PENENTUAN STRUKTUR MODAL untuk MENCAPAI BIAYA MODAL MINIMUM dan PENGARUHNYA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Andreas E. Hadisoebroto
Company grows together with the growth of its working and fixed capital. To be abel to show signigicant growth, a compny needs capital which managements always try to provide in the minimum cost. The problem is how the management maintains optimum capital structure composition. The composition should cost as little as possible because capital the capital is the only funding resource. The objective of this article has is study management policy in defining capital structure, using Modigliani and Miller propositions. It is expected that the effect of capital structure to cost capital and firm’s value can be proved. Key word: capital structure, cost of capital, firm’s value PENDAHULUAN Setiap perusahaan baik swasta maupun milik pemerintah (BUMN), tentunya didirikan dengan berbagai tujuan yang ingin dicapai. Selain mendapatkan laba dari tahun ke tahun berikutnya, tujuan lain yang cukup penting adalah menjaga kelangsungan hidup perusahaan, terutama dalam menghadapi berbagai persaingan dari perusahaan sejenis yang tidak mungkin dihindari. Sehingga perusahaan harus dikelola degan sebaik-baiknya dan memperhatikan serta memanfaatkan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik sumber daya manusia, maupun sumber daya finansiil dan berbagai fasilitas yang dimiliki perusahaan. Seiring berjalannya waktu, perusahaan seharusnya mengalami pertumbuhan dalam modal kerja maupun dalam modal tetapnya. Pertumbuhan tersebut selalu disertai oleh kebutuhan modal, yang berarti manajemen harus mempertimbangkan pendanaan ke arah biaya modal yang minimum. Semenjak Modigliani dan Miller menyampaikan perbandingan mereka yang tidak relevan pada tahun 1958, maka bahasan utama dari corporate finance adalah membahas kondisi apakah struktur modal dapat mempengaruhi nilai perusahaan (firm value) (Gemmill, 2001). Oleh karena itu dalam menentukan sumber modal, perusahaan yang belum go public ataupun yang telah go public harus memperhatikan debt coverage, dan debt ratio. Artinya adalah walaupun sumber dana hutang secara teoritik dibebani dengan biaya modal individuil yang kecil, manajemen tidak dapat secara bebas menggunakan sumber dana tersebut jikalau debt ratio perusahaan sudah tinggi. Karena setiap sumber dana mempunyai individuil cost yang berbeda, maka penetapan struktur modal menjadi penting untuk memperkecil biaya modal tertimbang (WACC) dan nilai perusahaan (V).
Staf Pengajar Tetap Akademi Sekretari Widya Mandala Surabaya
1
2
Masalah mempertahankan komposisi struktur modal optimum merupakan hal yang penting bagi tiap perusahaan. Komposisi struktur modal dapat memperkecil biaya modal sebagai sumber dana. Maka masalah penentuan struktur modal adalah tugas penting dari manajer keuangan. Penilitan yang dilakukan oleh Gemmil pada tahun 2001 yang meneliti tentang hubungan Capital structure dan Firm Value dikaitkan dengan SplitCapital Closed-End Fund di UK (United Kingdom) menemukan beberapa hal, yaitu sebagai berikut: 1. Dari penggunaan Split-Capital Closed-End Fund menemukan bahwa “financial engineering” dari liabilitas perusahaan dapat menambah nilai perusahaan walaupun sedikit (kurang lebih 10%). 2. Prime atau score split menjadi deviden dan modal (capital) secara signifikan dapat menambah nilai perusahaan tapi hanya sebesar 1,3%. 3. Pemerolehan nilai perusahaan yang lebih besar (5%) adalah berasal dari pemberian hutang (levering) pada fund’s return yaitu dengan zerodevidend preference share yang memanfaatkan cara tax-advantage. 