PENENTUAN WILAYAH ENDEMIK MALARIA DI PROPINSI LAMPUNG DAN ANALISIS PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP TINGKAT KEJADIAN PENYAKIT
PUTRI TANJUNG WIDIASTUTI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PENENTUAN WILAYAH ENDEMIK MALARIA DI PROPINSI LAMPUNG DAN ANALISIS PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP TINGKAT KEJADIAN PENYAKIT
PUTRI TANJUNG WIDIASTUTI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRAK PUTRI TANJUNG WIDIASTUTI. Penentuan Wilayah Endemik Malaria Di Propinsi Lampung dan Analasis Pengaruh Unsur Iklim terhadap Tingkat Kejadian Penyakit. Dibimbing oleh RINI HIDAYATI. Penyakit malaria merupakan penyakit yang sampai saat ini masih menjadi perhatian pemerintah karena keberadaannya yang menghawatirkan. Penyebaran malaria di Indonesia dipengaruhi oleh faktor parasit, faktor nyamuk, faktor manusia dan faktor lingkungan fisik maupun biologi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui daerah endemik malaria dan Menyusun peta endemis penyakit malaria di setiap kabupaten dan kecamatan Di Propinsi Lampung (2) Mengidentifikasi pengaruh unsur iklim terhadap jumlah kasus kejadian malaria klinis di Propinsi Lampung (Sampel Kasus : Lampung Selatan). Penyusunan peta endemis malaria dilakukan berdasarkan hasil pengelompokan IK (indeks kerentanan). Penentuan IK dilakukan berdasarkan pada frekuensi kejadian ringan, sedang dan berat tiga tahunan. Nilai IK dikelompokkan menjadi empat tingkat kerawanan. Penentuan tingkat keeratan hubungan unsur iklim dengan jumlah kasus malaria klinis ditentukan dengan analisis korelasi. Berdasarkan hasil analisis, kabupaten yang memiliki rata-rata tingkat kerawanan paling tinggi adalah Kabupaten Lampung Utara dengan kecamatan yang endemik paling tinggi adalah Abung Selatan. Kabupaten yang berada diurutan kedua Lampung Selatan dengan kecamatan yang endemik paling tinggi adalah Kalianda. Wilayah yang rata-rata tingkat kerawanannya paling rendah adalah Kota Metro. Waktu penyebaran malaria paling besar tingkat kabupaten dan kecamatan terjadi pada bulan Januari hingga Maret. Unsur iklim yang memiliki keeratan hubungan paling besar dengan adalah tekanan uap aktual (ea) ( r = 0.28 ; p-value < 0.05). ea yang dapat menjelaskan kejadian Monthly Malaria Incidence (MoMi) paling besar (paling baik) adalah dengan jeda 2 bulan sebelum kasus sebesar 22% dan hujan yang dapat menjelaskan kejadian MoMi paling besar adalah dengan jeda waktu 2 bulan sebelum kasus sebesar 23%. CH telah dapat menimbulkan kejadian malaria klinis pada wilayah dekat pantai yaitu Kalianda sebesar 48 kasus dengan hujan 1 bulanan dengan proporsi tertinggi sebesar 89% setelah hujan 7 bulan berturut-turut. Pada pedalaman yaitu Kotabumi kejadian malaria klinis sebesar 45 kasus dengan hujan 1 bulanan dan proporsi kejadian tertinggi sebesar 93 % setelah hujan 3 bulan berturut-turut. Pada kedua kecamatan tersebut dengan batas CH 25 mm sudah dapat menggambarkan kejadian kasus malaria. Pada curah hujan, tekanan uap aktual dan kelembaban berapapun, peluang untuk mendapatkan kejadian ringan lebih besar daripada peluang untuk mendapatkan kejadian sedang, namun peluangnya akan sama apabila CH, ea dan RH lebih besar atau sama dengan 500mm (CH), 35mb (ea) dan 90% (RH). Kata kunci : Penyakit Malaria, MoMi (Monthly Malaria Incidence), Unsur Iklim, Propinsi Lampung, Wilayah Endemik
ABSTRACT
PUTRI TANJUNG WIDIASTUTI. Penentuan Wilayah Endemik Malaria Di Propinsi Lampung dan Analasis Pengaruh Unsur Iklim terhadap Tingkat Kejadian Penyakit (The Designation of Malaria Endemic Areas in the Province of Lampung and the Analysis of the impact on Climate Element toward the Desease Infliction Level). Guided by RINI HIDAYATI. Malaria disease is one of the diseases which has so far become the center of attention by the government due to its alarming existence. The malaria transmission in Indonesia is affected by factors of parasite, mosquitos, human beings, and physical as well as biological environment. This research is aimed at: (1) Knowing the endemic areas of malaria disease and Compiling the map of malaria endemic disease in every regency and district in the province of Lampung; (2) Identifying the impact of climate elements on the number of cases of the clinical malaria incidence in the province of Lampung (case sample: South Lampung). Based on the analytical outcome, the regency which bears the highest susceptibility level average is the north Lampung regency with the highest endemic district of Kalianda. The locality with the lowest susceptibility level average is Kota Metro. The period with the highest malaria transmission at the regency and district levels occurs in the month of Januari until March. The climate elements having closest relationship is indicated by the actual vapor pressure (ea) (r=0.28; p-value < 0.05). ea which can indicate the highest (Montly Malaria Incidence) MoMi is the one which is measured two months before the outbreak, amounting to 22% and rainfall which can indicate the best MoMi is the one which is measured two months before the outbreak, reaching to 23%. The rainfall has been able to inflict the clinical malaria outbreak in the area close to the beach , i.e. Kalianda covering 48 cases with one month duration of rain, and with the highest proportion of 89% after seven consecutive months of rainfall. In the hinterland of Kotabumi, the clinical malaria outbreak could reach 45 cases with one month duration of rainfall and the highest outbreak proportion could reach 93% after three consecutive months of rainfall. In both districts with rainfall limit 25 mm has been able to inflict malaria outbreak. In any value of rainfall, actual vapor pressure, and humidity, the possibility of having hight incidence is bigger the possibility of having medium incidence; however, the possibility will be even if CH, ea, and RH are bigger or equal to 500 mm (rainfall), 35 mb (ea), and 90% (RH). Key Word : Malaria disease, Monthly Malaria Incidence (MoMi), Climate Element, Province Lampung, Endemic Area
PENENTUAN WILAYAH ENDEMIK MALARIA DI PROPINSI LAMPUNG DAN ANALISIS PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP TINGKAT KEJADIAN PENYAKIT
PUTRI TANJUNG WIDIASTUTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi : Penentuan Wilayah Endemik Malaria Di Propinsi Lampung dan Analasis Pengaruh Unsur Iklim terhadap Tingkat Kejadian Penyakit Nama
: Putri Tanjung Widiastuti
NRP
: G24050225
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 3 Juli 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Priyono, S. H, S.T dan Triwidesti. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar di SD 2 Kedaton pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SLTP N 4 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 9 Bandar Lampung. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru [SPMB], kemudian pada tahun 2006 penulis diterima pada mayor Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA Institut Pertanian Bogor dan minor Komunikasi, Departemen Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat, FEMA Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani masa studi di Mayor Meteorologi Terapan, pada periode 2006-2007 penulis aktif sebagai pengurus Departemen Ketatalaksanaan Kegiatan Khusus (K3) di Himpunan Profesi Mahasiswa Geofisika dan Meteorologi (HIMAGRETO).
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul Penentuan Wilayah Endemik Malaria di Propinsi Lampung dan Analasis Pengaruh Unsur Iklim terhadap Tingkat Serangan . Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat terutama untuk penentuan skala prioritas penanggulangan malaria di wilayah kajian. Tugas akhir ini terlaksana atas dukungan dan masukan semua pihak. Oleh karena itu penulis menghaturkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu, diantaranya adalah : 1. Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, masukan dan nasihat yang bermanfaat selama penulis melakukan dan menyelesaikan penelitian. 2. Bapak dan Ibu Dosen atas ilmu yang telah diajarkan serta staf Departemen Geofosika dan Meteorologi yang telah banyak membantu dalam banyak hal. 3. Prof. Lukman Hakim dan Bapak Budi Santoso dari pihak Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan Lampung serta pihak BMKG Masgar, Lampung Selatan dan BMKG Radin Intan, Lampung Selatan atas bantuan dalam pemberian data penelitian. 4. Yohanes Ariyanto (Ari) atas bantuan yang sangat besar dalam penyelesaian tugas akhir ini. 5. Kak Eva, kak Ani, kak Kiki, kak Adi (CCROM) atas bantuan dan dukungan yang diberikan. Teman-teman GFM 42 yang selalu berbahagia (Lisa, Devita, Ningrum, Anis, Indah, Dewy, Veza, Epi, Deswita, Cici, Rifa, Dori, Ivan, Hardie, Zahir, Budi, Irvan, Anton, Heri, Wahyu, Galih, Tigin, Robert, Singgih, Dhani, Nizar, Hengky, Apit, Yudi, Indra, Franz) atas kebersamaan kalian selama ini yang tidak akan pernah terlupakan. Teman-teman PTD (kak demin, bang Reza, bang Hemat, Yuges, Uti dan Tuti) terimakasih atas dukungan semangat yang kalian berikan. 6. Bapak Priyono, S.H, S.T dan Ibunda Triwidesti, atas segala do a dan kasih sayang yang sangat tulus dan berlimpah sehingga penulis dapat memperoleh pendidikan terbaik .Adik Elok Ari Widiyanti dan keluarga besar telah bersedia menjadi penyemangat dan tempat berkeluh kesah selama ini. 7. Victor Mahan, seorang teman, sahabat, dan tempat berbagi yang terbaik. Terimakasih atas ketulusan perhatian dan segalanya.
