PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN KHUSUSNYA PASAL 134 MENGENAI PELAYANAN TERHADAP PENUMPANG PENYANDANG CACAT DI PT INDONESIA AIR ASIA JAKARTA
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh: JESSIA PRIMITASARI E1A006176
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012
SKRIPSI PENERAPAN UNDANG – UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN KHUSUSNYA PASAL 134 MENGENAI PELAYANAN TERHADAP PENUMPANG PENYANDANG CACAT DI PT. INDONESIA AIR ASIA JAKARTA Oleh: JESSIA PRIMITASARI E1A006176 Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada tanggal
Agustus 2012
Para Penguji/Pembimbing Penguji I/ Pembimbing I
Penguji II/
Penguji III
Pembimbing II
Hendro Punto A, S.H., M.S Hj. Krisnhoe K.W, S.H., M.Hum I Ketut Karmi N, S.H., M.Hum NIP. 19501019 197603 1 001 NIP. 19591031 198703 2 001 NIP. 19620622 198702 1 001
Mengetahui Dekan,
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. NIP. 19520603 198003 2 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, anugerah serta rizky-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Syukur Alhamdulillah selalu penulis panjatkan
karena
setelah
melalui
jalan
panjang pada
akhirnya
dapat
menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Atas dasar itulah penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan, dorongan dan masukannya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan hukum ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1.
Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
2.
Bapak Hendro Punto Adji, S.H., M.S selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala bimbingan dan nasehatnya.
3.
Bapak Hendro Punto Adji, S.H., M.S selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah membantu memberikan bimbingan, arahan dan koreksinya sehingga skripsi ini bisa selesai.
4.
Bapak Hj. Krisnhoe Kartika W, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah membantu memberikan bimbingan, arahan dan koreksinya sehingga skripsi ini bisa selesai.
5.
Bapak I. Ketut Karmi N.,S.H.,M.Hum selaku Dosen Penguji dalam Seminar Skripsi dan Pendadaran Saya yang telah mengkritisi dan memberikan masukan berharga bagi penulis.
6.
Seluruh Dosen Pengajar, Karyawan, Mahasiswa dan Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
7.
Mamam Nina, Papap Ruddy, Ayah Moenir, Ema Odiq, Tifanny, Ghina, Ilham, Ka Oyin, Ka Duddy, Ka QQ, Ka finni, Ka Rizal dan ponakan – ponakan tercinta yang telah memberikan kasih sayang, do’a dan dorongannya selama ini sehingga penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan kasih sayang, perlindungan dan anugerahNya.
8.
Pi Ying, Pi Ree, dan semua teman – teman satu batch di Orient Thai Airlines yang telah memberikan dukungan, pengetahuan , doa agar penulisan ini segera selesai dan terima kasih karena kalian masih menunggu saya. Sky is the nicest place to work.
9.
Semua pengurus dan anggota (keluarga besar) organisasi mahasiswa intra kampus maupun ekstra kampus, yaitu, ALSA LC UNSOED yang telah memberikan banyak pengalaman, wawasan dan pengetahuan berorganisasi bagi penulis. ALSA ALWAYS BE ONE!
10. Semua sahabat terbaikku , yaitu Handyan, Mahesti, Bowie, Fahmi dan Benny terimakasih atas kerjasama, bantuan, masukan dan kepercayaannya selama ini. 11. Temen-temen Green Apart , Dea, Erna, Riqey, Dini, Putri, Sarah terima kasih atas semangatnya juga, semoga bisa tetap konfrensi meja bundar bareng lagi. 12. Spesial buat “kamu” terima kasih telah memberikan semangatnya selama ini. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan, masukan maupun nasehatnya baik secara moril maupun materiil kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak keterbatasan dan hasilnya masih jauh dari kesempurnaan dalam penulisannya tetapi mudahmudahan dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kita semua. Selain itu, semoga skripsi ini juga berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan anugerah dan rizkyNya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini, kelak di kemudian hari. Purwokerto,
Agustus 2012
Penulis
SURAT PERNYATAAN
Saya, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Jessia Primitasari
NIM
: E1A006176
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : PENERAPAN UNDANG-UNDANG 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN KHUSUSNYA
PASAL 134 MENGENAI PELAYANAN
TERHADAP PENUMPANG PENYANDANG CACAT DI PT INDONESIA AIR ASIA JAKARTA Yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya sendiri, tidak menjiplak hasil karya orang lain, maupun dibuatkan orang lain dan semua sumber data maupun informasi telah dinyatakan secara jelas serta dapat diperiksa kebenarannya. Apabila dikemudian hari ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari Fakultas, termasuk pencabutan gelar Sarjana Hukum (SH.) yang telah saya peroleh.
Purwokerto,
Agustus 2012
ABSTRAK PENERAPAN UNDANG-UNDANG 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN KHUSUSNYA PASAL 134 MENGENAI PELAYANAN TERHADAP PENUMPANG PENYANDANG CACAT DI PT INDONESIA AIR ASIA JAKARTA Pasal 134 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah melindungi hak-hak penumpang cacat melalui penyediaan fasilitas khusus. Tujuan mengenai fasilitas khusus yang terhadap orang cacat tersebut teryata tidak dipatuhi beberapa maskapai penerbangan, sehingga penulis tertarik menulis penelitian dengan judul Penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Khususnya Pasal 134 Mengenai Pelayanan Terhadap Penumpang Penyandang Cacat Di PT Indonesia Air Asia Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Pasal 134 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengenai pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat di PT Indonesia Air Asia Jakarta. Dalam peneletian ini peneliti menggunakan pendekatan yuridis normatif, spesifikasi deskriptif dan menggunakan data sekunder serta penunjang data sekunder. Untuk menganalisa data tersebut peneliti menggunakan analisis normatif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menyatakan bahwa, PT Air Asia Indonesia telah menerapkan Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan khususnya Pasal 134 dengan memberikan pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat. PT Air Asia Indonesia secara khusus penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat di PT Air Asia di seluruh stations di mana AirAsia beroperasi, menyediakan Wheel chairs (kursi roda) dan di Kuala Lumpur menyediakan Ambu Lift. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa, PT AirAsia sudah menerapkan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan khususnya Pasal 134 mengenai pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat dengan baik. Penerapan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana dan Prasana Perhubungan masih mendasarkan pada Undang – Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, maka seyogyanya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana dan Prasaran Perhubungan diganti berdasarkan Undang – Undang yang baru, yaitu : Undang – Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Setelah melakukan penelitian tersebut maka peneliti menyarankan perlu diperbaruinya Keputusan Menteri terkait dengan megacu pada UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Kata kunci: Pelayanan, Penumpang Penyandang Cacat, PT Indonesia Air Asi
ABSTRACT THE IMPLEMENTATION OF CONSTITUTION NUMBER 1 IN 2009 ABOUT AVIATION PARTICULARLY ARTICLE 134 CONCERNING SERVICE TOWARD DISABLE PASSANGER IN PT INDONESIA AIR ASIA JAKARTA Constitution number 1 article 134 in 2009 about aviation has protected disable passanggers rights through providing special facilities. Theese special facilities obtainment turn out to be not obeyed by several airlines. Thus the author is interested to conduct the research entitled the implementation of constitiution number 1 article 134 in 2009 concerning aviation’s service to disable passangers in PT Indonesia Air Asia Jakarta. This research aims to understand the implementation of constitution number 1 article 134 in 2009 concerning aviation’s service to disable passangers in PT Indonesia Air Asia Jakarta. In this research, the author uses normative juridical approaching, descriptive specification, secondary data and supporting ones. For analysing theese data, author usees qualitative normative analysis. The results and analysis state that PT Air Asia Indonesia has implemented constitution number 1 in 2009 about aviation especially article 134 by providing a special service for disable passanger. PT Air Asia Jakarta specially prepare facilities (wheel chair and ambu lift) for disable passanger in every PT Air Asia’s operating stations. Based on those things, it is known that PT Air Asia has implemented constitution number 1 in 2009 especially article 134 about good service for disable passanger. Minister of Communication decree applications number : KM. 71 in 1999 about accesibiity for disable and ill in public transportation based on constitution number 15 in 1992 about aviation, so that the decree of Minister of Communication should be replaced due to new constitution i.e. number 1 in 2009 about aviation. After conducting the research, the author suggest that the decree should be fixed over reffering to constitution number 1 in 2009 about aviation. Keywords: Service, Passanger, Disable Person, PT Indonesia Air Asia
Motto Dream it, Pursue it, Live it Strive for Success in Life
Sebuah kado ulang tahun Teruntukmu mamam... Terima kasih atas cinta, Kasih sayang dan doamu.. I love u much, mamam Nina
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................... iv ABSTRAK .................................................................................................... v ABSTRACT ................................................................................................... vi MOTTO ......................................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Perumusan Masalah....................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 9 D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengangkutan Udara........................................................................ 11 1. Pengertian Pengangkutan Udara............................................... 11 2. Sumber Hukum Pengangkutan Udara ...................................... 17 3. Azas – Azas Hukum Pengangkutan Udara .............................. 22 4. Perjanjian Pengangkutan Udara ............................................... 23 5. Prinsip Tanggung Jawab Pengangkutan Udara ........................ 27 6. Penyelenggara Pengangkutan Udara ........................................ 33
B. Pelayanan dan Penerbangan Penumpang Penyandang Cacat .......... 37 1. Pelayanan Pengangkutan Udara .............................................. 37 2. Hak dan Kewajiban Penumpang ............................................. 40 3. Kewajiban Pengangkut ............................................................ 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan ................................................................. 43 B. Spesifikasi Penelitian ................................................. ............ 43 C. Lokasi Penelitian ....................................................... ............. 44 D. Sumber Data .............................................................. ............. 44 E. Metode Pengumpulan Data ....................................... ............. 45 F. Metode Penyajian Data ............................................. ............. 45 G. Metode Analisis Data ................................................ ............. 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...................................................................... 47 B. Pembahasan ........................................................................... 77 BAB V PENUTUP A. Simpulan ............................................................................... 91 B. Saran ...................................................................................... 91 DAFTARPUSTAKA LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Peranan pengangkutan dalam dunia perniagaan sangatlah penting. Perkembangan peradaban manusia akan tergambar jelas dari perkembangan aktifitas sosial ekonominya. Pada zaman ini kebutuhan hidup telah semakin beragam, maka transportasi dan peningkatan teknologinya makin diperlukan.
Berdasaran
aspek
ekonomi,
transportasi
sangat
jelas
manfaatnya dalam proses produksi, distribusi, dan pertukaran. Dalam proses produksi semua faktor-faktor produksi tentu tidak akan ada pada satu tempat, melainkan terdapat di banyak tempat. Untuk menyatukan agar dapat diproses menjadi barang kebutuhan akhir, transportasi memainkan peranan penting mempermudah dan mempercepat tersedianya faktor produksi itu pada suatu tempat yang kita inginkan. Begitu pula dalam proses penyebaran barang dan jasa akhir, transportasi dapat memindahkan suatu barang ke daerah yang miskin faktor produksi untuk menghasilkan barang akhir tersebut. Berdasarkan hal tersebut Fidel Miro menyatakan bahwa:
2
Pemeratan barang dan jasa ke semua daerah dapat terjamin. Dengan demikian transportasi berperan sangat penting dalam kehidupan manusia.1 Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata” transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan
transportasi
lebih
menekankan
pada
aspek
kegiatan
perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare berarti mengangkut atau membawa. Dengan demikian, transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain lainnya. Sehingga transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.2 Abdulkadir Muhammad mendefinisikan bahwa : Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan
1
Fidel Miro, Sistem Transpotasi Kota, Transito. Poernomosidhi, Bandung, 1997, hal. 11. Rustian Kamaluddin, , Ekonomi Transportasi:Karekteristik, Teori Dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 14.
2
3
berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undangundang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi.3 Pada buku lain Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa : Selanjutnya ia menambahkan bahwa pengangkutan memiliki tiga dimensi pokok, yaitu pengangkutan sebagai usaha, pengangkutan sebagai perjanjian dan pengangkutan sebagai proses.4 Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
Berdasarkan suatu perjanjian; Kegiatan ekonomi di bidang jasa; Berbentuk perusahaan; Menggunakan alat angkut mekanik. Salah satu alat atau moda transportasi di Indonesia adalah
transportasi udara. Transportasi udara niaga dewasa ini mengalami perkembangan pesat, hal tersebut dapat dilihat dari banyak perusahaan atau maskapai penerbangan yang melayani jasa penerbangan ke berbagai rute penerbangan baik domestik maupun internasional. Perusahaan-perusahaan yang melayani jasa penerbangan niaga diantaranya Garuda, Merpati, Sriwijaya, Mandala, Lion Air dan lain-lain. Perkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan tersebut tidak terlepas dari peningkatan jumlah pengguna jasa transportasi udara. Berdasarkan data statistik dari Direktorat Hubungan Udara Departemen Perhubungan pada Tahun 2011 terdapat 43.000.000 (Empat Puluh Tiga juta) penumpang tercatat
3
Abdulkadir Muhammad, Arti Penting Dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga Di Indonesia, Dalam Perspektif Hukum Bisnis Di Era Globalisasi Ekonomi, Penerbit Genta Press, Yogyakarta, 2007, hal 1. 4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti, Bandung 1998, hal 12
4
menggunakan jasa transportasi udara niaga, dan diperkirakan di tahun 2012 jumlah tersebut akan meningkat menjadi 45.000.000 ( empat puluh lima juta ) penumpang.5 Ada beberapa alasan konsumen menggunakan jasa transportasi udara, diantaranya untuk kepentingan bisnis, kepentingan pariwisata, dan berbagai urusan lainnya. Dilihat dari aspek penyelenggaraan penerbangan dalam Pasal 83 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa, Terdapat dua bentuk kegiatan penerbangan, yaitu penerbangan komersil dan penerbangan bukan komersil. Penerbangan komersil atau niaga merupakan bentuk transportasi udara yang mengenakan biaya bagi penggunanya. Jenis penerbangan komersil dibedakan lagi menjadi dua bentuk, yaitu penerbangan niaga berjadwal dan penerbangan niaga tidak berjadwal. Sedangkan penerbangan bukan komersil memiliki kegiatan angkutan udara yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga tertentu, orang perseorangan, dan/atau badan usaha Indonesia lainnya. Kegiatan angkutan udara bukan niaga berupa angkutan udara untuk kegiatan keudaraan (aerial work), angkutan udara untuk kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan personel pesawat udara; atau angkutan udara bukan niaga lainnya yang kegiatan pokoknya bukan usaha angkutan udara niaga.
5
NN, Perkembangan Transportasi Udara, http://www.dephub.go.id, diakses pada tanggal 1 Januari 2012.
5
Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan di satu sisi menguntungkan bagi para pengguna jasa transporatsi udara (penumpang dan pemilik kargo) karena akan banyak pilihan. Perusahaan-perusahaan tersebut bersaing untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus. Namun di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan (service), bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah
akan
menyebabkan
berkurangnya
kualitas
pemeliharaan
(maintenance) pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan dan akan berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan dan perlindungan konsumen. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak pengguna jasa atau konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian yang merupakan manisfestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka di dalamnya terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi. Dalam hukum pengangkutan, kewajiban penumpang adalah membayar tarif pengangkutan dan menaati seluruh peraturan yang telah diperjanjikan, sedangkan haknya adalah menerima pelayanan jasa dan diantar sampai tempat tujuan. Kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan,
6
memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain-lain, sedangkan haknya adalah menerima pembayaran. Kewajiban pengangkut memberikan pelayanan yang maksimal baik untuk penumpang biasa ataupun penumpang yang memiliki kebutuhan khusus atau cacat sesuai diatur dalam Pasal 134 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 134 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : (1)
(2)
(3)
Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. pemberian prioritas tambahan tempat duduk; b. penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara; c. penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara; d. sarana bantu bagi orang sakit; e. penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara; f. tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan g. tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit. Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya tambahan
7
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan bertujuan mewujudkan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat, memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional, membina jiwa kedirgantaraan, menjunjung kedaulatan negara, menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional, menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antarbangsa, serta berasaskan manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata. Tujuan yang baik ini ternyata banyak diabaikan oleh maskapai pesawat terbang. Dalam memberikan pelayanan tidak jarang maskapai mendiskriminasikan penumpang. Misalnya saja kasus Ridwan yang juga aktivis sosial bidang penyandang cacat ini hendak terbang dari Jakarta ke Denpasar untuk riset tentang Undang-Undang yang berkaitan dengan penyandang cacat. Ketika itu, Ridwan mengaku tidak ada perlakuan khusus pada dirinya untuk dipermudah naik pesawat. Sehingga, Ridwan pun bingung bagaimana caranya menaiki tangga pesawat. Ridwan mengatakan,
8
harusnya penyandang cacat seperti dirinya diberi kesempatan untuk masuk pesawat pertama kali. Namun, dia ternyata masuk pesawat belakangan.6 Berdasarkan kasus Ridwan maka, maskapai penerbangan Lion Air harus lebih memperhatikan hak-hak penumpang penyandang cacat. Maskapai penerbangan Lion Air tidak boleh diskriminatif terhadap penyandang cacat dan melaksanakan apa yang telah diamanatkan Pasal 134 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan begitupula maskapai lain di Indonesia. PT. Indonesia Air Asia merupakan maskapai di Indonesia yang didirikan pada tahun 1999. PT. Indonesia Air Asia dalam menjaga keselamatan pengguna jasa angkutan udara tidak hanya memperhatikan kelayakan pesawat, tetapi juga sarana dan prasarana penerbangan, sehingga akan memberikan kepercayaan pada jasa angkutan udara. PT. Indonesia Air Asia juga dituntut untuk memberikan fasilitas dan pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan khususnya Pasal 134 mengenai pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat di PT Indonesia Air Asia Jakarta dari segi normatif. Atas dasar hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang tersebut menjadi pendorong bagi penulis untuk melakukan
6
Syalaby Ichsan, Kamis, 08 Desember 2011 16:41 WIB, Abaikan Hak Penyandang Cacat, Lion Air Harus Minta Maaf dan Bayar Ganti Rugi,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/08/lvvpkj-abaikan-hakpenyandang-cacat-lion-air-harus-minta-maaf-dan-bayar-ganti-rugi, diakses pada tanggal 4 Januari 2012.
