivasi staf, dan membangun sebuah tim lestari untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian.
lapangan yang telah memutuskan untuk mengajukan prinsip-prinsip kelestarian pada lingkungan kerja mereka sendiri.
29
30
3.4
PRINSIP-PRINSIP PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI HIJAU
Melalui kerja bersama mereka, WWF dan Palang Merah Amerika telah menemukan beberapa prinsip utama yang memandu bagaimana isu lingkungan dapat diintegrasikan dengan baik ke dalam operasi kemanusiaan. Perangkat Pelatihan GRRT menggabungkan prinsip-prinsip berikut melalui modul-modul ini: a) “Tidak merusak” lingkungan dan penerima keuntungan Prinsip “tidak merusak” dikembangkan oleh Mary Anderson pada tahun 1990-an, bertujuan untuk mendapatkan pelaku kemanusiaan untuk menjalankan program mereka untuk memastikan bahwa tidak ada dampak negatif yang tidak disengaja terjadi sebagai akibat dari sebuah intervensi. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan konsep “membangun kembali dengan lebih aman” dalam konteks lingkungan, berarti bahwa semua program harus dijalankan untuk dampak negatif yang tidak disengaja pada lingkungan dan para penerima keuntungan. Tema ini dikembangkan dalam beberapa modul. Khususnya, Modul 2, Panduan Lestari untuk Teknik dan Alat Penilaian Dampak Lingkungan, menyediakan beberapa alat untuk menilai apakah aktivitas yang direncanakan akan mempunyai dampak negatif, dan melihat pada cara-cara memitigasi dampak yang diinginkan dari program tersebut. Dalam Modul 9 hal ini lebih jauh diperluas, Panduan Lestari untuk Pengurangan Resiko Bencana, dimana ide tidak merusak berkaitan dengan resiko bahaya dari bencana. Modul ini mengenal bahwa aktivitas yang dianggap untuk mengurangi resiko kemungkinan mereka sendiri beresiko merugikan. Sebagai contoh, sebuah intervensi pengurangan resiko untuk membangun dinding penahan banjir di satu lokasi dapat memperburuk banjir di lokasi lain. “Hilir” kedua ini, atau dampak yang tidak diinginkan sering tidak digabungkan ke dalam rencana intervensi pengurangan resiko bencana. Dalam Modul 6, Panduan Lestari untuk Konstruksi, tujuan utama konstruksi yang berkelanjutan harus memastikan bahwa usaha-usaha tidak memperburuk lingkungan atau kualitas kehidupan ……… Dalam lingkup yang sama, Modul 4, Panduan Lestari untuk Pemilihan dan Pembangunan Lokasi Strategis, menyoroti bahwa sebuah kegagalan untuk mempertimbangkan tentang ramah lingkungan dipemilihan dan pembangunan lokasi bertentangan dengan konsep “tidak merusak”, dimana kegagalan sepertinya akan menghasilkan kerusakan tambahan untuk individu yang dimukimkan kembali dan komunitas mereka. b) Berbagai keuntungan dalam mengatasi isu lingkungan Terdapat banyak permintaan yang ditempatkan pada orang dan agensi yang merespon bencana-bencana, yang prioritasnya termasuk menyelamatkan kehidupan, mengurangi kesengsaraan, dan perbaikan jumpstarting. Staf mungkin tergoda untuk mengatasi masalah lingkungan sebagai sebuah prioritas rendah, sesuatu yang dapat ditunda. Namun, membuat isu lingkungan menjadi sebuah prioritas dan mengatasinya dari awal mempunyai berbagai keuntungan. Keuntungan-keuntungan termasuk potensi untuk melakukan halhal berikut: • Mengatasi masalah-masalah pokok lingkungan yang telah berkontribusi sebagai penyebab bencana ditempat pertama.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
• Meningkatkan kesehatan dan keselamatan populasi yang terkena dampak melalui pengurangan polusi air dan udara (pengelolaan sampah, limbah padat dan cair). • Melindungi keperluan sumber pendapatan, tempat perlindungan dan yang berkaitan dengan air dengan melindungi sumber daya alam yang menjadi sumber-sumber pendapatan. • Mengimplementasikan aktivitas mitigasi yang akan menjaga dan melindungi penduduk dan lingkungan dari bahaya-bahaya dimasa depan. Lebih jauh lagi, mengatasi isu-isu lingkungan dengan proaktif dapat memperlambat atau membalik tren yang mengakibatkan deforestasi, desertifikasi, erosi tanah, salinisasi, yang berdampak secara signifikan, seperti contoh, tentang keamanan pangan dan pembangunan ekonomi di beberapa negara. c) Isu-isu lingkungan tidak selalu dapat disubkontrak; mereka memerlukan tindakan dipihak anda Tema ini bertujuan memastikan bahwa semua pekerja-pekerja kemanusiaan mengenal peran mereka dalam memastikan bahwa kegiatan mereka tidak mengakibatkan dampak lingkungan yang merusak, atau, dalam beberapa kasus, berkontribusi untuk bencana-bencana lebih jauh lagi. Pekerja kemanusiaan harus tahu bahwa isu-isu lingkungan adalah integral untuk solusi untuk memitigasi dampak bencana-bencana lebih jauh. Ini bukan area yang dapat diperhitungkan diluar, sebagai contoh, seorang teknisi air atau seorang pekerja kesehatan. Setiap orang harus mengambil bagian dalam memahami bagaimana sebuah program dapat mempengaruhi lingkungan dan memastikan bahwa program membangun kembali dengan lebih aman dan tidak merusak. d) Membangun kembali dengan lebih aman Situasi pasca bencana memberikan para pelaku kemanusiaan sebuah peluang untuk menjalankan proyekproyek yang memiliki sebuah komponen lingkungan untuk membangun kembali dengan lebih aman. Ini mungkin, sebagai contoh, dalam memahami dan mengurangi resiko dan kerentanan tempat perlindungan dan pemukiman, atau mempromosikan dengan lebih baik atau mengubah kegiatan-kegiatan dalam perencanaan dan pendekatan pemukiman untuk konstruksi dan kesiapsiagaan. Prinsip 8 dari Kode Etik 1994 untuk Palang Merah/Bulan Sabit Merah dan LSM dalam Bantuan bencana menggemakan tema-tema ini: Bantuan bencana harus berjuang untuk mengurangi kerentanan akan bencanabencana di masa depan dan juga memenuhi keperluan dasar.
