PENENTUAN KANDUNGAN PATI DAN BAHAN KERING NON DESTRUKTIF PADA UBI JALAR DENGAN PENDEKATAN METODE SPECIFIC GRAVITY (NON-DESTRUCTIVE DETERMINATION FOR STARCH AND DRY MATTER CONTENT OF SWEETPOTATO USING SPECIFIC GRAVITY METHOD) Budi Waluyo1, Chindy Ulima Zanetta2, Anna Aina Roosda3, Gianda Dity Hazbi4, dan Agung Karuniawan4 1
2
Universitas Brawijaya, Malang Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) – ITB, Bandung 3 Universitas Majalengka, Majalengka 4 Universitas Padjadjaran, Bandung Korespondensi :
[email protected]
ABSTRACT Sweetpotato is potential raw material for industry. Starch and dry matter content in sweetpotato genotype has wide variability. In plant breeding program, rapid selection to determine starch and dry matter content in genotypes at field is needed. The objective of this study was to formulated the relation of specific gravity with starch and dry matter content. Specific gravity measured by comparing tuber weight in the air with difference of tuber weight in the water and in the air. Material consists of 14 sweetpotato genotypes. Data were collected for measurement of specific gravity, starch content and dry matter content. Tuber starch content (fresh weight basis) varied between 8.4 % - 22.8 %. Percentage starch content can estimates based equation : starch content (%) = -344. 3521 + (346. 4280 x specific gravity) with R2 = 0.65. Dry matter content on fresh sweetpotato ranges 25.2 - 39.2%. The prediction equation developed for percentage dry matter content of sweetpotato tuber was dry matter content (%) = -350.1984 + (370.5109 x specific gravity) with R2 = 0.66. Therefore, the specific gravity value may be used as a predictor of non destructive and rapid in selection of high starch and dry matter content on sweetpotato genotypes. Keywords: dry matter, starch, specific gravity, sweetpotato ABSTRAK Ubi jalar merupakan bahan baku potensial untuk industri. Potensi pati dan bahan kering yang dikandung oleh ubi jalar sangat tinggi. Keragaman kandungan pati dan bahan kering ubi jalar luas. Dalam program pemuliaan tanaman pemilihan cepat di lapangan genotip yang mempunyai kandungan pati dan/atau bahan kering sangat diperlukan. Tujuan penelitian ialah untuk membuat formulasi hubungan specific gravity dengan kandungan pati dan berat kering. Specific gravity diukur dengan membandingkan bobot umbi di udara dengan selisih bobot umbi di air dan di udara. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah 14 genotip ubi jalar. Umbi genotip ubi jalar diukur specifik gravity, kandungan pati dan kandungan bahan kering. Hasil penelitian menunjukkan kandungan pati basis umbi segar berkisar antara 8.4 – 22.8 %. Kandungan pati dapat diduga berdasarkan specific grafity pada umbi dengan persamaan : pati (%) = -344. 3521 + (346. 4280 x specific gravity) dengan R2 = 0.65. Kandungan bahan kering pada ubi jalar segar yang diuji berkisar antara 25.2 – 39.2%. Kandungan bahan kering pada ubi jalar dapat diduga berdasarkan specific gravity dengan persamaan : bahan kering (%) = -350.1984 + (370.5109 x specific gravity) dengan R2 0.66. Dengan demikian nilai specific gravity dapat digunakan sebagai penduga non destruktif dan cepat kandungan pati dan bahan kering umbi pada ubi jalar. Kata kunci : bahan kering, pati, ubi jalar, specific gravity
Makalah Disampaikan pada Seminar dan Focus Group 1Discussion(FGD) Pendidikan dan Riset Agroteknologi di Indonesia: Tantangan, Peluang, dan Arah Pengembangan. Bale Sawala Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung Sumedang Km. 21, Jatinangor, 3 – 4 September 2015
PENDAHULUAN