Bogor, Desember 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan
1 1 1
II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Penyakit Malaria 2.2 Daur Hidup Plasmodium Dalam Tubuh Manusia dan Nyamuk Betina Anopheles Sp 2.3 Vektor Malaria di Indonesia 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Malaria 2.5 Propinsi Lampung 2.5.1 Kondisi Geografis 2.5.2 Kondisi Topografi 2.5.3 Kondisi Iklim 2.5.4 Penyebaran Malaria di Propinsi Lampung 2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG)
2 2 2 3 4 6 6 6 6 7 7
III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Jenis dan Sumber Data 3.2.2 Alat 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Penentuan Wilayah Endemik Malaria 3.3.2 Memetakan Wilayah Rawan Malaria 3.4 Hubungan Kasus Kejadian Malaria Klinis dan Kejadian Hujan Bulanan dengan Membedakan Wilayah Kajian 3.5 Mengetahui Pengaruh Unsur Iklim terhadap Penyebaran Malaria (Sampel kasus : Lampung Selatan)
8 8 8 8 8 8 8 9
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bentuk Sebaran dan Nilai Peluang MoMi 4.2 Indeks Kerawanan Wilayah 4.3 Tingkat Kerawanan Wilayah 4.3.1 Tingkat Kerawanan Wilayah per Kabupaten 4.3.2 Tingkat Kerawanan Wilayah per Kecamatan 4.4 Analisis Hubungan Kasus Kejadian Malaria Klinis dan Kejadian Hujan Bulanan dengan Membedakan Wilayah Kajiannya 4.5 Analisis Pengaruh Unsur Iklim pada Kabupaten Lampung Selatan (Faktor Lingkungan Fisik) 4.5.1 Pengaruh CH terhadap MoMi 4.5.2 Pengaruh ea terhadap MoMi 4.5.3 Pengaruh RH terhadap MoMi 4.6 Faktor Pendukung Lain
10 10 11 12 12 13
16 16 17 19 20
V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
20 20
9 9
15
5.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 2 3 4
Nyamuk Anopheles Sp Siklus Hidup Plasmodium sp Pola curah hujan bulanan Propinsi Lampung tahun 2004-2008 Pola Sebaran Data MoMi dengan Tingkat Kepercayaan 95% dan Fungsi Kumulatif Sebaran Logistik 5 Rata-rata Tingkat Kerawanan per Kabupaten di Propinsi Lampung 6 Rata-rata Tingkat Kerawanan per Kabupaten setiap Bulan di Propinsi Lampung 7 Rata-rata Tingkat Kerawanan per Kecamatan di Kabupaten Lampung Utara 8 Rata-rata Tingkat Kerawanan per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan 9 Rata-rata Tingkat Kerawanan per Kecamatan setiap Bulan di Propinsi Lampung 10 Plot Peluang (a) CH tanpa jeda, (b) jeda waktu n-1 dan (c) jeda waktu n-2 11 Plot Peluang ea (a) Tanpa Jeda (b) Jeda Waktu n-1 (c) Jeda Waktu n-2 12 Plot Peluang RH (a) Tanpa Jeda (b) Jeda Waktu n-1 (c) Jeda Waktu n-2
2 3 7 10 12 13 13 14 14 16 18 19
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Keragaman Vektor di Indonesia Karakteristik Spesies Plasmodium Luas Wilayah Tingkat Kabupaten di Lampung Tingkat Kerawanan Berdasarkan Peluang Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Korelatif Bentuk Sebaran yang Diuji untuk Mendapatkan Nilai Peluang Data MoMi Bentuk Sebaran yang Diuji untuk Mendapatkan Nilai Peluang Data IK Malaria Bulanan dan Hasil Parameter Uji yang Dihasilkan Kisaran Nilai Indeks Kerawanan untuk Menentukan Nilai Kerawanan Malaria Jumlah Kasus Malaria Klinis Berdasarkan Curah Hujan ( 25 mm) berindeks 1 Kasus Malaria Klinis Berdasarkan Curah Hujan ( 100 mm) berindeks 1 Nilai Koefisien Korelasi dan P-value (a) Peluang Kejadian CH Tanpa Jeda Waktu (b) Jeda Waktu n-1 (c) Jeda Waktu n-2 terhadap Kejadian MoMi Ringan dan Sedang Nilai Koefisien Determinasi Persamaan Trend Hubungan CH terhadap MoMi (a) Peluang Kejadian ea Tanpa Jeda Waktu (b) Jeda Waktu n-1 (c) Jeda Waktu n-2 terhadap Kejadian MoMi Ringan dan Sedang Nilai Koefisien Determinasi Persamaan Trend Hubungan ea terhadap MoMi (a) Peluang Kejadian ea Tanpa Jeda Waktu (b) Jeda Waktu n-1 (c) Jeda Waktu n-2 terhadap Kejadian MoMi Ringan dan Sedang Nilai Koefisien Determinasi Persamaan Trend Hubungan RH terhadap MoMi
3 4 6 9 9 11 12 12 15 15 16 17 17 18 18 19 20
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung tingkat kabupaten bulan Januari batasan sebaran peluang Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung tingkat kabupaten bulan Januari batasan DEPKES Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung tingkat kecamatan bulan Februari batasan sebaran peluang Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung tingkat kecamatan bulan Januari batasan DEPKES Plot Peluang CH (a) tanpa jeda waktu ( b) jeda waktu 1 (c) jeda waktu 2 sebelum kasus untuk kejadian ringan dan sedang Hasil uji regresi untuk CH dengan MoMi (a) tanpa jeda waktu (b) jeda waktu 1 (c) jeda waktu 2 sebelum kasus Plot Peluang ea (a) tanpa jeda waktu ( b) jeda waktu 1 (c) jeda waktu 2 sebelum kasus untuk kejadian ringan dan sedang Hasil uji regresi untuk ea dengan MoMi (a) tanpa jeda waktu (b) jeda waktu 1 (c) jeda waktu 2 sebelum kasus Plot Peluang RH (a) tanpa jeda waktu ( b) jeda waktu 1 (c) jeda waktu 2 sebelum kasus untuk kejadian ringan dan sedang Hasil uji regresi untuk RH dengan MoMi (a) tanpa jeda waktu (b) jeda waktu 1 (c) jeda waktu 2 sebelum kasus Daftar Nomor dan Nama Kecamatan di Propinsi Lampung
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Tabel 6 Bentuk sebaran yang diuji untuk mendapatkan nilai peluang data MoMi
Bentuk Sebaran Normal - 95 % C1 Lognormal - 95 % C2
N 347 347 347
Logistic - 95 % C2 347 Log Logistic – 95 % C2
Parameter Mean 0.8861 St Dev 0.9081 Loc -0.4485 Scale 0.2185 Loc 0.8237 Scale 0.2792 Loc -0.2803 Scale 0.4438
Departemen Kesehatan pada tahun 2001 telah menentukan level klasifikasi AMI untuk tingkat ringan, sedang dan berat. Tingkat ringan AMI < 10 per tahun atau MoMi 0.86 per bulan, tingkat kejadian sedang jika 10< AMI <50 per tahun atau MoMi 2.495 perbulan (4.16 per bulan dengan nilai rataan 2.495 per bulan) dan tingkat kejadian berat jika AMI > 50 per tahun atau MoMi 4.16 per bulan. Berdasarkan batas kejadian ringan, sedang dan berat dari Depkes, memiliki perbedaan yang cukup besar jika dibandingkan dengan batas kejadian ringan, sedang dan berat pada metode penelitian ini. 4.2 Indeks Kerentanan Wilayah Penetapan data MoMi ke dalam tiga kategori yaitu ringan, sedang dan berat bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah data MoMi yang masuk ke dalam kategori ringan, sedang dan berat. Kejadian ringan, sedang dan berat pada setiap kabupaten digunakan untuk menghitung proporsi kejadian ringan (F1), sedang (F2) dan berat (F3) dengan cara membagi jumlah masingmasing kejadian ringan, sedang dan berat dengan lamanya pengamatan dimana MoMi > 0. Nilai MoMi rata-rata kejadian ringan, sedang dan berat sebagai faktor pembobot pada masing-masing kategori ringan (w1), sedang (w2) dan berat (w3) masing-masing dihitung dari rataan nilai MoMi pada peluang 0% sampai 25%; 25% sampai 75%; dan 75%
AD 37.433
P-Value < 0.005
30.803
<0.005
4.766
<0.005
19.789
<0.005
sampai 99%. Dari hasil analisis didapatkan nilai w1, w2 dan w3 masing-masing sebesar 0.26 ;0.825; 1.62. Penentuan indeks kerentanan pada setiap kabupaten dapat dilakukan dengan panjang periode waktu yang berbeda-beda. Semakin lama waktu pengamatan yang berarti juga semakin panjang data yang tercatat akan membuat penentuan tingkat kerawanan wilayah akan lebih baik sehingga dapat menggambarkan berbagai keadaan yang pernah terjadi di daerah pengamatan. Data malaria klinis yang tersedia dalam daftar pencatatan Dinkes Propinsi Lampung untuk 10 kabupaten ada dari tahun 2004 2008. Hal tersebut dikarenakan hanya data tersebut yang tersimpan di Dinkes Propinsi Lampung. Diantara periode data yang tersedia pun terdapat banyak data kosong (missing data) pada beberapa bulan yang hampir merata pada setiap kabupaten. Rentang nilai IK yang didapat tidak besar, yaitu hanya dari 0 – 1.62. Sebaran nilai peluang yang paling dekat untuk menggambarkan bentuk sebaran nilai IK adalah sebaran Gamma dengan nilai AD sebesar 1.282 (Tabel 7). Nilai peluang yang digunakan untuk mengetahui tingkat endemik dengan menggunakan data IK adalah 0%; 50 % ; 90% dengan nilai masing-masing adalah 0; 0.401 ; 1.101. Rentang nilai IK dibagi menjadi 4 tingkat endemik yaitu tingkat 0, 1, 2 dan 3 (Tabel 8).
