Serambi Akademica, Vol. IV, No. 1, Mei 2016
ISSN : 2337 - 8085
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR Juli Firmansyah1 dan Safitri Wulandari2 Pendidikan Fisika FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
[email protected]
1,2)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah metode pembelajaran Generatif dapat mengurangi miskonsepsi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Simeulue Timur pada materi gerak melingkar. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Pra-eksperimen dan Desain penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Posttest Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Simeulue Timur, yang terdiri dari 4 kelas sebanyak 164 orang siswa. Pengambilan sampel dilaksanakan secara random sampling dan diambil satu kelas yaitu kelas X-3. Penelitian ini dimulai dengan pengambilan data tingkat miskonsepsi siswa dengan menggunakan tes diagnostik miskonsepsi dengan bentuk pilihan ganda sebanyak 10 butir soal. Lembar jawaban yang disediakan disertai dengan kolom untuk menyatakan derajat kepastian atau keyakinan terhadap pilihan jawaban (CRI) dengan skala 0 (untuk jawaban yang semata-mata hanya ditebak saja); 1 (untuk jawaban dipilih dengan ragu (hampir diterka)); 2 (untuk jawaban yang tidak yakin); 3 (untuk jawaban yang diyakini); 4 (untuk jawaban yang dipilih hampir pasti benar); 5 (untuk jawaban yang pasti benar). Pemahaman siswa diukur dengan kategori CRI yaitu jika jawaban benar dengan CRI Rendah (<2,5) maka siswa dikategorikan menjawab dengan menebak. Jika jawaban benar dengan CRI tinggi (>2,5) maka siswa dikategorikan memiliki pemahaman konsep yang baik. Sedangkan jika jawaban siswa salah dengan CRI rendah (<2,5) maka siswa dikategorikan memiliki pemahaman konsep yang rendah dan jika jawaban salah dengan CRI tinggi (>2,5) maka siswa dikategorikan mengalami miskonsepsi. Hasil penelitian menunjukkan, Pemahaman Konsep siswa semakin baik meningkat lebih dari 37%. Selain itu, jumlah siswa yang tidak paham konsep berkurang sekitar 17%, dan pembelajaran generatif ini telah mampu mengurangi angka miskonsepsi sebesar 20 %. Kesimpulannya adalah Metode pembelajaran Generatif dapat mengurangi miskonsepsi siswa pada gerak melingkar. Kata Kunci : Pembelajaran Generatif, Miskonsepsi, CRI. PENDAHULUAN Fisika atau ilmu alam merupakan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan oleh setiap manusia sejak lahir seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Khususnya ilmu Pengetahuan alam, secara institusional telah diajarkan mulai di Sekolah Dasar (SD). Pembelajaran fisika dengan berbagai media dan metode yang terus dikembangakan seiring dengan peningkatan kualitas guru sebagai fasilitator 18
Serambi Akademica, Vol. IV, No. 1, Mei 2016
ISSN : 2337 - 8085
dalam pembelajaran, secara tidak langsung akan membangun (konstruk) pengetahuan siswa dan menjadikan pengetahuan baru sebagai konsepsi yang dipahami siswa. Wilantara (2003:2) menjelaskan bahwa berbagai konsep yang masuk dalam ingatan siswa dibangun agar sesuai dengan konsepsi ilmiah melalui pembelajaran dengan berbagai cara dan prasarana pendukung yang didasarkan atas tujuan pembelajaran fisika itu sendiri. Oleh karena itu, jika konsepsi yang dipahami siswa tidak sesuai atau berbeda dengan konsepsi ilmiah, maka akan menimbulkan miskonsepsi pada diri siswa. Suparno (2005:115) juga menambahkan bahwa “perubahan konseptual sangat penting dalam proses pembelajaran fisika”. Karena dengan adanya perubahan konseptual, baik yang memperluas konsep ataupun yang meluruskan konsep yang tidak tepat, seorang siswa benar-benar berkembang dalam memahami konsep-konsep fisika. Dengan semakin bertambahnya konsep yang diketahui dan dipahami, dan sekaligus semakin tepat konsep fisika dimengerti siswa, maka mereka