61
PENERAPAN METODE KONSTRUKSI DALAM MEWUJUDKAN GREEN CONSTRUCTION ( STUDI KASUS: PEKERJAAN TANAH PADA PROYEK JALAN )
I Wayan Jawat1) 1)
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa
ABSTRAK Setiap proyek konstruksi selalu membutuhkan sumberdaya proyek(project resource) sebagai komponen input dalam proses konstruksi. Ada 5 (lima) sumber daya proyek, yaitu pekerja (man), material (material), metode ( methode ), alat (machine), uang (money). Material bangunan dan alat bersifat tetap pada bangunan yang merupakan faktor penting jika suatu proyek diharapkan termasuk proyek hijau (green construction). Pemilihan metode konstruksi yang tepat akan menghasilkan keuntungan efisiensi proses konstruksi berupa keuntungan finansial. Dalam aspek lingkungan, efisiensi proses konstruksi berpotensi untuk memperpendek durasi konstruksi dan mereduksi waktu operasional berbagai peralatan yang terkait, sehingga konsumsi energi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pada menurunnya emisi CO 2 ekivalen. Dalam mewujudkan green construction sebagai bagian dari sustainable construction hendaknya memperhitungkan dampak terhadap operasional bangunan maupun proses desain berupa umpan balik (feed back) yang bersumber dari pengalaman konstruksi. Kata kunci: proyek konstruksi, metode, green construction.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
62
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahap konstruksi merupakan tahap yang perlu mendapat perhatian agar tujuan utama menghasilkan proyek yang berkualitas dapat tercapai. Dalam tahap konstruksi, pengelola proyek hendaknya mempertimbangkan aspek positif dan negatif yang akan terjadi pada tahap berikutnya, yaitu tahap operasional. Keuntungan kontraktor akan diperoleh bila tepat dalam menerapkan metode konstruksi di lokasi proyek. Berbeda metode konstruksi pasti berbeda pula kebutuhan sunberdayanya, limbah yang dihasilkan, dan hampir dapat dipastikan berbeda dalam capaian tujuan proyek dalam aspek biaya, mutu dan waktu. Secara prinsip, metode pelaksanaan pekerjaan galian dan timbunan pada proyek pembangunan jalan menggunakan metode pelaksanaan pemindahan tanah mekanis yang dilakukan dengan menggunakan alat – alat berat. Tahap pelaksanaan konstruksi membutuhkan berbagai alat bantu dari yang sederhana hingga berteknologi tinggi sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Keberadaan peralatan konstruksi tidak lain adalah mendukung proses sehingga dimungkinkan tercapainya efisiensi yang baik guna mencapai target yang telah ditetapkan. Disadari atau tidak, keberadaan peralatan konstruksi ini ikut memberikan konstribusi terjadinya pemanasan global yang diakibatkan oleh buangan bahan bakar dari berbagai jenis peralatan yang digunakan dan dirasakan
berkontribusi pada ketidakseimbangan alam lingkungan sekitar. Menurut Glavinich, sebagaimana dikutip Wulfram I.Ervianto:73, Green Construction adalah suatu perencanaan dan pengaturan proyek konstruksi sesuai dengan dokumen kontrak untuk meminimalkan pengaruh proses konstruksi terhadap lingkungan. Elemen input yang secara tidak langsung mempengaruhi timbulnya emisi CO2 ekivalen adalah metode konstruksi, yaitu cara yang akan digunakan untuk mewujudkan bangunan berdasarkan gambar rencana dan spesifikasi teknis. Pemilihan metode konstruksi yang tepat akan menghasilkan keuntungan efisiensi proses konstruksi berupa keuntungan finansial. Dalam aspek lingkungan, efisiensi proses konstruksi berpotensi untuk memperpendek durasi konstruksi dan mereduksi waktu operasional berbagai peralatan yang terkait, sehingga konsumsi energi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pada menurunnya emisi CO2 ekivalen. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, maka permasalahan yang penulis angkat adalah “Bagaimanakah penerapan metode konstruksi pekerjaan tanah pada proyek jalan dalam mewujudkan green construction”. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui penerapan metode konstruksi pekerjaan tanah pada proyek jalan dalam mewujudkan green constrction.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
63
1.4 Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis: a. Meningkatkan pemahaman tentang penerapan metode konstruksi pekerjaan tanah pada proyek jalan dalam mewujudkan green construction. b. Sebagai sumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang metode dan peralatan konstruksi dalam mewujudkan green construction dan merupakan informasi bagi mereka yang tertarik dengan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis: a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi kontraktor dalam menentukan pemilihan metode dan peralatan konstruksi dalam rangka mendukung mewujudkan green construction. b. Memberikan masukan terhadap hasil kajian yang dilakukan sebagai upaya peningkatan pemahaman tentang metode dan peralatan konstruksi yang mendukung mewujudkan green construction. 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tahap Kegiatan dalam Proyek Konstruksi Kegiatan konstruksi adalah kegiatan yang harus melalui suatu proses yang panjang dan didalamnya dijumpai banyak masalah uang harus
