PENENTUAN SUHU DAN WAKTU PADA EKSTRAKSI WET RENDERING MINYAK IKAN DARI BY-PRODUCT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
YOSHIARA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PENENTUAN SUHU DAN WAKTU PADA EKSTRAKSI WET RENDERING MINYAK IKAN DARI BY-PRODUCT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
YOSHIARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul “Penentuan Suhu dan Waktu pada Ekstraksi Wet Rendering Minyak Ikan dari By-Product Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” adalah benar merupakan hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013 Yoshiara C34090058
ABSTRAK YOSHIARA. Penentuan Suhu dan Waktu pada Ekstraksi Wet Rendering Minyak Ikan dari By-Product Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan PIPIH SUPTIJAH. Ikan nila merupakan komoditas hasil budidaya perikanan air tawar yang banyak diolah menjadi produk olahan, salah satu contohnya adalah fillet ikan nila. Masalah yang timbul dari banyaknya pemanfaatan ikan nila menjadi produk olahan adalah limbah sisa olahan. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh minyak ikan dari by-product ikan nila melalui ekstraksi wet rendering; mengkarakteristik minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering; menentukan suhu dan waktu terbaik saat ekstraksi wet rendering; menentukan profil asam lemak minyak ikan kualitas paling tinggi dan paling rendah dari hasil ekstraksi wet rendering. Suhu ekstraksi yang digunakan adalah 25, 50, 70, dan 90°C, dengan waktu ekstraksi 15, 25, 35, dan 45 menit. Hasil ekstraksi diuji kualitasnya dengan uji asam lemak bebas, bilangan asam, peroksida, p-anisidin, total oksidasi, dan profil asam lemaknya. Suhu dan waktu terbaik pada ekstraksi wet rendering adalah 70°C selama 35 menit, dengan nilai rendemen minyak ikan tertinggi yaitu 6,44%. Rendemen minyak ikan yang didapat dari ekstraksi Bligh and Dyer adalah sebesar 8,12%. Nilai EPA dan DHA yang terkandung dalam minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering adalah 1,15% dan 1,03%. Kata kunci: by-product ikan nila, ekstraksi, minyak ikan, suhu, waktu
ABSTRACT YOSHIARA. The Determination of Temperature and Time in Wet Rendering Extraction of Fish Oil from By-Product Tilapia (Oreochromis niloticus). Supervised by SUGENG HERI SUSENO and PIPIH SUPTIJAH. Tilapia is a farmed commodity of freshwater fish that can be processed into refined products, one example is the tilapia fillets. The arising problem from the utilization of tilapia into many processed products is residual waste processed. The purpose of this research is to obtain fish oil from by-product with wet rendering extraction; to characterize fish oil from wet rendering extraction; to determine the best temperature and time wet rendering extraction; to determine the fatty acid profile of fish oil that be extracted with wet rendering method. Extraction temperatures and times that be used were 25, 50, 70, 90°C, and 15, 25, 35, and 45 min. Quality of extracted was tested with Free Fatty Acid Test, acid value, peroxide, p-anisidine, total oxidation, and fatty acid profiles. The best temperature and time of wet rendering extraction is 70°C for 35 minutes, with the highest value of fish oil yield is 6,44%. Fish oil yield that be obtained from Bligh and Dyer extraction amounted to 8,12%. The value of EPA and DHA that be contained of fish oil extracted wet rendering is 1,15% and 1,03%. Keywords: by-product tilapia, extraction, fish oil, temperature, time
Judul Skripsi
:
Nama : NIM : Program Studi :
Penentuan Suhu dan Waktu pada Ekstraksi Wet Rendering Minyak Ikan dari By-Product Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yoshiara C34090058 Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi., M.Si. Pembimbing I
Dr. Pipih Suptijah, MBA Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala anugerah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini adalah minyak ikan, dengan judul penentuan suhu dan waktu pada ekstraksi wet rendering minyak ikan dari by-product ikan nila (Oreochromis niloticus). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi., M.Si. dan Ibu Dr. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing, dan Ibu Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku dosen penguji, serta seluruh staf dosen dan administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mama, Papa, serta Kakak Becca dan Iyos yang telah memberikan semangat dan doa. Penulis juga memberi ungkapan terima kasih kepada Fredy, Fernando, Yenni, Nesvi, Sulayman, Bang Zega, Kak Tiur, Bang Amudi, Kak Vera dan keluarga besar Komisi Kesenian UKM PMK IPB, serta Fitri, Puspita, Sita, Arga, Affan, Tenny, Ayu, Saras, Sri, Rika dan keluarga besar THP 46 Alto atas segala bantuan dan motivasinya. Terima kasih juga kepada adik-adik Perwira 19 dan teman lama yang senantiasa masih memberi banyak dukungan yaitu Imam, Ferdy, Equita, Agit, dan Yuli. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2013 Yoshiara
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
Bahan
2
Alat
3
Prosedur Analisis Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Karakteristik Proksimat Bahan Baku
5
Perbandingan Hasil Rendemen Minyak Ikan dari Metode Ekstraksi Wet Rendering dengan Ekstraksi Bligh and Dyer
6
Perbandingan Hasil Rendemen Minyak Ikan Antar Kombinasi Suhu dan Waktu pada Ekstraksi Rendering Basah (Wet Rendering) 7 Analisis Free Fatty Acid (FFA)
8
Analisis Bilangan Asam (Acid Value)
9
Analisis Bilangan Peroksida (Peroxide Value)
10
Analisis Bilangan Anisidin (p-Anisidine Value)
11
Analisis Bilangan Totoks (Totox Value)
12
Profil Asam Lemak
13
KESIMPULAN DAN SARAN
14
Kesimpulan
14