benar-benar menguasai bidang fisika. Berdasarkan hasil diagnosis terhadap siswa Kelas X IPA SMA Negeri 1 Simeulue Timur menunjukkan adanya miskonsepsi siswa pada materi dinamika gerak melingkar sebesar 40,57 %. Diantara konsep yang paling banyak miskonsepsi yang dialami oleh siswa adalah konsep gaya sentripetal dan sentrifugal (12,95%). Untuk menjawab miskonsepsi ini, telah dilakukan wawancara terhadap guru dan diantara beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi adalah model pengajaran guru yang sama sekali belum memaksimalkan media pembelajaran. Selain metode pembelajaran dan media pembelajaran, konsep awal siswa juga memungkinkan terjadinya miskonsepsi, jika siswa awalnya mendapatkan konsep yang keliru atau kurang tepat akibat model pembelajaran serta media yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Model pembelajaran generatif adalah model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan generatif yang berorientasi pada paham bahwa belajar pada dasarnya adalah pengembangan intelektual. Teori atau konsep baru yang diperoleh dengan model ini merupakan generalisasi dari faktor-faktor empiris, sehingga pembahasan dimulai dari fakta-fakta atau data-data. Konsep atau teori yang telah diuji kemudian disusun menjadi suatu kesimpulan. Dengan model pembelajaran generatif ini, memungkinkan untuk mengurangi miskonsepsi pada pada dalam pemeblajaran fisika. Hal ini sesuai dengan pendapat Osborno dan Wittrock dalam Denis (2013:13) “Model pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintergrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya untuk menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori”. Menurut Osborne dalam Denis (2013:15) “Model pembelajaran generatif (MPG) mempunyai empat tahapan, yaitu (1) tahap eksplorasi, (2) tahap pemfokusan, (3) tahap tantangan, (4) tahap penerapan”. Dalam tahapan Eksplorasi, guru memulai dengan kegiatan membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap ide, gagasan, atau konsepsi awal yang dimiliki siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk membangun kesan dan mendapat gambaran mengenai topik yang akan dibahas dengan mengaitkan materi pada aktivitas mereka sehari-hari. 19
Juli Firmansyah, dan Safitri Wulandari
Dalam tahap Pemfokusan siswa diberikan kesempatan untuk melakukan pengujian hipotesis melalui kegiatan laboriatorium. Pada tahap ini siswa juga berlatih untuk meningkatkan sikap seperti seorang ilmuwan, yaitu pada aspek kerja sama dengan teman, menghargai pendapat teman, berukar pengalaman dan keberanian bertanya. Selanjutnya adalah tahapan tantangan, pada tahap ini guru menyiapkan suasana dimana siswa diminta membandingkan pendapatnya dengan pendapat siswa lain dan mengungkapkan keunggulan dari pendapat mereka masig-masing tentang konsep yang dipelajari. Kemudian guru mengusulkan peragaan demonstrasi atau kegiatan lain untuk menguji kebenaran pendapat siswa. Disini siswa diharapkan siswa dapat mengubah atau merekonsturksi pemahaman mereka. Tahap Penerapan Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menguji pendapat yang mereka bangun atau konseptual awal siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang bervariasi. Siswa diharapkan mampu mengevaluasi keunggulan konsep baru yang mereka kembangkan. Melalui tahap ini guru dapat meminta siswa menyelesaikan perosoalan baik yang sederhana maupun yang kompleks. Oleh karena itu, miskonsepsi dapat dikurangi dengan cara melakukan remediasi dengan memanfaatkan aliran konstruktivis atau pembelajaran generatif (Berg, 1991:17)”. Diantara beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi miskonsepsi adalah menggunakan Teknik CRI (Certainty of Response Index) merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mendeteksi pemahaman konsep siswa, baik