4. Pemerolehan 5% lainnya yang lebih besar terhadap nilai perusahaan, juga didapatkan dari pengurangan discount terhadap dana yang mendekati wind-up date. Berdasar pada latar belakang masalah tersebut dan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Gemmil, maka pada artikel ini akan membahas tentang kebijakan penentuan struktur modal untuk mencapai biaya modal minimum, dan dampak struktur modal terhadap biaya modal dan nilai perusahaan FAKTOR-FAKTOR DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN MODAL Selain mempertimbangkan jumlah modal yang akan ditambah, maka ada dua hal pokok yang harus dipertimbangkan dalam usaha untuk mendapatkan tambahan modal yang diinginkan yaitu: a. Jenis modal. Riyanto (1999:19) mengungkapkan bahwa dalam neraca menunjukkan 2 gambaran model yaitu model menurut bentuknya (modal aktif) yang ditunjukkan pada sisi debet, dan menurut sumbernya (modal pasif) yang ditunjukkan pada sisi kredit. Modal pasif itu sendiri dapat dibedakan menjadi modal sendiri dan modal asing, atau modal badan usaha dan modal kreditur/utang. Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan “utang”, yang pada saatnya harus dibayar kembali. (Riyanto, 1999:227). Sementara itu menurut Nitisemito (1984:23) modal asing adalah modal yang berasal dari pinjaman, baik dari bank maupun dari pihak lain. Sedangkan yang dimaksud dengan modal sendiri adalah pada dasarnya modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan sesudah dikurangi utang, bukan sebagai pinjaman tapi dapat berupa saham untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. (Nitisemito, 1984:23; Riyanto, 1999:240; Baridwan, 1997:23). Sedangkan menurut Kartadinata (1983:4) Modal sendiri memikul resiko pertama atau “premier risque” perusahaan. Dalam hal perusahaan menderita kerugian, pada tingkat pertama kerugian tersebut harus
3
dipikul oleh modal sendiri. Oleh karena itu, modal sendiri disebut juga sebagai “modal pemikul resiko”. Menurut Nitisemito (1984:24) perbedaan dari modal asing dengan modal sendiri adalah sebagai berikut: Modal asing waktu pemakaiannya terbatas, sedangkan modal sendiri waktu pemakaiannya tidak terbatas. Modal asing merupakan beban tetap baik perusahaan tersebut untung ataupun rugi, sedangkan modal sendiri tidak merupakan beban tetap bagi perusahaan. Modal asing bagi pemilik sumber modalnya tidak berhak ikut serta dalam pengurusan perusahaan, sedangkan modal sendiri bagi pemilik sumber modalnya pada umumnya dapat ikut serta dalam pengurusan. Modal asing dalam masalah pencicilan/pengembalian merupakan masalah rutin bagi perusahaan. Sementara itu untuk modal sendiri masalah pencicilan/pengembaliannya tidak merupakan masalah bagi perusahaan. Resiko yang ditanggung dalam modal asing lebih besar daripada resiko yang harus ditanggung dari modal sendiri. Modal asing untuk memperolehnya seringkali dengan borg (tanggungan). Sedangkan modal sendiri tidak diperlukan adanya borg. Dimasukkan pengertian dari Capital Closed-End Fund b. Pengaruh terhadap posisi finansiil dan struktur modal perusahaan. Struktur kekayaan suatu perusahaan itu erat hubungannya dengan struktur modalnya. Sehingga dengan adanya penambahan modal baru akan mempengaruhi posisi finansiil serta struktur modal dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu penambahan modal baru hendaknya mempertimbangkan pengaruhnya terhadap posisi finansiil perusahaan yang meliputi: 1.) Pengaruhnya terhadap posisi Likuiditas Pengukur likuiditas menurut Alwi (1994:110) dapat dipergunakan ratio-ratio umum yang dipakai yaitu: Current Ratio, Quick Ratio, dan Cash Ratio. Prosentase Current Ratio dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancarnya. Tidak ada keterangan mutlak tentang berapa prosentase Current Ratio yang baik, tetapi secara umum Current Ratio sebesar 200% atau paling tidak minimal memenuhi 1:1 (100%) sudah dianggap ideal (Harahap, 2002:301). Untuk menunjukkan kepastian yang lebih besar dalam pengukuran tingkat likuiditas perusahaan, selain dengan Current Ratio dilengkapi pula dengan Quick Ratio sebagai alat pengukurnya yang tidak menyertakan elemen persediaan dalam perhitungan. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa suatu perusahaan yang mempunyai “quick ratio” kurang dari 1:1 atau 100% dianggap kurang baik tingkat likuiditasnya. (Harahap, 2002:302) Cash Ratio merupakan alat liquid yang paling dipercaya. Bertambah tinggi Cash Ratio berarti jumlah uang tunai yang tersedia semakin besar, sehingga pelunasan hutang pada saatnya tidak akan mengalami kesulitan. 2.) Pengaruhnya terhadap posisi Solvabilitas Suatu perusahaan yang dianggap solvable berarti perusahaan yang mempunyai aktiva/kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-
4
hutangnya. Pengertian solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk, juga setelah penghentian usaha, artinya pada saat likuidasi, mampu melunasi kewajiban-kewajibannya (Kartadinata, 1983:13). Pengukuran solvabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan cara: 1. Membandingkan jumlah aktiva (total assets) di satu pihak dengan jumlah utang (baik jangka pendek maupun jangka panjang) di lain pihak. 2. Membandingkan modal sendiri (net worth) yang ini merupakan kelebihan nilai (excess value) dari aktiva diatas utang di satu pihak dengan jumlah utang di lain pihak. (Riyanto, 1999:33) 3.) Pengaruhnya terhadap posisi rentabilitas Tingkat rentabilitas mencerminkan kemampuan manajemen mengelola modalnya untuk menghasilkan keuntungan, dengan demikian tingkat rentabilitasnya yang tinggi merupakan pencerminan pengelolaan modal secara efisien. Ada dua cara penilaian rentabilitas yaitu meliputi: Rentabilitas Ekonomi atau Earning Power. Faktor-faktor yang mempengaruhi atau menentukan tinggi rendahnya rentablitas ekonomi/earning power meliputi: Profit margin, Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha) (Riyanto, 1999:36). Rentabilitas modal sendiri/Rentabilitas usaha, adalah perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri di satu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut di lain pihak. (Riyanto, 1999:44). STRUKTUR FINANSIIL DAN STRUKTUR MODAL Menurut Weston dan Copeland (1999:19), Kartadinata (1983:5), yang dimaksud dengan struktur finansiil atau struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya. Dilanjutkannya pula bahwa, struktur dapat dilihat pada seluruh sisi kanan neraca dan terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal pemegang saham. Sementara itu yang dimaksud dengan struktur modal atau kapitalisasi perusahaan adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. (Weston dan Copeland, 1999:19; Riyanto, 1999:22) Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pendapat tentang hubungan antara struktur modal dan struktur finansiil adalah struktur modal hanya merupakan sebagian saja dari struktur finansiil. (Riyanto, 1999:19; Weston dan Copeland, 1999:19). Sementara itu menurut Sjamsuddin (1995:9) yang menyatakan tentang hubungan struktur finansiil dengan struktur modal, bahwa tekanan yang diberikan adalah pada penentuan komposisi modal jangka panjang, yaitu perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Pada perusahaan komersial menurut Gemmil (2001) bahwa untuk mempelajari dan mengetahui struktur modalnya, perusahaan-perusahaan dapat menggunakan Close-end Funds. Hal ini diesebabkan mereka mempunyai nilai pasar atas aset mereka (portofolio dari invetasi), dan yang kedua atas liabilitas mereka (kecuali hutang bank).