1
Tabel 7 Bentuk sebaran yang diuji untuk mendapatkan nilai peluang data IK malaria bulanan dan hasil parameter uji yang dihasilkan Bentuk Sebaran
N
Normal - 95 % C2
102 102
Gamma - 95 % C2 102 Wibull - 95 % C2 102 Log Logistic – 95 % C2
Parameter Mean St Dev Shape Scale Shape Scale Loc Scale
AD P-Value 0.5187 2.951 < 0.005 0.3934 1.39 1.269 <0.005 0.3732 1.262 1.282 <0.010 0.5572 -0.971 1.91 <0.005 0.5912
Tabel 8 Kisaran nilai indeks kerawanan untuk menentukan tingkat kerawanan malaria Kisaran Nilai IK
Tingkat Kerawanan
Sifat Kerawanan
0
Tidak Rawan
1
Agak Rawan
IK = 0 0 < IK 0.401< IK
0.401 1.101
IK > 1.101
4.3 Tingkat Kerawanan Wilayah 4.3.1 Tingkat Kerawanan Wilayah per Kabupaten Berdasarkan batasan tingkat kerawanan dengan sebaran peluang dan berdasakan batasan Depkes, terdapat data MoMi dari tahun 2004 – 2005 yang setiap tahun tingkat kerawanannya nol atau tidak rawan (TK = 0) hanya pada Kota Metro. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya Kota Metro yang tingkat kerawananan penyakit malaria sepanjang tahun di Propinsi Lampung yang paling rendah (Gambar 5). 2.5 2
Batasan Teori Peluang Batasan Depkes
TK
1.5 1 0.5
L. Ut ar L. Se a lat an L. B . Ba r La at m pu W ay n g Ka Ta na ng n ga m u T. Ba s wa n L. Te g ng ah L. Ti m ur M et ro
0
Kabupaten
Gambar 5 Rata-rata tingkat kerawanan per kabupaten di Propinsi Lampung
2
Rawan
3
Sangat Rawan
Berdasarkan batasan tingkat sebaran peluang dengan metode penelitian ini, pada data MoMi tahun 2004 -2005 tidak ditemui daerah dengan tingkat kerawanan 3 (sangat rawan) setiap bulan sepanjang tahun. Kabupaten yang mengalami rata-rata tingkat endemik setiap bulan sepanjang tahun paling besar adalah Kabupaten Lampung Utara dan diurutan kedua adalah Kabupaten Lampung Selatan (Gambar 5). Penentuan wilayah kabupaten endemik dilakukan dengan melihat rata-rata tingkat endemik setiap bulan sepanjang tahun pada setiap kabupaten. Kabupaten Lampung Utara mengalami kondisi endemik sangat rawan (TK=3) selama 4 bulan (Januari, Pebruari, Maret dan Agustus), kondisi endemik rawan (TK=2) selama 7 bulan dan kondisi endemik agak rawan (TK=1) selama 1 bulan. Kabupaten lain yang juga merupakan wilayah endemik malaria pada urutan kedua adalah Kabupaten Lampung Selatan (Gambar 5). Pada Kabupaten Lampung Selatan tidak ditemui kondisi endemik sangat rawan (TK=3) setiap bulan sepanjang tahun, namun kabupaten ini mengalami kondisi endemik rawan (TK=2) setiap bulan sepanjang tahun (Januari–Desember). Keadaan geografis kedua kabupaten yang berbeda dimana Kabupaten Lampung Utara merupakan daerah berombakpegunungan dan kabupaten Lampung Selatan merupakan daerah dekat pinggir pantai,
2
2.5 Batasan Teori Peluang
2
Batsan Depkes
TK
1.5 1 0.5
p
s De
No
p
kt O
Se
l
t us Ag
n
Ju
Ju
r
ei M
Ap
b
ar M
Pe
Ja
n
0
Bulan
Gambar 6 Rata-rata tingkat kerawanan per kabupaten setiap bulan di Propinsi Lampung Berdasarkan tingkat kerawanan wilayah dengan batasan kelas menggunakan batasan sebaran peluang dan batasan Depkes, secara umum hampir seluruh kabupaten di Propinsi Lampung mengalami serangan malaria dengan kondisi yang berbeda-beda setiap bulan. Kejadian dengan kondisi ratarata tingkat kerawanan wilayah yang besar terjadi pada bulan Januari hingga Maret (Gambar 6). Penentuan waktu kejadian malaria paling besar di Propinsi Lampung, dilakukan berdasarkan rata-rata tingkat kerawanan setiap bulan sepanjang tahun pada seluruh kabupaten dan kota.
Waktu penyebaran malaria dengan menggunakan tingkat kerawanan Depkes dan batasan sebaran peluang, hasilnya menunjukkan kesamaan. Kerawanan wilayah berdasarkan tingkat kerawanan bulanan dengan menggunakan batasan sebaran peluang per kabupaten, telah dipetakan dan tersaji pada gambar Lampiran 1 dan kerawanan wilayah berdasarkan tingkat kerawanan bulanan dengan menggunakan ketentuan batas Depkes dipetakan dan tersaji pada gambar Lampiran 2. Kerawanan wilayah dengan tingkat kerawanan berdasarkan metode penelitian dan Depkes hampir sama sepanjang tahun, walaupun terdapat perbedaan batasan nilai peluang antara batasan Depkes dengan batasan nilai peluang, namun daerah yang rentan kejadian malaria memiliki kesamaan wilayah yaitu Lampung Utara dan Lampung Selatan. 4.3.2 Tingkat Kerawanan Wilayah Per Kecamatan Pemetaan pada tingkat kecamatan yang dilakukan pada dasarnya untuk memperjelas penyebaran kerawanan wilayah masingmasing kabupaten. Pada peta dasar terdiri dari 5 kabupaten dan 78 kecamatan. Analisis tingkat kerawanan wilayah perkecamatan hanya dilakukan pada kabupaten endemik saja. Pada Kabupaten Lampung Utara yang merupakan daerah paling endemik, pada penelitian ini terdapat 7 kecamatan yang dapat dihitung tingkat kerawanan wilayahnya dengan menggunakan tingkat kerawanan berdasarkan batasan sebaran peluang. Kecamatan yang paling rawan berdasarkan batasan tingkat kerawanan dengan sebaran peluang, pada kabupaten Lampung Utara adalah Abung Selatan (Gambar 7). 2.5 Batasan Teori Peluang 2
Batasan Depkes
1.5 TK
tingkat endemik atau kerawanan tidak berbeda jauh. Hal ini memperlihatkan bahwa ketinggian wilayah tidak berkorelasi linier dengan penyebaran penyakit malaria. Jika menggunakan level tingkat kerawanan dari Departemen Kesehatan (Depkes) , daerah yang rawan serangan sama dengan yang menggunakan level tingkat kerawanan metode batasan sebaran peluang yaitu Lampung Utara dan Lampung Selatan (Gambar 5). Penentuan wilayah kabupaten paling rawan berdasarkan rata-rata tingkat kerawanan setiap bulan sepanjang tahun pada masing-masing kabupaten . Jika menggunakan level TK Depkes Kabupaten Lampung Utara mengalami kondisi endemik yang paling tinggi pada endemik rawan (TK=2) yang terjadi pada bulan Januari hingga Maret dan Juli hingga Desember dan mengalami kodisi endemik agak rawan ( TK=1) pada bulan April hingga Juni. Pada Kabupaten Lampung Selatan dengan menggunakan TK Depkes, kabupaten ini mengalami kondisi endemik sangat rawan (TK=3) pada bulan Januari, kondisi endemik rawan (TK=2) pada bulan Pebruari hingga Maret dan Juli hingga Agustus serta mengalami kondisi endemik agak rawan (TK= 1) pada bulan April hingga Juni.
1 0.5 0 Abung Selatan
Abung Timur
Abung Barat
Sungkai Utara
Kotabumi
Bukit Kemuning
Sungkai Selatan
Kecamatan
Gambar 7 Rata-rata tingkat kerawanan per kecamatan di Kabupaten Lampung Utara
3
2.5 Batasan Teori Peluang
2
Batasan Depkes
TK
1.5 1 0.5 0 Kalianda
TJ Bintang Penengahan
Palas
Natar
Ketibung
Keca matan
Gambar 8 Rata-rata tingkat kerawanan per kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan.
Pada Kabupaten Lampung Selatan, yang merupakan kabupaten rawan malaria berdasarkan tingkat kerawanan Depkes, kecamatan yang rawan adalah Kecamatan Kalianda dan Penengahan (Gambar 8). Penentuan tersebut berdasarkan rata-rata tingkat kerawanan setiap bulan sepanjang tahun pada masing-masing kecamatan di Lampung Selatan. Pada kecamatan Kalianda, tidak ditemukan kondisi endemik sangat rawan (TK=3) setiap bulan sepanjang tahun. Pada kecamatan ini kondisi endemik rawan (TK=2) merupakan tingkat paling tinggi pada bulan Januari dan Desember sedangkan kondisi endemik agak rawan (TK=1) ditemukan pada bulan Pebruari hingga Nopember. Pada Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan, juga tidak ditemukan kondisi endemik sangat rawan (TK= 3) setiap bulan sepanjang tahun. Pada kecamatan ini kondisi endemik rawan (TK=2) merupakan tingkat paling tinggi pada bulan Juni dan Juli sedangkan kondisi endemik agak rawan (TK=1) ditemukan pada bulan Januari hingga Mei dan Agustus hingga Desember. 2.5 Batasan Teori Peluang
2
Batasan Depkes
1.5 TK
Penentuan tersebut berdasarkan ratarata tingkat kerawanan setiap bulan sepanjang tahun pada masing-masing kecamatan di Lampung Utara (Gambar 7). Kecamatan Abung Selatan, mengalami kondisi endemik sangat rawan (TK=3) pada bulan April, Oktober, Nopember dan Desember serta mengalami kondisi endemik rawan (TK=2) pada bulan Januari hingga Pebruari dan April hingga September. Jika menggunakan tingkat kerentanan Depkes, pada Kabupaten Lampung utara yang merupakan daerah endemik, kecamatan yang rawan adalah kecamatan Abung Timur (Gambar 7). Penentuan tersebut berdasarkan rata-rata tingkat kerawanan setiap bulan sepanjang tahun pada masing-masing kecamatan di Lampung Utara. Pada kecamatan Abung Timur, tidak ditemui kondisi endemik sangat rawan (TK=3) setiap bulan sepanjang tahun namun ditemui banyak kondisi endemik rawan (TK=2) pada bulan Januari hingga Maret dan Juni hingga Desember dan terdapat pula kondisi endemik agak rawan (TK=1) pada bulan April hingga Mei. Kabupaten Lampung Selatan yang juga merupakan daerah endemik diurutan kedua, pada penelitian ini terdapat 6 kecamatan yang dapat dihitung tingkat kerawanannya dengan menggunakan tingkat kerawanan berdasarkan batasan sebaran peluang. Kecamatan yang paling rawan adalah kecamatan Kalianda (Gambar 8). Penentuan tersebut berdasarkan rata-rata tingkat kerawanan setiap bulan sepanjang tahun pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Kalianda, tidak mengalami kondisi endemik sangat rawan (TK=3) sepanjang tahun, namun kecamatan ini mengalami kondisi endemik rawan ( TK=2) pada bulan Januari, Maret, Mei dan Juni serta mengalami kondisi endemik agak rawan (TK=1) pada bulan lainnya.
