10 maka model tersebut tidak tepat untuk menggambarkan keadaan sebenarnya. Model dengan nilai P terkecil dinyatakan sebagai model terbaik dan digunakan dalam perhitungan pendugaan umur simpan jagung titi.
32
4. Penentuan fraksi air terikat jagung titi Penentuan fraksi air terikat jagung titi dilakukan untuk membandingkan kadar air kritis hasil eksperimen dengan nilai batas antara fraksi air terikat sekunder dengan fraksi air terikat tersier. Berdasarkan penentuan nilai fraksi air terikat juga ditentukan nilai aw yang setara atau berkeseimbangan dengan nilai fraksi air terikat baik primer, sekunder, maupun tersier. Fraksi air terikat primer (Mp) ditentukan dengan menggunakan bantuan persamaan BET, dimana untuk memperoleh persamaan regresi yang akan digunakan dalam menghitung fraksi air terikat primer, dilakukan plot nilai aw pada sumbu x dan nilai aw/(1-aw)M pada sumbu y untuk ke-3 suhu penyimpanan. Fraksi air terikat sekunder (Ms) ditentukan dengan menggunakan model analisis logaritma Soekarto (1978).
Ms ditentukan dengan cara memplotkan log (1-aw)
terhadap Me yang akan menghasilkan garis patah yang terdiri dari dua garis lurus. Garis petama mewakili ikatan air sekunder, dan garis kedua mewakili ikatan air tersier. Penentuan fraksi air terikat tersier dilakukan dengan menggunakan pendekatan model polynomial ordo 2, dan data yang digunakan dalam perhitungan ini adalah empat nilai kadar air kesetimbangan jagung titi yang disimpan pada aw 0,52-0,84. 5. Pendugaan umur simpan Umur simpan jagung titi ditentukan dengan mensubtitusi data kadar air awal, kadar air kesetimbangan, kadar air kritis, berat kering bahan, luas permukaan kemasan, permeabilitas kemasan, tekanan uap air jenih, dan nilai slope isotermi sorpsi kedalam persamaan Labuza (1982).
Me − Mi ln Me − Mc t= k A Po x Ws b dimana t = umur simpan, Me = kadar air kesetimbangan (%bk), Mi = kadar air awal (%bk),
Mc = kadar air kritis (%bk), Ws = berat kering bahan (g), A = luas
permukaan kemasan (m2), k/x = permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg), Po = tekanan uap air jenuh (mmHg), b = slope kurva sorpsi isothermis. 33
a. Penentuan kadar air kritis jagung titi
Uji organoleptik atau uji inderawi dilakukan untuk menentukan kadar air kritis jagung titi.
Uji ini berupa
uji pertahapan berjenjang (partially
staggered design).
Dimana sejumlah sampel jagung titi tanpa kemasan
disimpan pada ruang terbuka dengan suhu ruangan ±30ºC dan kelembaban relatif ruangan berkisar antara 87-94%. Setiap 2 jam sekali sampel-sampel tersebut
dibandingkan dengan sampel jagung titi yang dipertahankan
kesegarannya
dengan cara disimpan dalam wadah kedap udara, lalu
dilanjutkan dengan pengukuran kadar air dan pengujian tekstur jagung titi. 30 orang panelis tidak terlatih dengan latar belakang pendidikan dan profesi yang beragam diminta untuk membandingkan warna, aroma, rasa, dan tekstur jagung titi tanpa kemasan dan jagung titi segar. Skor penilaian terhadap perbedaan kedua jenis jagung titi tersebut adalah sebagai berikut: skor 1, sedikit ada tanda-tanda kerusakan; skor 2, sangat sedikit adanya tanda-tanda perbedaan antara sampel dengan standar; skor 3, tidak ada sedikitpun perbedaan dengan standar yang masih segar atau sama sekali tidak terdapat adanya tanda-tanda kerusakan; Skor 2 digunakan untuk menentukan bahwa sampel tersebut
sudah pada kondisi kritis, dan telah mencapai kadar air
kritisnya. b. Penentuan permeabilitas kemasan
Dilakukan dengan menggunakan metode standar ASTM-E-96 (American Society for Testing Materials).
Prinsip dasar pengukuran permeabilitas
kemasan ini adalah menghitung berat air yang diserap kemasan yang diamati dalam waktu 1 hari (24 jam). Sel logam (metal cup) dibersihkan dan dikeringkan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Sel lalu diisi dengan CaCl₂, lalu beratnya ditimbang kembali. 3 jenis kemasan jagung titi yaitu LDPE, PP, dan HDPE dipotong dengan ukuran 10×12, lalu dipasang dibagian atas sel.
Sel lalu diseal dengan lilin kedap air, lalu sel disimpan dalam
desikator yang telah diberi larutan NaCl jenuh agar diperoleh RH lingkungan penyimpanan 75%.
Desikator yang berisi sel disimpan dalam inkubator 34
bersuhu 25ºC±1 selama 24 jam. Setelah 24 jam penyimpanan, sel dikeluarkan dari desikator dan ditimbang beratnya, dan perubahan berat sel selama penyimpanan dihitung sebagai berat air (g H₂O) yang diserap kemasan selama penyimpanan.
Data berat air yang diperoleh akan digunakan untuk
menghitung permeabilitas kemasan dengan menggunakan persamaan berikut (Labuza, 1982) : Permeabilitas Kemasan k
dimana x
g H₂O hari area
ketebalan tekanan uap air
ketebalan (mm)
c. Penentuan nilai slope kurva sorpsi isotermi
Arpah (2001) menyatakan bahwa nilai slope kurva isotermi sorpsi (b) ditentukan pada daerah linear.
Yang dimaksud daerah linear untuk
menentukan nilai b diambil antara daerah kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Me) (Labuza, 1982). Titik Mi dan Me akan pada kurva isotermi sorpsi berdasarkan model isotermi yang terpilih akan dihubungkan dengan garis lurus, dan akan menghasilkan persamaan linear y = a + bx. Nilai b pada persamaan linear tersebut adalah nilai slope kurva sorpsi isotermi. 6. Uji Penyimpanan
Pada penelitian tahap ketiga ini dilakukan percobaan penyimpanan jagung titi yang dikemas dengan kemasan LDPE, PP, dan HDPE. Sebanyak 100g jagung titi dikemas masing-masing dengan LDPE, PP, dan HDPE dengan 6 kali ulangan untuk tiap jenis kemasan. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan toples yang berisi larutan Kalium klorida jenuh dengan aw 0.84 dan disimpan pada suhu ruang. Pengamatan dan analisa terhadap jagung titi dilakukan setiap bulan terhadap kadar air, lemak, protein, dan total kapang. Uji inderawi dilakukan pada jagung titi pada umur simpan 5-7 bulan, berupa uji pertahapan berjenjang (partially staggered design). Sebanyak 100g jagung titi dikemas masing-masing dengan LDPE, PP, dan HDPE. Pada bulan ke-5, 6, dan 7 warna dan aroma sampel-sampel tersebut 35
dibandingkan dengan sampel jagung titi segar. 15 orang panelis terlatih dengan latar belakang pendidikan dan profesi yang beragam diminta untuk membandingkan warna dan aroma jagung titi tanpa kemasan dan jagung titi segar. Skor penilaian terhadap perbedaan kedua jenis jagung titi tersebut adalah sebagai berikut: skor 1, sedikit ada tanda-tanda kerusakan; skor 2, sangat sedikit adanya tanda-tanda perbedaan antara sampel dengan standar; skor 3, tidak ada sedikitpun perbedaan dengan standar yang masih segar atau sama sekali tidak terdapat adanya tanda-tanda kerusakan.
D. Metode Analisis
Metode analisis yang delakukan terhadap jagung titi selama pengamatan adalah : 1. Aktivitas air
Aktivitas air jagung titi pada awal penyimpanan dilakukan dengan menggunakan awmeter yang telah dikalibrasi dengan garam NaCl dengan nilai kelembaban relatif 75%.
Jagung titi dimasukkan dalam ruang pada awmeter dan ditutup rapat.
Pembacaan dilakukan saat angka penunjuk pada awmeter tidak berubah. Hal ini ditunjukkan dengan tulisan complete test pada awmeter. 2. Tekstur
Alat yang digunakan dalam pengukuran tekstur adalah Hardness Tester produksi Fujihara Seisakusho, ltd. Prinsip kerja alat ini (gambar 6) adalah menekan jagung titi dengan tingkat ketebalan 1mm hingga patah. Jarum penunjuk skala dengan satuan Kg akan bergerak sesuai dengan berat beban yang dibutuhkan untuk mematahkan jagung titi. Semakin renyah jagung titi, maka berat beban yang dibutuhkan untuk mematahkan jagung titi tersebut semakin kecil, dan sebaliknya, semakin besar berat beban yang dibutukan untuk mematahkan jagung titi, maka nilai kerenyahan jagung titi semakin rendah. Hasil pengukuran kerenyahan jagung titi dengan mengunakan Hardness Tester dinyatakan dalam Kg/1mm.
36
Gambar 6. Hardness Tester 3. Kadar air
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengukur kadar air awal jagung titi yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan metode oven dengan Basis Kering (AOAC, 1995), yaitu dengan cara : cawan bersih kosong dikeringakan dalam oven bersuhu 105ºC selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan ditimbang beratnya (W1). Kedalam cawan Sejumlah 5 gram sampel (W2) ditempatkan dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105ºC selama enam jam sampai mencapai berat konstan. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (W3). Data W1, W2, dan W3 disubtitusikan ke dalam persamaan : % kadar air (basis kering) =
(W 1 + W 2) − W 3 X 100% W 3 − W1
4. Kadar protein
Sampel jagung titi ditimbang sebanyak ±200 mg, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 1.9 ± 0.1 gr K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 3.8 ± 0.1 ml H2SO4. Setelah ditambahkan batu didih maka sampel dididihkan selama 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Tabung beserta sampel didinginkan dengan air dingin. 37
Isi labu dan air bekas pembilasnya dipindahkan ke alat destilasi, dan ditambahkan 10ml larutan NaOH-Na2S2O3. Labu erlenmeyer 125 ml diisi dengan 5 ml larutan asam borat, dan ditambahkan 4 tetes indikator metil merah dan metal biru, kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam baik dalam larutan H3BO4.
Destilasi dihentikan saat terjadi perubahan warna asam borat dari biru
keunguan menjadi hijau.
Cairan hasil destilasi dalam labu erlenmeyer dititrasi
dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan dari warna hijau menjadi warna biru keunguan. Perhitungan jumlah nitrogen (%) dilakukan dengan memasukkan jumlah HCl yang terpakai ke dalam persamaan berikut Jumlah N (%) =
(mlHCl − mlblangko) xNHClx14.07 x100 mgsampel
Sedangkan kadar protein jagung titi dihitung dengan mengalikan jumlah N(%) dengan 6.25 (faktor konversi). 5. Kadar lemak
Labu lemak dikeringkan dalam oven dan kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
5 gram sampel jagung titi dibungkus dengan kertas saring dan
kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak.
Kertas saring beserta isinya
dimasukkan ke dalam ekstrasi soxhlet dan dipasang pada alat kondenser. Pelarut heksan dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Dilakukan refluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C.
Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan
didinginkan dalam desikator, kemudian labu beserta lemak ditimbang lalu dilakukan perhitungan kadar lemak dengan menggunakan persamaan berikut : Kadar lemak =
Beratlemak ( g ) x100% Beratsampel ( g )
6. Kadar abu
Cawan porselein disiapkan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram di 38
dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asam sampai tidak berasap lagi. Hasil pembakaran kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan. Proses pengabuan dilakukan sampai didapat abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Proses pengabuan dilakukan selama 6 jam dengan suhu tanur 600ºC. Sampel beseta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang, lalu dilakukan perhitungan kadar abu jagung titi dengan menggunakan persamaan berikut Kadar abu =
Beratabu( g ) x100% Beratsampel ( g )
7. Penentuan kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat jagung titi dihitung secara by difference yaitu dengan mengurangi 100% kandungan gizi jagung titi dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu. Nilai kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Kadar karbohidrat(%) = 100% − ((% BB ) K .air + % K . protein + % K .lemak + % K .abu )
8. Total Kapang (Fardiaz, 1987)
Penghitungan total kapang dilakukan dengan menggunakan metode tuang pada media PDA (Potato Dextrosa Agar) yang ditambahkan asam tartarat 10%. Sejumlah 1g sampel jagung titi dilarutkan dalam 9 ml larutan pengencer untuk mendapatkan larutan dengan tingkat pengenceran 10-1. Dari larutan dengan tingkat pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml untuk dimasukkan ke dalam tabung yang telah diisi dengan laruran garam fisiologis untuk memperoleh larutan dengan tingkat pengenceran 10-2. Selanjutnya dari masing-masing tabung dipipet 1 ml sampel dan dituangkan ke dalam cawan petri steril.