5
Dari definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa struktur modal tidak memasukkan hutang jangka pendek dalam pengertiannya. Dan perbedaan pokok antara struktur modal dan struktur finansiil adalah struktur finansiil merupakan bagian kanan neraca secara keseluruhan, sedangkan struktur modal bagian kanan neraca dikurangi hutang jangka pendek. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL YANG OPTIMUM Sebelum memulai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal yang optimum dari perusahaan, maka sebelumnya dibahas terlebih dahulu faktorfaktor empiris yang mempengaruhi struktur finansiil, yaitu: a) Tingkat Pertumbuhan Penjualan b) Stabilitas Arus Kas c) Karakteristik Industri d) Struktur Aktiva e) Sikap Manajemen f) Sikap Pemberi Pinjaman (Weston & Copeland, 1999:35-37) Penelitian yang dilakukan oleh Barbosa dan Moraes pada usaha kecil atau perusahaan berskala kecil (small firms) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan , pertumbuhan, siklus operasi dan toleransi resiko usahawan (entrepreneur’s risk) berhubungan positif dengan financial leverage. Akan tetapi resiko usaha (business risk), komposisi aset, profitabilitas dan inflasi berhubungan negatif dengan financial leverage. Dimana karena adanya kendala pemerolehan informasi pada small firm, maka Barbosa dan Moraes menggunakan alat ukur konvensinal financial leverage yaitu perbandingan kombinasi dari modal kerja sendiri (own working capital) dengan total hutang. Sementara secara teoritis Struktur modal yang optimum dapat dijelaskan baik dengan perimbangan antara manfaat pajak dan biaya kebangkrutan atau dengan perimbangan antara biaya keagenan dan ekuitas. Selain itu faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pilihan hutang-ekuitas adalah perubahan dalam campuran hutang jangka panjang dan ekuitas yang dapat ditafsirkan sebagai tanda oleh pihak luar di pasaran. Di lain pihak menurut model Ross [1977] (Weston dan Copeland, 1999:59) menunjukkan bahwa struktur modal optimum rumah tangga perusahaan-perusahaan yang unik timbul jika: Sifat kebijakan investasi perusahaan-perusahaan diisyaratkan kepada pasar melalui keputusan struktur modalnya, dan Kompensasi manajer dikaitkan pada kebenaran atau kesalahan isyarat struktur modal. PENETAPAN DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MODAL Kebutuhan dana perusahaan dibedakan dalam 2 kategori kebutuhan yaitu meliputi: Kebutuhan permanen baik dalam bentuk aktiva tetap maupun sebagian bagian dari moda kerja atau current assets. Kebutuhan musiman (seasonal need) yaitu current assets yang bersifat temporer atau yang dikenal sebagai modal kerja variabel. (Alwi, 1994:10)
6
Dalam menetapkan kebutuhan dana dilihat pula bagaimana pemenuhan akan dana tersebut yaitu pembelanjaan secara parsial atau pembelanjaan secara total. Sistem pembelanjaan parsial adalah sistem pemenuhan kebutuhan dana yang mendasarkan pada perputaran dan waktu terikatnya dana pada masing-masing aktiva secara individuil (Riyanto, 1999:187). Sementara itu sistem pembelanjaan total adalah sistem pemenuhan kebutuhan dana yang mendasarkan pada perputaran dana yang ditanamkan dalam kelompok aktiva atau keseluruhan aktiva sebagai satu kesatuan (Riyanto, 1999:188). Bila ditinjau dari sudut likuiditas dan rentabilitas, maka akan ada pembedaan antara pembelanjaan parsial dan pembelanjaan total. Jika menggunakan sistem pembelanjaan parsial ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Untuk aktiva lancar hendaknya dibiayai dengan kredit jangka pendek yang umumnya tidak lebih pendek daripada terikatnya dana dalam aktiva lancar. 2. Untuk aktiva tetap yang tidak berputar (misalnya tanah), pada prinsipnya dibiayai dengan modal sendiri, karena untuk jenis aktiva ini tidak diadakan depresiasi. 3. Untuk aktiva tetap yang berputar secara berangsur-angsur (gedung, mesin, kendaraan, dan sebagainya) dapat dibiayai dengan kredit jangka panjang atau modal sendiri. Dimana jika menggunakan kredit jangka panjang hendaknya umur kredit yang akan ditarik itu jangan lebih pendek daripada waktu terikatnya dana dalam aktiva tetap (Riyanto, 1999:192) Sementara itu jika menggunakan sistem pembelanjaan total dimana keseluruhan dana yang ditanamkan dalam perusahaan sebagai satu kompleks, yang dibedakan dalam 2 (dua) golongan kebutuhan modal yaitu modal konstan dan modal variabel. Ada beberapa pedoman pembelanjaan yang perlu ditinjau yaitu: 1. Kebutuhan dana yang permanen (modal konstan) pada prinsipnya harus dibiayai dengan modal sendiri atau kredit jangka panjang. 2. Kebutuhan dana yang berubah-ubah jumlahnya diatas inti konstan (modal variabel) pada prinsipnya dibiayai dengan kredit jangka pendek yang umur kreditnya tidak lebih pendek daripada kebutuhannya. (Riyanto, 1999:192) Mengenai hubungan antara kebutuhan dana dengan dana yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
