PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK SERTA HARA FOSFOR UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAH ULTISOL
ZULYUNITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Pengelolaan Bahan Organik serta Hara Fosfor untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Ultisol Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Maret 2006
Zulyunita NIM A225010081
ABSTRAK
ZULYUNITA. Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Pengelolaan Bahan Organik serta Hara Fosfor untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Ultisol (dibawah bimbingan KUKUH MURTILAKSONO sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan UNDANG KURNIA sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Rendahnya produktivitas tanah Ultisol disebabkan karena berasal dari bahanbahan yang miskin hara, kandungan aluminium yang tinggi sehingga ketersediaan hara fosfor menjadi rendah ditambah pula oleh curah hujan yang tinggi dan terjadinya erosi menyebabkan perlu dilakukannya penelitian mengenai peningkatan produktivitasnya secara terpadu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan teknik konservasi tanah secara terpadu, berupa penanaman strip rumput serta pengelolaan bahan organik dan hara fosfor dalam meningkatkan produktivitas tanah Ultisol di Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Tanah Ultisol yang digunakan berasal dari bahan volkan masam dengan tektur halus. Penelitian ini dirancang dalam 9 perlakuan, yaitu P0: kontrol; P1: tanpa teknik konservasi + pupuk SP-36 200 kg/ha/musim; P2: strip Stylosantes goyanensis + pupuk SP-36 200kg/ha/musim; P3: tanaman pagar Flemingia congesta + pupuk SP-36/ha/musim; P4: tanpa teknik konservasi + pupuk SP-36 200kg/ha/musim +pupuk kandang; P5: tanpa teknik konservasi + pupuk P-alam 1 ton/ha sekali pemberian; P6: strip Stylosantes goyanensis + pupuk P-alam 1 ton/ha sekali pemberian; P7: tanaman pagar Flemingia congesta + pupuk P-alam 1 ton/ha sekali pemberian; dan P8: tanpa teknik koonservasi tanah + pupuk P-alam + pupuk kandang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paket teknologi belum memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia tanah hingga bulan ketiga. Begitu pula pengaruhnya terhadap konsentrasi sedimen dan unsur hara yang terbawa dalam aliran permukaan hingga bulan ketiga. Namun,teknik konservasi yang diterapkan sebenarnya dapat mengurangi laju kehilangan sedimen dan hara tanah dimana tanaman konservasi tersebut dapat menahan partikel-partikel tanah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa paket teknologi memberikan pengaruh yang nyata terhadap penutupan lahan dan tinggi tanaman serta dan produksi tanaman. Pada paket-paket teknologi yang menerapkan penggunaan pupuk SP-36 memberikan hasil yang nyata dibandingkan dengan kontrol maupun Fosfat alam.
ABSTRACT ZULYUNITA Application of Soil Conservation Technique, Organic Matter and Phosporus Management to Increase Ultisol Productivity (under supervision of KUKUH MURTILAKSONO and UNDANG KURNIA as chair and member of supervision commission, respectively). Low productivity of Ultisol is caused by some limiting factors, such as nutrient and organic matter content mainly low to very low, high concentration of Aluminum exchangable, pH <5.0. In addition, heavy erosion can drift soil nutrients and organic materials, hence, fertilizing becomes no longer effective and efficient. In order to increase it productivity, efforts are needed in terms of preventing soils nutrients looses and increasing the availability of phosphorus nutrient in the soil. The objectives of this research was to evaluate the application of soil conservation technique, soil organic matter and phosphorous management to increase Ultisol productivity. The research was conducted in Tulang Bawang District, Lampung. The soils used are from the fine textured of Acid Volcanic materials. Research was designed 9 treatments, which are P0: control; P1: no soil conservation technique + SP-36/season; P2: Stylosantes goyanensis strip + SP-36/season; P3: Flemingia congesta hedgerows + SP-36/season; P4: no soil conservation technique + SP-36 + organic matter; P5: no soil conservation technique + rock phosphate; P6: Stylosantes goyanensis strip + rock phosphate; P7: Flemingia congesta hedgerow + rock phosphate; P8: no soil conservation technique + rock phosphate + organic matter. The research results showed the technology package which gave no significant influence to some physical and chemical characteristics of the soils, as well as soil nutrients looses in overland flow. The result also showed the technology gave no significant influence to concentration of sediment and nutrient content. But, the soil conservation techniques can reduce sediment and nutrient losses by the Flemingia congesta and Stylosantes goyanensis hedgerows. However, the results also performed the significant influence of the technology package on crops (maize and cassava) growth and production. The techology package of SP-36 fertilizer application gave higher on corps growth and production than control and tecnology package of Rock Phosphate apllication.
PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK DAN HARA FOSFOR UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAH ULTISOL
ZULYUNITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Pengelolaan Bahan Organik serta Hara Fosfor untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Ultisol : Zulyunita : A225010081 : Ilmu Tanah
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M. S Ketua
Dr. Ir. Undang Kurnia, M. Sc Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Komaruddin Idris, M.Sc M.Sc
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto,
Tanggal Ujian: 25 Agustus 2005
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT penulis sampaikan atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga masa belajar dan tesis ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaiakan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M. S selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Undang Kurnia, M.Sc yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan selama penyelesaian tesis ini. Ucapan terima ksaih dan penghargaan penulis sampaikan pula kepada: 1. Dekan sekolah Pascasarjana IPB Ibu Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto M. Sc 2. Ketua Program Studi Ilmu Tanah Dr. Ir. Komaruddin Idris 3. Bapak Ir. Dedi Erfandi dan Bapak Hari Kusnadi dari Puslittanak yang telah banyak membantu penulis selama penelitian. 4. Bapak, Ibu dan adik-adikku tercinta (Zulfathi, Zulfiatni, Zulfa Eliza dan Zuria Fajri) yang telah banyak sekali memberikan semangat dan cinta kalian. 5. Bapak Sukidi beserta keluarga yang telah memperkenankan penulis untuk tinggal dan membantu selama pelaksanaan penelitian di Desa Lambu Kibang, Lampung. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas semuanya. 6. Teman-teman di Ilmu tanah Rini, Yulfita, Ucok, Rafli, Alwan, Wati, Dora, Dian, pak Dedi, Bu Umi, Pak Tagus, Bu Umi dkk. Terimakasih atas persahabatan dan masukan, kritik, nasehat kalian semua. 7. Teman-teman dari perkumpulan mahasiswa Aceh yang secara langsung maupun tidak langsung juga banyak memberikan semangat dan motivasi dalam penyelesaian penelitian dan penulisan. Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata penulis ucapkan semoga tulisan ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pihak-pihak yang memerlukannya. Bogor, Februari 2006
Zulyunita
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bireuen pada tanggal 6 Desember 1976 dari ayah Ziauddin Ahmad dan Ibu Yusnidar. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pada tahun 1988 penulis menamatkan sekolah dasar di Langsa, Aceh timur; pada tahun 1994 menamatkan pendidikan menengah atas di Langsa, Aceh timur. Pada tahun 1994 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Syiah Kuala dan pada tahun 1995 penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2000. Selanjutnya, tahun 2001 penulis mengikuti program S2 pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program, Studi Ilmu Tanah.
PENDAHULUAN Latar Belakang Ultisol merupakan salah satu ordo tanah yang tersebar luas di lahan kering Indonesia, yaitu sekitar 48,6 juta hektar, umumnya terbentuk pada daerah dengan curah hujan cukup tinggi (Syarifuddin dan Abdurrachman, 1994). Kandungan hara tanahnya tergolong rendah sampai sangat rendah, terutama N, P dan K, bahan organik tanah rendah, dan adanya unsur-unsur Al dan Fe yang bersifat racun bagi tanaman, serta fiksasi unsur hara seperti P serta kondisi fisik tanah yang jelek. Permasalahan lain yang juga umum pada tanah Ultisol lahan kering adalah terjerapnya hara fosfor (P) oleh aluminium (Al), sehingga dalam pengelolaannya harus pula memperhatikan efektifitas pemupukan fosfor. Penggunaan pupuk P yang cepat tersedia seperti superfosfat biasanya direkomendasikan untuk memperbaiki defisiensi P dalam tanah. Namun, intensifikasi pertanian perlu menambah input-input yang tidak hanya untuk meningkatkan produksi tanaman, tetapi juga untuk merubah status P dalam tanah untuk menghindari degradasi tanah lebih lanjut (Zapata and Roy, 2004), sehingga sangat diperlukan alternatif input P lainnya. Untuk tanah-tanah dan kondisi iklim tertentu, penggunaan fosfat alam dapat menjadi alternatif lainnya selain penggunaan superfosfat. Residu pupuk fosfat alam telah terbukti masih dapat dimanfaatkan sampai dengan musim tanam ketiga-keempat (Kasno et al., 2003). Penggunaan kapur atau bahan organik dapat mengeliminasi pengikatan P oleh Al atau Fe. Kapur atau bahan organik dapat mengikat Al dari kompleks jerapan, yang dapat menyebabkan kemasaman tanah menurun (pH meningkat), sehingga fosfor menjadi tersedia bagi tanaman. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Tisdale, Nelson and Beaton (1985) bahwa pada kebanyakan tanah, P tersedia maksimum adalah pada kisaran pH 5.5 hingga 7. Ketersediaanya akan menurun bila pH dibawah 5.5 atau diatas 7. Pada pH rendah terjadi fiksasi P oleh hidrousoksida Fe dan Al, sedangkan pada pH diatas 7, ion Ca dan Mg seperti juga adanya karbonat logam didalam tanah akan cenderung mengendapkan P yang ditambahkan sehingga ketersediaan P menjadi menurun.
FAO (2000) menyatakan bahwa penutup tanah merupakan faktor yang penting untuk mengontrol erosi melalui intersepsi dan absorbsi energi kinetik hujan. Tanaman penutup tanah dapat mengurangi pengaruh langsung dari butir-butir hujan dan melindungi permukaan tanah serta pengawetan struktur tanah. Penutup tanah juga baik untuk menekan kecepatan dan kapasitas transpor aliran permukaan. Anderson (2001) melaporkan bahwa rasio kehilangan tanah sangat tergantung pada struktur tanah dan pengelolaan tanah terutama kontur dan tipe tanaman.
Pada
pertanaman monokultur ubi kayu, jumlah kehilangan tanah sebesar 34 ton/ha selama tahun 2001 dan pada plot yang menggunakan Flemingia congesta pada tahun kedua kehilangan tanah menjadi hanya 5,4 ton/ha saja. Penelitian-penelitian mengenai pemupukan dan ketersediaan hara fosfor, bahan organik maupun tindakan konservasi lainnya sebenarnya telah banyak dilakukan.
Namun, belum dilakukan penelitian yang terpadu dimana aspek
pengawetan tanah dan air serta pengelolaan hara baik melalui pemupukan maupun pemberian bahan organik diterapkan secara terpadu. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan teknik konservasi tanah secara terpadu, berupa penanaman strip rumput serta pengelolaan bahan organik dan hara fosfor dalam meningkatkan produktivitas tanah Ultisol di Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung.
Hipotesis Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah bahwa penerapan teknik konservasi tanah dan pengelolaan bahan organik serta hara fosfor mampu: 1. Memperbaiki beberapa sifat-sifat fisik tanah Ultisol 2. Memperbaiki beberapa sifat-sifat kimia tanah Ultisol. 3. Menurunkan jumlah sedimen dan hara yang terangkut dalam aliran permukaan. 4. Meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman.
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanah Ultisol Indonesia dapat dibedakan menjadi dua wilayah yaitu wilayah beriklim basah dan wilayah beriklim kering. Namun sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya tiga pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Papua) merupakan wilayah beriklim basah dengan rata-rata suhu udara dan tanah tinggi (>22oC) hampir sepanjang tahun (Humid Tropics). Dari aspek pembentukan tanah, hal ini lebih banyak merugikan, karena proses hancuran iklim (pelapukan) kimia berjalan sangat intensif. Lingkungan yang lembab dengan suhu tinggi sangat cepat melapukkan mineral-mineral tanah dan batuan induk tanah. Hasil lapukan, antara lain basa-basa tanah (Ca, Mg, K, dan Na) dengan cepat dibebaskan. Curah hujan yang tinggi juga mengakibatkan basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar dari lingkungan tanah, yang tinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus adalah ion H dan Al, akibatnya tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi (Subagyo et al., 2000). Ultisol merupakan tanah mineral yang berkembang dari bahan induk tua dan telah mengalami pelapukan lanjut.
Proses pembentukan Ultisol
berawal dari
pencucian intensif terhadap basa-basa, sehingga tanah bereaksi masam dan kejenuhan basa yang rendah sampai lapisan bawah tanah (1.8 m dari permukaan tanah). Disamping itu, terjadi pencucian liat (lessivage) yang menghasilkan horizon albik di lapisan atas (eluviasi) dan horizon argilik di lapisan bawah (iluviasi). Terjadinya proses pencucian basa-basa dan liat dalam waktu yang lama serta ditunjang oleh suhu tahunan rata-rata >8oC maka terjadi pelapukan yang kuat terhadap mineral mudah lapuk, sehingga terbentuk mineral liat sekunder dan oksida-oksida. Selanjutnya di daerah tropika basah yang curah hujan dan temperatur yang tinggi mempercepat terjadinya pelapukan dan pencucian dari mineral mudah lapuk dan basa-basa, akibatnya tanah akan kaya dengan bahan residual seperti kaolinit , besi dan aluminium oksida (Hardjowigeno, 1993).
Berdasarkan aktivitas pertukarannya Ultisol dikelompokkan pada jenis liat beraktivitas rendah (low activity clay) dimana kapasitas tukar kationnya (KTK) < 16 me/100g. Sanchez (1992) menjelaskan bahwa tanah-tanah tropika dengan tingkat pelapukan yang tinggi menghasilkan liat dengan KTK rendah dan sangat sedikit mengalami pengembangan dan pengkerutan baik dalam keadaan basah maupun kering, sehingga kemampuan tanah untuk menahan air akan rendah pula. Selanjutnya Lal dan Greenland (1984) menambahkan bahwa tanah yang mempunyai liat dengan KTK rendah dicirikan oleh kapasitas memegang air rendah, akibatnya bila beberapa hari tidak ada hujan pada periode pertumbuhan maka tanaman akan mengalami kekeringan. Kandungan mineral mudah lapuk pada tanah Ultisol telah habis terlapuk, maka unsur hara khususnya basa-basa sebagian besar telah hilang karena pencucian, akibatnya tingkat kesuburannya sangat rendah, sedang kejenuhan Al biasanya tinggi. Hal lain yang perlu diperhatikan pada tanah Ultisol adalah kemampuannya yang tinggi dalam memfiksasi anion seperti fosfat, sulfat dan silikat (Sanchez, 1992). Ketersediaan Fosfor dalam Tanah Kahat fosfor merupakan masalah kesuburan pada tanah masam, karena selain kandungan fosfor tanah asalnya yang rendah juga sebagian besar fosfor dalam tanah tersebut diikat oleh aluminium dan hanya sebagian kecil saja yang dapat larut dan tersedia bagi tanaman. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Khasawneh et al. (1971; Sample et al., 1980; White, 1980) bahwa rendahnya ketersediaan P dalam tanah disebabkan oleh terjerapnya P oleh komponen-komponen tanah yang membentuk senyawa P yang tidak larut. Menurut Tan (1993), dalam proses penjerapan P banyak reaksi yang terjadi yaitu retensi, adsorbsi, presipitasi dan fiksasi. Retensi adalah suatu bentuk ikatan yang dapat dipisahkan dengan melarutkan senyawa tersebut dengan asam encer, sedangkan fiksasi adalah ikatan yang tidak dapat dipisahkan dengan asam encer dan unsur yang terikat lebih sulit tersedia kembali (Tisdale dan Nelson, 1975).
Besarnya jerapan P yang terjadi pada suatu jenis tanah berhubungan dengan kandungan Al terekstrak, kandungan oksida atau oksida hidrat dari Al, serta kandungan liat. Semakin tinggi kandungan komponen tersebut di dalam tanah maka semakin semakin besar pula kemampuan tanah tersebut dalam menjerap P (Hernandez dan Burnhan, 1982). Mekanisme jerapan P oleh senyawa tersebut terjadi melalui reaksi pertukaran anion, yaitu lepasnya anion OH- ke larutan tanah setelah terjadinya pengikatan anion P. Tanah-tanah masam yang kaya Al adalah tanah yang banyak mengandung Al, baik dalam bentuk ion Al bebas, dalam bentuk senyawa Al seperti oksida dan oksida hidrat dari Al dalam jumlah yang banyak, ataupun tanahtanah yang tinggi kandungan mineral illitnya. Sanchez dan Uehara (1980) dan Tan (1993)mengemukakan bahwa komponen-komponen tanah tersebut diatas diduga sebagai penyebab utama terjadinya jerapan P didalam tanah. Untuk meningkatkan ketersediaan hara fosfor dan mengurangi jerapan fosfor oleh Al, maka sebaiknya jenis pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah adalah dari jenis yang lambat tersedia seperti fosfat alam. Fosfat-alam merupakan salah satu pupuk yang tidak cepat larut dalam air, sehingga bersifat lambat tersedia (slow releas) dalam penyediaan hara fosfor, mempunyai pengaruh residu yang lama serta mengandung P dan Ca cukup tinggi. Fosfat-alam mempunyai efektivitas yang sama dengan pupuk sumber P lainnya yang mudah larut seperti SP-36, sehingga penggunaannya bisa meningkatkan efisiensi pupuk. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agoklimat Bogor (Undang Kurnia et al, 2003) mendapatkan bahwa takaran optimum pupuk fosfor untuk tanaman pangan pada tanah masam adalah 20-40 kg P/ha atau setara dengan 100-200 kg TSP atau SP-36/ha. Sedangkan takaran pupuk kalium biasanya separuh kebutuhan pupuk fosfor atau sama dengan takaran optimum pupuk fosfor. Pengelolaan Hara Pengelolaan hara sangat penting untuk mempertahankan produksi agar tetap tinggi. Iklim tropika basah menyebabkan ketersediaan hara yang sangat rendah,
sehingga diperlukan suplai hara secara terus menerus guna meningkatkan produksi. Penggunaan tanah yang intensif dan mendapatkan produksi yang maksimal dapat dicapai dengan menaikkan taraf pemupukan serta penggunaan pupuk inorganik, penambahan bahan organik dan pengembalian hara. Produksi tanaman dapat ditingkatkan dengan menaikkan penggunaan pupuk, namun untuk petani-petani konvensional agak kesulitan untuk memenuhinya akibat biaya yang mahal, oleh karenanya ketergantungan penggunaan pupuk anorganik dan pertanian kimia lainnya harus dihindari.