1 0.5 0 Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul Agust Sep
Okt
Nop
Des
Bulan
Gambar 9 Rata-rata tingkat kerawanan PER kecamatan setiap bulan Di Propinsi Lampung Secara umum, rata-rata tingkat kerawanan paling besar terjadi pada bulan Januari baik dengan menggunakan batasan tingkat kerawanan sebaran peluang atau Depkes (Gambar 9). Penentuan waktu kejadian malaria paling tinggi, berdasarkan pada rata-rata tingkat endemik setiap bulan sepanjang tahun pada seluruh kecamatan setiap bulannya baik dengan batasan tingkat kerawanan sebaran peluang dan tingkat kerawanan Depkes. Perbedaan tingkat kerawanan serta pola penyebaran malaria pada tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten diakibatkan oleh
4
keterbatasan data kasus malaria klinis per kecamatan yang ada sehingga tidak dapat mewakili seluruh kecamatan yang ada. Hal tersebut mempengaruhi hasil pemetaan tingkat kecamatan. Secara umum, peta kerawanan wilayah per kecamatan baik dengan menggunakan batasan tingkat kerawanan sebaran peluang (Gambar Lampiran 3) dan dengan tingkat kerawanan Depkes (Gambar Lampiran 4), terlihat pada dasarnya setiap kecamatan walaupun berada pada kabupaten dan bulan yang sama, memiliki tingkat kerawanan berbeda pada setiap bulan sepanjang tahun. 4.4 Analisis Hubungan Kasus Kejadian Malaria Klinis dan Kejadian Hujan Bulanan dengan Membedakan Wilayah Kajiannya Data curah hujan (CH) didapatkan dari 2 titik stasiun pengamatan pada 2 kecamatan di Propinsi Lampung. Kalianda (Lampung selatan) 05° 34’ 40” LS dan 105° 04’ 58” BT dan Kotabumi ( Lampung Utara) 04° 52’ 00” LS dan 104° 52’ 00” BT. Dua kecamatan tersebut berada di wilayah yang berbeda, kecamatan Kotabumi (Lampung Utara) berada di wilayah berbukit-bergunung (pemukiman yang terdapat sawah) dan kecamatan Kalianda berada di wilayah datar-berombak (dekat pantai dan terdapat banyak semak dan rawa). Kecamatan Kotabumi bukan merupakan kecamatan dengan rata-rata tingkat kerawanan
tinggi di Kabupaten Lampung Utara namun titik stasiun pengamat hujan terdapat pada kecamatan tersebut. Kecamatan Kalianda merupakan kecamatan yang rata-rata tingkat kerawanan malaria tinggi dan juga merupakan titik stasiun pengamatan hujan. Berdasarkan Tabel 9 dan 10 indeks CH disusun dari kebutuhannya yaitu 25 mm dan 100 mm per bulan selama n bulan berurutan, dimana dapat meliputi 4, 3, 2 atau 1 bulan (modifikasi Liverpool University) (Martens 1999). Dari hasil analisis didapatkan bahwa kejadian malaria yang berhubungan dengan kejadian 2 dan 1 bulan berturut-turut dengan CH 25 mm dan CH 100 mm lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kejadian malaria yang berhubungan dengan 3 atau 4 bulan berturut-turut. Jumlah kasus malaria klinis lebih banyak terjadi pada batasan CH 25 mm dibandingkan dengan batasan CH 100 mm. Pada batasan CH 25mm, jumlah kasus pada Kecamatan Kotabumi pada curah hujan 1 bulanan sebanyak 45 kasus sedangkan pada CH 100 mm jumlah kasus yang terjadi sebanyak 34 kasus begitu pula pada Kecamatan Kalianda dimana pada curah hujan 1 bulanan jumlah kasus yang terjadi pada batasan CH 25 mm sebesar 48 kasus dan pada batasan CH 100 mm sebesar 34 kasus. Hal tersebut memperlihatkan bahwa cukup hanya dengan CH 25 mm telah dapat menimbulkan kejadian malaria pada wilayah dekat pantai maupun pada pedalaman.
Tabel 9 Jumlah kasus malaria klinis berdasarkan curah hujan ( 25mm) berindeks 1 Nama Kecamatan
Kasus JKMK>0
Kotabumi
Nama Kecamatan
Kalianda
Curah Hujan denganIndeks 1 CH 1 Bln 45
CH 3 Bln 42
CH 5 Bln 38
CH 7 Bln 34
JKMK=0
11
8
6
4
Proporsi
80%
84%
86%
89%
Kasus
Curah Hujan denganIndeks 1 CH 1 Bln
CH 2 Bln
CH 3 Bln
CH 4 Bln
JKMK>0
48
44
41
37
JKMK=0 Proporsi
5 91%
4 92%
3 93%
3 92.50%
Tabel 10 Jumlah kasus malaria klinis berdasarkan curah hujan ( 100mm)berindeks 1 Nama Kecamatan
Kasus JKMK>0
Kotabumi
Kalianda
JKMK=0 Proporsi JKMK>0 JKMK=0 Proporsi
Curah Hujan Dengan Indeks 1 CH 1 Bln CH 2 Bln CH 3 Bln CH 4 Cln 34 25 18 13 8 81% 34 3 92%
6 81% 30 3 91%
5 82% 25 1 96%
4 76% 20 0 100%
5
6
Keenam unsur iklim tersebut yang memiliki nilai koefisien korelasi linier nyata (p < 0.05) adalah ea pada jeda waktu 1 bulan sebelum kasus (Tabel 11). 4.5.1
Pengaruh CH terhadap MoMi
Analisis peluang kejadian dilakukan pada data iklim yang telah dikelompokkan dan disesuaikan pada kejadian CH 1 (ringan) dan CH 2 (sedang) dengan menggunakan batasan Depkes yaitu untuk kejadian 1 (ringan) adalah 0.83 dan kejadian 2 (sedang) adalah 2.495 terhadap CH. P lo t p e lu a n g C H t a n p a je d a w a k t u u n t u k k e ja d ia n R in g a n d a n S e d a n g 3 - P a r a m e te r L o g lo g i s ti c - 9 5 % C I 99
V a r ia b le C H1 C H2
95 Lo c 4 .7 2 9 5 .2 9 5
90 80
S c a le 0 .5 2 0 3 0 .3 4 1 9
T h r es h - 1 3 .2 6 - 2 7 .5 6
N 28 27
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
10
1 00 C H - T h r e s h o ld
10 00
(a) P lo t p e lu a n g d e n g a n je d a w a k t u n - 1 u n t u k k e ja d ia n r in g a n d a n s e d a n g 3 - P a r a m e t e r L o g l o g is t ic - 9 5 % C I 99
V a ria b le CH 1 CH 2
95 Lo c 4 .6 8 2 4.912
90 80
Percent
Pada batasan CH 25 mm, Kecamatan Kotabumi memiliki jumlah kasus malaria paling banyak terjadi pada hujan 1 bulanan, namun berdasarkan jumlah bulan yang terdapat kasus malaria, proporsi kejadian kasus terhadap periode kejadian hujan yang ditentukan semakin besar seiring dengan semakin kecilnya jumlah kasus malaria klinis yang lebih besar dari 0 dengan CH berindeks 1. Pada penelitian ini, nilai proporsi yang dihitung sampai dengan hujan selama 7 bulan berturut-turut, nilai proporsinya sebesar 89%. Pada batasan CH 25 mm, Kecamatan Kalianda memiliki jumlah kasus malaria paling banyak terjadi pada hujan 1 bulanan, namun berdasarkan jumlah bulan yang terdapat kasus malaria, proporsi kejadian kasus terhadap periode kejadian hujan yang ditentukan, nilai proporsi tertinggi sebesar 93% terjadi jika indeks 1 terjadi setelah tiga bulan berturut-turut. Pada kedua kecamatan tersebut jumlah kasus malaria terbanyak terjadi pada hujan 1 bulanan, hal tersebut dikarenakan waktu yang dibutuhkan nyamuk dari mulai perindukan hingga penularan nyamuk adalah sekitar 33 hari yaitu waktu perindukan 14 hari, siklus gonotropik 9 hari dan penularan nyamuk 10 hari sehingga totalnya selama 33 hari atau dapat di katakan 1 – 2 bulan. Jenis vektor nyamuk yang ditemukan di Lampung adalah An. sundaicus (Depkes RI 1985).
S c a le 0 . 37 9 0 0 . 5 29 7
Th resh - 2 6 . 73 61 .43
N 28 26
AD 0.339 0.447
P * *
70 60 50 40 30 20 10 5
1
4.5 Analisis Pengaruh Unsur Iklim Pada Kabupaten Lampung Selatan (Faktor Lingkungan Fisik).
Tabel 11 Nilai koefisien korelasi dan P-value
Ket
RH
T
CH
Malaria Klinis
0.212 0.106
0.164 0.11 0.283 0.169 -0.199 0.214 0.408 0.03 0.202 0.132
ea
es
Keterangan : Baris 1 : koefisien korelasi Baris 2 : nilai uji p
100 1000 C H - T h r e s h o ld
10000
(b) P lo t P e l u a n g C H d e n g a n j e d a w a k t u n - 2 p a d a k e j a d i a n R in g a n d a n s e d a n g 3 - P a r a m e t e r L o g l o g is t i c - 9 5 % C I 9 9
V a r ia b le C H 1 C H 2
9 5 Loc 4.640 5.186
9 0
S c a le 0.5174 0.3413
Thres h -1 2 . 0 6 -1 0 . 1 1
N 28 25
A D 0.266 0.202
P * *
8 0
Percent
Analisis pengaruh unsur iklim terhadap jumlah kasus malaria klinis dilakukan hanya pada sampel kasus di Kabupaten Lampung Selatan. Hal tersebut dikarenakan unsur iklim suhu dan kelembaban hanya ada dari satu titik stasiun saja yaitu stasiun Masgar di Lampung Selatan. Unsur iklim yang dianalisis adalah kelembaban (RH), suhu (T), curah hujan (CH), tekanan uap jenuh (es), tekanan uap aktual ( ea) dan defisit tekanan uap air (vpd). Masing-masing unsur iklim ini memiliki pengaruh yang saling terkait satu sama lain.