31
32
e) Menjadi berorientasi solusi Ketika banyak modul mendiskusikan beberapa contoh negatif dari kegiatan kemanusiaan, dan degradasi lingkungan yang telah terjadi, hal ini penting kita mencari solusi untuk memastikan bahwa tren ini berubah. Semua modul GRRT menawarkan saran-saran untuk cara-cara memitigasi dampak lingkungan dan membangun kembali dengan lebih aman. f) Mempertegas penggunaan pengetahuan lokal dalam penyelesaian masalah Tema ini adalah sebuah ekstensi dari pengenalan yang bertumbuh dalam komunitas kemanusiaan perlunya keterlibatan komunitas dalam desain program. Hal ini untuk memastikan bahwa kita bertemu dengan keperluan nyata komunitas dan individu, dan bukan yang dipandang kita, dan juga untuk memastikan bahwa kapasitas lokal dimanfaatkan hingga ke jangkauan sepenuhnya.
Dalam foto ini, staf pemerintah dan kemanusiaan mengadakan sebuah penilaian lingkungan cepat dengan komunitas yang terkena dampak Cyclone Jokwe di Mozambik pada tahun 2008. Konsultasi komunitas dapat membantu perencana proyek membangun strategi-strategi perbaikan yang menggabungkan pengetahuan lokal tentang isu-isu lingkungan dan secara efektif mengatasi keperluan komunitas. © Jonathan Randall/WWF
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
LAMPIRAN 1 Masalah Lingkungan Yang Berkaitan dengan Gempa Bumi Haiti 2010 Teks berikut ini dikutip dari Rapid Enviromental Assessment (REA) - Penilaian Lingkungan Cepat yang disiapkan setelah gempa bumi besar menghantam Haiti pada Januari 2010. REA menyorot banyak isu lingkungan yang tipikal yang berasosiasi dengan bencana dan usaha perbaikan. Gempa bumi yang menghantam Haiti pada Januari 2010, menyebabkan kurang lebih 230.000 kematian, dan kerusakan atau kehancuran sekitar 285.000 unit perumahan. Sebagai tambahan, hingga 598.000 orang meninggalkan kota Port au Prince segera setelah gempa bumi karena kurangnya tempat perlindungan makanan, dan keperluan dasar lainnya. Sudah jelas bahwa gempa bumi dengan skala tersebut akan memiliki dampak yang banyak dan signifikan pada lingkungan, berbagai elemen dari pemerintah AS merespon usaha spesifik yang berdedikasi untuk pengidentifikasian dan mengatur dampak lingkungan ke tingkat terbesar yang mungkin. Sebagai bagian dari usaha ini, Agensi AS untuk Pembangunan Internasional/Haiti menugaskan CHF International dan Sun Mountain International membentuk tim yang terdiri dari orang Haiti dan staf internasional untuk melengkapi REA area-area yang terkena dampak bencana dan meresepon operasi-operasi. Penilaian mengidentifikasi sejumlah isu-isu utama (mengancam kehidupan) dan tindakan untuk mengatasi isuisu ini. Tindakan segera ini dan isu-isu jangka menengah tambahan yang dipertimbangkan dalam perencanaan dan implementasi peralihan dari operasi bantuan segera ke perbaikan lestari. 1. Koordinasi, Manajemen dan Informasi: Keperluan akan sebuah respon yang ramah lingkungan secara umum diterima di Haiti, tetapi skala dan jangkauan dampak gempa bumi dan koordinasi jauh melebihi yang ada dan mekanisme manajemen, mengarah ke ketidakefisiensian umum, fokus yang lemah pada isu lingkungan dan penyebaran informasi yang buruk. 2. Sanitasi dan Limbah: Sanitasi sangat buruk dibanyak kemah perkotaan dan pedesaan 400+ yang ditempati oleh korban selamat gempa bumi. Saluran pembuangan tidak dimanajemen dengan benar. Terdapat beberapa indikasi bahwa air yang aman untuk diminum telah terkontaminasi karena penanganan dilevel rumah tangga yang tidak sesuai. Angka vektor dan penyakit yang berkaitan dengan angka vektor (contoh: malaria) mulai meningkat. Pembuangan limbah padat dan cair (tidak terorganisir) dan berkontribusi terhadap degradasi lingkungan jangka panjang dan pendek dan isu kesehatan. Terdapat resiko bahwa penggunaan toilet portabel yang tidak sesuai (contoh: toilet kimia) menghasilkan dampak lingkungan negatif. Limbah berbahaya, khususnya limbah yang berbahaya secara biologi, tidak diatur dengan baik. Beberapa solusi yang diajukan untuk manajemen limbah, khusunya kolam saluran pembuangan, tidak dapat berjalan pada jangka panjang dan dapat berkontribusi pada kerusakan lingkungan lebih jauh lagi.
