PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
PENENTUAN TINGKAT KERENTANAN LERENG DENGAN METODE WILSON & KEEFER DI KECAMATAN PLERET, DLINGO & PIYUNGAN, KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Paramitha Tedja Trisnaning* Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta *corresponding author:
[email protected]
ABSTRAK Gempabumi 27 Mei 2006 yang lalu, telah memicu 150 gerakan tanah di sepanjang tebing di Kecamatan Piyungan, Pleret, Imogiri, Pundong dan Kretek. Peristiwa gempabumi tersebut meningkatkan kerentanan lereng terhadap gerakan tanah, terutama pada Kecamatan Pleret dan Piyungan. Kedua ke-camatan dikontrol oleh lereng curam dengan penyusunnya berupa batuan sedimen berlapis dan batuan vulkanik yang terkekarkan secara intensif, menjadikannya rentan terhadap gerakan tanah. Pemicu berupa gempabumi ataupun hujan dapat meningkatkan potensi gerakan tanah di masa mendatang, sehingga perlu ditentukan kerentanan lerengnya. Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah ditentukan berdasarkan Metode Wilson & Keefer dengan parameter: kemiringan lereng dan kekuatan satuan ba-tuan. Daerah penelitian dibagi menjadi delapan kelas kemiringan lereng dengan tiga kelas kekuatan satuan batuan. Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah ditentukan melalui proses tumpangtindih ke-dua peta parameter dengan menggunakan perangkat lunak Arc GIS. Kemiringan lereng dibagi menjadi < 3°, 3° – 5°, 5° – 10°, 10° – 15°, 15° – 20°, 20° – 30°, 30° – 40° dan > 40°. Kekuatan satuan batuan dikelompokkan menjadi kelas 1 (kekuatan batuan tinggi) terdiri dari breksi andesit, breksi autoklastik, breksi pumis dan breksi andesit tufan. Kelas 2 (kekuatan batuan menengah) terdiri dari breksi auto-klastik dan batupasir tufan dengan anggotanya berupa breksi andesit tufan. Kelas 3 (kekuatan batuan rendah) terdiri dari lempung pasiran dan sebagian batupasir tufan. Kerentanan lereng dibagi menjadi delapan tingkatan dengan nilai 0, III, V, VI, VII, VIII, IX dan X. Semakin besar nilainya menunjukkan peningkatan kerentanan lereng. Lereng dengan penyusunnya berupa batuan sejenis dapat memiliki ke-rentanan yang berbeda, dikontrol oleh besar derajat kemiringan lereng.
I.
vulkanik yang terkekarkan secara intensif. Kondisi yang demikian men-jadikan lereng rentan terhadap gerakan tanah. Pemicu berupa gempa bumi ataupun hujan dapat meningkatkan potensi gerakan tanah di masa mendatang, sehingga perlu ditentukan kerentanan lerengnya.
PENDAHULUAN Gempabumi sebagai salah satu pemi-cu pergerakan pada lereng, telah memicu gerakan tanah pada kondisi topografi dan geologi berbeda di berbagai belahan dunia. Pada 27 Mei 2006 yang lalu, gempabumi te-lah memicu terjadinya 150 gerakan tanah di sepanjang tebing di Kecamatan Piyungan, Pleret, Imogiri, Pundong dan Kretek. Peris-tiwa gempabumi tersebut meningkatkan kerentanan lereng terhadap gerakan tanah, terutama di Kecamatan Pleret dan Piyungan.
Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah ditentukan berdasarkan Metode Wil-son & Keefer dengan parameter berupa ke-miringan lereng dan kekuatan satuan ba-tuan. Daerah penelitian akan dikelompok-kan menjadi delapan kelas kemiringan le-reng dan satuan batuan penyusunnya akan dikelompokan menjadi tiga kelas kekuatan satuan batuan. Penentuan kerentanan lereng terhadap
Daerah penelitian meliputi Kecamat-an Pleret, Piyungan dan Dlingo (Gambar 1) dikontrol oleh kondisi lereng curam dengan penyusunnya berupa batuan sedimen ber-lapis dan batuan 541
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA gerakan tanah dilakukan melalui proses tumpangtindih kedua peta parameter dengan menggunakan perangkat lunak Arc GIS.