Ke dalam cawan-cawan petri tersebut
dituangkan 15 ml media APDA, lalu digoyang cawannya agar sampel jagung titi tercampur homogeny dengan media APDA. Bila media APDA telah membeku, cawan-cawan disimpan dalam incubator bersuhu 37°C dan disimpan selama 48jam.
39
E. Bagan Alir Penelitian
Secara singkat, alur eksperimen penenentuan umur simpan jagung titi berdasarkan model sorpsi isotermi disajikan dalam bagan alir penelitian berikut ini.
Penentuan karakteristik awal jagung titi
Kurva Isotermi Sorpsi Air
Penentuan nilai slope kurva isotermi sorpsi dan berat kering jagung titi
Penentuan KAK jagung titi
Pendugaan umur simpan jagung titi
Uji Ketetapan Model Isotermi Sorpsi dan fraksi air terikat
Penentuan kadar air kritis, permeabilitas kemasan, dan luas kemasan
Validasi umur simpan jagung titi
Gambar 7. Bagan alir penelitian.
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Awal Jagung Titi Jagung titi merupakan produk pangan kering yang dibuat degan cara menyangrai jagung pipil selama 10 menit dalam wajan tanah liat,
lalu dipipihkan dengan
menggunkan dua buah batu. Ciri khas jagung titi adalah bentuknya pipih menyerupai emping dengan ketebalan ±1mm dan diameter ±2cm, berwarna putih dengan permukaan yang tidak rata, kering, agak renyah, mudah dipatahkan, dengan bau khas jagung titi atau baunya mendekati bau pop corn, dan bila dipatahkan penampang potongannya berwarna putih dan padat tanpa rongga. 1. Kadar air jagung titi Penentuan kadar air bahan pangan adalah langkah awal yang harus dilakukan dalam menentukan umur simpan. Dalam penelitian ini, penetuan kadar air awal jagung titi dilakukan dengan analisis proksimat. Berdasarkan hasil analisis proksimat, kadar air awal jagung titi adalah 3.32%bk. Kadar air jagung titi lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air jagung kuning kering panen (24%), dan jagung kering giling 72.4% (Rukmana, 2005). Sholehuddin (2005), melaporkan bahwa kadar air snack mie jagung dan mie instan jagung berturut-turut adalah 2.57% dan 5.89%, sedangkan Limonu (2008) menyatakan bahwa kadar air jagung muda instan pulut 10%, jagung muda instan motor 10.40%, dan jagung instan manis adalah 8.18%. Perbedaan kadar air antara jagung titi dengan jagung kering dan produk olahan jagung lainnya dikarenakan adanya perbedaan proses pembuatan dan proses pengeringan yang berbeda. Bila jagung kuning kering panen diangin-anginkan dan dijemur setelah dipipil, maka mie insatan jagung dikeringkan dengan menggunakan oven bersuhu 60-70°C selama 1-2 jam. Snack mie jagung dikeringkan melalui proses penggorengan yang menggunakan minyak goreng dengan suhu 160-180°C selama 25 detik.
Jagung muda instan dibekukan lalu
dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 65°C selama 6-7 jam. Sedangkan jagung titi
dikeringkan dengan menggunakan wajan dan disangrai dengan suhu ± 90-100°C selama 10-15 menit, lalu dipipihkan.
2. Kadar protein jagung titi Berdasarkan hasil analisis proksimat, kadar protein jagung titi adalah 9.85%. Kadar protein jagung titi lebih tinggi bila dibandingkan dengan jagung kuning kering panen (7.9%), dan jagung kuning kering giling (8.7%), (Rukmana, 2005). Sama seperti kadar air, perbedaan kadar protein antara jagung titi dengan produk jagung yang lain juga disebabkan oleh adanya perbedaan proses pembuatan produk-produk tersebut.
Kadar protein jagung titi lebih tinggi disebabkan oleh dalam proses
pembuatannya jagung titi tidak melalui proses perendaman dan penggilingan. Limonu (2008) melaporkan bahwa kadar protein jagung muda instan varietas pulut 11.84%, motor 12.20, dan manis 13.00.
Selain perbedaan proses pembuatan,
perbedaan kandungan protein antara jagung titi dan jagung muda instan dikarenakan adanya perbedaan umur panen. Kadar protein beras jagung yang dilaporkan Supriadi (2004) tdak terlalu berbeda dengan kadar protein jagung titi, dimana kadar protein beras jagung mentah varietas motor adalah 9.6%, dan varietas pulut adalah 10 %. Sedangkan kadar protein beras jagung instan varietas motor adalah 11%, dan varietas pulut 10.5%. Selain pengaruh proses pembuatan, tingginya kadar protein jagung kemungkinan disebabkan oleh penurunan kadar air, abu, dan lemak. 3. Kadar abu jagung titi Abu atau mineral jagung sebagian besar terdapat pada lembaga.
Hal ini
kemungkingan karena mineral tersebut diperlukan untuk pertumbuhan embrio. Kadar abu jagung titi adalah 0.64%, sedangkan kadar abu beras jagung mentah varietas motor dan pulut, serta beras jagung instan varietas motor dan pulut yang dilaporkan Supriadi (2004) berturut-turut adalah 0.5%, 0.45%, 0.2%, dan 0.27%. Dalam proses pembuatan jagung titi, proses sangrai dan pemipihan butiran jagung tidak menyebabkan lembaga jagung terlepas dari bijinya, sehingga tidak terlalu banyak mineral yang hilang dalam proses pembuatan tersebut. Sedangkan dalam proses 42
pembuatan beras jagung mentah dan instan, biji jagung digiling sehingga bukan hanya lembaga jagung yang lepas dari bijinya, perikarp dan cip cap juga turut lepas, yang menyebabkan turunnya kandungan mineral beras jagung mentah dan instan. 4. Kadar lemak jagung titi Jagung titi mengandung 2.11% lemak. Kadar lemak jagung titi lebih rendah dari kadar lemak jagung kuningkering panen (3.4%), dan jagung kuning kering giling 4.5%. Selain proses pemanasan, proses pemipihan juga ikut mempengaruhi kadar lemak jagung titi.
Hal ini disebabkan oleh kadar lemak pada jagung banyak
tersimpan pada lembaga.
Dalam proses pemipihan, lembaga jagung ikut rusak,
sehingga diduga sebagian kecil lemak yag tersimpan dalam lembaga juga ikut hilang. Kadar lemak jagung titi lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar lemak beras jagung mentah dan instan yang dilaporkan Supriadi (2004). Kadar lemak beras jagung mentah varietas motor dan pulut adalah 0.6, beras jagung instan varietas motor 0.36% dan pulut 0.4%. Perbedaan ini disebabkan oleh dalam proses pengolahan beras jagung, jagung digiling dengan alat multi mill, yang menyebabkan lembaga terlepas dari susunan biji jagung, yang beraskibat pada penurunan kandungan lemak beras jagung. 5. Kadar karbohidrat jagung titi Karbohidrat by difference adalah jumlah dari unavailable carbohydrate (pentosa, pektin, hemiselulosa, dan selulosa), available carbohydrate (dekstrin, pektin, pati, dan gula) dan non carbohydrate (asam organik dan serat kasar).
Karbohidrat dalam
jagung titi sama dengan jenis karbohidrat dalam tepung jagung, dimana karbohidrat terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana dan pati. Semakin manis rasa jagung atau tepung, maka semakin tinggi pula kadar karbohidrat dan kandungan patinya semakin rendah. Berdasarkan hasil analisis, kadar karbohidrat jagung titi adalah sebesar 84.21%.
43
B. Kadar Air Kesetimbangan Jagung Titi Kurva isotermi sorpsi merupakan kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air bahan pangan dengan aktivits air (aw) pada suhu tertentu. Istilah sorpsi dipakai untuk penggabungan air ke dalam bahan pangan, apabila proses dimulai dengan bahan kering disebut adsorpsi sedangkan jika dimulai dari bahan basah disebut desorpsi. Jagung titi adalah produk yang berkadar air rendah, maka eksperimen ini dilakukan dengan menggunakan proses adsorpsi. Kurva isotermi sorpsi jagung titi yang diperoleh dari hasil eksperimen, berbentuk sigmoid, dan disajikan pada gambar 8.
0.25 25°C
0.2 KAK (%BK)
30°C
0.15
35°C
0.1 0.05 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktivitas Air
Gambar 8. Kurva sorpsi isotermi jagung titi Berdasarkan kurva isotermi sorpsi pada gambar 7, terlihat bahwa kadar air kesetimbangan jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C lebih tinggi dari kadar air kesetimbangan jagung titi yang disimpan pada suhu 30°C dan pada suhu 35°C. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Al-Muhtaseb et al. (2004), dimana terjadi korelasi negatif antara kadar air kesetimbangan tepung kentang dan peningkatan suhu penyimpanan. Penurunan
kadar air kesetimbangan jagung titi
karena
peningkatan suhu
penyimpanan, berhubungan dengan kelembaban udara ruang penyimpanan. Peningkatan suhu menyebabkan menurunnya kelembaban, sehingga jumlah air yang diserap oleh bahan juga lebih sedikit bila dibanding dengan bahan yang disimpan pada suhu yang 44
lebih rendah. Mazza dan LeMaguer dalam Al-Muhtaseb et al. (2004) menyatakan bahwa Trend korelasi ini mungkin disebabkan oleh terjadinya reduksi jumlah total komponen bahan makanan yang aktif mengikat air, seperti kelompok ionik dan kelompok karboxyl, sebagai akibat perubahan fisik dan atau kimia dalam produk yang disebabkan oleh temperatur. Sedangkan Palipane dan Driscoll (1992) mengatakan bahwa pada saat terjadi peningkatan suhu, molekul air menjadi lebih aktif karena level energinya yang semakin tinggi, menyebabkan molekul air tersebut menjadi kurang stabil dan terputus dari rantai air yang terkandung dalam bahan makanan, kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar air kesetimbangan. Pada berbagai tingkatan suhu, keaktifan molekul, jarak antar molekul, dan daya tarik antar molekul bervariasi. Hal ini menyebabkan jumlah penyerapan air juga berubah, seiring dengan perubahan suhu dan kelembaban relatif yang diberikan (Mohsenin 1986 dalam Muhtaseb et al., 2004). Selanjutnya, dikatakan bahwa perubahan suhu telah diamati mempunyai pengaruh besar pada reaksi kimia dan mikrobial, yang menyebabkan penurunan kualitas, dan peningkatan temperatur menyebabkan peningkatan aktivitas air, dimana pada kandungan air yang sama terjadi peningkatan laju reaksi yang memicu kerusakan bahan makanan. Bila korelasi negatif terjadi antara kadar air kesetimbangan dan suhu penyimpanan jagung titi, maka hal sebaliknya berlaku pada kadar air kestimbangan dan aktivitas air ruang penyimpanan. Bila dibandingan dengan pengaruh peningkatan suhu, peningkatan aw ruang penyimpanan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan kadar air kesetimbangan jagung titi.
Pada Gambar 8, mengindikasikan pada suhu
penyimpanan yang tetap meningkatnya kadar air kesetimbangan disebabkan oleh peniungkatan aw pada trend sigmoid.
Hal ini disebabkan oleh jumlah air bebas yang
tersedia dalam setiap ruang. Semakin tinggi nilai aw, maka semakin banyak pula air bebas yang tesedia dalam ruang tersebut, dan kondisi ini mempengaruhi jumlah air yang dapat bermigrasi ke sampel jagung titi, yang berakibat pada korelasi positif antara kadar air kesetimbangan jagung titi dengan peningkatan aktivitas air ruang penyimpanan.
C. Model Matematis Isotermi Sorpsi Model persamaan isotermi sorpsi yang dicoba dalam penelitian ini adalah model persamaan BET, Caurie, Chen Clayton, Halsey, Henderson, dan Oswin. Pertimbangan 45
pemilihan model-model tersebut adalah karena model-model persamaan tersebut telah banyak digunakan atau dicoba pada penelitian-penelitian sebelumnya dan dapat menggambarkan siotermi sorpsi pada selang kelembaban relatif tertentu untuk bahan hasil pertanian.
Selain itu, model-model persamaan tersebut mempunyai parameter
kurang atau sama dengan tiga sehingga sesuai dengan pernyataan Labuza (1968) bahwa jika tujuan penggunaan kurva isotermi sorpsi tersebut untuk mendapat kemulusan kurva yang tinggi, maka lebih cocok menggunakan model-model persamaan yang sederhana, dan lebih sedikit jumlah parameternya.
Persamaan Henderson digunakan untuk
memprediksi kadar air produk serealia dan biji-bijian pada daerah kelembaban relatif luas (Labuza, 1968).