33
34
3. Pengawasan Bahaya Hidro-Meteorologika dan Geofisika: Bahaya hidro-meteorologika dan geologi telah menjadi semakin bahaya sejak gempa bumi, dengan kemungkinan tanah longsor yang meningkat, banjir dan dampak yang sama dengan hujan musiman pada mulanya. Kejadiankejadian yang berbahaya ini akan mempengaruhi populasi yang tanpa tempat perlindungan dasar dan siapa saja yang mungkin pindah ke lokasi yang lebih berbahaya sebelum gempa bumi. 4. Tempat Perlindungan dan Lokasi Tempat Perlindungan: Lokasi tempat perlindungan yang khusus di bangun di daerah pinggiran Port au Prince, dalam area yang rentan secara ekologi, dekat lahan basah, dan dengan sumber daya yang terbatas untuk konstruksi. Tempat perlindungan di kebanyakan lokasi tempat perlindungan tidak memenuhi standar untuk keperluan tempat perlindungan transisional (contoh: sesuai untuk tiga sampai 5 tahun untuk digunakan). Rencanarencana untuk membangun tempat perlindungan transisional memerlukan hingga 20.000 ton kayu, yang diantar dalam 45 hari. Jika kayu ini diimpor, kerusakan tambahan yang signifikan terhadap lingkungan Haiti yang sudah tertekan akan terjadi. Kerusakan yang dapat terjadi dari lokasi tempat perlindungan dan tempat perlindungan transisional dapat dicegah atau dapat saja dikurangi dengan signifikan. Namun, sebuah peningkatan pada penempatan lahan di sisi bukit (contohnya di lokasi sebelumnya, sekarang yang dirusak oleh gempa bumi, bangunan) atau di atas lahan baru mengidentifikasi sebuah keperluan segera yang jelas untuk perencanaan yang ditingkatkan dan manajemen bantuan tempat perlindungan permanen dan transisional. 5. Manajemen Reruntuhan: Antara 20 dan 25 juta meter kubik reruntuhann diperlukan untuk di manajemen dengan sesuai untuk menghindari kerusakan pada lingkungan, sumber pendapatan dan usaha-usaha perbaikan. Pembuangan reruntuhan (tidak terorganisir), dan sebuah proses manajemen yang sesuai mulai dengan lambat untuk dibangun melalui tugas Pemerintahan Haiti-USG- Program Pembangunan PBB. Usaha ini menerima peninjauan lingkungan, tetapi pengamatan yang lebih jauh dan peninjauan akan diperlukan dimana operasi diperluas untuk mendekonstruksi ribuan bangunan yang dimiliki pemerintah atau swasta. 6. Sumber Pendapatan dan Keamanan Pangan: Sumber pendapatan dan keamanan pangan sangat terkena dampak, dengan ratusan dari ribuan kehilangan aset produktif rumah tangga, jaringan sosial terganggu dan menghadapi tantangan-tantangan luas dalam menemukan makanan dan keperluan dasar lainnya. Orang yang selamat dari bencana perlu mempertimbangkan sumber pendapatan dan pilihan keamanan pangan yang dapat memiliki dampak negatif pada lingkungan (seperti produksi arang yang meningkat) dan dapat saja sangat tidak aman (seperti batang yang memperkuat untuk perbaikan dari bangunan yang rusak). Pada waktu yang sama, strategi sumber pendapatan berada pada fluks dan pasar makanan tidak stabil, menunjukkan tantangan dalam mengarahkan bantuan untuk meminimalisir dampak lingkungan yang negative. Sumber: Kelly, Charles, and Scott Solberg. 2010. Rapid Environmental Impact Assessment: Haiti Earthquake - January 12, 2010. CHF International, Sun Mountain International, and U.S. Agency for International Development. March.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
GLOSSARIUM Berikut ini adalah daftar lengkap istilah-istilah penting yang digunakan dalam Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau. Di beberapa kasus, definisi telah disesuaikan dari sumber aslinya. Jika sumber tidak dicantumkan, hal tersebut mengindikasikan bahwa penulis hanya menggunakan definisi umum untuk kemudian disertakan ke dalam dokumen panduan ini. Anaerobic Filter (atau Biofilter): Sistem penyaringan yang umumnya digunakan untuk pengelolaan limbah sekunder dari bilik pengelolaan primer seperti tangki septik (septic tank). Filter anaerobik terdiri dari tangki kedap berisi alas media terendam, yang berfungsi sebagai matriks pendukung untuk aktivitas biologis anaerobotik. Untuk lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan, biofiltrasi prefabrikasi yang menggabungkan perlakuan primer dan sekunder ke dalam satu unit dapat memberikan tingkat perlakukan yang lebih baik dari sistem pengolahan tradisional seperti tangki septik pra-cetak silinder atau sistem lubang perendaman. Sumber: SANDEC. 2006. Greywater Management in Low and Middle Income Countries. Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology. Switzerland. Better Management Practices/Praktek Pengelolaan Terbaik (BMPs): BMP adalah teknik yang fleksibel, teruji, dan hemat biaya untuk menjaga lingkungan dengan membantu mengurangi dampak-dampak utama secara terukur dari pertumbuhan komoditas terhadap air, udara, tanah, dan keanekaragaman hayati planet ini. Praktek terbaik membantu para produsen untuk memperoleh keuntungan melalui cara yang berkelanjutan. BMP telah dikembangkan untuk berbagai kegiatan, seperti penangkapan ikan, pertanian/budidaya, dan kehutanan. Sumber: Clay, Jason. 2004. World agriculture and the environment: a commodity-by-commodity guide to impacts and practices. Island Press: Washington, DC. Keanekaragaman hayati: Keanekaragaman biologi adalah variabilitas di antara organisme hidup dari semua sumber, antara lainnya yaitu ekosistem terestrial, laut dan aquatik lainnya serta ekologi kompleks; hal ini pun mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antar spesies, dan ekosistem. Sumber: United Nations. Convention on Biological Diversity. www.cbd.int/convention/articles. shtml?a=cbd-02 (Diakses pada 18 Juni, 2010) Jejak Karbon: Jumlah serangkaian emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh per-orangan, organisasi, kegiatan, atau produk baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk kesederhanaan dalam laporan, jejak karbon sering dinyatakan dengan jumlah karbon dioksida, atau istilah gas rumah kaca lainnya. Sumber: www.carbontrust.co.uk (Diakses pada 22 Juni 2010) Carbon Offset/Pengganti Kerugian Karbon: Instrumen keuangan yang ditujukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Carbon offset diukur dalam satuan metrik ton setara karbon dioksida (CO2e) dan dapat mewakili enam kategori utama gas rumah kaca. Satu carbon offset merupakan
