PENERAPAN ANALISIS EKSPLORASI PEUBAH GANDA TERHADAP DATA AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI INDONESIA
RAMA’ELI LASE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul: “Penerapan Analisis Eksplorasi Peubah Ganda terhadap Data Akreditasi Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Februari 2017
Rama’eli Lase NIM G152140491
RINGKASAN RAMA’ELI LASE. Penerapan Analisis Eksplorasi Peubah Ganda terhadap Data Akreditasi Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia. Dibimbing oleh BUDI SUSETYO dan UTAMI DYAH SYAFITRI. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyatakan bahwa peningkatan mutu pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dilakukan dengan meningkatkan persentase peringkat akreditasi minimal B. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk menjamin dan mengendalikan mutu pendidikan. BAN S/M dalam mengklasifikasikan program keahlian SMK dengan peringkat akreditasi A, B, C, dan TT mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengelompokkan mutu pendidikan antar provinsi dan karakteristik delapan SNP hasil akreditasi SMK di 34 provinsi di Indonesia menggunakan metode analisis peubah ganda antara lain analisis korespondensi, analisis biplot, dan analisis gerombol. Analisis korespondensi dilakukan untuk melihat kedekatan relatif antara provinsi dengan peringkat akreditasi ke dalam tampilan grafik. Analisis biplot digunakan untuk melihat karakteristik masing-masing provinsi secara visual berdasarkan delapan SNP sedangkan analisis gerombol dilakukan untuk menggerombolkan provinsi berdasarkan delapan SNP. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peringkat akreditasi berhubungan erat dengan provinsi. Program keahlian yang memiliki peringkat akreditasi A paling banyak terdapat di provinsi Kalimantan Utara (16), Bali (2), DKI Jakarta (5), DI Yogyakarta (6), Riau (26), Jawa Barat (9), dan Kalimantan Timur (15) sedangkan peringkat akreditasi di bawah B lebih banyak terdapat di provinsi Sulawesi Tenggara (30), Kalimantan Barat (12), dan NTT (23). Pada analisis biplot menunjukkan bahwa kedelapan SNP saling memiliki korelasi positif. Korelasi terkuat terdapat diantara peubah standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar pengelolaan (SPL). Korelasi terkuat berikutnya terletak diantara standar proses (SPR) dan standar sarana prasarana (SSP). Beberapa provinsi dicirikan oleh peubah yang berbeda-beda misalnya provinsi Bali (2), Riau (26), Sulawesi Selatan (28), dan Kalimantan Selatan (13) adalah provinsi-provinsi yang dicirikan oleh peubah standar pengelolaan (SPL) dan standar kompetensi lulusan (SKL). Hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa provinsi di Indonesia di bagi dalam 3 (tiga) gerombol. Gerombol 1 beranggotakan provinsi yang memiliki nilai rataan setiap peubah berada di bawah rataan dua gerombol lainnya. Gerombol 2 beranggotakan provinsi yang memiliki nilai rataan yang mendekati nilai rataan gerombol 3. Gerombol 3 adalah gerombol yang memiliki nilai rataan delapan SNP paling tinggi. Kata kunci: analisis biplot, analisis gerombol, analisis korespondensi, SNP
SUMMARY RAMA’ELI LASE. Application of Multivariate Exploration Analysis of the Vocational High School Accreditation Data in Indonesia. Supervised by BUDI SUSETYO and UTAMI DYAH SYAFITRI. The Ministry of Education and Culture of Republic of Indonesia stated that the educational quality enhancement of Vocational High School (VHS) was carried out by the increasing the percentage of accreditation ranking to minimum of B. National Accreditation Agency for School/Madrasah (NAA S/M) is an institution established by the government to ensure and control the quality of education. NAA S/M in classified VHS skills program with accreditation of A, B, C, and No Accredited (NA) refers to the National Education Standars (NES). NES is the minimum criteria of the educational system in all parts of Indonesia. Purpose of research to agglomerates of educational quality among the provinces and characteristics eight NES of accreditation of vocational schools in 34 provinces in Indonesia, using multvariate analysis methods among others the correspondence analysis, biplot analysis, and cluster analysis. Correspondence analysis was conducted to find of relative proximity between the province and accreditation rank by the graph view. Biplot analysis used to finded the characteristics of each province visually by eight NES while the cluster analysis conducted to classify province by eight NES. The results showed that the accreditation rank was closely related to the province. Expertise program accreditation A to at the most by province North Kalimantan (16), Bali (2), DKI Jakarta (5), DI Yogyakarta (6), Riau (26), West Java (9), and East Kalimantan (15). The accreditation under B more widely available in the province Southeast Sulawesi (30), West Kalimantan (12), and East Nusa Tenggara (23). Biplot analysis showed that the eighth NES were positively correlated with each other. The strongest correlation that formed was the correlation between the competence of graduates standard (CGS) and the management standard (MS). The next strongest correlation was the process standard (PS) and the facilities and infrastructure standard (FIS). The several provinces characterized closely by the differents variable, for example the province of Bali (2), Riau (26), South Sulawesi (28), and South Kalimantan (13) was the provinces that are characterized by variables management standard (MS) and competence of graduates standard (CGS). The cluster analysis showed that provinces in Indonesia based on eight standards of accreditation were divided into three clusters. The first cluster was the cluster which had the lowest value average for all standard among to other cluster. The second cluster had the value average variables between first and third cluster, and the last cluster had the highest cluster. Keywords: biplot analysis, cluster analysis, correspondence analysis, NES
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENERAPAN ANALISIS EKSPLORASI PEUBAH GANDA TERHADAP DATA AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI INDONESIA
RAMA’ELI LASE
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, MS
Judul Tesis : Penerapan Analisis Eksplorasi Peubah Ganda terhadap Data Akreditasi Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia Nama : Rama’eli Lase NIM : G152140491
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budi Susetyo, MS Ketua
Dr. Utami Dyah Syafitri, S.Si., M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Indahwati, M.Si.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr
Tanggal Ujian: 25 Januari 2017
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala kemuliaan dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan penyertaan-Nya sehingga diberi kemudahan dalam penyusunan tesis ini dengan judul: “Penerapan Analisis Eksplorasi Peubah Ganda terhadap Data Akreditasi Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Susetyo, MS dan Ibu Dr. Utami Dyah Syafitri, S.Si.,M.Si. selaku sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan semangat dalam penyusunan tesis ini semoga bapak dan ibu diberi kesehatan, umur panjang, dan sukses dalam karir. Terima kasih juga penulis ucapkan atas kesediaan bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, MS selaku sebagai komisi penguji dan bapak Dr. Anang Kurnia, M.Si juga selaku moderator sekaligus sebagai penguji. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh Bapak/Ibu dosen dan pegawai atas ilmu dan pelayanannya selama belajar di Institut Pertanian Bogor terutama Departemen Statistika. Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Nias Utara provinsi Sumatera Utara atas dukungan, bantuan dan kepercayaan untuk bisa melanjutkan dan menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Secara khusus, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta serta saudara/i (Atinia L, Arnis L, dan Oberi L.) atas motivasi, dukungan materi dan doa yang tulus yang selalu diberikan kepada penulis dan juga kepada senior saya sdri Vitri AH yang senantiasa membantu dan mendukung penulis dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih juga atas kebersamaan dan dukungan perjuangan dari saudara/i mahasiswa pascasarjana BUD Kabupaten Nias Utara tahun 2014 semoga kita diberkati, sukses dan memiliki visi dan misi yang sama untuk membangun daerah tercinta. Demikian juga penulis ucapkan salam persaudaraan kepada saudara/i mahasiswa statistik terapan tahun 2014 semoga ukiran kisah yang telah tertulis selama kebersamaan menjadi kenangan yang tetap harum sepanjang masa. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian penyusunan tesis ini. Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dari tulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini secara maksimal. Semoga tulisan saya ini dapat bermanfaat. Immanuel...!!!