Kenampakan morfologi daerah pene-litian dikontrol oleh kehadiran sesar geser sinistral dengan arah memanjang relatif timurlaut – baratdaya. Hal ini ditunjukkan dengan kelurusan sepanjang Sungai Opak.
Pada penelitian ini, kerentanan lereng terhadap gerakan tanah akan ditampilkan dalam bentuk peta. Dengan demikian, da-pat memberikan gambaran kondisi kestabil-an lereng dan membantu menentukan prio-ritas penanganan terkait potensi gerakan tanah. Selain itu, diharapkan dapat sebagai panduan dalam mengembangkan daerah penelitian.
2. Stratigrafi Regional Daerah Penelitian Secara regional, daerah penelitian tersusun atas perselingan batuan sedimen, batuan vulkanik dan endapan sungai serta endapan material gunungapi. Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Yogyakarta (Rahardjo, dkk; 1995), tersusun atas empat formasi batuan sebagai berikut (Gambar 3).
Penelitian ini dilakukan guna menge-tahui tingkat kemiringan lereng dan kekuat-an satuan batuan penyusun daerah peneli-tian. Tujuan akhir dilakukannya penelitian ini adalah menentukan dan memetakan kerentanan lereng terhadap gerakan tanah pada daerah penelitian dengan menerapkan Metode Wilson & Keefer.
II.
GEOLOGI REGIONAL PENELITIAN
a. Formasi Semilir (Tmse) Formasi Semilir tersusun oleh perselingan breksi dengan tuf, breksi & lapili batuapung, tuf, tuf lapili/dasit /andesit, batupasir tufan, batulem-pung tufan dan serpih. Pada bagian bawah tersusun oleh aliran lava ban-tal. Formasi Semilir diendapkan ber-samaan dengan Formasi Nglanggran pada Miosen Bawah – Miosen Tengah dan ketebalan ± 460 meter.
DAERAH
1. Fisiografi Regional Daerah Penelitian Daerah penelitian, secara fisiografi termasuk dalam Subzona Baturagung dan Zona Depresi Tengah berupa Dataran Yog-yakarta. Menurut Srijono, dkk (2008), Sub-zona Baturagung memiliki morfologi berupa pegunungan struktural terbiku sedang dan kuesta yang terbentuk oleh proses struk-tural (Gambar 2). Reliefnya yang sedang – kuat memiliki ketinggian 200 – 838 meter dan kemiringan lereng 15° – 80° mengeks-presikan penyusunnya berupa batuan sedi-men vulkaniklastik dan vulkanik.
Formasi Semilir dapat dijumpai di daerah Pleret – Imogiri, Piyungan – Prambanan dan Pegunungan Baturagung. Jurus perlapisan batuan relatif berarah timurlaut – baratdaya de-ngan arah kemiringan menghadap tenggara. Besar kemiringan perlapis-an batuan relatif bervariasi, yaitu: 10°, 12° – 22°. b. Formasi Nglanggran (Tmn) Singkapan Formasi Nglanggran dijumpai di G. Nglanggran yang ter-letak di Pegunungan Baturagung. For-masi Nglanggran diendapkan bersa-maan dengan Formasi Semilir pada Miosen Bawah – Miosen Tengah (Surono; 1992 dalam Bronto, dkk; 2008). Formasi ini dicirikan oleh ba-tuan breksi yang
Dataran Yogyakarta dengan morfologi berupa lereng kaki vulkanik Merapi memiliki relief relatif datar – landai dengan ke-tinggian ± 100 – 150 meter dan kemiringan lereng 0° – 15°. Relief morfologi mengeks-presikan penyusunnya berupa endapan ma-terial gunungapi dan endapan sungai. 542
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA tersusun oleh mate-rial vulkanik berupa breksi gunungapi, breksi autoklastik, breksi epiklastik, lava bantal, aglomerat dan tuf. Kete-balannya mencapai 750 meter.
batuan, diper-oleh Hammer.
melalui
uji
Schmidt
a. Pasir & Lempung Aluvium (Qa) Formasi ini didominasi oleh pa-sir dan lempung. Pasir berwarna abu-abu kecoklatan, ukuran butir halus – sedang, bersifat lepas dan terdapat campuran material sedimen berukur-an kerikil. Lempung berwarna abu-abu kehitaman, bersifat lunak dengan plastisitas tinggi. Nilai Gs = 2,64 – 2,89; gn = 1,22 – 2,12 g/cm3; wn = 11,11 – 59,56 %; c = 0,01 – 0,18 kg/cm2; f = 10,94° – 34,2° dan CPT = 5 – 40 kg/cm2.
c. Endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi) Endapan Gunungapi Merapi Muda merupakan bagian dari endap-an gunungapi masakini, pelamparan-nya mulai dari kaki lereng Gunungapi Merapi hingga ke arah selatan di daerah Bantul. Endapan ini terbentuk setelah Endapan Gunungapi Merapi Tua pada periode Kuarter.
b. Pasir Tufa End. Vulkanik Merapi Muda (Qmi)
Endapan Gunungapi Merapi Muda tersusun oleh abu vulkanik, le-leran lava, aglomerat dan tuf. Sema-kin ke arah selatan, endapan meng-alami perubahan ukuran butir men-jadi semakin halus, ketebalan ± 45 meter dan bervariasi antara tempat satu dengan lainnya.
Formasi ini terdiri dari pasir tufa, abu, aglomerat dan leleran lava. Bagian permukaan didominasi oleh pasir tufa berwarna coklat abu-abu, lapuk sedang, bersifat lepas dan mu-dah hancur dengan tingkat kekerasan sedang. Bagian selatan tanah penu-tup berupa lanau pasiran berwarna coklat kelabu, bersifat lunak, plasti-sitas sedang dan ketebalan 0,5 – 1,3 meter. Bagian tengah tanah penutup berupa pasir – pasir lanauan berwar-na coklat dan bersifat agak padat – lepas. Tekanan konus (CPT) sebesar 5 – 45 kg/cm2 di bagian selatan dan 20 – 145 kg/cm2 di bagian tengah.
d. Endapan Aluvium (Qa) Endapan Aluvium merupakan en-dapan permukaan yang diendapkan bersamaan dengan Endapan Gunungapi Merapi Muda dengan umur Kuar-ter. Endapan ini tersusun oleh kerakal, pasir, lanau dan lempung yang dien-dapkan di sepanjang sungai besar. 3. Geologi Teknik Regional Daerah Penelitian
c. Breksi Vulkanik Formasi Nglang-gran (Tmn)
Geologi teknik regional daerah pene-litian tersusun oleh 1) Pasir & Lempung Aluvium; 2) Pasir Tufa Endapan Vulkanik Merapi Muda; 3) Breksi Vulkanik Formasi Nglanggran dan 4) Breksi Tufa Formasi Semilir (Wafid, dkk; 1997). Penyusunannya dilakukan berdasarkan penyebaran formasi geologi, dominasi satuan batuan permu-kaan dan tingkat kekuatan
Formasi ini terdiri dari breksi vulkanik, breksi aliran, aglomerat, lava dan tufa. Bagian permukaan, di-dominasi oleh breksi vulkanik berwar-na coklat tua, agak segar, agak padu dan tingkat kekerasan tinggi, serta tersusun oleh tufa dan fragmen an-desit berukuran 543
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA butir 40 cm dengan bentuk butir menyudut tanggung. Ta-nah penutup memiliki ketebalan 1 – 2 meter dengan penyusunnya berupa pasir – pasir lanauan berwarna coklat kehitaman dan padat – agak lepas.
oleh Wilson & Keefer, kerentanan le-reng terhadap gerakan tanah ditentukan berdasarkan parameter berupa kemiringan lereng dan kekuatan satuan batuan penyu-sun lereng. a. Parameter Kemiringan Lereng
d. Breksi Tufa Formasi Semilir (Tmse)
Pada banyak kondisi topografi dan geologi, kerapkali potensi gerak-an tanah meningkat seiring dengan pertambahan besar kemiringan le-reng. Kondisi kemiringan lereng yang curam akan memperkecil gaya pena-han yang bekerja pada lereng dan meningkatkan gaya penggeraknya. Pembagian kelas dan derajat kemi-ringan lereng sebagai salah para-meter penentu kerentanan lereng di-tunjukkan pada Tabel 1.