10
7 6 5 4 3
0 0 0 0 0
2 0 1 0 5
1
10
100 C H - T h r e s h o ld
1000
(c) Gambar 10 Plot peluang (a) CH tanpa jeda, (b) jeda waktu n-1 dan (c) jeda waktu n-2
vpd Bentuk sebaran pada CH dengan tanpa jeda waktu dan jeda waktu 1 bulan sebelum kasus, seluruhnya adalah 3 parameter log logistik. Sebaran tersebut dipilih karena memiliki nilai AD terkecil (Gambar 10 dan
16
Tabel 12 a) Peluang kejadian CH tanpa jeda waktu b) jeda waktu n-1, c) jeda waktu n-2 terhadap kejadian MoMi ringan dan sedang. CH
Ringan
Sedang
(mm) 20
(%) 8.678
(%) 1.491
(a)
40
19.013
4.055
CH n-0
60
30.23
8.277
80
40.795
14.142
100
50.025
21.337
200
77.159
59.59
300
87.614
81.059
400 500 20 40 60 80
92.335 94.811 9.879 21.913 35.916 49.212
90.319 94.521 2.281
100 200 300 400 500 20 40 60 80 100 200 300 400 500
60.389 87.616 94.886 97.405 98.494 9.406 20.947 33.186 44.364 53.832 80.001 89.407 93.525 95.648
8.49 50.916 74.311 84.852 90.128 0.54 2.35 6.05 11.84 19.46 61.61 13.39 91.93 95.57
Peluang
(b) CH n-1
(c) CH n-2
MoMi, menghasilkan nilai-nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Tabel 12 dengan nilai masing-masing sebesar 0.10, 0.19 dan 0.23 (Tabel 13). Tabel 13 Nilai koefisien determinasi persamaan trend hubungan CH terhadap MoMi Unsur
Jeda
Bentuk
Koefisien
Iklim CH
Waktu Tanpa Jeda
Garis Trend Linier
Determinasi (R2)
(mm)
Jeda waktu n-1
Linier
0.19
Polynomial
0.23
Jeda waktu n-2
0.1
CH dibulan yang sama dengan kasus dapat menjelaskan MoMi yang terjadi sebesar 10 % dan 19% dan 23 % MoMi yang terjadi dapat dijelaskan dengan variabilitas CH 1 dan 2 bulan sebelum kasus, atau besarnya pengaruh CH dibulan yang sama dengan kasus, serta 1 dan 2 bulan sebelum kasus terhadap MoMi masing-masing sebesar 10%, 19% dan 23% sedangkan sisanya masingmasing 90%, 81% dan 77% dijelaskan oleh faktor lain di luar variabel CH (Tabel 13). Berdasarkan trend hubungan, secara linier CH tidak berpengaruh tetapi dengan polinomial dapat mejelaskan pengaruh CH dengan lebih baik. Persamaan trend terbaik adalah CH 2 bulan sebelum kasus dengan persamaannya adalah y = -0.0161x2 + 0.3426x – 0.5854. Grafik hasil uji regresi terdapat pada gambar Lampiran 6. 4.5.2 Pengaruh ea terhadap MoMi Bentuk sebaran ea pada kejadian ea 1 (ringan) dan ea 2 (sedang) dengan tanpa jeda waktu adalah normal sedangkan ea jeda waktu 1 dan 2 bulan sebelum kasus adalah 3 parameter log logistik. Sebaran tersebut dipilih karena memeiliki nilai AD terkecil (Gambar 11 dan gambar Lampiran 7). Kejadian 3 (berat) tidak diikutsertakan karena jumlahnya hanya sedikit. P lo t
p e lu a n g
E a
t a n p a
j e d a w a k t u p a d a k e ja d ia n N o rm a l - 9 5 % C I
r in g a n
d a n
s e d a n g
9 9 M e a n 2 8 .6 4 2 9 .5 9
9 5 9 0
S tD e v 2 .5 3 4 1 .2 2 2
N 3 0 2 7
A D 1 .6 1 7 0 .3 4 2
P < 0 .0 05 0 .4 68
V a ria b le e a 1 e a 2
8 0 7 0
Percent
gambar Lampiran 5). Kejadian 3 (berat) tidak diikutsertakan karena jumlah datanya hanya sedikit. Pada periode tanpa jeda waktu antara CH dengan MoMi ; 90 % kejadian ringan maupun sedang terjadi pada CH < 400 mm per bulan, tetapi 75 % kejadian ringan terjadi pada CH < 200 mm dan kejadian sedang baru terjadi pada CH < 300 mm per bulan (Tabel 12). Berdasarkan kejadian hujan pada selang waktu 0 – 2 bulan sebelum kasus (Tabel 12), memperlihatkan bahwa kejadian sedang mempunyai peluang besar terjadi jika CH relatif besar dibandingkan dengan kejadian ringan.
6 0 5 0 4 0 3 0 2 0
CH berpengaruh sangat lemah dan tidak nyata terhadap kasus malaria (r = 0.11; p >0.0.5). Menggunakan data CH tanpa jeda waktu, serta jeda waktu 1 dan 2 bulan sebelum kasus yang dihubungkan dengan kejadian
1 0 5
1
1 5
2 0
2 5
3 0
3 5
E a
(a)
17
P l o t p e l u a n g E a d e n g a n j e d a w a k t u n - 1 p a d a k e ja d i a n r i n g a n d a n s e d a n g 3 -P a r a m e te r L o g lo g is tic - 9 5 % C I
Lanjutan Tabel 14
1 3 9 8 5 .0 1 3 9 8 7 .5 1 3 9 9 0 .0 1 3 9 9 2 .5 e a1
Percent
99
ea2
99
95
95
90
90
80 70 60 50 40 30 20
80 70 60 50 40 30 20
10
10
5
9135
9140
9145
9150
9155
9.121 0.0001188 -9118 30 0.456 *
ea (mB) 20 22.5 25 27.5 30 32.5 35
Peluang
ea2 Lo c S ca le T h r esh N AD P - V a lu e
5
1
ea1 Lo c S cale T h r e sh N AD P - V a lu e
9.546 0.00003934 -13959 26 0.202 *
1
ea n-2
Ea - Th r e s h o ld
(b) P l o t p e l u a n g E a d e n g a n j e d a w a k t u n - 2 p a d a k e ja d i a n r i n g a n d a n s e d a n g 3 -P a r a m e te r L o g lo g is tic - 9 5 % C I 13450 13452 13454 13456 e a1
Percent
99
99
95
95
90
90
80 70 60 50 40 30 20
80 70 60 50 40 30 20
10
10
5
1
ea2
9110
9115
9120
9.118 0.0001145 -9087 30 0.533 * ea2
Lo c S ca le T h r esh N AD P - V a lu e
9.507 0.00004218 -13422 25 0.187 *
1
Ea - Th re s h o ld
(c) Gambar 11 Plot peluang (a) ea tanpa jeda, (b) jeda waktu n-1 dan (c) jeda waktu n-2 Pada periode tanpa jeda waktu antara ea dengan MoMi ; 90 % kejadian ringan maupun sedang terjadi pada ea < 32.5 mb rata-rata bulanan, tetapi 70 % kejadian ringan terjadi pada ea < 30 mb dan kejadian sedang baru terjadi pada CH < 31 mb rata-rata bulanan (Tabel 14). Berdasarkan kejadian ea pada selang waktu 0 – 2 bulan sebelum kasus (Tabel 14), memperlihatkan bahwa kejadian sedang mempunyai peluang besar terjadi jika ea relatif besar dibandingkan dengan kejadian ringan. Tabel 14 a) Peluang kejadian ea tanpa jeda waktu b) jeda waktu n-1 dan c) jeda waktu n -2 terhadap kejadian MoMi ringan dan sedang
Peluang
ea n-0
ea n-1
ea (mB) 20 22.5 25 27.5 30 32.5 35 20 22.5 25 27.5 30 32.5 35
Ringan (%) 0.032 0.767 7.523 32.583 70.367 93.593 99.393 0.04 0.43 4.12 30 81.05 97.71 99.77
Sedang (%) 0 0.01 0.87 41.86 98.33 99.98
ea1 Lo c S cale T h r e sh N AD P - V a lu e
5
9105
Ringan (%) 0.02 0.22 2.42 21.37 74.88 97.03 99.72
Sedang (%) 0.009 4.394 63.281 99.147 100 0 0.02 1.8 63.28 99.39 99.99
ea berpengaruh lemah dan tidak nyata terhadap jumlah kasus malaria ( r = 0.28 ; nilai uji p > 0.05). Meskipun secara linier ea mempunyai korelasi terbesar diantara unsurunsur iklim lainnya dengan MoMi, tetapi persamaan trend hubungan tidak lebih baik dari hubungan antara CH dan MoMi. Tekanan uap aktual tidak berhubungan dengan MoMi. Menentukan besarnya pengaruh ea tanpa jeda waktu, jeda waktu 1 dan 2 bulan sebelum kasus pada kejadian MoMi dilakukan dengan menggunakan angka R-square atau koefisien determinasi (KD). Berdasarkan tabel 13 nilai R-square atau koefisien determinasi pada masing-masing jeda waktu sebesar 0.14, 0.17 dan 0.22 (Tabel 15). Tabel
Unsur Iklim
15
Nilai koefisien determinasi persamaan trend hubungan ea terhadap MoMi
Jeda Waktu
ea (mb)
Bentuk
Koefisien 2
Garis Trend Determinasi (R )
Power Tanpa Jeda Jeda waktu n-1 Polynomial Jeda waktu n-2 Power
0.14 0.17 0.22
Sebesar 14% MoMi yang terjadi dapat dijelaskan dengan variabilitas ea dibulan yang sama dengan kasus serta 17% dan 22% MoMi yang terjadi dapat dijelaskan dengan variabilitas ea 1 dan 2 bulan sebelum kasus. Dapat dikatakan pula besarnya pengaruh ea dibulan yang sama dengan kasus serta pengaruh 1 dan 2 bulan sebelum kasus terhadap MoMi masing-masing sebesar 14%, 17% dan 22% sedangkan sisanya masingmasing 86%, 83% dan 78% dijelaskan oleh faktor lain di luar variabel ea (Tabel 15). Persamaan trend terbaik adalah ea 2 bulan sebelum kasus dengan persamaannya adalah y = -0.0145x2 + 0.938x – 14.268. Gambar grafik hasil uji regresi terdapat pada lampiran 8.
