ISBN 978-602-73435-1-1
C-04
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016
Penentuan Kadar Riboflavin dan Uji Pendahuluan Aktivitas Antibakteri Yogurt yang Difermentasi dengan Bakteri yang Diisolasi dari Yogurt Komersial Saadah D. Rachman1, Sadiah Djajasoepena1, Ida Indrawati2, Leksono Bangun1, Dian S. Kamara1, Safri Ishmayana1,* 1
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat 45363 2 Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat 45363 *Penulis koresponden:
[email protected] ABSTRAK Riboflavin (vitamin B2) merupakan salah satu komponen vitamin yang ada pada susu dan memperkaya nilai nutrisinya. Proses fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat (BAL), dapat mengubah kadar riboflavin pada yogurt. Selain itu, pada proses fermentasi juga dihasilkan senyawa antibakteri sebagai metabolit sekunder fermentasi susu menjadi yogurt. Pada penelitian ini dilakukan fermentasi susu menggunakan bakteri kultur starter yang diisolasi yogurt komersial. Kadar riboflavin ditentukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom C18 dan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm, sedangkan uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sumur melawan Eschericia coli dan Bacillus subtilis. Kadar riboflavin berkurang seiring dengan berjalannya fermentasi sedangkan aktivitas antibakteri ditunjukkan oleh semua sampel yogurt yang diuji dengan tingkat penghambatan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riboflavin kemungkinan besar digunakan oleh BAL sebagai nutrisi dalam proses fermentasi, sehingga terjadi penurunan kadar riboflavin setelah fermentasi. Selain itu, senyawa antibakteri dihasilkan selama proses fermentasi susu menjadi yogurt. Kata Kunci: yogurt, riboflavin, kromatografi cair kinerja tinggi, senyawa antibakteri
ABSTRACT Riboflavin (vitamin B2) is one of vitamin components in milk that enriched its nutritional value. Milk fermentation process using lactic acid bacteria (LAB) may change riboflavin content in its fermentation product (yogurt). Furthermore, in the fermentation process antibacterial compounds can be produced as secondary metabolite. The present study was conducted to investigate the change of riboflavin content after milk fermentation process and to examine the presence of antibacterial compounds in the yogurt at different fermentation time points. In the present study, milk was fermented using bacterial starter culture isolated from commercial yogurt. Riboflavin content was determined using high performance liquid chromatography (HPLC) with C18 column and UV detector at 254 nm. While the presence of antibacterial compounds was assayed with agar diffusion method against Eschericia coli and Bacillus subtilis. Riboflavin content was found to decrease in line with fermentation period, while antibacterial compounds was detected in all tested samples with different inhibition degree. The results of the present study indicate that it is most likely that riboflavin is used by LAB as nutrition during fermentation process, which lead to reduction of riboflavin content after fermentation. Furthermore, antibacterial compounds is also produced during fermentation of milk to yogurt. Keywords: yogurt, riboflavin, high performance liquid chromatography, antibacterial compounds
I.
PENDAHULUAN
Yogurt merupakan suatu minuman yang telah dikenal lama karena nilai nutrisinya yang tinggi. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrisi, kandungan senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas terapi bagi kesehatan serta mempelajari variasi terbaik pada proses pembuatan yogurt, seperti variasi inkubasi, perbandingan kultur dan suhu pasteurisasi. Pada proses fermentasi yogurt dapat digunakan kultur 108
v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence
ISBN 978-602-73435-1-1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016
tunggal atau campuran dari bakteri asam laktat (BAL). Rajagopal & Sandine (1988) mempelajari simbiosis dua kultur bakteri asam laktat yang sering digunakan pada proses fermentasi yogurt, yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Mereka menemukan bahwa L. bulgaricus menghasilkan asamasam amino untuk pertumbuhan S. thermophillus, sedangkan S. thermophillus menghasilkan asam formiat yang digunakan untuk pertumbuhan L. bulgaricus. Riboflavin (vitamin B2) merupakan vitamin yang berperan pada reaksi teransfer elektron pada sistem reaksi biologis. Namun manusia tidak bisa menyintesis vitamin ini secara in vivo, sehingga vitamin ini harus diperoleh dari asupan makanan (Ball 2005; Burgess et al., 2004). Alm (1982) telah melakukan penelitian mengenai perubahan kandungan vitamin B pada susu setelah proses fermentasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar asam folat dan penurunan kadar vitamin B12. Selain itu, Toluine et al. (2013) menemukan bahwa kadar riboflavin yang difermentasi dengan menggunakan S. thermophillus dan Lactobacillus delbrueckii tidak berubah signifikan, namun meningkat ketika digunakan kultur L. acidophilus dan Bifidobacterium lactis. Hal ini menunjukkan bahwa kultur bakteri yang digunakan pada proses fermentasi yogurt dapat menentukan perubahan kadar vitamin dalam produk akhirnya. Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba dan dihasilkan pada proses fermentasi yogurt diantaranya adalah asam lakat, asam asetat, hidrogen peroksida, karbon dioksida, dan bakteriosin. Senyawasenyawa tersebut dihasilkan oleh bakteri asam laktat dan dapat menghambat mikroorganisme patogen yang berperan pada proses pembusukan, sehingga dapat meningkatkan masa simpan dan meningkatkan keamanan pangan (Cleveland et al., 2001; Aymerich et al., 2000). Selain itu, Nurdiana (2002) melaporkan adanya aktivitas antibakteri yang dihasilkan pada proses fermentasi yogurt yang menggunakan tiga kultur bakteri (L. bulgaricus, Streptococcus facealis dan Bifidobacterium bifidum). Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar riboflavin susu sebelum dan setelah difermentasi dengan menggunakan BAL yang diisolasi dari yogurt komersial untuk menentukan perubahan kadar ribovlafin. Selain itu dilakukan analisis pendahuluan untuk menentukan waktu terbaik pembentukan senyawa antibakteri pada proses fermentasi yogurt dengan BAL hasil isolasi.