Persamaan Oswin dapat menggambarkan kurva sigmoidal untuk
menjelaskan sorpsi isotermi bahan pangan pada kelembaban relatif 0 sampai 80%, sedangkan persamaan Caurie digunakan untuk menggambarkan isotermi sorpsi sebagian besar bahan pangan pada selang kelembaban 0 sampai 85%. Selanjutnya model-model persamaan matematis yang digunakan dimodifikasi bentuknya dari persamaan non linier menjadi persamaan linier sehingga dapat mempermudah
perhitungan
tetapan
nilai-nilai
konstanta
dari
tiap
persamaan.
Perhitungan nilai-nilai konstanta dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, dimana Walpole (1990) mengatakan bahwa dengan metode kuadrat terkecil dapat dipilih suatu garis regresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar. Persamaan-persamaan isotermi sorpsi dan nilai konstanta dari model-model BET, Caurie, Chen Clayton, Halsey, Henderson, dan Oswin untuk jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C, 30°C, dan 35°C, bersamaan dengan nilai modulus deviasi (P) dapat dilihat pada gambar 8-16. 1. Model BET Model BET gagal untuk mendeskripsikan data percobaan dengan pada ketiga tingkatan suhu penyimpanan.
Nilai P untuk model BET berkisar antara 37.73-
53.59%. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini sama dengan yang dilaporkan oleh Al-Muhtaseb (2004), dimana model BET gagal meneskripsikan sorpsi isotermi tepung kentang yang berkadar amilose tinggi dan juga terjadi pada tepung kentang yang berkadar amilopektin tinggi yang disimpan pada suhu 30, 45, dan 60°C, dengan nilai P rata-rata di atas 20%. 46
aw/(1-aw)Me = -2.4031 + 25.0358aw
30
Model BET suhu 25°C
25 KAK (%bk)
20
(a)
15 10
P = 53.59
5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
(b)
KAK (%bk)
Aktivitas air 30
aw/(1-aw)Me = -2.9088 + 28.9071aw
25
Model BET suhu 30°C
20 15 10
P = 45.12
5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktivitas air
25
aw/(1-aw)Me = -3.4336 + 34.2640aw
(b)
KAK (%bk)
20
Model BET suhu 35°C
15 10 5
P = 37.73
0 0
0.2
0.4 0.6 Aktivitas air
0.8
1
Gambar 9. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model BET pada jagung titi yang disimpan pada suhu a) 25°C, b) 30°C, dan c) 35°C 47
Model BET sangat baik digunakan untuk pendugaan jumlah air terikat dalam sistem pangan kering dan daerah prediksinya terbatas pada aw dibawah 0.5. Siripatrawan dan Jantawat (2005) menyatakan bahwa model BET sangat baik dalam mempresentasikan data kadar air kesetimbangan sereal beras pada kisaran aktivitas air kurang dari 0.60. Model BET dalam eksperimen ini digunakan untuk memprediksi KAK jagung titi
pada selang
aw 0.069-0.84, sehingga KAK jagung titi yang
diprediksi dengan model BET tidak akurat. 2. Model Caurie Dalam kisaran aktivitas air 0.069 < Aw < 0.84, model Caurie menunjukkan hasil yang tidak terlalu baik dalam mendeskripsikan data percobaan pada semua suhu penyimpanan, dengan nilai Mean Relative Percentage Deviation Moduli (P) berkisar antara 10.22%-15.13%, dengan nilai rata-rata 13.25%. Perbandingan antara kurva sorpsi isotermi jagung titi hasil percobaan pada ketiga tingkatan suhu penyimpanan dengan model Caurie
dan persamaan linear kurva sorpsi isotermi jagung titi
berdasarkan hasil perhitungan dengan model Caurie beserta nilai modulus deviasi (P) dapat dilihat gambar 10. Bila dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan Sholehuddin (2005), hasil yang diperoleh dari penelitian ini lebih baik. Sholehuddin mengaplikasikan model Caurie untuk mendeskripsikan kadar air kesetimbangan mie instan jagung dan snack mie jagung, dan menyimpulkan bahwa model Caurie tidak dapat menggambarkan kadar air kesetimbangan produk mie dengan tepat, dimana nilai P sebesar 236.10% untuk mie instan jagung, dan 13.22% untuk snack mie instan jagung. Hossain et al. (2002) menjabarkan hasil eksperimannya yang menunjukkam bahwa model Caurie sangat baik dalam mendeskripsikan sifat isotermi susu tradisional india. Model Caurie juga sangat baik dalam mendeskripsikan kadar air kesetimbangan sandesh (susu manis indian) pada kisaran aw 0.11-0,97 (Sahu dan Jha, 2008).
48
30
lnMe = -3 2534 + 2 3198aw
25
Model Caurie suhu 25°C
KAK (%BK)
20
(a)
15 10 5
P = 15.13
0 0
25
KAK (%BK)
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
lnMe = -3.3418 + 2.2456aw Model Caurie suhu 30°C
20
(b)
0.2
15 10 5
P = 14.40 0 0
20
KAK (%BK)
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
lnMe = -3.4231 + 2.0732aw Model Caurie suhu 35°C
15
(c)
0.2
10 5
P = 10.22
0 0
0.2
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
Gambar 10. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model Caurie pada jagung titi yang disimpan pada suhu (a) 25°C, (b) 30°C, dan (c) 35°C
49
Diamante et al. (2004) menjabarkan bahwa model Caurie sangat baik dalam manggambarkan data sorpsi manisan mangga kering yang disimpan pada suhu 2545°C. Berdasarkan penjabaran kemampauan model Caurie dalam mendeskripsikan sifat isotermi sorpsi jagung titi, snack mi instan jagung, susu manis, dan manisan mangga kering, dapat dikatakan bahwa model Caurie gagal mendeskripsikan data kadar air kritis jagung titi karena model Caurie hanya cocok untuk diterapkan pada produk pangan yang berkadar gula tinggi. 3. Model Chen Clayton Perbandingan antara kurva sorpsi isotermi jagung titi hasil percobaan pada ketiga tingkatan suhu penyimpanan dengan model Chen Clayton serta persamaan linear kurva sorpsi isotermi jagung titi berdasarkan hasil perhitungan dengan model Chen Clayton beserta nilai modulus deviasi (P) dapat dilihat pada gambar 11 dan 12. Dengan nilai P berkisar 9.19% hingga 9.27%, mengindikasikan bahwa model Chen Clayton cukup baik dalam mendeskripsikan data percobaan jagung titi pada seluruh tingkatan aktivitas air dan suhu penyimpanan.
Mok dan Hettiarachchy (2006)
melaporkan bahwa model Chen Clayton sangat baik dalam medeskripsikan data sorpsi biji bunga matahari dan produk olahannya. ln(ln(1/aw)) = 1.4378 – 13.6307Me Model Chen Clayton suhu 25°C
25
KAK (%BK)
20 15 10 5
P = 9.19
0 0
0.2
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
Gambar 11. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model Chen Clayton pada jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C
50
ln(ln(1/aw)) = 1.4782 – 15.8820Me
25
Model Chen Clayton suhu 30°C
(a)
KAK (%BK)
20 15 10 5
P = 8.91
0 0 20
0.2
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
ln(ln(1/aw)) = 1.5090 – 19.2381Me Model Chen Clayton suhu 35°C
(b)
KAK (%BK)
15 10 5
P = 9.19 0 0
0.2
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
Gambar 12. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model Chen Clayton pada jagung titi yang disimpan pada suhu (a) 30°C dan (b) 35°C
4. Model Halsey Model Halsey tidak terlalu baik dalam mempresentasikan data percobaan, dengan nilai P rata-rata 17.63%.
Wang dan Brennan (1991) serta Al-Muhtaseb (2004)
melaporkan bahwa model Halsey tidak cocok untuk mempersentasikan sorpsi isotermi tepung kentang, dengan niali P berturut-turut adalah 70.4% dan 51.3%. Jagung titi adalah bahan makanan bertepung dengan kandungan karbohidrat yang tinggi, hampir sama dengan kentang, sehingga model Hasley juga gagal 51
mempresentasikan data percobaan sorpsi isotermi jagung titi. Hal ini didukung oleh Wang dan Brennan (1991) serta Menkov (2000) melaporkan bahwa model Halsey gagal untuk mendeskripsikan sorpsi isotermi kentang dan biji lentil berturut-turut. Selain itu, Sholehuddin (2005) juga melaporkan kegagalan model Halsey dalam menggambarkan kadar air kesetimbangan mie jagun instan, dengan nilai P sebesar 52.80%. Namun Model Halsey juga sangat baik dalam mendeskripsikan kadar air kesetimbangan jagung DGGS (distillers dried grains with solubles) (Kingsly dan Ileleji, 2009).
40
log(ln(1/aw)) = -1.3821 – 1.3137logMe
35
Model Halsey suhu 25°C
(a)
KAK (%BK)
30 25 20 15 10
P = 19.71
5 0 0
0.2
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
log(ln(1/aw)) = -1.4990 – 1.3605logMe
25
Model Halsey suhu 30°C
KAK (%BK)
30
1
20
(b)
15 10 5
P = 18.83
0 0
0.2
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
Gambar 13. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model Halsey pada jagung titi yang disimpan pada suhu a) 25°C dan b) 30°C
52
log(ln(1/aw)) = -1.7771 – 1.5299logMe
25
Model Halsey suhu 35°C
KAK (%BK)
20 15 10 5
P = 14.33
0 0
0.2
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
Gambar 14. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model Halsey pada jagung titi yang disimpan pada suhu 35°C
5. Model Henderson Bila dibandingkan dengan model Chen Clayton, nilai rata-rata P model Henderson untuk ketiga suhu penyimpanan lebih rendah, yaitu 8.37%.
Ini
menunjukkan bahwa model Henderson adalah model yang terbaik dalam mendeskripsikan data kadar air kesetimbangan jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C, 30°C, dan 35°C.
Sholehuddin (2005) juga melaporkan bahwa model
Henderson dapat merepresentasikan sorpsi isotermi snack mie jagung, dengan nilai P sebesar 8.69%. Tetapi, hasil yang berbeda dilaporkan oleh Al-Muhtaseb (2004), dimana model Henderson gagal dalam merepresentasikan sorpsi isotermi tepung kentang.
Sholehuddin (2005) dan Sianipar (2008) juga melaporkan bahwa model
Henderson sangat buruk dalam mendeskripsikan sorpsi isotermi mie jagung instan dengan nilai P 100.28% dan bumbu instan binthe biluhuta dengan nilai P 66.54%, berturut-turut. Persamaan linear model Henderson dan nilai modulus deviasi (P) serta perbandingan antara kurva sorpsi isotermi jagung titi hasil percobaan pada ketiga tingkatan suhu penyimpanan dengan model Henderson dapat dilihat pada gambar 15.
53
30
log(ln(1/(1-aw))) = 1.2830 + 1.6473logMe
25
Model Henderson suhu 25°C
KAK (%bk)
20
(a)
15 10 5
P = 8.72
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktivitas air
log(ln(1/(1-aw))) = 1.4252 + 1.7017logMe
25
Model Henderson suhu 30°C
(b)
KAK (%bk)
20 15 10 5
P = 8.48
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktvitas air 20
log(ln(1/(1-aw))) = 1.7064 + 1.8530logMe Model Henderson suhu 35°C
(c)
KAK (%bk)
15 10 5
P = 7.92 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Aktvitas air
Gambar 15. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan Model Henderson pada jagung titi yang disimpan pada suhu (a) 25°C, (b) 30°C, dan (c) 35°C
54
Model Henderson adalah salah satu model yang dapat mendeskripsikan karakteristik air dari produk pertanian yang bersifat higroskopis, dimana model ini banyak diterapkan pada biji-bijian (Chirife dan Iglesias, 1978).
Jagung titi walaupun dalam proses
pembuatannya mengalami proses pemanasan dan pemipihan, namun tidak merubah komposisi fisik butiran jagung, dimana lapisan perikarp, endosperm, dan lembaga jagung tidak dihilangkan. Oleh karena itu, model Henderson dapat mendeskripsikan kadar air kesetimbangan lebih baik bila dibandingkan dengan model lainnya. Corzo dan Fuentez (2004) menyatakan bahwa model Henderson cukup baik dalam mendeskripsikan kadar air kesetimbangan pigeon pea dan kacang lima dengan niali deviasi sebesar 7, 3, 2, dan 3% berturut-turut untuk suhu penyimpanan 18, 28, 38, dan 48°C. Model Henderson juga cukup baik dalam mendeskripsikan data bibit jagung hibrid 647 (Soleimani et al., 2006) dengan nilai deviasi sebesar 8%.