itu pemahaman konsep yang benar maupun pemahaman konsep yang salah atau sering disebut dengan istilah miskonsepsi. Tes diagnostik CRI bisa digunakan untuk mengetahui miskonsepsi mahasiswa secara efesien, namun tidak bisa mengungkap proses penalaran dan penyebab terjadinya untuk mengidentifikasi miskonsepsi (Nurrahmi 2014:30). Saleem Hasan dalam Nurrahmi (2014) juga menambahkan “CRI biasanya didasarkan pada suatu skala, sebagai contoh, skala (0-5). Selain mendekteksi miskonsepsi, teknik ini juga dapat mengukur tingkat pemahaman siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan membedakan berapa banyak siswa yang tidak tahu konsep, mengerti konsep serta siswa yang salah memahami konsep. Teknik ini menggunakan tes berupa soal pilihan ganda yang disertai dengan indeks keyakinan siswa yang akan menunjukkan tingkat pemahaman siswa. Dengan demikian, permasalahan yang terjadi bahwa banyak siswa yang salah memahami konsep gerak melingkar dapat dikurangi dengan menerapkan konsep baru dan benar melalui penerapan model pembelejaran generatif dan teknik CRI untuk mengindetifikasi miskonsepsi serta mengukur tingkat pemahaman siswa. Penelitian ini, bertujuan untuk mengurangi angka miskonsepsi pada siswa dalam pembelajaran konsep gerak melingkar dengan menerapkan pembelajran generatif dan menggunakan teknik CRI tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Simeulue Timur pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Praeksperimen dan Desain penelitian yang digunakan adalah One Group Pretest-Posttest Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Simeulue Timur, yang terdiri dari 4 kelas sebanyak 164 orang siswa. Pengambilan 20
Serambi Akademica, Vol. IV, No. 1, Mei 2016
ISSN : 2337 - 8085
sampel dilaksanakan secara random sampling dan diambil satu kelas yaitu kelas X-3. Menurut sukardi (2009:53) “Populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian”. Sedangkan Mardalis (2014:55) menyatakan “Sampling atau sampel berarti contoh, yaitu sebagian atau seluruh individu yang menjadi objek penelitian. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini peneliti terlebih dahulu memberikan soal pretest untuk melihat tingkat pemahaman awal siswa tentang konsep yang akan diajarkan, kemudian peneliti mengadakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif dan metode demonstrasi. Setelah pembelajaran selesai, diberikan evaluasi soal tes (Postest). Tes dibuat dengan soal Mutiple Choise (pilihan ganda) sebanyak 10 soal dengan menambahkan teknik CRI di dalam tiap butir soal Penelitian ini dimulai dengan pengambilan data tingkat miskonsepsi siswa dengan menggunakan tes diagnostik miskonsepsi dengan bentuk pilihan ganda sebanyak 10 butir soal. Lembar jawaban yang disediakan disertai dengan kolom untuk menyatakan derajat kepastian atau keyakinan terhadap pilihan jawaban (CRI) dengan skala sebagai berikut: a. 0 untuk jawaban yang semata-mata hanya ditebak saja b. 1 untuk jawaban dipilih dengan ragu (hampir diterka) c. 2 untuk jawaban yang tidak yakin d. 3 untuk jawaban yang diyakini e. 4 untuk jawaban yang dipilih hampir pasti benar f. 5 untuk jawaban yang pasti benar Untuk penentuan tingkat pemahaman siswa digunakan cara berikut. Tipe Jawaban CRI rendah (< 2,5) CRI tinggi (> 2,5) Siswa dikategorikan Siswa dikategorikan Benar hanya melakukan memiliki pemahaman menebak jawaban konsep yang baik Siswa dikategorikan Siswa dikategorikan Salah memiliki pengetahuan mengalami miskonsepsi yang rendah Menurut Meltzer (2002) bahwa nilai sebelum dan sesudah pembelajaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Gain = Nilai Postes – Nilai Pretes………………..(Meltzer, 2002) Sedangkan untuk mengetahui peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan rumus: N-gain =
……………..(Meltzer, 2002)