II.
METODE PENELITIAN
Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah inkubator, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) Hewlett Packard yang dilengkapi detector UV, laminar flow cabinet (Forma Scientific), mikroskop (Nikon), pH meter (Mettler Toledo MP220), termometer, dan alat-alat gelas yang umum digunakan di laboratorium Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan antara lain adalah susu skim, susu murni, yogurt plain (Columbia Yogurt, Bandung) untuk digunakan sebagai kultur starter, agar bakto, ekstrak ragi, pepton, glukosa, air suling, natrium klorida, asetonitril, natrium dihidrogen fosfat, dinatrium hidrogen fosfat, dan standar riboflavin. Isolasi bakteri Sebanyak satu ose yogurt plain ditumbuhkan pada cawan petri dengan media agar PYG (0,125% pepton, 0,125% ekstrak ragi, 0,3% glukosa, 2% agar bakto). Koloni yang tumbuh kemudian diambil dengan menggunakan kawat ose dan diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop setelah diwarnai dengan menggunakan metilen biru. Koloni yang diperoleh dimurnikan dengan cara digores pada media agar PYG sebanyak 5 generasi. Pembuatan kultur starter Ke dalam 5 mL susu skim yang telah dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 15 menit ditambahkan satu ose koloni bakteri hasil isolasi. Campuran ini kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kultur hasil inkubasi dipindahkan ke dalam susu sapi murni yang telah dipasteurisasi dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Fermentasi yogurt Sebanyak 50 mL susu sapi murni yang telah dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 15 menit dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL yang telah disterilisasi. Ke dalam Erlenmeyer tersebut 109
v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence
ISBN 978-602-73435-1-1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016
ditambahkan 5 mL kultur starter kemudian diinkubasi pada suhu 45°C. Sampel diambil pada waktu fermentasi 5, 7 dan 9 jam. Analisis kadar riboflavin Kadar riboflavin ditentukan dengan menggunakan KCKT sesuai yang dijelaskan oleh Barna & Dworschák (1994) dengan modifikasi. Sebanyak 10 mL yogurt ditambahkan dengan 10 mL HCl 0,1 N dan diautoklaf untuk mengekstraksi vitamin pada tekanan 15 psi selama 30 menit. Setelah diautoklaf, dibiarkan sampai mencapai suhu ruangan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil, kemudian disaring dengan milipore ukuran 0,2 µm. Kadar riboflavin ditentukan dengan menyuntikkan sampel ke alat KCKT dengan fasa diam µ-Bondapak-C18, fasa gerak asetonitril : buffer fosfat pH 7 (12,5:87,5) dan detektor UV pada panjang gelombang 254 nm. Analisis kualitatif senyawa antibakteri Media agar nutrien (0,5% pepton, 0,3% ekstrak ragi, 1,5% agar bakto, 0,5% natrium klorida) dilarutkan dalam air suling kemudian diautoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Bakteri uji (E. coli dan B. subtilis) yang tumbuhkan pada agar miring disuspensikan dengan air suling steril, kemudian diencerkan 10 kali. Sebanyak 20 mL larutan agar nutrien yang sudah diautoklaf dimasukkan ke cawan petri steril dan ditunggu sampai suhu tidak terlalu panas dan media belum memadat. Kemudian sebanyak 0,1 mL bakteri uji yang telah diencerkan ditambahkan dan dikocok kemudian ditunggu sampai memadat. Pada agar yang telah memadat, dibuat lubang dengan diameter 6 mm. Kemudian sebanyak 20 µL hasil ekstraksi yogurt dengan etanol pH 2 (1:1) diteteskan pada lubang. Untuk kontrol positif digunakan ampisilin 10 µg/mL sedangkan kontrol negatif digunakan susu murni dengan volume yang sama. Cawan petri kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Adanya aktivitas antibakteri ditandai dengan daerah bening yang menunjukkan terhambatnya pertumbuhan bakteri. Semakin besar diameter daerah bening, maka semakin besar juga aktivitas antibakterinya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi bakteri dan produksi yogurt Untuk menentukan jenis bakteri yang diisolasi, dilakukan analisis morfologi dengan meggunakan mikroskop. Hasil fotomikro bakteri hasil isolasi yang