18
4.5.2 Pengaruh RH terhadap MoMi Bentuk sebaran RH pada kejadian RH 1 (ringan) dan RH 2 (sedang) tanpa jeda waktu dan jeda waktu 1 bulan sebelum kasus, terkait kejadian MoMi ringan dan sedang adalah sebaran 3 parameter log logistik dan jeda waktu RH 2 bulan sebelum kasus adalah sebaran weibull. Sebaran tersebut dipilih karena memiliki nilai AD terkecil (Gambar 12 dan Gambar Lampiran 9). Kejadian 3 (berat) tidak di ikut sertakan karena jumlah datanya hanya sedikit. P lo t pel ua ng R H ta np a je da w a ktu p ad a k eja di an r ing an da n s e da ng 3 - P a r a m e t e r Lo g l o g is t ic - 9 5 % C I 38395
rh 1
Percent
99
95
95
90
90
80 70 60 50 40 30 20
80 70 60 50 40 30 20
10
10
5
1
38400
38405
38410
38415
rh 2
99
rh1 Lo c Sc ale T h r e sh N AD P - V a lu e
10.17 0.0001157 -26097 30 0 .5 2 4 *
– 2 bulan sebelum kasus (Tabel 16), memperlihatkan bahwa kejadian sedang mempunyai peluang besar terjadi jika RH relatif besar dibandingkan dengan kejadian ringan. Tabel 16
Peluang (a) RH n-0
rh2 Lo c Sc ale Thresh N AD P - V al u e
10.56 0 . 0 0 0 0 46 8 7 - 3 83 2 2 27 0.916 *
5
26150
26175
1
26200
R H - T h re s h o ld
(a) P l ot pe lu a n g R H d e n ga n je da w a ktu n -1 p a d a k e ja di a n r in ga n da n s e da ng 3 - P a r a m e t e r L o g lo g i s t ic - 9 5 % C I 38
R H1
Percent
99
91
0
95
95
90
90
80 70 60 50 40 30 20
80 70 60 50 40 30 20
10
10
5
5
1
38
91
5
38
92
0
38
92
5
R H2
99
RH1 Loc S ca le T h r esh N AD P - V a lu e
10.18 0.0001156 -26195 30 0.473 * RH2
Lo c Sc ale Th resh N AD P - V a lu e
RH n-1 (b)
10.57 0.00003848 -38832 26 0.770 *
1
26
25
0 26
26
0 26
27
0 26
28
0 26
29
0
R H - Th r e s h o ld
(b) P lo t p e l u a n g R H d e n g a n j e d a w a k t u n - 2 p a d a k e j a d i a n r i n g a n d a n s e d a n g W e i b u ll - 9 5 %
C I
99 9
Percent
8 7 6 5 4
S hape 1 7 .6 9 0 3 5 .2 6 0 0 0 0 0
S c a le 83.98 86.04
N 30 25
A D 0 . 51 9 0 . 60 2
V a r ia b le R H 1 R H 2
P 0 .1 9 1 0 .1 1 0
30 20 10 5 3 2
(c) RH n-2
a) Peluang kejadian RH tanpa jeda waktu b) jeda waktu n-1 dan c) jeda waktu n -2 terhadap kejadian MoMi ringan dan sedang RH (%) 50 55 60 65 70 75 80 85 90 50 55 60 65 70 75 80 85 90 50 55 60 65 70 75 80 85 90
Ringan (%) 0 0.01 0.07 0.36 1.85 8.95 33.87 72.73 93.28 0 0.02 0.08 0.43 2.22 10.54 37.95 76.04 94.27 0.01 0.06 0.26 1.07 3.91 12.65 34.53 70.99 96.67
Sedang (%) 0 0 0.03 0.5 7.5 56.61 95.45 0 0 0.08 2.29 39.79 94.9 0 0.01 0.07 0.79 7.41 47.93 99.25
1
50
60
70 R H
80
90
100
(c) Gambar 12 Plot peluang (a) RH tanpa jeda, (b) jeda waktu n-1 dan (c) jeda waktu n-2 Pada periode tanpa jeda waktu antara RH dengan MoMi ; 90 % kejadian ringan maupun sedang terjadi pada RH < 90% per bulan, tetapi 75 % kejadian ringan terjadi pada RH < 85% dan kejadian sedang baru terjadi pada RH < 87.5% per bulan (Tabel 16). Berdasarkan kejadian RH pada selang waktu 0
RH berpengaruh lemah dan tidak nyata terhadap jumlah kasus malaria (r = 0.21 ; nilai uji p = >0.05). Persamaan hubungan trend RH tidak lebih baik dari hubungan antara CH dan ea dengan MoMi. Menentukan besarnya pengaruh RH dengan tanpa jeda waktu serta jeda 1 dan 2 bulan sebelum kasus terhadap MoMi menggunakan angka R-square atau koefisien determinasi (KD). Berdasarkan tabel 14 nilai R-square atau koefisien determinasi pada masing-masing jeda waktu sebesar 0.11, 0.16 dan 0.10 (Tabel 17).
19
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Tabel 17 Nilai koefisien determinasi persamaan trend hubungan RH terhadap MoMi Unsur Iklim
RH (%)
Jeda
Bentuk
Koefisien
Waktu
Garis Trend
Determinasi (R )
Tanpa Jeda
2
Polynomial
0.11
Jeda Waktu n-1 Polynomial
0.16
Jeda Waktu n-2 Polynomial
0.1
Sebesar 11% MoMi yang terjadi dapat dijelaskan dengan variabilitas RH dibulan yang sama dengan kasus serta 16% dan 10% MoMi yang terjadi dapat dijelaskan dengan variabilitas RH 1 dan 2 bulan sebelum kasus, atau besarnya pengaruh RH dibulan yang sama dengan kasus serta pengaruh RH 1 dan 2 bulan sebelum kasus terhadap MoMi masingmasing sebesar 11%, 16% dan 10% sedangkan sisanya masing-masing 89%, 84% dan 90% dijelaskan oleh faktor lain diluar variabel RH (Tabel 17). Persamaan trend terbaik adalah CH 1 bulan sebelum kasus dengan persamaannya adalah y = -0.0011x2 – 0.1425x + 5.2269. Gambar grafik hasil uji regresi terdapat pada lampiran 10. 4.6 Faktor Pendukung Lain Penyebaran Malaria Seluruh unsur ikim yang diuji hanya dapat menjelaskan kejadian MoMi sekitar 10 – 23% saja, sedangkan sisanya sekitar 77 – 90% dijelaskan oleh faktor lain selain variabel CH, ea dan RH. Faktor lain yang dapat menjelaskan kejadian MoMi terdiri dari faktor nyamuk, manusia, lingkungan biologi, keadaan sosial budaya dan mobilitas manusia yang dapat keluar masuk wilayah kajian dengan sangat mudah (Harijanto 2000). Hasil analisis dari data yang tersedia, MoMi 1 maupun 2 bulan sebelum kejadian tidak berpengaruh nyata meskipun secara teori ketersediaan parasit yang tergambar dari jumlah penderita akan memperbesar resiko penularan. Tidak didapatnya hasil hubungan yang baik antara MoMi dengan unsur iklim dan MoMi bulan-bulan sebelumnya diduga karena ketidak akuratan data yang terkumpul di Dinkes daerah kajian, informasi yang didapat serta laporan dari daerah tidak didapatkan secara konsisten sehingga data tidak lengkap.
5.1 Kesimpulan • Daerah yang bebas dari serangan malaria pada tahun 2004-2008 hanya Kota Metro, dan daerah paling rawan adalah Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Selatan. Tingkat kerawanan wilayah per kabupaten dan per kecamatan paling tinggi di Propinsi Lampung terjadi pada bulan Januari hingga Maret. • Pada kabupaten Lampung Utara kecamatan yang paling rawan yaitu kecamatan Kalianda. Pada Kabupaten Lampung Selatan kecamatan yang paling rawan (sangat rawan) masing-masing yaitu kecamatan Abung Selatan dan Abung timur. • Unsur iklim yang memiliki pengaruh terhadap MoMi adalah ea ( r = 0.28 ; pvalue < 0.05). Meskipun secara linier korelasi CH dengan kasus sangat kecil, tetapi dengan model polinomial CH dapat menjelaskan jumlah kasus dengan lebih baik. • Pada CH, ea dan RH berapapun, peluang untuk mendapatkan kejadian ringan lebih besar daripada peluang untuk mendapatkan kejadian sedang, namun peluangnya akan sama apabila CH, ea dan RH lebih besar atau sama dengan 500 mm (CH), 35 mB (ea) dan 90% (RH). 5.2 Saran • Ketersediaan data jumlah kasus malaria klinis yang terdapat di Departemen Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan daerah harus lengkap yaitu dengan time series data yang panjang dan kelengkapan keberadaan data pada seluruh wilayah di Indonesia baik ditingkat propinsi, kabupaten atau kecamatan. • Hendaknya perhitungan Monthly Malaria Incidence (MoMi) memperhitungkan kerapatan penduduk karena akan mempengaruhi letak daerah rawan. • Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penggunaan data yang lebih lengkap dan dilakukan pada wilayah lainnya di Indonesia.