Dengan katagori perolehan N-Gain : Tinggi: N-Gain> 0,70; Sedang : 0,30 ≤ NGain ≤ 0,70; dan Rendah : N-Gain < 0,30. Pertiwi dalam Nurrahmi (2014) mengatakan bahwa perhitungan miskonsepsi siswa dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan: 21
Juli Firmansyah, dan Safitri Wulandari
Keterangan : = pengurangan miskonsepsi = Jumlah Miskonsepsi Siswa sebelum treatment = Jumlah Miskonsepsi Siswa setelah treatment HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah menganalisis jawaban dan nilai CRI siswa dari pretest dan postest maka dapat dikategorikan persentase siswa yang memahami konsep, tidak paham konsep, dan siswa yang mengalami miskonsepsi. Adapun persentase siswa yang memahami konsep pada saat pretest (sebelum perlakuan), adalah pada butir soal nomor (1) dengan persentase sebesar 94,118%, persentase siswa tidak paham konsep tertinggi terjadi pada butir soal nomor (9) dengan persentase 70,588%, sedangkan persentase miskonsepsi terbesar adalah pada butir soal nomor (7) dengan persentase sebesar 70,588 %. Gambaran secara umum hasil pretest diberikan oleh Grafik 4.1 di bawah ini. Grafik 4.1 Persentase jawaban pretest siswa yang paham konsep (PK), tidak paham konsep (TPK), miskonsepsi (M) pada materi gerak melingkar. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
PK TPK M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sedangkan dalam hasil postest persentase siswa yang paham konsep terbesar adalah pada butir soal nomor (10) yaitu 82,352%. Sedangkan persentase siswa miskonsepsi terendah terjadi pada soal nomor (1) yaitu 8,823%. Dan miskonsepsi tertinggi setelah treatment adalah 44,118% yaitu pada butir soal nomor (5) dan (6). Grafik 4.2 Persentase jawaban postest siswa yang paham konsep (PK), tidak paham konsep (TPK), miskonsepsi (M) pada materi gerak melingkar 90 80 70 60 50
PK
40
TPK
30
M
20 10
22
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Serambi Akademica, Vol. IV, No. 1, Mei 2016
ISSN : 2337 - 8085
Setelah treatment terjadi peningkatan siswa yang paham konsep pada setiap butir soal, kecuali butir soal nomor (1). Sebelum treatment persentase siswa yang paham konsep adalah sebesar 94,118%, namun setelah dilakukan treatment persentase berkurang menjadi 79,412%. Untuk lebih jelasnya lihatlah tabel berikut ini. Tabel 4.3 Persentase jawaban pretest dan postest siswa yang paham konsep (PK), tidak paham konsep (TPK), miskonsepsi (M) pada materi gerak melingkar. Nomor Soal
Postest
Pretest
%PK
%PK
1
79,412
94,118
2
50
3
Postest PK
Pretest TPK
Postest
Pretest
%M
%M
M
%TPK
%TPK
-14,706
17,647
0
17,647
2,941
5,882
-2,941
5,882
44,118
32,353
32,353
0
17,647
61,765
-44,118
52,941
20,588
32,353
17,647
44,117
-26,470
29,412
35,294
-5882
4
58,824
5,882
53,236
20,588
58,824
-38,236
20,588
35,294
-14,706
5
35,294
14,706
20,588
20,588
14,706
5,882
44,118
70,588
-26,470
6
32,353
5,882
26,471
23,529
44,118
-20,589
44,118
47,058
-2,940
7
73,529
8,824
64,705
5,882
17,647
-11,765
20,589
73,529
-52,940
8
47,059
17,647
29,412
11,765
29,412
-17,647
41,176
52,941
-11,765
9
50
8,824
41,176
32,353
70,588
-38,235
17,647
20,588
-2,941
10
82,353
2,941
79,412
8,824
52,911
-44,087
8,823
44,118
-35,295
Σ
56,177
18,823
37,354
19,117
36,471
-17,354
24,706
44,706
-20
Persentase peningkatan nilai rata-rata siswa yang paham konsep (PK) adalah sebesar 37,354% . Nilai diperoleh dari rata-rata nilai postest dikurang dengan rata-rata nilai pretest yaitu 56,177% dikurang dengan 18,823%. Sedangkan persentase pengurangan rata-rata siswa yang tidak paham konsep (TPK) adalah sebesar -17,354%. Tanda minus (-) berarti terjadi pengurangan. Pada miskonsepsi, setelah rangkaian pretest dan postest siswa mengalami pengurangan miskopsepsi sebesar -20%. Secara grafik, gambaran umum hasil pretest dan psotest ini, dideskripsikan dalam grafik di bawah ini.