Ketersediaan bahan pangan, bahan baku industri, dan bahan baku energi baru dan terbarukan merupakan hal yang sangat penting dalam situasi perubahan lingkungan iklim global dan dinamika perubahan dinamis industri sektor pertanian. Potensi lingkungan dan respon genotip terhadap perubahan lingkungan dalam bentuk konversi hasil untuk bahan baku yang dibutuhkan harus menjamin ketersediaan secara kualitas dan kuantitas. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lokal akan memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakat dan industri untuk mendapatkan bahan pangan, bahan baku industri, dan energi terbarukan. Ubi jalar ialah salah satu komoditas pertanian yang potensial digunakan dan dikembangkan untuk bahan pangan, bahan baku industri, dan bahan baku energi barudan terbarukan (Mukhopadhyay et al., 2011). Ketersediaan kultivar ubi jalar lokal sangat melimpah di semua wilayah di Indonesia, baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan, ubi jalar lokal menyebar pada semua grid koordinat bujur dan lintang serta elevasi (Schneider et al., 1993; Mok and Schmiediche, 1998; Alfons, 2005; Fajriani et al., 2012; Hayati et al., 2013;
(Rahmannisa et al., 2011;
Waluyo and Karuniawan, 2011; Karuniawan et al., 2012; Karuniawan and Waluyo, 2013). Baco et al. (2007) mengemukakan kultivar lokal sangat didukung sumberdaya alam wilayah geografis dan budaya setempat. Tingginya keragaman ubi jalar lokal menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan mengelola komoditi ini yang diintegrasikan dengan budaya lokal. Kegunaan ubi jalar yaitu sebagai sumber pangan segar, cadangan pangan potensial, dan sebagai bahan baku untuk pengolahan industri pangan (Mukhopadhyay et al., 2011). Industri olahan pangan potensial dari ubi jalar ialah pati, tepung/chip, dan produk baru pangan (Fuglie et al., 2006). Nilai elastisitas permintaan pati dari umbian dan biji bernilai positif (Fuglie & Oates, 2001). Peluang pemanfaatan ubi jalar tinggi karena tepung dan pati ubi jalar mempunyai karakteristik yang sesuai untuk dijadikan sebagai bahan baku industri (Brabet et al., 1998; Katayama et al., 2000, 2006; Huang et al., 2005; Waluyo et al., 2013). Kandungan pati yang tinggi pada ubi jalar dapat digunakan untuk bahan baku bioethanol sebagai bahan baku energy baru dan terbarukan (Ziska et al., 2009; Srichuwong et al., 2012; Lareo et al., 2013; Waluyo et al., 2015). Keragaman kultivar lokal ubi jalar yang tinggi di Indonesia dan didukung dengan nilai fungsional yang tinggi serta beragam maka jika dikelola dengan
2
baik akan menjadi lumbung aneka jenis sumber bahan baku industri lokal maupun nasional yang sangat strategis. Ubi jalar lokal yang sudah dimuliakan merupakan bahan peningkatan kapasitas genetik dalam perakitan kultivar unggul baru (Shaumi et al., 2011, 2012; Rahmannisa et al., 2012). Kandungan pati dan tepung/bahan kering yang dimiliki ubi jalar sangat bervariasi, ditentukan oleh genotip dan interaksi genotip x lingkungan (Brabet et al., 1998; Katayama et al., 2000, 2006; Nabubuya, 2012). Oleh karena penggunaannya dapat disesuaikan dengan produk dan kebutuhan industri (Peters and Wheatley, 1997). Penggunaan kultivar-kultivar ubi jalar yang sudah ada dari potensi lokal untuk industri berbasis tepung dilakukan dengan memilih bahan berkandungan pati dan bahan kering tinggi. Seleksi kandungan pati dan bahan kering tinggi juga dilakukan dalam menyeleksi genotip potensial ubi jalar pada kegiatan pemuliaan tanaman. Specific gravity (SG) yaitu perbandingan bobot suatu bahan di udara dengan selisih bobot bahan di udara dan bobot di air (Figura and Teixeira, 2007). Berat kering umbi ubi jalar
dapat ditentukan dengan SG (Fonseca et al., 1994) dengan asumsi