Bogor,
Februari 2017 Rama’eli Lase
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian
1 1 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Standar Nasional Pendidikan Analisis Korespondensi Analisis Biplot Analisis Gerombol
2 2 3 5 6
3 METODE Data Analisis Data
9 9 9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Analisis Korespondensi Analisis Biplot Analisis Gerombol
10 10 12 13 15
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
18 18 18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Bentuk umum tabel kontingensi Bentuk umum matriks kontingensi Formula untuk koordinat Penggerombolan provinsi berdasarkan delapan SNP Hasil analisis ragam dan nilai tengah gerombol
4 4 5 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebaran hasil peringkat akreditasi berdasarkan jenis sekolah Sebaran hasil peringkat akreditasi berdasarkan provinsi Nilai rata-rata delapan SNP SMK di Indonesia tahun 2014-2015 Plot korespondensi peringkat akreditasi dengan provinsi Biplot provinsi berdasarkan delapan SNP Nilai statistik pseudo-F dan R-square dengan metode Ward Dendrogram hasil analisis gerombol provinsi berdasarkan 8 SNP Peta hasil analisis gerombol provinsi di Indonesia
10 11 12 13 14 15 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Persentase sebaran hasil peringkat akreditasi per jenis sekolah Persentase sebaran hasil peringkat akreditasi per provinsi Koefisien korelasi antar delapan SNP Rata-rata skor hasil penilaian 8 SNP per provinsi tahun 2014-2015
20 21 22 23
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan umum program dan rencana pemerintah di bidang pendidikan didasarkan pada fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional yang tercantum dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UU RI No.20/2003). Arah kebijakan ini merupakan cita-cita dan tujuan pemerintah untuk terus mengembangkan pola pembangunan dan strategi dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan pembentukan karakter generasi muda untuk terus bekerja dan mencintai bangsa Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menyatakan bahwa peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing di pasar Internasional pada ketahanan pangan, kelautan dan pariwisata dapat diwujudkan melalui Sekolah Menengah Kejuruan (Kemendikbud 2015). Pernyataan ini didukung dan dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai harapan ini, pemerintah berupaya meningkatkan akses pendidikan kejuruan dan mutu pendidikan SMK (Kemendikbud 2015; Inpres RI No.9/2016). Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan SMK adalah dengan cara melakukan peningkatan persentase peringkat akreditasi SMK minimal B (Kemendikbud 2015). Akreditasi dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik (UU RI No.20/2003). Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk menjamin dan mengendalikan mutu pendidikan. BAN S/M dalam menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memetakan secara utuh profil kualitas sekolah/madrasah dan mengklasifikasikan program keahlian SMK dengan peringkat akreditasi A, B, C, dan Tidak Terakreditasi (TT). SNP meliputi standar isi (SI), standar proses (SPR), standar kompetensi lulusan (SKL), standar pendidik dan tenaga kependidikan (SPT), standar sarana dan prasarana (SSP), standar pengelolaan (SPL), standar pembiayaan (SB), dan standar penilaian pendidikan (SPN). Hasil akreditasi yang dikeluarkan oleh BAN S/M tahun 2014-2015 menunjukkan bahwa hasil peringkat akreditasi program keahlian SMK yang tersebar di 34 provinsi masih bervariasi. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pengembangan perencanaan pembangunan SMK diperlukan analisis terhadap data-data hasil pengukuran kinerja sekolah misalnya data hasil akreditasi yang dilakukan oleh BAN S/M. Salah satu analisis yang dapat digunakan adalah analisis peubah ganda. Analisis peubah ganda merupakan analisis yang mampu mengukur secara simultan lebih dari satu peubah (Johnson & Winchern 2007). Analisis peubah ganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korespondensi, analisis biplot, dan analisis gerombol.
2 Analisis korespondensi dilakukan untuk melihat kedekatan relatif antara provinsi dengan peringkat akreditasi ke dalam tampilan grafik. Analisis biplot digunakan untuk melihat karakteristik masing-masing provinsi secara visual berdasarkan delapan SNP sedangkan analisis gerombol dilakukan untuk menggerombolkan provinsi berdasarkan delapan SNP. Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan pendidikan SMK di Indonesia dan sekaligus memberikan kontribusi kepada para pemangku kepentingan dalam merencanakan pembangunan pendidikan yang tepat sasaran.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengelompokkan mutu pendidikan SMK antar provinsi dan karakteristik delapan SNP hasil akreditasi SMK di 34 provinsi di Indonesia menggunakan metode analisis peubah ganda antara lain analisis korespondensi, analisis biplot, dan analisis gerombol.
2 TINJAUAN PUSTAKA Standar Nasional Pendidikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi (SI), standar proses (SPR), standar kompetensi lulusan (SKL), standar pendidik dan tenaga kependidikan (SPT), standar sarana dan prasarana (SSP), standar pengelolaan (SPL), standar pembiayaan (SB), dan standar penilaian pendidikan (SPN). SNP digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan sekolah. Peningkatan penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara sinergis oleh berbagai pihak baik pihak internal maupun pihak eksternal. Pihak internal berperan untuk mengembangkan pengelolaan satuan pendidikan, visi dan misi, kurikulum, penilaian hasil belajar, evaluasi kinerja, dan memenuhi atau melampaui SNP sedangkan pihak eksternal berperan untuk menetapkan SNP, pemenuhan standar yang dilakukan oleh instansi terkait di luar satuan pendidikan, penilaian kelayakan program dan pengecekan kompetensi lulusan dalam bentuk evaluasi kinerja pendidikan. Peningkatan peringkat akreditasi sekolah dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (UU RI No.20/2003). Instrumen akreditasi SMK disusun berdasarkan delapan SNP terdiri dari 185 butir pertanyaan tertutup masing-masing dengan lima pilihan jawaban. Jumlah butir dan bobot untuk setiap SNP berbeda-beda tergantung dukungannya terhadap pembelajaran bermutu. Ketentuan skor butir instrumen akreditasi adalah butir pernyataan yang dijawab A memperoleh skor 4, B memperoleh skor 3, C memperoleh skor 2, D memperoleh skor 1, dan E memperoleh skor 0. Nilai akhir
3 akreditasi diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut (Permendiknas No.13/2009): 1. Mengkonversi setiap opsi jawaban ke dalam skor butir; 2. Menghitung dan menjumlahkan skor tertimbang perolehan untuk masingmasing butir. Skor tertimbang perolehan adalah hasil perkalian skor butir perolehan dengan bobot butir; 3. Menghitung setiap nilai komponen akreditasi (NKA) dengan menggunakan rumus: NKA=
Jumlah skor tertimbang perolehan x Bobot komponen Jumlah skor tertimbang maksimum
4. Menentukan nilai akhir akreditasi dengan cara menjumlahkan seluruh nilai komponen akreditasi; 5. Nilai akhir akreditasi harus dituliskan dalam bentuk bilangan bulat tanpa koma; 6. Menentukan setiap nilai komponen akreditasi skala ratusan; 7. Kriteria akreditasi dinyatakan terakreditasi jika memenuhi: a. Memperoleh Nilai Akhir hasil akreditasi sekurang-kurangnya 56; b. Tidak lebih dari dua nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 56; c. Tidak ada nilai komponen akreditasi skala ratusan kurang dari 40. 8. Penentuan peringkat akreditasi: a. Peringkat akreditasi A (Sangat Baik) jika sekolah/madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA) sebesar 86 sampai dengan 100 (86 ≤ NA ≤ 100); b. Peringkat akreditasi B (Baik) jika sekolah/madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA) sebesar 71 sampai dengan 85 (71 ≤ NA ≤ 85); c. Peringkat akreditasi C (Cukup Baik) jika sekolah/madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA) sebesar 56 sampai dengan 70 (56 ≤ NA ≤ 70); d. Peringkat akreditasi TT (Tidak Terakreditasi) jika sekolah/madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA) sebesar kurang dari 56 (NA < 56) dan tidak memenuhi syarat seperti pada langkah 7.
Analisis Korespondensi Analisis korespondensi merupakan teknik eksplorasi data peubah ganda yang memproyeksikan data tabel frekuensi ke dalam tampilan grafik dengan baris dan kolom sehingga menggambarkan kedekatan relatif peubah-peubah kategori yang menunjukkan jarak antar titik (Greenacre 1984). Johnson & Winchern (2007) juga mendefinisikan bahwa analisis korespondensi adalah sebuah prosedur grafik untuk mewakili hubungan frekuensi atau jumlah dari suatu tabel. Teknik ini digunakan untuk mereduksi dimensi peubah dan menggambarkan profil baris dan profil kolom suatu matriks data dari tabel kontingensi. Ide dasar dari analisis ini adalah menggambar data kategorik ke dalam ruang dimensi dua berdasarkan nilai yang diperoleh dari Penguraian Nilai Singular Terampat (PNST) atau Generalized Singular Value Decomposittion (Greenacre 1984). Kategori peubah yang berdekatan satu sama lain dalam grafik menunjukkan kemiripan diantara kategori
4 peubah tersebut. Tahapan-tahapan dalam melakukan analisis korespondensi sederhana adalah sebagai berikut: 1. Membentuk tabel kontingensi. Andaikan N merupakan matriks data yang unsur-unsurnya bilangan tak negatif yang terdiri dari r baris dan c kolom. Unsur-unsur matriks N, yaitu 𝑛𝑖𝑗 , menyatakan frekuensi untuk setiap kombinasi baris i dan kolom j. Bentuk umum tabel kontingensi diberikan pada Tabel 1. Tabel 1 Bentuk umum tabel kontingensi Kategori Peubah 2 Kategori Peubah 1 1 2 c … 1 𝑛11 𝑛12 … 𝑛1𝑐 2 𝑛21 𝑛22 … 𝑛2𝑐 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ r 𝑛𝑟1 𝑛𝑟2 … 𝑛𝑟𝑐 Total 𝑛.1 𝑛.2 … 𝑛.𝑐
Total 𝑛1. 𝑛2. ⋮ 𝑛𝑟. 𝑛..