Kadar air kesetimbangan tepung jagung dapat
dideskripsikan cukup baik oleh model Henderson pada suhu penyimpanan 30, 45,da 60°C (Peng et al., 2009). 6. Model Oswin Pada ketiga tingkatan suhu penyimpanan, model Oswin tidak terlalu baik mendeskripsikan data percobaan dengan niali P berkisar antara 12.49-12.86%. Tetapi hasil yang diperoleh dari percobaan ini lebih baik dari yang dilaporkan oleh AlMuhtaseb (2004), dimana model Oswin mendeskripsikan data kadar air kesetimbangan tepung kentang dengan nilai P diatas 20%. Model Oswin juga kurang baik dalam mempresentasikan kadar air kesetimbangan tepung jagung dengan nilai deviasi sebesar 27, 31, dan 39 untuk suhu penyipanan 30, 45, dan 60°C berturut-turut. Namun Soleimani et al., (2006) menjabarkan hasil eksperimennya yang menunjukkan bahwa model Oswin sangat baik dalam mendeskripsikan kadar air kesetimbangan bibit jagung hibrida 647 dengan nilai P sebesar 4%.
55
ln Me = -2.0808 + 0.4501ln(aw/(1-aw)) Model Oswin suhu 25°C
30 25
(a)
KAK (%BK)
20 15 10 5
P = 12.49
0 0
0.2
25
KAK (%BK)
0.8
1
ln Me = -2 2067 + 0 4356ln(aw/(1-aw)) Model Oswin suhu 30°C
20
(b)
0.4 0.6 Aktivitas Air
15 10 5
P = 11.94
0 0
0.2
20
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
ln Me = -2.3776 + 0.3958ln(aw/(1-aw)) Model Oswin suhu 35°C
(c)
KAK (%BK)
15 10 5
P = 9.76 0 0
0.2
0.4 0.6 Aktivitas Air
0.8
1
Gambar 16. Perbandingan data percobaan dan data prediksi KAK menggunakan model Oswin pada jagung titi yang disimpan pada suhu a) 25°C, b) 30°C, dan c) 35°C
56
D. Fraksi Air Terikat Jagung Titi Dalam bahan pangan, fraksi air terikat dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu fraksi air terikat primer, fraksi air terikat sekunder, dan fraksi air terikat tersier. Penentuan fraksi air terikat primer, sekunder, dan tersier berdasarkan kurva sorpsi isotermi bertujuan untuk mengetahui batas-batas daerah setiap fraksi air yang terikat. Batas-batas fraksi air terikat atau daerah air terikat berkaitan dengan daerah penyimpanan teraman produk pangan. Ada dua titik kritis dalam fraksi terikat jagung titi. Titik pertama yaitu batas fraksi air terikat primer yaitu titik peralihan dari air ikatan primer ke air ikatan sekunder dan titik kedua adalah batas fraksi air terikat sekunder yaitu titik peralihan dari air ikatan sekunder ke air tersier. 1. Fraksi air terikat primer Daerah air terikat primer atau daerah monolayer merupakan daerah air terikat yang sangat kuat, dengan entalpi penguapan yang lebih besar dari entalpi penguapan air murni. Air yang ada pada daerah ini, tidak dapat digunakan sebagai pelarut (Aguilera dan Stanley, 1999).
Penentuan fraksi air terikat primer (Mp) pada
percobaan ini, dilakukan dengan menggunakan bantuan persamaan BET (Brunaeur, Emmet, dan Teller). Persamaan regresi yang diperoleh dari plot nilai aw pada sumbu x dan nilai aw/(1-aw)Mw pada sumbu y untuk suhu 25, 30, dan 35°C, dapat dilihat pada tabel 5, dan hasil grafik hasil plot dapat dilihat pada gambar 17. Persamaan linier yang diperoleh dari hasil plot nilai aw pada sumbu x dan nilai aw/(1-aw)Mw pada sumbu y pada ke tiga tingkatan suhu penyimpanan seperti yang tertera pada tabel di bawah ini, dapat digunakan untuk menentukan nilai fraksi air terikat primer.
Bila nilai a disubtitusi menjadi 1/MpC dan nilai b menjadi (C-
1)/MpC, maka diperoleh nilai fraksi air terikat primer jagung titi seperti yang tertera pada tabel 5.
57
0.1
y = 0.169x + 0.014 R² = 0.847
aw/(1‐aw)Me
0.08 0.06
a)
0.04 0.02 0
0
0.1
0.2 aw 0.3
0.4
0.5
0.1 y = 0.185x + 0.014 R² = 0.921
b)
aw/(1‐aw)Me
0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.3
0.4
0.5
aw
0.14 y = 0.293x + 0.006 R² = 0.987
c)
aw/(1‐aw)Me
0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
0.1
0.2
0.5
aw
Gambar 17. Penentuan kadar air terikat primer jagung titi yang disimpan pada suhu (a) 25°C, (b) 30°C, dan (c) 35°C
58
Tabel 5. Persamaan regresi dan fraksi air terikat primer jagung titi Suhu
Persamaan
Fraksi Air Terikat Primer
25°C
Y = 0.014 + 0.169x
5.46%bk
30°C
Y = 0.014 + 0.185x
5.03%bk
35°C
Y = 0.006 + 0.293x
3.35%bk
Berdasarkan tabel 5, nilai fraksi air terikat primer semakin meningkat dengan menurunnya suhu penyimpanan. Nilai batas fraksi air terikat primer jagung titi yang disimpan pada suhu 25 dan 30°C tidak terlalu berbeda dengan yang dilaporkan Adawiyah (2006) dimana nilai Mp pati tapioka pada suhu ruang adalah 5.94%. 2. Fraksi air terikat sekunder Fraksi air terikat sekunder diabsorpsi di dekat atau di atas air terkat primer, dan dapat digunakan sebagai pelarut dan pereaksi (Aguilera dan Stanley, 1999). Selanjutnya dikatakan bahwa air terikat sekunder menunjukkan fraksi air yang terikat kurang kuat bila dibandingkan dengan air terikat primer. Soekarto (1978) menyatakan bahwa penentuan kapasitas air terikat sekunder (Ms) dapat dilakukan dengan menggunakan model analisis logaritma.
Penentuan Ms
dilakukan dengan memplotkan Log(1-Aw) terhadap Kadar Air Kesetimbangan, yang akan menghasilkan garis patah yang terdiri dari dua garis lurus. Garis pertama mewakili ikatan air sekunder, dan garis lurus kedua mewakili ikatan air tersier, dan diangap sebagai batas atas untuk fraksi air terikat sekunder. Kedua garis lurus yang merupakan batas fraksi air terikat sekunder dan fraksi air terikat tersier tersebut ditentukan dengan persamaan regresi linier, dimana garis lurus pertama diwakili oleh Log (1-Aw) = b1(M) + a1, sedangkan garis lurus kedua diwakili oleh Log (1-Aw) = b2(M) + a2. Dengan demikian, nilai titik perpotongan kedua garis tersebut merupakan nilai fraksi air terikat sekunder (Ms), yang diwakili oleh persamaan b1(Ms) + a1 = b2(Ms) + a2. 59
1 0.8
log(1‐aw)
0.6 0.4y = 0.032x ‐ 0.058 R² = 0.873 0.2
y = 0.068x ‐ 0.715
0 ‐0.2 0
5
10
15
20
25
‐0.4 ‐0.6
KAK (%bk)
Gambar 18. Nilai fraksi air terikat sekunder jagung titi pada suhu 25°C Gambar 18-20 menunjukkan kurva plot antara log(1-aw) dengan kadar air kesetimbangan dari jagung titi yang disimpan pada suhu 25, 30, dan 35°C. Nilai batas fraksi air terikat sekunder jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C adalah 18.25%bk (gambar 18). Persamaan regresi pertama untuk daerah KAK 3-9%bk adalah y = -0.058 + 0.032x atau log(1-aw) = -0.058 + 0.032x, dan persamaan regresi kedua yaitu yang terletak pada daerah KAK 14-21%bk adalah log(1-aw) = -0.715 + 0.068x. y = 0.073x ‐ 0.615 R² = 0.995
1 0.8
log(1‐aw)
0.6 0.4
y = 0,030x ‐ 0,015
0.2 0 ‐0.2 0
5
10
15
20
25
‐0.4 ‐0.6
KAK(%bk)
Gambar 19. Nilai fraksi air terikat sekunder jagung titi pada suhu 30°C
60
Pada suhu 30°C, nilai batas fraksi terikat sekunder jagung titi adalah 13.95%bk, dimana air terikat sekunder jagung titi yang disimpan pada suhu 30°C berada pada wilayah garis linier log(1-aw) = -0.015 + 0.030x, air terikat tersier berada pada wilayah garis linier log(1-aw) = -0.615 + 0.073x. 1
y = 0.083x ‐ 0.665 R² = 0.998
0.8
log(1‐aw)
0.6 0.4
y = 0.035x ‐ 0.040 R² = 0.847
0.2 0 ‐0.2 0
5
10
15
20
‐0.4 ‐0.6
KAK(%bk)
Gambar 20. Nilai fraksi air terikat sekunder jagung titi pada suhu 35°C Air terikat sekunder untuk jagung titi yang disimpan pada suhu 35°C berada pada wilayah garis linier log(1-aw) = -0.040 + 0.035x dan air terikat tersier berada pada wilayah garis linier log(1-aw) = -0.665 + 0.083x; dengan titik perpotongan pada kadar air 13.02% atau aw 0.41.
3. Fraksi air terikat tersier Fraksi air terikat tersier merupakan daerah fraksi air terikat yang lemah dan mempunyai sifat mendekati air bebas. Pada daerah ini, semua air dalam makrokapiler dapat digunakan oleh mikroba untuk tumbuh, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan (Aguilera dan Stanley, 1999). Fraksi air terikat tersier dapat ditentukan dengan dua pendekatan, yaitu dengan pendekatan ekstrapolasi visual dan pendekatan polynomial ordo 2. Penentuan fraksi air terikat tersier dengan pendekatan ekstrapolasi visual sifatnya subyektif dan kurang akurat, karena nilai yang diperoleh bergantung pada tingkat ketelitian dan ketepatan penarikan garis. Hal ini disebabkan karena ekstrapolasi dilakukan dengan menarik 61
garis kurva sopsi isotermi air hingga aw = 1, maka dengan menarik garis lurus ke kiri dapat diperoleh nilai fraksi air terikat tersier. Oleh karena itu, perhitungan batas fraksi air terikat tersier dalam percobaan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan model polynomial ordo 2, dan data yang digunakan adalah tiga nilai KAK untuk jagung titi yang disimpan pada aw 0.52 – 0.84. Hasil plot data jagung titi yang disimpan pada suhu 25, 30, dan 35°C tersebut dapat dilihat pada gambar 21 dan 22. 25 y = 29.34x2 ‐ 20.45x + 17.56 R² = 1
KAK(%bk)
20 15 10 5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
aw
Gambar 21. Persamaan regresi fraksi air terikat tersier jagung titi pada suhu 25°C dengan persamaan polynomial ordo 2.
Persamaan regresi yang diperoleh dari plot data kadar air kesetimbangan jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C dan nilai aktivitas air (gambar 21), diperoleh persamaan y = 17.56 – 20.45x + 29.34x2. Jika y adalah nilai fraksi air terikat tersier (%bk) dan x adalah nilai aw, bila nilai aw = 1, maka nilai fraksi air terikat tersier (Mt) adalah 26.45% bk. Dengan perhitungan dan nilai aw yang sama, dilakukan pada persamaan regresi hasil plot kadar air kesetimbangan jagung titi yang disimpan pada suhu 30°C (gambar 22a) yaitu Mt = 8.36 + 0.436x + 14.86x2, maka nilai fraksi air terikat tersiernya adalah 23.65% bk. Sedangakn nilai fraksi air terikat tersier jagung titi yang disimpan pada suhu 35°C adalah 21.93% bk, dengan persamaan regresi fraksi air terikatnya adalah y = -11.34 – 9.96x + 20.55x2.
62
25
a)
KAK(%bk)
20
y = 14.86x2 + 0.436x + 8.357
15 10 5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
aw
20 y = 20.55x2 ‐ 9.964x + 11.34
b)
KAK(%bk)
15 10 5 0 0
0.2
0.4
aw
0.6
0.8
1
Gambar 22. Persamaan regresi fraksi air terikat tersier jagung titi pada suhu a) 30 dan b) 35°C dengan persamaan polynomial ordo 2.
4. Susunan tiga daerah fraksi air terikat Berdasarkan perhitungan kapasitas air terikat dapat ditentukan tiga batas daerah fraksi air terikat. Tiga daerah air terikat memiliki peranan penting dalam menentukan stabilitas bahan pangan.