20
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Lampung Dalam Angka 2007 Lampung in Figures. Lampung. Bruce C. 1993. Essential Malariology, 3rd ed. London : Oxford University Press. : 599 PP. Dahlan S. 2004. Seri Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. PT Arkans Entertainment and Education in harmony : Jakarta. [DEPKES RI] Dinas Kesehatan Republik Indonesi. 2001. Gebrak Malaria. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta. [DEPKES RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Vektor Malaria Di Indonesia. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta. [DINKES RI] Dinas Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Modul Parasitologi Malaria. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta. [DINKES RI] Dinas Kesehatan Republik Indonesi. 2001. Gebrak Malaria. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta. [DINKES Lampung] Dinas Kesehatan 20 Propinsi Lampung. 2006. Slide GMDS : Gerakan Menuju Desa Sehat Propinsi Lampung. [terhubung berkala]. http://dinkeslampung.com/ [ 3 Juli 2009]. Freedman DO. 2008. Malaria Prevention in Short-Term Travelers. The New England Journal of Medicine.. 359: 6. Friarayatini. 2006. Pengaruh Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Malaria Dikabupaten Barito Selatan, Propinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2:121128. Hidayat R dan Gustine M. 2008. Seri Aku Mau Sehat : Malaria si Musuh Dalam selimut. Penerbit: PT. Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Hidayati R. 2008. Pemanfaatan Informasi dan Iklim Dalam Pengembangan Model Peringatan Dinidan Pengendalian Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Indonesia [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Harijanto PN. 2000. Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penaganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Hyde J E. 1990. Molecular Paracitolog. Van Nostrand Reinhold. New York. [IKDAI] Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Ed 1. Balai Penerbit FK UI : Jakarta Kinowardoyo S dan Supalin. 1983. Arti dan Manfaat Ternak untuk Pengendalian Anopheles Aconitus di Jawa Tengh. Makalas dalam Kongres Entomologi.24-26 :1-9. [LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Negara. 2009. Perubahan Iklim di Indonesia. [terhubunga berkala].http://www.iklim.dirgant ara-lapan.or.id [ 10 Nopember 2009]. [Lokatitbang P2B2 Baturaja] Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang . 2008. Indonesia Masih Beresiko Malaria [terhubung berkala]. http://www.litbang.depkes.go.id/l okabaturaja/ [ 29 Agustus 2009]. Marpaung F. 2006. Pemanfaatan SIG (Sistem Informasi Geografi) untuk Mengatahui Pola Penyebaran Malaria Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Praktik Lapang]. Bogor: Fakultas Matematika dann Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Martens P. 1999. Modul LMM [terhubung berkala]. http://www.liv.ac.uk/[ 9 September 2009]. Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung : Informatika. Sari CIN. 2005. Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Penyakit Malaria dan Demam Berdarah Dengue [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
21
Siswanto L dan Made S. 2000. Gambaran Klinik Penderita Malaria yang Dirawat Dibagian Anak RSU Sumbawa. Cermin Dunia Kedokteran.No 126. Sumantri RA dan Djoko TI. 2005 Kajian Keberagaman Genetik Nyamuk Anopheles barbirotris dan A. Vagus di Dua Daerah Endemik Penyakit Malaria di Jawa Barat.Vol 10 No 2. Hal 37 – 44. Styaningrum E. 1999. Identifikasi Jenis dan Perilaku Malaria Di Dusun Selesung Pulau Legundi Padang Cermin Lampung Selatan[Skripsi]. Lampung . Program Sarjana Universitas Lampung. Susanti R. 2004. Defek Eritrosit Sebagai Efek Resisitensi Alami Terhadap Malaria[Tesis]. Bogor. Program Pasca Sarajana Institut Pertanian Bogor. Wakelin D. 1988. Immunity to Parasites: How Animal Control Parasitic Infection. Chapman and Hall. New York. Warman Y. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita Di Kecamatan Tembilahan Inhil [Skripsi]. Riau : Program Sarjana. Riau.
22
Lampiran 1 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Januari batasan sebaran peluang
Lampiran 2 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Februari batasan sebaran peluang
Lampiran 3 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Maret batasan sebaran peluang
Lampiran 4 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan April batasan sebaran peluang
Lampiran 5 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Mei batasan sebaran peluang
Lampiran 6 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan juni batasan sebaran peluang
23
Lampiran 7 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Juli batasan sebaran peluang
Lampiran 8 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Agustus batasan sebaran peluang
Lampiran 9 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan September batasan sebaran peluang
Lampiran 10 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Oktober batasan sebaran peluang
Lampiran 11 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Nopember batasan sebaran peluang
Lampiran 12 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Desember batasan sebaran peluang
24
Lampiran 13 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Januari batasan Depkes
Lampiran 14 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Pebruari batasan Depkes
Lampiran 15 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Maret batasan Depkes
Lampiran 16 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan April batasan Depkes
Lampiran 17 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Mei batasan Depkes
Lampiran 18 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Juni batasan Depkes
25
Lampiran 19 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Juli batasan Depkes
Lampiran 20 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Agustus batasan Depkes
Lampiran 21 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan September batasan Depkes
Lampiran 22 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Oktober batasan Depkes
Lampiran 23 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Nopember batasan Depkes
Lampiran 24 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kabupaten bulan Desember batasan Depkes
26
Lampiran 25 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Januari batasan sebaran peluang
Lampiran 26 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Pebruari batasan sebaran peluang
Lampiran 27 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Maret batasan sebaran peluang
Lampiran 28 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan April batasan sebaran peluang
Lampiran 29 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Mei batasan sebaran peluang
Lampiran 30 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Juni batasan sebaran peluang
l
27
Lampiran 31 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Juli batasan sebaran peluang
Lampiran 32 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Agustus batasan sebaran peluang
Lampiran 33 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan September batasan sebaran peluang
Lampiran 34 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Oktober batasan sebaran peluang
Lampiran 35 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Nopember batasan sebaran peluang
Lampiran 36 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Desember batasan sebaran peluang
28
Lampiran 37 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Januari batasan Depkes
Lampiran 38 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Pebruari batasan Depkes
Lampiran 39 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Maret batasan Depkes
Lampiran 40 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan April batasan Depkes
Lampiran 41 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Mei batasan Depkes
Lampiran 42 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Juni batasan Depkes
29
Lampiran 43 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Juli batasan Depkes
Lampiran 44 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Agustus batasan Depkes
Lampiran 45 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan September batasan Depkes
Lampiran 46 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Oktober batasan Depkes
Lampiran 47 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Nopember batasan Depkes
Lampiran 48 Peta kerawanan endemik malaria wilayah Lampung per Kecamatan bulan Desember batasan Depkes
30
Lampiran 49 Hasil Uji Regresi untuk CH dengan MoMi (a) Tanpa jeda waktu, (b) Jeda waktu 1 bulan dan (c) Jeda waktu 2 bulan sebelum kasus 1.8 y = 0.11x + 0.2054 R2 = 0.1012
1.6 1.4
MoMi
1.2 1