diselesaikan. Disamping itu, dalam kegiatan konstruksi terdapat suatu rangkaian yang berurutan dan berkaitan. Kegiatan membangun berakhir pada saat dimulainya penggunaan bangunan tersebut, sehingga tahapan dari pada kegiatan dalam proyek konstruksi (Wulfram I. Ervianto, 2002:13) adalah sebagai berikut: 1. Tahap Studi Kelayakan (feasibility study) Tujuan dari tahap ini adalah untuk meyakinkan pemilik proyek bahwa proyek konstruksi yang mengusulkannya layak untuk dilaksanakan, baik dari aspek perencanaan dan perancangan, aspek ekonomi (biaya dan sumber pendanaan), maupun aspek lingkungannya. 2. Tahap Penjelasan (Breifing) Tujuan dari tahap ini adalah untuk memungkinkan pemilik proyek menjelaskan fungsi proyek dan biaya yang diizinkan, sehingga konsultan perencana dapat segera secara tepat menafsirkan keinginan pemilik proyek dan membuat tafsiran yang diperlukan. 3. Tahap Perancangan (Design) Tujuan tahap ini adalah untuk melengkapi penjelasan proyek dan menentukan tata letak, rancangan, metode konstruksi, dan taksiran biaya agar mendapat persetujuan dari pemilik proyek dan pihak berwenang yang terlibat, untuk mempersiapkan informasi pelaksanaan yang diperlukan, termasuk gambar rencana dan spesifikasi serta untuk melengkapi semua dokumen tender.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
64
4. Tahap Pengadaan/Pelelangan (Procurement/Tender) Tujuan dari tahap ini adalah untuk menunjukan kontraktor sebagai pelaksana atau sejumlah kontraktor sebagai sub-kontraktor yang akan melaksanakan kostruksi dilapangan. 5. Tahap Pelaksanaan (construction) Tujuan dari tahap ini adalah untuk mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh pemilik proyek yang sudah dirancang oleh konsultan perencana dalam batasan biaya dan waktu yang telah disepakati, serta dengan mutu yang disyaratkan. 6. Tahap Pemeliharaan dan Persiapan Penggunaan (maintenance and start up) Tujuan dari tahap ini adalah untuk menjamin agar bangunan yang telah selesai sesuai dengan dokumen kontrak dan semua fasilitas bekerja sebagaimana mestinya. Selain itu, pada tahap ini juga dibuat suatu catatan mengenai konstruksi berikut petunjuk operasinya dan melatih staf dalam menggunakan fasilitas yang tersedia. 2.2 Tahap – Tahap Pelaksanaan (construction) Pada waktu proyek memasuki tahap pelaksanaan (construction), maka pekerjaan pada tahap ini adalah mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh pemilik proyek yang sudah dirancang oleh konsultan perencana sehingga memenuhi variabel BiayaMutu-Waktu-Safety, yang telah
disyaratkan. Sebagaimana diketahuai secara tradisional bahwa variabel tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini : 1. Perencanaan penyusunan Jabaran Kegiatan/Work Breakdown Structure (WBS), termasuk dalam menentukan Metode Konstruksinya. 2. Perencanaan penyusunan Tabel Analisis Organisasi Proyek/Organization Analisis Table (OAT). 3. Perencanaan dan pengendalian jadwal waktu pelaksanaan. 4. Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja. 5. Perencanaan dan pengendalian material 6. Perencanaan dan pengendalian alat. 7. Perencanaan dan pengendalian biaya. Tujuan dari pada tahap pelaksanaan (construction), adalah untuk mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh pemilik proyek yang sudah dirancang oleh konsultan perencana dalam batasan biaya dan waktu yang telah disepakati, serta dengan mutu yang disyaratkan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, (Wulfram I. Ervianto, 2002:16) 1. Perencanaan dan pengendalian metode kerja. 2. Perencanaan dan pengendalian organisasi lapangan. 3. Perencanaan dan pengendalian jadwal waktu pelaksanaan. 4. Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
65
5. Perencanaan dan pengendalian material 6. Perencanaan dan pengendalian alat. 7. Perencanaan dan pengendalian biaya. 2.3 Pengertian Metode Pelaksanaan Pekerjaan Metode pelaksanaan konstruksi pada hakekatnya adalah penjabaran tata cara dan teknik – teknik pelaksanaan pekerjaan, merupakan inti dari seluruh kegiatan dalam sistem manajemen konstruksi. Metode pelaksanaan konstruksi merupakan kunci untuk dapat mewujudkan seluruh perencanaan menjadi bentuk bangunan fisik. Pada dasarnya metode pelaksanaan konstruksi merupakan penerapan konsep rekayasa berpijak pada keterkaitan antara persyaratan dalam dokumen pelelangan (dokumen pengadaan), keadaan teknis dan ekonomis yang ada dilapangan, dan seluruh sumber daya termasuk pengalaman kontraktor. Kombinasi dan keterkaitan ketiga elemen secara interaktif membentuk kerangka gagasan dan konsep metode optimal yang diterapkan dalam pelaksanaan konstruksi. Konsep metode pelaksanaan mencakup pemilihan dan penetapan yang berkaitan dengan keseluruhan segi pekerjaan termasuk kebutuhan sarana dan prasarana yang bersifat sementara sekalipun (Istimawan Dipohusodo: 1996:363). Teknologi konstruksi (construction technology) mempelajari metode atau teknik yang digunakan untuk mewujudkan bangunan fisik dalam