Kombinasi penggunaan pupuk anorganik
dan pupuk organik, merupakan strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pupuk sintetik, selain juga dapat memperbaiki struktur tanah dan sifat fisika tanah lainnya. Penggunaan pupuk anorganik juga dapat dikurangi dengan menekan kehilangannya dan meningkatkan pengembalian hara. Kehilangan melalui penguapan, pencucian dan erosi dapat dikontrol dengan cara menerapkan sistem pertanaman konservasi dan penggunaan dosis secara berkala, penempatan pupuk dan formula pupuk yang slow release atau lambat tersedia.
Lal (1995)
menyatakan bahwa pengelolaan hara meliputi: (i) meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan ketersediaannya terhadap tanaman dan (ii) memperkirakan jumlah hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanah. efektif
adalah
menemukan
kebutuhan
hara
Penerapan pengelolaan hara yang yang
diharapkan
berdasarkan
ketersediannya dalam tanah serta penambahan pupuk kimia dan bahan organik untuk mencapai produksi tanaman yang diharapkan. Ada beberapa hal yang perlu diterapkan untuk memenuhi kebutuhan hara tanah dan mengelola hara agar mencapai produksi maksimal dan efisien, yaitu: a. Pupuk kimia Pada tanah-tanah tropika basah, penggunaan pupuk kimia sangat penting untuk meningkatkan produksi. Defisiensi hara pada tanah-tanah tropika basah adalah N, P dan Ca serta Zn. Namun penggunaan pupuk kimia ini dapat dikurangi dengan mengurangi kehilangan hara, pengembalian hara, dan fiksasi secara biologi. b. Mengurangi kehilangan hara
Kehilangan hara dapat terjadi akibat erosi tanah, pencucian hara, dan penguapan. Oleh karena itu penyebab dari kehilangan hara tersebut harus ditekan serta diperlukan pengembalian hara ke dalam tanah (nutrient cycling). Erosi tanah.
Pemulsaan, penanaman menurut kontur dan tindakan konservasi
lainnya dapat menekan erosi. Pemulsaan dan penanaman tanaman penutup tanah sangat efektif untuk mengurangi energi pukulan hujan dan laju aliran permukaan. Pencucian hara. Kehilangan hara tanah melalui pencucian biasa terjadi pada tanahtanah yang terbentuk pada daerah tropika basah. Kehilangan ini dapat ditekan dengan pengelolaan tanah, pupuk dan tanaman. Pengelolaan tanaman yang dapat digunakan untuk mengurangi kehilangan hara melalui pencucian dapat dilakukan dengan inkorporasi tanaman yang mempunyai perakaran dalam untuk menyerap hara yang ditranslokasikan ke sub soil. Pengelolaan tanah yaitu dengan meningkatkan kapasitas memegang air terutama pada zona perakaran. Dalam hal ini, penggunaan bahan organik tanah yang tinggi merupakan salah satu strategi yang cukup baik. Pengelolaan pupuk juga penting untuk mungurangi kehilangan diantaranya dengan penggunaan pupuk yang bertahap dan penggunaan pupuk yang lambat tersedia. Penguapan.
Temperatur yang tinggi dan kondisi yang basah sepanjang tahun
semakin mendorong terjadinya kehilangan hara melalui penguapan. Penggunaan mulsa dan sistem no-tillage, penutup tanah merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengatur kelembaban dan regim temperatur tanah. Formulasi pupuk yang tidak mudah larut juga mengurangi kehilangan melalui penguapan seperti pupuk yang slow release dan pupuk coating nitrogenous. Nutrient cycling. Pengembalian hara oleh tanaman maupun binatang ke dalam tanah juga merupakan salah satu cara untuk mempertahankan produksi tanaman. fauna tanah (Lal, 1995), seperti cacing dan rayap juga memainkan peran penting dalam pengembalian hara tanah seperti C, N, P, S, B, Cu, Zn dan Mo. Nutrient cycling meliputi mulsa sisa tanaman dan agoforestri.
Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah berupa serasah, bahan hijau, kompos dan pupuk kandang berperan sangat penting dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas tanah. Bahan organik tanah mampu meningkatkan kemampuan menahan air, memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan erosi, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, mensuplai hara dan meningkatkan efisiensi pupuk, meningkatkan aktivitas biologi tanah serta mengurangi pengaruh toksisitas aluminium. Peran bahan organik tanah ini bisa mensubstitusi sebagian kebutuhan kapur dan meningkatkan aktivitas biologi tanah.
Untuk memperoleh kondisi tanah yang tetap produktif maka
kandungan bahan organik dalam tanah perlu dipertahankan agar jumlahnya tidak sampai dibawah 2%. Pupuk organik terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi oleh bakteri pengurai), seperti pupuk kandang dan pupuk kompos. Sekam padi, batang jagung dan serbuk gergaji yang memiliki C/N ratio antara 50-100 sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap tetapi jumlahnya rendah oleh karenanya diperlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan hara. Beberapa manfaat dari pemberian pupuk organik antara lain:
1) meskipun dalam jumlah yang jauh lebih kecil, pupuk organik mampu
menyediakan unsur hara makro dan mikro; 2) memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat, sehingga dapat meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah dan meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air; 3) mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah; 4) dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. 5) pada tanah masam penambahan pupuk organik mampu membantu meningkatkan pH tanah; dan 6) pada taraf tertentu penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan air. Berkurangnya jerapan P dengan pemberian bahan organik menurut para ahli disebabkan adanya asam-asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik tersebut.
Kononova (1966) menyatakan bahwa selama proses
dekomposisi bahan organik di dalam tanah akan dihasilkan asam-asam organik
seperti asam sitrat, malonat, tartrat, dan oksalat sebagai hasil antara. Pada tahap akhir dekomposisi akan terbentuk asam humat dan fulvat, yang keduanya sering disebut dengan humus.
Mortensen (1963), Schnitzers (1982), dan Tan (1993)
mengemukakan bahwa berkurangnya kelarutan Al dan jerapan P dengan pemberian asam humat disebabkan terbentuknya senyawa kompleks organo-metal antara asam humat dengan Al yang menjerap P, sehingga P menjadi tersedia. Ahli lain juga menyatakan bahwa meningkatnya ketersedian P dapat disebabkan oleh proses pertukaran anion atau terjadinya kompetisi antara asam humat dengan P dalam memperebutkan tapak pertukaran (Martinez, Romero, dan Galivan, 1984). Alexandrova et al (1968) menjelaskan bahwa asam organik yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik dapat menekan aktivitas ion Al dan ion Fe dengan membentuk senyawa kompleks. Pembentukan senyawa tersebut mungkin melalui ikatan kovalen atau ikatan koordinasi. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Fisika Tanah Agregat tanah dapat dianggap merupakan suatu satuan dasar struktur tanah. Susunan dan ukuran agregat serta kemantapannya sangat menentukan kondisi fisik tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman. Menurut Quirk (1987) pembentukan ditinjau dari sudut pandang fisiko-kimia yang melibatkan oksida hidrous Al dan Fe, CaCO3, silika dan bahan oganik sebagai agen agregasi maupun pemantapan struktur. Secara teoritis (de Boodt, 1978), peranan bahan organik dalam pembentukan dan pemantapan agegat makro dapat terjadi melalui: 1. Pengikatan oleh miselia jamur. 2. Pengikatan butir-butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik dengan perantara kation (Ca, Mg, Fe dll). 3. Pengikatan butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian positif lempung dengan gugus negatif senyawa organik yang berbentuk rantai.
4. Pengikatan butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negatif lempung dengan gugus positif bahan organik (amine, amida, amino, NH4). Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah Bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan P dalam berbagai cara. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan ketersedian P melalui pelepasan P dari ikatan Al-P dan Fe-P tanah karena Al dan Fe kemudian dikompleksi oleh bahan organik dan CO2 yang terevolusi selama dekomposisi bahan organik yang dapat melepaskan P dari ikatan Ca-P (Hesse, 1984). Hesse (1984) juga menambahkan bahwa bahan organik juga merupakan sumber unsur mikro yang baik. Akan tetapi, bahan-bahan organik tertentu dapat mengimmobilisasi sejumlah besar unsur mikro seperti fiksasi Cu oleh gambut. Tetapi unsur-unsur lain seperti Mn, Zn, dan Fe menjadi lebih tersedia dengan pemberian bahan organik. Sistem pertanaman lorong adalah salah satu teknik konservasi tanah vegetatif yang menggunakan tanaman legum Flemingia congesta sebagai pagar (hedgerow) yang ditanam rapat dalam baris sejajar/zigzag kontur, sehingga membentuk loronglorong (alley) untuk ditanami tanaman utama.
Tanaman Flemingia congesta
mempunyai potensi paling baik jika dibandingkan dengan tanaman leguminosa lainnya dalam hal penyediaan bahan organik sebagai sumber pupuk organik untuk pertanian lahan kering yang murah dapat dihasilkan sendiri oleh petani (Juarsah, 2000). Flemingia congesta dengan jarak tanam 40x20 cm dapat menghasilkan bahan organik segar 14,8 ton/ha dan memberikan C-organik tanah sebesar 0,41% (Hakim dan Mursidi, 1987). Teknik Konservasi Tanah dan Air Ada 3 metode teknik konservasi tanah dan air, yaitu : 1) Metoda Vegetatif, 2) Metode mekanik dan 3) metode Kimia. Metoda Vegetatif Pada umumnya praktek pemulsaan dilakukan untuk memperoleh satu atau beberapa keuntungan yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah yang nantinya akan
mempengaruhi produktivitas tanah yang bersangkutan. Beberapa keuntungan praktek pemulsaan antara lain: (1) melindungi agregat-agregat tanah dari daya rusak butir hujan, 2) meningkatkan penyerapan air oleh tanah terutama pada lapisan permukaan, (3) mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan, (4) memelihara temperatur dan kelembaban tanah, (5) memelihara kandungan bahan organik tanah, dan (6) mengendalikan pertumbuhan tanaman pengganggu (Indrawati, 2000), selain itu mulsa dapat pula mengembalikan unsur hara dalam tanah, mengurangi pemadatan tanah, memperbaiki infiltrasi, memperbaiki struktur tanah dan porositas serta meningkatkan aktifitas biologi tanah (Lal, 1976). Usaha pengolahan tanah
konservasi (conservation tillage) didefinisikan
sebagai usaha mempertahankan sedikitnya 30% residu tanaman penutup tanah pada permukaan tanah setelah penanaman. Residu tanaman diletakkan pada permukaan atau diinkorporasi ke dalam tanah untuk membantu mencegah erosi dan pengkerakan dengan cara memperbaiki agregasi, infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air. Erosi dapat terjadi akibat tumbukan hujan atau laju aliran permukaan pada permukaan tanah yang tidak terlindungi. Keduanya menyebabkan partikel tanah pecah dan ditransportasikan mengalir pada permukaan tanah. Oleh karena itu, makna utama adalah mengurangi atau mencegah erosi air dengan mengurangi atau mencegah pelepasan dan transport partikel tanah menjadi aliran permukaan.
Energi untuk
pelepasan dan transport partikel berasal dari hujan ketika menumbuk permukaan tanah dan yang berasal dari aliran permukaan yang mengalir pada permukaan tanah. Karenanya, untuk mengurangi pelepasan dan transport maka energi harus dihamburkan. Tanaman penutup tanah atau residu dapat memaksimalkan efektifitas penghamburan energi kinetik hujan dimana seluruh permukaan tanah harus tertutupi oleh tanaman penutup tanah, tetapi penutupan sebagian juga mampu mengurangi pelepasan partikel tanah dan kehilangan tanah sampai level yang dapat ditoleransi. Aliran permukaan menghancurkan partikel tanah akibat energi yang diterima, dengan pelepasan yang biasanya meningkat dengan meningkatnya kecepatan aliran permukan. Oleh sebab itu, kecepatan aliran permukaan harus bisa diturunkan untuk mengurangi pelepasan partikel tanah seperti penutupan permukaan, memperbesar
kerapatan tegakan tanaman. Tegakan tersebut harus mampu menahan kekuatan dan dengan begitu mampu menghamburkan energi dari aliran permukaan. Pelepasan partikel dapat dihasilkan dari pembasahan tanah yang menyebabkan dispersi agegat yang tidak stabil. Dispersi agregat biasanya meningkat dengan semakin meningkatnya aliran permukaan seiring dengan meningkatnya potensial yang lebih lanjut menyebabkan pelepasan partikel dan kehilangan tanah. Konservasi tanah dan air dibagi kedalam tiga pendekatan: 1) mengurangi aliran permukaan, yang mencakup perencanaan untuk mencegah awal terjadinya aliran permukaan; 2) menahan aliran permukaan, mengurangi jarak aliran permukaan dan menahannya; dan 3) mengontrol aliran permukaan. Ada beberapa pilihan teknologi dalam pengendalian erosi. Namun, pemilihan penggunaan teknologi harus dibuat secara hati-hati tergantung tipe tanah, kelerengan dan karakteristik lahan, curah hujan dan hidrologi, sistem pertanian dan faktor sosial ekonomi. Tindakan pengendalian erosi dilakukan dengan memperbaiki struktur tanah, mengurangi pukulan air hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi serta mengurangi jumlah dan laju aliran permukaan. Ada beberapa cara pengendalian erosi: 1. Pemulsaan. Mulsa adalah hamparan residu tanaman yang ditempatkan di permukaan tanah. Tipe mulsa diberbeda-beda tergantung sumber dan cara mendapatkan dan penerapan mulsa itu sendiri. Efek pemulsaan adalah: Efek fisika. Pemulsaan dapat menekan besarnya pukulan air hujan, mengurangi laju aliran permukaan sehingga air yang terserap oleh tanah meningkat, memperbaiki struktur tanah dan menekan terjadinya erosi. Efek biologi. Melalui pemulsaan dari sisa tanaman akan menghasilkan bahan organik tanah serta lingkungan tanah yang baik bagi aktivitas mikroorganisme dan memperbanyak flora dan fauna tanah, serta meningkatkan biomassa karbon. Efek kimia. Pemulsaan akan menambah kandungan bahan organik tanah, dimana dekomposisi bahan organik tanah ini akan menghasilkan CO2, NH4+, NO3-, PO43- dan SO42- dan unsur hara mikro lainnya melalui pengkelatan kompleks mantap dengan
Cu2+, Mn2+, Zn2+ dengan kation polivalen. yang merupakan sumber hara bagi tanaman. 2. Pengolahan konservasi Pengolahan tanah konservasi adalah sistem persiapan lahan yang didasarkan pada konsep kerusakan tanah minimum dan pemeliharaan residu tanaman. Tanpa pengolahan tanah; yaitu sistem dimana lahan tidak diolah sama sekali dan residu tanaman ditinggalkan di permukaan tanah. Pengolahan tanah zonal; yaitu pengolahan tanah mekanik hanya dilalakukan pada zona baris yang ditanami saja, sedangkan antar barisnya dijaga agar tetap tidak terganggu dan dilindungi dengan mulsa residu tanaman. Pengolahan tanah minimum. Didefinisikan sebagai manipulasi tanah minimum yang penting untuk pertumbuhan tanaman.
3. Penanaman strip. Penanaman strip menurut kontur adalah membagi lahan yang curam ke dalam strip kontur yang memotong jalan aliran dan memperlambat kecepatan aliran. Tanaman pengawet tanah ditanam pada strip kontur untuk menyerap aliran permukaan, memperlambat kecepatan aliran dan mendorong terjadinya sedimentasi dari bahan-bahan yang terbawa melalui erosi. Ada beberapa kategori penanaman strip yang meliputi; Penanaman strip kontur; merupakan strip alternatif yang dibuat pada kontur. Strip kontur ini diterapkan pada seluruh lahan. Penanaman strip buffer; dibuat pada sekeliling topogafi dengan slope yang kompleks dimana strip kontur sulit untuk diterapkan. Strip buffer biasanya ditanami dengan tanaman penutup tanah dan pohon-pohonan. Field strip copping; merupakan strip parallel yang persegi panjang pada satu sisi lahan. Tipe ini hanya diterapkan pada lahan dengan slope dengan erodibilitas rendah.