Sebagaiman diungkapkan oleh Rockland dan Beuchat
(1985) dari ketiga daerah kurva isotermi sorpsi, dapat ditentukan di mana daerah terjadinya berbagai reaksi kimia seperti reaksi pencoklatan, reaksi oksidasi, dan daerah pertumbuhan kapang, cendawan, dan bakteri. Batas tiga daerah fraksi air terikat, didasarkan pada nilai tertinggi dari masingmasing daerah yang meliputi fraksi sir terikat primer (ATP) yang dibatasi oleh Mp,
63
fraksi air terikat sekunder (ATS) yang dibatasi oleh Ms, dan fraksi air terikat tersier (ATT) yang dibatasi oleh Mt. Dengan mengetahui kapasitas air terikat pada tiga daerah, maka dapat diperkirakan besarnya kadar air kritis yang berada di bawah fraksi air terikat sekunder secara adsorpsi dan stabilitas bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkirakan. Dengan demikian kurva sorpsi isotermi mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkat keawetan produk pangan, baik yang dipengaruhi oleh aktivitas mokroorganisme, reaksi kimia, dan reaksi enzimatis. Tabel 6 menunjukkan batas susunan tiga daerah fraksi air terikat jagungh titi yang disimpan pada suhu 25, 30, dan 35°C. Dari tabel 6 terlihat bahwa daerah air terikat primer (ATP) jagung titi yang disimpan pada suhu 25, 30, dan 35°C berturut-turut dibatasi oleh Mp sebesar 5.47, 5.03, dan 3.35% yang berkeseimbangan dengan aw 0.23, 0.19, dan 0.12. Berdasarkan hasil perhitungan fraksi air terikat primer, fraksi air terikat sekunder, dan fraksi air terikat tersier yang telah dijabarkan di atas, terlihat bahwa ketiga fraksi air terikat pada jagung titi menunjukkan kecenderungan penurunan seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan. Tabel 6. Batas-batas fraksi air terikat pada jagung titi yang disimpan pada suhu 25, 30, dan 35°C Batas fraksi suhu penyimpanan
Primer Sekunder Tersier
25°C
30°C
35°C
Mp
5.47%
5.03%
3.35%
awp
0.23
0.19
0.12
Ms
18.25%
13.95%
aws
0.53
0.41
13.02 0.41
Mt
26.45%
23.65%
21.93%
awt
1
1
1
Bila nilai fraksi air terikat sekunder dimasukkan dalam persamaan regresi untuk fraksi air terikat sekunder, maka akan diperoleh nilai aw yang setara atau berkeseimbangan dengan nilai fraksi air terikat sekunder. 64
25
a)
KAK(bk)
20
ATP
15
ATS
ATT
10 5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
aw
25
b)
KAK(%bk)
20 15
ATP
ATS
ATT
10 5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
aw
c)
KAK(%bk)
20 15
ATS
ATT
10 5 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
aw
Gambar 23. Pembagian fraksi air terikat jagung titi yang disimpan Pada suhu a) 25°C, b) 30°C, dan c) 35°C
65
Dimana untuk nilai batas fraksi air terikat sekunder jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C (18.25%) berkeseimbangan dengan aw 0.53, untuk nilai fraksi air terikat sekunder jagung titi yang disimpan pada suhu 30°C (13.95%bk ) berkeseimbangan dengan aw 0.41, dan nilai fraksi air terikat sekunder jagung titi yang disimpan pada suhu 35°C (13.02%bk) berkeseimbangan dengan aw 0.41. Dengan demikian, terlihat bahwa semakin rendah suhu penyimpanan, semakin tinggi nilai fraksi air terikat dan aw yang merupakan batas antara daerah fraksi air teikat. Gambar 23 menunjukkan fraksi air terikat primer jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C lebih lebar dibanding fraksi air terikat primer jagung yang disimpan pada suhu yang lebih tinggi. Begitu juga batas fraksi air terikat sekunder dan tersier, menurun dengan adanya peningkatan suhu penyimpanan. Kondisi ini berhubungan erat dengan kadar air kritis jagung titi, karena daerah kritis penyimpanan jagung titi berada pada fraksi air terikat sekunder. Berdasarkan uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa kadar air monolayer dan multilayer jagung titi menurun bila suhu penyimpanan ditingkatkan.
Hal ini
disebabkan oleh perubahan struktural polimer-polimer strach jagung titi saat suhu meningkat. Khususnya daerah monolayer, derajat ikatan hidrogen dalam beberapa polimer berkurang saat terjadi peningkatan suhu penyimpanan, dengan demikian mengurangi bagian yang aktif untuk mengikat air (Westgate et al., 1992). E. Pendugaan Umur Simpan Jagung Titi Secara umum, pendugaan umur simpan jagung titi ditetapkan berdasarkan waktu pada saat kadar air jagung titi sama dengan kadar air kritisnya. Jagung titi akan menyerap uap air dari lingkungan sampai tercapai batas kritisnya, sehingga mempengaruhi kerenyahan dan ditolak oleh konsumen. Kondisi ini akan diikiuti dengan perubahan warna, rasa, dan aroma. Jagung titi merupakan salah satu produk pangan yang sangat sensitif terhadap perubahan kadar airnya, dan pendekatan kadar air kritis merupakan metode yang tepat untuk menetukan umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan kadar airnya. Berdasarkan persamaan umur simpan yang diturunkan Labuza (1982) terdapat beberapa parameter yang dibutuhkan untuk menentukan umur simpan dengan pendekatan 66
kadar air kritis, dimana parameter-parameter tersebut dikelompokkan ke dalam 3 unsur, yaitu unsur sifat fisik produk (Mi, Me, Mc, Ws, dan b), unsur pengemas (k/x dan A), dan unsur lingkungan luar dan atau dalam pengemas yaitu aw. Kadar air awal jagung titi ditentukan pada awal penelitian, dimana kadar air awalnya (Mi) sebesar 0.03bk. Kadar air kesetimbangan (Me) ditentukan dengan menggunakan model Henderson, dimana nilai Me pada aw 0.80 berturut-turut adalah 0.24, 0.21, dan 0.17bk. Nilai berat kering diperoleh dari nilai bahan kering 250g jagung titi yang dikemas dalam kemasan 10cmx15cm. Penentuan kadar air kritis (Mc) jagung titi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyimpan jagung titi tanpa kemasan pada ruang terbuka dengan suhu ruangan ±30ºC dan kelembaban relatif ruangan bervariasi 80-94%. Metode ini dipergunakan untuk menyesuaikan kondisi penyimpanan jagung titi saat dilakukan pengujian kadar air kritis dengan kondisi penyimpanan jagung titi yang sebenarnya pada tingkat produsen hingga konsumen. Pengujian inderawi yang dilakukan adalah uji pertahapan berjenjang (partially staggered design) yaitu membandingkan sampel jagung titi yang dipercepat proses penurunan mutunya dengan jagung titi yang dijaga kesegarannya dengan cara disimpan dalam wadah kedap udara. Pengamatan dilakukan selama 10 jam penyimpanan, dan pengujian organoleptik dilakukan setiap 2 jam, dilanjutkan dengan pengujian kadar air dan kerenyahan jagung titi.
Penetuan kadar air kritis jagung titi dilakukan
berdasarkan linearisasi kurva hubungan antara skor kesukaan dengan dengan kadar air. Bila skor 2 yang merupakan skor terendah untuk kualitas kerenyahan jagung titi dimasukkan dalam persamaan
y = 18.65 - 4.689x, maka diperoleh kadar air kritis
jagung titi, yaitu 9.272 (%bk).
67
12 10 8
KA (%BK)
y = ‐4.689x + 18.65 R² = 0.816
6 4 2 0 0
1
2 Skor
3
4
Gambar 24. Grafik hubugan antara kadar air jagung titi dan skor penilaian tekstur jagung titi hasil uji inderawi Nilai slope kurva sorpsi isotermi (b) yang digunakan adalah berdasarkan penentuan pada daerah linier. Menurut Labuza (1982), daerah linier untuk menentukan slope kurva sorpsi isotermi diambil antara kadar air awal dan kadar air kritis. Dalam penelitian ini, penentuan nilai slope (b) dilakukan dengan memplotkan aktivitas air dengan kadar air kesetimbangan berdasarkan persamaan model Henderson. Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut : Suhu 25°C Y = 0.018 + 0.232x
(b = 0.232)
Suhu 30°C Y = 0.018 + 0.200x
(b = 0.200)
Suhu 35°C Y = 0.019 + 0.159x
(b = 0.159)
Dengan menggunakan parameter-paraeter persamaan Labuza yang telah dijabarkan, dapat dilakukan pendugaan umur simpan jagung titi seperti yang tersaji dalam tabel 7. Berdasarkan hasil analisis umur simpan jagung titi, dapat disimpulkan bahwa jenis kemasan, dalam hal ini nilai permeabilitas kemasan sangat mempengaruhi umur simpan jagung titi. Data pada tabel 7 menunjukkan korelasi negatif antara permeabilitas kemasan dengan umur simpan jagung titi, dimana semakin tinggi nilai permeabilitas kemasan, semakin rendah umur simpan jagung tersebut. Umur simpan jagung titi yang dikemas
dengan
kemasan
yang
permeabilitasnya
paling
rendah
(0.08
gH₂O/hari/m².mmHg) lebih tinggi 500% dari jagung yang dikemas dengan kemasan yang permeabilitas kemasannya paling tinggi (0.51 gH₂O/hari/m².mmHg). Hal ini disebabkan oleh jumlah uap air yang dapat bermigrasi dari lingkungan penyimpanan ke dalam 68
kemasan. Dengan nilai permeabilitas 0.51 gH₂O/hari/m².mmHg menunjukkan bahwa ± 0.51 g air dapat bermigrasi ke dalam kemasan lalu diadsorpsi oleh produk, sehingga laju peningkatan kadar air jagung titi yang dikemas dengan kemasan LDPE lebih tinggi bila dibandingakan denagan jagung titi yang dikemas dengan dua kemasan lain. Tabel 7. Umur simpan jagung titi yang dikemas dengan HDPE, PP, dan LDPE Jenis
Suhu
Kemasan
Penyimpanan
Hari
Bulan
HDPE
25(°C)
555
18.5
1.5
30(°C)
522
17
1.4
35(°C)
285
9.5
0.8
25(°C)
292
9.7
0.8
30(°C)
257
8.6
0.7
35(°C)
239
7.9
0.7
25(°C)
111
3.7
0.3
30(°C)
104
3.5
0.3
35(°C)
91
3
0.25
PP
LDPE
Umur simpan Tahun
Hubungan negatif juga terjadi antara suhu penyimpanan dan umur simpan jagung titi. Umur simpan jagung titi yang disimpan pada suhu 25°C lebih tinggi 18% dari jagung titi yang disimpan pada suhu 35°C. Semakin tinggi suhu penyimpanan, semakin tinggi pula kecepatan reaksi yang terjadi. Hal ini seolah-olah berkontadiksi dengan KAK jagung titi, diamana semakin tinggi suhu, KAK semakin rendah. Umur simpan yang semakin rendah dengan peningngkatan suhu penyimpanan kemungkinan berhubungan dengan besarnya energi aktivasi (energi yang diperlukan untuk mengaktivasi reaksi kerusakan), dimana energi aktivasi sebagian besar bahan makanan akan meingkat seiring dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Selain itu, peningkatan suhu juga mempengaruhi pemuaian gas yang menyebabkan
peningkatan
konstanta
permeabilitas
kemasan.
Bila
konstanta 69
permeabilitas kemasan meningkat, maka pori-pori film kemasan semakin renggang sehingga meningkatkan permeabilitas kemasan. Kondisi ini berhubungan erat dengan jumlah uap air yang dapat bermigrasi dari lingkungan ke dalam kemasan, sehingga makin tinggi suhu penyimpanan, makin besar pula jumlah air dari lingkungan yang berinteraksi dengan produk yang disimpan.