9
penelitian guna penyusunan skripsi yang berjudul “PENERAPAN UNDANG-UNDANG 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN KHUSUSNYA PASAL 134 MENGENAI PELAYANAN TERHADAP PENUMPANG PENYANDANG CACAT DI PT INDONESIA AIR ASIA JAKARTA.” B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan suatu permasalahan yaitu Bagaimanakah Penerapan Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan khususnya Pasal 134 mengenai pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat di PT Indonesia Air Asia Jakarta ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan khususnya Pasal 134 mengenai pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat di PT Indonesia Air Asia Jakarta. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat pada pengembangan teori dalam
hukum
keperdataan
khususnya
mengenai
jasa
pengangkutan udara. b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi maskapai penerbangan dan pengguna jasa transportasi udara.
10
2. Kegunaan Praktis a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam hal pelaksanaan fasilitas dalam penangkutan udara bagi penyandang cacat.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi maskapai PT Indonesia Air Asia Jakarta dalam hal pelaksanaan fasilitas dalam penangkutan udara bagi penyandang cacat.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Pengangkutan Udara 1.
Pengertian Pengangkutan Udara Sution Usman Aji dkk menyatakan bahwa : Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat, karena inti dari kegiatan tersebut adalah distribusi barang atau penumpang serta jasa dari satu tempat ke tempat lain, sehingga hal tersebut dapat menciptakan pemeratan pembangunan dan ekonomi bagi masyarakat, pada hakekatnya pengangkutan merupakan bagian dari ekonomi itu sendiri, karena itu kegiatan seperti perdagangan ataupun perindustrian dan pertanian akan sangat tergantung pada lancar atau tidaknya pengangkutan.7 Mengenai pengangkutan beberapa sarjana merumuskan definis terhadap pengangkutan itu sendiri, antara lain menurut Purwosutjipto : Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentudengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.8 Soekardono berpendapat bahwa : Pengangkutan pada pokoknya memiliki arti perpindahan tempat baik mengenai benda maupun orang-orang, karena perpindahan ini mutlak diperlukan untuk mencapai dan meningkatkan manfaat maupun efisien.9
7
Sution Usman Aji, Joko Prakosa, Hari Pramono, Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal.19 8 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid III Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 2. 9 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid II, Jakarta, CV. Rajawali, 1986, hal. 2.
12
Beberapa definisi mengenai pengangkutan tersebut secara langsung mampu memberikan gambaran umum mengenai pengangkutan, sehingga dapat diketahui berbagai aspek yang ada dalam pengangkutan, antara lain : a.
Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Dimana pelaku disini ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan.
b.
Alat
pengangkutan,
yaitu
alat
yang
digunakan
untuk
menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digerakan secara mekanik
dan
memenuhi
syarat
undang-undang,
seperti
kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, Derek (crane). c.
Barang/ penumpang, yaitu muatan yang diangkut. Barang muatam yang diangkut adalah barang perdagangan yang sah menurut undang-undang. Dalam pengertian barang termasuk hewan.
d.
Perbuatan, yaitu kegiatan mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan.
e.
Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja).
f.
Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukandengan selamat, biaya pengangkutan lunas.10
10
Abdulkadir Muhammad, Loc.Cit, hal. 19-20.
13
Selain beberapa aspek tersebut juga terdapat subjek hukum dan objek hukum pengangkutan. Subjek hukum pengangkutan antara lain pengangkut (Carrier), pengirim (Consigner, Shipper), penumpang (passenger), Biro perjalanan/
Ekspeditur,
pengatur
muatan
(Stevedore),
perusahaan
pergudangan (Warehousing), dan penerima (Consignee). Sedangkan objek hukumnya adalah muatan barang, muatan penumpang dan biaya pengangkutan
yang
ditimbulkan,
serta
alat
digunakannya
hukum
pengangkutan.11 H.M.N. Purwosutjipto membagi macam-macam pengangkutan dalam empat kelompok yang terdiri dari: pengangkutan darat; pengangkutan laut; pengangkutan udara; dan penngkutan perairan darat. 12 Sution Usman Adji dkk secara umum membedakan jenis-jenis pengangkutan itu atas: pengangkutan udara, pengangkutan perairan darat, pengangkutan dengan kendaraan bermotor dan kereta api, dan pengangkutan di laut.13 Pengangkutan udara dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) dipergunakan suatu istilah pengangkut sebagai salah satu pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan. Dalam Konvensi Warsawa 1929, menyebut pengangkut udara dengan istilah carrier, akan tetapi Konvensi Warsawa tidak memberitahu suatu batasan atau defenisi tertentu tentang istilah pengangkut udara atau carrier ini.14
11
Ibid, hal. 31. hal. 61. HH.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang (3) Hukum Pengangkutan., Djambatan, Jakarta, 1995, hal. 2-3. 13 Sution Usman Adji Joko Prakosa, Hari Pramono, Op cit., hal. 19 14 Ibid., hal. 20 12
14
Pada dasarnya yang diangkut dengan angkutan udara adalah dominan untuk penumpang, di samping itu juga yang diangkut barang – barang yang bersifat segar, relatif ringan, dan bernilai tinggi. Angkutan udara memerlukan airport maupun airways. Airways adalah jalan yang diperuntukkan bagi pesawat terbang yang melalui ruang udara atau angkasa sepanjang mana pesawat terbang dijalankan untuk bergerak atau terbang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.15 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 pada Pasal 1 angka 13 menyebutkan Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/ atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Alat angkut dalam angkutan udara adalah pesawat terbang. Di sini perlulah dikemukakan pengertian atau defenisi pesawat udara dan pesawat terbang mengingat di dalam praktik seringkali terjadi kesalahan memahami pesawat udara yang terkadang rancu dengan pesawat terbang atau kapal terbang. 16 Pasal Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa :
15
Ibid., hal. 21 Sinta Uli, Pengangkutan, Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara,USU Press, Medan, 2006, hal. 86.
16
15
Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan juga menyatakan bahwa: Pesawat Terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara, dinyatakan angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Dalam penyelanggraan angkutan udara dibedakan menjadi dua yaitu pertama, angkutan udara niaga dan kedua, angkutan udara bukan niaga. Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan kemudian mendefinisikan Angkutan udara niaga yaitu : Angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran.
16
Dalam Konvensi Guandalajara 1961, pengakut udara dinamai contracting carier dan actual carier sebagaimana dinyatakan pada artikel 1 huruf b. Contacting carier adalah ”a person who as principal makes an agreeman for carriage governed by the Warsaw Convention with passengger on consignor or with a person on behalf of the passengger or consignor”.17 Contracting Carrier adalah pengangkut yang mengadakan perjanjian angkutan dengan penumpang atau pengirim barang, sedangkan actual carrier adalah pengangkut yang atas dasar kuasa dari pengangkut pertama melaksanakan perjanjian angkutan udara tersebut. E. Suherman mendefenisikan pengangkut udara yaitu : Setiap pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pihak penumpang atau pengirim atau penerima barang, perjanjian mana dapat dibuktikan
dengan
dokumen
angkutan
yang
diberikan
pada
penumpang/pengirim barang.18 Dalam penyelenggaraan kegiatan angkutan udara niaga atau komersial, pengangkut adalah perusahaan-perusahaan penerbangan atau biasa disebut juga dengan maskapai penerbangan, ada juga menyebutnya operator penerbangan.
17
Muazzin, 2001, Tanggung Jawab Pangangkut Udara Terhadap Kerugian Penumpang dan Pihak Ketiga di Permukaan Bumi, Jurnal Kanun No. 29 Edisi Agustus, Banda Aceh, hal. 403 18 E. Suherman, Hukum Udara Indonesia Dan Internasional, Alumni, Bandung, 1983, hal 79
17
2.
Sumber Hukum Pengangkutan Udara Regulasi
pengangkutan
udara
berbeda
dengan
pengaturan
pengangkutan pada umumnya, hal ini karena pengangkutan udara bersifat nasional dan internasional. Ketentuan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tentang angkutan udara, antara lain: a.
Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
b.
Ordonansi Pengangkutan Udara 1939 (luchtervoerordonanntie) tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara
c.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara (Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara masih berlaku dan belum dicabut).
Selain hukum positif nasional yang mengatur mengenai angkutan udara juga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan internasional. Di dalam tata urutan sumber hukum konvensikonvensi internasional dan perjanjian multilateral/bilateral diletakkan di atas peraturan perundang-undangan nasional. Karena hukum udara termasuk di dalamnya hukum pengangkutan udara yang lebih bersifat internasional, hukum udara dan hukum pengakutan udara nasional di setiap negara pada umumnya mendasarkan diri bahkan ada yang turunan semata dari konvensi-konvensi internasionaldalam bidang angkutan udara tersebut. Beberapa sumber hukum angkutan udara yang bersifat ineternasional, yaitu sebagai berikut : a.
Konvensi Warsawa (Warsaw Convention) 1929
18
Konversi Warsawa ini nama lengkapnya adalah “Convention for The Unification of The Certain Rules Relating to Internasional Carriage by Air”, ditandatangani pada tanggal 12 Oktober 1929 di Warsawa dan berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933. Konvensi ini antara lain mengatur hal pokok, yaitu pertama mengatur masalah dokumen angkutan udara (chapter II article 3-16) dan yang kedua mengatur masalah tanggungjawab pengangkut udara. Konvensi Warsawa penting artinya karena ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamnya dengan atau tanpa perubahan di beberapa negara dipergunakan pula bagi angkutan udara domestik, seperti di Inggris, Negeri Belanda, dan Indonesia. Dengan demikian, maka setiap perubahan pada Konvensi Warsawa harus pula diikuti dengan seksama di Indonesia, karena perkembangan dalam hukum udara perdata internasional akan berpengaruh pula pada hukum udara perdata nasional di Indonesia. Terutama ketentuan mengenai besarnya ganti rugi, baik untuk penumpang maupun barang harus sama besarnya,
ini
berlaku
untuk
penerbangan
domestik
maupun
internasional. b. Konvensi Geneva Konvensi
Geneva
ini
mengatur
tentang
“International
Recognition of Right in Aircraft”. Dalam Konvensi Geneva Indonesia tidak turut serta. Namun demikian dari segi ilmu hukum konvensi ini penting sekali adanya, karena baik “mortage” (dalam hukum
19
Anglosaxon) maupun “hipotik” (dalam hukum Kontinental) atas pesawat udara dan peralatannya dapat diakui secara internasional oleh negara-negara pesertanya. c. Konvensi Roma 1952 Nama lengkap dari Konvensi ini adalah “Convention on Damage Caused by Foreign Aircraft to Third Parties on the Surface”, ditandatangani di Roma pada tanggal 7 Oktober 1952 dan merupakan pengganti dari konvensi Roma sebelumnya (tahun 1933). Konvensi Roma tahun 1952 ini mengatur masalah tanggungjawab operator pesawat terbang asing terhadap pihak ketiga di darat yang menderita kerugian yang ditimbulkan oleh operator pesawat terbang asing tersebut. Peserta Konvensi Roma tahun 1952 tersebut pesertanya tidak begitu banyak, dan Indonesia pun tidak ikut serta di dalamnya. d. Protokol Hague 1955 Nama lengkap dari protokol Hague adalah Protokol to Amend the Convention for the Unification of Certain Rules Relating to Internasional Carriage by Air, Signet at Warsaw 12 Oktober 1929. Tetapi lazimnya disebut sebagai Hague Protocol 1955. Protocol Hague 1955 yang ditandatangani pada tanggal 28 September 1955, berisi beberapa amandemen terhadap Konvensi Warsawa 1929 seperti masalah kenaikan limit ganti rugi untuk penumpang, penyederhanaan dan penyempurnaan tiket penumpang dan surat muatan udara. Jumlah peserta Protocol Hague ini sampai dengan tahun 1981 sebanyak 105
20
negara. Di dalam peserta Protocol Hague ini negara Indonesia tidak tercatat di dalamnya, tetapi sebenarnya Indonesia melalui piagam pernyataan Menteri Luar Negeri RI tanggal 12 Agustus 1960 untuk turut serta (instrument of accession) sebagai negara peserta kepada Pemerintah Polandia sebagai Depositary State Protocol Hague ini melalui Kedutaan Besar Indonesia di Moscow untuk diteruskan di Polandia. e. Konvensi Guadalajara 1961 Nama lengkap daripada Konvensi Guadalajara 1961 adalah “Convention Supplementary to The Warsaw Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air Performed by a person other than the Contracting Carrier. Konvensi Guadalajara ditandatangani pada tanggal 18 September 1961 dan muali berlaku sejak tanggal 2 Mei 1964 setelah diratifikasi oleh 5 negara pesertanya. Konvensi Guadalajara 1961 merupakan suplemen atas Konvensi Warsawa, suplemen tersebut mengatur masalah tanggungjawab
pengangkut
udara
terhadap
pihak-pihak
tidak
tersangkut dalam mengadakan perjanjian pengangkutan udara, karena dalam praktek sering terjadi pengangkut yang sebenarnya bukanlah pengangkut yang mengadakan perjanjian pengangkutan. Hingga dengan demikian dalam konvensi dikenal adanya istilah actual carrier dan contracting carrier. Pada pokoknya Konvensi Guadalajara memperlakukan ketentuan Konvensi Warsawa terhadap angkutan
21
udara yang dilakukan oleh pengangkut yang bukan merupakan pengangkut yang mengadakan perjanjian pengangkutan udara. Sehingga dengan demikian sistem tanggungjawab yang dianut sama dengan Konvensi Warsawa. f. Protokol Guatemala Protokol Guatemala yang ditandatangani pada tanggal 8 Maret 1971 memuat perubahan-perubahan penting atas beberapa ketentuan dalam Konvensi Warsawa dan Protocol Hague, terutama dalam hal prinsip tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan bagasi. Dalam Protocol Guatemala ini ditentukan : 1)
Tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan bagasi digunakan sistem tanggung jawab yang prinsip “absolute liability dengan prinsip limitation of liability” dan untuk limit ganti ruginya ditetapkan sebesar 1.500.000,- Gold Franc.
2)
Tanggung jawab terhadap muatan digunakan kombinasi prinsip Presumption of Liability dengan Limitation of Liability.
3)
Tanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan kelambatan terhadap penumpang, bagasi dan barang digunakan kombinasi prinsip “presumption on non liability dengan limitation of liability”. Dalam
Protocol
Guatemala
ini,
Indonesia
ikut
serta
mengirimkan delegasinya tetapi tidak ikut menandatanganinya, karena
22
delegasi Indonesia beranggapan bahwa limit tanggung jawab yang ditentukan oleh Protokol Hague ini terlalu tinggi. 3. Azas-azas hukum Pengangkutan Udara Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan,
asas-asas
penyelenggaraan
penerbangan/
pengangkutan udara terbagi atas 13 asas yaitu: a.
b.
c.
d.
e. f.
g.
Asas manfaat adalah penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara. Asas usaha bersama dan kekeluargaan adalah penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. Asas adil dan merata adalah penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata tanpa diskriminasi kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan keturunan serta tingkat ekonomi. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah penyelenggaraan penerbangan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional. Asas kepentingan umum adalah penyelenggaraan penerbangan harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Asas keterpaduan adalah penyelenggaraan penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi, baik intra maupun antarmoda transportasi. Asas tegaknya hukum, adalah undang undang ini mewajibkan pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan penerbangan.
23
h.
Asas kemandirian, adalah penyelenggaraan penerbangan harus bersendikan pada kepribadian bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, mengutamakan kepentingan nasional dalam penerbangan, dan memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari dan ke luar negeri. Asas keterbukaan dan anti-monopoli, adalah penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. Asas berwawasan lingkungan hidup, adalah penyelenggaraan penerbangan harus dilakukan selaras dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Asas kedaulatan negara, adalah penyelenggaraan penerbangan harus dilakukan selaras dengan upaya menjaga keutuhan wilayah negara kesatuan republik indonesia. Asas kebangsaan, adalah penyelenggaraan penerbangan harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas kenusantaraan, adalah setiap penyelenggaraan penerbangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah indonesia dan penyelenggaraan penerbangan yang dilakukan oleh daerah merupakan bagian dari sistem penerbangan nasional yang berdasarkan pancasila.
i.
j.
k.
l.
m.
4. Perjanjian Pengangkutan Udara Pengangkutan merupakan bentuk perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pihak yang diangkut (penumpang dan/atau pengirim) dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke suatu tempat tujuan tertentu, dan pihak penumpang dan/atau pengirim mengikatkan dirinya
pula
untuk
pengangkutan.19
19
H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit, hal. 2
membayar
sejumlah
uang
atau
ongkos
24
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, yang dimaksud dengan persetujuan adalah : ”Suatu perbuatan dimana satu orang/lebih mengikatkan diri terhadap satu orang/lebih” Pasal tersebut memperlihatkan bahwa terdapat perjanjian yang sepihak, sedangkan kenyataannya, perjanjian seseorang/lebih mengikatkan diri untuk melakukan prestasi/kontra prestasi), jadi perjanjian tersebut berisi tentang perikatan. Dalam dunia bisnis perikatan timbul karena perjanjian tetapi di samping itu perikatan timbul oleh karena Undang-undang. Sedangkan mengenai syarat-syarat umum sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHP, menurut ketentuan pasal tersebut perjanjian sah apabila : 1. 3. 4. 5.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu pokok persoalan tertentu; Suatu sebab yang tidak terlarang.
Hukum perjanjian menganut “asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata, setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, hal ini mengandung makna bahwa setiap orang boleh membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangnn dengan undang - undang, di samping menganut “asas kebebasan
berkontrak”
juga
menganut
“asas
konsensualisme/konsensualitas.” sebagai mana dinyatakan pada Pasal 1320 KUH Perdata. Artinya : perjanjian itu sudah dianggap lahir sejak terjadinya kata sepakat.