Formasi ini terdiri dari breksi tufa, tufa dan batulempung tufaan. Bagian permukaan didominasi oleh breksi tufa berwarna coklat tua, ukur-an butir 40 cm, bentuk butir menyu-dut tanggung, agak segar – lapuk sedang, agak padu, mudah hancur dan tingkat kekerasan tinggi, serta tersusun oleh tufa dan andesit. Tanah penutup berupa lanau berwarna me-rah kecoklatan, plastisitas tinggi dan ketebalan ± 1 meter. Nilai Gs = 2,646; gn = 1,606 g/cm3; wn = 34,36%; c = 0,14 kg/cm2 dan f = 28,37; grup simbol MH.
III.
b. Parameter Kekuatan Batuan Satuan batuan penyusun le-reng memiliki kekuatan yang berbeda satu terhadap lainnya, sehingga mempengaruhi kestabilan lereng. Wilson & Keefer (1985) dalam menentukan kerentanan lereng terha-dap gerakan tanah, mengelompok-kan penyusun lereng menjadi tiga ke-las kekuatan satuan batuan (Tabel 2). Sifat fisik dan kekuatan satuan batuan ditentukan melalui analisis Rock Mass Rating Basic (RMRB) dengan mempertimbangkan kehadiran maupun persebaran bidang diskontinuitas.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerentanan Lereng terhadap Gerakan Tanah berdasarkan Metode Wilson & Keefer Pada penelitian ini, kerentanan lereng terhadap gerakan tanah ditentukan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Wilson & Keefer (1985). Metode ini dikembangkan guna memprediksi maupun menentukan batas area gerakan tanah, ter-utama akibat dipicu oleh gempabumi.
2. Penentuan Kerentanan Lereng ter-hadap Gerakan Tanah
Menurut Wilson & Keefer, kecende-rungan suatu lereng mengalami gerakan ta-nah selama gempabumi merupakan fungsi kestabilan lereng sebelum terjadinya gempa bumi. Kestabilan lereng menunjukkan ketahanan suatu lereng terhadap gangguan, terutama yang berasal dari luar lereng dikon-trol oleh kekuatan material penyusun lereng dan kemiringan lereng. Sebagaimana diurai-kan
Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah ditentukan berdasarkan parameter kemiringan lereng dan kekuatan satuan batuan penyusun lereng (Wilson & Keefer; 1985). Pada penelitian ini, pembagian ke-rentanan lereng terhadap gerakan tanah dilakukan berdasarkan Wills, et al (2011) yang membaginya menjadi delapan tingkat kerentanan dengan nilai 0, III, V, VI, VII, VIII, IX dan X (Tabel 3). Kerentanan suatu lereng 544
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA terhadap gerakan tanah akan meningkat seiring dengan bertambahnya kemiringan lereng dan berkurangnya kekuatan satuan material penyusun lereng.
Pada tahap ini dilakukan pengumpul-an data secara langsung di lapangan, yaitu: a) pengukuran kemiringan lereng bila memungkinkan, sebagai pembanding hasil analisis Digital Elevation Model (DEM). b) identifikasi batuan dan jurus/kemiringan perlapisan, guna mengetahui jenis dan persebarannya. c) identifikasi bidang kekar/ sesar dan jurus/kemiringannya, guna mem-peroleh data terkait parameter dalam Rock Mass Rating Basic (RMRB). d) identifikasi jenis, arah gerakan tanah dan arah rekahan.
3. Rock Mass Rating Basic (RMRB) Bieniawski (1989), mengembangkan Rock Mass Rating Basic (RMRB) atau Kla-sifikasi Geomekanik sebagai dasar dalam menentukan ketahanan batuan terhadap gangguan. Berdasarkan hasil analisis RMRB dapat ditentukan sifat keteknikan batuan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Penentuan nilai RMRB batuan dapat dilakukan berdasarkan lima parameter, yaitu: 1) kuat tekan uniaksial atau Uniaxial Compressive Strength (UCS) material penyusun lereng, 2) Rock Quality Designation (RQD), 3) kondisi diskontinuitas, 4) spasi diskontinuitas dan 5) kondisi airtanah.
IV.