23
Juli Firmansyah, dan Safitri Wulandari
Grafik 4.3 Persentase rata-rata jawaban pretest dan postest siswa yang paham konsep (PK), tidak paham konsep (TPK), miskonsepsi (M) pada materi gerak melingkar. 60 50 40 30 20 10
Sebelum treatment
56.177 36.471 18.823
19.117
44.706
setelah treatment
24.706
0 PK
TPK
M
Grafik 4.4 di bawah ini, menunjukkan bahwa sebelum treatment persentase rata-rata miskonsepsi siswa adalah sebesar 44,706% dan persentase rata-rata miskonsepsi siswa setelah treatment berkurang menjadi 24,706%. Selisih atau persentase pengurangan yang diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran generatif ini adalah sebesar 20% dengan perolehan N-gain rata-rata sebesar 0,4 dengan kategori sedang. Grafik 4.4 Pengurangan miskonsepsi sebelum dan setelah treatment dengan menggunakan model pembelajaran generatif pada materi gerak melingkar
Pembahasan Berdasarkan deskripsi data hasil dari penelitian yang telah dilakukan bahwa terjadi pengurangan miskonsepsi dan persentase siswa yang tidak paham konsep serta peningkatan persentase siswa yang paham konsep. Adapun persentase siswa yang paham konsep terbesar sebelum treatment adalah pada butir soal nomor (1) yaitu 94,118% dengan persentase miskonsepsi terkecil yaitu 5,882%. Sedangkan persentase siswa paham konsep terendah terjadi pada soal nomor (10) yaitu 2,941% dengan 24
Serambi Akademica, Vol. IV, No. 1, Mei 2016
ISSN : 2337 - 8085
persentase siswa miskonsepsi sebesar 44,118% dan miskonsepsi tertinggi sebelum treatment adalah 73,529% yaitu pada butir soal nomor (7). Kebanyakan dari siswa masih belum memahami konsep, hal ini terlihat pada persentase jawaban siswa yang hanya menebak pilihan jawaban pada soal pretest. Persentase terbesar siswa tidak paham konsep adalah pada butir soal nomor (9) yaitu sebesar 70,588%. Setelah dilakukan treatment siswa mengalami peningkatan pemahaman konsep pada setiap butir soal yang disertai pengurangan miskonsepsi. persentase siswa yang paham konsep terbesar adalah pada butir soal nomor (10) yaitu 82,352%. Sedangkan persentase siswa miskonsepsi terendah terjadi pada soal nomor (1) yaitu 8,823% dan miskonsepsi tertinggi setelah treatment adalah 44,118% yaitu pada butir soal nomor (5) dan (6). Setelah melakukan treatment terjadi peningkatan siswa yang paham konsep pada setiap butir soal, kecuali butir soal nomor (1) dengan pengurangan sebesar 21,706%. Sebelum treatment persentase siswa yang paham konsep adalah sebesar 94,118%, setelah dilakukan treatment persentase berkurang menjadi 79,412%. Hal ini disebabkan soal nomor (1) pretest dan soal nomor (1) postest berbeda tapi hampir sama. Pada soal nomor (1) pretest pertanyaannya adalah “gerak dalam lintasan melingkar dengan kelajuan tetap disebut”. Sedangkan pada soal nomor (1) postest pertanyaannya adalah “gerak dalam lintasan melingkar dengan percepatan sudut tetap disebut”. Sebagian siswa terkecoh karena pilihan jawaban kedua soal tetap sama, siswa menganggap jawaban soal pretest dan postest sama sehingga masih ada siswa yang mengalami miskonsepsi pada saat menjawab soal postest dengan pilihan jawaban (B) yaitu gerak melingkar beraturan padahal konsep yang sebenarnya adalah gerak melingkar berubah beraturan yaitu pada pilihan jawaban (C). Pada soal nomor (1) juga mengalami peningkatan persentase siswa yang tidak paham konsep setelah melakukan treatment. Hal ini disebabkan pada saat treatment guru lebih fokus pada butir soal yang mengalami miskonsepsi tinggi dan mengabaikan butir soal dengan persentase miskonsepsi rendah sehingga pada saat siswa dihadapkan pada sebuah permasalahan yang hampir sama siswa menjadi salah dalam menjawab pertanyaan. Setelah melakukan treatment peningkatan persentase siswa yang paham konsep terbesar terjadi pada butir soal nomor (10) yaitu persentase pretest sebesar 2,941% dan postest sebesar 82,353% dengan peningkatan sebesar 72,412%. Hal ini disebabkan karena pada saat treatment siswa memperhatikan dengan baik penjelasan guru saat menyelesaikan soal pretest nomor (10). Pada saat ditanya mengenai kesulitan soal pretest kebanyakan dari siswa banyak yang mengatakan soal nomor (10) adalah soal tersulit sehingga banyak siswa yang tidak yakin dengan jawaban yang telah mereka jawab. Kesadaran