25
Perjanjian pengangkutan terjadi setelah sebelumnya didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran dan penerimaan yang dilakukan oleh pengangkut dan penumpang/pengirim secara timbal balik. Perjanjian pengangkutan udara adalah suatu perjanjian antara seorang pengangkut udara dan pihak penumpang atau pihak pengirim udara, dengan imbalan bayaran atau suatu prestasi lain. Dalam arti luas suatu perjanjian angkutan udara dapat merupakan sebagian dari suau perjanjian pemberian jasa dengan pesawat udara.20 Setiap perjajian pastilah dilakukan oleh dua pihak atau lebih. Pihak dalam perjanjian pengangkutan orang adalah penumpang, dan pengangkut. Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut atau semua orang/badan hukum pengguna jasa angkutan, baik angkutan darat, udara, laut,dan kereta api. Ada beberapa ciri penumpang : a)
Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian pengangkutan;
b)
Membayar biaya angkutan;
c)
Pemegang dokumen angkutan. 21
E. Suherman menyatakan bahwa : Dalam penerbangan teratur (schedule) defenisi penumpang adalah setiap orang yang diangkut dengan pesawat udara oleh pengangkut berdasarkan suatu perjanjian angkutan udara dengan atau tanpa bayaran . Di dalam draft convention september 1964 pernah 20
Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal 168 21 Abdulkadir Muhamad, Op.cit, hal. 51
26
dirumuskan tentang defenisi penumpang di mana disebutkan bahwa penumpang adalah setiap orang yang diangkut dalam pesawat udara, kecuali orang yang merupakan anggota awak pesawat, termasuk pramugara atau pramugari.22 Pengangkut pada umumnya adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad
pengangkut
memiliki
dua
arti,
yaitu
sebagai
pihak
penyelenggara pengangkutan dan sebagai alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan.23 Pengangkutan pada arti yang pertama masuk dalam subjek pengangkutan sedangkan pada arti pengangkut yang kedua masuk dalam kategori objek pengangkutan. Pengangkut memiliki arti yang luas yaitu tidak hanya terbatas atau dipertanggungjawabkan kepada crew saja, melainkan juga perusahaan-perusahaan yang melaksanakan angkutan penumpang atau barang. Pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyerahkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penerima dan menjaga keselamatan barang muatan tersebut. Pengangkut dalam melaksanakan kewajibannya yaitu mengadakan perpindahan tempat. Pengangkut
adalah
pihak
yang
mengikatkan
diri
untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang. Pengangkut 22
E Suherman, Wilayah Udara Dan Wilayah Dirgantara, Penerbit Alumni, Bandung, 1984, hal. 23. 23 Abdulkadir Muhamad, Op.cit, hal. 47.
27
dapat berstatus Badan Usaha Milik Negara/Daerah, Badan Usaha Miliki Swasta, Badan Usaha Koperasi, atau Perseorangan yang bergerak di bidang jasa pengangkutan niaga. E. Suherman mendefenisikan pengangkut udara yaitu setiap pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pihak penumpang atau pengirim atau penerima barang, perjanjian mana dapat dibuktikan dengan dokumen angkutan yang diberikan pada penumpang/pengirim barang.24 Dalam penyelenggaraan kegiatan angkutan udara niaga atau komersial, pengangkut adalah perusahaan-perusahaan penerbangan atau biasa disebut juga dengan maskapai penerbangan, ada juga menyebutnya operator penerbangan.
5. Prinsip Tanggungjawab Pengangkutan Udara Sarana angkutan udara yang cukup canggih sekarang ini tidaklah menutup kemungkinan akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan. Canggihnya sarana angkutan udara tetap merupakan hasil karya manusia yang tidak selalu sempurna, sehingga tentu saja hal-hal yang tidak diinginkan tersebut biasa terjadi, misalnya kerusakan pesawat udara maupun kecelakaan pesawat udara. Di samping itu juga selama dalam perjalan situasi
dan
kondisi
alam
juga
sangat
mempengaruhi
kelancaran
pengangkutan udara yang tentu saja hal yang diluar jangkauan manusia untuk mengantisipasinya .
24
E. Suherman, Op cit, hal 79
28
Dalam hal mengangkut penumpang dari tempat datangnya penumpang sampai dengan tibanya penumpang ditempat tujuan yang dikehendaki tidak terlepas dari bahaya–bahaya yang mungkin terjadi yang akan menyebabkan kecelakaan penumpang. Risiko ini akan menjadi tanggung jawab pihak yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan yang telah diadakan. Pengangkutan merupakan salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai faktor yaitu antara lain geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta sebagian besar lautan yang memungkinkan pengangkutan mempunyai peranan dan fungsi yang makin lama makin penting terutama dalam mewujudkan wawasan nusantara. Transportasi udara sebagai salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dapat melayani angkutan penumpang relatif terbatas khususnya barang bernilai tinggi atau membutuhkan waktu tempuh cepat yang dapat melakukan penetrasi sampai keseluruh wilayah yang tidak bisa dijangkau. Disisi lain kemajuan pengangkutan udara sangat pesat baik teknologinya, frekuensinya penerbangan, manajemennya dan lain–lain. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila timbul banyak masalah akibat ketidaksesuaian ordonansi pengangkutan udara dengan kondisi saat ini. Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah belum terpenuhinya atau kurangnya peraturan dalam rangka perlindungan hukum bagi pengguna jasa atau pihak lain yang mengalami kerugian sebagai akibat dari kegiatan pengangkutan udara atas kerugian–kerugian yang terjadi. Bagaimanapun
29
yang namanya sebuah kegiatan itu tidak luput dari risiko. Demikian juga halnya
dengan pengangkutan udara kemungkinan
akan terjadinya
kecelakaan itu selalu ada, baik dalam penerbangan domestik maupun penerbangan internasional. Pertanggungjawaban pengangkut menurut Pasal 1 angka 22 UndangUndang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga. Menurut E. Suparman pertanggungjawaban pengangkut dapat ditinjau dari beberapa prinsip berikut : a.
b.
c.
25
Ibid. hal. 20
Prinsip “Presumption of Liability” Prinsip ini mengatakan bahwa pengangkut barang adalah pihak yang dianggap selalu bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang timbul terhadap barang selama dalam pengangkutan udara. Tetapi bila pengangkut tidak melakukan kelalaian dan telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari terjadinya kerugian tersebut atau dapat membuktikan bahwa peristiwa yang menimbulkan kerugian tersebut tidak mungkin dapat dihindari maka pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian. Prinsip “Presumption of Non Liability” Prinsip ini berlaku untuk bagasi tangan, pengangkut dianggap selalu tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul pada bagasi tangan yaitu barang-barang yang dibawa sendiri oleh penumpang bagasi tidak tercatat “unregistered baggage”, hand baggage dan cabin baggage. Pengangkut dianggap selalu tidak bertanggung jawab. Hal ini merupakan kebalikan dari prinsip untuk penumpang atau bagasi tercatat atau barang muatan.25 Prinsip “ Absolute Liability atau strict Liability” Prinsp ini mengatakan bahwa pengangkut atau operator pesawat udara tidak lagi dianggap selalu bertanggung jawab akan tetapi harus bertanggung-jawab untuk kerugian yang timbul pada pihak penumpang, pengirim atau penerima barang dan pada pihak ketiga di permukaan bumi. Jadi dengan kata lain bahwa
30
d.
pengangkut harus bertanggung-jawab atas setiap kerugian yang diderita pihak lain yang disebabkan dari penyelenggaraan pengangkutan tanpa dalih apapun kecuali dalam hal kerugian yang disebabkan oleh pihak yang menderita kerugian sendiri. Prinsip “Limitiation of Liability” Prinsip ini mengatur soal tanggung-jawab pengangkut yang dibatasi sampai jumlah tertentu. 26
Berdasarkan beberapa penjelasan terhadap prinsip tanggung jawab pengangkutan di atas secara umum dapat diketahui bahwa tanggung jawab adalah ditimbulkan dari akibat adanya keadaan yang menyebabkan kerugian ataupun kehilangan terhadap pihak lain yang merupakan akibat dari penyelenggaraan suatu perjanjian pengangkutan. Pasal 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa : Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Peraturan ini tetap berlaku terhadap setiap perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang berkepentingan dan para pihak yang secara tidak sengaja menjadi turut kedalam perjanjian tersebut baik dikehendaki ataupun tidak dikehendaki. Dari prinsip-prinsip tersebut dimaksudkan untuk dapat terselengaranya tujuan penerbangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang tercantum dalam Pasal 3 yaitu : 1.
2.
26
Ibid., hal. 18-23.
Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman dengan harga yang wajar dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional.
31
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Membina jiwa kedirgantaraan Menjunjung kedaulatan negara Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional Menunjang, mengerakkan dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional Memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara Memningkatkan ketahanan nasional Mempererat hubungan antar bangsa
Secara khusus tanggung jawab pengangkut diatur dalam Pasal 141 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : (1)
(2)
(3)
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara. Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Pasal 142 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : (1)
(2)
Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara. Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.
32
Pembatasan tanggungjawab juga diatur dalam Pasal 143 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang menyatakan bahwa, Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya. Sedangkan pada Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
menyatakan bahwa pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut. Kemudian Pasal 145 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan juga menyatakan bahwa, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut. Pengangkut juga bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional. Pasal 147 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : (1)
Pengangkut bertanggung jawab atas tidak terangkutnya penumpang, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan kapasitas pesawat udara.
33
(2)
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan kompensasi kepada penumpang berupa: a. mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya tambahan; dan/atau b. memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.
6. Penyelenggaraan Pengangkutan Udara Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara membagi bentuk-bentuk kegiatan pengangkutan udara, menjadi dua yaitu angkutan udara niaga dan angkutan udara bukan niaga, secara lengkap dinyatakan (1)
(2)
Kegiatan angkutan udara terdiri atas : a. angkutan udara niaga; dan b. angkutan udara bukan niaga. Angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi : a. angkutan udara niaga berjadwal; dan b. angkutan udara niaga tidak berjadwal.
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan kemudian mendefinisikan Angkutan udara niaga yaitu angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran. Ada beberapa penggolongan kegiatan penerbangan komersial atau niaga, yaitu sebagai berikut: a)
Penerbangan teratur (scheduled operation), yaitu penerbangan berencana menurut suatu jadwal perjalanan pesawat-pesawat yang tetap dan teratur;
b)
Penerbangan tidak teratur (non scheduled operation), yaitu penerbangan-penerbangan dengan pesawat-pesawat secara tidak berencana;
34
c)
Penerbangan
suplementer,
yaitu
penerbangan-penerbangan
dengan pesawat-pesawat berkapasitas 15 orang dan sifatnya suplementer dari penerbangan teratur ke tidak teratur; d)
Penerbangan
kegiatan
penerbangan-penerbangan
keudaraan yang
(aerial
bukan
work),
bertujuan
yaitu untuk
pengangkutan penumpang, barang atau pos melainkan untuk kegiatan udara lain dengan memungut bayaran antara lain untuk kegiatan-kegiatan penyemprotan, pemotretan, servey udara, dan lain-lain. Sedangkan ciri-ciri penerbangan komersial atau niaga berjadwal pada umumnya sebagai berikut : a.
Penerbangan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain atau sebaliknya dengan rute penerbangan yang telah ditetapkan;
b.
Penerbangan dilakukan secara seri, lebih dari 1 (satu) kali penerbangan, secara terus menerus atau sedemikian rupa seringnya sehingga dapat dikatakan sebagai penerbangan teratur (regular);
c.
Penerbangan tersebut terbuka untuk umum guna mengangkut penumpang dan/atau barang dengan memungut bayaran atas jasa angkutan tersebut;
d.
Penerbangan dilakukan berdasarkan jadwal penerbangan yang telah ditetapkan terlebih dahulu terlepas apakah tersedia penumpang atau tidak, penerbangan tetap dilangsungkan;
35
e.
Penerbangan jenis ini dimaksudkan untuk melayani masyarakat yang telah mengutamakan nilai waktu dari pada nilai uang;
f.
Perusahaan penerbangnya diperbolehkan memasang iklan;
g.
Penjualan tiket terbuka untuk umum secara individu.
Sedangkan ciri-ciri penerbangan tidak berjadwal secara umum, yaitu sebagai berikut: a.
Penerbangan dilakukan untuk mengangkut barang, orang, dan atau pos ke seluruh wilayah Republik Indonesia dengan tidak ada pembatasan rute penerbangan terteentu secara tetap;
b.
Penerbangan tidak dilakukan sesuai dengan daftar perjalanan terbang/ jadwal penerbangan;
c.
Penjualan karcis atau surat muatan udara secara sekaligus untuk seluruh kapasitas pesawat udara tersebut;
d.
Penumpangnya merupakan suatu rombongan dan bukan merupakan penumpang umum yang dihimpun oleh pencarter atau biro perjalanan (travel beureau);
e.
Pesawat udara pengangkut penumpang, barang dan pos dari suatu tempat langsung ke tempat tujuan dengan tidak diperkenankan menurunkan dan atau menaikkan penumpang dalam perjalanan;
f.
Perusahaan penerbangnya tidak diperkenankan memasang iklan di surat kabar, majalah, maupun media massa lainnya;
36
g.
Tarif angkutan tidak berdasarkan surat keputusan pemerintah yang telah ditetapkan terlebih dahulu;
h.
Jenis
pengangkutan
ini
dimaksudkan
untuk
melayani
masyarakat yang lebih mengutamakan nilai waktu dari pada nilai uang. Penerbangan
komersil
dilihat
dari
segi
wilayah
operasi
penerbangannya dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a)
Penerbangan domestik (nasional), yaitu penerbangan antar pelabuhan udara di wilayah Indonesia dengan menggunakan pesawat udara yang beregistrasi indonesia,
b)
Penerbangan internasional, adalah penerbangan dari pelabuhan udara Indonesia dengan atau tanpa melakukan transit di pelabuhan udara Indonesia atau sebaliknya dengan tujuan pelabuhan udara negara lain.
Penerbangan
internasional
dilihat
dari
aspek
perusahaan
penerbangannya dikategorikan ke dalam 2 (dua) bentuk yaitu : a)
Penerbangan internasional yang dilakukan oleh pesawat udara asing (registrasi asing);
b)
Penerbangan internasional yang dilakukan oleh pesawat udara nasional (registrasi nasional).
Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa :
37
Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara. Kegiatan angkutan udara bukan niaga berupa angkutan udara untuk kegiatan keudaraan (aerial work), angkutan udara untuk kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan personel pesawat udara; atau angkutan udara bukan niaga lainnya yang kegiatan pokoknya bukan usaha angkutan udara niaga. Kegiatan angkutan udara bukan niaga dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga tertentu, orang perseorangan, dan/atau badan usaha Indonesia lainnya.
B.
Pelayanan dan Penerbangan Penumpang Penyandang Cacat 1. Pelayanan Pengangkutan Udara Perusahaan Pengangkutan Udara mengangkut penumpang atau barang
setelah
disepakati
perjanjian
pengangkutan
dan
dalam
menyelenggarakan pengangkutan udara menggunakan pesawat udara sipil yang mempunyai tanda kebangsaan Indonesia. Perusahaan ini memberikan pelayanan yang layak kepada setiap penumpang atau pengirim barang pengangkutan udara. selain itu, perusahaan ini pun mengutamakan pengangkutan penumpang atau barang yang pemiliknya telah memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian yang disepakati,
38
berdasarkan karcis penumpang atau dokumen pengangkutan barang yang dimilikinya.27 Berdasarkan hal tersebut maka pelayanan peengangkutan udara dibedakan menjadi pelayanan sebagai berikut : a)
Penumpang E. Suherman menyatakan bahwa dalam penerbangan teratur
(schedule) defenisi penumpang adalah setiap orang yang diangkut dengan pesawat udara oleh pengangkut berdasarkan suatu perjanjian angkutan udara dengan atau tanpa bayaran.28 Di dalam draft convention
Guadalajara
pernah
dirumuskan
tentang
defenisi
penumpang di mana disebutkan bahwa penumpang adalah setiap orang yang diangkut dalam pesawat udara, kecuali orang yang merupakan anggota awak pesawat, termasuk pramugara atau pramugari.29 Dengan defenisi terebut, maka jelaslah semua yang termasuk awak pesawat sebagai pegawai pengangkut tidak tergolong sebagai penumpang, sedangkan pegawai darat pengangkut yang turut serta atau diangkut dengan pesawat udara baik untuk keperluan dinas pada perusahaan penerbangannya maupun untuk kepentingan pribadi dianggap sebagai penumpang biasa.
27
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal 70. 28 E. Suparman, Op cit., hal. 25 29 Ibid., hal. 26
39
1) Umum Penumpang umum pada dasarnya sama seperti penumpag pada umumnya tanpa adanya hak khusus. Artinya penumpang umum hanya memiliki hak-hak yang bersifat umum. Pada dasarnya tidak ada yang menuliskan pembedaan spesifik penumpang umum dengan penumpang cacat selain fasilitas khusus yang diberikan.
2) Cacat Untuk memberikan pelayanan secara manusiawi dan juga memudahkan penumpang maka pembentuk undang-undang mengatur Pasal 134 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : (1)
(2)
Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. pemberian prioritas tambahan tempat duduk; b. penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara; c. penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara; d. sarana bantu bagi orang sakit; e. penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara; f. tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan g. tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat
40
(3)
dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit. Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya tambahan Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus bagi
penumpang
yang
menyandang
cacat
atau
orang
sakit
dimaksudkan agar mereka juga dapat menikmati pelayanan angkutan dengan layak. Fasilitas khusus dapat berupa penyediaan jalan khusus di bandar udara dan sarana khusus untuk naik ke atau turun dari pesawat udara, atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur. Penyandang cacat, dalam Penjelasan Pasal 134 ayat (1) Undang-Undang
1
Tahun
2009
Tentang
Penerbangan
menyatakan bahwa penyandang cacat antara lain, penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat kaki, dan tuna netra. Kemudian untuk memperjelas pengertian orang sakit yaitu dikatakan bahwa, tidak termasuk dalam pengertian “orang sakit” dalam ketentuan ini adalah orang yang menderita penyakit menular sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Hak dan Kewajiban Penumpang Seorang penumpang dalam perjanjian angkutan udara tentunya mempunyai hak untuk diangkut ke tempat tujuan dengan pesawat udara
41
yang telah ditunjuk atau dimaksudkan dalam perjanjian angkutan udara yang bersangkutan.30 Di samping itu juga penumpang atau ahli warisnya berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya sebagai akibat adanya kecelakaan penerbangan atas pesawat udara yang bersangkutan. Selain itu hak-hak penumpang lainnya adalah menerima dokumen yang menyatakannya sebagai penumpang, mendapatkan pelayanan yang baik, memperoleh keamanan dan keselamatan selama dalam proses pengangkutan dan lain-lain. Sebagai salah satu pihak dalam perjanjian angkutan udara maka penumpang memiliki kewajiban-kewajiban sebagai berikut: a. b. c. d.
e.