dengan 𝑛𝑖. = ∑𝑐𝑗=1 𝑛𝑖𝑗 , 𝑛.𝑗 = ∑𝑟𝑖=1 𝑛𝑖𝑗 , 𝑛.. = ∑𝑟𝑖=1 ∑𝑐𝑗=1 𝑛𝑖𝑗 , i = 1,2,…r dan j = 1,2,…c. 2. Mentransformasi data dari tabel kontingensi ke dalam matriks peubah sehingga diperoleh matriks korespondensi P. Tabel 2 Bentuk umum matriks korespondensi Kategori Peubah 2 Kategori Peubah 1 1 2 c … 1 𝑝11 𝑝12 … 𝑝1𝑐 2 𝑝21 𝑝22 … 𝑝2𝑐 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ r 𝑝𝑟1 𝑝𝑟2 … 𝑝𝑟𝑐 Total 𝑝.1 𝑝.2 … 𝑝.𝑐 dengan 𝑝𝑖. = ∑𝑐𝑗=1 𝑝𝑖𝑗 , 𝑝.𝑗 = ∑𝑟𝑖=1 𝑝𝑖𝑗 , 𝑝𝑖𝑗 =
𝑛𝑖𝑗 𝑛..
Total 𝑝1. 𝑝2. ⋮ 𝑝𝑟. 1
, i = 1,2,…r dan
j = 1,2,…c. 3. Menghitung vektor baris (r) dan vektor kolom (c) dengan rumus: 𝒓 = 𝑷𝟏 = (𝑝1. 𝑝2. … . 𝑝𝑟. )𝑇 dan 𝒄 = 𝑷𝑻 𝟏 = (𝑝.1 𝑝.2 … . 𝑝.𝑐 )𝑇 4. Mengubah vektor baris (r) dan vektor kolom (c) menjadi matriks diagonal baris (𝑫𝒓 ) dan matriks diagonal kolom (𝑫𝒄 ) sehingga menjadi: 𝑝1. 0 … 0 𝑝.1 0 … 0 𝑫𝒓 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝒓) = [ 0 𝑝2. … 0] dan 𝑫𝑪 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝒄) = [ 0 𝑝.2 … 0] ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ 0 0 … 𝑝𝑟. 0 0 … 𝑝.𝑐 5. Melakukan Penguraian Nilai Singular Terampat (PNST) pada matriks 𝑷 = 𝑻 −𝟏 𝑨𝑫𝜶 𝑩𝑻 dengan 𝑨𝑻 𝑫−𝟏 𝒓 𝑨 = 𝑰 = 𝑩 𝑫𝒄 𝑩 . Perhitungan nilai PNST dapat didekati dengan menerapkan metode penguraian nilai singular (PNS) atau ̂ = 𝑷 − 𝒓𝒄𝑻 (Johnson & Singular Value Decomposittion pada matriks 𝑷 − 𝑷 −
𝟏
Wichern 2007). Penguraian diawali dengan menghitung matriks 𝑺 = 𝑫𝒓 𝟐 (𝑷 −
5 𝟏
− 𝒓𝒄𝑻 )𝑫𝒄 𝟐 𝑻
yang selanjutnya akan diuraikan menjadi tiga matriks, yaitu U, 𝑫𝜶 , dan 𝑽 . Matriks U merupakan vektor singular kiri yang diperoleh pada matriks 𝑺𝑺𝑻 , V merupakan vektor singular kanan yang diperoleh pada matriks 𝑺𝑻 𝑺, dan unsurunsur matriks diagonal 𝑫𝜶 merupakan nilai singular yang berisikan akar kuadrat dari akar ciri matriks 𝑺𝑺𝑻 atau 𝑺𝑻 𝑺 . Matriks U dan V merupakan matriks ortogonal 𝑼𝑻 𝑼 = 𝑰 = 𝑽𝑻 𝑽. Banyaknya akar ciri yang digunakan adalah sebanyak 𝑝 ≤ 𝑚𝑖𝑛(𝑟, 𝑐) − 1; 6. Menghitung koordinat komponen baris dan kolom. Dari hasil PNST diperoleh 𝑷 = 𝑨𝑫𝜶 𝑩𝑻 dan hasil PNS pada matriks S diperoleh 𝑺 = 𝑼𝑫𝜶 𝑽𝑻 maka: −
𝟏
−
𝟏
𝑫𝒓 𝟐 (𝑷 − 𝒓𝒄𝑻 )𝑫𝒄 𝟐 = 𝑼𝑫𝜶 𝑽𝑻 𝑻
𝟏 𝟐
𝟏 𝟐
𝟏 𝟐
𝑻
𝑻
𝟏 𝟐
𝑷 − 𝒓𝒄 = 𝑫𝒓 𝑼𝑫𝜶 𝑫𝒄 𝑽 = (𝑫𝒓 𝑼) 𝑫𝜶 (𝑫𝒄 𝑽) 𝑷 − 𝒓𝒄𝑻 = 𝑨𝑫𝜶 𝑩𝑻 𝟏 𝟐
𝟏 𝟐
Sehingga diperoleh 𝑨 = 𝑫𝒓 𝑼 dan 𝑩 = 𝑫𝒄 𝑽 . Matjjik & Sumertajaya (2011) menjelaskan bahwa profil baris dan kolom dapat diperoleh dengan persamaan berikut: Tabel 3 Formula untuk koordinat Koordinat Baris Koordinat Kolom Analisis Profil Baris Analisis Profil Kolom
−
𝟏
−
𝟐 𝑭 = 𝑫−𝟏 𝒓 𝑨𝑫𝜶 = 𝑫𝒓 𝑼𝑫𝜶 𝟏
𝑭= Analisis Profil Baris 𝑭= dan Kolom
𝟏
𝟐 𝑮 = 𝑫−𝟏 𝒄 𝑩 = 𝑫𝒄 𝑽
− = 𝑫𝒓 𝟐 𝑼 𝟏 − 𝟐 𝑫−𝟏 𝑨𝑫 = 𝑫 𝒓 𝜶 𝒓 𝑼𝑫𝜶
𝑫−𝟏 𝒓 𝑨
𝑮=
𝑫−𝟏 𝒄 𝑩𝑫𝜶
=
𝑮 = 𝑫−𝟏 𝒄 𝑩𝑫𝜶 =
𝟏
− 𝑫𝒄 𝟐 𝑽𝑫𝜶 𝟏 − 𝑫𝒄 𝟐 𝑽𝑫𝜶
7. Menghitung nilai inersia. Total nilai inersia merupakan ukuran keragaman dalam data atau besarnya kontribusi yang diberikan oleh hasil analisis korespondensi dalam representasi grafis. Total nilai inersia dirumuskan dengan persamaan (Johnson & Wichern 2007): 𝑟
𝑐
2
𝑝
(𝑝𝑖𝑗 − 𝑟𝑖 𝑐𝑗 ) 𝜙2 = ∑ ∑ = ∑ 𝜆2𝑘 𝑟𝑖 𝑐𝑗 𝑖=1 𝑗=1
𝑘=1
dengan 𝜙 2 adalah total nilai inersia, 𝜆𝑘 adalah nilai singular yang diperoleh dari PNS, dan p adalah banyak nilai singular.