siswa akan ketidakpahaman mengenai konsep ini yang memotivasi siswa untuk memperhatikan penjelasan guru dengan baik. Persentase peningkatan nilai rata-rata siswa yang paham konsep (PK) adalah sebesar 37,354%. Nilai diperoleh dari rata-rata nilai postest dikurang dengan rata-rata nilai pretest yaitu 56,177% dikurang dengan 18,823%. Sedangkan persentase pengurangan rata-rata siswa yang tidak paham konsep (TPK) adalah sebesar -17,354% dan persentase pengurangan miskonsepsi adalah sebesar -20% dengan keterangan tanda minus (-) berarti terjadi pengurangan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun telah dilakukan usaha pengurangan miskonsepsi dengan menerapkan model pembelajaran generatif pada materi gerak melingkar siswa keas X SMA Negeri 1 Simeulue Timur namun tidak dapat menghilangkan miskonsepsi dengan begitu saja. 25
Juli Firmansyah, dan Safitri Wulandari
Seseorang yang terkena miskonsepsi akan mempertahankan konsepsinya pada pembelajaran tahap berikutnya. Berbeda dengan siswa yang tidak mengetahui konsep. Siswa yang tidak mengetahui konsep hanya akan menebak saja jawaban untuk menyelesaikan suatu permasalahan sedangkan siswa yang mengalami miskonsepsi akan sangat yakin dengan konsepsi yang dimilikinya dan sering mengandalkan konsepsinya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Karena itu kemampuan guru dalam berinteraksi dan mengarahkan fikiran siswa harus optimal. Meskipun belum mencapai hasil maksimal penelitian dengan judul penerapan model pembelajaran generatif untuk mengurangi miskonsepsi pada materi gerak melingkar siswa kelas X SMA Negeri 1 Simeulue Timur ini telah berhasil mengurangi miskonsepsi siswa dengan persentase rata-rata sebelum treatment sebesar 44,706% dan persentase setelah treatment 24,706% dengan persentase pengurangan rata-rata sebesar -20%. PENUTUP Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran generatif dapat mengurangi miskonsepsi siswa pada materi gerak melingkar dengan persentase rata-rata nilai pengurangan miskonsepsi sebesar 20 %. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran generatif dapat mengurangi miskonsepsi siswa kelas X SMA Negeri 1 Simeulue Timur pada materi gerak melingkar dengan persentase rata-rata peningkatan siswa yang paham konsep sebesar 37,354%. Saran Setelah melakukan penelitian ini penulis menyarankan kepada guru agar dapat menerapkan model pembelajaran generatif dalam pembelajaran fisika untuk mengurangi miskonsepsi siswa sehingga pengetahuan konsep siswa sesuai dengan konsep yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan fisika. Kemudian disarankan kepada pembaca baik guru maupun mahasiswa yang akan melakukan penelitian agar melakukan penerapan model pembelajaran generatif dengan melakukan praktikum atau menggunakan media animasi untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep sehingga pembelajaran tidak membosankan serta menambah minat siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Daftar Pustaka Euwe Van Den Berg et all. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi sebuah pengantar berdasar lokakarya yang diselenggarakan di UKSW Tanggal 7-11 Agustus 1990. Salatiga: UKSW. Mardalis. 2014. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Meltzer, David E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: „hidden variable‟ in Diagnostic Pretest Score”. American Journal Physics, 70 (12), 1259-1267 Nurrahmi. 2014. Pengaruh Pendekatan Konflik Kognitif Untuk Memperbaiki Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus Di Kelas X SMA Negeri 11 Banda Aceh. Skripsi. Halaman 30-87. 26
Serambi Akademica, Vol. IV, No. 1, Mei 2016
ISSN : 2337 - 8085
Paul Suparno et all. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo. Rahayu Yuna Pratama, Denis. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Generatif Berbasilitas Multimedia Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 1 Ungarani. Skripsi. Halaman: 13. Sukardi. 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara Wilantara, I Putu Eka. 2003. Implementasi Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran sika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa. Singaraja: IKIP. Available at http://203.130.198.30//detail.php?id=254
27