Membayar uang angkutan, kecuali ditentukan sebaliknya Mengindahkan petunjuk-petunjuk dari pengangkut udara atau dari pegawai-pegawainya yang berwenang untuk itu Menunjukan tiketnya kepada pegawai-pegawai pengakut udara setiap saat apabila diminta Tunduk kepada peraturan-peraturan pengangkut udara mengenai syarat-syarat umum perjanjian angkutan muatan udara yang disetujuinya Memberitahukan kepada pengangkut udara tentang barangbarang berbahaya atau barang-barang terlarang yang dibawa naik sebagai bagasi tercatat atau sebagai bagasi tangan, termasuk pula barang-barang terlarang yang ada pada dirinya. 31 Apabila penumpang tidak melaksanakan kewajibannya itu, maka
sebagai konsekuensinya pengakut udara berhak untuk membatalkan perjanjian angkutan udara itu. Di samping itu juga apabila penumpang yang melalaikan kewajibannya itu kemudian menimbulkan kerugian
30
31
Hartono Hadisoeprapto dkk, Pengangkutan Dengan Pesawat Udara. UII Press, Yogyakarta, 1987, hal 26 Ibid., hal. 27
42
sebagai akibat perbuatannya itu, maka ia sebagai penumpang harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
3. Kewajiban Pengangkut Menurut Lestari Ningrum ada beberapa kewajiban pokok pengangkut udara, yaitu sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
32
Mengangkut penumpang dan/atau barang serta menerbitkan dokumen angkutan sebagai imbalan haknya memperoleh pembayaran biaya angkutan; Mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh penumpang dan/atau pengirim barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan pesawat udara niaga; Dapat menjual kiriman yang telah disimpan (bukan karena sitaan) yang karena sifat dari barang tersebut mudah busuk, yang lebih dari 12 (dua belas) jam setelah pemberitahuan tidak diambil oleh penerima kiriman barang; Bertanggung jawab atas kematian atau lukanya penumpang yang diangkut, musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut. 32
Lestari Ningrum, Op cit., hal 151
43
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam kajian ini, hukum dilihat sebagai sebuah sistem tersendiri yang terpisah dengan berbagai sistem lain yang ada di dalam masyarakat sehingga memberi batas antara sistem hukum dengan sistem lainya. 33
B.
Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif, yaitu penelitian yang selain melukiskan keadaan, obyek, atau peristiwa juga keyakinan tertentu akan diambil kesimpulan-kesimpulan dari obyek persoalan yang dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek hukum positif yang menyangkut permasalahannya.34
C.
Lokasi Penelitian PT. Indonesia Air Asia Jakarta dan Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Seodirman.
33
Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Ketiga, Banyumedia Publishing, Malang, 2007, hal. 45. 34 Ronny Hanitijo Sumitro, 1990, Metodologi Penilitian hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 15.
44
D. Sumber Data 1.
Data Sekunder. Data yang bersumber dari bahan hukum, meliputi : a. Bahan hukum Primer. Data yang bersumber dari peraturan perundang – undangan, dokumen –dokumen resmi yang berkaitan dengan pokok permasalahan. b. Bahan Hukum Sekunder. Seluruh informasi tentang hukum yang berlaku atau yang pernah berlaku disuatu negeri. Bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, dan hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.
2.
Penunjang Data Sekunder. Adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek yang diteliti. Data ini berfungsi sebagai pendukung data sekunder, yakni data hasil wawancara.
E.
Metode Pengumpulan Data 1. Data Sekunder. Data yang diperoleh dengan cara menginventarisasi terhadap buku-buku kepustakaan dan peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti kemudian dikaji atau dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh.
45
2. Penunjang Data Sekunder. Penunjang
data
sekunder
diperoleh
dengan
melakukan
wawancara. F.
Metode Penyajian Data. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, logis, rasional, dalam arti data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
G.
Metode Analisis Data. Bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara memahami dan merangkai bahan hukum yang telah dikumpulkan dan disusun secara sistematis, dan diuraikan dengan menggunakan peraturan perundangundangan, teori hukum serta doktrin.35
35
Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal.93.
46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian 1.
Data Sekunder 1.1. Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia 1.1.1. Ketentuan Umum dan Definisi a. Berdasarkan Pasal 1a Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana Perhubungan menyatakan bahwa, Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandan cacat dan orang sakit guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek, kehidupan dan penghidupan; b. Pasal 1b Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana Perhubungan menyatakan bahwa, dalam hal ini
yang
dimaksud
dengan
penumpang
udara
penyandang cacat ialah setiap penumpang yang
47
mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan untuk melakukan kegiatan secara selayaknya yang terdiri dari cacat fisik, penyandang cacat mental, atau penyandang cacat mental dan fisik ; c. Pasal 1c Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana Perhubungan menyatakan bahwa, Pelayanan yang diberikan kepada penyandang cacat dan orang sakit adalah pemberian kemudahan maupun pelayanan agar supaya diperoleh kesepadanan perlakuan dalam menggunakan
jasa
transportasi,
pos
dan
telekomunikasi; d. Pasal 1 d Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana
Perhubungan menyatakan
bahwa,
Perusahaan adalah perusahaan yang menyediakan jasa perhubungan ; e. Pasal 1e Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan
48
Prasarana Perhubungan menyatakan bahwa, prasarana angkutan adalah tempat untuk keperluan menaikkan dan menurunkan orang sakit dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan sarana angkutan umum yang merupakan simpul jaringan transportasi yang dapat berupa terminal, stasiun, pelabuhan, atau bandar udara ; f. Pasal 1f Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 Tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana Perhubungan menyatakan bahwa, sarana angkutan adalah alat angkutan moda transportasi darat, laut dan udara yang dapat berupa kendaraan bermotor, kereta api, kapal atau pesawat udara. 1.1.2. Ketentuan Pemberlakuan Pasal 2 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa : 1)
Umum : Syarat dan ketentuan ini berlaku untuk pengangkutan yang dilakukan melalui udara dan atau cara transportasi lain, termasuk transportasi darat dari penumpang dan bagasi yang dilakukan oleh kami atau atasn nama kami dan untuk segala kewajiban
dimana
kami
mungkin
memiliki
49
keterkaitan
dalam
hal
pengangkutan
dan
transportasi. 2)
Syarat
dan
Ketentuan
Berlaku:
Kecuali
disebutkan di dalam Syarat dan Ketentuan ini, maka dalam situasi dimana terjadi ketidak-konsistenan antara Syarat dan Ketentuan ini dengan Persyaratan Kontrak atau peraturan lain yang kami berlakukan dalam subjek-subjek tertentu, maka Syarat dan Ketentuan ini tetap berlaku. 3)
Bahasa: Bahasa yang digunakan dalam Syarat dan Ketentuan ini adalah Bahasa Inggris dan walaupun terdapat
banyak
terjemahan
dari
Syarat
dan
Ketentuan ini di dalam bahasa lain, Bahasa Inggris masih tetap menjadi bahasa tunggal yang digunakan untuk menafsirkan Syarat dan Ketentuan kita. 1.1.3. Tiket dan Jadwal Pasal 3 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa : 1)
Bukti Kontrak Bersifat Prima Facie: Jadwal perjalanan adalah bukti bersifat prima facie dari kontrak untuk melakukan pengangkutan antara penumpang dengan kami. Jadwal perjalanan, Syarat dan Ketentuan ini dan Persyaratan Kontrak kami,
50
(termasuk tarif yang berlaku), semuanya menjadi dasar konstitusi dari Syarat dan Ketentuan dari kontrak pengangkutan antara Anda dan kami. 2)
Pemindah-tanganan: Kontrak untuk pengangkutan hanya dapat dipindah-tangankan bila disebutkan di dalam Syarat dan Ketentuan serta Persyaratan Konrak kami.
3)
Validitas: Jadwal perjalanan hanya berlaku untuk Penumpang yang nama dan penerbangannya ditulis di sini.
4)
Identitas: Kami akan menyediakan pengangkutan hanya untuk Penumpang yang namanya tercantum di dalam jadwal perjalanan atau Tiket Elektronik. Anda akan diminta untuk memperlihatkan identifikasi yang syah saat melakukan check-in.
1.1.4. Tarif dan Biaya Pasal 4 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa : 1)
Umum: Tarif berlaku hanya untuk pengangkutan dari bandara keberangkatan ke bandara kedatangan. Tarif tidak termasuk biaya layanan transpor di darat antar bandara, atau dari bandara ke terminal kota, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh kami. Kami
51
secara tegas hanya melayani pengangkutan dari titik ke titik dan tidak bertanggungjawab untuk mengatur penerbangan terusan yang mungkin akan Anda pilih. Kami tidak bertanggungjawab atas kegagalan Anda mendapatkan penerbangan terusan. Kami tidak akan menyediakan sarana transfer kepada Anda dan bagasi Anda ke atau dari pengangkut lainnya. 2)
Bayi: Biaya bagi penumpang di bawah umur 2 (dua) tahun (pada tanggal perjalanan) namun di atas 8 (delapan) hari tercantum pada Rincian Biaya. Anak di bawah umur diijinkan melakukan perjalanan dengan syarat berada dalam pangkuan orang dewasa. Hanya 1 (satu) anak di bawah umur yang diijinkan dibawa oleh 1 (satu) orang dewasa. Perambulator tidak diijinkan di bawa ke dalam pesawat.
3)
Pajak Pemerintah, Biaya dan biaya tambahan asuransi: Setiap Pajak Pemerintah, biaya dan biaya tambahan asuransi yang dikenakan pada perjalanan udara oleh Pemerintah, pihak berwenang yang berkuasa, atau operator bandara dalam hubungan dengan pengunaan layanan atau fasilitas kami oleh Anda
akan
ditambahkan
ke
dalam
biaya
penerbangan kami. Biaya dan bea administrasi akan
52
menjadi tanggungan Anda, kecuali jika kami menyatakan sebaliknya. Pajak Pemerintah, biaya dan biaya tambahan asuransi yang diberlakukan pada perjalanan udara dapat berubah setiap saat, dan dapat diberlakukan setelah konfirmasi tanggal booking Anda. Anda diharuskan menanggung biaya Pajak Pemerintah, bea dan asuransi tersebut sebelum saat keberangkatan. Periksa Rincian Biaya untuk informasi tentang jumlah pajak, bea dan asuransi yang dimaksud. 4)
Mata Uang: Biaya dan bea penerbangan dapat dibayar dalam matauang yang dicantumkan pada daftar yang kami terbitkan, kecuali jika kami nyatakan sebaliknya.
5)
Keakuratan:
Seluruh
biaya,
harga,
jadwal
penerbangan, rute yang dipublikasikan, produk yang dibeli lebih awal dan layanan dinyatakan benar pada saat waktu publikasinya, dan dapat berubah setiap saat tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. 6)
Tarif yang Berlaku: Tarif yang berlaku adalah tarif yang dipublikasikan oleh kami atau atas nama kami, baik secara elektronik, maupun dengan medium lain. tarif mungkin tidak termasuk biaya administrasi,
53
biaya layanan dan biaya lain, kecuali dinyatakan sebaliknya. 1.1.5. Check-in dan Persyaratan Maskapai Penerbangan Lainnya Pasal 6 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa : 1)
Check-in, Tenggat waktu dan Kondisi: Loket check-in kami buka dua (2) jam sebelum jadwal waktu pemberangkatan penerbangan. Loket itu tutup empat puluh
lima
(45)
menit
sebelum
pemberangkatan
penerbangan dimaksud. Tenggat waktu check-in bisa berlainan
di
bandara
yang
berbeda
dan
untuk
penerbangan tertentu. Adalah tanggung-jawab Anda untuk memastikan bahwa Anda mematuhi tenggat waktu ini, khususnya lagi yang akan tersedia saat Anda melakukan
pembelian.
Di
saat
tertentu,
tanpa
memandang rendah atas persediaan lain yang umum dari Syarat-syarat dan Kondisi yang menjadikan hak untuk menolak
penumpang,
kami
berhak
untuk
tidak
mengijinkan Anda check-in tanpa bentuk pertanggungjawaban apapun pada Anda dan tanpa perlu untuk mengembalikan terbayarkan:
pada
Anda
biaya
yang
sudah
54
a. Jika Anda tetap berupaya untuk check-in dalam empat puluh
(45)
menit
sebelum
jadwal
waktu
identifikasi
yang
pemberangkatan penerbangan Anda; b. Jika
Anda
gagal
memiliki
seharusnya atau gagal untuk mengidentifikasi dirii sendiri kepada staff kami; c. Jika Anda gagal memiliki dokumen yang seharusnya, perijinan, visa, penting untuk perjalanan ke tempat atau negara tertentu; d. bila Anda belum membayar penuh tarif apa pun atau biaya atau tagihan laim yang harus dibayar kepada kami; e. bila Anda bersikap kasar pada staf kami atau mengakibatkan
keributan di
konter
kami
atau
melecehkan staf kami baik secara fisik atau verbal; f. Jika Pemerintah atau otorita lain melarang kepergian Anda atau masuk ke pesawat; g. Jika menurut kami, Anda tidak sehat untuk melakukan perjalanan sehubungan dengan kondisi mabuk atau kondisi medis yang terlihat buruk; dan/atau h. Jika menurut kami, Anda tidak sehat secara medis untuk melakukan perjalanan atau kondisi medis Anda memiliki atau bisa saja menyebabkan bahaya atau ancaman bagi kesehatan para penumpang lainnya.
55
2)
Self Check-in: Kami menawarkan fasilitas self check-in (check-in sendiri) untuk penerbangan tertentu. Fasilitas ini harus mematuhi persyaratan tertentu yang dapat dilihat dari website kami di bagian Self Check-in. mengangkut Anda pada kesempatan tercepat berikutnya dengan layanan terjadwal kami dimana masih tersedia tempat tanpa biaya tambahan dan apabila diperlukan memperpancang validitas pembelian Anda; atau bila Anda memilih bepergian lain waktu, mempertahankan niai dalam tarif Anda di akun kredit untuk perjalanan Anda selanjutnya, dengan syarat Anda harus memesan ulang dalam jangka waktu.
3)
Ketidaktersediaan Kursi: Ada kemungkinan tidak tersedia kursi bagi Anda di penerbangan Anda walaupun reservasi Anda sudah dikonfirmasi. Hal ini terjadi karena kebiasaan umum melakukan overbooking dalam industri penerbangan. Bila Anda ditolak untuk naik ke pesawat dalam penerbangan internasional yang overbook, dimana Anda memiliki reservasi yang berlaku dan sudah dikonfirmasi, dan Anda telah datang untuk melakukan check-in sesuai tenggat check in, maka kami dapat memilih untuk: a. 3 bulan setelahnya b. Penyelesaian Tunggal: Pilihan yang tertera dalam pasal 6.1.3 (a) sampai (b) adalah penyelesaian yang
56
tunggal dan eksklusif yang tersedia untuk Anda dan kami tidak akan bertanggung jawab lebih lanjut untuk Anda c. Boarding: Anda harus berada di gerbang boarding setidaknya empat puluh (40) menit sebelum waktu keberangkatan
pesawat
yang
dijadwalkan.
Penumpang yang telah membeli Hot Seat melalui layanan ASR akan diberikan prioritas mengantri dari boarding secara umum yang memungkinkan mereka untuk naik ke atas pesawat lebih dulu. Begitu boarding secara umum telah dilakukan, penumpang yang telah membeli Hot Seat kami akan bergabung dengan antrian boarding secara umum. d. Tidak-hadir: Jika Anda gagal check-in tepat pada waktunya atau gagal naik pesawat saat pesawat berangkat, biaya yang sudah Anda bayarkan tidak akan dikembalikan kepada Anda untuk alasan apapun. e. Sikap Patuh: Anda hanya bertanggung-jawab untuk mematuhi
semua
hukum,
peraturan,
perintah,
permintaan dan persyaratan atas negara-negara yang diterbangi dari, ke ataupun di atas dan dengan Syarat-syarat
&
Kondisi
dari
pihak
kami,
pemberitahuan dan instruksi yang kami berikan sehubungan
dengan
itu.
Kami
tidak
harus
57
bertanggung-jawab dalam cara apapun kepada Anda berkaitan dengan keiginan Anda untuk menerima dokumen yang diperlukan atau mematuhi hukum, peraturan, perintah, permintaan, pemberitahuan, persyaratan dan instruksi, apakah itu disampaikan secara langsung atau tertulis atau yang lainnya, atau sebagai
konsekuensi
mengakibatkan tertentu
atau
permintaan,
tindakan
Anda
yang
kegagalan
memenuhi
dokumen
mematuhi
hukum,
peraturan,
pemberitahuan,
persyaratan
dan
instruksi. f. Dokumen Perjalanan: Anda bertanggung-jawab untuk mendapatkan dan harus memiliki dan punya kesediaan untuk presentasi seperti diminta oleh otorita yang sesuai semua ijin dan keluar, dokumen kesehatan dan lainnya yang diminta oleh hukum, peraturan, perintah, permintaan ataupun persyaratan dari negara-negara yang diterbangi dari, ke ataupun di atasnya. Kami berhak untuk menolak transportasi kepada
Penumpang
manapun
yang
belum
melengkapi, atau mereka yang dokumennya tidak muncul untuk melengkapi, hukum-hukum yang sesuai, peraturan, perintah-perintah, permintaan atau persyaratan.
58
g. Saran untuk Dokumen Rute Domestik: Orang dewasa diharuskan untuk memperlihatkan kartu identitas asli mereka * atau paspor untuk seluruh penerbangan domestic. Salinan akte kelahiran anak atau kartu identitas harus diserahkan sebelum mereka diperkenankan naik ke atas pesawat. h. Penolakkan atas Ijin Masuk: Anda setuju untuk membayar biaya yang sesuai dan/atau penalti atau denda kapanpun kami, atas perintah Pemerintah atau kuasa imigrasi, diharuskan untuk mengembalikan Anda
ke
tempat
asal
atau
tempat
lainnya,
dikarenakan ketidakmampuan Anda untuk masuk ke suatu negara, entah sekedar persinggahan ataupun tujuan. Di dalam situasi seperti ini kami tidak akan mengembalikan biaya penerbangan untuk Anda 4)
Tanggung Jawab Penumpang atas Denda, Biaya Penahanan, dll.: Jika kami diminta untuk membayar atau meninggalkan sejumlah denda atau penalti atau untuk menerima sejumlah pembayaran dikarenakan kegagalan Anda mematuhi hukum, peraturan, perintah, permintaan atau persyaratan perjalanan lainnya atas negara-negara yang diterbangi dari, ke atau melalui atau untuk menghasilkan dokumen-dokumen yang diperlukan, Anda diharuskan mengganti biaya pada kami sejumlah
59
yang dibayar atau penerimaan pembayaran atau untuk dibayarkan. Kami mungkin menyesuaikan pembayaran sedemikian atau menerima nilai atas transportasi apapun yang tidak Anda gunakan, atau dana apapun yang berlaku bagi Anda untuk kami miliki. 5)
Inspeksi Keamanan: Anda harus menerima pemeriksaan kesehatan atau keamanan oleh Pemerintah atau petugas bandara atau oleh kami.