7
Gambar 1 Hubungan antar kebutuhan dana dengan macam dana yang digunakan Keb. Dana Jk. Pendek
Jumlah Rupiah
Aktiva Lancar permanen
Aktiva Lancar Kebutuhan Dana Permanen Aktiva Tetap
Waktu Sumber: Riyanto (1999:192) Jika pada pemenuhan kebutuhan dana difokuskan pada tingkat rentabilitas yang tinggi maka ada kecenderungan adanya pemenuhan kebutuhan dana diperoleh dari modal asing, ataupun sebaliknya jika lebih difokuskan pada tingkat solvabilitas yang tinggi, dimana notabene dengan keberadaan aktiva atau kekayaan yang mampu memenuhi semua kewajiban, maka penggunaan modal sendiri akan lebih dominan. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Miao (2003), menunjukkan bahwa investasi berhubungan negatif dengan hutang. Yang berarti dengan adanya peningkatan investasi akan menurun hutang. Michael dan Petersen menyatakan bahwa secara implisit pembuktian empiris dari hutang bahwa pertambahan modal hanya tergantung dari jenis perusahaan. Dari hasil penelitan yang Michael dan Petersen lakukan menemukan bahwa: “…firms have significantly different leverage ratios based on whether they have access to public bond markets, as measured by having a debt rating. Although firms with a debt rating are fundamentally different, these differences do not explain our findings. Even after controlling for the firm characteristics previously found to determine observed capital structure, and instrumenting for the possible endogeneity of having a bond rating, firms which have access to public markets have 35 percent more debt.” Agar dapat menjaga keberadaan tingkat rentabiltas dan solvabiltas tetap tinggi, maka perlu adanya keseimbangan yang optimal antara pemenuhan dengan modal sendiri dan dengan modal asing. Perimbangan yang optimal antara modal
8
asing dan modal sendiri (optimum debt ratio) akan mencerminkan adanya “struktur modal optimum” (optimum capital structure) (Riyanto, 1999:205). Jadi dapat disimpulkan bahwa struktur modal optimum adalah struktur modal yang dapat meminimumkan biaya modal rata-ratanya (average cost of capital), atau dengan kata lain dapat dikatakan struktur modal yang mempunyai biaya modal rata-rata yang rendah. BIAYA MODAL ATAU COST CAPITAL Konsep Cost of Capital (biaya penggunaan modal atau biaya modal) dimaksudkan untuk menghitung besarnya ongkos riil yang harus dikeluarkan untuk menggunakan dana dari alternatif sumber yang ada. (Alwi, 1994:239). Sementara itu menurut Riyanto (1999:245) yang dimaksud dengan konsep Biaya Modal (Cost of Capital) adalah untuk dapat menentukan besarnya biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber Biaya modal yang digunakan tidak selalu dalam arti bunga yang harus dibayarkan, melainkan ada juga ongkos lain seperti ongkos pertanggungan asuranasi (under writing cost), dan terjadinya perbedaan harga saham atau obligasi per share (under pricing cost). Keduanya jenis biaya ini sering disebut dengan floatation cost. Biaya penggunaan dana dari berbagai sumber dana secara individuil adalah sebagai berikut (Alwi, 1994:241-245): 1. Cost of Debt (Ki) 2. Cost of Preferred Stock (Kp) 3. Cost of Common Stock (Ke atau Kc) 4. Cost of Retained Earning (Kr) 5. Over-all Cost of Capital Tingkat biaya penggunaan modal yang harus diperhitungkan oleh perusahaan adalah tingkat biaya penggunaan modal perusahaan secara keseluruhan. Oleh karena penetapan biaya modal dari perusahaan harus secara keseluruhan dengan menghitung weighted average dari berbagai sumber dana tersebut. Penetapan bobot atau weighted dapat didasarkan pada: 1. Jumlah rupiah dari masing-masing komponen struktur modal. 2. Proporsi modal dalam struktur modal dinyatakan dalam persentase. (Riyanto, 1999:254) Dengan mengalikan masing-masing komponen modal dengan biaya masingmasing komponennya dapatlah dihitung besarnya biaya modal tertimbang (weighted cost of capital). Sebagai contoh untuk lebih jelasnya penghitungan weighted cost of capital sebagai berikut: Utang jangka panjang Rp 15 juta Saham preferen Rp 10 juta Laba ditahan Rp 30 juta Jumlah Rp 55 juta Sementara itu biaya dana dari masing-masing sumber dana tersebut adalah sebagai berikut: Ki = 6%, Kp = 7%, Ke = 8%, Tingkat pajak perseroan = 50%.