35
36
pengurangan satu metrik ton karbon dioksida atau gas rumah kaca setara lainnya. Sumber: World Bank. 2007. State and Trends of the Carbon Market. Washington, DC Perubahan Iklim: Iklim suatu tempat atau daerah dianggap telah berubah jika selama beberapa periode (umumnya beberapa dekade atau lebih) terjadi perubahan statistik secara signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau variabilitas iklim untuk daerah atau tempat tersebut. Perubahan iklim bisa disebabkan proses alami atau perubahan antropogenik terus-menerus di darat maupun udara. Sumber: UN International Strategy for Disaster Reduction. Terminology of disaster risk reduction. www.unisdr.org/eng/terminology/terminology-2009- eng.html (Diakses pada 1 April 2010).43 Kontruksi: Kontruksi diartikan secara luas sebagai proses atau mekanisme merealisasikan pemukiman masyarakat dan pembuatan infrastruktur yang mendukung pembangunan. Kontruksi mencakup ekstraksi dan pengolahan bahan baku, pembuatan bahan bangunan, dan komponenkomponen bangunan, siklus proyek konstruksi dari kelayakan hingga dekonstruksi, dan pengelolaan serta pengoperasian lingkungan yang dibangun. Sumber: du Plessis, Chrisna. 2002. Agenda 21 for Sustainable Construction in Developing Countries. Pretoria, South Africa: CSIR Building and Construction Technology. Bencana: Gangguan serius pada fungsi masyarakat, yang menyebabkan kerugian materi, kematian jiwa, dan kerusakan lingkungan dimana masyarakat yang terkena bencana kehilangan kemampuan untuk mengatasi kondisi yang ada dengan hanya mengandalkan sumber daya yang tersisa yang mereka miliki. Bencana seringkali diklasifikasikan berdasarkan kecepatan serangan (mendadak atau lambat) dan besaran dampak (secara alami atau disebabkan kelalaian manusia). Bencana terjadi ketika petaka alam atau kelalaian manusia berdampak negatif terhadap masyarakat rentan, komunitas dan lingkungan mereka. Sumber: UNDP/UNDRO. 1992. Overview of Disaster Management. 2nd Ed. Siaga Bencana: Kegiatan yang dirancang untuk meminimalkan hilangnya nyawa dan kerusakan, mengatur pengungsian sementara masyarakat dan harta benda dari lokasi yang terancam bencana, dan memfasilitasi dengan tepat waktu dan upaya penyelamatan yang efektif, bantuan dan rehabilitasi. Sumber: UNDP/UNDRO. 1992. Overview of Disaster Management. 2nd Ed. Resiko Bencana: Potensi kerugian yang diakibatkan bencana dalam kehidupan, status kesehatan, mata pencaharian, aset, dan layanan yang dapat terjadi pada suatu komunitas tertentu atau masyarakat selama beberapa periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Resiko dapat dinyatakan sebagai rumus matematika sederhana: Resiko= Bahaya X Kerentanan. Rumus tersebut menggambarkan konsep bahwa semakin besar potensi terjadinya bencana dan semakin rentannya
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
populasi, maka akan semakin besar pula resiko yang ditimbulkan. Sumber: UN International Strategy for Disaster Reduction. Terminology of disaster risk reduction. www.unisdr.org/eng/terminology/ terminology-2009-eng.html (Diakses pada 1 April 2010) Pengurangan Resiko Bencana: Praktek mengurangi resiko bencana melalui upaya sistematis dalam mengkaji dan mengelola faktor-faktor penyebab bencana, termasuk mengurangi paparan bencana, mengurangi tingkat kerentanan masyarakat dan harta benda, pengelolaan lahan dan lingkungan secara bijaksana, serta meningkatkan kesiagaan terhadap kodisi-kondisi terburuk. Sumber: UN International Strategy for Disaster Reduction. Terminology of disaster risk reduction. www.unisdr.org/eng/terminology/terminology-2009-eng.html (Diakses pada 1 April 2010) Ekosistem: Dinamika kompleks dari tanaman, hewan, dan komunitas mahluk hidup lainnya, serta lingkungan yang berinteraksi sebagai unit fungsional. Manusia merupakan bagian integral dari ekosistem. Sumber: UN. Convention on Biological Diversity. www.cbd.int/convention/articles. shtml?a=cbd-02 (Diakses pada 18 Juni 2010) Daya Dukung/Layanan Ekosistem: Keuntungan-keuntungan yang diperoleh masyarakat dari ekosistem. Definisi ini diambil dari Millennium Ecosystem Assessment. Keuntungan yang disediakan ekosistem mencakup “layanan pengaturan” seperti pengaturan banjir, musim kemarau, degradasi lahan dan penyakit; “layanan penyediaan” seperti penyediaan makanan dan air, “layanan pendukung” seperti bantuan pembentukan tanah dan siklus nutisi, dan ‘layanan budaya” seperti rekreasi, spiritual, dan keuntungan non-materi lainnya. Pengelolaan terpadu terhadap tanah, air, dan sumber daya hidup yang mendukung pelestarian dan penggunaan berkelanjutan menjadi dasar pemeliharaan layanan ekosistem, termasuk faktor-faktor yang dapat mengurangi resiko bencana. Sumber: UN International Strategy for Disaster Reduction. Terminology of disaster risk reduction. www.unisdr.org/ eng/terminology/terminology-2009-eng.html (Diakses pada 1 April 2010) Penghitungan Energi (Embodied Energy): Keberadaan energi yang digunakan dalam pekerjaan pembuatan produk. Embodied energy adalah metode penghitungan yang digunakan untuk mengetahui jumah total energi yang diperlukan untuk seluruh siklus penggunaan produk. Sumber: Glavinich, Thomas. 2008. Contractor’s Guide to Green Building Construction: Management, Project Delivery, Documentation, and Risk Reduction. John Wiley & Sons, Inc: New Jersey. Lingkungan: Fisik kompleks, kimia, dan faktor-faktor biotik (seperti iklim, tanah, dan mahluk hidup) yang bertindak atas organisme individu dan komunitas, termasuk manusia, dan pada akhirnya menentukan bentuk dan kelangsungan hidup mereka. Lingkungan pun merupakan gabungan kondisi sosial dan budaya yang mempengaruhi kehidupan seseorang atau komunitas. Lingkungan mencakup sumber daya alam dan layanan ekosistem yang terdiri dari fungsi penunjang penting