CH dan MoMi
0.8
Linear (CH dan MoMi)
0.6 0.4 0.2 0 2
3
4
5
6
7
CH
(a) 1.6 y = 0.1704x - 0.1322 R2 = 0.1916
1.4 1.2 MoMi
1 CH dan MoMi
0.8
Linear (CH dan MoMi)
0.6 0.4 0.2 0 3
4
5
6
7
CH
(b)
1.6 y = -0.0161x2 + 0.3426x - 0.5854 R2 = 0.2339
1.4 1.2 MoMi
1 CH dan MoMi
0.8
Poly. (CH dan MoMi)
0.6 0.4 0.2 0 3
4
5
6
7
CH
(c)
31
Lampiran 50 Plot Peluang CH (a) Tanpa jeda, (b) Jeda waktu 1 dan (c) Jeda waktu 2 bulan sebelum kasus untuk kejadian ringan dan sedang
Probability Plot of CH1
3-Parameter Loglogistic - 95%CI
99
99
Loc 4.729 Scale 0.5203 Thresh -13.26 N 28 AD 0.178 P-Value *
95 90
99
Loc 5.295 Scale 0.3419 Thresh -27.56 N 27 AD 0.238 P-Value *
95 90
90 80
70 60 50 40 30
70 60 50 40 30
70 60 50 40 30
Percent
80
20
20
20
10
10
10
5
5
5
1
1
1
10
100 CH1 - Threshold
1000
100
Variable CH1 CH2
95
80
Percent
Percent
Plot peluang CH tanpa jeda waktu untuk kejadian Ringan dan Sedang 3-Parameter Loglogistic - 95% CI
Probability Plot of CH2
3-Parameter Loglogistic - 95%CI
1000
Loc 4.729 5.295
10
CH2 - Threshold
S cale Thresh N AD P 0.5203 -13.26 28 0.178 * 0.3419 -27.56 27 0.238 *
100 CH - Thre shold
1000
(a) Probability Plot of CH1
Probability Plot of CH2
3-Parameter Loglogistic - 95%CI
3-Parameter Loglogistic - 95%CI
99
90
99
Loc 4.912 Scale 0.5297 Thresh 61.43 N 26 AD 0.447 P-Value *
95 90
90 80
70 60 50 40 30
70 60 50 40 30
70 60 50 40 30
Percent
80
20
20
20
10
10
10
5
5
5
1
1
1
10
100 CH1 - Threshold
1000
10
100 1000 CH2 - Threshold
Variable CH 1 CH 2
95
80
Percent
Percent
99
Loc 4.682 Scale 0.3790 Thresh -26.73 N 28 AD 0.339 P-Value *
95
Plot peluang dengan jeda waktu n-1 untuk kejadian ringan dan sedang 3-Parameter Loglogistic - 95% CI
10000
Loc Scale Thresh N AD P 4.682 0.3790 -26.73 28 0.339 * 4.912 0.5297 61.43 26 0.447 *
10
100 1000 CH - Threshold
10000
(b)
Probability Plot of CH1
Probability Plot of CH2
3-Parameter Loglogistic - 95%CI 99
Loc 4.640 Scale 0.5174 Thresh -12.06 N 28 AD 0.266 P-Value *
95
99
Loc 5.186 Scale 0.3413 Thresh -10.11 N 25 AD 0.202 P-Value *
95 90
90 80
70 60 50 40 30 20
70 60 50 40 30
70 60 50 40 30
Percent
80
20
20
10
10
10
5
5
5
1
10
100 CH1 - Threshold
1000
1
V ariab le CH1 CH2
95
80
Percent
Percent
90
Plot Peluang CH dengan jeda waktu n-2 pada kejadian Ringan dan sedang 3-Parameter Loglogistic - 95% CI
3-Parameter Loglogistic - 95%CI 99
Loc
Scale
N
AD P
4.640
0.5174
-12.06 28
0.266 *
5.186
0.3413
Thresh
-10.11 25
0.202 *
1
100
1000 CH2 - Threshold
10
100 CH - Thre shold
1000
(c) 32
Lampiran 51 Hasil Uji Regresi untuk ea dengan MoMi (a) Tanpa jeda waktu, (b) Jeda waktu 1 bulan dan (c) Jeda waktu 2 bulan sebelum kasus
1.8 1.6 1.4
MoMi
1.2 1
ea dan MoMi Power (ea dan MoMi)
0.8 0.6 0.4
y = 6E-07x 4.1071 R2 = 0.1496
0.2 0 26
27
28
29
30
31
32
33
Ea
(a)
1.6 1.4 1.2 MoMi
1 Ea dan MoMi
0.8
Poly. (Ea dan MoMi)
0.6 0.4
y = -0.0145x 2 + 0.938x - 14.268 R2 = 0.178
0.2 0 26
27
28
29
30
31
32
33
Ea
(b)
1.6 1.4 1.2 MoMi
1 Ea dan MoMi
0.8
Power (Ea dan MoMi)
0.6 0.4
y = 4E-08x 4.9488 R2 = 0.2204
0.2 0 26
27
28
29
30
31
32
33
Ea
(c)
33
Lampiran 52
Plot Peluang ea (a) Tanpa jeda, (b) Jeda waktu 1 dan (c) Jeda waktu 2 bulan sebelum kasus untuk kejadian ringan dan sedang
Probability Plot of ea 1
Normal - 95%CI
90 80
70
70
Percent
80 60 50 40 30
10
10
5
5
1
1
25 ea 1
30
35
Mean StDev 28.64 29.59
95
N
AD
P
2. 534 30 1. 222 27
1.617 0.342
<0.005 0.468
Variable ea 1 ea 2
90 80 70
30 20
99
29.59 1.222 27 0.342 0.468
60 50 40
20
20
Mean StDev N AD P-Value
95
Percent
90
Percent
99
Mean 28.64 StDev 2.534 N 30 AD 1.617 P-Value <0.005
95
15
Plot peluang Ea tanpa jeda waktu pada kejadian ringan dan sedang Normal - 95% CI
Probability Plot of ea 2
Normal - 95%CI
99
60 50 40 30 20 10 5
25
26
27
28
29 30 ea 2
31
32
33
34
1
15
20
25 Data
30
35
(a)
Probability Plot of ea1 9.121 0.0001188 -9118 30 0.456 *
90
80
80
70 60 50 40 30 20
70 60 50 40 30 20
10
10
5
5
1
1
9145 ea1 - Threshold
9150
Loc Scale Thresh N AD P-Value
95
Percent
Percent
90
99
9155
13985.0 13987.5 13990.0 13992.5
9.546 0.00003934 -13959 26 0.202 *
ea1
99
Percent
95
9140
3-Parameter Loglogistic - 95%CI
3-Parameter Loglogistic - 95%CI Loc Scale Thresh N AD P-Value
9135
Plot peluang Ea dengan jeda waktu n-1 pada kejadian ringan dan sedang
Probability Plot of ea2
3-Parameter Loglogistic - 95% CI 99
95
90
90
80 70 60 50 40 30 20
80 70 60 50 40 30 20
10
10
5
5
1
13985 13986 13987 13988 13989 13990 13991 13992 13993 ea2 - Threshold
ea2
99
95
9135 9140 9145 9150 9155
ea1 Loc Scale Thresh N AD P-Value
9.121 0.0001188 -9118 30 0.456 * ea2
Loc Scale Thresh N AD P-Value
9.546 0.00003934 -13959 26 0.202 *
1
Ea - Threshold
(b)
Probability Plot of ea1
Probability Plot of ea2
3-Parameter Loglogistic - 95% CI 99
Loc Scale Thresh N AD P-Value
95
9.118 0.0001145 -9087 30 0.533 *
3-Parameter Loglogistic - 95%CI Loc Scale Thresh N AD P-Value
95 90
13450 13452 13454 13456
9.507 0.00004218 -13422 25 0.187 *
ea1
99
99
95
95
80
90
90
70 60 50 40 30 20
70 60 50 40 30 20
80 70 60 50 40 30 20
80 70 60 50 40 30 20
10
10
5
5
10
10
5
5
1
1
9105.0 9107.5 9110.0 9112.5 9115.0 9117.5 9120.0 9122.5 ea1 - Threshold
Percent
80
Percent
Percent
90
Plot peluang Ea dengan jeda waktu n-2 pada kejadian ringan dan sedang
3-Parameter Loglogistic - 95%CI 99
13448 13449 13450 13451 13452 13453 13454 13455 13456 ea2 - Threshold
1
ea2
ea1 Loc Scale Thresh N AD P-Value
9.118 0.0001145 -9087 30 0.533 * ea2
Loc Scale Thresh N AD P-Value
9.507 0.00004218 -13422 25 0.187 *
1
9105
9110
9115 9120
Ea - Threshold
(c)
34
Lampiran 53 Hasil Uji Regresi untuk RH dengan MoMi (a) Tanpa jeda waktu, (b) Jeda waktu 1 bulan dan (c) Jeda waktu 2 bulan sebelum kasus
1.8 y = 0.0018x2 - 0.2648x + 10.53 R2 = 0.1193
1.6 1.4
MoMi
1.2 1
RH dan MoMi Poly. (RH dan MoMi)
0.8 0.6 0.4 0.2 0 70
75
80
85
90
95
RH
(a)
1.6 y = 0.0011x 2 - 0.1425x + 5.2269 R2 = 0.1639
1.4 1.2 MoMi
1 RH dan MoMi
0.8
Poly. (RH dan MoMi)
0.6 0.4 0.2 0 70
75
80
85
90
95
RH
(b)
1.6 y = 0.002x 2 - 0.3143x + 12.699 R2 = 0.1042
1.4 1.2 MoMi
1 RH dan MoMi
0.8
Poly. (RH dan MoMi)
0.6 0.4 0.2 0 70
75
80
85
90
95
RH
(c)
35
Lampiran 54 Plot Peluang RH (a) Tanpa jeda, (b) Jeda waktu 1 dan (c) Jeda waktu 2 bulan sebelum kasus untuk kejadian ringan dan sedang
Probability Plot of rh2 Loc Scale Thresh N AD P-Value
95 90
38395 38400 38405 38410 38415
10.56 0.00004687 -38322 27 0.916 *
99
80 70 60 50 40 30 20
10
5
5
1
1
26150
26160
26170 26180 rh1 - Threshold
26190
26200
Percent
90
70 60 50 40 30 20
Percent
80
70 60 50 40 30 20
95 95 90
75
25
5
38395
38400
38405 38410 rh2 - Threshold
38415
38420
rh1
95
80 70 60
75
26150
Loc Scale Thresh N AD P-Value
50 Scale
40 30 20
25
10
10.17 0.0001157 -26097 30 0.524 * rh2
Loc
50 50
10
1
rh2
99
95
80
10
rh1
3.8412E+04
90
3-Parameter Loglogistic - 95%CI
99
10.17 0.0001157 -26097 30 0.524 *
2.6176E+04 2.6179E+04 2.6182E+04 2.6188E+04
95
Percent
Plot peluang RH tanpa jeda waktu pada kejadian ringan dan sedang
3-Parameter Loglogistic - 95% CI Loc Scale Thresh N AD P-Value
3.8405E+04 3.8407E+04 3.8408E+04
Probability Plot of rh1 3-Parameter Loglogistic - 95% CI 99
Thresh N AD P-Value
10.56 0.00004687 -38322 27 0.916 *
5
26175
26200
1
RH- Threshold
(a) 3-Parameter Loglogistic - 95%CI
Loc Scale Thresh N AD P-Value
95 90 80
70 60 50 40 30
70 60 50 40 30
Percent
80
20
20
10
10
5
5
0 91 38
10.57 0.00003848 -38832 26 0.770 *
RH1
99
95
95 95
90
90
80 70 60 50 40 30 20
80
75 70
26240
26250
26260 26270 26280 RH1 - Threshold
26290
10 5
1
26300
38910
38915 38920 RH2 - Threshold
0 92 38
5 92 38 RH1
95 75
60
1
1
5 91 38
RH2
99
Loc Scale Thresh N AD P-Value
50
25
25 Scale
40 30 20
Loc
Thresh N AD P-Value
10 5
10.18 0.0001156 -26195 30 0.473 * RH2
50 50
2.6273E+04 2.6276E+04 2.6280E+04 2.6285E+04
90
10.18 0.0001156 -26195 30 0.473 *
Percent
Loc Scale Thresh N AD P-Value
95
Percent
Plot peluang RHdenganjeda waktun-1 pada kejadianringan dansedang
Probability Plot of RH2
3-Parameter Loglogistic - 95%CI 99
3.8916E+04 3.8918E+04 3.8919E+04 3.8922E+04
Probability Plot of RH1
3-Parameter Loglogistic - 95%CI 99
10.57 0.00003848 -38832 26 0.770 *
1
0 0 0 0 0 25 26 27 28 29 26 26 26 26 26
38925
RH- Threshold
(b) Probability Plot of RH1
Probability Plot of RH2
Weibull - 95%CI
10
90 80 70 60 50 40 30
99
35.26 86.04 25 0.602 0.110
Shape Scale N AD P 90 17.69 83.98 30 0.519 0.191 35.26 86.04 25 0.602 0.110 80 70 60 50 40
20 10
5
3
3
2
2
70 RH1
80
90
100
1
25
10
3
60
50
20
5
50
V ariable RH1 RH2
75
30
5
1
95
2
70
75
80 RH2
85
90
1
50
60
70 RH
82.2592 83.0481 85.1456 85.5469 86.8362 88.7550 89.3561
20
Weibull - 95% CI Shape Scale N AD P-Value
78.2695
90 80 70 60 50 40 30
17.69 83.98 30 0.519 0.191
Percent
Shape Scale N AD P-Value
99
Percent
Percent
Plot peluang RH dengan jeda waktu n-2 pada kejadian ringan da n sedang
Weibull - 95%CI
99
80
90
100
(c)
36
Lampiran 55 Daftar Nomor dan Nama Kecamatan di Propinsi Lampung
37