lokasi proyek. Technology berasal dari kata techno dan logic, dapat diartikan sebagai urutan dari setiap langkah kegiatan (prosedur), misalkan kegiatan X harus dilaksanakan lebih dahulu kemudian baru kegiatan Y, dan seterusnya; sedangkan techno adalah cara yang harus digunakan secara logic (Wulfram I. Ervianto, 2002:1). Metode pelaksanaan pekerjaan atau yang bisa disingkat „CM‟ (Construction Method), merupakan urutan pelaksanaan pekerjaan yang logis dan teknik sehubungan dengan tersedianya sumber daya yang dibutuhkan dan kondisi medan kerja, guna memperoleh cara pelaksanaan yang efektif dan efisien. Metode pelaksanaan pekerjaan tersebut, sebenarnya telah dibuat oleh kontraktor yang bersangkutan pada waktu membuat ataupun mengajukan penawaran pekerjaan. Dengan demikian „CM‟ (Construction Method) tersebut minimal telah „teruji‟ saat dilakukan „klarifikasi‟ atas dokumen tendernya atau terutama Construction Method (CM)-nya. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan, bahwa pada waktu menjelang pelaksanaan atau selama pelaksanaan pekerjaan ada ketidaksesuaian. Jika demikian Construction Method (CM) tersebut perlu atau harus dirubah. Metode pelaksanaan pekerjaan yang ditampilkan dan diterapkan merupakan cerminan dari profesionalitas sang pelaksana proyek tersebut, atau profesionalitas dari tim pelaksana proyek, yaitu MANAJER PROYEK dan perusahaan yang bersangkutan. Karena itu dalam penilaian untuk menentukan pemenang tender,
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
66
penyajian metode pelaksanaan pekerjaan mempunyai „bobot‟ peniliaian yang tinggi. Yang diperhatikan bukan rendahnya nilai penawaran harga, meskipun kita akui bahwa rendahnya nilai penawaran merupakan jalan untuk memperoleh peluang ditunjuk menjadi pemenang tender/pelelangan. (Mahendra Sultan Syah, 2004). 2.4 Dokumen Metode Pelaksanaan Pekerjaan Dokumen metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi (Mahendra Sultan Syah:2004:113), pada umumnya terdiri dari: 1. Project plant, dimana dokumen ini memuat antara lain : a. Denah fasilitas proyek (jalan kerja, bangunan fasilitas, dan lain- lain), b. Lokasi pekerjaan c. Jarak angkut d. Komposisi alat e. Kata – kata singkat (bukan kalimat panjang), dan jelas mengenai urutan pekerjaan 2. Sket atau gambar bantu, merupakan penjelasan pelaksanaan pekerjaan 3. Uraian pelaksanaan pekerjaan, yang meliputi : a. Urutan pelaksanaan seluruh pekerjaan dalam rangka penyelesaian proyek (urutan secara global) b. Urutan pelaksanaan per pekerjaan atau per kelompok pekerjaan, yang perlu penjelasan lebih detail. Biasanya yang ditampilkan adalah pekerjaan penting atau pekerjaan yang jarang ada,
atau pekerjaan yang mempunyai nilai besar, pekerjaan dominan (volume kerja besar). Pekerjaan yang ringan atau umum dilaksanakan biasanya cukup diberi uraian singkat mengenai cara pelaksanaannya saja. Tapi perhitungan kebutuhan alat dan tanpa gambar/sket penjelasan cara pelaksanaan pekerjaan. 4. Perhitungan kebutuhan tenaga kerja dan jadwal kebutuhan tenaga kerja (Mandor, Pekerja, Tukang, Kepala Tukang) 5. Perhitungan kebutuhan material/bahan dan jadwal kebutuhan material/bahan. 6. Perhitungan kebutuhan peralatan konstruksi dan jadwal kebutuhan peralatan. 7. Dokumen lainnya sebagai penjelasan dan pendukung perhitungan kelengkapan yang lain. Apabila metode pelaksanaan pekerjaan merupakan dokumen yang terpisah (tersendiri), maka harus dilengkapi dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan. 2.5 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Yang Baik Metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi yang baik apabila memenuhi persyaratan (Mahendra Sultan Syah: 2004: 114), yaitu: 1. Memenuhi persyaratan teknis, yang memuat antara lain : a. Dokumen metode pelaksanaan pekerjaan proyek
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
67
2.
3.
4.
5.
konstruksi lengkap dan jelas memenuhi informasi yang dibutuhan. b. Bisa dilaksanakan dan efektif c. Aman dilaksanakan, terhadap bangunan yang dibangun, para tenaga kerja, bangunan lainnya, dan lingkungan sekitarnya. Memenuhi persyaratan ekonomis, yaitu biaya murah, wajar dan efisien. Memenuhi pertimbangan nonteknis lainnya, yang memuat antara lain : a. Dimungkinkan untuk diterapkan di lokasi proyek dan disetujui atau tidak ditentang oleh lingkungan setempat. b. Rekomendasi dan policy dari pemilik proyek. c. Disetujui oleh sponsor proyek atau direksi perusahaan, apabila hal itu merupakan alternatif pelaksanaan yang istimewa atau riskan. Merupakan alternatif/pilihan terbaik dari beberapa alternatif yang telah diperhitungkan dan dipertimbangkan. Masalah metode pekerjaan banyak sekali variasinya, sebab tidak ada keputusan engineer. Jadi pilihan terbaik yang merupakan tanggung jawab manajemen, dengan tetap mempertimbangkan engineering economies. Manfaat positif Construction Method. a. Memberikan arahan dan pedoman yang jelas atas