3. Tahap Pengolahan Data Pada tahap ini dilakukan pengolahan data, meliputi: a) pembuatan Peta Geomor-fologi Daerah Penelitian melalui analisis DEM, dibagi berdasarkan klasifikasi kemi-ringan lereng van Zuidam (1983). b) pem-buatan Peta Kemiringan Lereng Daerah Pe-nelitian, dibagi menjadi delapan kelas kemi-ringan lereng berdasarkan Wills, et al (2011). c) pembuatan Peta Geologi Daerah Peneli-tian berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan terkait jenis, persebaran, jurus/ke-miringan bidang perlapisan ataupun bidang kekar/sesar. d) penentuan kekuatan satuan batuan penyusun daerah penelitian melalui analisis RMRB. e) pembuatan Peta Geologi Teknik Daerah Penelitian berdasarkan peta geologi daerah penelitian dan hasil analisis RMRB. Peta ini menggambarkan sifat fisik dan kekuatan satuan batuan penyusun daerah penelitian, dibagi menjadi tiga kelas kekuatan satuan batuan berdasarkan Wil-son & Keefer (1985). f) analisis & pembuat-an Peta Kerentanan Lereng terhadap Ge-rakan Tanah melalui proses tumpangtindih Peta Kemiringan Lereng dan Peta Geologi Teknik Daerah Penelitian. Peta ini memuat informasi kecenderungan suatu lereng me-ngalami pergerakan, dibagi menjadi delapan tingkat kerentanan dengan nilai 0, III, V, VI, VII, VIII, IX dan X (Wills, et al; 2011). g) pe-nyusunan Dasar Teori dengan mengumpul-kan, mengolah dan memilah data sekunder terkait gerakan tanah maupun kerentanan lereng, sehingga diperoleh dasar
METODOLOGI PENELITIAN
Kegiatan penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu: 1) tahap persiapan, 2) tahap pengumpulan data lapangan, 3) ta-hap pengolahan data dan 4) tahap evaluasi, diskusi maupun penyajian hasil penelitian. Seluruh tahapan penelitian ditunjukkan da-lam diagram alir pada Gambar 4. 1. Tahap Persiapan Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan sebagai upaya mengenali kondisi daerah penelitian dan memudahkan kegiatan penelitian. Tahap persiapan meli-puti: a) studi pustaka sebagai upaya me-ngumpulkan dasar teori guna mendukung penelitian, memahami tujuan, parameter dan metode yang akan diterapkan. b) ana-lisis/interpretasi peta topografi, citra satelit dan peta geologi regional guna memahami kondisi geomorfologi maupun geologi da-erah penelitian. c) menyusun peta geologi tentatif daerah penelitian, guna membantu kegiatan pengumpulan data di lapangan. 2. Tahap Pengumpulan Data Lapangan 545
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA teori sesuai judul, tujuan dan metode penelitian.
atas kelompok batuan de-ngan kekuatan menengah (batupasir tufan, breksi aliran & breksi autoklastik). Kelas ke-kuatan satuan batuan 3, terdiri atas kelom-pok batuan dengan kekuatan terendah/ter-buruk (batupasir tufan & lempung pasiran). Pembagian kelas kekuatan satuan batuan penyusun daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 6 dan Tabel 6.
4. Tahap Evaluasi, Diskusi & Penya-jian Hasil Penelitian Pada tahap ini dilakukan evaluasi dan diskusi guna mengetahui kesesuaian antara tujuan penelitian dengan rumusan masalah, hipotesis dan metode penelitian, serta kese-suaian pengolahan data dengan hasil pene-litian. Diharapkan dengan adanya evaluasi dan diskusi dapat dilakukan penyajian hasil penelitian dengan lebih baik.
V.
3. Kerentanan Lereng terhadap Gerakan Tanah Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah ditentukan melalui proses tumpang-tindih antara peta parameter, yaitu: Peta Kemiringan Lereng dan Peta Geologi Teknik yang mengambarkan kekuatan satuan ba-tuan penyusun daerah penelitian. Pada pe-nelitian ini, kerentanan lereng terhadap ge-rakan tanah pada daerah penelitian dibagi menjadi delapan tingkat berdasarkan Wills, et al (2011), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7 dan Tabel 7.
HASIL & PEMBAHASAN
1. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng sebagai salah satu parameter dalam menentukan kerentanan lereng terhadap gerakan tanah, menunjuk-kan variasi derajat kemiringan lereng pada daerah penelitian. Pada penelitian ini, kemi-ringan lereng dibagi menjadi delapan kelas (Gambar 5 dan Tabel 5), berdasarkan kla-sifikasi yang disusun oleh Wills, et al (2011). Masing-masing memiliki derajat kemiringan lereng < 3°, 3° – 5°, 5° – 10°, 10° – 15°, 15° – 20°, 20° – 30°, 30° – 40° dan > 40°. 2. Parameter Kekuatan Penyusun Lereng
Satuan
VI.