1.1.6. Penolakan dan Pembatasan Pengangkutan Pasal 7 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa: 1)
Hak untuk Menolak Mengangkut: Kami mungkin akan menolak mengangkut Anda atau barang bawaan Anda untuk alasan keamanan atau di dalam melakukan
penilaian
yang
sewajarnya,
kami
memutuskan bahwa: a.
tindakan itu perlu dilakukan untuk alasan keselamatan atau keamanan.
b.
tindakan
seperti
ini
diperlukan
untuk
mematuhi hukum, regulasi atau perintah yang dapat diberlakukan dari suatu negara bagian atau negara yang akan diterbangi atau dilewati.
60
c.
tindak-tanduk, status, usia atau mental atau kondisi
fisik
atau
kondisi
fisik
bagasi
Anda seperti: (i) dapat mencelakakan orang lain atau kru kami, atau (ii)bahwa
Anda
mungkin
dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain atau properti milik kami. d.
Anda
telah
melakukan
perbuatan
tidak
menyenangkan pada penerbangan sebelumnya dan terdapat kemungkinan perbuatan seperti itu akan terulang kembali; e.
Anda tidak mematuhi, atau sepertinya akan gagal mematuhi instruksi kami;
f.
Anda menolak melakukan cek keamanan;
g.
jumlah tarif yang harus dibayar atau biaya atau pajak lainnya belum dibayar;
h.
pembayaran untuk tiket Anda bernuansa penipuan;
i.
Anda tidak memiliki dokumen yang sah untuk melakukan perjalanan;
j.
pembelian Kursi kami telah dilakukan melalui penipuan atau perbuatan melanggar hukum
61
atau telah dibeli dari seseorang yang tidak diberi wewenang oleh kami; k.
kartu kredit yang Anda gunakan untuk membayar tiket, telah dilaporkan hilang atau dicuri;
l.
jadwal perjalanan, pembelian atau Tiket Elektronik adalah palsu atau diperoleh secara menipu;
m.
jadwal perjalanan telah diubah oleh seseorang selain kami atau agen yang terotorisasi atau telah dirusak (dimana kami berhak untuk menahan dokumentasi seperti itu); dan/atau
n.
orang yang melakukan check-in atau naik ke pesawat tidak dapat menunjukkan bahwa orang
yang
namanya
tertulis
sebagai
penumpang di jadwal perjalanan (dalam hal ini kami berhak untuk menahan jadwal perjalanan itu). 2)
Anak-anak yang Bepergian Tanpa Ditemani: Anakanak di bawah usia 12 tahun tidak akan diterima untuk diangkut kecuali mereka ditemani oleh seseorang yang berusia 18 tahun.
62
3)
Penumpang dengan Keterbatasan Gerak/Memiliki Kondisi Medis: Untuk alasan keamanan AirAsia hanya
dapat
maksimal
membawa
4
orang
penumpang yang mengalami keterbatasan gerak* dengan syarat penumpang berkondisi quadriplegic dibatasi tidak lebih dari 2 orang per penerbangan. Dalam
kondisi
khusus
kami
dapat
meminta
penumpang untuk bepergian dengan pendamping. 4)
Penempatan kursi: Kami akan membuat akomodasi pengaturan tempat duduk yang layak untuk orangorang dengan keterbatasan gerak atau dengan permintaan khusus sesuai hukum yang berlaku. kami berhak untuk mengatur kembali tempat duduk di saat kapan pun, termasuk setelah melakukan boarding. Hal ini sangat diperlukan untuk alasan operasional, keamanan, peraturan pemerintah dan alasan keamanan atau kesehatan.
5)
Penumpang
diharuskan
keterangan
dokter
menyerahkan
yang
disetujui
surat yang
mengkonfirmasikan usia kehamilan telah masuk ke minggu ke berapa dan bahwa penumpang dalam kondisi fit untuk bepergian. Surat keterangan ini tanggalnya tidak boleh lebih dari 30 hari sejak
63
tanggal keberangkatan pesawat outbound atau inbound yang dijadwalkan, 1.1.7. Jadwal, Pembatalan Pasal 9 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa: 1)
Jadwal: Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menghindari
keterlambatan
dalam
mengangkut
Anda beserta bagasi Anda. Kami akan berusaha keras
untuk
menepati
jadwal-jadwal
yang
dipublikasikan pada tanggal perjalanan. Namun, waktu yang tercantum dalam daftar perjalanan, jadwal atau di mana pun tunduk pada perubahan kapan pun dan kami tidak bertanggung jawab dalam bentuk apapun atas kerugian
yang menimpa
penumpang sebagai akibat dari perubahan tersebut. 2)
Pembatalan, Perubahan Jadwal: Kapan pun setelah pemesanan dilakukan, kami boleh merubah jadwal kami dan/atau membatalkan, mengakhiri, mengalihkan,
menunda
penjadwalan
kembali
penerbangan manapun di mana kami anggap masuk akal untuk dibenarkan oleh situasi-situasi di luar kendali kami atau demi alasan keamanan ataupun komersial. Dalam hal pembatalan penerbangan
64
tersebut, kami berdasarkan pilihan kami, dapat melakukan: a. mengangkut Anda di kesempatan paling awal pada pelayanan terjadwal kami lainnya apabila tempat duduk tersedia tanpa biaya tambahan dan, bilamana diperlukan, memperpanjang validitas pemesanan Anda, atau b. apabila Anda memilih memilih untuk bepergian di lain waktu, pertahankan nilai tiket anda pada sebuah akun kredit untuk perjalanan yang disediakan untuk Anda di masa yang akan datang dan bahwa Anda harus memesan-ulang dalam waktu tiga (3) bulan sejak tanggal tersebut. 3)
Transfer Penerbangan: Bila penundaan atau pembatalan dari penerbangan Anda mengakibatkan Anda ketinggalan Transfer Penerbangan dimana Anda memiliki status pembelian yang terkonfirmasi, maka Anda harus mematuhi beberapa hal berikut ini: a. Bila penerbangan Anda tertunda di tempat asal: b. Perpindahan gratis ke penerbangan selanjutnya yang tersedia ke tujuan Anda
ke
waktu
terhubung. Bila penerbangan lanjutan ditunda
65
c. Gratis pengalihan ke penerbangan Terusan berikutnya yang tersedia, selama dalam waktu terhubung kami. 4)
Bila penerbangan baru tidak sesuai dengan waktu terhubung
atau
bila
Transfer
Penerbangan
selanjutnya yang tersedia adalah di keesokan harinya, kami tidak akan menyediakan hal-hal berikut ini: a. Akomodasi siang hari atau menginap b. Transportasi di darat c. Penyimpanan
bagasi
terdaftar
Anda.
Anda
diminta untuk mengambil bagasi Anda di titik transit dan melakukan pencatatan ulang untuk penerbangan selanjutnya. 5)
Penggantian
tunggal:
Terkecuali
Konvensi-
konvensi yang berlaku diberlakukan, pilihan-pilihan yang digariskan dalam Pasal 9.2. (a), (b) dan (c) bersifat tunggal dan penggantian tunggal tersedia untuk Anda. 1.1.8. Tingkah Laku di Atas Pesawat Pasal 10 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa:
66
1) Apabila menurut pendapat kami tindakan Anda di atas pesawat
bersifat
membahayakan pesawat
maupun penumpang atau properti di atas pesawat, atau menghalangi atau mengganggu awak pesawat dalam menjalankan tugas-tugas mereka, atau tidak mematuhi instruksi-instruksi dari para awak pesawat termasuk namun tidak membatasi bagi mereka yang kami hormati untuk merokok, meminum alkohol, penggunaan telepon seluler, atau mengeluarkan ancaman
apapun,
tindakan
kekerasan
atau
penghinaan terhadap para awak pesawat atau melakukan kegelisahan,
tindakan
yang
ketidaknyamanan,
menyebabkan kerusakan
atau
cidera terhadap penumpang awak pesawat lainnya, kami boleh mengambil tindakan yang kami rasa perlu
untuk
tersebut
menghindari
termasuk
kelanjutan
penahanan.
Anda
tindakan mungkin
diturunkan dan ditolak diangkut lebih lanjut di titik manapun dan mungkin dituntut atas pelanggaran yang dilakukan di atas pesawat. 2) Bilamana sebagai akibat tindakan Anda kami memutuskan, dalam melaksanakan kebijaksanaan kami, untuk mengalihkan pesawat untuk tujuan
67
menurunkan
Anda,
maka
Anda
akan
bertanggungjawab atas segala kerugian yang kami derita dalam bentuk apapun sebagaimana akibat melakukan pengalihan tersebut. 3) Demi alasan keamanan, kami boleh melarang atau membatasi pengoperasian peralatan elektronik di atas pesawat, termasuk namun tidak membatasi pada, telepon seluler, komputer jinjing, alat rekam portabel, radio portabel, alat pemutar cakram, mainan
elektronik
atau
perangkat
pemancar,
termasuk mainan yang dikendalikan radio dan walkie-talkie. Pengoperasian alat bantu dengar dan pacu jantung diperbolehkan. 4) Para
penumpang
tidak
diperbolehkan
untuk
mengkonsumsi makanan dan minuman pribadi di atas pesawat dan seluruh penerbangan di PT Air Asia menganut peraturan Dilarang Merokok. 1.1.9. Pembatasan Tanggung Jawab Pasal 11 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa: 1) Berdasarkan
Konvensi
Warsaw
dan
Montreal
Convention Notice: Apabila perjalanan penumpang melibatkan tujuan yang terakhir atau berhenti di
68
negara selain negara keberangkatan, maka Konvensi Warsawa, Konvensi Montreal 1999, dan Konvensikonvensi lain yang bisa diaplikasikan atau hukum setempat yang relevan dapat diberlakukan dan dalam banyak
kasus
Konvensi
Warsawa,
Konvensi
Montreal 1999 atau Konvensi-konvensi lainnya yang berlaku dapat membatasi tanggung jawab dari pengangkut untuk kasus kematian atau cidera dan mengenai kehilangan atau kerusakan bagasi. 2) Pemberitahuan
Pembatasan
Pertanggungjawaban
Bagasi: Pertanggungjawaban terhadap kerugian, keterlambatan,
kerusakan
dari
bagasi
dibatasi
kecuali nilai yang tertinggi dinyatakan di awal, dan dilakukan
pembayaran
tambahan.
Pertanggungjawaban terhadapi perjalanan domestik dan
perjalanan
internasional
berbeda-beda,
tergantung hukum yang berlaku. 3) Apabila
Konvensi
Warsawa
Tidak
Dapat
Diberlakukan: Ketika Konvensi Warsawa tidak dapat diberlakukan terhadap barang bawaan Anda, maka berlaku aturan-aturan di bawah ini: a. Kami tidak bertanggung jawab terhadap penyakit atau
ketidakmampuan
apa
pun,
termasuk
69
kematian yang terkait dengan kondisi fisik Anda atau karena perkembangan buruk dari kondisi seperti itu. b. Kontrak pengangkutan termasuk Syarat dan Ketentuan ini dan memisahkan atau membatasi tanggungjawab terotorisasi
yang
kami,
berlaku pelayan,
untuk
agen
pegawai
dan
perwakilan kami dalam batasan serupa yang mereka berlakukan pada kami. Jumlah total yang dapat diperoleh dari kami dan dari agen terotorisasi, pelayan, pegawai dan perwakilan seperti itu tidak boleh melampaui jumlah dari tanggungjawab Anda sendiri. c. Tidak ada satupun dari Syarat dan Ketentuan dari Persyaratan menghapuskan
Kontrak
ini
pemisahan
yang atau
dapat
pembatasan
tanggung jawab kami di bawah Konvensi Warsawa atau konvensi-konvensi lain yang bisa diberlakukan,
atau
hukum
lain
dinyatakan secara terbuka oleh kami.
terkecuali
70
1.1.10. Batas Waktu untuk Mengajukan Keluhan dan Tindakan Pasal 12 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa: 1) Pemberitahuan tentang Keluhan: Penerimaan Bagasi oleh pemegang Kartu Penanda Identifikasi Bagasi tanpa keluhan pada saat pengiriman sudah merupakan bukti yang cukup bahwa Bagasi telah diantarkan dalam kondisi baik dan sesuai dengan kontrak
pengangkutan,
membuktikan
sebaliknya.
kecuali Bila
Anda Anda
bisa ingin
mengajukan keluhan atau tindakan yang berkenaan dengan Kerusakan dari Bagasi yang terdaftar, maka Anda harus memberitahu kami
begitu Anda
menemukan kerusakan itu dan selambatnya dalam 7 (tujuh) hari setelah penerimaan dari Bagasi. bila Anda ingin mengajukan keluhan atau aksi yang berkenaan dengan penundaan pengantaran Bagasi yang didaftarkan, maka Anda harus memberitahu kepada kami dalam jangka waktu 21 (duapuluh satu) hari, mulai dari Bagasi tersebut diletakkan di tempat pembuangan. Setiap pemberitahuan harus dilakukan secara tertulis dan dikirimkan via pos atau
71
diantarkan kepada kami pada jangka waktu tersebut di atas. 2) Pembatasan Tindakan: Segala hak yang berkenaan dengan kerusakan akan dianggap hangus apabila tindakan tidak dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah tanggal kedatangan di tempat tujuan atau tanggal pada saat pesawat dijadwalkan datang,
atau
tanggal
di
mana
pengangkutan
dihentikan. Metoda penghitungan periode batasan akan ditentukan oleh hukum di pengadilan, di mana kasus ini disidangkan. 1.1.11. Modifikasi dan Tidak Memberlakukan Pasal 13 Syarat Dan Ketentuan Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia menyatakan bahwa, tidak seorang pun dari agen, pengawai atau representatif kami yang memiliki hak untuk mengubah, memodifikasi atau tidak memberlakukan Syarat dan Ketentuan ini. 1.1.12. Kewajiban
Penyelenggara
Angkutan
Terhadap
Pengangkutan Penyandang Cacat 1.1.12.1.
Pasal
2
ayat
(1)
Keputusan
Menteri
Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana
72
Perhubungan
menyatakan
bahwa,
penyelenggara angkutan wajib melaksanakan pengangkutan penyandang cacat dan orang sakit dengan aman, selamat, cepat, lancar, tertib dan nyaman. 1.1.12.2.
Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa, guna melaksanakan
angkutan
dimaksud
ayat
pada
(1),
sebagaimana penyelenggara
angkutan harus didukung dengan sarana dan prasarana pelayanan yang dapat memberikan kemudahan bagi penyandang cacat dan orang sakit. 1.2. Fasilitas Pelayanan Untuk Penyandang Cacat Berupa Sarana Angkutan Udara 1.2.1. Pasal 9 ayat (1) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.
71
Tahun
1999
tentang
Aksesibilitas
Bagi
Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana
Perhubungan
menyatakan
bahwa,
sarana
angkutan udara niaga harus dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan khusus yang diperlukan dan memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan bagi penumpang penyandang cacat dan orang sakit.
73
1.2.2. Pasal 9 ayat
(2) menyatakan bahwa,
Fasilitas dan
pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : a.
Fasilitas kemudahan naik turun dari dan atau ke pesawat udara;
b.
Penyediaan tempat untuk kursi roda di dalam pesawat udara dan tempat yang memberi kemudahan apabila terjadi keadaan darurat;
c.
Sarana bantu bagi penyandang cacat dan orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur;
d.
Pemberian prioritas tambahan tempat duduk;
e.
Pemberian
prioritas
utama
dalam
pelayanan
perjalanan di pesawat udara; f.
Tersedianya personil yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat dan orang sakit;
g.
tersedia buku petunjuk tentang keamanan dan keselamatan penerbangan bagi penumpang pesawat datar dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat dan orang sakit.
1.2.3. Syarat dan Ketentuan Pengangkutan AirAsia Nomor 7.3 menyatakan bahwa, penumpang dengan permintaan bantuan khusus dan pasien dengan penyakit diminta untuk
74
menghubungi call centre kami setidaknya 48 jam sebelum waktu keberangkatan yang dijadwalkan untuk membuat pengaturan dengan kami mengenai bantuan khusus apa yang diperlukan. Demi alasan kesehatan dan keamanan, penumpang dengan permintaan khusus harus melakukan check-in di bandara. 1.3. Fasilitas Pelayanan Untuk Penyandang Cacat Berupa Prasarana Angkutan Udara 1.3.1.
Pasal 10 ayat (1) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana Perhubungan menyatakan bahwa, penyelenggara bandar udara wajib melengkapi dengan fasilitas yang diperlukan dan memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan khusus bagi penumpang cacat dan orang sakit.
1.3.2. Pasal 10 ayat (2) menyatakan bahwa, fasilitas dan pelayanan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan kemudahan bagi penyandang cacat dan orang sakit mulai dari dan tempat parkir kendaraan di bandar udara, terminal udara sampai ke dalam pesawat udara yang meliputi :
75
h.
Kemudahan bagi pengguna kursi roda dan alat bantu lainnya bagi penyandang cacat dan orang sakit untuk memanfaatkan berbagai fasilitas di bandar udara;
i.
Penyediaan lapangan parkir kendaraan untuk orang cacat
dan
orang
sakit
yang
memungkinkan
kecepatan akses antara lapangan parkir kendaraan dengan bangunan terminal bandar udara; j.
Penyediaan
ruang
tunggu
khusus
yang
memungkinkan kecepatan akses antara bangunan terminal dengan pesawat udara dengan dilengkapi fasilitas telepon dan peturasan; k.
Lift khusus diterminal bandar udara yang dirancang untuk 2 (dua) tingkat atau lebih.
l.
Penyediaan peralatan pendengaran dan penglihatan yang lemah agar dapat memperoleh informasi tentang penerbangan secara jelas;
m.
Pembuatan jalan khusus dari terminal keberangkatan ke parkir pesawat/apron maupun kedatangan di bandar udara yang tidak menggunakan garbarata atau pada saat garbarata tidak berfungsi.
2.