37
38
bagi kehidupan manusia, termasuk air bersih, makanan, material untuk tempat tinggal, dan mata pencaharian. Sumber: Diadaptasi dari : Merriam Webster Dictionary, “Environment.” www.merriamwebster.com/netdict/ environment (Diakses pada 15 Juni 2010) Analisis Dampak Lingkungan: Perangkat yang digunakan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi suatu proyek sebelum pengambilan keputusan. Analisis ditujukan untuk memprediksi dampak lingkungan pada tahap awal dalam perencanaan dan perancangan proyek, menemukan cara dan sarana untuk mengurangi dampak buruk, membentuk proyek agar sesuai dengan lingkungan setempat, dan menyajikan prediksi dan pilihan kepada para pembuat keputusan. Sumber: International Association of Environmental Impact Assessment in cooperation with Institute of Environmental Assessment. 1999. Principles of Environmental Impact Assessment Best Practice. Kontruksi Hijau: Kontruksi hijau adalah perencanaan dan pengelolaan proyek kontruksi yang sesuai dengan pembuatan desain dalam rangka meminimalkan dampak proses kontruksi pada lingkungan. Kontruksi hijau mencakup 1) meningkatkan efisiensi proses kontruksi; 2) menghemat energi, air, dan sumber daya lainnya selama proses kontruksi; dan 3) meminimalkan limbah kontruksi. “Bangunan hijau” adalah salah satu yang memenuhi persyaratan kinerja pembangunan tertentu dan juga meminimalkan gangguan dan meningkatkan fungsi ekosistem lokal, regional, dan global baik selama dan sesudah konstruksi struktur dan masa layanan tertentu. Sumber: Glavinich, Thomas E. 2008. Contractor’s Guide to Green Building Construction: Management, Project Delivery, Documentation, and Risk Reduction. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Pembelian Hijau: Pembelian hijau sering disebut sebagai pembelian ramah lingkungan (Environmentally Preferable Purchasing/EPP), dan pemilihan afirmatif, serta akuisisi produk dan layanan yang paling efektif meminimalkan dampak negatif pada lingkungan selama siklus pembuatan, transportasi, penggunaan, dan daur ulang atau pembuangan. Contoh karakteristik ramah lingkungan mencakup produk dan layanan yang menghemat energi dan air, serta meminimalkan jumlah limbah dan pelepasan polutan, produk yang dibuat dari bahan daur ulang dan dapat digunakan kembali atau didaur ulang, energi dari sumber daya terbarukan seperti biofuel, tenaga matahari, dan angin, kendaraan berbahan bakar alternatif, dan produk menggunakan bahan alternatif sebagai pengganti dari bahan kimia berbahaya dan beracun, bahan radioaktif, serta agen pembawa bahaya lainnya. Sumber: U.S. Environmental Protection Agency. 1999. Final Guidance on Environmentally Preferred Purchasing. Federal Register. Vol. 64 No. 161. Penghijauan (Greening): Proses transformasi artefak seperti ruang, gaya hidup, atau pencitraan merk menjadi versi yang lebih ramah lingkungan (yaitu “penghijauan rumah” atau “penghijauan kantor”). Tindakan penghijauan melibatkan penggabungan produk dan proses “hijau” ke dalam suatu lingkungan, seperti rumah, tempat kerja, dan gaya hidup secara umum. Sumber: Didasarkan
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
pada: Glavinich, T. 2008. Contractor’s Guide to Green Building Construction: Management, Project Delivery, Documentation, and Risk Reduction. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.45 Bahaya: Peristiwa yang berpotensi merusak secara fisik, fenomena, atau kegiatan manusia yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa atau luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan. Bahaya dapat mencakup kondisi laten yang dapat mewakili ancaman di masa depan dan terkadang memiliki asal-usul yang berbeda: alami (geologis, hidrometeorologis, dan biologis) atau disebabkan oleh proses-proses manusia (kerusakan lingkungan dan bahaya teknologi). Sumber: UN International Strategy for Disaster Reduction. Terminology of disaster risk reduction. www.unisdr.org/eng/terminology/terminology-2009-eng.html (Diakses pada 1 April 2010) Dampak: Setiap efek yang disebabkan oleh kegiatan terhadap lingkungan, termasuk efek pada kesehatan dan keselamatan manusia, tumbuhan, hewan, udara, air, iklim, pemandangan, dan monumen sejarah, atau struktur fisik lainnya, atau interaksi antara faktor-faktor tersebut. Dampak pun termasuk efek pada warisan budaya atau kondisi sosial ekonomi yang dihasilkan oleh faktorfaktor terkait. Sumber: United Nations Economic Commission for Europe. 1991. The Convention on Environmental Impact Assessment in a Transboundary Context. www.unece.org (Diakses pada 22 Juni 2010) Indikator: Pengukuran capaian atau perubahan untuk tujuan tertentu. Perubahan bisa bersifat positif atau negatif, langsung atau tidak langsung. Indikator menyediakan cara untuk mengukur dan mengkomunikasikan dampak, atau hasil program serta proses, atau metode yang digunakan. Indikator dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif. Indikator biasanya diklasifikasikan berdasarkan tingkatannya: indikator input (mengukur sumber daya yang disediakan), indikator output (hasil langsung), indikator capaian/outcome (manfaat dari kelompok sasaran) dan indikator dampak (konsekuensi jangka panjang). Sumber: Chaplowe, Scott G. 2008. Monitoring and Evaluation Planning. American Red Cross/CRS M&E Module Series. American Red Cross and Catholic Relief Services: Washington, DC and Baltimore, MD. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu: Proses sistemik dan partisipatif untuk pembangunan berkelanjutan, alokasi, dan pemantauan penggunaan sumber daya air di dalam konteks tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Sumber: Didasarkan pada Sustainable Development Policy Institute. Training Workshop on Integrated Water Resource Management. www.sdpi.org (Diakses pada 22 Juni 2010) Penilaian Siklus Kehidupan (Life Cycle Assessment/LCA): Tehnik untuk menilai aspek lingkungan dan potensi dampak dari suatu produk, proses, atau layanan dengan menyusun inventarisasi energi terkait dan input bahan, dan pelepasan lingkungan; mengevaluasi potensi dampak lingkungan terkait dengan masukan dan pengeluaran yang teridentifikasi, dan menafsirkan hasil untuk membantu