Analisis Biplot Analisis biplot diperkenalkan pertama sekali oleh Gabriel pada tahun 1971. Menurut Jolliffe (2002) mendefinisikan bahwa analisis biplot merupakan analisis yang dapat menyajikan secara simultan n objek pengamatan dan p peubah dalam tampilan dua dimensi sehingga diperoleh informasi tentang hubungan antar peubah, hubungan antar peubah dan objek pengamatan, serta posisi relatif peubah dan objek pengamatan. Kroonenberg (2008) juga mendefinisikan bahwa analisis biplot
6 memungkinkan untuk menganalisa interaksi dua arah pada tabel data yang terdiri dari n objek dan p peubah sehingga pola sistematis antara baris, antara kolom, dan antara baris dan kolom dapat dinilai dan dievaluasi. Dengan demikian, biplot dapat memberikan informasi dan tafsiran yang mencakup objek dan peubah dalam satu gambar, yaitu kedekatan antar objek yang diamati, keragaman peubah, korelasi antar peubah, dan keterkaitan peubah dengan objek. Tahapan analisis biplot dapat ditulis sebagai berikut: 1. Mendefinisikan matriks A dengan ukuran nxp dari peubah yang diamati; 2. Menghitung matriks U, L dan V Ide dasar dari analisis biplot adalah penguraian nilai singular atau Singular Value Decomposition (SVD). Greenacre (1984) menguraikan matriks A menjadi 𝑨 = 𝑼𝑳𝑽𝑻 , dengan U (nxr) dan V (pxr) yang setiap kolomnya ortonormal (𝑼𝑻 𝑼 = 𝑰 = 𝑽𝑻 𝑽). Matriks U diperoleh dari vektor singular kiri pada matriks 𝑨𝑨𝑻 , V diperoleh dari vektor singular kanan pada matriks 𝑨𝑻 𝑨, dan unsur-unsur diagonal matriks L (rxr) merupakan nilai singular dari akar kuadrat pada matriks 𝑨𝑻 𝑨 atau 𝑨𝑨𝑻 dengan √𝜆1 ≥ √𝜆2 ≥ ⋯ ≥ √𝜆𝑟 ; 3. Menghitung nilai G dan H Jika didefinisikan 𝑮 = 𝑼𝑳𝜶 dengan 𝑳𝜶 merupakan matriks diagonal dengan unsur-unsur diagonal √𝜆1𝛼 ≥ √𝜆𝛼2 ≥ ⋯ ≥ √𝜆𝛼𝑟 dan 𝑯𝑻 = 𝑳𝟏−𝜶 𝑽𝑻 dengan 𝑳𝟏−𝜶 merupakan matriks diagonal yang usur-unsurnya adalah √𝜆1−𝛼 ≥ 1 √𝜆1−𝛼 ≥ ⋯ ≥ √𝜆1−𝛼 sehingga penguraian 𝑨 = 𝑼𝑳𝜶 𝑳𝟏−𝜶 𝑽𝑻 = 𝑮𝑯𝑻 dengan 𝑟 2 0 ≤ 𝛼 ≤ 1 maka unsur ke-(i,j) matriks A dapat dituliskan sebagai 𝐴𝑖𝑗 = 𝑔𝑖𝑇 ℎ𝑗 dengan 𝑔𝑖𝑇 (𝑖 = 1,2, … 𝑛) dan ℎ𝑗𝑇 (𝑗 = 1,2, … 𝑝) masing-masing merupakan baris-baris G dan H. Matriks G merupakan titik koordinat dari objek dan H merupakan titik koordinat dari peubah. 4. Membuat plot pencaran biplot dengan mengambil dua kolom pertama dari matriks G dan H; 5. Menghitung keakuratan biplot dalam menjelaskan keragaman dari data yang dirumuskan dalam bentuk: 𝝀𝟏 + 𝝀𝟐 𝝆𝟐 = 𝒓 ∑𝒌=𝟏 𝝀𝒌 dengan 𝝀𝟏 adalah akar ciri terbesar pertama, 𝝀𝟐 adalah akar ciri terbesar kedua dan 𝝀𝒌 adalah akar ciri ke-k dengan k=1,2,…r. Jika nilai 𝝆𝟐 mendekati satu maka dapat dinyatakan bahwa biplot memberikan penyajian yang semakin baik tentang informasi yang sebenarnya dari data atau dianggap cukup memberikan informasi jika keragaman mencapai 70% (Gabriel 1971; Mattjik & Sumertajaya 2011).
Analisis Gerombol Analisis gerombol merupakan suatu teknik untuk mengelompokkan n objek pengamatan ke dalam k buah gerombol (𝑘 ≤ 𝑛) berdasarkan kemiripan karakteristik, sehingga setiap objek yang berada di dalam suatu gerombol memiliki keragaman yang lebih kecil dan memiliki keragaman yang besar diantara gerombol lainnya (Johnson & Winchern 2007). Rencher (2002) juga menyatakan bahwa
7 analisis gerombol merupakan teknik mencari pola dari suatu kumpulan objek dengan melakukan pengelompokkan objek ke dalam kelompok-kelompok, dengan tujuan untuk mendapatkan kelompok yang optimal sehingga setiap kelompok memiliki objek-objek yang mempunyai karakteristik yang lebih mirip dibandingkan dengan objek-objek yang berada pada kelompok lain. Analisis gerombol didasarkan pada ukuran kemiripan (similarities) atau jarak (dissimilarities/distance) antar objek pengamatan (Johnson & Winchern 2007). Semakin besar jarak antar objek menunjukkan bahwa semakin kecil juga kemiripan antar objek pengamatan tersebut. Ukuran kedekatan yang biasa digunakan dalam analisis gerombol adalah jarak antar objek dengan menggunakan jarak Euclid dan Mahalanobis (Duran & Odell 1974). Jarak Euclid digunakan apabila peubah amatan saling bebas atau tidak berkorelasi satu sama lain dan satuan pengukuran harus sama. Jarak Euclid dirumuskan sebagai berikut: 𝑝
𝑑𝑖𝑗 = √∑(𝑋𝑖𝑘 − 𝑋𝑗𝑘 )
2
𝑘=1
dengan 𝑑𝑖𝑗 adalah jarak antara objek i dan objek j, 𝑋𝑖𝑘 adalah nilai objek i pada peubah k, 𝑋𝑗𝑘 adalah nilai objek j pada peubah k dan p adalah banyak peubah yang diamati. Jika asumsi jarak Euclid tidak terpenuhi dengan satuan pengukuran berbeda maka dapat dilakukan transformasi data awal ke normal baku sebelum jarak antar objek dihitung dan jika terjadi korelasi antar peubah amatan maka dapat diatasi terlebih dahulu dengan melakukan transformasi terhadap data awal dengan menggunakan analisis komponen utama (Jolliffe 2002; Kaufma & Peter 1990). Jarak Mahalanobis digunakan apabila peubah amatan tidak saling bebas atau berkorelasi dan satuan pengukuran berbeda. Jarak Mahalanobis dirumuskan sebagai berikut: ′
𝑑𝑖𝑗 = √(𝑋𝑖 − 𝑋𝑗 ) 𝑆 −1 (𝑋𝑖 − 𝑋𝑗 ) dengan 𝑋𝑖 dan 𝑋𝑗 adalah vektor-vektor dari nilai objek i dan j sedangkan S adalah matriks ragam peragam contoh. Johnson & Winchen (2007) menyatakan bahwa metode penggerombolan terbagi dalam dua jenis, yaitu metode hirarki dan metode nonhirarki. Metode hirarki digunakan jika banyak gerombol yang diinginkan belum diketahui sebelumnya sedangkan metode nonhirarki digunakan jika banyak gerombol yang akan dibentuk sudah diketahui sebelumnya. Metode penggerombolan hirarki terbagi dalam dua cara, yaitu secara penggabungan (agglomerative) dan pemisahan (defisive). Dalam metode penggabungan, tiap pengamatan pada mulanya dianggap sebagai gerombol sendiri sehingga terdapat gerombol sebanyak jumlah pengamatan. Kemudian dua gerombol yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu gerombol baru, sehingga gerombol berkurang satu pada setiap tahapan sedangkan dalam metode pemecahan dimulai dari satu gerombol besar yang mengandung seluruh pengamatan, selanjutnya pengamatan-pengamatan yang paling tidak sama dipisahkan dan dibentuk gerombol-gerombol yang lebih kecil dan proses ini dilakukan sampai setiap pengamatan terbentuk sebagai gerombol. Penggerombolan dengan metode penggabungan terdapat beberapa metode perbaikan jarak yang dapat digunakan antara lain metode pautan tunggal (single linkage), pautan lengkap (complete linkage), pautan rataan (average linkage),