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
19
DAFTAR TABEL 1 Profil asam lemak 2 Perbandingan EPA dan DHA dengan beberapa spesies ikan air tawar
13 14
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian 2 Nilai proksimat by-product ikan nila (Oreochromis niloticus) 3 Rendemen minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering dan Bligh and Dyer 4 Rendemen minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering dalam 16 kombinasi suhu dan waktu 5 Nilai FFA pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering 6 Nilai AV pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering 7 Nilai PV pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering 8 Nilai P-AV pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering 9 Nilai bilangan totoks pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering
4 5 6 7 8 9 10 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data Penelitian 2 Dokumentasi penelitian
17 17
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan nila merupakan komoditas hasil budidaya perikanan yang pasarnya cukup menjanjikan. Data Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat menunjukkan produksi ikan nila pada tahun 2011 mencapai 163.273 ton. Angka tersebut naik 52,5% dibandingkan dengan realisasi tahun 2010 (KKP 2012). Produksi ikan nila yang tinggi memicu adanya pasar produk ikan nila dalam bentuk olahan. Diversifikasi ikan nila menjadi produk siap olah dan siap saji dapat memberikan nilai tambah yang cukup tinggi. Masalah yang timbul dari banyaknya pemanfaatan ikan nila menjadi produk olahan adalah limbah sisa olahan. Salah satu contoh produk olahan adalah fillet ikan nila. Produk olahan fillet ikan menghasilkan limbah berupa kepala, ekor, kulit dan isi perut. Rendemen limbah fillet ikan nila dapat mencapai 70%. Berdasarkan rendemen tersebut dan data produksi ikan nila pada tahun 2011 (KKP 2012), apabila ikan nila hanya dimanfaatkan dagingnya saja, maka limbah yang dihasilkan adalah sebanyak 114.291 ton. Limbah dari produksi olahan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan by-product ikan nila menjadi minyak ikan adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan nilai produksi dari ikan nila. Menurut Damongilala (2008), minyak ikan mengandung omega 3, vitamin A dan vitamin D. Minyak ikan merupakan sumber lemak yang rendah kolesterol dan aman dikonsumsi oleh berbagai macam usia (Ridwana 2012). Manfaat minyak ikan bagi kesehatan manusia sangat besar. Asam lemak tidak jenuh ganda yang dikandungnya dapat meningkatkan kecerdasan dan sistem kekebalan tubuh anak balita. Bagi orang dewasa, mengkonsumsi minyak ikan juga dapat mngurangi resiko terkena kanker, diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit jantung koroner (Astawan 1998). Peningkatan ketersediaan minyak ikan sangat berguna untuk kesehatan masyarakat. Rasio ideal konsumsi Omega-6 : Omega-3 adalah 1:1. Realisasinya di Indonesia yaitu 20:1. Minyak ikan diperoleh dengan cara ekstraksi. Metode ekstraksi yang biasa dilakukan adalah metode ekstraksi wet rendering dan dry rendering karena tidak membutuhkan pelarut kimia dalam pengerjaannya (Estiasih 2009). Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses, sedangkan dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung (Estiasih 2009). Menurut Yee (2007), suhu ekstraksi wet rendering yang baik adalah 80°C. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suhu dan waktu ekstraksi yang terbaik pada wet rendering.
Perumusan Masalah Penanganan limbah olahan industri perikanan belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah tersebut berpotensi untuk dibuat menjadi minyak ikan. Minyak ikan di dalam negeri masih diproduksi pada suhu tinggi sehingga kualitasnya masih di bawah International Fish Oils Standar (IFOS).
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memperoleh minyak ikan dari by-product ikan nila melalui ekstraksi wet rendering. (2) Mengkarakteristik minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering. (3) Menentukan suhu dan waktu terbaik saat ekstraksi wet rendering. (4) Menentukan profil asam lemak minyak ikan kualitas paling tinggi dan paling rendah dari hasil ekstraksi wet rendering.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai cara pemanfaatan by-product ikan nila (Oreochromis niloticus) menjadi minyak ikan berstandar food grade melalui ekstraksi wet rendering dengan perlakuan suhu dan waktu.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah analisis proksimat by-product ikan nila, ekstraksi Bligh and Dyer by-product ikan nila, ekstraksi wet rendering byproduct ikan nila, analisis Free Fatty Acid (FFA), peroksida, p-anisidin, total oksidasi, profil asam lemak, analisis data, serta penulisan laporan.
METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2013 hingga Mei 2013. Penelitian diawali dengan preparasi bahan baku di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berikutnya adalah ekstraksi minyak ikan di Laboratorium Kimia, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor. Prosedur analisis kemudian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan dan Laboratorium MIPA Terpadu, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Bahan utama yang digunakan untuk ekstraksi minyak ikan adalah byproduct ikan nila (Oreochromis niloticus) (kepala, isi perut, dan kulit ikan nila). Bahan-bahan lainnya adalah bahan yang digunakan untuk pengujian karakteristik minyak ikan yaitu akuades, metanol (MeOH), kloroform (CHCl3), alkohol 95%, indikator PP, KOH 0,1 N, isooktan, p-anisidin, asam asetat glasial, Na2S2O3 0,1 N, indikator pati 1%, NaOH, BF3, NaCl jenuh, dan Na2SO4 anhidrat.