bahwa semakin tinggi nilai SG maka semakin tinggi pula kandungan bahan kering umbi ubi jalar, jadi hanya sebagai penciri saja. Hubungan antara SG dan bahan kering pada kentang sudah dilaporkan pada beberapa tulisan dengan formulasi linier sehingga SG bisa digunakan untuk menduga proporsi bahan kering (Vanasse et al., 1951; Wilson and Lindsay, 1969; Schippers, 1976), demikian juga bahan kering pada singkong SG dan bahan kering diformulasikan secara linier (Teye et al., 2011). Beberapa penulis selain menghubungkan secra linier SG dengan bahan kering juga dengan kandungan pati (Simmonds, 1977). Dengan formulasi tersebut maka pendugaan secara cepat dan seleksi genotip ubi jalar dengan kandungan berat kering atau pati tinggi dapat dilakukan di lapangan. Pada ubi jalar hubungan antara specific gravity dengan kandungan pati atau bahan kering belum diformulasikan. Formulasi ini sangat berguna bagi penentuan secara cepat kandungan bahan kering dan kandungan pati di lapangan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian
dilakukan
di
Kebun
Percobaan
Fakultas
Pertanian
Universitas
Padjadjaran di Ciparanje Kecamatan Jatinagor, Sumedang pada Juli 2012 – Desember 2012. Bahan penelitian terdiri dari 14 genotip ubi jalar, yaitu Kuningan Merah OT, F1(1) Nirkum T1, Ayamurasaki, F1(1.10) Narutokintoki, Red-White, F1(7) Nirkum T1,
3
Narutokintoki, F1(2) Nirkum T1, Nirkum19, Eno, Shiroyutaka, Darma, Nirkum09, dan Nirkum14. Genotip ditanam di lapangan berdasarkan rancangan acak kelompok diulang 2 kali. Plot berupa guludan dengan panjang 5 m, lebar 70 cm, tinggi 40 cm, jarak antar tepi guludan 30 cm dan jarak antar titik tengah guludan 1 m. Umbi dipanen pada 5 bulan setelah tanam. Pemberian pupuk organik dan anorganik disesuaikan dengan kebiasaan setempat. Pengamatan dilakukan terhadap specific gravity, kandungan bahan kering, dan kandungan pati. Specific gravity umbi ubi jalar ditentukan pada saat panen dengan cara mencuci dan membersihkan umbi setiap genotip dari tanah dan kotoran lainnya. Siapkan 3 – 4 kg umbi yang sudah bersih masukkan ke kantong jala dari nylon dan timbang di udara, catat. Umbi yang sama kemudian dimasukkan ke dalam air untuk ditimbang, dan dicatat.
Kandungan bahan kering genotip ditentukan berdasarkan metode oven, dengan cara mengambil semua bagian umbi secara acak kemudian dipotong-potong tipis 1-2 mm dan dicampurkan, timbang 200 g bahan, masukkan ke dalam oven pada 60 oC selama 72 jam sampai bobotnya konstan. Persentase bahan kering ditentukan berdasarkan bobot kering dibandingkan dengan bobot segar sampel dikali 100%. Persentase kandungan pati basis umbi segar dilakukan berdasarkan metode Luff Schoorl (AOAC, 1997) berbasis umbi segar. Analisis
regresi
masing-masing
dilakukan
untuk
mendapatkan
persamaan
hubungan antara SG dengan kandungan bahan kering dan SG dengan kandungan pati menggunakan 14 genotip ubi jalar yang diuji sebagai sampel. Specific gravity ditempatkan sebagai variabel independen sedangkan kandungan bahan kering dan kandungan pati sebagai variabel dependen. Analisis menggunakan Microsoft® Excel2007/ XLSTAT Version 2009.3.02.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menampilkan nilai SG, kandungan pati (%) dan kandungan bahan kering (%). Pada penelitian ini SG yang diamati pada 14 genotip ubi jalar berkisar antara 1.020 - 1.051 dengan rata-rata 1.037. Rentang nilai ini memberikan koefisien variasi sebesar 0.8 %. Dari nilai pengamatan ini terlihat bahwa nilai SG semuanya di atas
4
satu,
yang
menunjukkan
kerapatan
jenis
umbi
yang
ditimbang
lebih
rapat
dibandingkan dengan kerapatan jenis air. Dengan demikian umbi dengan nilai SG lebih dari satu mempunyai potensi kandungan pati atau bahan kering yang tinggi Kandungan pati umbi berkisar diantara 8.35 %- 22.57 % basis umbi segar dengan rata-rata 14.59 %. Kandungan pati ini mempunyai koefisien variasi sebesar 24.3 %. Adanya variasi ini menunjukkan adanya perbedaan potensi kandungan pati pada genotip-genotip yang diamati. Kandungan bahan kering yang dipunyai genotipgenotip ubi jalar yang diamati berkisar diantara 25.23 % - 39.17 % dengan rata-rata 34.11 %. Kandungan bahan kering mempunyai koefisien variasi sebesar 11.4 %.