Penentuan kerentanan lereng terha-dap gerakan tanah berdasarkan parameter dari Metode Wilson & Keefer dan pembagi-annya berdasarkan Wills, et al (2011) memi-liki akurasi tinggi, ditunjukkan dengan kese-suaian persebaran kejadian gerakan tanah. Dengan demikian, Metode Wilson & Keefer dengan parameter kemiringan lereng dan kekuatan satuan batuan dapat diterapkan dengan baik di Indonesia.
Batuan
Parameter ini menunjukkan sifat fisik dan kekuatan satuan batuan penyusun le-reng maupun ketahanannya terhadap ge-rakan tanah. Kekuatan satuan batuan pe-nyusun lereng ditentukan berdasarkan jenis dan nilai Rock Mass Rating Basic (RMRB), serta mempertimbangkan kehadiran gerak-an tanah.
KESIMPULAN
VII.
SARAN
Hasil penelitian berupa peta keren-tanan lereng terhadap gerakan tanah dapat sebagai dasar dalam perencanaan maupun pengembangan pembangunan terkait kecenderungan daerah penelitian untuk mengalami gerakan tanah. Peta kerentanan lereng dapat dikembangkan menjadi peta potensi gerakan tanah dengan melakukan tumpangtindih terhadap peta curah hujan dan
Parameter kekuatan satuan batuan dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan Wil-son & Keefer (1985). Masing-masing dike-lompokkan menjadi kelas kekuatan satuan batuan 1, terdiri atas kelompok batuan dengan kekuatan tertinggi/terbaik (breksi andesit, breksi autoklastik, breksi pumis & breksi andesit tufan). Kelas kekuatan satuan batuan 2, terdiri 546
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA peta seismik. Pada tingkat desa, keren-tanan lereng terhadap gerakan tanah dapat ditentukan melalui pemetaan detail dengan
peta kerentanan lereng tersebut sebagai dasar pemetaan.
DAFTAR PUSTAKA Bieniawski, Z.T., 1989, Engineering Rock Mass Classifications : a complete manual for engineers and geologist in mining, civil, and petroluem engineering, John Wiley & Sons Inc, Canada. Bronto, S., Mulyaningsih, S., Hartono, G. & Astuti, B., 2008, Gunung Api purba Watuadeg: Sumber erupsi dan posisi stratigrafi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3, No. 3, September 2008. Karnawati, D. & Faisal, T.F., 2008, Mechanism of Earthquake Induced Landslides in Yogyakarta Province, Indonesia, The Yogyakarta Earthquake 2006, Edt. Karnawati, D., Pramumijoyo, S., Anderson, R. dan Hussein, S., Star Publishing Company Inc, Belmont, California. Rahardjo, W., Sukandarrumiddi & Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta 1408 – 2 & 1407 – 5, Edisi 2, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Srijono, Husein, S., Haryono, E., Yuwono, S.E., Samodra, H. & Rachwibowo, P., 2008, Penerapan Pemetaan Geomorfologi Metode ITC dalam Menganalisis Geomorfologi Pegunungan Selatan Jawa Timur, Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI ke 37. Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Bandung. van Zuidam, 1983, Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation Mapping, Section of Geology and Geomorphology, ITC, Enchende, Netherland. Wafid, A.N, Djadja, M. & Harmawan, 1997. Peta Geologi Teknik Lembar Yogyakarta, Badan Geo-logi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Jakarta. Wills, C.J., Perez, F.G. & Gutierrez, C.I., 2011, Susceptibility to Deep-Seated Landslides in California, USGS, California Geological Survey, California. Wilson, R.C. & Keefer, D.K., 1985, Predicting areal limits of earthquake-induced landsliding, Edt J.I. Ziony, Evaluating earthquake hazards in the Los Angeles region an earth-science perspective: U.S. Geological Survey Professional Paper 1360.