Penunjang Data Sekunder 2.1. Air Asia adalah perusahaan penerbangan Malaysia yang dapat bersaing dengan Malaysia Airlines. Sejak tahun 2003, dibukalah
76
Thai AirAsia yang melayani rute ke Thailand, Singapura dan Indonesia. Selain Thai AirAsia, di Indonesia juga terdapat perusahaan AirAsia yaitu Indonesia AirAsia (sebelumnya bernama AWAIR) yang terbang dari Jakarta ke Balikpapan, Denpasar, Medan, Padang, Surabaya dan Batam. Air Asia adalah maskapai penerbangan berbiaya rendah yang terkemuka di Asia Tenggara yang bekerjasama di Indonesia dengan nama PT. Indonesia Air Asia. 2.2. Untuk melayani penumpang penyandang cacat di seluruh stations di mana Air Asia beroperate, Air Asia mempunyai Wheel chairs (Kursi Roda) dan di Kuala Lumpur kita mempunyai Ambulan Lift (lift ambulan). B.
Pembahasan Selama ini, kebijakan-kebijakan yang menyangkut aksesibilitas para penyandang cacat (disabled persons) di tempat-tempat pelayanan umum di kota -kota besar di Indonesia, tampaknya sebagian besar masih sebatas wacana. Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Pasal 1 (ayat 1) dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998, khususnya Pasal 1 (ayat 1) dengan tegas dinyatakan bahwa, sebagaimana warga masyarakat lainnya, penyandang cacat “ berhak mempunyai kesamaan kedudukan, hak dan kewajiban dalam berperan dan
77
berintegrasi secara total sesuai dengan kemampuannya dalam segala aspek kehidupan dan peng -hidupannya”. 36 Di dalam implementasinya, tidak banyak perencana dan pengelola pusat -pusat pelayanan umum di kota-kota besar, baik pemerintah maupun swasta, yang menyadari, betapa pentingnya menyedia-kan prasarana dan sarana aksesibilitas standar bagi para penyandang cacat fisik ini apalagi di kota-kota kecil. Ironisnya lagi, di lembaga-lembaga pendidikan mulai sekolah dasar hingga pendidikan tinggi seperti universitas, aksesibilitas bagi para penyandang cacat fisik ini juga tidak banyak memperoleh perhatian dari pihak perencana dan pengelola. Di pihak lain, sebagian besar para penyandang cacat, tampaknya belum atau kurang menyadari akan hak mereka untuk memperoleh fasilitas pelayanan yang dapat mereka akses di tempat -tempat umum, sehingga mereka mampu melaksanakan aktifitasnya sebagaimana orang normal lainnya. Selama ini para penyandang cacat fisik apalagi mental, tidak banyak menuntut, bahkan pasrah dengan kondisi mereka, meski sudah ada wadah organisasi untuk menampung aspirasi dan kepentingan mereka. Seminar on Air – PPI Tokyo Institute of Technology menyebutkan bahwa: Dengan dicanangkannya Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) 2000, para penyandang cacat akan memperoleh pelayanan yang sama dengan orang normal lainnya. Para penyandang cacat akan
36
Tim Peneliti Kementerian Sosial, Masalah Sosial di Indonesia: Kondisi dan Solusi, Penelitian Permasalahan Kesejahte-raan Sosial, Jakarta, 2004, hal. 37.
Pusat
78
mempunyai kesempatan yang sama dan sejajar dengan orang biasa yang tidak mengalami cacat fisik….37 Makna dari pernyataan tersebut di atas sesungguhnya menunjukkan, bahwa selama ini para penyandang cacat di Indonesia belum memperoleh pelayanan yang memadai serta belum memperoleh kesempatan yang sama seperti halnya orang normal lainnya di dalam melakukan aktifitas hidupnya sehari-hari. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada atau di Jepang, Korea dan Singapura, aksesbilitas bagi para penyandang cacat fisik ke pusat-pusat pelayanan umum seperti: kantor pemerintah termasuk universitas, mall, supermarket, rumah sakit, bus umum, kereta bawah tanah, escalator, tempat rekreasi, toilet umum atau telepon umum sampai kendaraan pribadi sangat diperhatikan oleh pemerintah dan pengusaha serta oleh pelaku ekonomi yang lain di negara tersebut. Masalah perencanaan disain, standar, ukuran dan kualitas prasarana dan sarana yang benar-benar aksesibel bagi para penyandang cacat dari berbagai usia di negara-negara maju, seperti disebutkan di atas itu, sudah sedemikian penting, karena pemerintah dan masyarakat memang menyadari hal ini sebagai hak azasi manusia.38 Pasal 10 Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dinyatakan bahwa (1) Kesamaan kesempatan penyandang cacat pada aspek kehidupan dan penghidupan, dilaksanakan melalui penyediaan
37
Achmad Rusdiansyah Perencanaan Rute dan Jadwal Kendaraan untuk Transportasi Bagi Penyandang Cacat, Teknik Industri ITS, Surabaya, 2005, hal. 1.
Seminar on Air, PPI Tokyo Institute of Technology, 1999 – 2000, hal. 119.
38
79
aksesibilitas, (2) Penyediaan aksesibilitas untuk menunjang penyandang cacat dapat hidup bermasyarakat, (3) Pada ayat 1 dan 2 dinyatakan penyediaan aksesibilitas oleh pemerintah beserta masyarakat secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Di dalam Undang-Undang No. 4/1997 pasal 29 juga telah tercantum tentang sanksi administrasi bagi (1) Siapapun yang tidak memberi kesempatan serta perlakuan yang sama bagi penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sebagaimana termaktub dalam Pasal 12 ayat (2) Bentuk, jenis dan tata cara pengenaan sanksi administrasi diatur melalui PP. Selain pemerintah melalui Departemen Sosial telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, yang Isinya menyerukan kesamaan kesempatan dan penyediaan aksesibilitas yang berbentuk nonfisik dan fisik. Untuk aksesibilitas fisik Departemen PU juga telah mengeluarkan Keputusan Menteri PU Nomor : 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan. Untuk lebih memaksimalkan lagi maka dikeluarkan Surat Edaran Menteri Sosial Republik Indonesia No. A/A164/VIII/2002/MS, tanggal 13 Agustus 2002 yang menyatakan agar setiap upaya penyediaan aksesibilitas yang berbentuk nonfisik dan fisik dapat dikoordinasikan pelaksanaannya, yang meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) Penyediaan fasilitas/ aksesibilitas penyandang cacat pada gedung dan sarana umum seperti yang telah dilaksanakan oleh sebagian
80
instansi/lembaga di Indonesia; (2) Pembangunan gedung baru agar disediakan aksesibilitas bagi penyandang cacat dengan memperhitungkan proses rancangbangun sesuai Kepmen PU No. 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998. Aksesbilitas penyandang cacat
terhadap transportasi khususnya
transportasi udara di jamin berdasarkan Pasal Pasal 134 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Selanjutnya dalam UU Penerbangan juga diamanatkan bahwa “Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud meliputi tersedianya personel yang khusus bertugas untuk melayani atau berkomunikasi dengan penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia; serta tersedianya informasi atau petunjuk tentang keselamatan bangunan bagi penumpang di terminal dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia,”. Berdasarkan ketentuan tersebut maka, para penyelenggara layanan jasa transportasi dapat terus meningkatkan pelayanannya sehingga hak setiap pengguna dapat terpenuhi tanpa membedakan kondisi fisik seseorang. Pentingnya memberikan perhatian dan kepedulian kepada para pengguna transportasi yang memiliki kebutuhan khusus. Peraturan perundangundangan di sektor transportasi sudah secara tegas mengatur Kewajiban Badan Usaha Penyelenggaraa Angkutan untuk menyediakan pelayanan berupa perlakuan khusus dan fasilitas khusus bagi penyandang cacat begitupula PT. Air Asia.
81
Pasal 134 ayat (1) Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : (1)
Penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga. H.K Martono dan Amad Sudiro dalam bukunya Hukum Angkutan
Udara menyatakan bahwa: Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, angkutan penyandang cacat, lanjut usia, anak–anak, dan/atau orang sakit diatur dalam Pasal 134 dan 135. Menurut Pasal 134 UURI No.1 Tahun 2009 badan usaha angkutan udara niaga wajib memberi fasilitas pelayanan khusus kepada para penyandang cacat yang menggunakan fasilitas yang di perlukan karena lumpuh, cacat kaki, dan tuna netra, lanjut usia di atas 60 tahun, anakanak di bawah usia 12 tahun, dan/atau orang sakit agar mereka juga dapat menikmati pelayanan angkutan dengan layak.39 Berdasarkan data sekunder nomor 1.2.1 tentang kewajiban pengangkut terhadap penyandang cacat, data sekunder nomor 1.3.3 mengenai kewajiban menyediakan fasilitas bagi penumpang penyandang cacat dikaitkan dengan Pasal 134 ayat (1) Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
dan pendapat H.K Martono dan Amad Sudiro, dapat
diketahui bahwa penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat merupakan suatu kewajiban. PT. AirAsia dalam hal in telah melaksanakan kewajibannya terhadap penumpang yang memiliki keterbatasan aksesbilitas dengan menyediakan fasilitas-fasilitas bagi penumpang tersebut berupa kursi roda, tempat duduk yang khusus dan ainnya.
39
H.K Martono dan Amad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009,PT. Raja Grafindo Persada, 2010, hal. 72
82
Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, penyandang cacat, diatur di dalam Pasal 134. Menurut pasal tersebut penyandang cacat dan orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus agar mereka dapat menikmati pelayanan angkutan udara dengan baik dalam pelayanan jasa angkutan udara. Perlakuan khusus bagi penyandang cacat maupun orang sakit tersebut dapat berupa pembuatan jalan khusus di bandar udara dan sarana khusus untuk naik ke atau turun dari pesawat udara atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang angkutannya mengharuskan dalam posisi tidur. Yang tergolong orang cacat dalam ketentuan tersebut misalnya penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat kaki, tuna netra, dan sebagainya. Tidak termasuk dalam pengertian orang sakit dalam ketentuan ini adalah orang yang menderita penyakit menular sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan penyadang cacat dan orang sakit diatur dalam peraturan pemerintah. Pasal 134 ayat (2) Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : Pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. Pemberian prioritas tambahan tempat duduk; b. Penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara; c. Penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara; d. Sarana bantu bagi orang sakit; e. Penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara;
83
f.
g.
Tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit; dan Tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit.
H.K Martono dan Amad Sudiro dalam bukunya Hukum Angkutan Udara menyatakan bahwa: Menurut UURI No.1 Tahun 2009, fasilitas pelayanan khusus tersebut paling sedikit meliputi pemberian prioritas tambahan tempat duduk, penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara, penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di dalam pesawat udara, sarana bantu bagi orang sakit, penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di dalam pesawat udara, tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak, dan/atau orang sakit dan tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia, dan orang sakit. Menurut Pasal 134 UURI No.1 Tahun 2009, semua pemberian pelayanan khusus tersebut tidak dipungut biaya tambahan, namun demikian badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dapat menetapkan biaya tambahan dalam hal orang sakit membutuhkan tempat duduk (seat) tambahan selama penerbangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan.40 Berdasarkan data sekunder nomor 1.3.2 tentang Fasilitas dan pelayanan khusus, 1.4.2 tentang kemudahan Fasilitas dan pelayanan khusus, dan data penunjang sekunder nomor 2.2 tentang Fasilitas dan pelayanan khusus yang disediakan AirAsia dikaitkan dengan Pasal 134 ayat (2) Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan pendapat H.K Martono dan Amad Sudiro, dapat diketahui bahwa, penyelenggara maskapai penerbangan wajib menyediakan fasilitas bagi penumpang
40
Ibid., hal. 73
84
penyandang cacat. Fasilitas khusus tersebut dapat berupa penyediaan jalan khusus di bandar udara dan sarana khusus untuk naik ke atau turun dari pesawat udara, atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang angkutannya mengharuskan dalam posisi tidur. Pemberian pelayanan fasilitas khusus bagi penumpang yang menyandang cacat atau orang sakit dimaksudkan agar mereka juga dapat menikmati pelayanan angkutan dengan layak. Semua pemberian pelayanan khusus tersebut tidak dipungut biaya tambahan, namun demikian badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dapat menetapkan biaya tambahan dalam hal orang sakit membutuhkan tempat duduk (seat) tambahan selama penerbangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan. Kewajiban
bagi
penyelenggara
pengangkutan
udara
terhadap
penumpang penyandang cacat yang telah dilaksanakan PT Air Asia antara lain : 1.
Fasilitas kemudahan naik turun dari dan atau ke pesawat udara dengan menggunakan ambu lift dan menempatkan pramugari yang siap menolong penumpang;
2.
Penyediaan tempat untuk kursi roda di dalam pesawat Air Asia dan tempat yang memberi kemudahan apabila terjadi keadaan darurat;
3.
Sarana bantu bagi penyandang cacat dan orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur;
85
4.
Pemberian prioritas tambahan tempat duduk serta prioritas tempat duduk yang diatur khusus;
5.
Pemberian prioritas utama dalam pelayanan perjalanan di pesawat Air Asia;
6.
Tersedianya personil yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat dan orang sakit; Penyediaan prasarana juga harus dilakukan oleh maskapai dalam
memenuhi kewajiban penyediaan fasilitas bagi penumpang penyandang cacat, antara lain: 1.
Kemudahan bagi pengguna kursi roda dan alat bantu lainnya bagi penyandang cacat dan orang sakit untuk memanfaatkan berbagai fasilitas di bandar udara;
2.
Penyediaan lapangan parkir kendaraan cacat dan orang sakit yang memungkinkan kecepatan akses antara lapangan parkir kendaraan dengan bangunan terminal bandar udara;
3.
Penyediaan ruang tunggu khusus yang memungkinkan kecepatan akses antara bangunan terminal dengan pesawat udara dengan dilengkapi fasilitas telepon dan peturasan;
4.
Lift khusus diterminal bandar udara yang dirancang untuk 2 (dua) tingkat atau lebih.
5.
Penyediaan peralatan pendengaran dan penglihatan yang lemah agar dapat memperoleh informasi tentang penerbangan secara jelas;
86
6.
Pembuatan jalan khusus dari terminal keberangkatan ke parkir pesawat/apron maupun kedatangan di bandar udara yang tidak menggunakan garbaratan atau pada saat garbarat tidak berfungsi. Secara khusus penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat di PT Air
Asia di seluruh stations di mana Air Asia beroperasi, menyediakan Wheel chairs (Kursi Roda) dan di Kuala Lumpur menyediakan Ambu Lift (lift untuk ambulan). Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa, PT AirAsia sudah memberikan fasilitas sarana dan prasarana bagi penumpang penyandang cacat. PT. AirAsia juga memberikan fasilitas kemudahan naik turun
dari
dan
atau
ke
pesawat
udara,
dalam
hal
ini
PT
AirAsiamenyediakan pramugari yang siap membantupenumpang untuk naik dan turun kepesawat udara. PT AirAsia juga menyediakan tempat untuk kursi roda di dalam pesawat udara dan tempat yang memberi kemudahan apabila terjadi keadaan darurat. Dengan pelayanan dan kursi yang nyaman penyandang cacat dan orang sakit, kursi penumpang maskapai dapat diubah bentuk sesuai keinginan, artinya dalam keadaan lelah atau istirahat kursi penumpang dapat dijadikan temat tidur. PT AirAsia juga memberikan prioritas tambahan tempat duduk apabila diperlukan di dalam pesawat. Dikaji dari segi asas hukum lahirnya Undang-Undang baru tentunya harus diikuti pula oleh penyesuaian-penyesuaian peraturan perundangundangan sesuai asas dengan hierarki tata peraturan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan oleh Hans Kelsen bahwa :
87
Hubungan antara norma yang mengatur pembuatan norma lain dan norma lain tersebut dapat disebut sebagai hubungan super dan sub-ordinasi dalam konteks spasial. Norma yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang dibuat adalah inferior. Tata hukum, khususnya sebagai personifikasi negara bukan merupakan sistem norma yang dikordinasikan satu dengan lainnya, tetapi suatu hirarki dari normanorma yang memiliki level berbeda. Kesatuan norma ini disusun oleh fakta bahwa pembuatan norma, yang lebih rendah, ditentukan oleh norma lain, yang lebih tinggi. Setidaknya ada beberapa sas dalam pembuatan norma sebagai berikut : 1. Asas legalitas Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif); peraturan perundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi setelah peraturan perundangundangan itu lahir. Namun demikian, mengabaikan asas ini dimungkinkan terjadi dalam rangka untuk memenuhi keadilan masyarakat. 2. Asas lex superior derogat legi inferior Asas kepatuhan pada hirarkhi (lex superior derogat lex inferior); peraturan perundang-undangan yang ada di jenjang yang lebih rendah tidak boleh bertentangnn dengan peraturan perundang-undangan yang berada pada jenjang lebih tinggi. Dan seterusnya sesuai dengan hirarkhi norma dan peraturan perundang-undangan. 3. Asas lex specialis derogat legi generalis Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generalis). 4. Asas lex posteri Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogate lex periori); dalam setiap peraturan perundang-undangan biasanya terdapat klausul yang menegaskan keberlakuan peraturan perundang-undangan tersebut dan menyatakan peraturan perundangundangan sejenis yang sebelumnya digunakan, kecuali terhadap pengaturan yang tidak bertentangnn.41
41
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Penerbit Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 109.
88
Asas lex posteriori derogate lex periori menekankan bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terdahulu. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya peraturan baru maka akan meniadakan peraturan yang lama. Biasanya dalam setiap peraturan perundang-undangan terdapat klausul yang menegaskan keberlakuan peraturan perundang-undangan tersebut dan menyatakan peraturan perundang-undangan sejenis yang sebelumnya digunakan, kecuali terhadap pengaturan yang tidak bertentangnn. Pasal 464 Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa : Pada saat Undang-Undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Pasal tersebut menyatakan bahwa, apabila ada peraturan perundangundangan yang sudah berlaku sejak lama dan tidak bertentangan maka peraturan perundang-undangan yang lama masih tetap berlaku. Walaupun Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana Perhubungan tidak bertentangan dengan Undang-Undang No.1 Tahun
2009
tentang
Penerbangan,
sebaiknya
Keputusan
Menteri
Perhubungan tersebut perlu diperbarui dengan berdasarkan Undang – Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, karena Keputusan
89
Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana Perhubungan itu masih mendasarkan pada Undang – Undang yang lama, yaitu Undang – Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Berdasarkan keseluruhan uraian di atas dapat diketahui secara khusus penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat di PT Air Asia di seluruh stations di mana Air Asia beroperasi, menyediakan Wheel chairs (kursi roda) dan di Kuala Lumpur menyediakan Ambu Lift. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa, PT Air Asia sudah menerapkan Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan khususnya Pasal 134 mengenai pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat dengan baik.