3 Alat Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah wadah, pisau, talenan, food processor, corong, Erlenmeyer, waterbath, penyaring, sentrifuse, penangas air, spektrofotometer, evaporator, statip (penjepit buret), buret, tabung bertutup teflon dan kromatografi gas.
Prosedur Analisis Penelitian Bahan uji yaitu ikan nila diperoleh dari pasar tradisional di Caringin, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Ikan nila dibawa menuju laboratorium dalam keadaan hidup, menggunakan plastik yang berisi es dan air. Ikan dicuci dengan air bersih dan disiangi untuk memisahkan antara daging dan by-product. Kepala, isi perut, dan kulit ikan nila dihomogenisasi, yang selanjutnya disebut sampel. Sampel kemudian disimpan pada suhu -20°C. Tahap ekstraksi minyak ikan merupakan tahap utama dalam penelitian ini. Bahan ditambahkan akuades dengan perbandingan 1:1. Ekstraksi dilakukan dengan teknik perebusan. Perebusan dilakukan menggunakan waterbath sehingga suhu perebusan dapat ditentukan. Sampel disaring untuk mendapatkan fraksi cair. Fraksi cair disentrifuse untuk memisahkan antara air dan fraksi minyak. Prosedur penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil ekstraksi diuji kualitasnya dengan uji kualitas minyak ikan sebagai berikut: 1. Analisis Asam Lemak Bebas (AOAC 2005) 2. Analisis Bilangan Asam (AOAC 2005) 3. Analisis Bilangan Peroksida (AOAC 1995) 4. Analisis Bilangan Anisidin (IUPAC 1987) 5. Analisis Bilangan Total Oksidasi (AOAC 1995) 6. Penentuan Profil Asam Lemak dengan Gas Chromatography (AOAC 2005) Rendemen minyak ikan Rendemen minyak ikan (%) menyatakan perbandingan berat minyak ikan yang dihasilkan (g) dibandingkan dengan berat sampel yang digunakan dalam proses antara lain kepala, isi perut, dan kulit ikan (g). Perhitungan rendemen minyak ikan adalah sebagai berikut: endemen minyak ikan
berat minyak ikan g berat bahan g
Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua variable peubah. Data diolah menggunakan perangkat lunak SPSS v.16.0.
4 Ikan Nila Fillet ikan nila Analisis Proksimat
By Product
Penghalusan
Perebusan dengan perbandingan air dan bahan yaitu 1:1 (pada 25, 50, 70 dan 90°C dalam waktu 15, 25, 35 dan 45 menit) Ekstraksi dengan Metode Bligh and Dyer (sebagai kontrol)
Penyaringan Padatan Cairan
Sentrifuse
Perhitungan Rendemen Minyak Ikan
Minyak Ikan
Analisis Kimia
1. Analisis asam lemak bebas (Free Fatty Acid) 2. Analisis PAnisidin 3. Analisis bilangan peroksida 4. Total oksidasi 5. Penentuan profil asam lemak dengan GC untuk karakteristik minyak ikan kualitas paling tinggi dan paling rendah
Gambar 1 Diagram alir penelitian Penentuan Nilai Rendemen Minyak Ikan (Bligh dan Dyer 1959) Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan ditambahkan 20 mL metanol (MeOH), 10 mL kloroform (CHCl3). Homogenasi
5 dilakukan dengan vortex mixer selama 2 menit. Larutan ditambahkan CHCl3 sebanyak 10 mL, dan dikocok selama 2 menit. Larutan ditambahkan akuades sebanyak 18 mL dan dikocok dengan vortex mixer selama 2 menit. Larutan terbentuk menjadi dua fase. Fase atas adalah metanol yang mengikat air, dan fase bawah adalah kloroform yang mengikat minyak. Kedua fase dipisahkan menggunakan corong pisah. Kloroform yang mengikat minyak dievaporasi dengan alat rotary evaporator pada suhu 45°C. Hasil rendemen dihitung berdasarkan persamaan berikut: endemen
erat minyak ikan (g) erat sampel g
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Proksimat Bahan Baku Penelitian pendahuluan diawali dengan analisis proksimat by-product ikan nila (Oreochromis niloticus). Hasil analisis proksimat tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. 70
64,58
Persentase (%)
60 50 40 30 20
12,98
10
13,24
3,01
0 Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak Kadar Protein
Gambar 2 Nilai proksimat by-product ikan nila (Oreochromis niloticus) Hasil analisis proksimat menunjukkan nilai rata-rata kadar air pada ikan nila (Oreochromis niloticus) mencapai 64,58%, sedangkan kadar abu sebesar 3,01%, kadar lemak sebesar 12,98%, dan kadar protein sebesar 13,24%. Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa kadar lemak yang terdapat pada by-product ikan nila yang berupa kepala, isi perut, dan ekor adalah 12,98%. Kadar lemak pada ikan nila lebih banyak terdapat pada by-product ikan nila dibandingkan dengan daging ikan nila. Menurut Dewi dan Ibrahim (2008), kadar lemak daging ikan nila yang didapat dari penelitiannya adalah 1,01%.