F. Pengaruh Penyimpanan dan Pengemasan Terhadap Kualitas Jagung Titi Tujuan utama dari kegiatan pengemasan adalah untuk melindungi bahan makanan yang dikemas dari proses penurunan kualitas. Kualitas jagung titi selama penyimpanan ditentukan oleh kadar air, kadar protein, kadar karbohidrat, dan total kapangnya. Untuk mengukur pengaruh kemasan terhadap kualitas jagung titi, maka dilakukan uji penyimpanan terhadap jagung titi. Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan tingkat penerimaan konsumen dan umur simpan bahan tersebut. Berdasarkan hasil analisa ragam terhadap kadar air jagung titi menunjukkan bahwa jenis kemasan mempengaruhi kadar air jagung titi selama penyimpanan sejak bulan pertama hingga bulan ketujuh. Kadar air jagung titi cenderung meningkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan, baik yang dikemas dengan kemasan HDPE, PP, dan LDPE. Peningkatan kadar air tertinggi terdapat pada jagung titi yang dikemas dengan kemasan LDPE dimana pada awal penyimpanan kadar air jagung titi adalah 3.20% meningkat menjadi 14.01% pada bulan ketujuh. Sementara peningkatan yang paling rendah terjadi pada kemasan HDPE,
yaitu dari 3.20%
meningkat menjadi 6.20%. Analisa ragam terhadap kadar protein jagung titi selama penyimpanan menunjukkan bahwa pada bulan pertama hingga bulan keempat, jenis kemasan yang digunakan tidak mempengaruhi kandungan protein jagung titi. Tetapi pada bulan kelima hingga bulan ketujuh, terdapat pengaruh yang sangat nyata dari jenis kemasan terhadap kandungan protein jagung titi. Berdasarkan uji BNJ, kadar protein jagung titi yang dikemas dengan HDPE dan PP tidak mengalami perubahan yang signifikan selama 7 bulan penyimpanan. Sedangkan kadar protein jagung titi yang dikemas dengan kemasan LDPE mengalami perubahan pada bulan keenam. Pada bulan ketujuh, kadar protein 70
jagung titi sebesar 9.46%, lebih tinggi dari standar mutu hasil olahan jagung berdasarkan SNI 01-4484-1998, dimana kadar protein kasar minimum yang disyaratkan adalah 9%. Tabel 8. Perubahan kadar air, protein dan lemak jagung titi selama penyimpanan pada suhu ruang Umur simpan Kadar air (%bb) (bulan)
HDPE
Kadar protein (%)
Kadar lemak (%)
PP
LDPE
HDPE
PP
LDPE
HDPE
PP
LDPE
3.20
9.85
9.85
9.85
2.10
2.10
2.10
0
3.20
3.20
1
3.80q
4.18q 5.30q
9.85p
9.85p
9.85p
2.12p 2.10p 2.10p
2
4.18r 5.12r 7.26r
9.84p
9.85p
9.84p
2.10p 2.11p 2.10p
3
4.56s
5.92s 8.24s
9.85p
9.84p
9.84p
2.10p 2.10p 2.06p
4
5.04t
6.68t
9.85p
9.85p
9.80p
2.10p 2.08p 1.96q
5
5.38u 7.54u 10.52u
9.85p
9.84p
9.65p
2.10p 2.06p 1.85r
6
5.82v
8.38v 12.24v
9.85p
9.82p
9.59q
2.10p 2.06p 1.77s
7
6.20w 9.20w 14.01w
9.85p
9.78p
9.46r
2.09p 2.04p 1.66t
9.48t
Keterangan : Angka-angka yang disertai huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Walaupun kadar lemak dalam jagung titi tergolong rendah, tetapi dapat menyebabkan bau tengik pada jagung sebagai akibat dari proses hidrolisis. Selama tujuh bulan penyimpanan, jagung titi yang dikemas dengan kemasan HDPE dan PP tidak mengalami perubahan yang signifikan, sedangkan jagung titi yang dikemas dengan kemasan LDPE perubahan kadar lemak terjadi pada bulan kelima.
Analisa ragam
tehadap kadar lemak selama penyimpanan, menunjukkan bahwa pada bulan pertama dan kedua jenis kemasan tidak mempengaruhi kadar lemak jagung titi. Kandungan abu atau mineral dalam jagung titi pada awal penyimpanan adalah sebesar 0.64%.
Selama tiga bulan penyimpanan, kemasan jenis kemasan tidak
berrpengaruh terhadap perubahan kandungan abu jagung titi. Sedangkan berdasarkan uji BNJ, kandungan abu jagung titi yang dikemas dengan kemasan HDPE dan PP tidak mengalami perubahan yang signifikan selama tujuh bulan penyimpanan, sedangkan jagung titi yang dikemas dengan kemasan LDPE mengalami perbuahan kandungan abu pada umur penyimpanan tujuh bulan atau pada hari ke-270 setelah jagung dikemas. 71
Tabel 9. Perubahan kadar abu dan total kapang jagung titi selama penyimpanan pada suhu ruang Umursimpan (bulan)
Kadar abu (%) HDPE
PP
LDPE 0.64p
Total kapang (koloni)/gram HDPE
PP
1.4x101 1.4x101
LDPE 1.4x101
0
0.64
0.64
1
0.64p
0.64p 0.64p
1.6x101p 2.0x101q 2.5x101q
2
0.64p
0.64p 0.64p
1.8x101q 2.3x101r
3.6x101r
3
0.64p
0.64p 0.63p
2.0x101r 2.8x101s
4.4x101s
4
0.64p
0.64p 0.62p
2.3x101s 3.3x101t
5.4x101t
5
0.64p
0.63p 0.61p
2.5x101t 3.7x101u 6.2x101u
6
0.64p
0.63p 0.61p
2.8x101u 4.1x101v
7.6x101v
7
0.63p
0.63p 0.59q
3.0x101v 4.5x101w
8.8x101w
Keterangan : Angka-angka yang disertai huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Mikroorganisme khususnya kapang adalah penyebab kerusakan terbesar pada produk pangan, karena kebanyakan kapang membutuhkan aw yang lebih rendah untuk tumbuh bila dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Kapang bisa tumbuh pada aw 0.80 sedangkan khamir tumbuh pada aw 0.87 dan bakteri tumbuh pada aw 0.91. Jenis kapang yang paling umum menyerang jagung dan produk olahan jagung adalah Aspergillus sp, Penicillium sp, dan Fusarium sp. Aktivitas air ruang penyimpanan berkorelasi erat dengan potensi tumbuh dan aktivitas metabolisme kapang.
Adawiyah (2006) menginokulasi spora kapang
Aspergillus niger pada media pangan yang merupakan campuran dari pati, protein, lemak, dan gula untuk mengamati waktu germinasi konidia dan menyimpulkan bahwa germinasi spora hanya terjadi pada wilayah air terikat tersier dari kurva isotermi sorpsi. Jagung titi dalam eksperimen ini disimpan pada aw 0.84 yang adalah fraksi air terikat tersier dari kurva isotermi sorpsi jagung titi, sehingga pertumbuhan kapang jagung titi selama penyimpanan terjadi secara signifikan. Untuk menghambat pertumbuhan kapang pada jagung titi, maka jagung titi harus disimpan pada wilayah air terikat sekunder, yaitu
72
aw 0.53 untuk suhu penyimpanan 25°C serta aw 0.41 untuk suhu penyimpanan 30 dan 35°C. Hasil analisa ragam terhadap total kapang menunjukkan bahwa jenis kemasan mempengaruhi total kapang jagung titi selama penyimpanan dan uji BNJ menunjukkan perubahan total kapang terjadi secara signifikan selama tujuh bulan penyimpanan untuk jagung titi yang dikemas dengan kemasan PP dan LDPE. Sedangkan jagung titi yang dikemas dengan kemasan HDPE perubahan total kapang terjadi pada bulan kedua penyimpanan. koloni/gram.
Total kapang jagung titi pada awal penyimpanan adalah 1.4x101 Pertumbuhan kapang yang paling cepat terjadi pada jagung titi yang
dikemas dengan kemasan LDPE, dimana jumlah total kapangnya mencapai 88 koloni/gram jagung titi. Khusus untuk jagung yang dikemas dengan LDPE, total kapang pada bulan keempat sudah tidak memenuhi standar SNI.
Dimana total kapang
berdasarkan SNI 01-4484-1998 adalah sebesar 50 koloni/gram, sedangkan pada bulan keempat total kapang jagung titi yang dikemas dengan LDPE telah mencapai 54 koloni/gram. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa umur simpan jagung titi yang dihitung dengan persamaan Labuza (1984) berdasarkan model Henderson tidak jauh berbeda dengan kondisi jagung titi saat dilakukan uji penyimpanan. Pertumbuhan kapang yang paling lambat terjadi pada jagung titi yang dikemas dengan kemasan HDPE, dimana pada bulan ketujuh total kapangnya adalah 30 koloni/gram. G. Pengaruh Penyimpanan dan Pengemasan Terhadap Sifat Inderawi Jagung Titi Penentuan perubahan warna dan aroma jagung titi selama uji penyimpanan dilakukan berdasarkan uji inderawi yang dilakukan oleh 15 orang panelis dengan menggunakan metode tahapan berjenjang (partially staggered design). Dalam pengujian ini panelis diminta membandingkan sampel jagung titi yang telah disimpan selama 5, 6, dan 7 bulan dengan jagung titi segar. Berdasarkan gambar 25 dapat dilihat bahwa skor yang diberikan panelis terhadap warna jagung titi yang dikemas dengan LDPE pada bulan kelima adalah 2.87, bulan keenam dan ketujuh 2.8 . Jagung titi yang dikemas dengan kemasan PP diberi skor ratarata 2.87 pada bulan kelima, 2.87 bulan keenam, dan 2.85 pada bulan ketujuh.
73
Sedangkan skor yang diberikan panelis untuk jagung titi yang dikemas dengan HDPE hingga bulan ketujuh adalah 2.87 (Lampiran 18). Bila skor 3 dipilih panelis karena tidak ada sedikitpun perbedaan warna diantara sampel jagung titi yang disimpan dengan sampel jagung titi segar, sedangkan skor 2 dipilih karena adanya sedikit tanda-tanda perbedaan warna antara kedua sampel, maka bisa dikatakan bahwa warna jagung titi tidak mengalami perubahan selama tujuh bulan penyimpanan, baik jagung yang dikemas dengan kemasan LDPE, PP, dan HDPE. 2.88
5
6
7
Atribut Mutu
2.86 2.84 2.82 2.8 2.78 2.76 LDPE
PP
HDPE
Kemasan
Gambar 25. Hasil uji inderawi terhadap warna jagung titi pada umur simpan 5, 6, dan 7 bulan Berdasarkan hasil penilaian panelis, jagung titi yang dikemas dengan LDPE mulai mengalami perubahan aroma pada umur simpan lima bulan dengan skor 2.20, dan pada bulan keenam semua panelis menyatakan bahwa telah terjadi perubahan aroma jagung titi yang ditandai dengan skor 1.93. Perubahan aroma ini berhubungan erat dengan total kapang jagung titi yang dikemas dengan LDPE, yaitu 76 koloni/gram. Sedangkan pada bulan ketujuh, skor penilaian terhadap aroma adalah 1.73.
74
3.5 5
3
6
7
Atribut Mutu
2.5 2 1.5 1 0.5 0 LDPE
PP Kemasan
HD DPE
Gambar 26.. Hasil uji innderawi terhhadap aroma jagung titi pada p umur simpan 5, 6, dan 7 bulan Berbeeda dengan jagung titi yaang dikemass dengan LD DPE, jagung titi t yang dikkemas dengan kemaasan PP dan HDPE H tidakk mengalamii perubahan aroma yang signifikan. Skor arroma jagung g titi yang dikemas d denngan PP pada bulan keliima dan keeenam adalahh 2.87 dan 2.8, sertaa bulan ketujjuh adalah 2.67. 2 Sedangkan yang dikemas d denngan HDPE, pada buulan kelima skornya 2.993, bulan keeenam 2.87, dan d bulan kettujuh 2.8.
75
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Kadar air kesetimbangan jagung titi dipengaruhi oleh suhu dan aktivitas air ruang penyimpanan, dimana kadar air kesetimbangan jagung titi menurun dengan meningkatnya suhu penyimpanan pada aktivitas air yang konstan dan meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas air ruang penyimpanan. 2. Model Henderson adalah model yang terbaik dalam mendeskripsikan data percobaan jagung titi pada seluruh tingkat aktivitas air dan suhu penyimpanan dengan modulus deviasi rata-rata 8,37%. 3. Batas fraksi air terikat primer jagung titi pada suhu 25, 30, dan 35°C berturutturut 5.74% bk (aw 0.23), 5.03% bk (aw 0.19) , dan 3.35% bk (aw 0.12). Batas fraksi air terikat sekunder adalah 18.25% bk (aw 0.53) pada suhu 25°C, 13.95% bk (aw 0.41) pada suhu 30°C, dan 13.02% bk (aw 0.41) pada suhu 35°C. Batas fraksi air teikat tersier pada suhu 25°C adalah 26.45% bk, 30°C adalah 23.65% bk, dan 35°C adalah 21.93% bk. 4. Umur simpan jagung titi sangat dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan dan suhu penyimpanan. Dugaan umur simpan jagung titi yang dikemas dalam kemasan HDPE adalah 555, 522, dan 285 hari berturut-turut untuk suhu penyimpanan 25, 30, dan 35°C. Sedangkan yang dikemas dengan PP dapat disimpan selama 292 hari, 257 hari, dan 239 hari; dan bila dikemas dengan LDPE jagung dapat disimpan hingga 111 hari pada suhu 25°C, 104 hari pada suhu 30°C, dan 91 hari pada suhu 35°C. 5. Kadar air jagung titi yang dikemas dengan LDPE pada akhir masa penyimpanan adalah 9.48%, kadar protein 9.80%, kadar lemak 1.96%, kadar abu 0.62%, dan total kapang 54 koloni/gram. 6. Kadar air jagung titi yang dikemas dengan kemasan LDPE meningkat secara signifikan dari 3.20% menjadi 14.01% pada bulan ketujuh.