90
BAB V PENUTUP
A.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV maka dapat disimpulkan bahwa, secara khusus penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat di PT Air Asia di seluruh stations di mana AirAsia beroperasi, menyediakan Wheel chairs (kursi roda) dan di Kuala Lumpur menyediakan Ambu Lift. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diketahui bahwa, PT AirAsia sudah menerapkan Undang-Undang 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan khususnya Pasal 134 mengenai pelayanan terhadap penumpang penyandang cacat dengan baik. Penerapan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit masih mendasarkan pada Undang – Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.
B.
Saran Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit Pada Sarana Dan Prasarana
Perhubungan
merupakan
peraturan
perundang-undangan
berdasarkan Undang – Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Maka seyogyanya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Dan Orang Sakit diganti berdasarkan Undang – Undang yang baru, yaitu : Undang – Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
91
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Literatur: Aji, Sution Usman, Joko Prakosa, dan Hari Pramono. 1990. Pengangkutan di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. Hadisoeprapto, Hartono dkk. 1987. Pengangkutan Udara. UII Press. Yogyakarta.
Dengan
Pesawat
Ibrahim, Jhonny. 2007. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. Cetakan Ketiga. Banyumedia Publishing. Malang. Kamaluddin, Rustian. 2003. Ekonomi Transportasi:Karekteristik. Teori Dan Kebijakan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Miro, Fidel. 1997. Sistem Transpotasi Kota. Bandung.
Transito. Poernomosidhi.
Muazzin. 2001. Tanggung Jawab Pangangkut Udara Terhadap Kerugian Penumpang dan Pihak Ketiga di Permukaan Bumi. (Banda Aceh : Jurnal Kanun No. 29 Edisi Agustus). Muhammad, Abdulkadir. 1998. Hukum Pengangkutan Niaga. Penerbit Citra Aditya Bhakti. Bandung. ------------------------. 2007. Arti Penting Dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga Di Indonesia. Dalam Perspektif Hukum Bisnis Di Era Globalisasi Ekonomi. Penerbit Genta Press. Yogyakarta. Ningrum, Lestari. 2004. Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis. Citra Aditya Bakti. Bandung. Purwosutjipto. 2003. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid III Hukum Pengangkutan. Djambatan. Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Soekardono. 1986. Hukum Dagang Indonesia Jilid II. Jakarta. CV. Rajawali. Suherman, E. 1984. Wilayah Udara Dan Wilayah Dirgantara. Penerbit Alumni. Bandung.
92
Sumber Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara Sumber Lainya: NN. Perkembangan Transportasi Udara. http://www.dephub.go.id. diakses pada tanggal 1 Januari 2012. Syalaby Ichsan. Kamis. 08 Desember 2011 16:41 WIB. Abaikan Hak Penyandang Cacat. Lion Air Harus Minta Maaf dan Bayar Ganti Rugi. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/12/08/lvvpkjabaikan-hak-penyandang-cacat-lion-air-harus-minta-maaf-dan-bayar-gantirugi. diakses pada tanggal 4 Januari 2012.
AirAsia's Terms & conditions of carriage Article 1 Definitions 1.1
Meanings: In these Terms & Conditions, these particular expressions have the following meanings: "Baggage" or "baggage" means your personal property accompanying you in connection with your trip. Unless otherwise specified, it includes both your Checked and Unchecked Baggage; "Baggage Check" means a document issued to Passenger by us as a receipt for Checked Baggage and which relate to the carriage of Checked Baggage and includes the Baggage Identification Tag. "Baggage Identification Tag" means a document issued by us solely for identification of Checked Baggage. "Checked Baggage" means baggage of which we take custody and for which we have issued a Baggage Identification Tag; it is also sometimes referred to as "registered baggage". "Conditions of Contract" means those statements contained in or delivered with the Itinerary, identified as such and which incorporate by reference, these Terms & Conditions and notices available at our offices and check-in counters. "Connecting Time" means a time between the arrival of one flight to the departure of another flight for FLY-THRU flights which shall not be less than ninety (90) minutes and not more than six (6) hours apart. We reserve the right to revise the Connecting Time without prior advise due to airport restrictions imposed upon us by the airport operator and/or operational requirements. "Damage" includes death, bodily injury to a passenger, delay, loss, partial loss or other damage, arising out of or in connection with carriage or other services incidental thereto performed by us. "Electronic Coupon" means an electronic flight coupon or other value document held in our database. "Electronic Ticket" means the Itinerary issued by us or on our behalf, the Electronic Coupon and if applicable, a boarding document. "Flight Coupon" means that portion of the Ticket that bears the notation "good for passage" or in the case of an Electronic Ticket, the Electronic Coupon, and indicates the particular places between which you are entitled to be carried. "FLY-THRU" means flight transfer services for flights purchased under a single Itinerary wherein the arrival of the first flight and the departure of the subsequent flight is within the Connecting Time. "Itinerary" or “Travel Itinerary” means the document we issue to Passenger that includes the Passenger's name, flight information, booking number, Conditions of Contract and notices. "Passenger"," you", "your" and "yourself" means any person, except members of the crew, carried or to be carried in an aircraft with our consent. "Route" means the flight from the airport at the point of origin to the airport at the point of destination. "Seat" means a seat in our aircraft. "Tariff" means our fares and charges published electronically or on paper. "Ticket" means the Itinerary and includes the Electronic Ticket and Electronic Coupon issued by us or on our behalf and including the Conditions of Contract and notices contained in it. "Terms & Conditions" means these Terms and Conditions of Carriage. "Unchecked Baggage", means any baggage other than Checked Baggage including all items brought by you into the aircraft cabin. "We", "our", "ourselves","us" and "Carrier" means PT Indonesia AirAsia "Website" means the internet site www.airasia.com provided by us for the purpose of Passengers making online bookings and to access information about us.
1.2
Captions: The title or caption of each Article of these Terms & Conditions is for convenience only and is not to be used for interpretation of the text.
Article 2 Applicability 2.1
General: These Terms & Conditions apply to the carriage by air or by other means of transportation including surface transportation of Passengers and Baggage performed by us or on our behalf and to any liability we may have in relation to that carriage and transportation.
2.2
Terms & Conditions Prevail: Except as provided in these Terms & Conditions, in the event of inconsistency between these Terms & Conditions and our Conditions of Contract or any other regulations we may have dealing with particular subjects, these Terms & Conditions shall prevail.
2.3
Language: The language of these Terms & Conditions is English and even though there may be translations of these Terms & Conditions in other languages, English shall be the sole language used in the interpretation of these Terms & Conditions.
Article 3 Tickets / Itinerary 3.1
Prima Facie Evidence Of Contract: The Itinerary is prima facie evidence of the contract for carriage between passenger and us. The Itinerary, these Terms & Conditions and our Conditions of Contract (including applicable Tariffs) together constitute the terms and conditions of the contract of carriage between you and us.
3.2
Transferability: The contract for carriage is only transferable as provided in these Terms & Conditions and our Conditions of Contract.
3.3
Validity: The Itinerary is only valid for the Passenger named and the flight specified therein.
3.4
Identity: We will provide carriage only to the Passenger named in the Itinerary or Electronic Ticket. You will be required to produce appropriate identification at check-in.
Article 4 Fares 4.1
General: Fares apply only to carriage from the airport at the point of origin to the airport at the point of destination. Fares exclude ground transport services between airports and between airports and town terminals unless otherwise specifically stated by us. We are strictly a point-to-point carrier and shall not be responsible to you for any connecting flights. We shall not be liable to you for your failure to meet any connecting flights. If you have purchased our FLY-THRU product, the relevant terms governing FLY-THRU in these Terms and Conditions shall apply. If you have purchased a FLY-THRU involving more than one participating airline, you shall be subject to the Terms & Conditions of Carriage of each respective airline.
4.2
Infants: The fees for infants under the age of two (2) years (on the date of travel) but above eight (8) days old are provided for in the Fee Schedule . An infant may travel provided he sits on an adult's lap. Only one (1) infant is allowed for one (1) adult. No perambulators are allowed on board the aircraft.
4.3
Government Taxes, Charges and Insurance Surcharge: Any government taxes, charges or insurance surcharge imposed on air travel by the Government, relevant authority or the airport operator in respect of your use of any of our services or facilities will be in addition to our fares, administration fees and charges and shall be borne by you, unless otherwise specifically stated by us. Such government taxes, charges and insurance surcharge imposed on air travel may change from time to time and can be imposed even after the date that your booking has been confirmed. You shall nevertheless bear such government taxes, charges or insurance surcharge as and when they fall due prior to departure. Please refer to our
Fee Schedule for amounts on taxes, charges and Insurance Surcharge.
4.4
Currency: Fares and charges are payable in the currency prescribed with our published fares unless otherwise specifically stated by us.
4.5
Accuracy: All fares, prices, flight schedules, routes published, prebooked products and services are correct at the time of publication and are subject to change at any time and from time to time without prior notice.
4.6
Applicable Fares: Applicable fares are those published by us or on our behalf, whether electronically or by way of other medium. Fares may exclude administration fees, service charges and other charges unless otherwise specifically stated by us.
Article 5 Booking of Seats 5.1
Confirmation of Booking: The booking of a Seat is confirmed after full payment of the fare is made and after we issue you a booking number and/or the Itinerary. Once confirmed, the booking cannot be cancelled and payments made are not refundable.
5.2
Group Bookings: These are governed by specific terms that vary from time to time. Please contact us for further details.
5.3
Flight Change: Once a booking number has been issued, flight changes are subject to the following terms: Inside of forty-eight (48) hours prior to the scheduled flight departure time, no changes are allowed. The charges for flight change outside of forty-eight (48) hours prior to the scheduled flight departure time are provided for in the
Fee Schedule , subject to the following conditions: a. b. c. d.
if a lower fare is available, the difference in fares will not be refunded to the passenger; if the new flight booked is in a higher fare class than that of the cancelled booked flight, the difference in fares shall be paid by the passenger before the cancellation or change can be made; the change is not confirmed until we issue you a new Itinerary and/or booking number. changes on route(s) are not allowed.
5.4
Promotional Fares: Article 5.3 regarding Flight Change rules and Article 5.5 regarding Name Change do not apply to certain selected promotional fares.
5.5
Name Change: Once a booking number has been issued, you are allowed to substitute the passenger named in the confirmed booking with another passenger name subject to a payment of a charge as provided for in the Fee Schedule and the following terms: the request is made outside of six (6) hours prior to the scheduled flight departure time; the original as well as the substituted passengers' identities are authenticated. the first sector is not utilized by the original guest and/or for single sectors the original guest has not checked in for the flight
5.6
Payment: Fares must be paid in full when a booking is made. In the event that the fare has not been paid in full for any reason whatsoever, we reserve the right to cancel the booking prior to check-in and/or to disallow you to board the aircraft.
5.7
Personal Data: You hereby acknowledge and agree that your personal data has been given to us for the purposes of making bookings for carriage and providing you with confirmation of that booking, providing and developing ancillary services and facilities, facilitating immigration and entry procedures, accounting, billing and auditing, checking credit or other payment cards, security, administrative and legal purposes, credit card issuance, systems testing, maintenance and development, statistical analysis, and helping us in any future dealings with you. For these purposes, by entering into a contract of carriage with us you authorize us to retain and use your personal data and to transmit it to our own offices, authorized agents and third party business associates, government agencies, other carriers or the providers of the services mentioned above.
5.8
Seating: We do not guarantee to provide any particular seat in the aircraft and you agree to accept any seat that may be allotted or is otherwise made available on the flight. You will be allocated a seat upon check-in. We reserve the right to re-assign seats at any time, including after boarding of the aircraft. This may be necessary for operational, safety, government regulatory, health or security reasons.
5.8.1
Advance seat request (ASR) : Subject to availability you may pay a fee for an advance seat request (ASR) at the time of reservation or up to 24 hours prior to the scheduled time of departure for an advance seat assignment. Please refer to ourfee schedulefor the fee for an ASR. Where an ASR is purchased, we reserve our right to assign or reassign seats at any time, even after boarding of the aircraft. This may be necessary for operational, safety or security reasons. We do not guarantee any specific seat reassignments, whether for an aisle, window, exit row, or other type of seat. We will, however, make reasonable efforts to honour paid seat assignments.
5.8.2
If at any time after successfully purchasing an ASR and our schedules are changed, terminated, delayed or merged due to circumstances which we reasonably consider to be beyond our control or for commercial reasons or reasons of safety, we shall at our option, either: a. b. c.
carry you on the same ASR on the next available flight; or carry you on an ASR of equivalent value on the next available flight; or carry you on any randomly assigned seat on the next available flight whereby we will then refund you the ASR payment.
The options outlined in this Article 5.8.2 are the sole and exclusive remedies available to you and we shall have no further liability to you. 5.9.1
In-flight products: The provision of in-flight products, services or advertised programmes is subject to availability. In-flight products or services are non-refundable and non-transferable once purchased. We do not accept any bookings or changes to in-flight products or services within 48 hours from the scheduled flight departure time. We reserves the right, without prior notice, to amend/change the prices or substitute any component for in-flight products or services.The boarding pass is proof of purchase of your pre-booked in-flight products or services and must be presented to the cabin crew onboard to redeem the pre-booked in-flight products or services. All prices and/or savings quoted for your in-flight prebooked products or services are correct at the time of booking.
5.9.2
Meals: Meal selections are subject to variation from time to time. Food may contain nuts, dairy and/or gluten. We do not accept any bookings or changes to your meal selections within 48 hours from the scheduled flight departure
time. We reserves the right, without prior notice, to amend/change the prices for prebooked meals, substitute any component of the pre-booked meal with an item of similar value subject to availability and/or aircraft suitability. The boarding pass is proof of purchase of your pre-booked meal and must be presented to the cabin crew onboard to redeem your pre-booked meal. All prices and/or savings quoted from your prebooked meals are correct at the time of booking.
Article 6 Check-in and Other Requirements of Carriage 6.1.1
Check-In, Deadlines and Conditions: Our check-in counters are open two (2) hours before the scheduled flight departure time. The counters close forty-five (45) minutes before the scheduled flight departure time*. Check-in deadlines may vary at different airports and for particular flights. It is your responsibility to ensure that you comply with these deadlines particulars of which will be available at the time you make your booking. In any event, without derogating from the generality of other provisions of these Terms & Conditions governing the right of refusal of carriage, we reserve the right not to allow you to check in without any liability to you and without having to refund to you any fare paid: a. b. c. d. e. f. g. h.
if you attempt to check in inside forty-five (45) minutes* before your scheduled flight departure time; if you fail to have proper identification or fail to identify yourself to our staff; if you fail to have the proper documents, permits, visa, necessary for travel to a particular place or country; if you have not fully paid any fare or other fees or charges due to us; if you have been violent to our staff or caused disturbance at our counter or have abused our staff whether physically or verbally; if the Government or other authorities prohibits your checking in or boarding the aircraft; if in our judgment, you are not fit to travel due to drunkenness or any obvious adverse medical condition; and/or if in our judgment, you are not medically fit to travel or your medical condition poses or could pose a danger or threat to the health of other passengers.
* For AirAsia flights to and from Australia our check-in counters will open 3 hours and close 60 minutes prior to the scheduled flight departure time. 6.1.2
Self Check-in:We offer a self check-in facility for selected flights. The facility is subject to specific requirements which may be viewed on our website under Self Check-in.
6.1.3
Unavailability of Seat: There is a chance a seat may not be available for you on your flight even if your booking is confirmed. This is due to the common practice in the airline industry of overbooking. In the event of such unavailability of seat, we shall at our option, either: a. carry you at the earliest opportunity on another of our scheduled services on which space is available without additional charge and, where necessary, extend the validity of your booking; or b. should you choose to travel at another time, retain the value of your fare in a credit account for your future travel provided that you must re-book within three (3) months therefrom.
6.1.4
Sole remedies: The options outlined in Article 6.1.3 (a) to (b) are the sole and exclusive remedies available to you and we shall have no further liability to you.
6.2.1
Boarding: You must be at the boarding gate at least forty (40) minutes before the scheduled flight departure time.
6.2.2
Passengers who have purchased a Hot Seat under our ASR service will be given priority queuing from the general boarding which will allow them to proceed to the aircraft first. Once general boarding has commenced, passengers who have purchased our Hot Seat shall join the general boarding queue.
6.3
No-show: If you fail to check in on time or fail to board the aircraft by the time the aircraft departs, the fare you paid will not be refunded to you for any reason whatsoever.
6.4
Compliance: You are solely responsible for complying with all laws, regulations, orders, demands and requirements of countries flown from, into or over and with our Terms & Conditions, notices and instructions given by us relating thereto. We shall not be liable in any way whatsoever to you in connection with obtaining necessary documents or complying with such laws, regulations, orders, demands, notices, requirements or instructions, whether given orally or in writing or otherwise, or for the consequences to you resulting from your failure to obtain such documents or to comply with such laws, regulations, orders, demands, notices, requirements or instructions.
6.5
Travel Documents: You are responsible for obtaining and must possess and have available for presentation as required by the relevant authorities all entry and exit, health and other documents required by law, regulations, order, demands or requirements of the countries flown from, into or over. We reserve the right to refuse carriage to any Passenger who has not complied with, or whose documents do not appear to comply with, such applicable
laws, regulations, orders, demands or requirements. 6.6
Documents Advisory Domestic Routes: Adults are required to produce their original identity cards* or passports for all domestic flights. Copies of children’s birth certificates or identity cards** are required before they are allowed to board. Malaysian children traveling to Sabah or Sarawak: Children under the age of 12 are allowed to board by producing either original or photocopies of their birth certificates or identity cards. Children, aged 12 and above shall be required to produce their original birth certificates or identity cards. International Routes: All passengers traveling on international routes must possess valid passports with at least six(6) months’ validity and the applicable valid visas. Such passengers shall posses a return on an onward journey ticket. If you have purchased our FLY-THRU product, you are responsible for ensuring you meet the entry requirements of your final destination. *Identity cards are valid identification only in their countries of issuance. ** The following shall qualify as identity cards for children: Mykid for Malaysia, Thai national ID card for Thailand and the Kartu Keluarga for Indonesia. ***The production of an original passport qualifies as valid identification under this article.