6 Perbandingan Hasil Rendemen Minyak Ikan dari Metode Ekstraksi Wet Rendering dengan Ekstraksi Bligh and Dyer Proses produksi utama minyak ikan adalah melalui proses ekstraksi. Ekstraksi rendering basah dilakukan dalam dua katagori suhu, yaitu suhu rendah yakni 25°C dan 50°C, dan suhu tinggi yakni 70°C dan 90°C, yang dikombinasikan dengan perlakuan waktu, yaitu 15, 25, 35, dan 45 menit. Ekstraksi Bligh and Dyer dilakukan dengan menggunakan pelarut polar (air), metanol, dan kloroform. Persentase rendemen minyak ikan yang didapatkan dengan menggunakan metode Bligh and Dyer memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan ekstraksi menggunakan kombinasi suhu dan waktu ekstraksi (Gambar 3). Minyak ikan hasil ekstraksi Bligh and Dyer mencapai nilai 8,12%, sedangkan ekstraksi rendering basah dengan 16 kombinasi suhu dan waktu memiliki nilai persentase antara 1,49% hingga 6,44%. Perbandingan hasil antara kedua metode tersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan menggunakan kombinasi suhu dan waktu pemasakan belum dapat mengekstraksi minyak secara total. Metode Bligh and Dyer (1959) adalah metode ekstraksi minyak ikan yang dilakukan menggunakan pelarut kimia yang dapat mengekstraksi total lemak yang ada pada ikan. Metode ini menggunakan pelarut polar (air), kloroform, dan metanol yang dicampur untuk mengekstrak minyak dari by product ikan nila yang menjadi sampel. Pelarut polar akan berpenetrasi ke dalam sel dan mengekstrak lipid dari sel membran untuk diubah menjadi material phospholipid (Bligh dan Dyer 1959). Minyak ikan yang diekstraksi dengan metode ini dapat dijadikan sebagai kontrol untuk melihat seberapa besar minyak ikan dapat terekstrak dari by-product. 9 8 6 5 4 3 Ekstraksi
%Rendemen
7
2 1 0 25ºC
50ºC
70ºC 90ºC Metode Ekstraksi
B&D
Gambar 3 Rendemen minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering dan Bligh and Dyer. 15 menit, 25 menit, 35 menit, 45 menit, ekstraksi Bligh and Dyer
7 Perbandingan Hasil Rendemen Minyak Ikan Antar Kombinasi Suhu dan Waktu pada Ekstraksi Rendering Basah (Wet Rendering) Ekstraksi menggunakan rendering basah memiliki hasil rendemen yang beragam (Gambar 4). Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka semakin tinggi rendemen minyak ikan yang didapat. Penurunan persentase rendemen yang terjadi pada suhu 90°C disebabkan oleh proses oksidasi. Menurut Wu dan Peter (2008) terdapat faktor fisik yang dapat mempengaruhi minyak ikan yang dihasilkan, salah satunya adalah suhu. Suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses oksidasi yang mengakibatkan lemak mengalami kerusakan. Ahren dan Klibanow (1985) menyatakan bahwa protein mengalami denaturasi ireversibel bila dipanaskan pada suhu 90-100°C. Protein yang terdenaturasi membentuk struktur padat yang menyebabkan penghambatan pelepasan minyak. Yee (2007) dalam penelitiannya mendapatkan hasil yaitu rendemen yang dihasilkan mengalami peningkatan dari suhu 60°C hingga suhu 80°C, namun mengalami penurunan pada saat ekstraksi menggunakan suhu 100°C. 8 a.A a.AB
7 %Rendemen
6 5 4
c.A c.AB 3 c.B c.AB
b.AB a.AB b.A b.B a.B b.AB
c.B
c.A c.AB c.AB
2 1 0
25ºC
50ºC 70ºC Suhu Ekstraksi
90ºC
Gambar 4 Rendemen minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering dalam 16 kombinasi suhu dan waktu. 15 menit, 25 menit, 35 menit, 45 menit Berdasarkan selang kepercayaan 95% (P<0,05), waktu tidak mempengaruhi rendemen minyak ikan yang dihasilkan. Interaksi antara perlakuan waktu yang satu dengan yang lain menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata. Terdapat satu interaksi waktu yang menghasilkan nilai berbeda nyata, yaitu antara 15 menit dengan 35 menit. Minyak ikan lebih banyak dihasilkan pada waktu 35 menit. Semakin lama waktu ekstraksi maka akan lebih banyak sel adiposa yang terpecah, sehingga lemak atau minyak yang terekstrak semakin banyak (Estiasih 2009). Ekstraksi yang dilakukan selama 15 menit menghasilkan rendemen yang rendah akibat belum sempurnanya sel adiposa yang dipecah atau dirusak. Selain diekstraksi dengan metode rendering, minyak ikan juga dapat diekstraksi menggunakan soxhlet. Metode ekstraksi menggunakan soxhlet adalah
8 ekstraksi menggunakan pelarut yang dapat diperoleh kembali. Rendemen minyak ikan yang dihasilkan dari metode ini cukup tinggi, namun kualitas karakteristik kimianya akan rendah karena dalam prosesnya menggunakan panas yang tinggi (Wu dan Peter 2008).