urutan dan fasilitas penyelesaian pekerjaan. b. Merupakan acuan/dasar pola pelaksanaan pekerjaan dan menjadi satu kesatuan dokumen prosedur pelaksanaan pekerjaan di proyek. 2.6 Hal – Hal Yang Mempengaruhi Metode Pelaksanaan Pekerjaan Dalam melaksanakan pekerjaan, biasanya dimungkinkan dengan berbagai metode. Beberapa alternatif metode pelaksanaan yang ada, tentunya akan menghasilkan beberapa alternatif biaya juga. Dalam hal ini, alternatif metode pelaksanaan yang harus dipilih tentunya yang menghasilkan biaya yang paling rendah. Pemilihan ini dilakukan oleh pihak Owner selaku pengguna jasa maupun pihak Kontraktor selaku penyedia jasa, dengan maksud yang sama, yaitu menurunkan biaya, hanya tujuannya saja yang berbeda. Bagi owner selaku pengguna jasa tujuannya agar nilai kontrak proyek, yang akan merupakan investasi menjadi rendah, sedangkan bagi pihak Kontraktor selaku penyedia jasa, bukan untuk menurunkan nilai kontrak, tetapi untuk menurunkan biaya pelaksanaan. Dimana metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi, dalam pengembangan alternatifnya, dipengaruhi oleh hal- hal sebagai berikut: 1. Design bangunan. 2. Medan/lokasi pekerjaan. 3. Ketersediaan tenaga kerja, bahan, dan peralatan.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
68
2.7 Peranan Metode Pelaksanaan Pekerjaan Peranan metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi adalah untuk menyusun cara – cara kerja dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan suatu cara untuk memenuhi, menentukan sarana – sarana pekerjaan yang mendukung terlaksananya suatu pekerjaan misalnya : menetapkan, memilih peralatan yang akan digunakan dalam pekerjaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang efektif dan efisien dalam biaya operasi. Cara kerja juga dapat membantu dalam menentukan urutan pekerjaan, menyusun jadwalnya sehingga dapat menentukan penyelesaian suatu pekerjaan. Peranan metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi akan mempengaruhi perencanaan konstruksi (Nono Tisnawardono: 2002: 11) antara lain : 1. Jadwal pelaksanaan. 2. Kebutuhan dan jadwal tenaga kerja. 3. Kebutuhan dan jadwal meterial/bahan. 4. Kebutuhan dan jadwal alat. 5. Penjadwalan anggaran (Arus kas/cash-flow). 6. Jadwal prestasi dengan metode kurva – S (S-Curve). 7. Cara – cara pelaksanaan pekerjaan. Dalam penyusunan metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi, perlu pembahasan/diskusi. Oleh karena itu dianjurkan pada perusahaan kontraktor yang telah mempunyai banyak tenaga kerja dari berbagai disiplin dan agar membuatan
metode pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi, dengan melibatkan berbagai pihak yang ahli bidangnya, misal: 1. Menguasai peralatan konstruksi. 2. Mengetahui sumber – sumber material/bahan. 3. Mengerti masalah angkutan. 4. Mengerti masalah jenis – jenis pekerjaan. 5. Menguasai bahasa perbankan. 2.8 Penentuan Metode Pelaksanaan Pekerjaan Tahap pertama sebelum memulai suatu pelaksanaan proyek konstruksi, harus ditentukan terlebih dahulu suatu metode untuk melaksanakannya. Dalam skala organisasi suatu proses perencanaan pelaksanaan proyek konstruksi, sangatlah penting untuk menentukan metode konstruksi terlebih dahulu, karena setiap jenis metode konstruksi akan memberikan karakteristik pekerjaan berbeda. Penentuan jenis metode konstruksi yang dipilih akan sangat membantu menentukan jadwal proyek. Metode konstruksi yang berbeda akan memberikan ruang lingkup pekerjaan dan durasi yang berbeda pula, yang sudah barang tentu juga mempunyai pertimbangan finansial dalam bentuk biaya. Ada faktor – faktor yang mempengaruhi jenis ruang lingkup pekerjaan yang dilakukan, sehingga perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu: 1. Sumber daya manusia dengan skill yang cukup untuk melaksanakan suatu metode pelaksanaan konstruksi.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
69
2. Tersedianya peralatan penunjang pelaksanaan metode konstruksi yang dipilih. 3. Material cukup tersedia. 4. Waktu pelaksanaan yang maksimum dibanding pilihan metode konstruksi lainnya. 5. Biaya yang bersaing. Oleh karena faktor – faktor yang mempengaruhi metode pelaksanaan seperti : Design bangunan, Medan/lokasi pekerjaan, dan ketersediaan dari tenaga kerja, bahan, dan peralatan, seperti sudah dijelaskan diatas, maka kadang – kadang metode pelaksanaan hanya memiliki alternatif yang terbatas. 3
menggunakan alat berat berupa bulldozer. Data teknis alat Bulldozer: Merk : Komatsu Horse power : 155/1800 rpm Lebar blade : 3.5 meter Tinggi blade : 0.6 meter Lebar traktor : 3 meter Kecepatan maju (F) : 3.2 km/jam Kecepatan mundur (R) : 4 km/jam Waktu tetap : 0.10 menit Faktor ketersediaan mesin : 0.9 Efisiensi waktu : 0.9 Efisiensi kerja : 0.75 Efisiensi operator : 0.8 Blade factor : 0.85 Pemilihan alat ini dilakukan karena dalam galian pada proyek ini tidaklah begitu dalam seperti terlihat pada potongan memanjang jalan (Gambar 1 Gambar 2 dan Gambar 3) berikut:
PEMBAHASAN
3.1 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Galian Tanah Pada proyek perencanaan pembangunan jalan pengerjaan galian dilakukan secara mekanis yaitu dengan 20
PVI STA = 0+102.206
0+300
0+350
0+400
0+450
0+500
EVCE: 9.477
0+650
0+700
0+750
0+800
0+850