Tabel 1. Nilai specific gravity, kandungan bahan kering, dan kandungan pati pada 14 genotip ubi jalar No.
Genotip / Kultivar
Specific gravity
Pati (%)
Bahan kering (%)
1
Kuningan Merah OT
1.0200
8.4
25.2
2
F1(1) Nirkum T1
1.0242
9.4
28.2
3
Ayamurasaki
1.0314
15.0
36.6
4
F1(1.10) Narutokintoki
1.0317
13.0
30.6
5
Red-White
1.0343
14.4
32.6
6
F1(7) Nirkum T1
1.0353
15.1
32.1
7
Narutokintoki
1.0365
12.8
37.0
8
F1(2) Nirkum T1
1.0384
18.2
33.7
9
Nirkum19
1.0389
13.5
37.7
10
Eno
1.0402
19.9
36.0
11
Shiroyutaka
1.0455
15.0
39.2
12
Darma
1.0461
14.6
34.1
13
Nirkum09
1.0473
17.7
36.9
14
Nirkum14
1.0514
22.6
37.7
Rata-rata
1.0372
15.0
34.1
5
Regresi Pati (%) dengan Specific gravity Pati (%) = -344.3521 + (346.4280*Specific gravity) (R²=0.651) 30
25
Pati (%)
20
15
10
5
0 1.01
1.02
1.03
1.04
1.05
1.06
Specific gravity Active
Model
Conf. interval (Mean 95%)
Conf. interval (Obs. 95%)
Gambar 1. Hubungan linier antara specific gravity dengan kandungan pati
Tabel 2. Perbandingan kandungan pati yang diamati dengan dugaan kandungan pati berdasarkan persamaan Observation
Specific
Pati (%)
gravity
Prediksi
Residual
Pati (%)
Kuningan Merah OT
1.0200
8.4
9.0
-0.65
F1(1) Nirkum T1
1.0242
9.4
10.5
-1.05
Ayamurasaki
1.0314
15.0
13.0
2.07
F1(1.10) Narutokintoki
1.0317
13.0
13.1
-0.04
Red-White
1.0343
14.4
14.0
0.47
F1(7) Nirkum T1
1.0353
15.1
14.3
0.74
Narutokintoki
1.0365
12.8
14.7
-1.91
F1(2) Nirkum T1
1.0384
18.2
15.4
2.81
Nirkum19
1.0389
13.5
15.6
-2.02
Eno
1.0402
19.9
16.0
3.89
Shiroyutaka
1.0455
15.0
17.9
-2.81
Darma
1.0461
14.6
18.1
-3.44
Nirkum09
1.0473
17.7
18.5
-0.73
Nirkum14
1.0514
22.6
19.9
2.68
6
Gambar
1
menunjukkan
hubungan
linier
antara
specific
gravity
dengan
kandungan pati basis umbi segar pada ubi jalar. Berdasarkan hubungan linier tersebut terlihat bahwa kandungan pati tergantung pada nilai specific gravity. Artinya jika SG meningkat maka kandungan pati juga meningkat. Berdasarkan hubungan ini maka dapat dibuat persamaan regresi Pati (%) = -344.3521 + (346.4280*Specific gravity) dengan koefisien determinasi sebesar 65.1 %. Tabel 2 menampilkan perbandingan antara kandungan pati yang diamati dengan nilai duga kandungan pati berdasarkan persamaan. Kandungan pati berdasarkan persamaan berkisar di antara 9.0 % – 19.0 % dan koefisien keragaman 20.4 %. Berdasarkan uji kontingensi berdasarkan Chi-square hitung sebesar 1.97 dan Chisquare (0.05%,13) 22.36 yang berarti antara nilai pengamatan dan nilai duga tidak berbeda nyata. Hal ini berarti persamaan pendugaan ini dapat digunakan untuk prediksi awal kandungan pati dan seleksi di lapangan secara cepat. Tentu saja kandungan pati ini harus dikonversi ke potensi hasil untuk mendapatkan potensi hasil pati per satuan luas. Gambar