9
Maka perhitungan weighted cost of capital dari perusahaan tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1. Menggunakan jumlah modal rupiah untuk penetapan weight-nya Tabel 1 Perhitungan biaya modal dalam ribuan rupiah Komp. Modal [1] Utang Saham Pref. Laba ditahan
Juml. Mo
Biaya Masing Juml. Biaya masing komponen [2] [3] [2x3] 15,000 6% 900 10,000 7% 700 30,000 8% 2,400 55,000 4,000
weighted cost of capital =
4,000 55,000 = 7.273%
2. Menggunakan proporsi modal (capital proportions) untuk penetapan weightednya Tabel 2 Perhitungan biaya modal dalam bentuk persentase Komponen Modal [1] Utang jk. Panjang Saham preferen Laba ditahan
Presentase Biaya masing dari total masing [2] [3] 27% 6% 18% 7% 55% 8% 100%
Weighted cost of capital =
Hasil [2x3] 1,636% 1,273% 4,364% 7,273%
7,273%
Biaya modal rata-rata atau biaya modal tertimbang (weighted cost of capital) tersebut akan berubah kalau ada perubahan struktur modal ataupun perubahan biaya dari masing-masing komponen modal tersebut. Selama struktur modal dan biaya masing-masing komponen modal tersebut masih dapat dipertahankan, biaya modal rata-rata tidak berubah meskipun ada tambahan modal yang digunakan. Dengan kata lain bahwa setiap tambahan dana yang dilakukan dalam perimbangan modal yang sama dan biaya komponennya juga tetap sama, maka biaya modal dari tambahan modal tersebut akan tetap sama dengan biaya modal rata-rata sebelum ada tambahan dana tersebut. Atau dapat dikatakan biaya modal marginalnya tetap sama.
10
Tetapi bila suatu perusahaan membutuhkan tambahan dana yang demikian besar sehingga harus mengadakan emisi saham baru, maka penambahan saham biasa baru tersebut dapat akan mengakibatkan kenaikan biaya modal marginal karena biaya saham biasa lebih besar daripada biaya keuntungan yang ditahan. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan secara lebih matang. NILAI PERUSAHAAN Tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Memaksimumkan nilai bermakna lebih luas dan lebih umum daripada memaksimumkan laba. Hal ini didukung oleh beberapa alasan, yaitu: - Pertama, memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang. - Kedua, memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan berbagai risiko terhadap arus pendapatan perusahaan. - Ketiga, mutu dari arus dana yang diharapkan diterima di masa yang akan datang mungkin beragam. (Weston & Copeland, 1999:14) Konflik potensial sering terjadi, yaitu antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Ketika perusahaan beroperasi secara lancer, sehingga dapat meningkatkan nilai pasar dari dana pemilik (dapat berupa saham biasa dalam perusahaan yang berbentuk perseroan) maka pihak pemilik akan diuntungkan. Sementara dalam kondisi yang sama, dimana nilai hutang perusahaan tidak terpengaruh sama sekali, maka pihak penyedia dana tidak menikmati secara langsung dari kondisi ini. Akan tetapi ketika perusahaan tidak berjalan secara semestinya, maka pihak penyedia dana akan diuntungkan sedangkan pihak pemilik perusahaan akan dirugikan karena nilai saham akan turun seiring dengan tingkat penurunan kinerja dari perusahaan. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Gemmil (2001) menemukan bahwa di UK nilai perusahaan dapat terpengaruh oleh pemisahan dana (splitting a fund) menjadi beberapa campuran (mix) saham yang terkait dengan hutang, deviden, dan modal. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan alasan inilah maka tujuan manajemen keuangan seringkali dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau singkatnya, maksimalisasi harga saham. Keputusan-keputusan di bidang keuangan berpengaruh pada besaran arus kas dan tingkat risiko yang dihadapi perusahaan, sehingga berakibat pada tingkat harga saham perusahaan. Oleh karena itu manajer keuangan harus mencari keseimbangan tertentu antara risiko dan hasil pengembalian, yang akan memaksimumkan modal pemegang saham yaitu mencari imbangan risiko-hasil yang optimal. Hal ini terlihat pada stuktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, yang menggambarkan keputusan di bidang keuangan yaitu imbangan risiko/hasil (risk-return trade-offs). HUBUNGAN STRUKTUR MODAL YANG OPTIMUM DENGAN NILAI PERUSAHAAN Tujuan akhir dari suatu perusahaan dari struktur modal yang optimum adalah meningkatkan pendapatan pemilik perusahaan melalui peningkatan nilai
11
perusahaan, disamping mempunyai tujuan yang lain yaitu meningkatkan keuntungan perusahaan. Hal ini sependapat dengan Alwi (1994:329) yang menyatakan struktur modal perusahaan haruslah memaksimumkan profit bagi kepentingan modal sendiri, dan keuntungan yang diperoleh haruslah lebih besar daripada biaya modal sebagai akibat penggunaan struktur modal tertentu. Struktur modal yang tidak baik akan dapat menyebabkan beban yang ditanggung perusahaan lebih besar dengan demikian, apabila biaya modal yang ditanggung perusahaan nilainya besar akan menyebabkan keuntungan yang seharusnya diperoleh perusahaan akan menjadi berkurang. Sedangkan struktur modal yang optimal bukan saja untuk meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan tetapi juga untuk meningkatkan nilai perusahaan. Untuk perusahaan yang telah go public atau sudah menjual sahamnya secara luas, nilai perusahaannya dapat dilihat dari nilai pasar sahamnya yang ada di pasar modal ditambah dengan nilai pasar hutangnya. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan adalah struktur modal yang mempunyai biaya modal yang minimum. Seperti yang diungkapkan Sartono (1991:213) bahwa ada dua kriteria keputusan struktur modal yang optimum yaitu: meminimumkan biaya modal rata tertimbang (WACC), dan memaksimumkan nilai perusahaan. Ada dua hal yang dapat mempengaruhi naik turunnya nilai perusahaan, yaitu penggunaan leverage dan keuntungan pajak. Dengan menggunakan teori yang disampaikan oleh Modigliani and Miller , maka apabila tidak ada pajak, maka nilai perusahaan adalah independen terhadap struktur modalnya, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
V
NOI K
Atau
V
EBIT K
(Weston & Copeland, 1999:38) Dimana: V= nilai pasar perusahaan NOI atau X = laba bersih operasi (EBIT) K = biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) Bila ada pajak, maka nilai perusahaan yang mempunyai hutang (leverage firm) akan lebih besar daripada nilai perusahaan yang tidak mempunyai hutang (unleverage firm). Nilai perusahaan yang mempunyai leverage dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
VL
NI (1 T ) TB Ku
Atau
VL
EAT (1 T ) TB Ku
(Weston & Copeland, 1999:44 ) Sedangkan nilai perusahaan yang tanpa leverage dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
12
VU
NI (1 T ) Ku
Atau
VU
EAT (1 T ) Ku
(Weston & Copeland, 1999:40 ) Dimana: VL = Nilai perusahaan dengan leverage VU = Nilai perusahaan tanpa leverage NI atau EAT = laba bersih Ku = biaya modal T = tarif pajak B = besarnya leverage atau hutang baru. Penelitian yang dilakukan oleh Hadisoebroto (1999) dengan menggunakan simulasi proyeksi terhadap kebutuhan modal terhadap beberapa alternatif pilihan Leverage Factor (0%, 22,33%, dan 45%) menemukan bahwa struktur modal dengan hutang yang lebih besar akan memberikan kontribusi positif terhadap penurunan biaya modal, dan dalam meningkatkan nilai pasar perusahaan.