0+900
7.365 7.509
7.577 7.561
7.715 7.720
8.124 7.981
8.250 8.272
8.670 8.563
9.017 8.853
EVCE: 7.509
STA.0+825 Proposed RCP Ø 0.60 m, L = 17 m Inlet Level + 6.920 Outlet level + 6.750
9.567 9.144
9.472 9.435
9.513 9.692
9.655 9.859
9.730 9.935
9.869 9.923
9.895 9.848
9.783 9.810
10.015 9.885
0+600
EVCS: 0+926.384
STA.0+714 EXISTING SYPHON INLET LEVEL=7.532 (R) OUTLET LEVEL=7.141 (L) LENGTH=52.451m
0+550
BVCE: 7.907
BVCS: 0+856.384
EVCS: 0+721.384
BVCE: 9.932
BVCS: 0+631.384
STA.0+600 EXISTING SYPHON INLET LEVEL=7.445 (L) OUTLET LEVEL=7.200 (R) LENGTH=40.595m
9.407 9.773
9.966 9.860
9.948 10.004
10.125 10.152
10.312 10.300
10.363 10.448
10.409 10.595
10.514 10.743
10.643 10.891
10.929 11.039
0+250
9.585 9.742
STA.0+500 Proposed RCP Ø 0.60 m, L = 17 m Inlet Level + 8.370 Outlet level + 8.200
4.354 7.522
0+200
11.070 11.187
11.236 11.335
11.540 11.483
11.511 11.631
11.693 11.780
0+150
K = 58.856 70.0000m VC
-1.163%
7.438 7.516
0+100
LOW POINT ELEV = 7.509 LOW POINT STA = 0+924.822 PVI STA = 0+891.384 PVI ELEV = 7.500 A.D. = 1.189
0.150%
9.759 9.768
STA.0+125 EXISTING SYPHON INLET LEVEL=9.336 (L) OUTLET LEVEL=8.364 (R) LENGHT=37.976m
11.866 11.939
11.890 12.108
12.445 12.465
12.467 12.644 12.642
12.345 12.286
0+050
EVCE: 9.752
EVCS: 0+511.384
STA.0+349 Proposed RCP Ø 0.60m, L = 16 m Inlet Level + 9.280 Outlet level + 9.120
STA.0+419 EXISTING SYPHON INLET LEVEL=7.799 (L) OUTLET LEVEL=7.487 (R) LENGTH=35.449m
0+000
A.D. = -1.313 K = 68.556 90.0000m VC
BVCE: 9.907
-0.592%
STA.0+071 EXISTING SYPHON INLET LEVEL=9.657 (L) OUTLET LEVEL=9.305 (R) LENGTH=38.50m
HIGH POINT ELEV = 9.940 HIGH POINT STA = 0+641.668 PVI STA = 0+676.384 PVI ELEV = 10.000
LOW POINT ELEV = 9.742 LOW POINT STA = 0+497.224 PVI STA = 0+476.384 PVI ELEV = 9.700 A.D. = 0.742 K = 94.400 70.0000m VC BVCS: 0+441.384
-0.715%
EVCE: 11.706
EVCS: 0+137.206
BVCS: 0+067.206
BVCE: 12.163
PVI ELEV = 11.913 A.D. = 0.123 K = 569.083 70.0000m VC INTERSECTION KETEWEL STA. 0+000 FG=12.642
0+950
0+975
Gambar 1. Potongan Memanjang Jalan (Sta 0+000 – 0+975)
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
70
0.027%
1+000
1+050
1+100
1+150
7.176 7.595
7.382 7.589
7.303 7.582
7.349 7.575
7.404 7.569
7.259 7.562
7.367 7.555
7.310 7.549
7.396 7.542
7.426 7.535
7.575 7.529
STA.1+102 EXISTING SYPHON INLET OUT=5.658 (R) OUTLET IN=5.526 (L) LENGTH=40.115m
1+200
1+250
Gambar 2. Potongan Memanjang Jalan (Sta 1+000 – Sta 1+250)
EVCE: 16.112
BVCE: 14.737
BVCS: 1+846.384
EVCS: 1+996.384
PVI STA = 1+921.384 PVI ELEV = 16.100 A.D. = -1.801 K = 83.284 150.0000m VC
STA.1+965 EXISTING PIPE CULVERT Ø 0.25m INLET LEVEL=15.538 (L) OUTLET LEVEL=15.000 (R) LENGTH=52.00 m STA.1+950 EXISTING BOX CULVERT 3.1x1.0m INVERT OUT=14.700 (L) INVERT IN=14.476 (R) LENGTH=38.00 m
STA.1+745 EXISTING BOX CULVERT 2.2x2.3m INLET LEVEL=10.600 (R) OUTLET LEVEL=9.005 (L) LENGTH=54.672m
1+400
1+450
1+500
1+550
1+600
1+650
1+700
1+750
1+800
1+850
1+900
1+950
15.811 16.113
15.815 16.081
15.980 15.975
15.478 15.795
15.190 15.539
14.594 15.208
14.367 14.802
13.902 14.349
13.653 13.894
13.147 13.440
12.860 12.986
12.119 12.531
12.159 12.077
11.642 11.623
11.234 11.168
10.382 10.714
9.315 9.805
8.894 9.351
8.374 8.897
8.194 8.443
7.810 8.023
7.587 7.753
7.403 7.643
7.345 7.635
7.238 7.628
7.266 7.615
7.417 7.608
6.732 7.602
7.275 7.622
1+350
9.827 10.260
STA.1+567 Proposed RCP Ø 0.60 m, L = 18 m Inlet Level + 8.150 Outlet level + 7.970
STA.1+530 EXISTING BOX CULVERT 3.5x2.5m INLET LEVEL=6.251 (R) OUTLET LEVEL=5.920 (L) LENGTH=53.066m
1+300
STA.1+770 Proposed RCP Ø 0.60 m, L = 17 m Inlet Level + 11.830 Outlet level + 11.660
EVCE: 8.286
EVCS: 1+491.384
1.817%
BVCE: 7.641
BVCS: 1+421.384
PVI STA = 1+456.384 PVI ELEV = 7.650 A.D. = 1.791 K = 39.092 70.0000m VC
2+000
Gambar 3. Potongan Memanjang Jalan (Sta 1+275 – Sta 2+000)
Gambar 4. Cara Operasi Bulldozer dengan Metode Slot Dozing PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
71
Gambar 5. Cara Kerja Bulldozer Adapun metode yang dipilih dalam pengerjaan galian tanah dengan menggunakan bulldozer adalah metode slot dozing yaitu dengan melakukan beberapa lintasan dan membiarkan tanah berceceran di kiri – kanan dozer. Untuk lebih jelas mengenai cara operasi bulldozer dengan metode slot dozing, dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Pada Gambar 5 kedudukan A, bulldozer mula – mula atau dalam berhenti, pisau sedikit masuk ke dalam tanah dengan tujuan untuk menggali / menggusur. Dalam kedudukan yang demikian ini traktor mulai dijalankan maju, biasanya harus dalam gigi terendah. Kedudukan B adalah keadaan menggusur / mengangkut tanah dengan kecepatan tetap, jika dipandang perlu traktor dapat menambah kecepatan dengan pindah gigi, dan hal ini akan memerlukan waktu tetap yang disebut dengan fixed time. Kedudukan C adalah posisi membuang muatan pada akhir jalan angkut, pisau diangkat naik sehingga tanah dapat lewat di bawah pisau. Apabila tanah didepan pisau sudah habis tertinggal, traktor dihentikan kemudian dalam posisi pisau masih terangkat traktor dijalankan mundur menuju kedudukan A.