2
menunjukkan
hubungan
linier
antara
specific
gravity
dengan
kandungan bahan kering pada ubi jalar. Berdasarkan hubungan linier tersebut terlihat bahwa kandungan bahan kering tergantung pada nilai specific gravity. Artinya jika SG meningkat maka kandungan bahan kering juga meningkat. Berdasarkan hubungan ini maka
dapat
dibuat
persamaan
regresi
Bahan
kering
(%)
=
-350.1984
+
(370.5109*Specific gravity) dengan koefisien determinasi sebesar 65.7 %. Tabel 3 menampilkan perbandingan antara kandungan bahan kering yang diamati dengan nilai duga kandungan bahan kering berdasarkan persamaan. Kandungan bahan kering berdasarkan persamaan berkisar di antara 27.7 % – 39.4 % dan koefisien keragaman 9.6 %. Berdasarkan uji kontingensi berdasarkan Chi-square hitung sebesar 1.06 dan Chi-square (0.05%,13) 22.36 yang menunjukkan antara nilai pengamatan bahan kering dan nilai duga tidak berbeda nyata. Hal ini berarti persamaan pendugaan ini dapat digunakan untuk prediksi awal kandungan bahan kering dan seleksi di lapangan secara cepat. Kandungan bahan kering ini harus dikonversi ke potensi hasil untuk mendapatkan potensi hasil bahan kering per satuan luas.
7
Regresi Bahan kering (%) dengan Specific gravity Bahan kering (%) = -350.1984 + 370.5109*Specific gravity (R²=0.657) 50
Bahan kering (%)
45
40
35
30
25
20 1.01
1.02
1.03
1.04
1.05
1.06
Specific gravity Active
Model
Conf. interval (Mean 95%)
Conf. interval (Obs. 95%)
Gambar 2. Hubungan linier antara specific gravity dengan kandungan bahan kering
Tabel 3. Perbandingan kandungan pati yang diamati dengan dugaan kandungan bahan kering berdasarkan persamaan Observation
Specific
Bahan
Prediksi bahan
gravity
kering (%)
kering (%)
Kuningan Merah OT
1.020
25.232
27.723
-2.491
F1(1) Nirkum T1
1.024
28.155
29.287
-1.132
Ayamurasaki
1.031
36.636
31.956
4.680
F1(1.10) Narutokintoki
1.032
30.601
32.050
-1.449
Red-White
1.034
32.591
33.037
-0.446
F1(7) Nirkum T1
1.035
32.116
33.400
-1.284
Narutokintoki
1.037
37.027
33.839
3.188
F1(2) Nirkum T1
1.038
33.650
34.526
-0.876
Nirkum19
1.039
37.697
34.731
2.966
Eno
1.040
36.014
35.224
0.790
Shiroyutaka
1.046
39.168
37.185
1.983
Darma
1.046
34.115
37.404
-3.289
Nirkum09
1.047
36.891
37.826
-0.935
Nirkum14
1.051
37.657
39.362
-1.705
8
Residual
KESIMPULAN 1.
Kandungan
pati
umbi
berdasarkan
specific
grafity
diduga
berdasarkan
persamaan : pati (%) = -344. 3521 + (346. 4280 x specific gravity) dengan R2 = 0.65. 2.
Kandungan bahan kering pada ubi jalar dapat diduga berdasarkan specific gravity berdasarkan persamaan : bahan kering (%) = -350.1984 + (370.5109 x specific gravity) dengan R2 0.66.