diwarnai dengan metilen biru menunjukkan bakteri dengan bentuk yang bulat (coccus) seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Adapun spesies bakteri yang diisolasi belum dapat ditentukan karena memerlukan analisis yang lebih lanjut. Isolat ini diuji dengan menggunakan media cair yang mengandung indikator bromfenol biru. Larutan media berubah warna menjadi kuning yang menunjukkan nilai pH berubah menjadi dibawah 5 setelah inkubasi selama 20 jam. Sedangkan menurut Tamime & Robinson (1999) suatu BAL dikatakan memiliki kualitas yang baik jika ketika diuji pada media cair dapat menurunkan pH dibawah 5 setelah 3 jam inkbubasi. Hal ini menunjukkan bahwa isolat BAL yang diperoleh, meskipun memiliki kemampuan fermentasi asam laktat, tetapi tidak sebaik yang disyaratkan oleh Tamime & Robinson (1999).
Gambar 1 Morfologi bakteri yang diisolasi dari yogurt komersial dan diwarnai dengan metilen biru.
110
v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence
ISBN 978-602-73435-1-1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016
Setelah dilakukan fermentasi selama 5, 7 dan 9 jam pH susu hasil fermentasi diukur dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1. Nilai pH susu murni berada pada rentang 6,0 – 6,7 (Gemechu et al. 2015). Hasil pengukuran pH menunjukkan adanya penurunan pH seiring dengan meningkatnya waktu fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi, maka semakin banyak asam laktat yang dihasilkan. Selain itu, menurut Askar & Sugiarto (2005) nilai pH produk yogurt biasanya berkisar antara 3,7 – 4,2. Sedangkan yogurt hasil fermentasi pada penelitian ini paling rendah memiliki pH 5,26. Hal ini sesuai dengan uji media cair, bahwa untuk mencapai pH < 5 dengan menggunakan bakteri yang telah diisolasi, maka diperlukan waktu mencapai 20 jam. Oleh karena itu, untuk mencapai nilai pH yang sesuai dengan saran Askar & Sugiarto (2005), maka diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama. Tabel 1 pH yogurt hasil fermentasi dengan perbedaan waktu inkubasi. Waktu Inkubasi (jam)
pH
5
5,98
7
5,62
9
5,26
Kadar riboflavin Kadar riboflavin ditentukan dengan menggunakan metode KCKT sesuai dengan metode yang disarankan oleh Barna & Dworschák (1994) dengan beberapa modifikasi. Hasil analisis kadar riboflavin ditunjukkan pada Tabel 2. Hanya 2 waktu fermentasi yang ditentukan kadar riboflavinnya pada penelitian ini, yaitu 5 dan 7 jam. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar riboflavin berkurang seiring dengan meningkatnya waktu fermentasi. Hal ini sesuai dengan hasil yang diungkapkan oleh Alm (1982), yaitu terjadi penurunan kadar riboflavin setelah proses fermentasi. Meskipun penurunan kadar riboflavin yang teramati oleh Alm (1982) tidak terlalu drastis. Penurunan kadar riboflavin dapat terjadi karena riboflavin digunakan oleh bakteri sebagai salah satu nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan baketri tersebut. Meskipun pada umumnya BAL menurunkan kadar riboflavin ketika digunakan untuk fermentasi susu, namun ada juga BAL yang mampu meningkatkan kadar riboflavin (Kneifel et al. 1992). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kemampuan sintesis riboflavin yang tergantung jenis bakteri yang digunakan. Tabel 2 Kadar riboflavin yogurt hasil fermentasi dengan perbedaan waktu inkubasi. Sampel
Waktu retensi (menit)
Luas puncak
Kadar riboflavin (ppm)
Standar riboflavin
4,936
1019,75
200
Susu murni
4,937
26,37
5,17
Yogurt 5 jam
4,947
24,04
4,17
Yogurt 7 jam
4,893
15,54
3,04
Aktivitas antibakteri Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Gambar 2A (B. subtillis) dan Gambar 2B (E. coli). B . subtilis mewakili bakteri Gram positif, sedangkan E. coli mewakili bakteri Gram negatif. Hasil uji menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri tertinggi ditunjukkan pada yogurt setelah inkubasi selama 7 jam. Pada yogurt yang diinkubasi selama 9 jam, aktivitas antibakteri terdeteksi turun. Hal ini kemungkinan terjadi karena senyawa antibakteri yang dihasilkan sebelumnya mulai mengalami degradasi sehingga aktivitas antibakterinya berkurang.