8 pautan centroid, dan metode Ward. Rencher (2002) mengungkapkan bahwa banyak penelitian menyimpulkan metode pautan rata-rata (average linkage) adalah metode yang baik digunakan tetapi kadang-kadang suatu metode tertentu lebih cocok apabila digunakan untuk suatu data tertentu, sehingga strategi yang tepat adalah dengan mencoba beberapa metode untuk suatu data sampai dihasilkan gerombol yang alami untuk data tersebut. Blashfield (1980), dalam Aldenderfet dan Blashfield (1984) juga menyatakan bahwa metode Ward hampir tidak digunakan dalam ilmu biologi tetapi banyak digunakan dalam ilmu sosial. Penggunaan metode Ward cenderung menghasilkan gerombol dengan keragaman yang relatif kecil dalam satu gerombol dan menghasilkan keragaman yang besar diantara gerombol (Johnson & Wichern 2007). Metode Ward yang diperkenalkan oleh JH Ward Jr pada tahun 1963 memiliki tujuan untuk meminimalkan peningkatan jumlah kuadrat sisaan pada setiap tahap penggerombolan. Jumlah kuadrat sisaan atau error sum of square (ESS) seluruh objek amatan yang digabungkan menjadi satu gerombol didefenisikan sebagai berikut (Ward JH 1963): 𝑝
𝑛
𝑛
𝑗=𝑖
𝑖=1
𝑖=1
2
1 2 𝐸𝑆𝑆 = ∑ (∑ 𝑥𝑖𝑗 − (∑ 𝑥𝑖𝑗 ) ) 𝑛 dengan n adalah banyak objek yang diamati, p adalah banyak peubah. Pada tahap awal dari proses pembentukan gerombol, masing-masing objek satu gerombol. Jika hanya ada satu gerombol maka jumlah kuadrat sisaannya adalah nol. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penggerombolan hirarki dengan metode Ward adalah sebagai berikut: a. Setiap objek dianggap sebagai gerombol. Pada tahap ini nilai ESS bernilai nol; b. Menggabungkan dua objek yang memiliki kenaikan ESS terkecil menjadi sebuah gerombol baru; c. Menghitung kembali nilai ESS yang baru dengan objek atau gerombol lainnya; d. Ulangi langkah b dan c sebanyak n-1 kali sehingga semua objek amatan tergabung dalam satu gerombol; e. Membuat dendrogram hasil penggerombolan; f. Hasil penggerombolan dievaluasi dengan menggunakan nilai statistik pseudo-F dan R-Square yang paling tinggi. Pengujian statistik pseudo-F dan R-square mengharuskan peubah-peubah saling bebas atau tidak ada korelasi antar peubah. Statistik pseudo-F dirumuskan dengan (Calinski dan Harabasz 1974): (𝐽𝐾𝑇 − 𝐽𝐾𝐺)/(𝑐 − 1) 𝐵𝐶𝑆𝑆/(𝑐 − 1) 𝑝𝑠𝑒𝑢𝑑𝑜 − 𝐹 = = 𝐽𝐾𝐺/(𝑛 − 𝑐) 𝑊𝐶𝑆𝑆/(𝑛 − 𝑐) dengan JKT adalah jumlah kuadrat total, JKG adalah jumlah kuadrat galat, BCSS adalah beetwen cluster sum of square (jumlah kuadrat antar gerombol), WCSS adalah within cluster sum of square (jumlah kuadrat dalam gerombol), c adalah banyak gerombol, dan n adalah jumlah objek pengamatan. R-Square dirumuskan dengan (Rujasiri P & Chomtee B 2009): 𝐽𝐾𝑇 − 𝐽𝐾𝐺 𝐵𝐶𝑆𝑆 𝑅2 = = 𝐽𝐾𝑇 𝐵𝐶𝑆𝑆 + 𝑊𝐶𝑆𝑆 2 2 dengan 𝐽𝐾𝑇 = ∑𝑖 ∑𝑗 ∑𝑘(𝑥𝑖𝑗𝑘 − 𝑥̅..𝑘 ) dan 𝐽𝐾𝐺 = ∑𝑖 ∑𝑗 ∑𝑘(𝑥𝑖𝑗𝑘 − 𝑥̅𝑖.𝑘 ) .
9
3 METODE Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder hasil akreditasi program keahlian Sekolah Menengah Kejuruan tahun 2014-2015 di Indonesia. Data ini diperoleh dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) sebanyak 8065 program keahlian SMK yang tersebar di 34 provinsi. Hasil peringkat akreditasi program keahlian SMK dikategorikan menjadi peringkat akreditasi A, B, C, dan TT. Sementara, penentuan peringkat akreditasi dipengaruhi oleh delapan SNP yang terdiri dari standar isi (SI), standar proses (SPR), standar kompetensi lulusan (SKL), standar pendidik dan tenaga kependidikan (SPT), standar sarana dan prasarana (SSP), standar pengelolaan (SPL), standar pembiayaan (SB), dan standar penilaian pendidikan (SPN).
Analisis Data Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Melakukan analisis statistika deskriptif untuk mengetahui gambaran umum tentang karakteristik peringkat akreditasi program keahlian SMK tahun 20142015; 2. Melakukan uji asosiasi untuk mengetahui hubungan antara peringkat akreditasi dengan jenis sekolah dan peringkat akreditasi dengan provinsi. Uji asosiasi yang digunakan adalah uji kebebasan Khi-Kuadrat (𝜒 2 ) dengan menggunakan tabel 2 2 > 𝜒𝛼,(𝑟−1)(𝑐−1) atau nilai-p yang diperoleh lebih kecil kontingensi. Jika 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dari taraf nyata pengujian yaitu taraf nyata 5% maka Ho ditolak yang berarti bahwa kedua pengamatan tersebut berasosiasi; 3. Melakukan analisis korespondensi berdasarkan hasil uji asosiasi untuk mengetahui kedekatan atau kemiripan antara peringkat akreditasi program keahlian SMK dengan provinsi melalui visualisasi pada dimensi dua; 4. Melakukan analisis biplot untuk menentukan karakteristik masing-masing provinsi berdasarkan delapan SNP; 5. Melakukan analisis gerombol terhadap provinsi berdasarkan delapan SNP.
10
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Hasil akreditasi yang dikeluarkan oleh BAN S/M tahun 2014-2015 menunjukkan bahwa dari 8065 program keahlian SMK di Indonesia yang tersebar di 34 provinsi terdiri dari SMK Negeri sebanyak 3389 dan SMK Swasta sebanyak 4676. Diagram lingkaran pada Gambar 1 menunjukkan bahwa secara keseluruhan sebesar 88.10% program keahlian SMK di Indonesia tahun 2014-2015 sudah terakreditasi baik (peringkat A sebesar 43.66% dan B sebesar 44.44%) dan didominasi oleh sekolah negeri sebesar 91.47% sedangkan progam keahlian SMK di Indonesia yang terakreditasi dengan peringkat C, dan TT sebesar 11.90% dan didominasi oleh sekolah swasta sebesar 14.35%. Berdasarkan urutan kategori diperoleh peringkat akreditasi A lebih didominasi oleh sekolah negeri sedangkan peringkat akreditasi B, C, dan TT lebih didominasi oleh sekolah swasta. Banyaknya program keahlian SMK berdasarkan jenis sekolah dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 1 Sebaran hasil peringkat akreditasi berdasarkan jenis sekolah Diagram batang pada Gambar 2 menunjukkan sebaran hasil peringkat akreditasi program keahlian SMK di Indonesia berdasarkan provinsi. Dari 34 provinsi di Indonesia hanya ditemukan tiga provinsi yang program keahlian SMK terakreditasi baik (≥ 𝑩) mencapai 100% yaitu Provinsi Kalimantan Utara, Bali dan Maluku. Provinsi Kalimantan Utara merupakan satu dari 34 provinsi yang memiliki program keahlian dengan peringkat akreditasi A mencapai 100%. Selain Kalimantan Utara, provinsi Bali dan Maluku merupakan provinsi yang tidak memiliki program keahlian dengan peringkat akreditasi C, dan TT. Provinsi Sulawesi Barat merupakan provinsi satu-satunya yang tidak memiliki program keahlian dengan peringkat akreditasi A dan sekaligus juga termasuk provinsi yang tidak memiliki program keahlian dengan peringkat akreditasi TT. Sementara, provinsi Sulawesi Tenggara merupakan satu dari 34 provinsi yang memiliki program keahlian dengan peringkat akreditasi terbanyak yaitu peringkat akreditasi C dan sekaligus satu-satunya provinsi yang memiliki peringkat akreditasi terbanyak TT mencapai 18.18%. Banyaknya program keahlian SMK berdasarkan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.