KESIMPULAN 1. Dua kriteria keputusan struktur modal yang optimum yaitu: meminimumkan biaya modal rata tertimbang (WACC), dan memaksimumkan nilai perusahaan. 2. Meningkatkan nilai perusahaan adalah dengan meningkatkan leverage-nya, karena adanya pengaruh perlindungan pajak atas pembayaran bunga. Akan tetapi meningkatkan leverage lebih lanjut akan mengakibatkan nilai perusahaan menurun, karena adanya pengaruh biaya kebangkrutan. Biaya kebangkrutan timbul disebabkan misalnya seperti kehilangan tenaga ahli, kehilangan supplier penting kerugian penjualan, kerugian financing atau likuiditas aktiva tetap. Biaya kebangkrutan meliputi biaya hukum, biaya akuntan, biaya administrasi yang berkaitan dengan proses kebangkrutan. Dengan meningkatnya kemungkinan kebangkrutan ini akan mengakibatkan meningkatkan biaya hutang dan biaya modal sendiri sehingga pemegang saham maupun pemberi pinjaman akan meminta keuntungan yang lebih tinggi apabila, kemungkinan kebangkrutan meningkat. 3. Tujuan akhir dari struktur modal yang optimum suatu perusahaan adalah meningkatkan pendapatan pemilik perusahaan melalui peningkatan nilai perusahaan, disamping mempunyai tujuan yang lain yaitu meningkatkan keuntungan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Alwi,
Syafaruddin. 1994. Yogyakarta:Andi Offset
Alat-alat
Analisis
dalam
Pembelanjaan.
Baridwan, Zaki. 1997. Intermediate Accounting. Yogyakarta:BPFE
13
Barbosa, Evaldo Guimaraes dan Cristiana de Castro Moraes. .Determinants of The Firm’s Capital Structure the Case of The Very Small Enterprises. http://econwpa.wustl.edu/eprints/io/papers/0302/0302001 Faulkender, Michael dan Mitchell A. Petersen. . Does the Source of Capital Affect Capital Structure?. www.kellogg.northwestern.edu/ faculty/petersen/htm/papers/bankbond.pdf Gemmill, Gordon. 2001. Capital Structure and Firm Value A Study of SplitCapital Closed-End Funds in the UK. www.staff.city.ac.uk/g.gemmill/ working_papers/splitspaper.pdf Hadisoebroto, Andreas Emmanuel. 1999. Kebijakan Penentuan Struktur Modal untuk Mencapai Biaya Modal Minimum. Fakultas Ilmu Administrasi Unversitas Brawijaya. Malang Kartadinata, Abas. 1983. Pembelanjaan. Jakarta: Rineka Cipta Miao, Jianjun. 2003. Optimal Capital Structure and Industry Dynamics. http://econwpa.wustl.edu/eprints/io/papers/0310/0310001 Munawir. 1986. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta:Penerbit Liberty Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia Nitisemito, Alex S. 1984. Indonesia Riyanto, Bambang. 1999. Yogyakarta:BPFE Sartono, Agus. 1991. Yogyakarta:BPFE
Pembelanjaan Perusahaan. Jakarta Timur:Ghalia Dasar-dasar
Pembelanjaan
Perusahaan.
Manajemen Keuangan (Teori dan Aplikasinya).
Sjamsuddin,Lukman. 1995. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada. Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Bisnis. Bandung:CV Alfabeta Weston, J. Fred; Bringham, Eugene F. terjemahan Wasana , Jaka A.; Kibrandoko. 1999. Manajemen Keuangan. Jakarta Barat:Binarupa Aksara