Barrier strip; dibuat dengan baris tunggal atau ganda secara rapat yang ditanami dengan rumput atau tanaman serealia. Border strip; biasanya ditanami dengan pagar tanaman tahunan. Namun perlu dicermati kembali bahwa penanaman strip hanya bisa efektif pada lahan-lahan dengan slope yang landai, sedangkan untuk slope yang curam perlu diperkuat dengan bangunan teknis lainnya. 4. Penanaman kontur Pendekatan yang paling sederhana dalam mengendalikan erosi adalah penanaman menurut kontur. Efektifitas penanaman kontur akan menurun dengan meningkatnya kecuraman dan panjang lereng serta dengan tinggnya intensitas hujan. Namun, penanaman menurut kontur itu sendiri tidak cukup untuk mengendalikan erosi pada daerah-daerah yang curam, panjang lereng, tanah yang erodible dan hujan yang sangat erosive. 5. Tanaman penutup tanah. Tanaman penutup selain untuk menambah hara tanah, juga untuk memperbaiki struktur tanah dengan meningkatnya pori makro tanah. Pada prinsipnya kegunaan tanaman penutup tanah lebih kepada mengendalikan erosi. 6. Pagar dan strip vegetasi Kecepatan aliran permukaan dapat dikurangi secara drastis dengan tanaman pagar, rumput atau semak pada kontur. Tanaman pagar ini dapat meningkatkan lamanya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan sedimentasi serta deposisi bahan yang tererosi. Tanaman pagar ini mungkin tidak dapat menurunkan aliran permukaan secara drastis namun dapat menurunkan kehilangan tanah.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, mulai bulan Oktober 2003 sampai dengan bulan Agustus 2004.
Lahan penelitian didominasi oleh tanah Ultisol
berbahan induk tufa masam bertekstur halus. Analisis sifat fisika dan kimia tanah dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agoklimat, Bogor.
Metode Penelitian Perlakuan Penelitian merupakan paket kombinasi teknik konservasi tanah, pengelolaan bahan organik dan pemupukan fosfor. Perlakuan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok, dengan susunan perlakuan sebagai berikut: P0 : Kontrol P1 : Tanpa konservasi tanah + pupuk SP-36/ musim P2 : Strip Stylosantes goyanensis + pupuk SP-36/musim P3 : Hedgerow Flemingia congesta + pupuk SP-36/musim P4 : Tanpa konservasi tanah + pupuk SP-36/musim + pupuk kandang P5 : Tanpa konservasi tanah + fosfat-alam sekali pemberian P6 : Strip Stylosantes goyanensis + fosfat-alam sekali pemberian P7 : Hedgerow Flemingia congesta + fosfat-alam sekali pemberian P8 : Tanpa konservasi tanah + fosfat-alam sekali pemberian + pupuk kandang Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Ukuran petak percobaan 14 x 5 meter.
Pupuk fosfor yang digunakan adalah SP-36 sebanyak 200 kg/ha yang
diberikan setiap musim, dan fosfat-alam sebanyak 1 ton/ha diberikan sekali pada awal penanaman. Seluruh petak percobaan diberi pupuk dasar, yaitu nitrogen (N), dan kalium (K) dengan dosis masing-masing 200 kg Urea/ha dan 100 kg KCl/ha. Tanaman Stylosantes goyanensis ditanam sebagai strip, sedangkan Flemingia congesta ditanam sebagai hedgerow yang berfungsi untuk mencegah erosi (Gambar
1). Pupuk kandang yang diaplikasikan adalah kotoran ayam dengan dosis setara 2% C-organik tanah. Tanaman jagung yang digunakan adalah varietas Bisma, sedangkan varietas tanaman ubikayu adalah varietas lokal. Tanaman jagung ditanam diantara tanaman ubi kayu. Biomassa tanaman dikembalikan ke lahan setelah panen sebagai bahan hijau sisa tanaman. Bahan hijau sisa tanaman jagung ini dimaksudkan selain untuk menambah bahan organik tanah juga untuk menutup permukaan tanah agar terhindar dari pukulan butir-butir hujan. Sisa tanaman jagung ini dikembalikan untuk setiap perlakuan penelitian. 70cm Á À
À
À
À
Á À
À
À
À
Á
À
À
À
À
À
À
À
Á
À
À
À
À
À
À
À
Á
À
À
À
À
À
À
À
Á
À
À
À
À
À
À
À
À
Á À
Á À
À
Á
Á
Á À
Á
Á
Á
Á À
Á
Á
Á
Á À
À
Á
Á À
Á
30cm
À Á
À
Á
À Á
♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ À
À
À
À
À
À
À
À
Á
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
À
Á À
À
À
À
Á
Á À
À
Á
Á
Á À
À
Á
Á
À
À
Á
Á
Á À
À
Á
Á
Á À
À
Á
Á
À
À
Á
Á À
À
Á À
À
♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣ ♣♣
Ket :
Tanaman Ubi Kayu
Á
=
À
= Tanaman Jagung
♣♣ = Tanaman Konservasi (Stylosantes goyanensis
atau Flemingia congesta) Gambar 1 Sketsa Pola dan Jarak Tanam dalam Petak Percobaan.
Pelaksanaan Percobaan 1. Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petak Percobaan Lahan percobaan dibersihkan dari gulma, selanjutnya dilakukan pengolahan tanah, kemudian dibuat petakan-petakan berbentuk persegi panjang, memanjang menurut lereng dengan ukuran 14 meter, lebar 5 meter. Setiap petak percobaan dibatasi dengan guludan kecil selebar 20 cm dan tinggi 15 cm. Jumlah keseluruhan petak percobaan sebanyak 27 petak. 2. Peletakan Botol Penampung Aliran Penampung Aliran Permukaan dalam Petak Percobaan. Pada setiap petak percobaan diletakkan secara acak botol-botol plastik bekas air mineral volume 600 cc sebanyak 6 buah, untuk menangkap aliran permukaan dari petak tersebut.
Botol diletakkan sedemikian rupa, sehingga mulut botol sejajar
dengan permukaan tanah dan dapat menangkap aliran permukaan. Contoh aliran permukaan dianalisis untuk penetapan konsentrasi sedimen dan hara yang terbawa dalam aliran permukaan. 3. Pembuatan Parit Penampung Erosi Pada ujung bawah setiap petak percobaan dibuat parit penampung tanah yang tererosi, berukuran panjang 500 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30cm. Parit penampung ini merupakan penampung aliran permukaan untuk menetapkan konsentrasi sedimen dan hara yang terbawa aliran permukaan dan tertampung dalam parit penampung tersebut. 4. Cara Pengambilan Contoh Aliran Permukaan Pengambilan contoh aliran permukaan dilakukan dengan dua cara yaitu: (a) pengambilan contoh aliran permukaan pada petak percobaan menggunakan botol bekas kemasan air mineral 600 cc, dan (b) pengambilan contoh aliran permukaan dari parit penampung.
a. Contoh aliran permukaan dari botol penampung. Contoh aliran permukaan yang terperangkap dalam ke enam botol bekas kemasan air mineral di setiap petak percobaan dikumpulkan dalam satu tempat (jirigen), dikocok, kemudian diambil 30 cc contoh aliran pemukaan, dan dimasukkan ke dalam jerigen yang telah disiapkan sebagai penampung contoh-contoh aliran permukaan. b. Contoh aliran permukaan dari parit (bak) penampung. Contoh aliran permukaan diambil di tiga tempat, yaitu pada bagian ujung kiri, ujung kanan dan bagian tengah parit (bak) penampung. Sebelum pengambilan contoh aliran permukaan, air aliran permukaan yang ada dalam parit (bak) penampung diaduk, sehingga diperoleh contoh yang homogen. Kemudian ketiga contoh tersebut di masukkan kedalam satu wadah, lalu dikocok dan diambil contohnya 30 cc, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam jerigen penampung. Contoh aliran permukaan dalam jerigen pada masing-masing petak dari kedua cara pengambilan contoh tersebut merupakan komposit contoh aliran permukaan setiap kejadian aliran permukaan selama satu musim tanam. Contoh komposit aliran permukaan dalam jerigen kemudian dianalisis di laboratorium kimia tanah untuk diketahui konsentrasi sedimen dan unsur hara yang ada dalam sedimen. Parameter Pengamatan 1. Sifat-Sifat Fisika Tanah Sifat-sifat fisik tanah dapat diketahui melalui pengambilan contoh tanah utuh dan kemudian analisis di laboratorium. Contoh tanah utuh diambil dua kali, yaitu sebelum penerapan perlakuan dan 4 bulan kemudian, menggunakan tabung kuningan (ring sample).
Dari setiap petak perlakuan diambil 9 buah contoh tanah, yaitu
diambil di bagian atas, tengah dan bawah petak percobaan masing-masing 3 buah. Analisis yang dilakukan meliputi bobot isi, kadar air pada berbagai ukuran pori (pF) dan permeabilitas tanah. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-10 cm. Parameter dan metode analisis sifat fisika tanah yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter dan Metode Analisis Sifat Fisika Tanah Parameter yang Diamati Bobot isi Kadar air pada: pF 1 pF 2 pF 2.54 pF 4.2 Permeabilitas
Metode Analisis Gravimetri Gravimetri Gravimetri Gravimetri Gravimetri Permeameter "head" tetap
2. Sifat-Sifat Kimia Tanah Untuk mengetahui perubahan sifat-sifat kimia tanah dilakukan pengambilan contoh tanah komposit pada awal percobaan (sebelum penerapan perlakuan) dan 4 bulan kemudian. Sifat-sifat kimia tanah yang dianalisis meliputi kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, Al-dd, P tersedia dan retensi P. Contoh tanah diambil pada kedalaman 0-10 cm secara komposit. Parameter dan metode pengamatan sifat kimia disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Parameter dan Metode Analisis Sifat Kimia Tanah. Parameter yang diamati Kapasitas tukar kation (KTK) Kejenuhan basa (KB) Aluminium dapat ditukar (Al-dd) P-tersedia
Metode Analisis NH4Oac pH 7 Dihitung Ekstraksi KCl 1 N Bray I
P-retensi
Blakemore
3.
Konsentrasi Sedimen dan Unsur Hara yang Terbawa Aliran Permukaan Analisis konsentrasi sedimen dan unsur hara dalam aliran permukaan
dilakukan terhadap dua contoh yang berbeda cara pengambilannya, yaitu konsentrasi sedimen dan unsur hara yang tertampung dalam botol bekas kemasan air mineral dan parit (bak) penampung, dilakukan di laboratorium kimia. Parameter-parameter tersebut nantinya akan dibandingkan antara konsentrasi sedimen dan unsur hara dalam botol bekas kemasan air mineral, dan yang didapat dari parit (bak) penampung.
Contoh-contoh aliran permukaan yang terkumpul dalam jerigen selanjutnya dibawa ke laboratorium kimia untuk dianalisis konsentrasi sedimen, konsentrasi Corganik, hara N, P, dan K dalam sedimen. a. Konsentrasi Sedimen Konsentrasi sedimen yang terbawa dalam aliran permukaan ditetapkan dengan metode gravimetri. b. Konsentrasi Unsur Hara Semua contoh aliran permukaan yang terkumpul selama satu musim tanam dianalisis untuk mengetahui kandungan C-organik dan kandungan N-total, Ptotal dan K-total yang ada dalam sedimen. 4. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Parameter pertumbuhan tanaman yang diamati adalah persentase penutupan lahan, tinggi tanaman, berat biomassa tanaman jagung. Adapun parameter produksi yang diamati adalah berat jagung pipilan kering dan ubi kayu. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan model matematika Rancangan Acak Kelompok (RAK). Untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan dianalisis dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf kepercayaan 5%. Model matematik rancangan acak kelompok tersebut adalah: Yij = µ + τi + βj +
εij
dimana: Yij = nilai pengamatan pada kelompok ke-i dan perlakuan ke-j
µ = nilai tengah umum τi = pengaruh kelompok ke-i βj = pengaruh perlakuan ke-j
εij = pengaruh acak Data yang dianalisis dengan rancangan acak kelompok meliputi: (a) sifat-sifat fisik tanah, yaitu: bobot isi, ruang pori total, pori drainase cepat, dan permeabilitas, kadar air pada pF 1, 2, 2.54 dan 4.2 serta air tesedia, (b) sifat-sifat kimia tanah, yaitu: kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, kandungan Al3+, P-tersedia dan P-retensi, (c) konsentrasi sedimen, kandungan C-organik, N, P dan K, dan (d) tanaman, yaitu:
tinggi, persentase penutupan tanah, berat biomassa jagung, berat jagung pipilan kering, dan produksi ubi kayu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak pada lahan dengan kemiringan 5%-8% pada ordo tanah Ultisol. Tanah Ultisol yang diteliti memiliki tekstur liat, permeabilitas sedang sampai agak lambat, bobot isi tanah seperti tanah mineral lainnya yaitu
>1 g/cc.
Hasil analisis tanah beberapa ciri sifat fisika tanah sebelum perlakuan disajikan pada Lampiran 3. Ultisol yang diteliti memiliki kemasaman tanah yang sangat tinggi yaitu pH < 4.5, kandungan C-organik rendah sampai sangat rendah, yaitu 1.25%. Beberapa kation seperti Ca dan K termasuk sangat rendah yaitu
1.28 me/100g dan 0.44
me/100g. Sedangkan unsur Mg tergolong rendah yaitu 0.01 me/100g. Hasil analisis beberapa sifat kimia tanah sebelum perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Rendahnya kandungan Ca, Mg dan K diduga disebabkan karena terjadi pencucian basa-basa yang sudah sangat lanjut. Kandungan Al bebas sebesar 1.84 me/100g sampai 7.03 me/100 g. Jumlah fosfor yang tersedia bagi tanaman sangat rendah yaitu hanya sekitar 8.8 ppm, karena kemasaman tanah dan daya fiksasi Al terhadap fosfor yang sangat tinggi mengakibatkan kelarutannya sangat rendah. Pupuk kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam dengan C/N ratio yang cukup tinggi yaitu sebesar 66.37%. Fosfat alam yang digunakan berasal dari produksi lokal dengan kandungan hara fosfor yang sangat rendah sehingga pada penelitian ini pengaruh fosfat alam terhadap sifat-sifat tanah sangat kecil. Hasil analisis pupuk kandang dan fosfat alam disajikan pada Lampiran 5. Curah Hujan Selama Penelitian Total curah hujan selama pengamatan erosi yaitu mulai 29 Oktober 2003 – 19 Februari 2004 sebesar 899,5 mm (Lampiran 6). Total kejadian hujan adalah 38 kali, sedangkan kejadian hujan yang bersifat erosive (terjadi erosi) adalah 22 kali. Berdasarkan dari data tersebut maka dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian sangat besar kemungkinan terjadi kehilangan hara dan bahan organik tanah dan apabila terjadi secara terus menerus, maka akan semakin menurunkan produktivitas tanah.
Kejadian hujan yang cukup besar pada awal-awal penelitian juga mempengaruhi keberadaan pupuk kandang yang diberikan dalam penerapan perlakuan.
Pupuk
kandang yang disebar pada permukaan tanah diduga banyak terbuang oleh aliran air dan erosi, sehingga pengaruh pupuk kandang terhadap sifat-sifat tanah menjadi kurang berperan. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat-Sifat Fisika Tanah Hasil analisis pengaruh paket teknologi konservasi tanah dan pengelolaan bahan organik serta hara P terhadap beberapa sifat fisik tanah disajikan pada Tabel 3. Sifat-sifat fisika tanah Hasil analisis tersebut disajikan pada Lampiran 7, 9, 11, 13, dan 15, sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 8, 10, 12, 14, dan 16. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa paket teknologi konservasi tanah, pengelolaan bahan organik dan hara P tidak berpengaruh nyata terhadap bobot isi, ruang pori total, pori drainase cepat dan permeabilitas tanah (Lampiran 8, 10, 12, 14 dan 16). Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (1999) bahwa tidak ada perbedaan pada saat analisis pendahuluan dan setelah panen terhadap bobot isi, porositas dan pori drainase cepat akibat dari pemberian bahan organik. Namun, mampu menurunkan kadar air pada pF1.0, pF2.0, pF2.54, air tersedia, kemantapan agregat serta permeabilitas tanah serta dapat meningkatkan pori drainase lambat dan kadar air pada pF 4,2.
Bobot Isi Meskipun paket teknologi yang diterapkan tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap bobot isi tanah, namun tanah-tanah yang mendapat paket perlakuan, baik teknik konservasi, bahan organik maupun fosfor mempunyai bobot isi tanah lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Bobot isi terendah adalah pada perlakuan paket teknologi tanpa konservasi tanah dan pemberian pupuk kandang (P4), sedangkan bobot isi tertinggi adalah kontrol tanpa teknik konservasi tanah dan tanpa pupuk kandang (P0).