6.7
Refusal of Entry: You agree to pay the applicable fare and/or penalties or fines whenever we, on order of any Government or immigration authority, are required to return you to your point of origin or elsewhere, owing to your inadmissibility into a country, whether of transit or destination. In such circumstances we will not refund the fare to you.
6.8
Passenger Responsible for Fines, Detention Costs, etc.: If we are required to pay or deposit any fine or penalty or to incur any expenditure by reason of your failure to comply with laws, regulations, orders, demands or other travel requirements of the countries flown from, into or over or to produce the required documents, you shall on demand reimburse to us any amount so paid or expenditure so incurred or to be paid. We may apply towards such payment or expenditure the value of any carriage unused by you, or any funds due to you in our possession.
6.9
Security Inspections: You shall submit to any security or health checks by Government or airport officials or by us.
Article 7 Refusal and Limitation of Carriage 7.1
Right to refuse carriage: We may refuse carriage of you or your baggage for reasons of safety or if, in the exercise of our reasonable discretion, we determine that: a.
such action is necessary for reasons of safety or security; such action is necessary in order to comply with any applicable laws, regulations or orders of any state or country to be flown from, into or over; c. your conduct, status, age or mental or physical condition or the physical condition of your baggage is such: (i) as to cause reasonable fear of harm, to other passengers or to our crew; or (ii) that you may pose a hazard or risk to yourself, other persons or to property; d. you have committed misconduct on a previous flight and there is a reasonable likelihood that such conduct may be repeated; e. you have not observed, or are likely to fail to observe, our instructions; f. you have refused to submit to a security check; g. the applicable fare or any charges or taxes payable have not been paid; h. the payment of your fare is fraudulent; i. you do not have the proper documents for travel; j. the booking of our Seat has been done fraudulently or unlawfully or has been purchased from a person not authorized by us; k. the credit card by which you paid for the fare has been reported lost or stolen; l. the Itinerary or booking or Electronic Ticket is counterfeit or fraudulently obtained; m. the Itinerary has been altered by anyone other than us or our authorized agent, or has been mutilated (in which case we reserve the right to retain such documentation); and/or n. the person checking in or boarding cannot prove that he is the person named as the passenger on the Itinerary (we reserve the right to retain such Itinerary in this circumstance). b.
7.2
Unaccompanied Child: Children below age 12 will not be accepted for carriage unless they are accompanied by a person of at least 18 years of age.
7.3
Passengers with reduced mobility/medical condition: For safety reasons AirAsia can carry only a maximum of 4 passengers per flight who have reduced mobility* provided that quadriplegic passengers are limited to not more than 2 per flight. Under certain circumstances we may require the passenger to travel with a companion. Please refer to 7.3.1 (Travel with a Companion). * “reduced mobility” refers to paraplegic or quadriplegic passengers. Passengers with illnesses or a medical condition are required to produce a medical certificate at check in confirming that they are fit to fly. For the safety of other passengers we reserve the right to deny boarding passengers suffering from infectious, contagious or chronic diseases. Passengers with specific requirements requiring special assistance and passengers with illnesses are requested to contact our call centre at least 48 hours before the scheduled flight departure date to make a prior arrangement with us for the type of special assistance required. Failure to notify us will result in the service being unavailable upon your arrival at the airport and you being refused carriage. For health and safety reasons passengers with specific requirements must check-in at the airport.
7.3.1
Travel with a companion: We may require that you travel with a companion if:1. 2. 3.
it is essential for safety; or the passenger is unable to assist in his own evacuation from the aircraft; or the passenger is unable to understand safety instructions.
7.3.2
Seating: We will make reasonable seating accommodations for Passengers with specific requirements in accordance with applicable laws. We reserve the right to re-assign seats at any time, including after boarding of the aircraft. This may be necessary for operational, safety, government regulatory, health or security reasons
7.4
Pregnant Passengers: It is the duty of pregnant passengers to advise us of the progress of their pregnancy at the point of booking of Seat and at the check-in counter. Our carriage of pregnant passengers are subject to the following conditions: a. Pregnancy up to 27 weeks (inclusive): Guest must sign AirAsia/AirAsia X Limited Liability Statement at the time of check-in to absolve AirAsia/Airasia X against any liabilities arising there from. b. Pregnancy between 28 weeks to 34 weeks (inclusive): 1. Submission of an approved doctor's medical certificate required.Doctor's medical certificate confirming the number of weeks of pregnancy and that she is fit to travel which certificate shall be dated not more than thirty (30) days from either the scheduled outbound or the scheduled inbound flight departure date as the case may be . 2. Guest must sign AirAsia/AirAsia X Limited Liability Statement at the tine if check-in to absolve AirAsia/AirAsia X against an liabilities arising there from. c. Pregnancy 35 weeks and above: carriage not permitted on AirAsia/AirAsia X.
7.5
Infants less than 8 days-old: We reserve the right not to carry infants less than eight (8) days-old. We may in our absolute discretion decide to carry such infants on our flights when such carriage is expressly sanctioned in writing by a medical practitioner and when the parent of the infant signs a Limited Liability Statement.
Article 8 Baggage 8.1
Items Unacceptable as Baggage or to be Carried Inside Baggage: We reserve the right to refuse carriage of such baggage or such items found in baggage as follows: a. Items which are not properly packed in suitcases or other suitable containers in order to ensure safe carriage with ordinary care and handling; b. Items which are likely to endanger the aircraft or persons or property on board the aircraft, such as those specified in the Dangerous Goods Regulations of the International Civil Aviation Organization (ICAO) and the International Air Transport Association (IATA) and in our Terms & Conditions and Conditions of Contract. c. Items the carriage of which are prohibited by the applicable laws, regulations or orders of any state or country to be flown from, to or over; d. Items which in our reasonable opinion are unsuitable for carriage by reason of their weight, shape, size or character; e. Fragile or perishable items; f. Live or dead animals;
g. h.
Human or animal remains; Fresh or frozen seafood or other meats provided that such items may be carried on board as hand luggage only if we are satisfied that they have been properly packed. Strictly only styrofoam and/or cooler boxes that contain dry food/non-perishables are allowed to be checked-in after inspection of contents by relevant authorities. Should passengers refuse inspection, we have the right to reject admission of luggage; i. Firearms and ammunition; j. Explosives, flammable or non-inflammable gas (such as aerosol paints, butane gas, lighter refills) refrigerated gas (such as filled aqualung cylinders, liquid nitrogen), flammable liquids (such as paints, thinners, solvents) flammable solids (such as matches, fire lighters), organic peroxides (such as resins), poisons, infective substances (such as viruses, bacteria), radioactive material (such as radium) corrosive materials (such as acid, alkali, mercury, thermometers), magnetic substances, oxidizing materials (such as bleaches). k. Weapons such as antique firearms, swords, knives and similar items provided that such items may be allowed as checked baggage at our absolute discretion for very special reasons. These cannot be carried into the aircraft for any reason whatsoever. 8.2
Valuable and Fragile Goods: Passengers are strongly advised not to check in such items as baggage. If they are checked in as baggage, passengers agree they send for carriage of such items at their own risk. Such items include money, jewellery, precious metals, silverware, electronic devices, computers, cameras, video equipment, negotiable papers, securities or other valuables, passports and other identification documents, title deeds, artifacts, manuscripts and the like.
8.3
Right to Search: For reasons of safety and security, we may require you to undergo a search, x-ray or other type of scan on your person or your Baggage. We reserve the right to search your Baggage in your absence if you are not available, for the purpose of determining whether you are in possession of or whether your Baggage contains any unacceptable or prohibited items. If you refuse to comply with such searches or scans we reserve the right to refuse carriage of you and your Baggage without refund of fare to you and without any other liability to you. In the event that a search or scan causes injury to you or damage to your Baggage, we shall not be liable for such injury or damage unless the same is due to our fault or negligence.
8.4
Checked Baggage: Upon delivery to us of Baggage to be checked, we shall take custody thereof and issue a Baggage Identification Tag for each piece of Checked Baggage. Checked Baggage must have your name or other personal identification affixed securely to it. Checked Baggage will be carried on the same aircraft as you unless we decide for safety, security or operational reasons to carry it on an alternative flight. If your Checked Baggage is carried on a subsequent flight we will deliver same to you within a reasonable time of arrival of that flight unless applicable law requires you to be present for customs clearance.
8.5
Checked Baggage: A baggage fee is charged for the carriage of Checked Baggage, which will be charged at a discounted rate if purchased at time of booking or up to 4 hours prior to the scheduled time of departure or at a full rate at the Airport Check-in counters. A minimum of 15kg of Checked Baggage may be purchased at first instance and then in increments of 5kg. Any passenger checking in baggage which exceeds 15kgs or the amount purchased at time of booking will be charged on a per kg basis at the Airport Check-in counters. Please refer to our fee schedule for details on all rates. The fee is non-refundable and non-transferable. Baby buggies, manual wheelchairs, mobility devices and walking frames are carried free of charge. There is no baggage allowance for infants, although a pram/buggy will be carried free of charge. Passengers may not use the unused Checked Baggage of other passengers unless travelling on the same Itinerary. Passenger booked in the same itinerary and does not travel may not transfer their unused Checked Baggage weight to the other passenger(s) in the same Itinerary. For health and safety reasons the Carrier will not accept any individual item exceeding 32 kg and with combined dimensions of more than 81cm height, 119cm wide and 119cm depth. This weight limit does not apply to mobility equipment. Sporting equipment may be carried in the hold of the aircraft upon payment of the fee set out in the fee schedule and at your own risk. You are therefore, advised to purchase the necessary insurance for such items. Musical instrument which exceed our cabin baggage dimensions provided it is within 75kg may be carried in the cabin if a seat for it has been purchased and the appropriate fare paid. There is no baggage allowance associated with the purchase of an extra seat
8.5.1
FLY-THRU: 1. 2.
We will take all reasonable measures necessary to avoid delay in carrying you and your baggage. Excess baggage and/or any other relevant fees payable must be paid for both sectors at the point of
origin. 8.6
Unchecked Baggage: Passengers (except infants) are allowed the following baggage: Only one (1) item of baggage is allowed to be carried on board provided that it does not exceed the dimensions of 56cm X 36cm X 23cm and provided that it does not weigh more than 7kg. Such baggage must fit under the seat in front of you or in an enclosed storage compartment in the cabin. Items determined by us to be of excessive weight or size or of an offensive nature will not be permitted on board. Subject to the prevalent applicable local laws and regulations passengers may take liquids on board in their hand luggage provided they meet the following restrictions: 1. 2.
The liquid is in a container with a maximum volume of 100ml That all liquid containers meeting the maximum volume of 100ml each can be fitted comfortably into a transparent, re-sealable 1 litre plastic bag
The plastic bag should be presented separately at security. You may be required to dispose of liquids which do not meet the above requirements. 8.7
Collection and Delivery of Baggage: You shall collect your Baggage as soon as it is available for collection at places of destination. If you do not collect it within a reasonable time and the baggage needs to be stored at our premises, we may charge a storage fee. If Checked Baggage is not claimed within two (2) months of the time it was made available to you, we may dispose of it without any liability to you. Only the bearer of the Baggage Identification Tag delivered to the Passenger at the time the Baggage was checked, is entitled to delivery of Baggage. If a person claiming the Baggage is unable to produce a Baggage Identification Tag for identification of the Baggage, we will deliver the Baggage to such person only on condition that he has established to our satisfaction his right thereto, and if required by us, such person shall furnish adequate security to indemnify us for any loss, damage or expense which may be incurred by us as a result of such delivery. Acceptance of Baggage by the bearer of the Baggage Identification Tag without complaint at the time of delivery is prima facie evidence that the Baggage has been delivered in good condition and in accordance with the contract of carriage between us.
Article 9 Schedules, Cancellations 9.1
Schedules: We will use our best efforts to avoid delay in carrying you and your baggage. We will endeavour to adhere to published schedules in effect on the date of travel. However, times shown in timetables, schedules or elsewhere are subject to change at any time and from time to time and we shall not be liable in any way whatsoever for any loss incurred by passengers as a result of such change.
9.2
Cancellation, Changes of Schedules: At any time after a booking has been made we may change our schedules and/or cancel, terminate, divert, postpone reschedule or delay any flight where we reasonably consider this to be justified by circumstances beyond our control or for reasons of safety or commercial reasons. In the event of such flight cancellation, we shall at our option, either: a. carry you at the earliest opportunity on another of our scheduled services on which space is available without additional charge and, where necessary, extend the validity of your booking; or b. should you choose to travel at another time, retain the value of your fare in a credit account for your future travel provided that you must re-book within three (3) months therefrom.
9.2.1
FLY-THRU: If a delay or cancellation/reschedule of our flight causes you to miss a FLY-THRU flight on which you hold a confirmed booking, you are entitled to the following: If your flight is delayed at the point of origin: 1. 2.
a free move to the next available flight that connects to the final destination within our Connecting Time. If your subsequent flight is delayed a free move to the next available flight within our Connecting Time.
If your new flight does not meet our Connecting Time or if the next available flight falls on the next day, we will not provide the following: 1. 2. 3.
Day or overnight accommodation Surface transfers Storage of your checked baggage. You are required to collect your bags at the transit point and recheck-
in for new subsequent flight. 9.3
Sole remedies: Upon the occurrence of any of the events set out in Article 9.2, the options outlined in Article 9.2 (a) to (b) are the sole and exclusive remedies available to you and we shall have no further liability to you.
Article 10 Conduct Aboard Aircraft 10.1
If in our reasonable opinion you conduct yourself on board the aircraft so as to endanger the aircraft or any person or property on board, or obstruct or hinder the crew in the performance of their duties, or fail to comply with any instruction of the crew including but not limited to those with respect to smoking, alcohol, use of cellular telephones, or use any threatening, abusive or insulting words towards the crew or behave in a manner which causes discomfort, inconvenience, damage or injury to other passengers or the crew, we may take such measures as we deem necessary to prevent continuation of such conduct including restraint. You may be disembarked and refused onward carriage at any point and may be prosecuted for offences committed on board the aircraft.
10.2
If as a result of your conduct we decide, in exercise of our reasonable discretion, to divert the aircraft for the purpose of offloading you, then you shall be liable for all costs which we incur of any nature whatsoever as a result of or arising out of that diversion.
10.3
For safety reasons, we may forbid or limit operation on board the aircraft of electronic equipment, including but not limited to, cellular telephones, laptop computers, portable recorders, portable radios, CD players, electronic games or transmitting devices, including radio-controlled toys and walkie-talkies. Operation of hearing aids and heart pacemakers is permitted.
10.4
Passengers are not allowed to consume their own food on board. No smoking is permitted on any of our flights.
Article 11 Liability Limitations 11.1
Warsaw, Montreal Convention Notice: If the passenger's journey involves an ultimate destination or stop in a country other than the country of departure, the Warsaw Convention or the Montreal Convention 1999 may be applicable and the Warsaw Convention or the Montreal Convention 1999 governs and in most cases limits the liability of carriers for death or personal injury and in respect of loss of or damage to baggage.
11.2
Notice of Baggage Liability Limitations: Liability for loss, delay or damage to baggage is limited unless a higher value is declared in advance and additional charges are paid. Liability for domestic travel and liability for international travel vary according to the respective law.
11.3
Where Warsaw Convention is not applicable: Where your carriage is not subject to the liability rules of the Warsaw Convention, the following rules shall apply: a. Any liability we have for Damage will be reduced by any negligence on your part which causes or contributes to the Damage in accordance with applicable law. b. We will not be liable for Damage to Checked or Unchecked Baggage unless such Damage is caused by our negligence and such Baggage was within our control or custody. c. Except in the case of an act or omission done with intent to cause Damage or recklessly and with knowledge that Damage would probably result, our liability in the case of Damage to Checked Baggage
d. e. f. g.
h. i.
and Unchecked Baggage shall be limited to amount as provided for in the Fee Schedule . If the weight of the Baggage is not recorded on the Baggage Identification Tag, it is presumed that the total weight of the Checked Baggage does not exceed the applicable free baggage allowance for the class of carriage concerned. If in the case of Checked Baggage, a higher value is declared in writing pursuant to an excess valuation facility, our liability shall be limited to such higher declared value. We will not be liable for any Damage arising from our compliance with applicable laws or Government rules and regulations or from your failure to comply with the same. Except where other specific provision is made in these Terms & Conditions, we shall be liable to you only for recoverable compensatory damages for proven losses and costs in accordance with applicable law. We are not liable for any Damage caused by your Baggage. You shall be responsible for any Damage caused by your Baggage to other persons or property, include our property. We shall have no liability whatsoever for Damage to articles or items not permitted to be contained in Checked and Unchecked Baggage including but not limited to fragile or perishable items, items having a special value, such as money, jewellery, precious metals, computers, personal electronic devices, negotiable papers, securities, or other valuables, business documents, passports and other identification documents, title deeds or samples. We are not responsible for any illness, or disability, including death, attributable to your physical condition or for the aggravation of such condition. The contract of carriage including these Terms & Conditions and exclusions or limits of liability, applies to
our authorized agents, servants, employees and representatives to the same extent as they apply to us. The total amount recoverable from us and from such authorized agents, servants, employees and representatives shall not exceed the amount of our own liability if any. j. Nothing in these Terms & Conditions of the Conditions of Contract shall waive any exclusion or limitation of our liability under the Warsaw Convention or any other applicable Convention or applicable laws unless otherwise expressly stated by us.
Article 12 Time Limitation on Claims and Actions 12.1
Notice of Claims: Acceptance of Baggage by the bearer of the Baggage Identification Tag without complaint at the time of delivery is sufficient evidence that the Baggage has been delivered in good condition and in accordance with the contract of carriage, unless you prove otherwise. If you wish to file a claim or an action regarding Damage to Checked Baggage, you must notify us as soon as you discover the Damage, and at the latest, within seven (7) days of receipt of the Baggage. If you wish to file a claim or an action regarding delay of Checked Baggage, you must notify us within twenty-one (21) days from the date the Baggage has been placed at your disposal. Every such notification must be in writing and posted or delivered to us within the above periods.
12.2
Limitation of actions: Any right to damages shall be extinguished if an action is not brought against us within two (2) years of the date of arrival at the destination, or the date on which the aircraft was scheduled to arrive, or the date on which the carriage stopped. The method of calculating the period of limitation shall be determined by law of the court where the case is heard.
Article 13 Modification and Waiver 13.1
None of our agents, employees nor representatives has authority to alter, modify or waive any provisions of these Terms & Conditions.