DAFTAR PUSTAKA Alfons, J. 2005. Eksplorasi dan dokumentasi plasma nutfah ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) di Maluku. Agrivigor 4(3): 244–249. AOAC. 1997. Official methods of analysis of AOAC International (P. Cunniff, Ed.). AOAC International, Arlington, Va. Baco, M.N., G. Biaou, and J.P. Lescure. 2007. Complementarity between geographical and social patterns in the preservation of yam (Dioscorea sp.) diversity in northern Benin. Econ. Bot. 61(4): 385–393. Brabet, C., D. Reynoso, D. Dufour, C. Mestres, J. Arredondo, and G. Scott. 1998. Starch content and properties of 106 sweetpotato clones from the world germplasm collection held at CIP, Peru. CIP Prog. Rep. 1997-98: 279–286. Fajriani, N., N.W.S. Suliartini, D. Boer, Suaib, and T. Wijayanto. 2012. Variabilitas genetik sifat agronomi penting beberapa klon ubi jalar lokal yang dibudidayakan di desa-desa pinggiran Kota Kendari. Penelit. Agron. 1(1): 2012. Figura, L.O., and A.A. Teixeira. 2007. Food Physics. Physical Properties - Measurement and Applications. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Verlag Berlin Heidelberg. Fonseca, C., J.P. Molina, and E.E. Carey. 1994. Farmer Participation in The Selection of New Sweetpotato Varieties. CIP Research Guide 5. International Potato Center, Lima, Peru. Fuglie, K.O., and C.G. Oates. 2001. Starch markets in Asia. In Fuglie, K.O., Hermann, M. (eds.), Proceedings of an International Workshop Sweet-potato Post-Harvest Research and Development in China. Chengdu, Sichuan - People’s Republic of China. Fuglie, K.O., C.G. Oates, and J. Xie. 2006. Root Crops, Starch and AgroIndustrialization in Asia. International Potato Center (CIP), Lima, Peru.
9
Hayati, P.D., N. Kristina, and Sutoyo. 2013. Keragaman genetik klon ubi jalar (Ipomoea batatas [L.] Lam) pada beberapa sentra produksi di Sumatera Barat. Dalam Mukhtar, E., Syamsuardi, Partomohardjo, T., Munir, E. (eds.), Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas dan Ekologi Tropika Indonesia (BioEti). Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang. Huang, H.H., G.Q. Lu, and Q.Y. Shu. 2005. Genetic variation in the starch gelatinization characteristics of sweetpotato with high pigment contents. Acta Agron. Sin. 31(1): 92–96. Karuniawan, A., and B. Waluyo. 2013. Genetic diversity of local varieties of honey sweetpotato in West Java Indonesia based on morphological and agronomical traits. p. 78. In Breeding for Nutrient Efficiency. Join Meeting of EUCARPIA Section Organic & Low-Input Agriculture and EU NUE-CROPS Project Göttingen, Germany,
24
-
26
September
2013.
Georg-August-Universität
Göttingen,
Department of Crop Sciences, Göttingen, Germany. Karuniawan, A., B. Waluyo, dan T. Wibisono. 2012. Karakteristik keragaman varietas ubi jalar lokal madu asal Cilembu. Dalam Workshop Inovasi untuk Pembangunan Inklusif, Jakarta 6 September 2012. Dewan Riset Nasional, Jakarta. Katayama, K., K. Komae, S. Tamiya, K. Khoyama, M. Nakatani, and K. Komaki. 2006. Studies on the breeding for improving starch properties in sweet potato. JARQ 40(2): 115 – 122. Katayama, K., S. Tamiya, and K. Komaki. 2000. Varietas and annual variation in pasting properties of sweetpotato starch. KNAES 10: 5. Lareo, C., M.D. Ferrari, M. Guigou, L. Fajardo, V. Larnaudie, M.B. Ramírez, and J. Martínez-Garreiro.
2013.
Evaluation
of
sweet
potato
for
fuel
bioethanol
production: hydrolysis and fermentation. Springerplus 2: 493. Mok, I.G., and J. Schmiediche. 1998. Collection and documentation of sweetpotato germplasm in Indonesia. International Potato Center (CIP), ESEAP Regional Office, Bogor, Indonesia. Mukhopadhyay, S.K., A. Chattopadhyay, I. Chakraborty, and I. Bhattacharya. 2011. Crops that feed the world 5. Sweetpotato. Sweetpotatoes for income and food security. Food Secur. 3(3): 283–305. Nabubuya, A. 2012. Potential use of selected sweetpotato (Ipomea batatas Lam.) varieties as defined by chemical and flour pasting characteristics. Food Nutr. Sci. 03(07): 889–896.