11 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
A
B
C
TT
Gambar 2 Sebaran hasil peringkat akreditasi berdasarkan provinsi Secara umum, dari Gambar 2 ditemukan bahwa peringkat akreditasi program keahlian SMK di Indonesia masih banyak yang berada di bawah B. Urutan lima provinsi yang memiliki peringkat akreditasi tertinggi yang berada di bawah B yaitu provinsi Sulawesi Tenggara (57.58%), Sulawesi Barat (46.15%), NTT (45.33%), NTB (35.14%), dan Maluku Utara (34.21%). Sementara, urutan lima provinsi yang memiliki peringkat akreditasi tertinggi yang berada di atas B selain provinsi Kalimantan Utara, Bali dan Maluku yaitu Jawa Barat (98.74%), DKI Jakarta (98.67%), Riau (97.47%), DI Yogyakarta (97.44%), dan Kalimantan Timur (96.43%). SNP merupakan komponen akreditasi SMK di Indonesia. Selain itu, SNP juga merupakan dasar penyusunan instrumen SMK dengan jumlah butir pertanyaan yang berbeda-beda terdiri dari standar isi (SI) sebanyak 18 butir, standar proses (SPR) sebanyak 13 butir, standar kompetensi lulusan (SKL) sebanyak 31 butir, standar pendidik dan tenaga kependidikan (SPT) sebanyak 25 butir, standar sarana dan prasarana (SSP) sebanyak 25 butir, standar pengelolaan (SPL) sebanyak 26 butir, standar pembiayaan (SB) sebanyak 26 butir, dan standar penilaian pendidikan (SPN) sebanyak 21 butir. Jumlah total butir tes sebanyak 185 butir. Setiap butir tes dan komponen akreditasi memiliki bobot yang berbeda-beda. Nilai setiap komponen akreditasi diperoleh dari perbandingan jumlah skor tertimbang perolehan dengan jumlah skor tertimbang maksimum dikali dengan bobot komponen akreditasi (Permendiknas No.13/2009). Nilai total komponen akreditasi berperan dalam menentukan hasil peringkat akreditasi dengan kriteria A, B, C, dan TT. Untuk memperoleh nilai akreditasi minimal B maka diharapkan nilai komponen setiap akreditasi mendapatkan nilai minimal 71. Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-rata nilai delapan SNP SMK di Indonesia tahun 2014-2015 dengan jumlah program keahlian SMK sebanyak 8065 lebih besar dari 71. Hal ini menunjukkan bahwa program keahlian SMK di Indonesia cenderung terakreditasi baik. Nilai rata-rata komponen akreditasi yang paling tinggi yaitu standar pembiayaan (SB) sedangkan nilai terendah yaitu standar pendidik dan tenaga kependidikan (SPT).
12
86,00 84,00 Rata-Rata
84,75
83,97 81,46
82,00
83,84
80,87
80,00
79,38
78,94
SSP
SPL
77,68
78,00 76,00 74,00 SI
SPR
SKL
SPT
SB
SPN
Delapan Standar Pendidikan Nasional
Gambar 3 Nilai rata-rata delapan SNP SMK di Indonesia tahun 2014-2015
Analisis Korespondensi Pengujian terhadap ada tidaknya hubungan antara peringkat akreditasi dengan provinsi dan peringkat akreditasi dengan jenis sekolah dilakukan uji kebebasan khi-kuadrat (𝜒 2 ) . Hasil pengujian khi-kuadrat antara peringkat akreditasi dengan provinsi diperoleh nilai sebesar 1837.65 (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 − 𝑝 = 0.00) sedangkan nilai khi-kuadrat antara peringkat akreditasi dengan jenis sekolah diperoleh nilai sebesar 312.65 (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 − 𝑝 = 0.00). Hal ini menunjukkan bahwa peringkat akreditasi program keahlian SMK di Indonesia dengan kategori A, B, C, dan TT berasosiasi dengan provinsi dan jenis sekolah pada taraf 5% atau peringkat akreditasi program keahlian SMK di Indonesia memiliki karakteristik berbeda antar provinsi, demikian juga dengan jenis sekolah. Sehingga untuk mengetahui kedekatan antara kategori peubah-peubah maka dilakukan analisis korespondensi dengan visualisasi grafik antara peringkat akreditasi dengan provinsi sedangkan hubungan antara peringkat akreditasi dengan jenis sekolah dapat diamati pada Gambar 1. Gambar 4 menunjukkan plot hasil analisis korespondensi peringkat akreditasi dengan provinsi. Total keragaman yang mampu dijelaskan dari hasil analisis korespondensi yaitu sebesar 91.85% artinya nilai total keragaman ini sudah mampu menjelaskan karakteristik peubah sesuai keadaan sebenarnya. Dibandingkan dengan provinsi lainnya, peringkat akreditasi TT lebih banyak terdapat di provinsi Sulawesi Tenggara (30), Kalimantan Barat (12), dan NTT (23). Peringkat akreditasi C lebih banyak terdapat di provinsi Sulawesi Barat (27), Sulawesi Tenggara (30), NTT (23), NTB (22), dan Maluku Utara (21). Peringkat akreditasi A lebih banyak terdapat di provinsi Kalimantan Utara (16), Bali (2), DKI Jakarta (5), DI Yogyakarta (6), Riau (26), Jawa Barat (9), dan Kalimantan Timur (15) sedangkan peringkat akreditasi B menyebar di semua provinsi di Indonesia. Hasil korespondensi ini hampir sama dengan hasil pada analisis deskriptif sebelumnya.
13
Gambar 4 Plot korespondensi peringkat akreditasi dengan provinsi
Analisis Biplot Gambar 5 menunjukkan hasil analisis biplot provinsi berdasarkan delapan standar nasional pendidikan. Total keragaman yang mampu dijelaskan dari hasil analisis biplot yaitu sebesar 95.6%. Total keragaman ini menunjukkan bahwa informasi keragaman yang dihasilkan oleh biplot sudah mampu menjelaskan karakteristik dari masing-masing provinsi sesuai kondisi sebenarnya. Keragaman peubah digambarkan oleh panjang vektor untuk masing-masing peubah. Semakin panjang vektor suatu peubah maka keragaman yang dihasilkan semakin besar dan sebaliknya. Pada Gambar 5 terlihat bahwa peubah yang memiliki keragaman yang paling besar yaitu standar pendidik dan tenaga kependidikan (SPT). Urutan terbesar berikutnya adalah standar pengelolaan (SPL), dan standar pembiayaan (SB) sedangkan peubah yang memiliki keragaman terkecil yaitu standar penilaian (SPN). Sementara, keempat peubah lainnya memiliki keragaman peubah yang hampir sama besarnya yaitu standar proses (SPR), standar isi (SI), standar kompetensi lulusan (SKL), dan standar sarana dan prasarana (SPR). Hubungan antara peubah dapat dilihat dari besar sudut dan arah yang terbentuk antara dua vektor peubah. Jika antara dua vektor membentuk sudut yang sempit atau sudut lancip dan memiliki arah yang sama maka kedua peubah memiliki korelasi positif dengan nilai korelasi yang besar sedangkan jika antara dua vektor peubah membentuk sudut yang lebar atau sudut tumpul dan memiliki arah yang berlawanan maka kedua peubah memiliki korelasi negatif dengan nilai korelasi yang besar. Gambar 5 menunjukkan bahwa kedelapan SNP saling berkorelasi positif. Korelasi terkuat yang terbentuk adalah korelasi antara peubah standar kompetensi lulusan (SKL) dengan standar pengelolaan (SPL), standar proses (SPR) dengan standar sarana dan prasarana (SSP) sedangkan korelasi terlemah terbentuk antara peubah standar pendidik dan tenaga kependidikan (SPT) dengan standar
14 pembiayaan (SB). Koefisien korelasi antar delapan peubah dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 5 Biplot provinsi berdasarkan delapan SNP Karakteristik antara setiap provinsi dapat diperlihatkan oleh biplot. Provinsi yang terdekat/terletak searah dengan arah vektor setiap peubah memiliki nilai ratarata total skor yang tinggi sedangkan provinsi yang terletak berlawanan dengan arah vektor untuk peubah tertentu maka provinsi tersebut memiliki nilai rata-rata total skor yang rendah atau di bawah nilai rata-rata total skor. Namun, jika posisi provinsi yang hampir berada di tengah-tengah menunjukkan bahwa provinsi tersebut memiliki nilai yang dekat dengan nilai rata-rata peubah tersebut. Gambar 5 menunjukkan bahwa provinsi Bali (2), Kalimantan Utara (16), DI Yogyakarta (5), dan DKI Jakarta (6) memiliki nilai rata-rata total skor delapan SNP yang paling tinggi untuk semua peubah sedangkan provinsi Sulawesi Tenggara (30), NTT (23), Sulawesi Barat (27), NTB (22), dan Kalimantan Barat (12) memiliki nilai rata-rata total skor yang rendah atau jauh di bawah nilai rata-rata total skor. Kedekatan provinsi terhadap peubah pada Gambar 5 menunjukkan ciri peubah yang menginterpretasikan besar nilai objek untuk peubah tersebut. Provinsi Kalimantan Timur (15), Kepulauan Bangka Belitung (17), Papua Barat (25), Sulawesi Utara (31), Kalimantan Selatan (13), dan Sumatera Barat (33) adalah provinsi-provinsi yang dicirikan oleh peubah standar pembiayaan (SB). Provinsi DI Yogyakarta (5), Gorontalo (7), Sumatera Barat (33), dan Kalimantan Selatan (13) adalah provinsi-provinsi yang dicirikan oleh peubah standar penilaian (SPN). Provinsi Bali (2), Riau (26), Sulawesi Selatan (28), dan Kalimantan Selatan (13) adalah provinsi-provinsi yang dicirikan oleh peubah standar pengelolaan (SPL) dan standar kompetensi lulusan (SKL).