39
40
membuat keputusan yang lebih tepat. Sumber: Scientific Applications International Corporation. 2006. Life Cycle Assessment: Principle’s and Practice. Report prepared for U.S. EPA. Pengelolaan Siklus Kehidupan Bahan/Barang: Memaksimalkan penggunaan produktif dan menggunakan kembali bahan sepanjang siklus hidup/masa pakainya dalam rangka meminimalkan jumlah bahan baku yang terlibat dan dampak lingkungan terkait. Siklus Kehidupan/Masa Pakai Bahan: Berbagai tahapan dari pembuatan bahan/barang, dari ekstraksi atau panen bahan baku untuk digunakan kembali, daur ulang, dan pembuangan. Mata Pencaharian: penghidupan terdiri dari kemampuan, aset (baik sumber daya materi dan sosial) dan kegiatan yang dibutuhkan sebagai sarana hidup. Mata pencaharian dikatakan berkelanjutan ketika dapat mengatasi dan pulih dari tekanan dan guncangan, serta dapat mempertahankan atau meningkatkan kemampuannya dan aset baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang, tanpa merusak sumber daya alam. Sumber: DFID. 1999. Sustainable Livelihoods Approach Guidance Sheets. London: Department for International Development. Logframe: Kerangka kerja logis, analisis adalah perangkat yang umum digunakan dalam perancangan dan pengelolaan proyek. Analisis logframe menyediakan pendekatan logis terstruktur dalam penetapan prioritas proyek, desain, dan anggaran, serta identifikasi hasil-hasil terkait dan target kinerja. Logframe pun menyediakan perangkat pengelolaan untuk pelaksanaan proyek, pemantauan, dan evaluasi. Analisis logframe dimulai dengan analisis masalah yang diikuti dengan penetapan tujuan, sebelum kemudian melanjutkan pada tahapan identifikasi kegiatankegiatan proyek, indikator kinerja terkait dan asumsi utama, serta resiko yang dapat mempengaruhi keberhasilan proyek. Sumber: Provention Consortium. 2007. Logical and Results Based Frameworks. Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction. Guidance Note 6. Geneva, Switzerland. Pengelolaan Air imbah Primer: Penggunaan gravitasi untuk memisahkan bahan yang dapat tenggelam dan mengapung dari air limbah. Sumber: National Research Council. 1993. Managing Wastewater in Coastal Urban Areas. Washington DC: National Academy Press Desain Proyek: Tahap awal siklus proyek yaitu penjelasan tujuan-tujuan proyek dan hasil yang diharapkan serta identifikasi input dan kegiatan proyek. Evaluasi Proyek: Pemeriksaan sistematis dan tidak memihak terhadap tindakan/aksi kemanusian yang ditujukan untuk menarik pelajaran guna memperbaiki kebijakan dan praktek serta meningkatkan akuntabilitas. Sumber: Active Learning Network for Accountability and Performance in Humanitarian Action (ALNAP). Report Types. www.alnap.org (Diakses pada 25 Juni 2010)
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
Pemantauan Proyek: Sebuat proses berkesinambungan dan sistematis dalam mencatat, mengumpulkan, mengukur, menganalisa, dan menyampaikan informasi. Sumber: Chaplowe, Scott G. 2008. Monitoring and Evaluation Planning. American Red Cross/CRS M&E Module Series. American Red Cross and Catholic Relief Services : Washington, DC and Baltimore, MD. Rekonstruksi: Tindakan yang diambil untuk membangun kembali komunitas setelah periode pemulihan paska bencana. Tindakan yang dilakukan dapat mencakup pembangunan perumahan permanen, restorasi penuh seluruh layanan, dan pengembalian kondisi sebelum terjadinya bencana. Sumber: UNDP/UNDRO. 1992. Overview of Disaster Management. 2nd Ed. Pemulihan: Pemulihan dan perbaikan fasilitas, mata pencaharian, dan kondisi kehidupan masyarakat yang terkena bencana, termasuk upaya untuk mengurangi faktor resiko bencana. Sumber: UN International Strategy for Disaster Reduction. Terminology of disaster risk reduction. www.unisdr. org/eng/terminology/ terminology-2009-eng.html (Diakses pada 1 April 2010) Daur ulang: Melebur, menghancurkan, atau mengubah suatu komponen dan memisahkannya dari bahan-bahan yang lain dimana komponen tersebut pertama kali diproduksi. Komponen kemudian memasuki kembali proses produksi sebagai bahan mentah (misalnya sampah kantong plastik yang diolah kembali menjadi botol plastik. Sumber: Didasarkan pada: Glavinich, Thomas E. 2008. Contractor’s Guide to Green Building Construction: Management, Project Delivery, Documentation, and Risk Reduction. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Ketahanan: Kapasitas sistem, komunitas, atau masyarakat yang berpotensi terkena bencana mencoba beradaptasi dengan menolak atau mengubah dalam rangka mencapai dan mempertahankan tingkat yang dapat diterima dari fungsi dan struktur. Ketahanan ditentukan oleh sejauh mana sistem sosial mampu mengorganisir dirinya sendiri untuk meningkatkan kapasitasnya dengan belajar dari bencana di masa lalu demi perlindungan di masa depan yang lebih baik dan meningkatkan upaya pengurangan resiko. Sumber: UN International Strategy for Disaster Reduction. Terminology of disaster risk reduction. www.unisdr.org/eng/terminology/terminology-2009-eng.html (Diakses pada 1 April 2010) Penanggulangan (disebut juga dengan Bantuan Bencana): Penyediaan layanan darurat dan bantuan prublik selama atau segera setelah terjadinya bencana dalam rangka menyelamatkan nyawa, mengurangi dampak kesehatan, memastikan keselamatan publik, dan memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat yang terkena dampak.