Kadar protein
berubah dari 9.85% menjadi 9.46%. Kadar lemak mengalami penurunan dari
2.10% menjadi 1.66% dan kadar abu menurun dari 0.64% menjadi 0.59%. Sedangkan total kapang meningkat dari 14 koloni/gram menjadi 88 koloni/gram. 7. Kadar air jagung titi yang dikemas dengan kemasan PP meningkat dari 3.20% menjadi 9.20% pada bulan ketujuh.
Kadar protein, lemak, dan abu tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Sedangkan kadar total kapang meningkat dari 14 koloni/gram menjadi 45 koloni/gram. 8. Kadar protein, lemak, dan abu jagung titi yang dikemas dengan HDPE tidak mengalami perubahan yang signifikan selama tujuh bulan penyimpanan. Kadar air berubah dari 3.20%
menjadi 6.20% dan total kapang 14 koloni/gram
meningkat menjadi 30 koloni/gram. 9. Warna jagung titi tidak mengalami perubahan selama tujuh bulan penyimpanan, baik yang dikemas dengan kemasan LDPE, PP, dan HDPE. 10. Jagung titi yang dikemas dengan LDPE mulai mengalami perubahan aroma pada umur simpan lima bulan dengan skor 1.53, dan pada bulan keenam semua panelis menyatakan bahwa telah terjadi perubahan aroma jagung titi yang ditandai dengan skor 2.07. Sedangkan jagung titi yang dikemas dengan kemasan PP dan HDPE tidak mengalami perubahan aroma yang signifikan selama tujuh bulan penyimpanan. 11. Umur simpan jagung titi dengan kemasan HDPE, disimpan pada RH 84%, dan suhu ruang yang dihitung dengan persamaan Labuza (1984) berdasarkan model Henderson tidak jauh berbeda dengan kondisi jagung titi saat dilakukan uji penyimpanan. B. Saran 1. Perlu dilakukan kajian uji ketetapan model dengan menggunakan persamaan-persamaan yang diformulasikan khusus untuk memprediksi kadar air kesetimbangan produk serealia dan biji-bijian. 2. Perlu dilakukan kajian mengenai umur simpan dan kualitas jagung titi yang dikemas dengan kemasan vakum. 3. Umur simpan jagung titi pada beberapa kelembaban relatif dibawah 84% perlu dilakukan untuk keperluan komersialisasi dan distribusi. 77
4. Perlu dilakukan kajian mengenai kadar air awal jagung pipilan sebelum dibuat jagung titi karena sangant mempengaruhi kualitas jagung titi dan umur simpannya.
78
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah DR. 2006. Hubungan Sorpsi Air, Suhu Transisi Gelas, dan Mobilitas Air serta Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Produk Pada Model Pangan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Arpah M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluwarsa produk Pangan. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aguerre RJ, Suarez C, and Viollaz PE. 1989. New BET type multiplayer sorption isotherms. Part II: Modelling water sorption in foods. Lebensmittel-Wissenchaft and Technology. 22: 192-195. Aguilera JM dan Stanley DW. 1999. Microstructural Principles of Foods Processing and Engineering. 2nd ed. Maryland: Aspen Publ. Inc. Al-Muhtaseb AH, McMinn WAM, Magee TRA. (2004). Water sorption isotherms of starch powders part I: matematical description of experimental data. J. of Food Engineering 61: 297-307. Answer.com. 2008. High density polyethylene. http://www.answer.com/topic (20 Desembar 2008) [AOAC] Association of Official Chemist. 1995. Official Methods of Analysis the Association. Washington DC: AOAC Inc. Bell LN dan Labuza TP. 2000. Moisture sorption: parctical aspects of isotherm and measurement and use. American Association Cereal Chemist, Minnesota, USA. Barbosa C, Gustavo V, dan Champan Hall, USA.
Humberto VM. 1996. Dehydration of Foods,
Bogasari. 2002. Jagung. http://www.bogasari.com (10 Mei 2002). Brooker, DB, Bekker-Arkema FW, and Hall CW. 1982. Drying Cereal Grains. The AVI Publishing Company, Inc, Westport Conn. Chirife J dan Iglesias HA. (1978). Equations for fitting water sorption isotherms of food: part I. Journal of Food Technology. 13: 159-174. Corzo O dan Fuentes A. 2004. Moisture sorption isotherm and modelling for pre-cooked flours of pigeon pea (Cajanus cajans L millsp) and lima bean (Canavalia ensiformis). J. of Food Engineering 65: 443-448.
CRA
(Corn Refiners Association), 2005. http://www.cra.com/process.htm (5 Mei 2005).
Corn
Refining.
Diamante LM, Ishibashi K, Hironaka K. 2004. Moisture adsorption isotherm of dried mangoes at temperature range of 25 to 45°C. Paper. Annals of Tropical Research, Nueva Vizcaya Philippines. Fardiaz S. 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. Marcell Dekker, NY. Floros JD. 1993. Shelf life prediction of packaged foods. Di dalam: Shelf Life Studies of Foods and Beverages. Charalambous G (ed). Elsevier Publishing, New york. Hall CW. 1980. Drying & Storage of Agricultural. The AVI Publ. Company. Westprt, Connecticut. Heldman SM and Singh RP. 1981. Food Process Engineering. The A V I Publ. Company Incorporation, Westport Connecticut, USA. Henderson, SM., and Perry RL. 1976. Agricultural Process Engineering. The AVI Publishing Company, Inc, Westport Conn. Hernandez RJ and Giacin JR. 1998. Facktors affecting permeation, sorption, and migration processes in package-product systems. Dalam: Food Storage Stability. Irwin A. Taub and Paul Singh. CRC Press, USA. Hine DJ. 1987. Shelf Life Prediction. In: Modern Processing Packaging and Distributin System for Food. Blackie. London. Hossain SA, Pal PK, Sarkar PK, dan Patil GR. 2002. US National Library of Medicine. National Institutes of Health, USA. Iglesias HA, Chirife J, and Lombardi JL. 1975. Comparison of water vapour sorption by sugar beet root components. J. Of Food Technology 10: 385391. Kingsly ARP and Ileleji KE. 2009. Sorption isotherm of corn distillers dried grains with solubles (DDGS) and its prediction using chemical composition. J. of Food Chemistry dalam www.elsevier.com/locate/foochem.
80
Kompas.com. 2008. Bahaya di balik http://www.kompas.com/plastik.mht (20 Desember 2008).
kemasan.
Labuza TP. 1968. Sorption fenomena in oods. Journal of Food Technology 22: 263 – 272. Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Westport Connecticut: Food and Nutrition Press Inc. Labuza
TP. 1984. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use. American Association Cereal Chemist, Minnesota, USA.
Lievonen SM, Ross YH. 2002. Water sorption of food models for studies of glass transition and reaction kinetics. Journal of Food Science 65:5 Limonu M. 2008. Pengaruh Pre-gelatinisasi dan Pembekuan Terhadap Karakteristik Fisiko-Kimia Jagung Muda Instan dan Penentuan Umur Simpannya. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Mazza, G., dan M. LeMaguer, (1980). Dehydration of onion: some theoretical and practical considerations. J. Of Food Technology 15: 181-194. Menkov ND. (2000). Moisture sorption isotherms of lentil seeds at several temperatutes. J. of Food Engineering 44: 205-211. Mok C dan Hettiarachchy NS. (2006). Moisture Sorption Characteristics of ground sunflower nutmeat and its products. J. of Food Science 55: 786789. Palipane, KB and Driscoll RH, (1992). Moisture sorption characteristics of inshell macadamia nuts. J. of Food Engineering 18: 63-76. Peng G, Chen X, Wu W, and Jiang X. 2009. Modeling of water sorption isotherm for corn starch. Departemen of Biological and Agricultural Engineering, Jilin University. China. Rizvi SSH. 1995. Thermodynamics Properties of Foods Dehydrations in: Engeenering Properties of Foods. New York, Basel: Marcel Dekker Inc. Rockland LB and Beuchat LR. 1987. Water Activity,Theory and Application to Food. Marcel Dekker. Inc. New York. Robertson GL. 1993. Food Packaging. Maecel Dekker In. New York. Besel Ruan RR and Chen PL. 1998. Water in foods and biological materials: A Nuclear magnetic resonance approach. CRC Press, Boca Raton, USA Rukmana. 2005.
Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. 81
Sahu JK and Jha A. 2008. Storage stability of sandesh – an Indian milk sweet. Manuscript. Agricultural Engineering International. Setijahartini S. 1985. Pengeringan. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Sholehuddin ZF. 2005. Penentuan Umur Simpan Mie Instan Jagung dan Snack Mie Jagung Dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar Air Kritis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sianipar D. 2008. Kajian Formulasi Bumbu Instan Binthe Biluhuta, Karakteristik Hidratasi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Menggunakan Metode Pendekatan Kadar Air Kritis. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian, Bogor. Siripatrawan U and Jantawat P. 2005. Brunauer, Emmet, and Teller (BET) model to determine moisture sorption isotherms of rice cereal. Paper. The 4th International Conference Integrated Systems for Agri-food Production, Timisoara Romania. Soekarto ST. 1978. Pengukuran air ikatan dan peranannya pada pengawetan pangan. Buletin Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia 3: 4-18. Soekarto ST and Steinberg MP. 1981. Determination of Binding Energy for the three fraction of Bound water. Di dalam: Water Activity Influences on Food Quality, Rockland LB, Stewart GF. Academic Press, NY. Soleimani M, Tabil L, Shahedi M, dan Emami S. 2006. Sorption isotherm of hybrid seed corn. Paper. CSBE/SCGAB annual conference, Edmonton Alberta. Paper no. 06-215. Sunarti. 2002. Pemanfaatan Jagung Sebagai Bahan Baku Industri. Makalah Pelatihan Manajemen Pasca Panen Jagung. Bogor. Suprapto, 2001. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Depok. Supriadi A. 2004. Optimasi Teknologi Pengolahan dan Kajian Sorpsi Isotermik Beras Jagung Instan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syarief R, Santausa S, dan Isyana B. 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan. IPB, Bogor. Syarief R. 1990. Peranan Pengemasan Dalam Mempertahankan Mutu Pangan. Pusbangtepa-IPB, Bogor.
82
Syarief R and Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan, Penerbit ARCAN. Jakarta. Timmermann EO. 1989. A BET-like three sorption stage isotherm. Labuza, T.P. 1982, Shelf –life Dating of Foods. Food and Nutrition Press Inc. Westport. Conn. USA. Troller
JA., Christian JHB. 1978. Academic Press.
Water Activity of Food.
New York:
Van den Berg and Bruin S. 1981. Water activity and its estimation in food systems: theoretical aspect. Di dalam: Water Activity Influences on Food Quality, Rockland LB, Stewart GF. Academic Press, NY. Walpole RE. 1990. Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wang N and Brennan JG. (1991). Moisture sorption characteristics of potatoes at four temperatures. J. of Food Engineering 14: 269-282. Westgate P, Lee JY, and Ladisch MR. 1992. Modelling of equilibrium sorption of water activity vapour on starchy materials. J. American Society of Agricultural Engineers 35:213-219. Winarno FG. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wikipedia. 2008. Adsorption. http://www.wikipedia.com/encyclopedia.mht (5 Oktober 2010). wprin.
2010. Water in food siystems. Di dalam: Home Course Module. http://www.wprin.com/principles.htm (20 Januari 2010).
83
Lampiran 1. Borang penentuan parameter kritis jagung titi
KUISIONER Nama
:
Umur
:
Pekerjaan
:
1. Apakah anda pernah mengkonsumsi produk jagung titi? ( ) ya ( ) tidak 2. Sebarapa sering anda mengkonsumsi produk jagung titi dalam satu minggu? ( ) Sering (≥6 kali) ( ) Biasa (3-5 kali) ( ) jarang (<2 kali) 3. Amatilah warna sampel jagung titi, dan bandingkanlah warna sampel yang terletak di sisi kiri anda dengan sampel yang berada di sisi kanan anda. Berikanlah penilaian anda terhadap sampel-sampel tersebut dengan memberikan skor sebagai berikut; 3 = tidak ada sedikitpun perbedaan 2 = sangat sedikit adanya tandadiantara kedua sampel tanda perbedaan kedua sampel 1 = sedikit ada tanda-tanda perbedaan kedua sampel 4. Ciumlah aroma sampel jagung titi di hadapan anda, lalu bandingkanlah aroma sampel yang terletak di sisi kiri anda dengan sampel yang terletak di sisi kanan anda. Berikanlah penilaian anda terhadap sampel-sampel tersebut dengan memberikan skor sebagai berikut; 3 = tidak ada sedikitpun perbedaan 2 = sangat sedikit adanya tandadiantara kedua sampel tanda perbedaan kedua sampel 1 = sedikit ada tanda-tanda perbedaan kedua sampel 5. Cicipilah sampel yang berada di sisi kiri anda terlebih dahulu, lalu cicipilah sampel yang berada di sisi kanan anda. Kunyah sampel secara perlahan selama beberapa detik. Sebelum berganti sampel, disarankan untuk berkumur untuk menetralkan indra perasa anda. Bandingkanlah rasa kedua sampel, lalu berikanlah penilaian terhadap sampelsampel tersebut dengan memberikan skor sebagai berikut; 3 = tidak ada sedikitpun perbedaan 2 = sangat sedikit adanya tandadiantara kedua sampel tanda perbedaan kedua sampel 1 = sedikit ada tanda-tanda perbedaan kedua sampel
84
6. Cicipilah sampel yang berada di sisi kiri anda terlebih dahulu, lalu cicipilah sampel yang berada di sisi kanan anda. Kunyah sampel secara perlahan selama beberapa detik. Sebelum berganti sampel, disarankan untuk berkumur untuk menetralkan indra perasa anda. Bandingkanlah tekstur kedua sampel, dan berikanlah penilaian terhadap sampelsampel tersebut dengan memberikan skor sebagai berikut; 3 = tidak ada sedikitpun perbedaan 2 = sangat sedikit adanya tandadiantara kedua sampel tanda perbedaan kedua sampel 1 = sedikit ada tanda-tanda perbedaan kedua sampel 7.