Bahan organik sangat berperan dalam menurunkan bobot isi tanah, karena dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah, sehingga tercipta kondisi tanah yang lebih sarang. Peningkatan aktivitas organisme tanah akibat penambahan bahan organik diharapkan mampu memperbaiki agregasi tanah menjadi lebih mantap dan pembentukan pori tanah. Selain itu, karena penelitian baru berlangsung selama 4 bulan, diduga belum terjadi perubahan bobot isi yang nyata antara yang mendapat perlakuan dan kontrol. Tabel 3
Pengaruh paket teknologi terhadap sifat-sifat fisik tanah setelah panen jagung pada percobaan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung
Paket teknologi
Bobot isi (g/cc)
Ruang pori total (%vol)
Pori drainase cepat (%vol)
Permeabilitas (cm/jam)
1.38 a
47.80 a
9.53 a
1.83 a
P1
1.34 a
49.57 a
14.30 a
0.68 a
P2
1.31 a
50.67 a
13.77 a
1.65 a
P3
1.34 a
49.43 a
13.03 a
0.88 a
P4
1.24 a
53.07 a
15.33 a
1.28 a
P5
1.36 a
48.57 a
11.43 a
0.85 a
P6
1.31 a
50.40 a
12.97 a
0.63 a
P7
1.28 a
51.57 a
14.53 a
0.92 a
P8
1.31 a
50.60 a
13.70 a
0.52 a
P0
Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
Ruang Pori Total Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa paket teknologi yang diterapkan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruang pori total. Hal ini diduga karena pemberian teknik konservasi tanah, pemupukan fosfor dan pupuk kandang belum berperan efektif. Pupuk kandang yang diberikan tererosi pada awal percobaan serta pertumbuhan tanaman konservasi yang masih kecil.
Ruang pori total tertinggi ditunjukkan oleh paket teknologi teknik konservasi dan pemberian pupuk kandang (P4), sedangkan ruang pori total terendah adalah paket teknologi tanpa teknik konservasi dan tanpa pemberian pupuk kandang (kontrol, P0). Meskipun perlakuan paket teknologi yang diterapkan secara statistik tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata, namun ada indikasi yang baik dari teknologi konservasi tanah yang terlihat dari semakin meningkatnya jumlah ruang pori total tanah akibat pemberian paket teknik konservasi tanah, pemupukan fosfor serta bahan organik. Pori Drainase Cepat Namun demikian masih menunjukkan pola yang sama seperti ruang pori total dan bobot isi tanah. Pori drainase cepat tertinggi diperoleh pada paket teknologi dengan tanpa teknik konservasi, pupuk SP-36 dan pemberian pupuk kandang (P4), dan tergolong dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh dari teknik konservasi tanah, meskipun penelitian baru berlangsung selama 4 bulan. Lain halnya dengan kontrol (P0), pori drainase cepatnya tergolong rendah. Permeabilitas Tanah Permeabilitas yang diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan (air) pada suatu media berpori (tanah) mempunyai hubungan dengan sifat-sifat porositas dan penyebaran ukuran pori.
Kemantapan agregat dan struktur tanah sangat
mempengaruhi nilai permeabilitas tanah (Arsyad, 1989) karena kemantapan agregat akan mempengaruhi kemantapan ukuran pori. Pori yang sangat mempengaruhi permeabilitas tanah adalah pori makro (Chen et al, 1993). Analisis statistik menunjukkan bahwa paket teknologi konseravasi tanah, pengelolaan bahan organik dan hara P tidak berpengaruh nyata terhadap permeabilitas tanah. Permeabilitas tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah seperti jumlah pori dan kontinuitas pori. Paket teknologi yang diterapkan tidak berpengaruh nyata terhadap pori tanah, sehingga hal ini menyebabkan permeabilitas tanahnya juga tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan yang diterapkan.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Retensi Air Tanah Hasil analisis pengaruh paket teknologi konservasi tanah, pengelolaan bahan organik dan hara P terhadap kadar air tanah pada berbagai pF disajikan pada Tabel 4. Kadar air hasil analisis pada berbagai tegangan air (pF) disajikan pada Lampiran 17, 19, 21, 23, dan 25, sedangkan hasil analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 18, 20, 22, 24 dan 26. Hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan bahwa paket teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah pada berbagai pF maupun terhadap air tersedia. Kurva retensi air tanah menggambarkan jumlah air yang dapat ditahan pada tegangan tertentu atau disebut juga dengan kurva hubungan kadar air fraksi volume dengan algoritma tinggi air (cm) tegangan atau hisapan matrik tanah (Gambar 2). Kandungan air tanah tertinggi pada pF 1, 2, 2.54, dan 4.2 adalah pada paket teknologi P4 dimana mempunyai nilai berturut-turut 43.20, 37.73, 33.33, dan 24.93. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari bahan organik yang mampu memperbaiki sifat fisika tanah menjadi lebih baik. Tabel 4 Pengaruh paket teknologi terhadap kadar air tanah pada beberapa tegangan setelah panen jagung pada percobaan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung Paket teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
pF 1 43.90 a
Kadar air (% vol) pF 2 pF 2.54 38.27 a 33.27 a
pF4.2 23.37 a
40.97 a 42.67 a 42.10 a 43.20 a 42.73 a 43.07 a 42.80 a 44.00 a
35.27 a 36.90 a 36.40 a 37.73 a 37.13 a 37.43 a 37.03 a 36.90 a
20.43 a 22.33 a 20.50 a 24.93 a 24.20 a 24.63 a 23.53 a 23.53 a
30.60 a 32.00 a 31.90 a 33.33 a 32.20 a 32.77 a 32.20 a 31.90 a
Air tersedia 9.90 a 10.17 a 9.67 a 11.40 a 8.40 a 8.00 a 8.13 a 8.67 a 8.37 a
Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
Kurva karakteristik tanah pada berbagai pF (Gambar 2) sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat yang mempengaruhi rongga pori tanah yaitu tekstur dan struktur tanah. Pada nilai potensial matriks sama, kandungan air pada tanah liat lebih tinggi daripada lempung dan pasir.
Pada potensial matriks rendah, kandungan air tanah hanya
dipengaruhi oleh tekstur tanah sedangkan pada potensial matriks tinggi kandungan air tanah dipengaruhi pula oleh struktur tanah (Islami & Utomo, 1995). Di dalam tanah, air berada diantara partikel-partikel tanah dan mengalami jerapan oleh partikel-partikel tersebut.
Tanaman dapat menyerap air tanah bila
jerapan oleh partikel-partikel tanah lebih kecil daripada daya serap tanaman. Jika kadar air tanah sangat sedikit maka tanaman tidak dapat menyerap air karena air tersebut lebih kuat dijerap (ditahan) oleh partikel tanah dibandingkan dengan daya serap tanaman, sehingga tanaman akan mengalami kekurangan air, kekeringan dan pada akhirnya mati bila kadar airnya mencapai pF 4.2. Sebaliknya, pada kondisi kadar air jenuh juga berpengaruh tidak baik terhadap tanaman karena hampir semua pori-pori tanah terisi oleh air, sehingga tanaman akan kekurangan oksigen dan kegiatan bakteri untuk nitrifikasi, fiksasi N dan amonifikasi terganggu.
4.5 P0 P1
4
P2 P3 P4
3.5
P5 P6 P7
3
pF
P8
2.5
2
1.5
1
0.5 20
25
30
35
40
45
Kadar Air (%vol)
Gambar 2 Kurva retensi air tanah pada tanah Ultisol daerah penelitian Paket teknologi P3 (hedgerow Flemingia congesta + SP-36/musim) mempunyai kadar air pF1, 2, 2.54 dan 4.2 berturut-turut 42.10, 36.40, 31.90, 20.50. Kurva retensi air tanah paket teknologi P3 merupakan kurva yang lebih ideal, dimana garis kurva terlihat lebih mendatar pada pF 2.54 – pF 4.2. Hal ini juga menunjukkan bahwa air tersedia tanah tertinggi diperoleh pada perlakuan P3.
Kurva retensi
tersebut juga memperlihatkan bentuk kurva yang paling mendekati pola S shape curve. Menurut Soepardi (1983) air tanah yang tersedia bagi tanaman adalah air yang berada antara kapasitas lapang (pF 2.7) dan titik layu permanen (pF 4.2).Air tersedia sangat penting untuk dikaji karena berhubungan dengan jumlah air yang digunakan untuk kebutuhan tanaman. Ketersediaan air tanah dipengaruhi oleh struktur tanah, kandungan bahan organik (Soepardi 1983).
Tanah yang memiliki air tersedia
tertinggi adalah tanah-tanah yang bertekstur sedang.
Pengaruh bahan organik
terhadap air tersedia bukan hanya karena kemampuannya dalam menahan air, tetapi juga perannya dalam pembentukan struktur dan porositas tanah. Hasil pengamatan terhadap air tersedia menunjukkan bahwa paket teknologi P3 mempunyai air tersedia tertinggi, namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan tersebut. Hal ini terjadi karena pupuk kandang belum mampu memperbaiki sifat-sifat fisik tanah. Dari pengamatan sifat fisik tanah yang telah dilakukan, terlihat bahwa belum terjadi perbaikan sifat fisik tanah terutama porositas tanah akibat perlakuan teknik konservasi tanah, pemupukan fosfor dan bahan organik. Hal ini diduga karena jumlah pupuk kandang belum mencukupi dan cepat hilang terbawa aliran permukaan pada saat terjadi erosi setelah beberapa hari setelah pemberian. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat-Sifat Kimia Tanah Hasil analisis pengaruh paket teknologi konservasi tanah, pengelolaan bahan organik dan hara P terhadap beberapa sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Sifat-sifat kimia hasil analisis tanah disajikan pada Lampiran 27, 29, 31, 33, dan 35. Sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 28, 30, 32, 34, dan 36. Hasil analisis menunjukkan bahwa paket teknologi tidak pengaruh nyata terhadap kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan aluminium dapat ditukar (Al-dd), P-tersedia, dan P-retensi. Walaupun secara stasistik pengaruh paket teknologi tersebut belum memperlihatkan pengaruh nyata, namun secara visual di lapangan, seperti yang terlihat pada Gambar 3, terlihat adanya perbedaan yang cukup jelas terhadap pertumbuhan tanamannya.
Gambar 3 Pertumbuhan tanaman jagung dan ubi kayu perlakuan P7 (fosfat alam) dan P4 (SP-36) umur ±2 bulan. Kapasitas Tukar Kation Analisis statistik menunjukkan bahwa paket teknologi yang diterapkan tidak berpengaruh nyata terhadap KTK tanah.
Kapasitas tukar kation (KTK) adalah
kapasitas koloid tanah dalam memegang kation. KTK ini secara langsung tergantung pada jumlah muatan pada koloid tanah, tekstur tanah, tipe liat, dan kandungan bahan organik tanah. KTK diukur dalam satuan miliekuivalen per 100 gram tanah. Satu miliekuivalen kation adalah jumlah kation yang dibutuhkan untuk mengganti satu miliekuivalen (atau satu milligram) hidrogen.
Bila berat atom hidrogen adalah
valensi 1, maka berat miliekuivalen adalah 1 miligram. Ali dan Sufardi (1999) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan kapasitas tukar kation pada Typic Haplohumults. Bahan organik tanah diyakini dapat menambah muatan negatif sehingga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Karena adanya muatan negatif pada permukaan koloid tanah, mengakibatkan terjadinya pergerakan kation yang bermuatan positif. KTK menunjukkan kemampuan tanah untuk memegang hara. Koloid tanah didalam tanah dikelilingi oleh film air yang juga ditempati oleh kation-kation.
Kation-kation
tersebut bisa berasal dari pupuk dan hancuran mineral tanah dan bahan organik. Sedangkan aluminium dapat berasal dari hancuran liat, dan hidrogen berasal dari air.
Pertukaran ion ini terjadi pada saat larutan tanah dan koloid tanah berada pada kondisi tidak setimbang.
Namun kondisi kesetimbangan tersebut jarang sekali
ditemui di dalam tanah, hal ini disebabkan karena di dalam tanah secara terusmenerus terjadi proses pencucian dan pengambilan kation-kation tersebut oleh tanaman. Tabel 5 Pengaruh paket teknologi terhadap kapasitas tukar kation, kejenuhan basa dan Al3+ setelah panen jagung pada percobaan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung. Paket teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
KTK me/100g 6.87 a 6.24 a 8.04 a 6.98 a 7.83 a 8.13 a 8.11 a 7.75 a 7.63 a
Al3+ me/100g 1.67 a 1.44 a 1.68 a 1.08 a 1.65 a 1.46 a 1.20 a 1.15 a 1.19 a
KB % 30.33 a 32.00 a 33.00 a 43.00 a 32.33 a 38.33 a 41.33 a 43.33 a 41.67 a
Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
Namun, pemberian bahan organik pada penelitian ini diduga belum mampu meningkatkan kapasitas tukar kation secara nyata.
Pengaruh yang tidak nyata
dikarenakan jumlah pupuk kandang yang diberikan diduga belum memadai dan terjadi hujan dan erosi beberapa hari setelah pemberian pupuk kandang, sehingga pemberian pupuk kandang tersebut menjadi tidak efektif. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemupukan fosfor tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan nilai. Hal ini senada dengan penelitian Khalil (1991) mengenai pengaruh fosfat terhadap peningkatan nilai KTK, dimana pengaruh fosfat sangat kecil terhadap peningkatan nilai kapasitas tukar aktion tanah. Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa merupakan persen kejenuhan kompleks pertukaran kation dengan jumlah kation-kation dasar. Kation-kation dasar tersebut adalah berbagai kation kecuali H dan Al, sedangkan persentase kejenuhan basa adalah jumlah kapasitas pertukaran kation yang tidak tergantung pada kemasaman potensial. Dari analisis tanah sebelum perlakuan kejenuhan basa sekitar 23%, namun setelah perlakuan terjadi peningkatan menjadi sekitar 28,67 sampai 45,67%. Hal tersebut karena dengan adanya penambahan bahan organik dan pemupukan akan menambah hara tanah seperti nitrogen, fosfor, sulfur, kalium, boron, dan lai-lain sehingga akhirnya kejenuhan basa menjadi meningkat (Tisdale et al. 1985). Kejenuhan basa dalam penelitian ini juga tidak berpengaruh nyata terhadap kontrol maupun antar perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang yang diberikan belum mencukupi dan terjadinya erosi beberapa waktu setelah pemberian pupuk kandang, selain itu pengamatan baru berlangsung selama 4 bulan. Pengaruh pemupukan fosfat baik SP-36 maupun fosfat alam juga tidak berpengaruh nyata serta teknik konservasi tanah yang belum berperan efektif. sehingga pengaruhnya belum nyata.
Hal ini diduga bahwa pemupukan fosfor hanya sedikit menyumbangkan
kation ke larutan tanah. Aluminium Dapat Ditukar (Al-dd) Pengaruh perlakuan terhadap aluminium dapat ditukar (Al-dd) disajikan pada Tabel 5, sedangkan analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 31. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa paket teknologi yang diterapkan tidak berbeda nyata dengan antar perlakuan satu dan lainnya. Walau dari analisis statistik tidak memperlihatkan perbedaan nyata, namun perlakuan teknik konservasi tanah, pemupukan fosfor dan bahan organik yang diterapkan telah penurunan
Al-dd menjadi 1.84 me/100g sampai 7.03 me/100g
dengan semakin bertambahnya kedalaman, sedangkan kadar Al-dd setelah perlakuan berkisar 1.08 me/100g sampai 1.68 me/100g. Hal ini dapat dipahami karena dengan pemberian pupuk fosfor (SP-36 dan fosfat alam) mendorong terjadinya presipitasi Al dan pengaruh bahan organik yang diduga berperan dalam mengkhelat ion Al.
Jumlah aluminium bebas di dalam tanah menunjukkan potensi jumlah fosfor yang akan dijerap melalui pengikatan Al-P sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Dari hasil penelitian Sutopo (2003) juga memperlihatkan bahwa pemberian SP-36 mampu menurunkan Al-dd sebesar 15%. Penetralan Al-dd dapat terjadi melalui mekanisme presipitasi ion Al oleh OH-. Aluminium dapat ditukar juga sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik.
Hubungan terbalik antara jumlah bahan organik dan Al-dd disebabkan
karena bahan organik tersebut dapat mengkhelat aluminium (Tan, 1993) menjadi senyawa yang sukar larut sehingga keberadaan Al-dd berkurang. Hasil penelitian Hakim (1982) pada tanah Ultisol Sitiung I mendapatkan efektifitas pemberian bahan organik pupuk hijau sebesar 100 g/2kg tanah dapat menurunkan Al-dd setara dengan pengapuran sebesar 0,5 kali Al-dd. Setelah Aluminium berkurang akibat dikhelat oleh bahan organik maka tempatnya akan ditempati oleh basa-basa seperti kalium dan magnesium, hal ini menyebabkan kejenuhan basa akan semakin meningkat.
P-Tersedia dan P-Retensi Pengaruh perlakuan terhadap P-tersedia disajikan pada Tabel 6, sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 34.
Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa P-tersedia tanah paling tinggi diperoleh pada perlakuan paket teknologi strip Stylosantes goyanensis dan pemupukan SP-36 (P2), dan diikuti dengan perlakuan paket teknologi strip Stylosantes goyanensis dan pemupukan fosfat alam (P6). P-tersedia terendah diperoleh pada perlakuan paket teknologi kontrol (P0). Walaupun secara statistik pengaruh teknik konservasi tanah, pemupukan fosfor dan bahan organik tidak berpengaruh nyata, namun terlihat selisih nilai P-tersedia yang jauh antara kontrol dan tanah-tanah yang diberi perlakuan. Jika membandingkan antara jumlah P-tersedia tanah-tanah yang diberikan tanaman konservasi P2 dan P3 (berturut-turut 13.57 ppm dan 11.00 ppm) dengan perlakuan pupuk fosfor yang sama (SP-36), menunjukkan kandungan P-tersedia lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah yang tidak diberikan teknik konservasi tanah P0, P1 dan P4 (berturut-turut 5.93 ppm, 7.85 ppm, dan 9.63 ppm).