Analisis Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) Komponen Free Fatty Acid (FFA) dari minyak yang terhitung pada berbagai kondisi kombinasi suhu dan waktu rendering dapat dilihat pada Gambar 5. Semakin tinggi suhu ekstraksi, maka nilai FFA yang dihasilkan semakin tinggi. Nilai FFA mengalami penurunan saat suhu pemasakan mencapai 90°C. Bahkan minyak ikan dengan nilai FFA terendah secara signifikan (P<0,05) terdapat pada kombinasi suhu 90°C dan waktu 25 menit. Menurut Khoddami et al. (2009), semakin tinggi suhu, maka pembentukan radikal bebas dan asam lemak bebas akan semakin cepat. Komponen volatil FFA yang hilang dapat disebabkan oleh adanya pemanasan suhu tinggi yang memicu awal terjadinya penurunan nilai FFA (Weber et al. 2007). Pemanasan suhu tinggi menyebabkan terjadinya denaturasi enzim lipase pada sampel yang dimasak, yang akan mencegah lepasnya komponen asam lemak bebas (Weber et al. 2007). Chantachun et al. (2000) dalam penelitiannya juga mendapatkan bahwa nilai FFA paling rendah didapatkan dari minyak ikan tuna yang diekstraksi menggunakan suhu 95°C. Berikut adalah nilai FFA yang didapat dari kombinasi perlakuan suhu dan waktu ekstraksi minyak ikan yang digunakan. 8 ab.A
7
%FFA
6 5
a.A a.A a.A a.A
ab.A ab.A ab.A
b.Ab.A b.A b.A
4
c.A c.A c.A c.A
3 2
1 0 25ºC
50ºC 70ºC Suhu Ekstraksi
90ºC
Gambar 5 Nilai FFA pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering. menit, 25 menit, 35 menit, 45 menit
15
Suhu ekstraksi yang berbeda memberikan pengaruh pada nilai FFA yang terbentuk, sedangkan waktu ekstraksi yang berbeda tidak mempengaruhi nilai FFA yang terbentuk (P<0,05). Persentase FFA yang terbentuk dari keseluruhan kombinasi suhu dan waktu ekstraksi berada pada interval 3,85-7,15%. Salah satu
9 parameter mutu dari minyak ikan adalah nilai Free Fatty Acid (FFA). Standar nilai FFA menurut International Association of Fish Meal and Oil Manufacturers (IFOMA) adalah antara 1-7% oleat. Nilai FFA masih masuk dalam standar IFOMA, namun terdapat satu kombinasi perlakuan yang nilainya melebihi standar maksimal.
Analisis Bilangan Asam (Acid Value) Berikut adalah nilai bilangan asam pada minyak ikan yang diekstraksi menggunakan 16 kombinasi suhu dan waktu ekstraksi.
16 ab.A
%Acid Value (AV)
14 12 10
a.A a.A a.A a.A
b.A ab.A ab.A b.A b.A b.A ab.A
8
c.A c.A c.A c.A
6 4 2 0 25ºC
50ºC 70ºC Suhu Ekstraksi
90ºC
Gambar 6 Nilai AV pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering. menit, 25 menit, 35 menit, 45 menit
15
Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa waktu tidak mempengaruhi nilai bilangan asam yang terbentuk, namun suhu secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi nilai bilangan asam yang terbentuk. Nilai bilangan asam menurun seiring dengan bertambah tingginya suhu ekstraksi yang digunakan. Interval nilai bilangan asam yang terbentuk adalah antara 6,54% hingga 12,15%. Angka asam yang besar menunjukkan terbentuknya asam lemak bebas yang besar dari hidrolisis minyak (Panagan et al. 2011). Reaksi hidrolisis minyak dan lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air pada bahan (Estiasih 2009). Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka akan semakin banyak juga air yang diuapkan. Sampel yang diekstraksi pada suhu 90°C mengalami kehilangan air yang paling banyak. Nilai AV pada suhu 90°C menurun akibat reaksi hidrolisis oleh air yang menurun. Spesifikasi dari minyak ikan menurut standar IFOS (2011) untuk AV adalah maksimal 2,25 mg KOH/g. Keseluruhan nilai AV dari minyak ikan hasil ekstraksi telah melewati standar yang ditetapkan oleh IFOS.
10 Analisis Bilangan Peroksida (Peroxide Value)
Peroxide Value (PV) (meq/kg)
Nilai peroksida yang terkandung dalam 16 kombinasi suhu dan waktu rendering dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa waktu tidak mempengaruhi nilai bilangan peroksida yang terbentuk, namun perlakuan suhu secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi nilai bilangan peroksida yang terbentuk. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka semakin besar juga nilai peroksida yang terbentuk. Namun nilai peroksida pada suhu 25°C dengan suhu 90°C memperlihatkan nilai yang tidak berbeda nyata. Artinya adalah nilai peroksida terus meningkat seiring dengan bertambahnya suhu namun kembali turun saat suhu yang digunakan mencapai 90°C.