TABEL Tabel 1. Pembagian kelas & derajat kemiringan lereng Derajat Kemiringan Lereng Wieckzorek, et al; 1985
Wills, et al; 2011
0-5%
0 -3
10O - 20O
5 - 15 %
3 -5
3
20O - 30O
15 - 30 %
5 - 10
4
30 - 40
5
40 - 50
Wilson & Keefer; 1985
Kelas Kemiringan Lereng
1
6
O
0 - 10
O
O
O
O
O
O
O
O
O
30 - 50 %
10O - 15O
O
O
50 - 70 %
15O - 20O
> 70 %
20O - 30O
7
30O - 40O
8
> 40
O
547
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Tabel 2. Pembagian kelas kekuatan satuan batuan Kelas Kekuatan Satuan Batuan
Kelompok Batuan
Penurunan Kekuatan Satuan Batuan
1
3
2
Batuan kristalin & batu- Batupasir tersementasi Serpih, batulempung & mapasir tersementasi baik lemah dengan : 35°. terial yang belum terkonsodengan : 35°. lidasi dengan : 20°, serta mempertimbangkan keha-
Tabel 3. Pembagian tingkat kerentanan lereng terhadap gerakan tanah berdasarkan Wills, et al (2011). Kelas Kemiringan Lereng
Kelas Kekuatan Satuan Batuan
1 2 3
1
2
3
4
0
0
0
III
V
V
VII
VII
0 0
5
6
7
8
VI
VII
VIII
VIII
VIII
IX
IX
IX
IX
IX
X
X
X
X
Tingkat Kerentanan Lereng terhadap Gerakan Tanah 0 III V VI VII VIII IX X Peningkatan Kerentanan Lereng
548
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Tabel 4. Klasifikasi Rock Mass Rating Basic (RMRB). (Bieniawski; 1979 dalam Bieniawski;1989)
549
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Tabel 5. Pembagian & deskripsi masing-masing kelas kemiringan lereng pada daerah penelitian.
Tabel 6. Pembagian & deskripsi masing-masing kelas kekuatan satuan batuan pada daerah penelitian.
Tabel 7. Pembagian & deskripsi masing-masing tingkat kerentanan berdasarkan Wills, et all (2011).
550
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA GAMBAR
Gambar 1. Lokasi penelitian terletak di bagian tenggara Yogyakarta atau di bagian timurlaut Kabupaten Bantul, meliputi sebagian Kecamatan Pleret, Piyungan & Dlingo.
Gambar 2. Dataran Yogyakarta berupa lereng kaki vulkanik Merapi pada bagian barat – baratlaut. Sub zona Baturagung pada bagian memanjang dari baratdaya – timurlaut, terbentuk oleh morfologi pegunungan struktural terbiku sedang & kuesta. (Srijono, dkk; 2008 dengan modifikasi)
551
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Legenda :
D
Qa
Endapan Aluvium; endapan sungai berukuran butir kerakal, pasir, lanau & lempung.
Qmi
Endapan Gunungapi Merapi Muda; abu vulkanik, leleran lava, aglomerat & tuf.
Tmwl
Formasi Wonosari; batugamping berlapis, batugamping terumbu, batugamping napalan, batupasir tufan & batulanau.
Tms
Formasi Sambipitu; perselingan batupasir & serpih gampingan.
Tmn
Formasi Nglanggran; breksi gunungapi, breksi autoklastik, breksi epiklastik, lava bantal, aglomerat & tuf.
Tmse
U 14
D
Jurus & kemiringan lapisan. Sesar geser sinistral diperkirakan, arah pergerakan horisontal atau paralel terhadap jurus sesar.
N T
N T
Formasi Semilir; perselingan breksi dengan tuf, breksi batuapung, lapili batuapung, tuf, tuf lapili, tuf dasit, tuf andesit, batupasir tufan, batulempung tufan & serpih.
N T
N T
Sesar diperkirakan, arah pergerakan vertikal/tegaklurus jurus sesar. N, bagian yang naik; T, bagian yang turun. Batas Daerah Penelitian.
N T
U
U
N T 0
1
2 Km
Gambar 3. Peta geologi regional daerah penelitian. (Rahardjo, dkk; 1995 dengan modifikasi)
552
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian maupun proses perolehan Peta Kerentanan Lereng terhadap Gerakan Tanah.
Gambar 5. Peta kemiringan lereng daerah penelitian.
553
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA Gambar 6. Peta geologi teknik daerah penelitian, menunjukkan kekuatan satuan batuan penyusun daerah penelitian.
Gambar 7. Peta tingkat kerentanan lereng terhadap gerakan tanah, pembagiannya berdasarkan Wills, et al (2011).
554