Hal ini
membuktikan bahwa teknik konservasi tanah strip Stylosantes goyanensis dan tanaman pagar Flemingia congesta mampu mengurangi kehilangan P-tersedia tanah yang terbawa oleh aliran permukaan. Untuk melihat pengaruh pupuk fosfor terhadap kandungan P-tersedia tanah dapat dibandingkan antara perlakuan dengan penggunaan pupuk SP-36 dan fosfat alam dengan perlakuan teknik konservasi dan pupuk kandang yang sama
(P1 vs P5,
P2 vs P6, P3 vs P7 dan P4 vs P8), terlihat bahwa tanah-tanah yang diberikan SP-36 mempunyai P-tersedia yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan fosfat alam. Hal ini disebabkan karena pupuk SP-36 mengandung hara fosfor yang lebih tinggi dan cepat tersedia yang lebih tinggi dibandingkan dengan fosfat yang kandungan fosfornya sangat rendah serta lambat pelarutannya, seperti menurut Sutopo (2003) bahwa pemberian SP-36 sangat nyata mempengaruhi peningkatan P-HCl 25% dan P- Bray 1. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan bahan hijauan tanaman jagung yang
menunjukkan serapan P yang berasal dari pupuk meningkat dengan semakin meningkatnya takaran pupuk SP-36 yang diberikan. Tabel 6
Pengaruh paket teknologi terhadap kandungan P-tersedia dan P-retensi dalam tanah setelah musim tanam jagung di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung.
Paket Teknologi P-Tersedia (ppm) P-Retensi (%) P0 5.93 a 21.57 a P1 7.85 a 24.97 a 13.57 a 27.67 a P2 P3 11.00 a 27.63 a P4 9.63 a 30.27 a P5 10.33 a 30.03 a P6 12.80 a 27.20 a P7 7.37 a 27.17 a P8 6.20 a 26.57 a Angka-angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT. Pengaruh perlakuan terhadap P-retensi disajikan pada Tabel 6, sedangkan analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 36.
Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa paket teknologi yang diterapkan tidak berpengaruh nyata terhadap P-retensi tanah. P-retensi terkecil ditunjukkan pada paket teknologi P0. Hal ini lebih dikarenakan jumlah kandungan P tanah asal yang memang rendah. Sebaliknya tanah-tanah yang mendapatkan perlakuan
teknik konservasi tanah,
pemupukan fosfor dan bahan organik menunjukkan P-retensi yang lebih tinggi dibanding kontrol (P0). Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsentrasi Sedimen dan Hara dalam Aliran Permukaan Kehilangan hara yang terbawa oleh aliran permukaan dipengaruhi oleh konsentrasi sedimen dan kandungan hara dalam tanah. Hubungan antara konsentrasi hara dalam aliran permukaan dan konsentrasi sedimen bersifat negatif, sedangkan terhadap kandungan hara dalam tanah bersifat positif (Sinukaban, 1981). McDowell et al. (1990) menambahkan bahwa hubungan tersebut selain bersifat negatif juga nonlinier. Penurunan konsentrasi hara dalam sedimen akibat meningkatnya konsentrasi sedimen sangat berkaitan dengan kadar liat dalam bahan yang tererosi.
Pada
konsentrasi sedimen yang tinggi umumnya mempunyai kadar liat dalam sedimen yang rendah. Hal ini disebabkan karena liat mempunyai kemampuan menjerap unsur hara yang tinggi. Sinukaban (1981) menggambarkan hubungan antara konsentrasi hara dalam aliran permukaan dengan konsentrasi liat dalam bahan tererosi bersifat positif dan linier. 1. Botol Penampung Bekas Kemasan Air Mineral Paket teknologi konservasi tanah dan pengelolaan bahan organik serta hara P terhadap jumlah sedimen, C-organik, N-total, P-total dan K-total dalam aliran permukaan disajikan pada Tabel 7. Data pengamatan jumlah sedimen dan kandungan hara dalam botol penampung tersebut disajikan pada Lampiran 37, 39, 41, 43, dan 45, sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 38, 40, 42, 44, dan 46. Hasil analisis menunjukkan bahwa paket teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah sedimen, kandungan C-organik, N total, dan K total yang terbawa dalam aliran permukaan. Sebaliknya, paket teknologi berpengaruh nyata terhadap P-total yang terbawa aliran permukaan (Tabel 7). Tidak berpengaruh nyatanya paket teknologi konservasi tanah, pengelolaan bahan organik serta hara P terhadap konsentrasi sedimen dalam aliran permukaan disebabkan karena teknik konservasi yang diterapkan baik tanaman strip Stylosantes goyanensis maupun tanaman pagar Flemingia congesta hingga bulan ketiga belum mampu untuk mengurangi erosi.
Karena pertumbuhannya masih sangat kecil,
sehingga diduga masih ada partikel-partikel (sedimen) tanah yang lolos dan tidak mampu ditahan oleh barisan tanaman strip/pagar. Tabel 7
Pengaruh Paket Teknologi Terhadap Konsentrasi Sedimen, Konsentrasi C_Organik dan Unsur Hara dari Pengamatan dalam Botol penampung.
Paket Teknologi
Sedimen
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
……… 21.21 a 15.96 a 22.62 a 18.84 a 21.68 a 27.08 a 35.43 a 21.00 a 17.26 a
C_organik g/l ……... 0.35 a 0.30 a 0.34 a 0.23 a 0.40 a 0.57 a 0.38 a 0.33 a 0.32 a
Konsentrasi N-total P-total K-total …………. ppm …………… 32.09 a 2.94 b 15.44 a 29.83 a 2.96 b 11.55 a 36.11 a 8.23 a 34.71 a 26.57 a 3.00 b 12.69 a 33.88 a 4.00 b 18.91 a 42.39 a 3.95 b 18.70 a 45.84 a 4.08 b 31.60 a 24.94 a 1.84 b 13.94 a 30.75 a 2.87 b 29.22 a
Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
Demikian pula kandungan C-organik dan unsur hara N, P dan K dalam aliran permukaan tidak berbeda nyata antara perlakuan yang satu dengan perlakuan lainnya, karena jumlah konsentrasi sedimen dalam aliran permukan tidak berbeda.
Hal
tersebut disebabkan karena pertumbuhan tanaman konservasi yang masih kecil. Selain itu, pemberian bahan organik juga belum mampu memperbaiki sifat fisik tanah.
2. Parit (bak) Penampung Hasil analisis pengaruh paket teknologi konservasi tanah dan pengelolaan bahan organik serta hara P terhadap jumlah sedimen, C-organik, N total, P total dan K total dalam aliran permukaan disajikan pada Tabel 8. Jumlah sedimen dan kandungan hara dalam aliran permukaan disajikan pada Lampiran 47, 49, 51, 53, dan 55. Sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 48, 50, 52, 54, dan 56. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa paket teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah sedimen, C-organik, N total, P total dan K total dalam aliran permukaan. Jumlah sedimen dalam aliran permukaan pada seluruh perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena teknik konservasi yang diterapkan, baik tanaman strip Stylosantes goyanensis maupun tanaman pagar Flemingia congesta hingga bulan ketiga belum mampu menghambat laju aliran permukaan, karena pertumbuhan tanaman strip dan tanaman pagar tersebut masih sangat kecil. Demikian juga dengan konsentrasi C-organik serta hara N, P dan K dalam aliran permukaan tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan akibat tanaman strip Stylosantes goyanensis maupun tanaman pagar Flemingia congesta masih sangat kecil, sehingga belum mampu menahan erosi yang membawa sedimen tanah yang mengandung hara. Tabel 8 Pengaruh paket teknologi terhadap konsentrasi sedimen, konsentrasi Corganik dan beberapa unsur hara dari pengamatan bak setelah panen jagung pada percobaan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung. . Paket teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5
Sedimen ……… 19.27 a 19.35 a 18.36 a 30.42 a 16.57 a 19.47 a
C_organik g/l ……... 0.38 a 0.46 a 0.37 a 0.60 a 0.37 a 0.41 a
Konsentrasi N total P total K total …………. ppm …………… 44.27 a 2.96 a 13.47 a 35.14 a 4.33 a 40.20 a 30.46 a 3.92 a 14.00 a 45.77 a 6.08 a 21.13 a 30.21 a 3.76 a 12.85 a 49.86 a 3.26 a 14.88 a
P6 P7 P8
28.75 a 28.69 a 25.33 a
0.51 a 0.47 a 0.54 a
35.63 a 35.46 a 30.63 a
4.17 a 3.91 a 4.30 a
19.65 a 17.83 a 36.83 a
Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
Kadar N-Total, K-Total, C-organik dan P-total paling rendah diperoleh pada perlakuan P4 (SP-36 dan pupuk kandang). Hal ini disebabkan oleh pengaruh pupuk SP-36 dan pupuk kandang yang diyakini dapat memperbaiki sifat fisik dan kesuburan tanah menjadi lebih baik sehingga berperan dalam mengurangi besarnya pengangkutan hara oleh erosi. Pertumbuhan tanaman secara tidak langsung juga berperan dalam mengurangi kehilangan hara karena penutupan permukaan tanah dapat menurunkan pelepasan partikel tanah akibat pukulan hujan Agassi (1995). Selain itu, untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan, kerapatan tegakan tanaman juga menjadi faktor pengontrol. Tegakan tersebut harus mampu menahan kekuatan pukulan air hujan sehingga mampu menghamburkan energi dari aliran permukaan. Penanaman tanaman pagar juga mampu memperlambat laju aliran permukaan sehingga akan meningkatkan infiltrasi air.
Tanaman pagar/strip tersebut akan
berfungsi sebagai barrier yang mampu menahan partikel-partikel tanah yang terbawa dalam aliran sehingga tertahan di bagian belakang dari barisan tanaman pagar/strip. Deposisi partikel-partikel tersebut lama-kelamaan nantinya akan membentuk teras alami. Dalam percobaan ini, walaupun pengaruhnya belum nyata terlihat, namun telah memperlihatkan fenomena kemampuan tanaman pagar dan strip sebagai barrier dan kecenderungan membentuk teras alami (Gambar 4).
Gambar 4
Gambaran partikel-partikel tanah yang tertahan di belakang barisan tanaman pagar Flemingia congesta umur 3 bulan.
Penelitian yang dilakukan oleh Abdurrahman dan Sukmana (1990) juga menunjukkan bahwa sistem alley cropping dengan hedgerow Flemingia congesta dapat membentuk teras alami sekitar 25 cm setelah setahun penerapan. Barisan tanaman Flemingia congesta seperti pada Gambar 3 mampu menahan partikelpartikel tanah tererosi di bagian atas barisan tanaman tersebut. Selain dari tanaman pagar/strip, peran dari pertumbuhan tanaman pokok juga sangat berpengaruh. Hal ini dapat dipahami karena bila pertumbuhan tanaman baik, maka penutupan permukaan tanah oleh tanaman akan mampu menghamburkan energi kinetik hujan yang memecah partikel-partikel tanah menjadi lebih halus dan lebih mudah terbawa dalam aliran permukaan (Agassi, 1995). Pengaruh pupuk kandang secara tidak langsung juga berperan dalam menekan erosi melalui perbaikan sifat fisik tanah seperti struktur dan porositas tanah. Adapun konsentrasi C-organik, P, dan K dalam sedimen terendah adalah pada perlakuan kontrol (P0). Hal ini disebabkan karena tanah asalnya yaitu tanah Ultisol dicirikan memiliki kandungan hara dan bahan organik yang sangat rendah.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Tanaman Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sangat jelas terlihat perbedaannya antara perlakuan yang diberi pupuk SP-36 (P1, P2, P3 dan P4) dan petak-petak yang dipupuk fosfat alam tanpa SP-36 (P5, P6, P7, dan P8). Pertumbuhan jagung dan ubi kayu pada petak-petak yang diberi pupuk
SP-36
sangat baik, sebaliknya pertumbuhan kedua tanaman pada petak-petak dengan fosfat alam dan tanpa SP-36 memperlihatkan pertumbuhan dan produksi jagung yang sangat rendah, bahkan banyak yang tidak tumbuh (Gambar 2). Hal ini disebabkan karena pupuk SP-36 lebih cepat tersedia sehingga P yang larut dapat langsung diserap oleh tanaman. 1. Persentase Penutupan Lahan Pengaruh perlakuan teknik konservasi tanah, pengelolaan bahan organik dan hara P terhadap persentase penutupan lahan disajikan pada Tabel 9. Data hasil pengamatan penutupan lahan umur 30 HST, 45 HST dan 65 HST disajikan pada Lampiran 57, 59, dan 61, sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 58, 60, dan 62. Analisis statistik menunjukkan bahwa penutupan lahan tertinggi dijumpai pada paket teknologi P3 (hedgerow Flemingia congesta dan SP-36) dan P4 (tanpa teknik konservasi tanah + SP-36).
Perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan P2 (strip Stylosantes goyanensis dan SP-36), sedangkan penutupan lahan terendah adalah pada paket teknologi P0 (kontrol). Persentase penutupan lahan ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman. Tanaman yang pertumbuhannya baik akan memiliki kanopi yang lebih lebar sehingga penutupan lahan menjadi tinggi. Penutupan lahan ini juga nantinya akan mengurangi besarnya laju erosi.
Bila
penutupan lahan tinggi maka erosi akan dapat ditekan karena energi potensial hujan akan lebih kecil untuk memecahkan partikel-partikel tanah.
Tabel 9 Pengaruh paket teknologi terhadap persentase penutupan lahan setelah panen jagung pada percobaan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung
Paket teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Penutupan lahan 30 HST 45 HST 65 HST ……….…… % …………… 25.00 c 53.33 c 58.33 d 58.33 ab 88.33 ab 88.33 ab 71.67 a 95.00 a 98.33 a 68.33 abc 98.33 a 100.00 a 75.00 a 95.00 a 96.67 a 35.00 bc 70.00 abc 68.33 dc 33.33 bc 65.00 bc 68.33 dc 31.67 bc 73.33 abc 75.00 c 53.33 ab 83.33 ab 83.33 abc
Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
2. Tinggi Tanaman a.
Jagung Pengaruh perlakuan teknik konservasi tanah, pengelolaan bahan organik dan
hara P terhadap tinggi tanaman jagung disajikan pada Tabel 10, data tinggi tanaman umur 30HST, 45 HST dan 60 HST disajikan pada Lampiran 63, 65, dan 67. Sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 64, 66, dan 68. Analisis statistik menunjukkan bahwa paket teknologi berpengaruh nyata terhadap tanaman jagung tertinggi diperoleh pada paket teknologi P3 (pemberian SP36 dan strip Flemingia congesta). Paket teknologi P3 tidak berbeda nyata dengan paket teknologi P1, P2, dan P4. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh pemupukan P dari SP-36 yang diberikan. Pupuk SP-36 selain memberikan P yang lebih tinggi juga cepat tersedia bagi tanaman, sehingga kebutuhan tanaman akan fosfor lebih cepat terpenuhi. Pada saat ini pengaruh dari tanaman pagar Flemingia congesta maupun strip Stylosantes goyanensis belum
terlihat nyata karena tanaman strip dan tanaman pagar masih kecil dan belum menghasilkan bahan hijauan yang dapat mensuplai bahan organik bagi tanaman. Pemberian pupuk SP-36 dapat meningkatkan pertumbuhan dan bobot kering tanaman jagung.