3.2 Metode Pelaksanaan pada Pengangkutan Tanah Tanah yang dimaksudkan disini adalah tanah hasil galian yang tidak digunakan lagi ataupun tanah yang didatangkan dari tempat lain untuk keperluan pembentukan badan jalan. Apabila hasil galian harus dipindahkan/dibuang keluar lokasi proyek, perlu dipertimbangkan cara pemindahan yang tidak menimbulkan polusi dengan: 1. Cara tanah dimuat ke dalam truk. 2. Menutup tanah dalam truk menggunakan terpal agar tidak tercecer di sepanjang jalan dan tidak menimbulkan polusi udara. 3. Mencuci ban kendaraan kendaraan pengangkut sebelum keluar dari lokasi proyek di washing bay yang telah disediakan. 4. Memilih lokasi pembuangan yang tidak terlalu jauh dari lokasi proyek. Adapun metode yang digunakan pengangkutan tanah ini adalah metode V loading yang cara pemuatannya dengan lintasan seperti bentuk huruf V dengan menggunakan kombinasi alat antara Wheel loader dengan dump truk. Data teknis alat wheel loader: Merk : Komatsu
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
72
Model Kapasitas bucket Cara operasi
: W.60 : 1.4 m3 : V loading dengan torque flow Kecepatan maju : 7.6 km/jam Kecepatan mundur : 7.6 km/jam Jarak angkut : 5m Kondisi menejemen & medan : 0.75 BF : 0.9 Data teknis dump truk: Merk Kapasitas Vessel
: HINO, KL-231 : 4 m3
Kecepatan angkut
: 40 km/jam Kecepatan kembali : 30 km/jam Dengan alat pemuat whell loader dengan kapasitas bucket 1,4 m3 Cycle time : 0.4 Kondisi operasi : sedang Jarak Angkut : 1 km Machine availability factor : 0.9 Efisiensi waktu : 0.83 Efisiensi operator : 0.85 Efisiensi kerja : 0.8 Bucket factor : 0.85 Untuk lebih jelas mengenai metode V loading dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:
Gambar 6. Loading
Gambar 7. Dasar Operasi Dump Truk PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
73
Cara operasinya (Gambar 7) adalah sebagai berikut: 1. Pada kedudukan 1 merupakan proses loading (pemuatan) tanah. 2. Pada kedudukan 2 merupakan proses hauling road (pergi). 3. Pada kedudukan 3 merupakan proses dumping ( pembuangan) muatan. 4. Pada kedudukan 4 merupakan proses returning (kembali) ke kedudukan 1. 3.3 Metode Pelaksanaan Timbunan Tanah Pekerjaan timbunan tanah ini dapat berupa tanah dari hasil penggalian ataupun yang didatangkan dari tempat lain asalkan memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Tanah timbunan umumnya diangkut langsung dari lokasi sumber bahan ke permukaan yang telah disiapkan pada saat cuaca cerah dan
disebarkan. Penumpukan tanah timbunan untuk persediaan biasanya tidak diperkenankan, terutama selama musim hujan. Pada pekerjaan timbunan tanah, hal yang perlu diperhatikan di sini adalah timbunan tidak boleh ditempatkan, dihampar atau dipadatkan sewaktu hujan, dan pemadatan tidak boleh dilaksanakan setelah hujan atau bilamana kadar air bahan berada di luar rentang yang disyaratkan. Timbunan harus ditempatkan ke permukaan yang telah disiapkan dan disebar dalam lapisan yang merata yang bila dipadatkan akan memenuhi toleransi tebal lapisan yang disyaratkan. Bilamana timbunan dihampar lebih dari satu lapis, lapisan-lapisan tersebut sedapat mungkin dibagi rata sehingga sama tebalnya. Cara penimbunan tanah dapat ditunjukan pada Gambar 8 berikut:
Gambar 8. Penimbunan Tanah dengan Truk Apabila suatu lapisan belum mencapai kepadatan yang disyaratkan, maka harus diadakan perbaikan. Adapun perbaikan terhadap timbunan yang tidak memenuhi ketentuan atau tidak stabil antara lain:
5. Timbunan akhir yang tidak memenuhi penampang melintang yang disyaratkan atau disetujui atau toleransi permukaan yang disyaratkan harus diperbaiki dengan menggemburkan permukaannya dan membuang
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
74
atau menambah bahan sebagaimana yang diperlukan dan dilanjutkan dengan pembentukan kembali dan pemadatan kembali. 6. Timbunan yang terlalu kering untuk pemadatan, dalam hal batas-batas kadar airnya yang disyaratkan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut, dilanjutkan dengan penyemprotan air secukupnya dan dicampur seluruhnya dengan menggunakan motor grader atau peralatan lain yang disetujui. 7. Timbunan yang terlalu basah untuk pemadatan, seperti dinyatakan dalam batas-batas kadar air yang disyaratkan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut dengan menggunakan motor grader atau alat lainnya secara berulangulang dengan selang waktu istirahat selama penanganan, dalam cuaca cerah. Alternatif lain, bilamana pengeringan yang memadai tidak dapat dicapai dengan menggaru dan membiarkan bahan gembur
tersebut, bahan tersebut dikeluarkan dari pekerjaan dan diganti dengan bahan kering yang lebih cocok. 8. Timbunan yang telah dipadatkan dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan, menjadi jenuh akibat hujan atau banjir atau karena hal lain, biasanya tidak memerlukan pekerjaan perbaikan asalkan sifat-sifat bahan dan kerataan permukaan masih memenuhi ketentuan. 3.4 Metode Pelaksanaan Perataan Tanah Metode perataan tanah yang dimaksud adalah metode perataan tanah hasil timbunan (spreading) dan timbunan tanah yang dimaksud disini adalah bekas dumping dari truk untuk pengisisan jarak jauh atau stock pile dari hasil timbunan yang lain. Adapun metode yang digunakan pada pelaksanaan perataan tanah ini yaitu dilakukan secara mekanis dengan menggunakan alat berat berupa bulldozer seperti pada Gambar 9 berikut:
Gambar 9. Perataan Tanah dengan Bulldozer
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
75
Gambar 10. Cara Perataan Hasil Timbunan Tanah dengan Bulldozer Cara kerjanya (Gambar 10) adalah sebagai berikut: 1. Kedudukan A, bulldozer mula – mula atau dalam keadaan berhenti dimana kedudukan dozer blade (pisau dozer) cukup tinggi diatas tanah asal agar tidak terambil terlalu banyak muatan sekaligus. Dalam kedudukan yang demikian ini traktor mulai dijalankan maju, biasanya harus dalam gigi terendah. 2. Kedudukan B adalah keadaan perataan tanah dengan kecepatan tetap, jika dipandang perlu traktor dapat menambah kecepatan dengan pindah gigi, dan hal ini akan memerlukan waktu tetap yang disebut dengan fixed time. 3. Kedudukan C, didepan blade sudah tidak cukup banyak muatan, maka traktor dihentikan dan dijalankan mundur untuk mengambil muatan baru, sisa muatan dari pass yang lalu didorong dengan pass yang berikutnya. Hal ini dilakukan untuk memelihara produktivitas dozer yang hanya dicapai dengan
mendorong muatan yang maksimal. Dalam melaksanakan ini tiap kali harus pindah jalur pada waktu menjalankan masing – masing pass yang berurutan, sehingga tanggul – tanggul yang terjadi pada lintas – lintas sebelumnya tidak terlalu berat untuk diratakan kemudian. Naik turunnya blade pada kebanyakan dozer adalah hal yang sukar dikendalikan, terutama bagi operator yang belum cukup pengalaman. Maka sebaiknya jika terjadi punuk – punuk diatas permukaan tanah, lebih baik dozer dihentikan dan mundur mengulangi pass yang sedang dijalani. Untuk pekerjaan akhir (final grading) perataan tanah digunakan alat yang berupa motor grader. Data teknis alat motor grader: Merk : Komatsu Model : GD 650R-1 Panjang blade : 4,01 meter Sudut blade : 60° (lihat Tabel 2) Kecepatan operasi : 4 km/jam Jumlah lintasan : 1 kali Kondisi menejemen * medan : 0,75 Panjang jalan : 100 meter
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
76
Gambar 11. Finishing Penghamparan Tanah dengan Motor Garder 3.5 Metode Pelaksanaan Pemadatan Tanah Segera setelah penempatan dan penghamparan timbunan, setiap lapis harus dipadatkan dengan peralatan pemadat yang memadai dan disetujui sampai mencapai kepadatan yang disyaratkan. Pemadatan timbunan tanah harus dilaksanakan hanya bilamana kadar air bahan berada dalam rentang 3 % di bawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar air optimum. Kadar air optimum harus didefinisikan sebagai kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bilamana tanah dipadatkan sesuai dengan SNI 031742-1989. Jenis alat yang digunakan
untuk pemadatan tanah adalah vibrator roller. Data teknis vibrator roller: Merk : DYNA PAC Model : SP-54 Berat alat : 7 ton Lebar efektif roda gilas (L) : 120 cm Kecepatan operasi (V) : 2 km/jam JM : 0.75 Jumlah lintasan / pass (N) : 8 kali Adapun metode pelaksanaan pemampatan/pemadatan tanah ini dilakukan secara mekanis dengan menggunakan vibration roller seperti terlihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Pemadatan Tanah dengan Vibration Roller
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
77
Yang perlu diperhatikan disini, pekerjaan pemadatan harus dilakukan lapis demi lapis. Timbunan dipadatkan setiap lapis mulai dari tepi luar dan bergerak menuju ke arah sumbu jalan
sedemikian rupa sehingga setiap ruas akan menerima jumlah usaha pemadatan yang sama. Untuk lebih jelas mengenai cara kerja vibration roller dapat dilihat pada Gambar 13 berikut:
Gambar 13. Pola Penggilasan dengan Vibration Roller Pada Gambar 13 kiri seluruh lebar jalan dapat dijalani dalam 8 pass (lintasan). Pass ke 9 roller kembali menuju ke jalur yang pertama. Pengulangan ini dilakukan terus menerus sampai jumlah pass yang diperlukan untuk mencapai pemampatan yang dikehendaki tiap jalur sudah terpenuhi. Overlap dalam arah memanjang (A) juga perlu diberikan, karena dalam arah belok, roller ini jumlah pass yang diberikan lebih sedikit dari pada yang di bagian lurus. Pada Gambar 13 kanan adalah pola penggilasan pada tikungan jalan, pass pertama dimulai dari bagian bawah (bagian lintasan yang dalam) menuju ke bagian atas (bagian lintasan luar). Untuk lintasan – lintasan berikutnya, diulang mulai dari lintasan pertama lagi. Adapun ketentuan kepadatan untuk timbunan tanah adalah sebagai berikut: 1. Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi
tanah dasar harus dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan sesuai SNI 03-17421989. Untuk tanah yang mengandung lebih dari 10 % bahan yang tertahan pada ayakan ¾”, kepadatan kering maksimum yang diperoleh harus dikoreksi terhadap bahan yang berukuran lebih (oversize) tersebut. 2. Lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar harus dipadatkan sampai dengan 100 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan sesuai dengan SNI 03-1742-1989. 3. Pengujian kepadatan harus dilakukan pada setiap lapis timbunan yang dipadatkan sesuai dengan SNI 03-2828-1992 dan bila hasil setiap pengujian menunjukkan kepadatan kurang dari yang disyaratkan maka