15 Analisis Gerombol Analisis gerombol dalam penelitian ini bertujuan untuk menggerombolkan provinsi-provinsi di Indonesia ke dalam beberapa gerombol yang mempunyai karakteristik yang relatif sama berdasarkan delapan standar nasional pendidikan. Penggerombolan provinsi-provinsi dilakukan menggunakan metode berhirarki dengan metode perbaikan jarak yang digunakan adalah metode Ward. Ukuran kemiripan atau ketakmiripan antar objek pada analisis gerombol ini menggunakan ukuran jarak Euclid. Peubah-peubah amatan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki satuan pengukuran yang sama dan kedelapan peubah amatan yang digunakan memiliki korelasi positif antar peubah atau tidak saling bebas (Lampiran 3). Untuk memenuhi asumsi jarak Euclid, pseudo-F dan R-square yang mengharuskan peubah-peubah yang digunakan saling bebas antar peubah amatan maka dilakukan transformasi terhadap data awal dengan menggunakan analisis komponen utama. Skor komponen utama ini digunakan pada penggerombolan provinsi berdasarkan delapan SNP. Jolliffe (2002) menyatakan bahwa jarak Euclid antara dua/lebih pengamatan dengan atau tanpa transformasi komponen utama akan sama hasilnya jika seluruh komponen utama digunakan. Pada penelitian ini, seluruh skor komponen utama digunakan dalam analisis gerombol. Tujuannya adalah agar informasi yang diperoleh tidak ada yang hilang. Jadi, fungsi analisis komponen utama dalam penelitian ini hanya untuk mengatasi korelasi antar peubah sehingga karakteristik data sama seperti data awal. Pemotongan dendrogram pada Gambar 7 dilakukan secara subjektif berdasarkan kepentingan penelitian dengan memperhatikan nilai statistik pseudo-F dan R-square yang bernilai paling tinggi. Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai statistik pseudo-F dan R-square yang paling tinggi terletak pada saat pemotongan dendrogram menghasilkan jumlah gerombol sebanyak 3 (tiga).
Gambar 6 Nilai statistik pseudo-F dan R-square dengan metode Ward
16
Gambar 7 Dendrogram hasil analisis gerombol provinsi berdasarkan delapan SNP Tabel 4 Penggerombolan provinsi berdasarkan delapan SNP Gerombol Provinsi Maluku Utara (21), Banten (3), Lampung (19), Aceh (1), Bengkulu (4), Jambi (8), Sumatera Utara (34), Kalimantan Tengah (14), 1 Sulawesi Tengah (29), Jawa Tengah (10), Sumatera Barat (32), Sulawesi Tenggara (30), NTT (23), Sulawesi Barat (27), Kalimantan Barat (12), dan NTB (22). Sulawesi Selatan (28), Sumatera Selatan (33), Jawa Timur (11), Papua (24), Kalimantan Selatan (13), Papua Barat (25), Sulawesi 2 Utara (31), Kalimantan Timur (15), Gorontalo (7), Kepulauan Bangka Belitung (17), Maluku (20), Riau (26), Jawa Barat (9), dan Kepulauan Riau (18). Kalimantan Utara (16), DKI Jakarta (6), Bali (2), dan DI 3 Yogyakarta (5).
17
Gambar 8 Peta hasil analisis gerombol provinsi di Indonesia Peubah-peubah yang memiliki nilai tengah saling berbeda nyata pada setiap gerombol dapat diketahui dengan melakukan analisis ragam (analysis of variance) dan manova (multivariate analysis of variance) terhadap delapan SNP dengan taraf signifikan 5%.
Peubah SI SPR SKL SPT SSP SPL SB SPN
Tabel 5 Hasil analisis ragam dan nilai tengah gerombol Analisis Ragam Nilai Tengah Gerombol F-hitung Nilai-p 1 2 3 54.24 <.0001* 77.74 86.11 92.47 55.56 <.0001* 75.26 83.42 89.45 61.57 <.0001* 74.55 82.77 89.75 27.75 <.0001* 71.15 78.25 85.74 48.81 <.0001* 73.37 81.08 88.35 47.91 <.0001* 71.11 80.01 87.08 43.69 <.0001* 79.76 87.16 92.32 53.29 <.0001* 79.48 85.78 90.82
Berdasarkan Tabel 5, jumlah gerombol sebanyak 3 memiliki nilai-p kurang dari 0.05 artinya peubah-peubah untuk masing-masing gerombol memiliki nilai tengah saling berbeda nyata sehingga masing-masing peubah cenderung mempengaruhi dan menentukan hasil penggerombolan. Hasil yang diperoleh dengan pengujian manova menggunakan uji Wilks’ Lambda memiliki nilai F-hitung = 4.61 (nilai-p <.0001) artinya bahwa kedelapan SNP memiliki nilai tengah gerombol saling berbeda nyata dan pemotongan dendrogram dapat dilakukan pada jarak yang menghasilkan gerombol sebanyak 3 (tiga). Karakteristik masing-masing gerombol dapat ditentukan melalui nilai tengah gerombol seperti pada Tabel 5. Gerombol 1 beranggotakan provinsi yang memiliki nilai rataan setiap peubah berada di bawah rataan dua gerombol lainnya. Gerombol 2 beranggotakan provinsi yang memiliki nilai rataan yang mendekati nilai rataan gerombol 3. Gerombol 3 adalah gerombol yang memiliki nilai rataan delapan SNP paling tinggi.
18
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada asosiasi antara peringkat akreditasi dengan jenis sekolah dan provinsi. Program keahlian dengan peringkat akreditasi A lebih banyak terdapat di SMK Negeri sedangkan peringkat akreditasi B, C, dan Tidak Terakreditasi (TT) lebih banyak ditemukan di SMK Swasta. Peringkat akreditasi TT lebih banyak terdapat di provinsi Sulawesi Tenggara (30), Kalimantan Barat (12), dan NTT (23). Peringkat akreditasi C lebih banyak terdapat di provinsi Sulawesi Barat (27), Sulawesi Tenggara (30), dan NTT (23). Peringkat akreditasi A paling banyak terdapat di provinsi Kalimantan Utara (16), Bali (2), DKI Jakarta (5), DI Yogyakarta (6), Riau (26), Jawa Barat (9), dan Kalimantan Timur (15) sedangkan peringkat akreditasi B menyebar di semua provinsi di Indonesia; 2. Ada korelasi kuat antara peubah-peubah SNP terutama antara peubah standar pengelolaan (SPL) dengan standar kompetensi lulusan (SKL), dan standar sarana dan prasarana (SSP) dengan standar proses (SPR); 3. Nilai rataan delapan SNP yang paling tinggi terdapat di provinsi Kalimantan Utara (16), Bali (2), DKI Jakarta (5), DI Yogyakarta (6), dan Riau (26). 4. Provinsi digerombolkan sebanyak 3 (tiga) gerombol. Gerombol 1 beranggotakan provinsi yang memiliki nilai rataan setiap peubah berada di bawah rataan dua gerombol lainnya. Gerombol 2 beranggotakan provinsi yang memiliki nilai rataan yang mendekati nilai rataan gerombol 3. Gerombol 3 adalah gerombol yang memiliki nilai rataan delapan SNP paling tinggi.
Saran Hasil akreditasi yang dilakukan oleh BAN S/M agar dimanfaatkan oleh pihak pemangku kepentingan dalam meningkatkan mutu pendidikan SMK di Indonesia. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka disarankan penggerombolan dilakukan pada tingkat yang lebih rendah misalnya sekolah, kecamatan, atau kabupaten.