Namun bila dibandingkan dengan fosfat alam, pupuk SP-36
berpengaruh terhadap tinggi tanaman jagung. Rendahnya respon tanaman dikarenakan kadar P tersedia dalam tanah sebelum pemupukan memang sudah sangat rendah selain pelarutan P dari fosfat alam juga tergolong rendah. Tabel 10 Pengaruh paket teknologi terhadap persentase tinggi tanaman jagung pada percobaan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
30 HST 53.22 b 140.11 a 155.33 a 165.80 a 147.33 a 59.44 b 67.13 b 53.17 b 94.67 b
Tingi Tanaman (cm) 45 HST 51.89 c 100.00 a 159.67 a 173.00 a 168.33 a 66.22 bc 73.00 bc 57.83 c 96.33 b
60 HST 54.22 c 156.78 a 171.00 a 179.00 a 171.67 a 68.67 c 73.67 bc 59.00 c 103.22 b
Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
Pupuk SP-36 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung secara nyata dibandingkan dengan kontrol maupun dengan pupuk fosfat alam. Rendahnya respon tanaman ini diduga karena P tersedia dari fosfat alam pada saat awal pertumbuhan masih rendah. Walaupun selanjutnya pelarutan fosfat alam ini semakin meningkat, namun P yang dibebaskan pada waktu yang bersamaan pula dapat bereaksi dengan bahan tanah menjadi bentuk-bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman sehingga P tersedia didalam tanah tetap rendah (Hammond et al., 1986). Selanjutnya Havlin et al. (1999) menambahkan bahwa penggunaan pupuk fosfat alam pada tanah-tanah
masam dengan kadar P tersedia tanah rendah akan memberikan P tersedia yang cukup bila diberikan dalam frekuensi 2-3 kali pupuk superfosfat.
b. Ubi Kayu Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman ubi kayu disajikan pada Tabel 11. Data tinggi tanaman ubi kayu pada umur 30HST, 45HST, 60HST dan 100HST disajikan pada Lampiran 69, 71, 73, dan 75, sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 70, 72, 74, dan 76. Analisis statistik menunjukkan bahwa tinggi tanaman ubi kayu tertinggi diperoleh pada paket teknologi P4 dan berbeda nyata dengan paket teknologi lain yang juga diberi pupuk SP-36. Hal ini disebabkan, selain karena pupuk SP-36 yang cepat tersedia juga adanya pengaruh pemberian bahan organik tanah dan peranan bahan organik tanah yang selain dapat meningkatkan kapasitas tukar kation juga mampu meningkatkan P-tersedia pada tanah-tanah yang memiliki kapasitas erapan P yang tinggi. Tabel 11 Pengaruh paket teknologi terhadap tinggi tanaman ubi kayu pada percobaan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung Paket teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
30 HST 46.80 b 68.00 b 69.67 b 70.67 ab 76.87 a 52.20 b 45.00 b 44.73 b 54.80 b
Tinggi Tanaman (cm) 45 HST 60 HST 56.33 d 65.33 e 81.33 bc 95.00 bc 89.00 ab 112.33 ab 89.67 abc 104.33 bc 101.33 a 117.00 a 63.33 d 71.33 de 57.00 d 64.33 de 55.33 d 65.67 de 67.67 cd 81.33 dc
100 HST 71.33 e 103.33 bc 112.00 ab 113.67 a 127.00 a 78.00 de 72.00 e 74.67 de 89.67 cd
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama pada tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
3. Biomass Tanaman Jagung Berat biomass tanaman jagung tertinggi diperoleh pada perlakuan tanah yang diberikan pupuk SP-36 yang ditambah pupuk kandang (P4). Namun biomassa yang
dihasilkan pada perlakuan fosfat alam tanpa teknolgi lainnya memperlihatkan biomassa yang sangat rendah. Hanya perlakuan fosfat alam dan pupuk kandang yang memperlihatkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pupuk fosfat alam yang ditambah teknologi lainnya. 4. Produksi Tanaman Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa paket teknologi yang diterapkan sangat nyata meningkatkan berat jagung pipilan kering dan produksi ubi kayu (Tabel 12). Data biomassa, tinggi tanaman dan hasil jagung pipilan kering disajikan pada Lampiran 77, 79, dan 81, sedangkan analisis sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 78, 80, dan 82. Berat jagung pipilan kering pada lahan yang diberi pupuk SP-36 lebih tinggi daripada tanah-tanah yang tidak diberi pupuk SP-36. Demikian pula dengan produksi ubi kayu, dimana tanah-tanah yang diberi pupuk SP-36 memperlihatkan hasil ubi kayu yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan petak kontrol maupun petak perlakuan fosfat-alam. Tabel 12 Pengaruh paket teknologi terhadap berat pipilan kering, biomassa tanaman jagung dan produksi ubi kayu pada percobaan di Desa Indraloka II, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Lampung Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
Pipilan (ton/ha) 0.00 c 1.32 ab 1.77 a 2.10 a 1.84 a 0.00 c 0.12 c 0.00 c 0.47 bc
Biomass (kg/ektar) 171.43 c 3047.62 b 3666.67 ab 3976.19 ab 4261.90 a 333.33 c 366.67 c 388.10 c 1000.00 bc
Ubi kayu (ton/ha) 16.10 c 21.95 ab 27.71 a 26.33 a 29.24 a 16.86 c 17.48 c 18.81 c 24.29 bc
Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji BNT.
Pupuk SP-36 selain mengandung jumlah P yang lebih banyak juga lebih cepat tersedia bagi tanaman. Oleh karena kondisi kesuburan tanah asal sangat rendah
termasuk hara P, maka pupuk SP-36 lebih mampu menyediakan P lebih banyak dan lebih cepat tersedia bagi tanaman. Sedangkan pupuk fosfat alam mengandung hara fosfor yang sangat rendah serta lambat tersedia. Tanaman yang mendapat suplai fosfor cukup dapat meningkatkan pertumbuhan dan pengisian biji jagung lebih baik. Pada tanah-tanah yang sangat miskin, pemberian fosfat alam baru akan efektif apabila diberikan 3 kali lebih banyak dari pupuk SP-36. Hasil penelitian Sutopo (2003) menunjukkan bahwa pengaruh fosfat alam masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan SP-36 maupun FA+SP-36, dimana bobot kering atas tanaman dengan perlakuan fosfat alam, fosfat alam + SP-36 dan SP36 meningkat berurutan sebesar 100, 150 dan 200% dibandingkan kontrol.
KESIMPULAN 1. Penggunaan pupuk kandang tanpa teknik konservasi tanah dan pemberian pupuk SP-36 200kg/ha mampu menurunkan bobot isi tanah serta meningkatkan ruang pori total, pori drainase cepat dan permeabilitas tanah Ultisol. 2. Teknik konservasi tanah dengan hedgerow Flemingia congesta dan pemberian pupuk SP-36/musim mempunyai kurva retensi air tanah yang paling baik. 3. Penerapan teknik konservasi tanah dan pengelolaan hara P serta bahan organik belum mampu memperbaiki beberapa sifat-sifat kimia tanah, namun ada kecenderungan mampu meningkatkan kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan ketersediaan P serta menurunkan Al3+. 4. Paket teknologi tanpa teknik konservasi tanah + pupuk SP-36 200kg/ha + pupuk kandang mampu menurunkan jumlah sedimen, konsentrasi hara N-total, P-total dan K-total, serta konsentrasi C-organik dalam aliran permukaan. 5. Paket Teknologi P4 (tanpa teknik konservasi tanah + pupuk SP-36 200kg/ha + pupuk kandang) mampu meningkatkan persentase penutupan lahan, tinggi tanaman, berat biomassa jagung dan produksi tanaman jagung dan ubi kayu.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrachman, A and Sukmana. 1990. The effects of several soil conservation practices on soil erosion, surface runoff and crop yield on Typic Eutropept Ungaran. In: Proceeding of Meeting on the Result of Upland Farming and Soil Conservation Research. Upland Agriculture Conservation ProjetFarming Adnyana, I. W. S. 1997. Pengaruh strip rumput Setaria dan pengelolaan tanah serta sisa tanaman terhadap aliran permukaan, erosi dan produksi kacang tanah dalam Prosiding Kongres Nasional VI HITI. Jakarta, 12-15 Desember 1995. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Agassi, M. 1995. Soil Erosion, Conservation, and Rehabilitation. New York: Marcel Dekker Inc. 402 p. Alexandrova, L. N., T. T. Arsavskay., E. M. Dofman., M. F. Lyuzin., and O. V. Yurlova. 1968. Humus acids and their organo-mineral derivates in soil. New York: The 9th American Elsevier Publ. Co. Inc. p.143-151. Ali, S. A. dan Sufardi. 1999. Pengaruh beberapa amandemen tanah terhadap muatan koloid dan sifat fisiko kimia tanah Typic Haplohumults (Ultisol). Banda Aceh: J.Tanah Tropika. No.8: 139-152. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. 289 hal. Chen, C., D. M. Thomas., R. E. Green and R. J. Wagenet. 1993. Two-domain estimation of hydraulic properties in macro-pore soil. Soil Sci. Soc. Am. J.57: 680-686. Constantinensco, I. I. 1976. Soil Conservation for Developing Contries. FAO Soil Bulletin No. 30. De Boot. 1978. Soil Physics. Rijkuniversiteit Gent. Erfandi, D., Ai Dariah., dan H Suwardjo. 1992. Pengaruh alley cropping terhadap erosi dan produktivitas tanah Haplortox Citayam. Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah. Bogor 22-24 Agustus 1989. Bogor: Balai Penelitian Tanah. Pusat Penilitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. FAO. 2000. Manual on integrated soil management and conservation practices. FAO Land and Water Bulletin 8. Rome, Italy Hakim, N. 1982. Pengaruh Pemberian Pupuk Hijau dan Kapur pada Podsolik Merah Kuning terhadap Ketersediaan Fosfor dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). [Desertasi]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Hammond, L. L., S. H. Chien, and G. W. Easterwood. 1986. Agronomi effectiveness of Bayovar phosphate rock in soil with induce phosphorous retention. Soil Sci Soc, Am J-50:1601-1606. Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Pressindo. Havlin, J. L., J. D. Beaton., S. L. Tisdale, and W. L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. Sixth ed. Upper Saddle, New York: Prentice Hall. Hernandez, D. L., and C. P. Burnham. 1982. Phosphate retention in some tropical soils in relation to soil taxonomic classes. Soil Sci Plant Anal. 13: 573-583. Hesse, P. L. 1984. Potential of organic material for soil improvement in Soil Organic Matter and Rice. Philippines: IRRI. Indrawati. 2000. Peningkatan Kapasitas Tanah Menahan Air dalam Usaha Pengelolaan Lengas Tanah. Prosiding Kongres Nasional VII HITI. Bandung. Irawan, E., Tuherkih, N., L. Nurida., dan D. Santoso. 2000. Analisis kelayakan ekonomi dan prospek pengembangan teknologi budidaya lorong dalam peningkatan produktivitas lahan kering. Prosiding Kongres Nasional VII HITI. Bandung: Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Islami, T., dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. Semarang: IKIP Semarang Press. Juste, C. 1977. Protection des Sols en Regim d’exportantion Maximale. Komplek Organo-mineral pada dua jenis tanah dengan tiga tipe penutupan lahan. J. II. Pert. Indon. Vol. 5 Kasno, A., T. H. Fairhurst., J. Sri Adiningsih, dan D. Santoso, 2003. Pengkayaan P pada lahan kering masam. Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Bogor: Balai Penelitian Tanah. Pusat Penilitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian. Khalil. M. 1991. Pengaruh Pemberian Fosfat dan Kapur Terhadap Kandungan Fosfat, Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays) pada Ultisol di Jantho-Aceh Besar. [Tesis]. Bogor: Progam Pascasarjana IPB. Khasawneh, F. E., E. C. Sample., and I. Hashimoto. 1974. Reaction of ammonium ortho and polyphosphate fertilizers in soil. I:Mobility of phosphorous. Soil Sci. Soc. Amerc. Proc. 38: 446-450. Kononova. 1966. Soil Organic Matter, its Nature, its Role in Soil Formation and in Soil Fertility. Translated by T. Z. Novakowski and A. C. D. Newton. Oxford: Pergomon Press. Lal, R. 1976. Soil Erosion Problem on an Alfisol in Western Nigeria and Their Control. IITA Monogaph No.1. Ibadan.
______ and D. J. Greenland. 1984. Soil Physical Properties and Crop Production in The Tropics. New York: John Wiley & Sons. ______ 1995. Sustainable Management of Soil Resources in the Humid Tropics. Tokyo-Japan: United Nation University Press. Martinez, M. T., C. Romero., and J. M. Galivan. 1984. Solubilization of phosphorus by humic acids from lignite. Soil. Sci. 193: 257-269 Masnang, A. 1995. Pengaruh Penggunaan Mulsa Terhadap Sifat Fisik, Total Mikroorganisme Tanah, Aliran Permukaan dan Erosi. Thesis. Bogor: Program Pascasarjana IPB. McDowell, L.L., G. H. Willis and C. E. Murpres. 1989. Nitrogen and phosphorous yields in runoff from silty soil in Mississipi Delta, USA. Agriculture Ecosystem and Environment 25: 119-137. Mortensen, J. L. 1963. Complexing of metal by soil organic matter. Soil Sci Soc. Amer. Proc. 27: 176-186. Nursjamsi, D., M. T. Sutriadi, dan Undang Kurnia. 2002. Penelitian Teknologi Pemupukan P dan K Lahan Kering Berdasarkan Uji Tanah. Draft Laporan Akhir Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Kesuburan Tanah dan Iklim. Bogor: Balai Penelitian Tanah-Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agoklimat. Quirk, J. P. 1987. The physical and chemical basic for the management of soil structure of red brown earth soil. dalam Shiddieq dan Partoyo. 2000. Prosiding Konges Nasional VII HITI . Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Sample, E. C., R. J. Soper., and G. J. Racz. 1980. Reaction of phosphate fertilizers in soil. Madison: Amer. Soc. Agron., Crop Sci. Amer., Soil Sci. Amer. Inc. Sanchez, P. A., and Uehara. G. 1980. Management considerations for acid soils with high phoporous fixation. Soi. Sci. 123: 353 – 361. Sanchez, P. A. 1992. Properties and Management of Soil in the Tropics. New York: John Wiley and Sons. Santoso, D., and Sukristiyonubowo. 1994. Soil and crop management for suistainable slopeland farming in Indonesia. Dalam. http://www.fftc.agnet.org/library/article/eb425.html Schnitzer. 1982. Organic matter characterization. p.581-594 In A. L. Pag., R. H. Miller., and D. R. Keeney. Methodes of soil analysis 2nd ed. Madison: Am. Soc. Agron., Soil Sci. Soc. Am. Shoper, C. D., and J. V. Baird. 1982. Soils and Soil Management. Second Edition. Virginia: Resto Publishing Company, Inc.
Sinukaban, N. 1990. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi dan Pemberian Mulsa Jerami terhadap Produksi Tanaman Pangan dan Erosi Hara. Pembr. Pen. Tanah dan Pupuk No 9: 32-37. Bogor: Pusat Penelitian Tanah. Sinukaban, N., Sudarmo, dan K. Murtilaksono. 1991. Pengaruh Penggunaan Mulsa dan Pengolahan Tanah terhadap Erosi, Aliran Permukaan, dan Selektivitas Erosi pada Tanah Latosol Coklat Kemerahan Darmaga. Lap. Bogor: Penelitian. Fakultas Pertanian , IPB. Situmorang, R. 1999. Pemanfaatan Bahan Organik Setempat, Mucuna Sp dan Fosfat Alam untuk Memperbaiki Sifat-sifat Tanah Palehumults di Moramontana, Sukabumi [Desertasi]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Soepardi,G. 1983. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Dept.Ilmu-ilmu Tanah. Faperta IPB. Subagyo, H., Nata Suharta, dan A. B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Hal 21-66 dalam Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agoklimat. Subagyono, K., F. Agus dan S. Sukarman. 1994. Sifat Fisik Tanah Mineral di Beberapa Lokasi di Sumatera dan Hubungannya dengan Percetakan Sawah. Risalah Hasil Penelitian Potensi Sumber Daya Lahan Untuk Pengembangan Sawah Irigasi di Sumatera. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sufardi, Zulfikar, dan Syakur. 1996. Penyerapan hara tanaman kedelai (Glycine max (L.)) pada berbagai taraf kombinasi pupuk. J. Mon Mata 22:55-60. Sudirman, M. Zein Kadir, dan H. Suwardjo. 1982. Pengaruh pengolahan tanah dan sisa tanaman terhadap erosi dan produktivitas tanah Podsolik Pekalongan, Lampung. Hal. 203-212 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah. Bogor. 18-20 Juni 1987. Bogor: Pusat Penelitian Tanah-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Suganda, H., M. Sodik, D. Santoso dan S. Sukmana. 1997. Pengaruh cara pengendalian erosi terhadap aliran permukaan, tanah tererosi dan produksi sayuran pada Andisol. Jurnal Tanah dan Iklim. 15:38-50. Sutopo. 2003. Pengaruh Kalsium Karbonat, Fosfat Alam, dan SP-36 terhadap Erapan P, Ciri Kimia Andisol dan Efisiensi Pemupukan P pada Tanaman Jagung [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Suwardjo, H., Z. Kadir dan A. Abdurrachman. 1987. Pengaruh cara pemanfaatan sisa tanaman terhadap kadar bahan organik dan erosi pada tanah Podsolik Merah Kuning di Lampung. Dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah Cipayung. Bogor: Pusat Penelitian Tanah. Suwardjo, H. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Usahatani Tanaman Semusim. [Desertasi]. Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Syarifuddin, K. A., dan A. Abdurrachman. 1994. Optimasi sumberdaya lahan berwawasan lingkungan. Bogor: Pusat penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Tan, K. H. 1993. Principles of Soil Chemestry. New York: Marcel Dekker, Inc. Tisdale, S. L., and W. L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizers. 3rd ed. New York: The Macmillan Publishing Co. __________________________ and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th ed. New York: MacMillan Publishing Co. Tiessen, H dan J. W. B. Stewart, 1983. Particle-size fraction and their use in studies of soil organic matter. II. Composition and Size Effects on Organic Matter Composition in Size Fraction. Soil Sci. Soc. Am. . 47: 509-514. Undang Kurnia., N. Sinukaban, F. G. Suratmo, H. Pawitan dan H. Suwardjo. 1997. Pengaruh teknik rehabilitasi lahan terhadap prduktivitas tanah dan kehilangan hara. Jurnal Tanah dan Iklim No. 15:10-18. Undang Kurnia., K. Subagyono., D. Setyorini., dan R. Saraswati. 2003. Aspek lingkungan usahatani pada tanah masam. Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Bandar Lampung. Balai Penelitian Tanah. Pusat Penilitian dan Pengembangan Tanah dan Agoklimat. Departemen Pertanian. White, R. E. 1980. Retention and Release of Phosphate by Soil and Soil Constituents. In Soil and Agriculture. P. B. Tinker (ed.). New York: John Willey and Sons. Widjaya-Adhi, dan J. A. Silva. 1986. Calibration of soil phosphorous test for maize on Typic Paleudults and Tropeptic Eutrustox. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 6/1986. Zapata. F., and R. N. Roy. 2004. Use of Phosphate Rocks for Suistainable Agiculture. FAO Fertilizers and Nutrition. Rome-Italy: Food and Agiculture Organization of the United Nations. Bulletin 13.