41
42
Komentar: Penanggulangan bencana difokuskan pada kebutuhan mendesak jangka pendek dan terkadang disebut sebagai bantuan bencana. Pembagian antara tahap penanggulangan dan tahap pemulihan selanjutnya tidak diketahui secara pasti. Beberapa tindakan penanggulangan, seperti penyediaan perumahan sementara dan pasokan air, dapat diperpanjang hingga tahap pemulihan. Sumber: UN International Strategy for Disaster Reduction. Terminology of disaster risk reduction. www.unisdr. org/eng/terminology/terminology-2009-eng.html (Diakses pada 1 April 2010) Penggunaan Kembali: Penggunaan kembali komponen yang ada dalam bentuk yang sebagian besar tidak mengalami perubahan dan dengan fungsi yang serupa (misalnya menggunakan kembali genteng keramik untuk rumah yang direnovasi ulang). Sumber: Didasarkan pada: Glavinich, Thomas E. 2008. Contractor’s Guide to Green Building Construction: Management, Project Delivery, Documentation, and Risk Reduction. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Pengolahan Limbah Air Sekunder: Menggunakan baik proses biologis (yaitu mikroorganisme) dan fisik (yaitu gravitasi) yang dirancang untuk menghilangkan kebutuhan oksigen biologis (biological oxigen demand/BOD) dan total padatan tersuspensi (total suspended solids/TSS) dari limbah air. Sumber: National Research Council. 1993. Managing Wastewater in Coastal Urban Areas. Washington DC: National Academy Press. Pengembangan Lokasi: Proses fisik kontruksi pada lokasi pembangunan. Kegiatan-kegiatan konstruksi tersebut diantaranya pembuakaan lahan, mobilisasi sumber daya yang akan digunakan dalam infrastruktur fisik (termasuk air), fabrikasi komponen bangunan di lokasi, dan proses perakitan komponen serta bahan baku menjadi elemen fisik yang direncakan untuk lokasi. Proses pengembangan lokasi pun meliputi penyediaan akses terhadap fasilitas dasar (misalnya air, pembuangan limbah, bahan bakar) serta perbaikan kondisi lingkungan (misalnya melalui penanaman begetasi atau tindakan-tindakan lingkungan lainnya). Pemilihan Lokasi: Proses yang terdiri dari bayak tahapan mulai dari perencanaan hingga konstruksi, termasuk inventarisasi awal, peniliaian, analisis alternatif, rincian desain, prosedur konstruksi, dan layanan. Pemilihan lokasi mencakup peruntukan bagi perumahan, pelayanan dasar (misalnya air, bahan bakar, pembuangan limbah, dll), akses infrastruktur (misalnya jembatan, jalan, dll) dan struktur sosial dan ekonomi yang biasanya digunakan oleh penduduk setempat (misalnya sekolah, klinik, pasar, fasilitas transportasi, dll). Indikator SMART: Indikator yang memenuhi kriteria SMART (Speciific/spesifik, Measurable/terukur, Achievable/dapat dicapai, Relevant/relevan, dan Time-bound/terikat waktu). Sumber: Didasarkan pada: Doran, G. T. 1981. There’s a S.M.A.R.T. way to write management›s goals and objectives. Management Review: 70, Issue 11.
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
Kontruksi Berkelanjutan: Kontruksi berkelanjutan melampaui definisi “kontruksi hijau” dan menawarkan pendekatan yang lebih menyeluruh dalam mendefinisikan interaksi antara konstruksi dan lingkungan. Kontruksi berkelanjutan adalah prinsip pembangunan berkelanjutan yang diterapkan pada siklus pembangunan komprehensif, mulai dari ekstraksi dan pengolahan bahan baku melalui perencanaan, desain dan kontruksi bangunan dan infrastruktur, dan juga berkaitan dengan dekonstruksi akhir bangunan dan pengelolaan limbah yang dihasilkan. Kontruksi hijau adalah proses holistik yang bertujuan untuk memulihkan dan menjaga harmonisasi antara lingkungan alam dan bangunan, sekaligus menciptakakan pemukiman yang menegaskan martabat manusia dan mendorong pemerataan ekonomi. Sumber: du Plessis, Chrisna. 2002. Agenda 21 for Sustainable Construction in Developing Countries. Pretoria, South Africa: CSIR Building and Construction Technology. Pembangunan Berkelanjutan: Pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sumber: World Commission on Environment and Development. 1987. Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future. Document A/42/427. www. un-documents.net (Diakses pada 22 Juni 2010) Pengolahan Air Limbah Tersier: Penggunaan berbagai macam proses fisik, biologi, dan kimia yang ditujukan untuk menghilangkan nitrogen dan fosfor dari air limbah. Sumber: National Research Council. 1993. Managing Wastewater in Coastal Urban Areas. Washington DC: National Academy Press. p. 58 Kerentanan: Kerentanan manusia adalah kurangnya kapasitas relatif seseorang atau komunitas dalam mengantisipasi, mengatasi, menahan, dan pulih dari dampak bencana. Kerentanan struktur atau fisik adalah sejauh mana struktur atau layanan mengalami kerusakan atau terganggu oleh peristiwa bahaya. Kerentanan masyarakat terjadi ketika komponen beresiko berada pada jalur atau area bahaya dan rentan terjadi kerusakan. Kerugian yang disebabkan oleh bahaya, seperti badai atau gempa bumi, akan lebih besar terjadi pada populasi yang rentan, misalnya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dengan struktur yang lemah, dan tanpa strategi siaga bencana yang memadai. Sumber: UNDHA. 1997. Building Capacities for Risk Reduction. 1st Ed. Batas Air (Watershed): Wilayah lereng hingga titik terendah. Air bergerak melalui jalur drainase, baik di bawah maupun permukaan tanah. Umumnya jalur ini menyatu ke sungai, dan badan sungai menjadi semakin besar seiring dengan air yang mengalir ke hilir, dan akhirnya mencapai danau, muara, atau laut. Sumber: Didasarkan pada: Oregon Watershed Enhancement Board. 1999. Oregon Watershed Assessment Manual. www.oregon.gov Salem.