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
78
Kontraktor harus memperbaiki. Pengujian harus dilakukan sampai kedalaman penuh pada lokasi berselang-seling setiap jarak tidak lebih dari 200 m. Untuk penimbunan kembali di sekitar struktur atau pada galian parit untuk gorong-gorong, paling sedikit harus dilaksanakan satu pengujian untuk satu lapis penimbunan kembali yang telah selesai dikerjakan. 4. Untuk timbunan, paling sedikit 1 rangkaian pengujian bahan yang lengkap harus dilakukan untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang dihampar. 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan 1. Proyek konstruksi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang terkait mulai dari proses disain, pengadaan, konstruksi, operasi dan perawatan, dan dekonstruksi dengan berbagai jenis sumber daya. 2. Green construction sebagai bagian dari sustainable construction tentunya akan berdampak terhadap operasional bangunan maupun proses desain berupa umpan balik (feed back) yang bersumber dari pengalaman konstruksi. 3. Metode konstruksi adalah jawaban atas bagaimana pekerjaan suatu proyek akan dikerjakan, sehingga dibutuhkan cara penyajian yang dapat segera dimengerti oleh yang berkepentingan.
4. Proses penyusunan metode konstruksi merupakan hasil pembahasan, brainstorming, diskusi, referensi dari berbagai macam sumber, dan dituangkan dalam bentuk gambar kerja serta urutan pelaksanaan pekerjaan (procedure, work instruction) yang menjadi acuan dalam setiap pekerjaan perbaikan (improvement), inovasi, serta kreativitas (sebagai unsur utama inovasi) dalam pembuatan metode konstruksi sehingga dapat memberikan nilai tambah (add value) bagi tercapainya sasaran, baik mutu, waktu, biaya maupun safety. 4.2 Saran 1. Oleh karena proyek konstruksi merupakan sebuah sistem, maka sistem ini harus dikelola untuk mencapai prinsip – prinsip dalam sustainable construction. 2. Dalam mewujudkan green construction sebagai bagian dari sustainable construction hendaknya memperhitungkan dampak terhadap operasional bangunan maupun proses desain berupa umpan balik (feed back) yang bersumber dari pengalaman konstruksi. 3. Penerapan metode konstruksi hendaknya memperhatikan cara penyajian yang mudah dimengerti oleh yang berkepentingan dalam pelaksanaan proyek.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
79
5 DAFTAR PUSTAKA Abrar Husen, 2010, Manajemen Proyek, Yogyakarta, Andi Offset
Peurifoy, 1979. Construction Planning Equipment, Int Student Edition, Mc Graw – Hill, New York.
Asiyanto. 2010. Manajemen Produksi untuk Jasa Konstruksi. Jakarta : Penerbit PT.Pradnya Paramita.
Rochmanhadi, 1992, Alat – Alat Berat dan Penggunaannya, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Asiyanto. 2007. Manajemen Alat Berat untuk Konstruksi. Jakarta : Penerbit PT.Pradnya Paramita.
Rochmanhadi, 1985, Perhitungan Biaya Pelaksanaan Pekerjaan dengan Menggunakan Alat – Alat Berat, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Dipohusodo, Istimawan. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi. Jilid 1 & 2. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. Ervianto, W. I. 2004. Teori – Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi. Yogyakarta: Penerbit ANDI Ervianto, W. I. 2005.Manajemen Proyek Konstruksi. Yogyakarta: Penerbit ANDI Ervianto, W. I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau, Perencanaan, Pengadaan, Konstruksi dan Operasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI http://www.google.co.id/search?q=Alat berat dalam Konstruksi Imam Soeharto,I. 1995. Manajemen Proyek Konstruksi. Dari Konseptual sampai Operasional. Jakarta : Penerbit Erlangga Jakarta. Komatsu, 1978, Specification and Application Hand Book. Third edition. Mahendra Sultan Syah. 2004. Manajemen Proyek Kiat Sukses Mengelola Proyek, Cetakan Pertama, Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Rochmanhadi, 1992, Kapasitas dan Produksi Alat Berat, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Susy Fatena Rostiyanti, 2008, Alat Berat Untuk Proyek Konstruksi, Edisi Kedua, PT.Rineka Cipta, Jakarta. The Asphalt Institute. 1983. Asphalt Technology and Construction Practices.Instructur’s Guide. Second Edition January 1983. Team Lokakarya Dosen Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia Program Studi Teknik Sipil Bidang Pemindahan Tanah Mekanis.Juli 1997. Pemindahan Tanah Mekanis,Cisarua Bogor. …., 1988, Manual Supervisi Lapangan untuk Staf Pengendali Mutu pada Kontrak Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan Dokumen Rujukan RD. 641 Central Quality & Monitoring Unit, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. ........Spesifikasi Umum Buku III, Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
80
Wedhayanto, Sony.2009. Alat Berat & Pemindahan Tanah Mekanis (Diktat kuliah untuk Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil UM). Diunduh dari : URL:http:www.google.co.id/search? q=Alat berat.
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693