Lampiran 2 Letak Botol Penampung Aliran Permukaan dalam Petak Percobaan. 5m
14 m
30 cm
Botol Penampung
Bak Penampung
Lampiran 3 Hasil analisis sifat fisika tanah sebelum perlakuan Parameter
Kedalaman (cm) 0-8
27 - 46
Kadar Air (% Vol)
41.80
44.00
Bulk Density (g/cc)
1.06
1.28
60.00
51.70
pF 1
47.60
45.90
pF 2
41.10
40.60
pF 2.54
35.60
36.10
pF 4.2
25.30
26.00
18.90
11.10
5.50
4.50
10.30
10.10
3.45
0.53
Pasir
4.00
2.00
Debu
39.00
30.00
Liat
57.00
68.00
54.70
72.50
104.00
61.00
Ruang Pori Total (%Vol) Kadar Air (% Vol)
Pori Drainase Cepat Lambat Air Tersedia (% Vol) Permeabilitas (cm/jam) Tekstur
Stabiltas Agegat Indeks Stabilitas Agegat
Lampiran 4 Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum perlakuan Sifat Kimia pH H2O KCl C-org (%) N-Total (%) P (ppm) Basa-basa Ca (me/100g) Mg(me/100g) K(me/100g) Na(me/100g) KTK(me/100g) KB(%) Al(me/100g) H(me/100g) Tekstur Pasir(%) Debu(%) Liat(%)
Metode pH meter pH meter
Bray 1
0-8 cm 4.5 4 1.26 0.1 8.8
Kedalaman 8-27 cm 27-46 cm 46-65 cm >65 cm 4.4 4.1 4.2 4.2 4 3.9 3.9 3.9 0.68 0.37 0.33 0.25 0.06 0.03 0.03 0.02 4.4 2.6 2.7 2.7
NH4OAc pH 7.0
NH4OAc pH 7.0 NH4OAc pH 7.0 KCl 1N KCl 1N
1.28 0.44 0.01 0.07 7.77 23 1.84 0.21
0.97 0.2 0.01 0.04 8.77 14 3.16 0.23
0.26 0.12 0.01 0.02 10.64 4 5.05 0.37
0.26 0.14 0.01 0.15 11.73 5 6.18 0.7
0.1 0.09 0.01 0.02 12.11 2 7.03 0.76
42 18 40
29 14 57
17 14 69
13 16 71
13 20 67
Lampiran 5 Analisis Pupuk Kandang dan Fosfat Alam
Bahan Analisis Pupuk Kandang Fosfat Alam
Hasil Analisis C/N P Ratio
C
N
28,54
0,43
-
-
-
0,16
Ca
Mg
66,37
-
-
-
16,15
0,37
Lampiran 6 Curah hujan Ds. Indraloka II Kab. Tulang Bawang, Lampung. Tgl/bln/thn 19-Okt-03 22-Okt-03 29-Okt-03 30-Okt-03 31-Okt-03 01-Nop-03 02-Nop-03 05-Nop-03 12-Nop-03 16-Nop-03 18-Nop-03 20-Nop-03 23-Nop-03 29-Nop-03 16/12/2003 17/12/2003 20/12/2003 21/12/2003 24/12/2003 26/12/2003 27/12/2003 28/12/2003 29/12/2003 30/12/2003 02/01/2004 09/01/2004 11/01/2004 12/01/2004 14/01/2004 17/01/2004 * Terjadi erosi
Curah Hujan (mm) 32,50 * 10,00 7,50 62,50* 50,00* 28,50* 30,00* 6,50 15,00* 20,00* 75,00* 40,00* 25,00* 30,00* 7,50 5,00 11,00* 6,50 14,50* 68,50* 4,00 7,00 2,00 2,00 75.00* 27,50* 10,00 32,50* 3,50 30,00*
Tgl/bln/thn 19/01/2004 22/01/2004 23/01/2004 31/01/2004 08/02/2004 13/02/2004 18/02/2004 19/02/2004 23/02/2004 24/02/2004 25/02/2004 26/02/2004 28/02/2004 03/03/2004 05/03/2004 07/03/2004 08/03/2004 13/03/2004 14/03/2004 17/03/2004 22/03/2004 23/03/2004 25/03/2004 27/03/2004 28/03/2004 01/04/2004 02/04/2004 03/04/2004 05/04/2004 06/04/2004
Curah Hujan (mm) 72,50* 23,00* 5,00 25,00* 20.00* 6,5 6,0 2,5 25,0 30,0 60,0 72,5 12,5 10,0 30,0 7,5 37,5 20,0 50,0 7,5 10,0 7,5 60,0 75,0 25,0 7,5 10,0 10,0 7,5 10,0
Tgl/bln/thn 07/04/2004 08/04/2004 09/04/2004 11/04/2004 17/04/2004 23/04/2004 25/04/2004 28/04/2004 30/04/2004 02/05/2004 03/05/2004 04/05/2004 18/05/2004 21/05/2004 23/05/2004 26/05/2004 27/05/2004 31/05/2004 11/07/2004 12/07/2004 14/07/2004 16/07/2004 23/07/2004 25/07/2004
Curah Hujan (mm) 10,0 12,5 60,0 25,0 10,0 12,5 10,0 12,50 15,00 10,00 17,50 7,50 15,00 17,50 5,00 30,00 20,00 10,00 17,50 15,00 17,50 12,50 10,00 20,00
Lampiran 7 Hasil analisis bobot isi tanah (g/cm3) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 1.41 1.33 1.30 1.28 1.17 1.44 1.43 1.31 1.35 1.34
Kelompok II 1.34 1.40 1.45 1.33 1.26 1.41 1.39 1.29 1.23 1.34
III 1.40 1.28 1.17 1.41 1.30 1.24 1.12 1.25 1.35 1.28
Rata-rata 1.38 1.34 1.31 1.34 1.24 1.36 1.31 1.28 1.31 1.32
Lampiran 8 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap bobot isi tanah Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 7.00 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 0,04 0,02 0,14 0,20
Kuadrat tengah 0,01 0,01 0,00853
F hitung 0,62 1,29
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 9 Hasil analisis ruang pori total (%) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 46.80 49.80 50.90 51.70 55.80 45.70 46.00 50.60 49.10 49.60
Kelompok II 49.40 47.20 45.30 49.80 52.50 46.80 47.50 51.30 53.60 49.27
III 47.20 51.70 55.80 46.80 50.90 53.20 57.70 52.80 49.10 51.69
Rata-rata 47.80 49.57 50.67 49.43 53.07 48.57 50.40 51.57 50.60 50.19
Lampiran 10 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap ruang pori total Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 6.92 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 59,75 31,03 192,89 283,67
Kuadrat tengah 7,47 15,51 12,06
F hitung 0,62 1,29
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 11 Hasil analisis pori drainase cepat (%) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 10.20 12.10 8.90 15.10 25.00 9.50 9.70 11.60 8.30 12.27
Kelompok II 9.70 12.90 9.00 15.10 9.90 11.80 8.10 19.00 19.60 12.79
III 8.70 17.90 23.40 8.90 11.10 13.00 21.10 13.00 13.20 14.48
Rata-rata 9.53 14.30 13.77 13.03 15.33 11.43 12.97 14.53 13.70 13.18
Lampiran 12 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap pori drainase cepat
Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 42.61 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 74,26 24,04 504,56 602,87
Kuadrat tengah 9,28 12,02 31,54
F hitung 0,29 0,38
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 13 Hasil analisis pori drainase lambat (%) pada beberapa paket teknologi
Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 5.30 4.90 4.90 4.60 4.10 4.60 4.90 4.60 4.90 4.76
Kelompok II 4.90 4.60 5.10 4.50 4.60 5.50 4.60 4.70 4.80 4.81
Rata-rata
III 4.80 4.50 4.70 4.40 4.50 4.70 4.50 5.20 5.40 4.74
5.00 4.67 4.90 4.50 4.40 4.93 4.67 4.83 5.03 4.77
Lampiran 14 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap pori drainase lambat
Sumber Keragama n Perlakuan Blok Galat Total KK = 6.25%
db
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
8 2 16 26
1,20 0,02 1,43 2,66
0,15 0,01 0,089
F tabel F hitung 1,68 0,13
F 0.05
F 0.01
2.59
3.89
Lampiran 15 Hasil analisis permeabilitas tanah (cm/jam) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 1.83 0.53 1.07 1.05 1.43 0.93 0.37 0.83 0.31 0.93
Kelompok II 1.69 0.89 3.17 0.81 1.15 0.84 0.46 0.83 0.39 1.14
III 1.97 0.63 0.72 0.77 1.27 0.78 1.07 1.10 0.86 1.02
Rata-rata 1.83 0.68 1.65 0.88 1.28 0.85 0.63 0.92 0.52 1.03
Lampiran 16 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap permeabilitas tanah Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 48.86 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 5,09 0,20 4,03 9,33
Kuadrat tengah 0,64 0,10 0,25
F hitung 2,53 0,39
F tabel F 0.01 F 0.05 2.59 3.89
Lampiran 17 Hasil analisis kadar air tanah pF 1 (%volume) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 42.10 44.00 47.80 42.70 35.90 42.30 42.20 44.80 47.10 43.21
Kelompok II 45.40 39.80 42.70 40.30 47.80 40.20 44.70 38.20 40.10 42.13
III 44.20 39.10 37.50 43.30 45.90 45.70 42.30 45.40 44.80 43.13
Rata-rata 43.90 40.97 42.67 42.10 43.20 42.73 43.07 42.80 44.00 42.83
Lampiran 18 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kadar air tanah pada pF 1. Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 21.58 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 20,25 6,50 229,74 256,49
Kuadrat tengah 2,53 3,25 14,36
F hitung 0,18 0,23
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 19 Hasil analisis kadar air tanah pF 2 (%volume) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi
I 36.60 37.70 42.00 36.60 30.80 36.20 36.30 39.00 40.80 37.33
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 39.70 34.30 36.30 34.70 42.60 35.00 39.40 32.30 34.00 36.48
III 38.50 33.80 32.40 37.90 39.80 40.20 36.60 39.80 35.90 37.21
Rata-rata 38.27 35.27 36.90 36.40 37.73 37.13 37.43 37.03 36.90 37.01
Lampiran 20 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kadar air tanah pF 2 Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 9.95 % Lampiran 21
db 8 2 16 26
Kuadrat tengah 2,15 1,93 13,57
F hitung 0,16 0,14
F table F 0.01 F 0.05 2.59 3.89
Hasil analisis kadar air tanah pF 2.54 (%volume) pada beberapa paket teknologi
Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Jumlah kuadrat 17,20 3,85 217,09 238,14
I 31.30 32.80 37.10 32.00 26.70 31.60 31.40 34.40 35.90 32.58
Kelompok II 34.80 29.70 31.20 30.20 38.00 29.50 34.80 27.60 29.20 31.67
III 33.70 29.30 27.70 33.50 35.30 35.50 32.10 34.60 30.60 32.48
Rata-rata 33.27 30.60 32.00 31.90 33.33 32.20 32.77 32.20 31.90 32.24
Lampiran 22 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kadar air tanah pada pF 2.54 Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 12.27 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 16,53 4,49 211,23 232,25
Kuadrat tengah 2,07 2,25 13,20
F hitung 0,16 0,17
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 23 Hasil analisis kadar air tanah pF 4.2 (% volume) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi
I 21.80 22.60 27.10 22.20 19.40 23.80 24.30 25.00 26.10 23.59
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 24.20 20.60 20.30 18.00 29.00 20.40 27.90 20.40 22.80 22.62
III 24.10 18.10 19.60 21.30 26.40 28.40 21.70 25.20 21.70 22.94
Rata-rata 23.37 20.43 22.33 20.50 24.93 24.20 24.63 23.53 23.53 23.05
Lampiran 24 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kadar air tanah pada pF 4.2 Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 14.67 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 65,42 4,36 179,77 249,55
Kuadrat tengah 8,18 2,18 11,24
F hitung 0,73 0,19
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 25 Hasil analisis air tersedia (%volume) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 9.50 10.20 10.00 9.80 7.30 7.80 7.10 9.40 9.80 8.99
Kelompok II 10.60 9.10 10.90 12.20 9.00 9.10 6.90 7.20 6.40 9.04
III 9.60 11.20 8.10 12.20 8.90 7.10 10.40 9.40 8.90 9.53
Rata-rata 9.90 10.17 9.67 11.40 8.40 8.00 8.13 8.67 8.37 9.19
Lampiran 26 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kadar air tersedia Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 14.97 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 32,03 1,62 30,30 63,95
Kuadrat tengah 4,00 0,81 1,89
F hitung 2,11 0,43
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 27 Hasil analisis kapasitas tukar kation (me/100g) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 7.58 6.45 7.68 8.85 7.68 7.72 7.85 7.01 8.99 7.76
Kelompok II 7.28 6.16 7.19 6.17 6.97 7.77 7.35 8.07 6.64 7.07
III 5.75 6.11 9.25 5.93 8.83 8.9 9.13 8.18 7.26 7.70
Rata-rata 6.87 6.24 8.04 6.98 7.83 8.13 8.11 7.75 7.63 7.51
Lampiran 28 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kapasitas tukar kation Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 12.91 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 10,50 2,66 15,05 28,20
Kuadrat tengah 1,31 1,33 0,94
F hitung 1,40 1,41
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 29 Hasil analisis kejenuhan basa (%) beberapa paket teknologi Paket Teknologi
I 33 25 41 39 27 35 47 56 51 39.33
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 19 35 35 35 36 47 33 20 33 32.56
III 39 36 23 55 34 33 44 54 41 39.89
Rata-rata 30.33 32.00 33.00 43.00 32.33 38.33 41.33 43.33 41.67 37.26
Lampiran 30 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kejenuhan basa Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 27.05
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 675,19 300,07 1625,93 2601,19
Kuadrat tengah 84,40 150,04 101,62
F hitung 0,83 1,48
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 31 Hasil analisis kandungan Al3+ (me/100g) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi
I 1.83 1.75 1.18 1.36 1.67 1.57 0.78 0.57 0.47 1.24
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 1.97 1.42 1.49 1.38 1.53 0.86 1.84 2.20 1.55 1.58
III 1.22 1.14 2.36 0.51 1.75 1.96 0.99 0.68 1.55 1.35
Rata-rata 1.67 1.44 1.68 1.08 1.65 1.46 1.20 1.15 1.19 1.39
Lampiran 32 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kandungan Al3+ Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 39.83 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 1,39 0,54 4,92 6,85
Kuadrat tengah 0,17 0,27 0,31
F hitung 0,57 0,88
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 33 Hasil analisis jumlah P-tersedia (ppm) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 5.40 7.85 8.00 5.70 6.70 12.10 13.50 4.40 4.10 12.08
Kelompok II 5.40 6.40 15.00 10.50 14.70 12.70 18.10 11.4 8.80 11.44
III 7.00 9.30 17.70 16.80 7.50 6.20 6.80 6.30 5.70 9.26
Rata-rata 5.93 7.85 13.57 11.00 9.63 10.33 12.80 7.37 6.20 10.93
Lampiran 34 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap P-tersedia Sumber Jumlah Kuadrat F tabel db F hitung Keragaman kuadrat tengah F 0.05 F 0.01 Perlakuan 8 183,60 22,95 1,70 2.59 3.89 Blok 2 69,35 34,68 2,57 Galat 16 215,51 13,47 Total 26 468,46 KK = 39.00 %
Lampiran 35 Hasil analisis P-retensi (%) pada beberapa paket teknologi Paket Teknologi
I 23.6 28.5 22.9 32.8 30.1 25.5 25.7 25.1 26.6 26.76
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 13.2 22.5 28.1 25.3 29.2 32.3 29.2 25.5 28 25.92
III 27.9 23.9 32 24.8 31.5 32.3 26.7 30.9 25.1 28.34
Rata-rata 21.57 24.97 27.67 27.63 30.27 30.03 27.20 27.17 26.57 27.01
Lampiran 36 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap P-teretensi Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 14.74 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 163,89 27,26 253,75 444,90
Kuadrat tengah 20,49 13,63 15,86
F hitung 1,29 0,86
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 37 Hasil analisis berat sedimen pada beberapa paket teknologi pada pengamatan botol penampung Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Lampiran 38 Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 35.15 %
Lampiran 39
Kelompok II 16.23 12.33 27.14 12.61 20.37 27.08 26.71 22.84 15.98 20.14
Rata-rata
III 24.17 15.16 14.02 14.07 22.46 13.61 23.01 19.73 22.25 18.72
21.21 15.96 22.62 18.84 21.68 27.08 35.43 21.00 17.26 22.34
Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap berat sedimen pada pengamatan botol penampung db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 828,66 466,10 986,59 2281,35
Kuadrat tengah 103,58 233,05 61,66
F hitung 1,68 3,78 *
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Hasil analisis konsentrasi C-organik pada beberapa paket teknologi pada pengamatan botol penampung
Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 23.22 20.38 26.70 29.84 22.22 40.54 56.57 20.42 13.54 28.16
I 303 280 233 152 408 583 373 221 280 314.78
Kelompok II 338 303 524 256 385 828 350 361 326 407.89
III 396 303 256 291 396 303 431 420 361 350.78
Rata-rata 345.67 295.33 337.67 233.00 396.33 571.33 384.67 334.00 322.33 357.81
Lampiran 40 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap C-organik pada pengamatan botol penampung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 30.76 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 208971,41 39682,07 193842,59 442496,07
Kuadrat tengah 26121,43 19841,04 12115,16
F hitung 2,16 1,64
F table F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 41 Hasil analisis konsentrasi N-total (ppm) pada beberapa paket teknologi pengamatan botol penampung Paket Teknologi
I 31.35 34.18 24.97 28.94 32.49 37.10 74.70 33.14 31.32 36.47
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 34.00 24.59 56.09 22.84 29.45 62.03 24.34 25.34 19.84 33.17
III 30.92 30.71 27.26 27.92 39.71 28.03 38.48 16.34 41.09 31.16
Rata-rata 32.09 29.83 36.11 26.57 33.88 42.39 45.84 24.94 30.75 33.60