60 a.A
50
a.AB a.B
40 b.AB
30 b.B b.A
a.A
a.B a.AB a.AB a.AB
ab.A ab.AB ab.AB ab.B
20 10
b.AB
0 25ºC
50ºC 70ºC Suhu Ekstraksi
90ºC
Gambar 7 Nilai PV pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering. menit, 25 menit, 35 menit, 45 menit
15
Adanya peroksida pada minyak disebabkan karena adanya oksidasi primer. Minyak ikan mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi. Akibatnya adalah minyak mudah teroksidasi sehingga menimbulkan ketengikan. Ketengikan yang berlarut-larut akan membentuk peroksida dan menurunkan mutu ikan (Damongilala 2008). Bau tengik yang tidak sedap disebabkan karena adanya pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida seperti aldehid atau keton. Pemecahan tersebut menyebabkan terbentuknya radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh cahaya, panas, peroksida lemak, logam berat, hematin, hemoglobin, dan beberapa penyebab lain. Radikal-radikal bebas ini yang kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa peroksida aktif yang akhirnya mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak (Estiasih 2009). Panas merupakan salah satu penyebab timbulnya radikal bebas yang merupakan awal terbentuknya peroksida. Akibatnya adalah semakin tinggi suhu ekstraksi maka semakin tinggi juga bilangan peroksida yang terbentuk. Penurunan nilai bilangan peroksida pada saat suhu mencapai 90°C terjadi karena semakin sedikitnya oksigen yang terlarut pada bahan. Jika suhu air dinaikkan, maka
11 semakin kecil pula oksigen yang terlarut. Penyebabnya adalah kenaikan suhu membuat gerakan molekul air lebih cepat, sehingga menghancurkan struktur heksagonal dan melepaskan oksigen yang terperangkap. Titik kritis akan terjadi pada suhu 100°C yaitu tidak ada lagi oksigen yang terlarut (Ridwana 2012). Radikal bebas baru dapat membentuk peroksida ketika bereaksi dengan oksigen. Ekstraksi dengan suhu 90°C membuat air yang ditambahkan ke dalam bahan kehilangan banyak oksigen terlarutnya. Spesifikasi dari minyak ikan menurut standar IFOS (2011) untuk nilai PV adalah maksimal 3,75 meq/kg. Keseluruhan nilai PV dari minyak ikan hasil ekstraksi telah melewati standar yang ditetapkan oleh IFOS.
Analisis Bilangan Anisidin (p-Anisidine Value) Nilai bilangan anisidin yang terkandung dalam 16 kombinasi suhu dan waktu rendering dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa suhu dan waktu secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi nilai bilangan anisidin yang terbentuk. Suhu yang nilainya berbeda nyata hanya antara suhu 25°C dengan ketiga suhu lainnya. Suhu 50°C, 70°C, dan 90°C memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Nilai bilangan anisidin terendah terdapat ketika suhu baru mencapai 25°C.
p-Anisidine (pAV) (meq/kg)
8 a.ABC a.ABCa.A a.C b.ABC a.C a.ABC a.C a.A b.A 6 b.BC a.BC a.A a.BC a.BC b.C
7
5 4 3 2 1 0
25ºC
50ºC 70ºC Suhu Ekstraksi
90ºC
Gambar 8 Nilai P-AV pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering. menit, 25 menit, 35 menit, 45 menit
15
Hasil dekomposisi hidroperoksida akan menghasilkan produk oksidasi sekunder yaitu aldehida, keton, asam, alkohol, komponen hidroksi, lakton, hidrokarbon, dienal, epoksida dan senyawa polimer atau monomer lainnya. Produk oksidasi sekuder inilah yang diukur oleh nilai bilangan anisidin (Panagan et al. 2011). Nilai anisidin terendah terdapat pada suhu ekstraksi 25°C dan meningkat pada tahapan suhu berikutnya walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini selaras
12 dengan nilai peroksida yang terbentuk. Produk oksidasi yang diukur oleh bilangan anisidin adalah hasil dekomposisi dari hidroperoksida. Waktu mempengaruhi nilai anisidin yang terbentuk. Semakin lama waktu yang digunakan untuk ekstraksi, maka semakin tinggi juga nilai anisidin yang terbentuk. Komponen hidroperoksida dapat pecah apabila terjadi proses dekomposisi (Estiasih 2009). Waktu yang lebih lama akan menyebabkan proses dekomposisi berjalan semakin maksimal yang menyebabkan banyak terbentuknya produk oksidasi sekunder. Spesifikasi dari minyak ikan menurut standar IFOS (2011) untuk P-AV adalah maksimal 15 meq/kg. Keseluruhan nilai P-AV dari minyak ikan hasil ekstraksi masih masuk dalam standar yang ditetapkan oleh IFOS.