43
44
DAFTAR SINGKATAN Berikut ini adalah singkatan-singkatan yang digunakan dalam dokumen Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau. ADB
Asian Development Bank
ADPC
Asian Disaster Preparedness Center
ADRA
Adventist Development and Relief Agency
AECB
Association for Environment Conscious Building
AJK
Azad Jammu Kashmir
ALNAP
Active Learning Network for Accountability and Performance in Humanitarian Action
ANSI
American National Standards Institute
BMPS
best management practices
BOD
biological oxygen demand
CAP
Consolidated Appeals Process
CEDRA
Climate Change and Environmental Degradation Risk and Adaptation Assessment
CFL
compact fluorescent lamp
CGIAR
Consultative Group on International Agricultural Research
CHAPS
Common Humanitarian Assistance Program
CIDEM
Centro de Investigación y Desarrollo de Estructuras y Materiales
CO
Country Office
CRISTAL
Community-based Risk Screening Tool – Adaptation and Livelihoods
CRS
Catholic Relief Services
CVA
community vulnerability assessment
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
DFID
Department for International Development
DRR
disaster risk reduction
EAWAG
Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology
ECB
Emergency Capacity Building Project
EE
embodied energy
EIA
environmental impact assessment
EMP
environmental management plan
ENA
Environmental Needs Assessment in Post-Disaster Situations
ENCAP
Environmentally Sound Design and Management Capacity Building for Partners and Programs in Africa
EPP
environmentally preferable purchasing
ESR
Environmental Stewardship Review for Humanitarian Aid
FAO
Food and Agriculture Organization
FEAT
Flash Environmental Assessment Tool
FRAME
Framework for Assessing, Monitoring and Evaluating the Environment in Refuge Related Operations
FSC
Forest Stewardship Council
G2O2
Greening Organizational Operations
GBCI
Green Building Certification Institute
GBP
Green Building Programme
GIS
geographic information system
GRR
Green Recovery and Reconstruction
GRRT
Green Recovery and Reconstruction Toolkit
GTZ
Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit
45
46
GWP
Global Water Partnership
HQ
headquarters
HVAC
heating, ventilation, and air conditioning
IAS
heating, ventilation, and air conditioning
IASC
Inter-Agency Standing Committee
IAIA
International Association for Impact Assessment
IBRD
International Bank for Reconstruction and Development
ICE
Inventory of Carbon and Energy
IDA
International Development Association
IDP
internally displaced peoples
IDRC
International Development Research Centre
IFC
International Finance Corporation
IFRC
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies
IFMA
International Facilities Management Association
ILO
International Labour Organization
IPCC
Intergovernmental Panel on Climate Change
IRC
International Rescue Committee
ISAAC
Institute for Applied Sustainability to the Built Environment
ISDR
International Strategy for Disaster Reduction
ISO
International Standards Organization
IT
information technology
ITDG
Intermediate Technology Development Group
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
IUCN
International Union for the Conservation of Nature
ISWM
integrated solid waste management
IWA
International Water Association
IWMI
International Water Management Institute
IWRM
integrated water resource management
IWQA
International Water Quality Association
IWSA
International Water Supply Association
KW H
Kilowatt hour
LCA
life cycle assessment
LEDEG
Leadership in Energy & Environmental Design
LEED
Leadership in Energy & Environmental Design
M&E
monitoring and evaluation
MAC
Marine Aquarium Council
MDGS
Millennium Development Goals
MSC
Marine Stewardship Council
NACA
Network of Aquaculture Centers
NGO
non-governmental organization
NSF-ERS
National Science Foundation - Engineering and Research Services
NWFP
North Western Frontier Province
OCHA
Office for the Coordination of Humanitarian Affairs
PDNA
Post Disaster Needs Assessment
PEFC
Programme for the Endorsement of Forest Certification
47
48
PET
Polyethylene terephthalate
PMI
Indonesian Red Cross Society
PVC
Polyvinyl chloride
PV
photovoltaic
REA
Rapid Environmental Assessment
RIVM
Dutch National Institute for Public Health and the Environment
SC
sustainable construction
SCC
Standards Council of Canada
SEA
Strategic Environmental Impact Assessment
SIDA
Swedish International Development Agency
SKAT
Swiss Centre for Development Cooperation in Technology and Management
SL
sustainable livelihoods
SMART
Specific, Measurable, Achievable, Relevant, and Time-bound
SODIS
solar water disinfection
TRP
Tsunami Recovery Program
TSS
total suspended solids
UN
United Nations
UNDHA
United Nations Department of Humanitarian Affairs
UNDP
United Nations Department of Humanitarian Affairs
UNDRO
United Nations Disaster Relief Organization
UNEP
United Nations Environment Program
UNGM
United Nations Global Marketplace
[ SEBUAH PENGANTAR: BERBAGAI PELUANG UNTUK PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI ]
UN-HABITAT
United Nations Human Settlements Programme
UNHCR
United Nations High Commissioner for Refugees
UNICEF
The United Nations Children’s Fund
USAID
United States Agency for International Development
USAID-ESP
United States Agency for International Development- Environmental Services Program
VROM
Dutch Ministry of Spatial Planning, Housing and the Environment
WEDC
Water, Engineering, and Development Centre
WGBC
World Green Building Council
WHO
World Health Organization
WWF
World Wildlife Fund
49
Tepat setelah tsunami tahun 2004 di Samudera Hindia, Palang Merah Amerika dan WWF membentuk kemitraan inovatif lima tahun untuk membantu memastikan bahwa upaya-upaya pemulihan yang dilakukan Palang Merah Amerika tidak memberikan dampak negatif yang tidak diinginkan terhadap lingkungan. Dengan menggabungkan kinerja dan keahlian WWF dengan pakar kemanusiaan Palang Merah Amerika, kemitraan telah bekerja di seluruh wilayah yang terkena dampak tsunami untuk memastikan bahwa program pemulihan yang menyertakan pertimbangan lingkungan dapat memenuhi persyaratan pemulihan jangka panjang bagi masyarakat.
Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau disusun berdasarkan pengalaman program kemitraan tersebut serta 30 penulis internasional dan para ahli yang turut berkontribusi terhadap konten perangkat ini. WWF dan Palang Merah Amerika menawarkan pengetahuan yang berhasil dirangkum dalam dokumen ini dengan harapan bahwa komunitas kemanusiaan dan lingkungan terus bekerja sama dengan efektif, menggabungkan solusi-solusi lingkungan berkelanjutan ke dalam proyek pemulihan bencana. Proses penyusunan Perangkat Pemulihan dan Rekonstruksi Hijau mendapat banyak bantuan dari Palang Merah Amerika.