Lampiran 42 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kandungan Ntotal sedimen pada pengamatan botol penampung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 40.85 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 1147,47 129,06 2939,05 4215,58
Kuadrat tengah 143,43 64,53 183,69
F hitung 0,78 0,35
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
pada
Lampiran 43 Hasil analisis konsentrasi P-total (ppm) pada beberapa paket teknologi pada pengamatan botol penampung Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 3.51 4.77 4.94 4.47 5.49 3.76 6.39 2.20 3.63 4.35
Kelompok II 3.16 1.73 8.42 2.12 2.82 4.38 2.61 2.22 1.95 3.27
III 2.14 2.37 11.33 2.40 3.70 3.70 3.23 1.11 3.04 3.67
Rata-rata 2.94 2.96 8.23 3.00 4.00 3.95 4.08 1.84 2.87 3.76
Lampiran 44 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kandungan P-total sedimen pada pengamatan botol penampung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 41.50 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 79,62 5,40 38,98 124,00
Kuadrat tengah 9,95 2,70 2,44
F hitung 4,09 ** 1,11
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 45 Hasil analisis lonsentrasi K-total (ppm) pada beberapa paket teknologi pada pengamatan botol pPenampung Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 17.10 11.50 19.27 16.47 21.60 14.76 59.68 16.63 18.65 21.74
Kelompok II 15.08 12.28 69.78 11.66 12.59 22.22 12.28 13.21 9.33 19.83
III 14.14 10.88 15.08 9.95 22.54 19.12 22.85 11.97 59.68 20.69
Rata-rata 15.44 11.55 34.71 12.69 18.91 18.70 31.60 13.94 29.22 20.75
Lampiran 46 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kandungan K- total sedimen pada pengamatan botol penampung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 82.05 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 1848,33 16,54 4639,06 6503,94
Kuadrat tengah 231,04 8,27 289,94
F hitung 0,80 0,03
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 47 Hasil analisis berat sedimen pada beberapa paket teknologi pada pengamatan bak penampung Paket Teknologi
I 14.55 17.85 22.41 23.63 8.27 27.36 18.04 35.14 21.82 21.01
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 13.64 12.80 10.93 11.77 18.15 15.23 40.89 23.61 21.81 18.76
III 29.61 27.39 21.75 55.87 23.28 15.81 27.31 27.32 32.35 28.97
Rata-rata 19.27 19.35 18.36 30.42 16.57 19.47 28.75 28.69 25.33 22.91
Lampiran 48 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap berat sedimen pengamatan bak penampung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 42.19 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 685,51 517,68 1495,20 2698,39
Kuadrat tengah 85,69 258,84 93,45
F hitung 0,92 2,77 *
F tabel F 0.01 F 0.05 2.59 3.89
Lampiran 49 Hasil analisis konsentrasi C-organik (mg/L) pada beberapa paket teknologi pada pengamatan bak penampung. Kelompok I II 373 337 529 264 276 373 264 649 385 325 373 481 409 625 577 325 409 457 458.33 367.33
Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Lampiran 50
III 421 589 457 901 397 361 493 505 757 542.33
Rata-rata 377.00 460.67 368.67 604.67 369.00 405.00 509.00 469.00 541.00 456.00
Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kandungan C- organik sedimen pada pengamatan bak penampung
Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 29.42 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 169094,00 137886,00 287980,00 594960,00
Kuadrat tengah 21136,75 68943,00 17998,75
F hitung 1,17 3,83 *
F table F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 51 Hasil analisis konsentrasi N-total (ppm) pada beberapa paket teknologi pada pengamatan bak penampung Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 31.57 40.54 28.34 34.04 24.15 41.47 32.51 40.72 24.92 33.14
Kelompok II 24.77 19.15 23.86 18.30 25.96 75.23 50.34 34.11 22.11 32.65
III 76.47 45.73 39.19 84.98 40.51 32.88 24.05 31.54 44.86 46.69
Rata-rata 44.27 35.14 30.46 45.77 30.21 49.86 35.63 35.46 30.63 37.49
Lampiran 52 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kandungan N- total sedimen pada pengamatan bak penampung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 48.37
Db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 1290,55 1143,09 5262,15 7695,79
Kuadrat tengah 161,32 571,54 328,88
F hitung 0,49 1,74
F table F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 53 Hasil analisis konsentrasi P-total (ppm) pada beberapa paket teknologi pada pengamatan bak penampung Paket Teknologi
I 2.77 5.04 3.46 4.52 3.55 4.30 3.53 4.05 3.01 3.80
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 2.68 2.29 2.70 2.79 3.42 2.92 5.67 3.83 4.17 3.39
III 3.44 5.66 5.6 10.93 4.30 2.55 3.31 3.85 5.73 5.04
Rata-rata 2.96 4.33 3.92 6.08 3.76 3.26 4.17 3.91 4.30 4.08
Lampiran 54 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kandungan P- total sedimen pada pengamatan bak penampung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 43.03 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 18,61 13,34 44,05 76,00
Kuadrat tengah 2,33 6,67 2,75
F hitung 0,85 2,42
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 55 Hasil analisis konsentrasi K-total (ppm) pada beberapa paket teknologi pada pengamatan bak penampung Paket Teknologi
I 14.72 12.78 14.50 21.90 12.20 20.82 15.58 18.45 14.79 16.19
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata Lampiran 56
Kelompok II 11.77 7.82 9.33 7.04 8.83 13.21 26.92 18.95 9.55 12.60
III 13.93 100 18.16 34.46 17.52 10.62 16.44 16.08 86.14 34.82
Rata-rata 13.47 40.20 14.00 21.13 12.85 14.88 19.65 17.83 36.83 21.20
Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap kandungan K- total sedimen pada pengamatan bak penampung
Sumber db Keragaman Perlakuan 8 Blok 2 Galat 16 Total 26 KK = 92.95 %
Jumlah kuadrat 1496,76 713,53 3560,08 5770,37
Kuadrat tengah 187,10 356,76 222,51
F hitung 0,84 1,60
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 57 Persentase penutupan lahan umur 30 HST Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 25.00 25.00 75.00 70.00 65.00 35.00 30.00 30.00 55.00 45.56
Kelompok II 30.00 75.00 70.00 65.00 80.00 35.00 35.00 35.00 50.00 52.78
III 20.00 75.00 70.00 70.00 80.00 35.00 35.00 30.00 55.00 52.22
Rata-rata 25.00 58.33 71.67 68.33 75.00 35.00 33.33 31.67 53.33 50.19
Lampiran 58 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap persentase penutupan lahan 30 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 36.45 %
db
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
8 2 16 26
8924,07 290,74 1659,26 10874,07
1115,51 145,37 103,70
F hitung 10,76 ** 1,40
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59
3.89
Lampiran 59 Persentase penutupan lahan umur 45 HST Paket Teknologi
I 75.00 65.00 95.00 100.00 90.00 60.00 60.00 80.00 80.00 78.33
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 45.00 100.00 95.00 95.00 95.00 75.00 50.00 50.00 85.00 76.67
III 40.00 100.00 95.00 100.00 100.00 75.00 85.00 90.00 85.00 85.56
Rata-rata 53.33 88.33 95.00 98.33 95.00 70.00 65.00 73.33 83.33 80.19
Lampiran 60 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap persentase penutupan lahan 45 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 21.25 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 5840,74 401,85 2881,48 9124,07
Kuadrat tengah 730,09 200,93 180,09
F hitung 4,05 ** 1,12
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 61 Persentase penutupan lahan umur 65 HST Paket Teknologi
I 75.00 70.00 100.00 100.00 90.00 70.00 60.00 80.00 80.00 80.56
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Lampiran 62
Kelompok II 50.00 100.00 100.00 100.00 100.00 60.00 60.00 65.00 85.00 80.00
Rata-rata
III 50.00 95.00 95.00 100.00 100.00 75.00 85.00 80.00 85.00 85.00
58.33 88.33 98.33 100.00 96.67 68.33 68.33 75.00 83.33 81.85
Analisis Ragam Pengaruh Paket Teknologi terhadap Persentase Penutupan Lahan 60 HST
Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 13.30 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 5490,74 135,19 1581,48 7207,41
Kuadrat tengah 686,34 67,59 98,84
F hitung 6,94 ** 0,68
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Tabel Lampiran 63 Tinggi tanaman jagung (cm) pada 30 HST Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 51.66 143.33 193.00 167.00 114.00 66.66 47.40 50.00 127.00 106.67
Kelompok II 55.00 146.00 143.00 161.00 159.00 61.66 55.00 47.50 73.00 100.13
III 53.00 131.00 130.00 169.40 169.00 50.00 99.00 62.00 84.00 105.27
Rata-rata 53.22 140.11 155.33 165.80 147.33 59.44 67.13 53.17 94.67 104.02
Lampiran 64 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap tinggi tanaman jagung umur 30 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 24.18 %
db
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
8 2 16 26
54691,65 213,56 7334,02 62239,23
6836,46 106,78 458,38
F hitung 14,91 ** 0,23
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59
3.89
Lampiran 65 Tinggi tanaman jagung (cm) umur 45 HST Paket Teknologi
I 51.67 150.00 201.00 169.00 155.00 71.66 55.00 52.00 127.00 98.04
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 50.00 158.00 145.00 172.00 169.00 73.00 58.00 47.50 67.00 104.39
Rata-rata
III 54.00 142.00 133.00 178.00 181.00 54.00 106.00 74.00 95.00 113.00
51.89 150.00 159.67 173.00 168.33 66.22 73.00 57.83 96.33 105.14
Lampiran 66 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap tinggi tanaman jagung umur 45 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 18.46 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 63014,33 550,32 6668,81 70233,46
Kuadrat tengah 7876,79 275,16 416,80
F hitung 18,90 ** 0,66
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59
3.89
Lampiran 67 Tinggi tanaman jagung (cm) umur 60 HST Paket Teknologi
I 56.67 168.33 203.00 176.00 158.00 75.00 55.00 55.00 128.00 119.44
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 50.00 158.00 163.00 174.00 173.00 75.00 60.00 45.00 86.66 109.41
Rata-rata
III 56.00 144.00 147.00 187.00 184.00 56.00 106.00 77.00 95.00 116.89
54.22 156.78 171.00 179.00 171.67 68.67 73.67 59.00 103.22 115.25
Lampiran 68 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap tinggi tanaman jagung umur 60 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 15.74 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 69034,94 489,81 5251,23 74775,99
Kuadrat tengah 8629,37 244,91 328,20
F hitung 26,29 ** 0,75
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59
3.89
Lampiran 69 Tinggi tanaman ubi kayu (cm) umur 30 HST Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 50.40 53.00 84.00 78.00 64.00 53.00 37.00 37.00 60.00 57.38
Kelompok II 49.00 77.00 52.00 65.00 80.60 52.60 44.00 44.20 50.40 57.20
III 41.00 74.00 73.00 69.00 86.00 51.00 54.00 53.00 54.00 61.67
Rata-rata 46.80 68.00 69.67 70.67 76.87 52.20 45.00 44.73 54.80 58.75
Lampiran 70 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap tinggi tanaman ubi kayu umur 30 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 34.45 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 3785,38 115,13 1482,25 5382,77
Kuadrat tengah 473,17 57,57 92,64
F hitung 5,11 ** 0,62
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 71 Tinggi tanaman ubi kayu (cm) umur 45 HST Paket Teknologi
I 59.00 70.00 101.00 96.00 102.00 63.00 46.00 44.00 75.00 72.89
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 59.00 85.00 83.00 86.00 96.00 64.00 54.00 53.00 60.00 71.11
Rata-rata
III 51.00 89.00 83.00 87.00 106.00 63.00 71.00 69.00 68.00 76.33
56.33 81.33 89.00 89.67 101.33 63.33 57.00 55.33 67.67 73.44
Lampiran 72 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap tinggi tanaman ubi kayu umur 45 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 14.15 %
db
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
8 2 16 26
7116,00 126,89 1203,78 8446,67
889,50 63,44 75,24
F hitung 11,82 ** 0,84
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59
3.89
Lampiran 73 Tinggi tanaman ubi kayu (cm) umur 65 HST Kelompok Paket Teknologi I II III P0 68.00 68.00 60.00 P1 81.00 105.00 99.00 P2 109.00 122.00 106.00 P3 109.00 102.00 102.00 P4 115.00 115.00 121.00 P5 71.00 74.00 69.00 P6 55.00 62.00 76.00 P7 54.00 63.00 80.00 P8 85.00 68.00 91.00 Rata-rata 83.00 86.56 89.33
Rata-rata 65.33 95.00 112.33 104.33 117.00 71.33 64.33 65.67 81.33 86.30
Lampiran 74 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap tinggi tanaman ubi kayu umur 60 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 12.05 %
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 10852,96 181,41 1249,26 12283,63
Kuadrat tengah 1356,62 90,70 78,08
F hitung 17,38 ** 1,16
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 75 Tinggi tanaman ubi kayu (cm) umur 100 HST Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
I 71.00 92.00 119.00 116.00 125.00 78.00 61.00 62.00 94.00 90.89
Kelompok II 76.00 113.00 117.00 113.00 124.00 82.00 70.00 73.00 81.00 94.33
III 67.00 105.00 100.00 112.00 132.00 74.00 85.00 89.00 94.00 95.33
Rata-rata 71.33 103.33 112.00 113.67 127.00 78.00 72.00 74.67 89.67 93.52
Lampiran 76 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap tinggi tanaman ubi kayu umur 100 HST Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 10.30%
Db
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
8 2 16 26
10593,41 97,85 1239,48 11930,74
1324,18 48,93 77,47
F hitung
F table F 0.05 F 0.01
17,09 ** 0,63
2.59
3.89
Lampiran 77 Berat biomasa (Kg/Ha) tanaman jagung Paket Teknologi
I 357.14 1928.57 4785.71 4357.14 3928.57 357.14 357.14 428.57 1500.00 2000.00
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 14.29 4285.71 3714.29 3928.57 4571.43 428.57 28.57 21.43 500.00 1943.65
III 142.86 2928.57 2500.00 3642.86 4285.71 214.29 714.29 714.29 1000.00 1793.65
Rata-rata 171.43 3047.62 3666.67 3976.19 4261.90 333.33 366.67 388.10 1000.00 1912.43
Lampiran 78 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap biomassa tanaman Jagung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 33.93%
db 8 2 16 26
Jumlah Kuadrat kuadrat tengah 75645772,54 9455721,57 204759,31 102379,65 6737706,75 421106,67 82588238,60
F hitung 22,45 ** 0,24
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 79 Berat pipilan kering (Ton/Ha) tanaman jagung Paket Teknologi
I 0.00 785.71 2857.14 1857.14 1785.71 0.00 0.00 0.00 571.43 873.02
P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rata-rata
Kelompok II 0.00 1642.86 1642.86 1642.86 1142.86 0.00 0.00 0.00 357.14 714.29
III 0.00 1600.00 928.57 2928.57 2714.29 0.00 357.14 0.00 500.00 1003.17
Rata-rata 0.00 1342.86 1809.52 2142.86 1880.95 0.00 119.05 0.00 476.19 863.49
Lampiran 80 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap pipilan kering tanaman jagung Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 60.02%
db 8 2 16 26
Jumlah Kuadrat kuadrat tengah 20213472,83 2526684,10 376776,84 188388,42 4297238,69 268577,42 24887488,37
F hitung 9,41 ** 0,70
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89
Lampiran 81 Berat ubi kayu (Ton/Ha) Paket Teknologi P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
I 17,43 22,57 28,71 30,14 27,14 17,71 11,86 19,00 23,86
Kelompok II 18,86 20,86 26,57 26,14 32,57 14,00 15,86 14,00 22,14
III 12,00 22,43 27,86 22,71 28,00 18,86 24,71 23,43 26,86
Rata-rata 16,10 21,95 27,71 26,33 29,24 16,86 17,48 18,81 24,29
Lampiran 82 Analisis ragam pengaruh paket teknologi terhadap produksi ubi kayu (ton/ha) Sumber Keragaman Perlakuan Blok Galat Total KK = 16.66%
db 8 2 16 26
Jumlah kuadrat 602,63 13,83 216,41 832,87
Kuadrat tengah 75,33 6,92 13,53
F hitung 5,57 ** 0,51
F tabel F 0.05 F 0.01 2.59 3.89