19
DAFTAR PUSTAKA Aldenderfer MS, Blashfield RK. 1984. Cluster Analysis, Series: Quantitative Applications in the Social Scienses. United States of American (US): Sage Publications, Inc. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). 2014. Pedoman Akreditasi. Jakarta Calinski T, Harabasz J. 1974. A Dendrite Method for Cluster Analysis, Communication in Statistics. Taylor & Francis. 3, 1-27 Duran BS, Odell FL. 1974. Cluster Analysis, A Survey. [New York]: SpringerVerlag Gabriel KR. 1971. The Biplot Graphic Display of Matrices with Application to Principal Component Analysis. Biometrika 58,3, p. 453 Greenacre MJ. 1984. Theory and Applications of Correspondence Analysis. London (GB): Academic Press Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Indonesia. Jakarta Johnson RA, Wichern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. 6th United States (US): Pearson Prentice Hall Jollife IT. 2002. Principal Component Analysis. New York (US): Springer-Verlag. Ed ke-2. Kaufma L, Peter JR. 1990. Finding Groups in Data, An Introduction to Cluster Analysis. New York: John willey & Sons Inc. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Petunjuk Teknis Direktorat Pembinaan SMK Tahun 2015. Jakarta Kroonenberg PM. 2008. Applied Multiway Data Analysis. New Jersey (US): John Wiley & Son, Inc. Mattjik AA., Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS dan Minitab jilid 1. Bogor (ID): IPB Pr. Murtagh F, Legendre P. 2011. Ward’s Hierarchical Clustering Method: Clustering Criterion and Agglomerative. Canada H3C 3J7 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Kriteria Dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK). Jakarta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2012 Tentang Badan Akreditasi Nasional. Jakarta Rencher AC. 2002. Methods of Multivariate Analysis. Canada: John Wiley & Son, Inc. Ed ke-2. Rujasiri P, Chomtee B. 2009. Comparison of Clustering Techniques for Analysis Clustering-Kmeans. Thailad: Kasetsart University Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta Ward JH. 1963. Hierarchical Grouping to Optimize an Objective Function. Journal of the American Statistical Association, Volume 58, Issue 301, 236-244
20 Lampiran 1 Persentase sebaran hasil peringkat akreditasi per jenis sekolah tahun 2014-2015 Peringkat Akreditasi SMK (%) Jenis SMK Negeri Swasta Jumlah
A
B
C
TT
54.97 35.46 43.66
36.50 50.19 44.44
7.58 13.24 10.86
0.94 1.11 1.04
Banyak Program Keahlian SMK yang Telah Mengajukan Akreditasi 3389 4676 8065
21 Lampiran 2 Persentase sebaran hasil peringkat akreditasi per provinsi tahun 20142015 Banyak Program Keahlian SMK yang Telah A B C TT Mengajukan Akreditasi 22.11 65.26 7.37 5.26 95 87.94 12.06 0.00 0.00 199 23.83 48.63 26.56 0.98 512 19.78 68.13 12.09 0.00 91 77.56 19.87 1.92 0.64 312 77.88 20.80 0.44 0.88 226 41.67 38.89 19.44 0.00 36 27.96 47.31 21.51 3.23 93 57.57 41.16 1.26 0.00 1426 23.81 57.60 18.59 0.00 441 49.74 41.95 7.62 0.69 1733 31.78 45.79 14.02 8.41 107 41.12 51.40 6.54 0.93 107 27.45 42.16 26.47 3.92 102 55.71 40.71 3.57 0.00 140 100.00 0.00 0.00 0.00 6 50.00 46.00 4.00 0.00 50 51.85 37.04 11.11 0.00 81 16.60 60.00 22.55 0.85 235 33.33 66.67 0.00 0.00 36 23.68 42.11 34.21 0.00 38 12.43 52.43 31.89 3.24 185 8.00 46.67 38.67 6.67 75 41.07 51.79 7.14 0.00 56 43.75 34.38 21.88 0.00 32 62.03 35.44 1.27 1.27 158 0.00 53.85 46.15 0.00 39 41.56 48.10 8.02 2.32 474 23.81 50.00 22.62 3.57 84 12.12 30.30 39.39 18.18 33 30.26 52.63 17.11 0.00 76 19.31 60.94 19.31 0.43 233 37.01 51.30 11.04 0.65 154 27.75 56.00 15.25 1.00 400 Peringkat Akreditasi (%)
Label
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Aceh Bali Banten Bengkulu DI Yogyakarta DKI Jakarta Gorontalo Jambi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Utara Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau Lampung Maluku Maluku Utara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Papua Papua Barat Riau Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara
22 Lampiran 3 Koefisien korelasi antar delapan SNP SI SPR SKL SPT SSP SPL SB SPN
SI SPR SKL SPT SSP SPL SB SPN 1.000 0.957 1.000 0.936 0.969 1.000 0.864 0.911 0.896 1.000 0.923 0.943 0.959 0.924 1.000 0.916 0.932 0.950 0.882 0.935 1.000 0.894 0.866 0.877 0.791 0.901 0.863 1.000 0.912 0.922 0.944 0.832 0.936 0.942 0.933 1.000
23 Lampiran 4 Rata-rata skor hasil penilaian delapan SNP per provinsi tahun 2014-2015 Label 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Provinsi Aceh Bali Banten Bengkulu DI Yogyakarta DKI Jakarta Gorontalo Jambi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kal. Barat Kal. Selatan Kal. Tengah Kal. Timur Kal. Utara Kep.B. Belitung Kep. Riau Lampung Maluku Maluku Utara NTB NTT Papua Papua Barat Riau Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sul. Tenggara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara
SI 80.96 93.76 76.59 79.87 93.04 89.01 87.58 78.30 88.35 81.16 84.06 77.79 86.91 78.87 89.13 94.06 87.81 88.45 79.13 89.70 76.81 78.70 73.97 83.71 81.96 89.85 72.33 83.60 78.65 71.21 80.98 81.10 83.49 78.49
SPR 79.69 90.63 75.72 76.24 88.39 87.19 83.37 76.33 85.24 76.77 82.39 75.02 83.44 77.77 85.02 91.57 81.02 87.95 75.51 85.57 75.94 73.72 72.66 81.40 79.93 87.43 72.46 82.20 77.58 65.54 80.89 75.81 82.09 77.41
SKL 78.53 91.49 77.71 76.66 88.25 88.44 83.52 75.78 85.09 76.91 80.00 74.69 82.13 75.71 82.80 90.80 83.66 86.62 75.87 83.44 74.43 71.74 71.24 80.03 81.55 85.57 71.20 82.40 74.79 65.38 81.34 72.92 80.63 79.29
SPT 75.80 85.25 72.72 75.93 81.47 85.92 78.22 74.60 81.66 73.82 79.45 64.15 75.65 70.98 75.42 90.33 75.20 81.26 72.96 81.55 72.42 68.02 68.44 80.26 73.28 82.34 66.72 77.80 70.93 60.38 74.71 75.06 78.66 75.42
SSP 78.79 88.67 75.00 77.82 86.56 85.77 81.40 76.50 81.87 74.07 80.91 71.64 77.92 74.26 82.63 92.41 82.29 83.84 75.11 80.97 72.43 68.58 67.54 81.57 79.87 83.73 69.36 79.07 73.44 66.00 79.50 76.14 79.62 77.30
SPL 75.25 89.89 73.63 73.44 88.54 86.51 81.35 72.49 83.08 75.03 81.01 69.45 74.34 72.80 81.48 83.39 80.85 81.96 73.26 80.36 72.01 69.23 65.77 79.89 79.89 82.70 66.58 78.80 72.59 59.96 75.64 71.99 78.82 74.21
SB 80.82 91.55 77.01 85.01 92.72 90.83 88.10 81.47 87.42 82.65 84.46 80.12 84.32 81.80 92.04 94.18 90.31 87.19 78.01 86.79 76.06 78.45 72.44 83.85 84.10 89.97 81.32 86.67 80.45 75.60 85.85 82.64 89.11 82.25
SPN 82.34 92.95 78.71 81.88 90.73 90.45 87.33 80.57 88.02 80.21 81.83 79.53 82.52 81.40 88.73 89.17 86.09 87.36 78.72 84.47 78.82 76.67 75.36 84.97 84.65 89.95 78.07 84.80 81.32 75.20 84.49 79.81 85.76 83.10
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Nias Utara – Sumatera Utara pada tanggal 05 Februari 1986 dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan bapak Totona Lase dan ibu Anima Waruwu. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2006 di SMAN 1 Lahewa – Nias Utara. Pada tahun 2007 penulis kembali melanjutkan pendidikan di Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Alam Gunungsitoli – Nias dengan jurusan Pendidikan Matematika dan lulus pada tahun 2012. Selama perkuliahan, penulis aktif di bidang organisasi kemahasiswaan dan kemasyarakatan. Penulis pernah menjabat sebagai ketua himpunan mahasiswa pendidikan matematika tahun 2009-2010, dan sekretaris umum Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Gunungsitoli tahun 2010-2011. Pada tahun 2011-2014 penulis juga sudah aktif sebagai tenaga pengajar di SMAN 1 Lahewa. Pada tahun 2014, penulis mendapatkan Beasiswa Utusan Daerah Kabupaten Nias Utara untuk melanjutkan studi pada program Magister di Institut Pertanian Bogor dan akhirnya menyelesaikan ujian tesis pada hari Rabu, 25 Januari 2017 dengan jurusan Statistika Terapan.