10
Peters, D., and C. Wheatley. 1997. Small-scale agro-enterprises provide opportunities for income generation: sweetpotato flour in East Java, Indonesia. Q. J. Int. Agric. 36(4): 331–352. Rahmannisa, S.L., B. Waluyo, dan A. Karuniawan. 2011. Keragaman varietas ubi jalar asal desa Cilembu berdasarkan karakter kuantitatif di daerah Jatinangor. Dalam Seminar Nasional Hortikultura 2011 Kemandirian Produk Hortikultura untuk Memenuhi Pasar Domestik dan Ekspor. Kerjasama Perhimpunan Hortikultura Indonesia (Perhorti), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Bandung Barat 23-24 November 2011. Schippers, P.A. 1976. The relationship between specific gravity and percentage dry matter in potato tubers. Am. Potato J. 53(4): 111–122. Schneider, J., C.A. Widyastuti, and M. Djazuli. 1993. Sweet potato in the Baliem Valley Area, Irian Jaya. A Report on Collection and Study of Sweet Potato Germplasm. International Potato Center (CIP), ESEAP Regional Office, Bogor, Indonesia-Central Research Institute for Food Crops, Bogor - Root and Tuber Crop Research, Manokwari. Simmonds, N.W. 1977. Relations between specific gravity, dry matter content and starch content of potatoes. Potato Res. 20(2): 137–140. Srichuwong, S., T. Orikasa, J. Matsuki, T. Shiina, T. Kobayashi, and K. Tokuyasu. 2012. Sweet potato having a low temperature-gelatinizing starch as a promising feedstock for bioethanol production. Biomass Bioenergy 39: 120–127. Teye, E., A. Asare, R. Amoah, and J. Tetteh. 2011. Determination of dry matter content of cassava (Manihot esculenta Crantz) tubers using specific gravity method. APRN J. Agric. Biol. Sci. 6(11): 23–28. Vanasse, N., I. Jones, and H. Lucas. 1951. Specific gravity — dry matter relationship in potatoes. Am. Potato J. 28(12): 781–791. Waluyo, B., N. Istifadah, D. Ruswandi, dan A. Karuniawan. 2013. Karakteristik umbi dan kandungan kimia ubi jalar untuk mendukung penyediaan bahan pangan dan bahan baku industri. p. 373–385. Dalam Prosiding Seminar Nasional 3 in One Hortikultura, Agronomi dan Pemuliaan Tanaman: Peran Nyata Hortikultura, Agronomi dan Pemuliaan Tanaman terhadap Ketahanan Pangan 21 Agustus 2013. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya bekerjasama dengan Perhimpunan Hortikultura Indonesia, Perhimpunan Agronomi Indonesia, dan Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, Malang.
11
Waluyo, B., dan A. Karuniawan. 2011. Potensi genetik ubi jalar di Jawa Barat. Dalam Seminar Nasional Pemanfaatan Sumber Daya Genetik (SDG) Lokal Mendukung Industri Perbenihan Nasional” dalam Rangka Purna Bakti Staf Pengajar Pemuliaan Tanaman UNPAD dan Kongres Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) Komda Jabar 2011. Fakultas Pertanian dan Peripi Komda Jawa Barat, Jatinangor, 10 Desember 2011. Waluyo, B., A.A. Roosda, N. Istifadah, D. Ruswandi, and A. Karuniawan. 2015. Identification of fifty sweetpotato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) promising clones for bioethanol raw materials. Energy Procedia 65: 22–28. Wilson, J.H., and A. Lindsay. 1969. The relation between specific gravity and dry matter content of potato tubers. Am. Potato J. 46(9): 323–328. Ziska, L.H., G.B. Runion, M. Tomecek, S.A. Prior, H.A. Torbet, and R. Sicher. 2009. An evaluation of cassava, sweet potato and field corn as potential carbohydrate sources for bioethanol production in Alabama and Maryland. Biomass Bioenergy 33(11): 1503–1508.
12