Analisis Bilangan Totoks (Totox Value) Nilai bilangan totoks yang terkandung dalam 16 kombinasi suhu dan waktu rendering dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat bahwa suhu secara signifikan (P<0,05) mempengaruhi nilai bilangan totoks yang terbentuk namun tidak untuk perlakuan waktu. Semakin tinggi suhu ektraksi yang digunakan maka nilai totoks akan semakin besar. Terjadi penurunan nilai totoks pada saat suhu mencapai 90°C namun dengan nilai yang tidak berbeda nyata dengan suhu 50°C dan 70°C. Penyebabnya adalah korelasi dari nilai peroksida pada saat suhu 90°C yang juga menurun. Spesifikasi dari minyak ikan menurut standar IFOS (2011) untuk nilai totoks adalah maksimal 20 meq/kg. Keseluruhan nilai totoks dari minyak ikan hasil ekstraksi telah melewati standar yang ditetapkan oleh IFOS. 120 a.A
Totoks (meq/kg)
100 80
60
a.AB a.B b.AB b.B b.A
a.A ab.AB ab.A ab.AB
a.B a.AB a.AB a.AB
ab.B
40 b.AB
20 0 25ºC
50ºC 70ºC Suhu Ekstraksi
90ºC
Gambar 9 Nilai totoks pada minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering. menit, 25 menit, 35 menit, 45 menit
15
13 Profil Asam Lemak Profil asam lemak dominan yang terdapat pada minyak ikan yang diekstraksi pada suhu rendering 25°C dan 70°C selama 35 menit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Profil asam lemak Parameter
Minyak Ikan
Satuan Unit
25°C 0,08
70°C 0,1
Tridecanoic Acid, C13:0
0,04
0,05
%(b/b)
Myristic Acid, C14:0
3,8
3,92
%(b/b)
Pentadecanoic Acid, C15:0
0,69
0,77
%(b/b)
Heptadecanoic Acid, C17:0
1,23
1,27
%(b/b)
Stearic Acid, C18:0
4,15
4,02
%(b/b)
Palmitic Acid, C16:0
21,5
21,4
%(b/b)
Arachidic Acid, C20:0
0,27
0,29
%(b/b)
Heneicosanoic Acid, C21:0
0,09
0,1
%(b/b)
Behenic Acid, C22:0
0,13
0,13
%(b/b)
Tricosanoic Acid, C23:0
0,04
0,05
%(b/b)
Lignoceric Acid, C24:0
0,07
0,07
%(b/b)
32,09
32,17
%(b/b)
Myristoleic Acid, C14:1
0,22
0,27
%(b/b)
Palmitoleic Acid, C16:1
8,04
7,39
%(b/b)
Cis-11-Eicosenoic Acid, C20:1
0,48
0,44
%(b/b)
Elaidic Acid, C18:1n9t
0,18
0,18
%(b/b)
Oleic Acid, C18:1n9c
13,24
12,74
%(b/b)
Nervonic Acid, C24:1
0,08
0,07
%(b/b)
22,24
21,09
%(b/b)
Linolelaidic Acid, C18:2n9t
0,24
0,23
%(b/b)
Linoleic Acid, C18:2n6c
7,91
7,61
%(b/b)
v-Linolenic Acid, C18:3n6
0,81
0,63
%(b/b)
Linolenic Acid, C18:3n3
2,82
2,91
%(b/b)
Cis-11,14-Eicosedienoic Acid, C20:2
0,35
0,33
%(b/b)
Eicosetrienoic Acid, C20:3n6
0,57
0,49
%(b/b)
Eicosetrienoic Acid, C20:3n3
0,52
0,5
%(b/b)
Arachidonic Acid, C20:4n6
0,87
0,78
%(b/b)
Docosadienoic Acid, C22:2
0,02
0,02
%(b/b)
Eicosapentaenoic Acid, C20:5n3
1,15
1,03
%(b/b)
Lauric Acid, C12:0
SFA
MUFA
Docosahexaenoic Acid, C22:6n3
%(b/b)
2,89
2,84
%(b/b)
PUFA
18,15
17,37
%(b/b)
Tidak Terdeteksi
27,52
29,37
%(b/b)
Total Asam Lemak
72,48
70,63
%(b/b)
14 Sifat minyak ikan ditentukan oleh asam lemak penyusunnya (Estiasih 2009). Berdasarkan karakteristik kimia minyak ikan yang mencakup kandungan asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan anisidin, dan bilangan totoks, didapatkan bahwa perlakuan suhu yang memiliki kualitas minyak ikan yang paling tinggi ada pada suhu 25°C dan 90°C, sedangkan yang paling rendah ada pada suhu 50°C dan 70°C. Setiap kategori memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Profil asam lemak akan diuji untuk satu tingkat suhu dari masing-masing kategori. Waktu secara umum tidak berpengaruh terhadap hasil karakteristik kimia. Waktu yang dipilih adalah 35 menit karena menghasilkan rendemen tertinggi pada saat ekstraksi. Berdasarkan Tabel 1 dapat terlihat bahwa kandungan asam lemak dominan yang terdapat pada kedua minyak ikan memiliki interval yang kecil. Nilai total asam lemak antara suhu 25°C yang mewakili kategori kualitas karakteristik kimia paling tinggi dan suhu 70°C yang mewakili kategori kualitas karakteristik kimia paling rendah, hanya berbeda 1,85%. Selisih nilai DHA adalah 0,05%, sedangkan EPA 0,12%. Kandungan EPA dan DHA yang terdapat pada minyak ikan A dan minyak ikan B termasuk cukup tinggi jika dibandingkan dengan minyak ikan yang diekstraksi dari daging ikan nila dan beberapa ikan air tawar (Tabel 2). Tabel 2 Perbandingan EPA dan DHA dengan beberapa spesies ikan air tawar Asam lemak EPA DHA
Minyak ikan A 1,15 2,89
Minyak Oreochromis ikan B niloticus1 1,03 0,28 2,84 0,80
Pangasius pangasius2 0,83 0,95
Clarias gariepinus1 0,36 0,79
Tilapia zilli1 1,0 3,0
Keterangan: A = Minyak ikan yang dihasilkan dari ekstraksi pada suhu 25°C B = Minyak ikan yang dihasilkan dari ekstraksi pada suhu 70°C (1) Osibona et al. (2009); (2) Panagan et al. (2011)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Rendemen minyak ikan yang diperoleh dari by-product ikan nila melalui ekstraksi wet rendering mencapai 6,44%. (2) Nilai FFA, AV, bilangan peroksida, bilangan p-anisidin, dan bilangan totoks yang terkandung dalam minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering telah banyak melewati standar IFOS sehingga perlu dilakukan tahap pemurnian lebih lanjut. (3) Suhu dan waktu terbaik untuk ekstraksi wet rendering adalah pada suhu 70°C selama 35 menit. (4) Nilai EPA dan DHA yang terkandung dalam minyak ikan hasil ekstraksi wet rendering adalah 1,15% dan 1,03%.