Bila anda merasakan terdapat perbedaan antara kedua sampel jagung titi, jelaskan perbedaan apa yang paling menonjol? (pilih salah satu) ( ) warna ( ) tekstur atau kerenyahan ( ) rasa ( ) bau
8.
Menurut anda, kapan produk jagung titi dianggap sudah tidak layak dikonsumsi? ( ) Warna beubah ( ) tekstur atau kerenyahan berubah ( ) rasa berubah ( ) bau berubah
85
Lampiran 2. Rekapitulasi uji inderawi (tekstur) jagung titi selama 8 jam pada suhu dan RH ruang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Ratarata
0
2
4
6
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 90
3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 83
3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 76
2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 52
3
2.77
2.53
1.73
Keterangan : 3 = tidak ada sedikitpun perbedaan diantara kedua sampel 1 = sedikit ada tanda-tanda perbedaan kedua sampel
2 = sangat sedikit adanya tandatanda perbedaan kedua sampel
86
Lampiran 9. Penentuan permeabilitas kemasan Tabel perhitungan permeabilitas kemasan Parameter LDPE PP HDPE A (m²)
1.2
P
24.912
Waktu (hari)
1
g H₂O
15.24
k/x (g/m².hari.mmHg)
0.5097
1.2 24.912
1.2 24.912
1
1
5.6208
2.9898
0.1880
0.1000
Persamaan yang digunakan dalam penentuan permeabilitas kemasan (Labuza (1982) Permeabilitas kemasan = k/x k = x = ketebalan
105
Lampiran 10. Penentuan kadar air kritis jagung titi Tabel hubungan antara umur simpan, skor panelis dan KA jagung titi Umur Simpan Skor Kadar air (jam) (g H2O/g solid) 0 3 3.32 2 2.77 6.02 4 2.53 8.34 6 1.73 9.91
12 10 8
KA (%BK)
y = ‐4.689x + 18.65 R² = 0.816
6 4 2 0 0
1
2 Skor
3
4
Gambar grafik hubugan antara KA dab skor panelis
Kadar air kritis = 18.65 + (-4.689 x 2) = 0.09272
106
Lampiran 11. Tabel uap air (Labuza, 1982) Suhu (°C)
0.0
0.2
0.4
…….. 25 26 27 28 29 30 31 32 33
0.6
0.8
…….. 23.756 25.209 26.739 28.349 30.043 31.824 33.694 35.663 37.729
…….. 24.039 25.509 27.055 28.680 30.392 32.191 34.082 36.068 38.155
….. 24.326 25.812 27.374 29.015 30.745 32.561 34.471 36.477 38.584
……. 24.617 26.117 27.696 29.354 31.102 32.934 34.869 36.891 39.018
…….. 24.912 26.426 28.021 29.697 31.461 33.312 35.261 37.308 39.457
34
39.898
40.344
40.796
41.251
41.710
35 36 37 38 39 40 ……..
42.175 44.563 47.067 49.692 52.442 55.324 ……..
42.644 45.054 47.582 50.231 53.009 55.910 ……..
43.117 45.549 48.102 50.774 53.580 56.510 ……..
43.595 46.050 48.627 51.323 54.156 57.110 ……..
44.078 46.556 49.157 51.879 54.737 57.720 ……..
107
Lampiran 12 . Sidik ragam kadar air jagung titi yang dikemas dengan LDPE, PP, dan HDPE pada beberapa periode simpan 1.
Bulan pertama Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 7.575144 0.0379 7.613044
KT 3.787572 0.002527
F-hit 0.05 1499.039 3.68
F-tab 0.01 6.36
2. Bulan kedua Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
F-tab db 2 15 17
JK 29.96381 0.191617 30.15543
KT 14.98191 0.012774
F-hit 1172.803
0.05 3.68
0.01 6.36
3. Bulan ketiga Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 41.61604 0.228667 41.84471
KT 20.80802 0.015244
F-tab F-hit 0.05 0.01 1364.958 3.68 6.36
4. Bulan keempat Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 60.6313 0.0845 60.7158
KT 30.31565 0.005633
F-hit 5381.476
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
5. Bulan kelima Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 79.87708 0.134367 80.01144
KT 39.93854 0.008958
F-tab F-hit 0.05 0.01 4458.532 3.68 6.36
108
6. Bulan keenam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 125.288 0.309367 125.5974
KT 62.64402 0.02624
F-tab F-hit 0.05 0.01 3037.367 3.68 6.36
7. Bulan ketujuh Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK KT F-hit 186.4086 93.20429 6034.81 0.231667 0.015444 186.6402
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
Lampiran 13. Sidik ragam kadar protein jagung titi yang dikemas dengan LDPE, PP, dan HDPE pada beberapa periode simpan 1. Bulan pertama Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 1.11x10-5 0.2015 0.201511
KT 5.56x10-6 0.013433
F-hit 0.000414
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
2. Bulan kedua Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.00031 0.470267 0.470578
KT 0.000156 0.031351
F-tab F-hit 0.05 0.01 0.004962 3.68 6.36
3. Bulan ketiga Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.000544 0.141283 0.141828
KT 0.000272 0.009419
F-tab F-hit 0.05 0.01 0.028902 3.68 6.36
109
4. Bulan keempat Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.010133 0.889517 0.89965
KT 0.005067 0.059301
F-hit 0.08544
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
F-hit 9.497811
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
F-hit 5.58589
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
F-hit 53.68868
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
5. Bulan kelima Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.159078 0.125617 0.284694
KT 0.079539 0.008374
6. Bulan keenam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.2428 0.326 11.452
KT 0.1214 0.021733
7. Bulan ketujuh Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.513144 0.071683 0.584828
KT 0.256572 0.004779
110
Lampiran 14. Sidik ragam kadar lemak jagung titi yang dikemas dengan LDPE, PP, dan HDPE pada beberapa periode simpan 1. Bulan pertama Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 4.44x10-5 0.001867 0.001911
KT 2.22x10-5 0.000124
F-tab F-hit 0.05 0.01 0.178571 3.68 6.36
2. Bulan kedua Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.001233 0.009417 0.01065
KT 0.000617 0.000628
F-tab F-hit 0.05 0.01 0.982301 3.68 6.36
3. Bulan ketiga Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.0057 0.01015 0.01585
KT 0.00285 0.000677
F-hit 4.211823
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
4. Bulan keempat Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.073244 0.002983 0.076228
KT 0.036622 0.000199
F-tab F-hit 0.05 0.01 184.1341 3.68 6.36
5. Bulan kelima Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.217544 0.021483 0.239028
KT 0.108772 0.001432
F-hit 75.94647
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
111
6. Bulan keenam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.385911 0.004133 0.390044
KT 0.192956 0.000276
F-hit 700.2419
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
F-hit 449.1798
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
7. Bulan ketujuh Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.655253 0.010941 0.666194
KT 0.327627 0.000729
Lampiran 15 . Sidik ragam kadar karbohidrat jagung titi yang dikemas dengan LDPE, PP, dan HDPE pada beberapa periode simpan 1. Bulan pertama Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 7.457633 0.209367 7.667
KT 3.728817 0.013958
F-hit 0.05 267.1497 3.68
F-tab 0.01 6.36
db 2 15 17
JK 29.88634 0.7755 30.66184
KT 14.94317 0.0517
F-hit 289.0362
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
db 2 15 17
JK 40.30453 0.311667 40.6162
KT 20.15227 0.020778
F-hit 0.05 969.8952 3.68
F-tab 0.01 6.36
2. Bulan kedua Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total 3. Bulan ketiga Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
112
4. Bulan keempat Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 54.8157 0.19435 55.01005
KT 27.40785 0.012957
F-hit 0.05 2115.347 3.68
db 2 15 17
JK 65.16303 0.249417 65.41245
KT F-hit 32.58152 1959.463 0.016628
db 2 15 17
JK 101.5322 0.7101 102.2423
db 2 15 17
JK 146.7243 0.366407 147.0907
F-tab 0.01 6.36
5. Bulan kelima Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
KT 50.76611 0.04734
F-hit 0.05 1072.372 3.68
F-tab 0.01 6.36
KT 73.36214 0.024427
F-hit 0.05 3003.301 3.68
F-tab 0.01 6.36
6. Bulan keenam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total 7. Bulan ketujuh Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
113
Lampiran 16. Sidik ragam kadar abu jagung titi yang dikemas dengan LDPE, PP, dan HDPE pada beberapa periode simpan 1. Bulan pertama Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.000278 0.004633 0.004911
KT 0.000139 0.000309
db 2 15 17
JK 0.000144 0.003967 0.004111
KT 7.22x10-5 0.000264
db 2 15 17
JK 0.000133 0.004867 0.005
KT 6.67x10-5 0.000324
db 2 15 17
JK 0.000878 0.001883 0.002761
db 2 15 17
JK 0.002878 0.001683 0.004561
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
F-hit 0.05 3.495575 3.68
F-tab 0.01 6.36
F-hit 0.05 12.82178 3.68
F-tab 0.01 6.36
F-hit 0.44964
2. Bulan kedua Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
F-hit 0.273109
3. Bulan ketiga Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
F-hit 0.205479
4. Bulan keempat Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
KT 0.000439 0.000126
5. Bulan kelima Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
KT 0.001439 0.000112
114
6. Bulan keenam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.003078 0.0041 0.007178
KT 0.001539 0.000273
F-tab F-hit 0.05 0.01 5.630081 3.68 6.36
7. Bulan ketujuh Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 0.006211 0.0027 0.008911
KT 0.003106 0.00018
F-tab F-hit 0.05 0.01 17.25309 3.68 6.36
Lampiran 17 . Sidik ragam total kapang jagung titi yang dikemas dengan LDPE, PP, dan HDPE pada beberapa periode simpan 1. Bulan pertama Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 244 8 252
KT 122 0.533333
F-hit 228.75
F-tab 0.05 0.01 3.68 6.36
2. Bulan kedua Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 1072.333 11.66667 1084
KT 536.1667 0.777778
F-tab F-hit 0.05 0.01 689.3571 3.68 6.36
3. Bulan ketiga Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK 1770.778 22.33333 1793.111
KT 885.3889 1.488889
F-tab F-hit 0.05 0.01 594.6642 3.68 6.36
115
4. Bulan keempat Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
JK KT F-hit 3045.333 1522.667 4420.645 5.166667 0.344444 3050.5
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
db 2 15 17
JK 4333.444 3 4336.444
KT 2166.722 0.2
F-hit 10833.61
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
db 2 15 17
JK 7298.111 5.666667 7303.778
KT F-hit 3649.056 9659.265 0.377778
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
db 2 15 17
JK 10846.33 4.166667 10850.5
KT 5423.167 0.277778
0.05 3.68
F-tab 0.01 6.36
5. Bulan kelima Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
6. Bulan keenam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total 7. Bulan ketujuh Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
F-hit 19523.4
116
Lampiran 18. Hasil uji inderawi terhadap warna jagung titi berdasarkan metode tahapan berjenjang LDPE No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 jumlah ratarata
Umur simpan (bulan) 5 6 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 43 42 2.87
2.80
PP 7 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 42 2.80
HDPE
Umur simpan (bulan) 5 6 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 43 43 2.87
2.87
7 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 43 2.87
Umur simpan (bulan) 5 6 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 43 43 2.87
2.87
7 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 43 2.87
117
Lampiran 19. . Hasil uji inderawi terhadap aroma jagung titi berdasarkan metode tahapan berjenjang
LDPE No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 jumlah ratarata
PP
Umur simpan (bulan) 5 6
HDPE
Umur simpan (bulan) 7 5 6
Umur simpan (bulan) 7 5 6
7
3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 33
1 1 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 29
1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 26
3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 43
3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 42
3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 40
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 44
2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 43
3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 42
2.2
1.93
1.73
2.87
2.80
2.67
2.93
2.87
2.80
118