111
v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence
ISBN 978-602-73435-1-1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016
(A)
(B)
Gambar 2 Hasil uji aktivitas antibakteri yogurt yang difermentasi dengan bakteri hasil isolasi dari yogurt komersial selama 5, 7 dan 9 jam terhadap (A) B. subtilis dan (B) E. coli. Tanda (+) menunjukkan kontrol positif menggunakan ampisilin 10 µg/mL dan (-) menunjukkan susu murni.
IV. KESIMPULAN Bakteri yang berhasil diisolasi pada penelitian ini berbentuk bulat, namun untuk menentukan taksonominya lebih lanjut diperlukan penelitian lebih lanjut. Bakteri yang berhasil diisolasi menghasilkan yogurt dengan pH yang lebih tinggi dari yang diharapkan. Kadar riboflavin yogurt hasil fermentasi dengan menggunakan bakteri yang diisolasi berkurang seiring dengan meningkatnya waktu fermentasi, yang menunjukkan kemungkinan digunakannya riboflavin sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri paling tinggi terdeteksi pada sampel yogurt yang diinkubasi selama 7 jam. V.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada U. Juharia dan Maman Tardi sebagai teknisi Laboratorium Biokimia FMIPA Unpad yang telah membantu terlaksananya penelitan ini. VI. DAFTAR PUSTAKA Alm, L. 1982. Effect of Fermentation on B-Vitamin Content of Milk in Sweden. Journal of Dairy Science. 65(3): 353–359. Askar, S. & Sugiarto. 2005. Uji kimiawi dan organoleptik sebagai uji mutu yogurt. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor, 13-14 September 2005. 108-113. Aymerich, T., Artigas, M.T., Monfort, J.M. & Hugas, M. 2000. Effect of sausage ingredients and additives on the production of enterocins A and B by Enterococcus faecium CTC492. Optimization of in vitro production and anti-listerial effect in dry fermented sausages. Journal of Applied Microbiology. 88: 686 - 694. Ball, G.F.M. 2005. Vitamins in foods: analysis, bioavailability, and stability. CRC Press; New York. Barna, É. & Dworschák, E. 1994. Determination of thiamine (vitamin B1) and riboflavin (vitamin B2) in meat and liver by high-performance liquid chromatography. Journal of Chromatography A. 668(2): 359–363. Burgess, C., O'connell-Motherway, M., Sybesma, W., Hugenholtz, J. & van Sinderen, D. 2004. Riboflavin production in Lactococcus lactis: potential for in situ production of vitamin-enriched foods. Applied and Environmental Microbiology. 70: 5769 - 5777. Cleveland, J., Montville, T.J., Nes, I.F. & Chikindas, M.L. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials for food preservation. International Journal of Food Microbiology. 71: 1 – 20. Gemechu, T., Beyene, F. & Eshetu, M. 2015. Physical and chemical quality of raw cow's milk produced and marketed in Shashemene Town, Southern Ethiopia. ISABB-Journal of Food and Agricultural Sciences. 5(2): 7 – 13. 112
v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence
ISBN 978-602-73435-1-1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PEMBELAJARAN KIMIA UNPAD | 2016
Kneifel, W., Kaufmann, M., Fleischer, A. & Ulberth, F. 1992. Screening of commercially available mesophilic dairy starter cultures: biochemical, sensory, and microbiological properties. Journal of Dairy Science. 75: 3158 - 3166. Nurdiana, M. 2002. Aktivitas dan identifikasi golongan senyawa antibakteri yogurt dari tiga kultur campuran bakteri. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rajagopal, S.N. & Sandine, W.E. 1988. Associative growth and proteolysis of Streptococcus thermophillus and Lactobacillus bulgaricus in skim milk. Journal of Dairy Science. 73: 894 – 899 Tamine, A.Y. & Robinson, R.K. 1999. Yogurt: Science and Technology. 2nd ed. CRC Press: New York. Tolouie, H., Toloun, S.H.H., Ejtahed, H.S. & Jalaliani, H. 2013. Assessment of Vitamin B2 and B3 Contents of Conventional and Probiotic Yogurt after Refrigeration by High Performance Liquid Chromatography. Journal of Pakistan Medical Students. 3(3): 148 – 151.
113
v |The Development Of Chemistry vi To Improve National Competence