15 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan Respon Surface Method (RSM) agar didapatkan satu kombinasi suhu dan waktu ekstraksi wet rendering yang paling optimal.
DAFTAR PUSTAKA Ahren TJ dan Klibanow AM. 1985. The mechanism of irreversible enzyme inactivation at 100°C. J Science 228: 1280-1284. [AOAC] Association of official Analytical Chemist. 1995. Official method of analysis of the association of official analytical of chemist. Arlington, Virginia. USA: Published by The Association of Analytical Chemist, inc. [AOAC] Association of official Analytical Chemist. 2005. Official method of analysis of the association of official analytical of chemist. Arlington, Virginia. USA: Published by The Association of Analytical Chemist, inc. Astawan M.1998. Teknik ekstraksi dan pemanfaatan minyak ikan untuk kesehatan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 9(1):44-54. Bligh EG dan Dyer WJ. 1959. A rapid method of total lipid extraction and purification. J Biochemistry adn Physiology 37:911-917. Chantachun S, Benjakul S, dan Sriwirat N. (2000) Separation and quality of fish oil from precooked and non-precooked tuna heads. J Food Chemistry 69: 289-294. Damongilala L. 2008. Kandungan asam lemak tak jenuh minyak hati ikan cucut botol (Cenctrophorus sp) yang diekstraksi dengan cara pemanasan. J Ilmiah Sains 8(20):249-253. Dewi EN dan Ibrahim R. 2008. Mutu dan daya simpan fillet dendeng ikan nila merah yang dikemas hampa udara dengan vacuum sealer skala rumah tangga. J Saintek Perikanan 4(1):15-17. Estiasih T. 2009. Minyak ikan, Teknologi dan Penerapannya untuk Pangan dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. [IFOMA] International association of fish meal and oil manufacturers. 1981. Method of analysis for chemistry value of fish oil. England: Hoval Lane, Orchad Parade, Mutton Lane PN6 3AR. [IFOS] International Fish oils standar. 2011. Fish Oil Purity Standars. http://omegavia.com. [IUPAC] International Union of Pure and Applied Chemistry. 1987. Standart method for the analysis of oils arld fats an derivatives, 7th edn, ed. C. Paquot and A. Hautfebbe. Oxford: Blackwell Scientific Publishing Ltd. Khoddami A, Arifin A, Bakar J, Ghazali HM. 2009. Fatty acid profile of the oil extracted from fish waste (head, intestine and liver) (Sardinella lemuru). J World Applied Sciences 7(1):127-131. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Data produksi ikan nila. http://kkp.go.id [24 September 2012]. Osibona A, Kusemiju K, Akande GR. 2009. Fatty acid compotition and acid profile of two freshwater species, African catfish (Clarias gariepinus) and
16 tilapia (Tilapia zilli). J Food Agriculture Nutrition and Development 9(1):608-621. Panagan A, Heni Y, dan Jojor UG. 2011. Analisis kualitatif dan kuantitatif asam lemak tak jenuh omega-3 dari minyak ikan patin (Pangasius pangasius) dengan metoda kromatografi gas. J Penelitian Sains 14(4):38-42. Ridwana Z. 2012. Manfaat minyak ikan bagi kesehatan bayi dan dewasa. http://www.ridwanaz.com/ [24 September 2012]. Weber J, Bochi VC, Ribeiro CP, Victorio AM dan Emanuelli T. 2007. Effect of different cooking methods on oxidation J Food Chemistry 106:140-146. Wu TH dan Peter JB. 2008. Salmon by-product storage and oil extraction. J Food Chem.111(08):868-871. Yee TH. 2007. Influence of extraction temperature and time on yield and quality of oil recovered from Tilapia (Oreochromis niloticus) by product. Thesis. Malaysia: University of Sains Malaysia.
19
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Januari 1992 dari pasangan Bapak Hepni Harto Hutagalung dan Ibu Sri Waspada Ningsih serta merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari TK dan SD Tarsisius Vireta dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Tarsisius Vireta dan lulus pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Tangerang dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada Program Studi S1 Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) dan pengurus UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) pada periode 2011/2012. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Iktiologi periode 2011/2012, Teknologi Pengolahan Hasil Perairan 1 periode 2012/2013, dan Teknologi Pengolahan Hasil Perairan 2 periode 2012/2013.